BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Jembatan Berbentang Panjang Jembatan berbentang panjang menurut standart jembatan yang diatur dalam
peraturan Bina Marga [BMS’92] adalah jembatan yang bentang utamanya lebih dari 100 m. Dengan adanya bentang yang panjang, pada umumnya digantung dengan menggunakan kabel (baik secara langsung maupun tidak langsung) sebagai perantara utama beban yang dipikul oleh dek kemudian diteruskan ke pondasi. Biasanya jembatan berbentang panjang direncanakan untuk melewati suatu rintangan, sungai atau selat bahkan laut.
Gambar 2.1 Hangzhou Bay Bridge
2.2
Komponen Jembatan Pada dasarnya jembatan terdiri dari dari beberapa komponen utama
penyusun. Pada umumnya, komponen utama tersebut adalah dek, sistem kabel dan menara atau pilon.
Gambar 2.2 Komponen Jembatan 5
6 2.2.1
Dek Jembatan Dek (sistem lantai) berfungsi sebagai pendukung atau penerima beban lalu
lintas yang melewati diatasnya. Dalam perencanaan dek jembatan, hal yang perlu dipertimbangkan yakni faktor aliran udara vertikal yang melewati jembatan dan beban mati dari dek itu sendiri. Dengan menggunakan dek (sistem lantai) dapat menambah kekakuan pada konstruksi jembatan. Dek biasanya berupa beton bertulang dengan berat yang relatif ringan, dek orthotropic, atau baja berongga yang sebagian diisi dengan beton (komposit bajabeton). Pada dek atau lantai ini, pengaruh antara kembang-susut material bajaatau beton perlu diperhatikan dengan cermat. Kembang-susut yang tidak dikontrol dapat menyebabkan penambahan tegangan pada struktur dek itu sendiri, yang pastinya dapat menimbulkan kerusakan pada konstruksi dek itu. Untuk itu penggunaan expantion joint sebaiknya diberikan setiap 30-40 m untuk mencegah kerusakan pada dek dan struktrur utama.(Troitsky,1994). Untuk bentang jembatan lebih dari 8 m, guna memperkaku jembatan perlu diberi pertambatan angin. Fungsinya adalah untuk menahan gaya akibat tekanan angin. Letak pertambatan angin biasanya di bagian bawah dek, yang dibuat bersilangan.
2.2.2
Sistem Kabel Kabel merupakan bahan atau material utama dalam perencanaan struktur
jembatan. Kabel digunakan untuk menopang gelagar diantara dua tumpuan dan memindahkan beban tersebut ke menara. Masing - masing bagian mempunyai berbagai tipe dan bentuk yang bermacam-macam yang digunakan sesuai fungsinya. Setiap komponen jembatan saling berhubungan dimana kabel memikul beban dari gelagar jalan raya beserta lalu lintasnya kemudian beban tersebut disalurkan ke menara atau pilon dan dialirkan ke pondasi jembatan. Karakteristik kabel yang beraada pada struktur jembatan antara lain: a.
Mempunyai penampang yang homogen (seragam) pada seluruh bentang
b.
Tidak dapat menahan momen dan gaya desak
c.
Gaya-gaya dalam yang bekerjaselalu menjadi gaya tarik aksial
d.
Bila kabel menderita beban terbagi merata, maka wujudnya akan melengkung parabola
7 Biasanya ada dua jenis kabel yang digunakan dalam struktur jembatan, yakni strand dan rope. Strand merupakan gabungan dari beberapa kawat (wire) yang mengelilingi satu buah kawat (sebagai pusatnya). Sedangkan rope terbuat dari beberapa strand dengan satu buah sebagai pusatnya.
Gambar 2.3 Strand
Gambar 2.4 Rope
2.2.3
Menara atau Pilon Menara atau pilon pada sistem jembatan akan menjadi tumpuan kabel
utama. Beban yang dipikul oleh kabel selanjutnya akan diteruskan ke menara yang kemudian disebarkan ke tanah melalui pondasi. Supaya menara dapat menyalurkan beban dengan baik, maka perlu diketahui pula bentuk atau macam menara yang akan digunakan. Bentuk menara dapat berupa portal, multistory, atau diagonal braced frame. Konstruksi menara atau pilon dapat juga berupa konstruksi cellular, yang terbuat fari pelat baja lembaran, baja berongga, atau beton bertulang. Tumpuan untuk suatu menara atau pilon biasanya diasumsikan jepit atau sendi. Sedangkan untuk tumpuan kabel di bagian atas suatu menara, sering digunakan tumpuan rol untuk mengurangi pengaruh ketidakseimbangan menara yang diakibatkan oleh lendutan pada kabel.
8 2.3
Tipe Jembatan Berbentang Panjang Pada umumnya jembatan berbentang panjang memiliki 2 tipe yakni,
jembatan cable-stayed dan jembatan bersuspensi.
2.3.1
Jembatan Cable-stayed Jembatan cable-stayed adalah jembatan yang berbentang panjang dengan
kabel sebagai penopang utama dari beban elemen horizontal (gelagar berbentuk balok atau rangka batang). Kabel pada jembatan tersebut dipasang dengan bentang miring dan dihubungkan pada sebuah menara atau pilon sebagai tunjangan utamanya. Pada jembatan dengan bentang yang cukup panjang, struktur jembatan cable-stayed merupakan solusinya, karena berfungsi sebagai penghubung antara gelagar ke pilon untuk memikul sebagian besar dari beban jembatan yang kemudian dialirkan ke pondasi. Dengan menggunakan sistem cable-stayed ini, sebuah jembatan dirangkai dari bentang – bentang yang pendek menjadi satu bentang panjang yang mempunyai kekuatan yang memadai untuk memikul beratnya sendiri dan beban luar yang bekerja melewati jembatan seperti misalnya beban kendaraan.
Gambar 2.5 Jembatan Cable Stayed
Kelebihan dan Kekurangan Jembatan Cable-stayed Menurut Fadly Sutrisno (2010), kelebihan dan kekurangan jembatan cablestayed adalah : a.
Kelebihan •
Kabel lurus memberikan kekakuan yang lebih besar dari kabel melengkung. Disamping itu, analisis non-linier tidak perlu dilakukan untuk geometri kabel lurus.
9 •
Kabel diangkur pada lantai jembatan dan menimbulkan gaya aksial tekan yang menguntungkan secara ekonomis dan teknis.
•
Tiap–tiap kabel penggantung lebih pendek dari panjang jembatan secara keseluruhan dan dapat diganti satu persatu.
b.
Kekurangan •
Diperlukan metode pelaksanaan yang cukup teliti jika jembatan cablestayed dibangun dengan bentang yang lebih panjang, bagian yang terkantilever sangat rentan terhadap getaran akibat angin selama masa konstruksinya.
•
2.3.2
Diperlukan perawatan yang intensif untuk melindungi dari karat.
Jembatan Suspensi Jembatan suspensi merupakan jembatan menggunakan kabel untuk
menopang beban–beban yang bekerja pada jembatan. Kabel jembatan suspensi dipasang secara vertikal dan diikat kepada kabel utama yang bergantung pada menara tumpuan.
Gambar 2.6 Jembatan Suspensi Kelebihan dan Kekurangan jembatan suspensi : a.
Kelebihan •
Bentang yang panjang dapat dicapai dengan mudah dibandingkan tipe jembatan lainnya.
•
Material
yang
digunakan
untuk
jembatan
ini
lebih
sedikit
dibandingkan tipe jembatan lainnya sehingga dapat menekan biaya. •
Selain melakukan instalasi kabel awal, tidak ada atau sedikit sekali pekerjaan konstruksi yang dilakukan dari bawah jembatan, misalnya membiarkan saluran air tetap terbuka saat pembangunan jembatan.
10 •
Kelenturan jembatan membuat ketahanan tersendiri terhadap gempa dan beban angin.
b.
Kekurangan •
Diperlukan kekakuan yang cukup untuk mencegah deck jembatan bergetar akibat angin kencang.
•
Kekakuan deck yang relatif relatif rendah menyebabkan sulitnya jembatan untuk memikul beban yang berat seperti rel kereta yang membutuhkan tingkat beban hidup terpusat yang cukup tinggi.
•
Beberapa akses dari bawah dibutuhkan selama konstruksi, yakni untuk mengangkat deck dan kabel saat konstruksi.
2.3.2.1 Jenis – Jenis Jembatan Suspensi Berdasarkan bentang luar ((side span)) dari jembatan, terdapat beberapa jenis jembatan suspensi, yaitu : a.
Bentuk batang luar bebas ((Side span free) Pada bentuk bentang luar bebas, kabel utama tidak menahan atau dihubungkan dengan lantai jembatan oleh hanger (penggantung), sehingga tidak ada hanger pada bentang luar. Disebut juga dengan tipe straight backstays atau kabel utama pada bentang luar berbentuk berbent lurus.
Gambar 2.7 Jembatan Suspension Side Span Free
b.
Bentuk batang luar tergantung (Side ( span suspended) Pada bentuk ini kabel utama pada bentang luar menahan struktur lantai jembatan dengan dihubungkan oleh hanger.
11
Gambar 2.8 2 Jembatan Suspension Side Span Suspended
Berdasarkan jenis pengakunya, menurut Steiveman (1953), jembatan suspensi dibagi menjadi 2 jenis yaitu : a.
Jembatan suspensi tanpa pengaku Jembatan suspensi tanpa pengaku adalah tipe jembatan suspensi dimana seluruh beban sendiri dan lalu lintas didukung penuh oleh kabel. Hal ini dikarenakan tidak terdapatnya elemen struktur kaku pada jembatan. Jembatan suspensi tanpa pengaku hanya digunakan untuk struktur yang sederhana (bukan untuk struktur yang rumit rumit dan berfungsi untuk menahan beban yang terlalu berat), karena tidak adanya pendukung lantai jembatan yang kaku atau kurang memenuhi syarat untuk diperhitungkan sebagai struktur kaku/balok menerus.
b.
Jembatan suspensi dengan pengaku Jembatan dengan pengaku adalah tipe jembatan suspensi dimana pada salah satu bagian stukturnya mempunyai bagian yang lurus yang berfungsi untuk mendukung lantai lalu lintas (deck). ( Deck pada jembatan gantung jenis ini biasanya berupa struktur rangka, yang mempunyai kekuatan EI tertentu. te
Gambar 2.9 Tipe Jembatan Suspensi dengan Pengaku
2.4
Beban pada Jembatan Berbentang Panjang Perencanaan beban pada jembatan berbentang entang panjang sangat penting untuk
ditinjau, hal ini dikarenakan menghindari terjadinya keruntuhan pada bangunan struktur tersebut. Di samping beban mati, beban hidup dan beban gempa, beban
12 angin mempunyai peranan yang penting mengingat prinsip semakin panjang bentang yang dimiliki oleh suatu jembatan, maka akan perilaku jembatan akan semakin lentur terhadap beban angin yang diterimanya..
2.4.1
Beban Mati Beban mati merupakan beban yang ditimbulkan oleh berat struktur itu
sendiri atau bagian dari struktur tersebut yang tidak dapat dipisahkan dari struktur utama. Beban mati yang berada pada jembatan terbagi menjadi dua, yakni beban mati primer dan beban mati sekunder. Contoh beban mati primer seperti berat dek. Sedangkan untuk beban mati sekunder seperti trotoar dan lampu penerang jalan atau fasilitas lainnya.
2.4.2
Beban Hidup Secara umum, yang termasuk beban hidup adalah beban kendaraan pada
jembatan. Beban hidup kendaraan terbagi menjadi beberapa kelas berdasarkan berat kendaraan dan pengaruh dari kegunaan jalan tersebut
2.4.3
Beban Gempa Pada daerah yang rawan terhadap gempa, desain dari struktur jembatan
harus memenuhi standar perencanaan yang berlaku agar memiliki ketahan terhadap gempa. Standar perencanaan untuk jembatan berbentang panjang terhadap gempa di Indonesia belum berlaku umum dan hanya terbatas untuk jembatan sederhana dengan bentang pendek.
2.4.4
Beban Angin Beban angin merupakan faktor dominan (dibandingkan dari beban lainnya)
yang dapat memberikan perilaku aerodinamik kepada jembatan, khususnya jembatan yang menggunakan kabel sebagai penyangga utamanya. Beban angin pada struktur jembatan terbagi menjadi 2, yakni beban angin statik dan dinamik. Pada awalnya jembatan direncanakan hanya dengan memperhitungkan beban angin statiknya saja. Sampai terjadi keruntuhan jembatan Taccoma Narrow pada tahun 1940an dan para pakar / ahli menemukan hasil investigasi yang menyatakan keruntuhan jembatan disebabkan akibat angin dinamik, barulah hal itu menjadi perhatian para perancang jembatan.
13 a.
Beban Angin Statik Beban angin statik pada jembatan mempengaruhi jenis kekakuan balok
girder atau rangka batangnya atau jenis dek tersebut. Bentuk itu adalah suatu kombinasi fungsi bentuk yang telah dibahas pada bab sebelumnya, dan karena itu gaya drag dapat dihitung. Bagaimanapun, dek suatu jembatan akan mempengaruhi lift forces cukup besar dan gerakan guling pada angin yang tidak horisontal.
b.
Beban Angin Dinamik Beban angin dinamik menyebabkan jembatan berbentang panjang
mengalami kelenturan atau fleksibel sehingga mengakibatkan sering terjadi pergerakan (bergerak ke arah horizontal atau vertikal) dan tentu saja dapat mengakibatkan kemampuan jembatan dalam menahan pergerakan jembatan tersebut menjadi berkurang. Jembatan tidak hanya mengalami tekuk statis yang signifikan, tetapi jembatan juga bereaksi terhadap frekuensi yang diakibatkan oleh kabel jembatan itu sendiri. Hal itu dapat dilihat dengan beberapa mode yang dimiliki oleh jembatan saat bereaksi dengan frekuensi. Adapun beberapa mode yang harus diperhatikan, dikarenakan bila bertemu dengan beban angin biasa dapat mengakibatkan keruntuhan pada jembatan.
2.5
Pengaruh Angin Pada Struktur Pengaruh angin terhadap struktur dapat digolongkan menjadi dua. Pertama
adalah masalah yang berkaitan dengan keamanan dari struktur tersebut, dalam hal ini berkaitan dengan kekuatan dari struktur. Yang kedua adalah masalah yang berkaitan dengan tingkat pelayanan dari struktur berkaitan dengan kenyamanan dari pemakai struktur tersebut. Besarnya beban angin yang diterima struktur biasanya di tentukan berdasarkan kecepatan dari angin tersebut. Dalam kenyataannya, kecepatan angin adalah berubah-ubah atau tidak konstan terhadap waktu, sehingga dalam melakukan analisis terhadap pengaruh angin, komponen beban angin dibagi dua yaitu : a.
Kecepatan angin rata
b.
Komponen turbulen dari angin yang menunjukkan fluktuasi/perubahan kecepatan angin dalam arah yang ditinjau.
14 Pengaruh angin terhadap struktur digolongkan menjadi dua seperti yang ditunjukkan pada tabel 2.1. Yang pertama adalah pengaruh statik dari angin dan pengaruh kedua adalah pengaruh dinamik dari aangin ngin terhadap struktur yang fleksibel yang disebut juga pengaruh aerodinamik dari angin.
Gambar 2.10 10 Contoh Data Kecepatan Angin Tabel 2.1 Klasifikasi Pengaruh Angin Terhadap Struktur (Ito et al. 1982)
STATIC
Static
Effect of time-average time wind pressure, wind force Divergence
Lateral buckling Galloping Single degree of freedom Dynamic Torsional flutter DYNAMIC instability Coupled flutter Vortex excitation, low speed flutter Turbulence response (gust, buffeting) 2.6
instability
Divergent amplitude response Limited amplitude response
Fenomena Aeroelastik Pada Jembatan Panjang Fenomena aeroelastik dapat diilustrasikan seperti bagan pada Gambar 2.16.
angin yang datang menuju struktur terdiri atas dua komponen yaitu komponen kecepatan rata-rata rata dan komponen turbulen. Komponen turbulen dari angin yang menerpa struktur akan membuat struktur berespon berupa getaran. Gaya yang disebabkan oleh komponen turbulen dari angin disebut Buffeting Forces. Struktur yang bergetar dan terletak di dalam aliran angin akan memodifikasi Gaya Buffeting yang disebabkan oleh komponen turbulen dari angin. angin. Gaya yang berasal dari pengaruh respon struktur tersebut yang memodifikasi Gaya Buffeting disebut Self-excited Forces atau Unsteady Aerodynamic Forces atau Gaya Aerodinamik. Gaya yang terakhir inilah yang berperan penting dalam masalah ketidakstabilan Flutter atau Flutter Instability pada jembatan dan akan selalu muncul selama struktur bergetar dalam aliran turbulen. Self-excited Forces adalah motion
15 dependent, sementara gaya yang berasal dari komponen turbulen adalah motion independen. Mean Wind + Turbulence
Buffeting Structure Force
Response
Self-excited force
Gambar 2.11 Fenomena Aeroelastik Interaksi antara aliran angin dan dek jembatan dapat diinterpretasikan sebagai pertukaran energi antara keduanya yang akan memberikan pengaruh pada damping yang disebut aerodinamik damping. Pada kecepatan rendah aliran udara dan juga selft-excited forces berperilaku seperti damper/peredam yang memberikan pengaruh positif kepada aerodinamik damping. Pada penjelasan di atas, dapat diketahui flutter adalah fenomena jembatan dimana pada kecepatan angin tertentu struktur jembatan mengalami getaran yang berlebihan dan mengalami pola getar harmonik (getaran yang dihasilkan menyamai nilai redaman kritis). Kecepatan angin yang menyebabkan terjadinya getaran harmonik disebut kecepatan angin kritis terhadap flutter atau Flutter Speed. Pada saat kecepatan angin ini tercapai, simpangan getaran pada dek jembatan akan meningkat secara eksponensial. Karena fenomena flutter dapat menyebabkan kehancuran dari jembatan, maka Flutter Speed tadi berkaitan dengan aspek keamanan. Desain jembatan panjang harus menjamin bahwa kecepatan angin kritis tersebut tidak akan pernah tercapai. Fenomena aerodinamik kedua adalah buffeting yang didefinisikan sebagai time-variable response dari dek jembatan akibat aliran angin dengan kecepatan yang berfluktuasi. Secara umum studi untuk mempelajari pengaruh beban angin pada struktur jembatan dapat dibagi menjadi 3 kelompok besar. a.
Sistim Identifikasi Sistim Identifikasi bertujuan untuk mengindentifikasikan parameterparameter untuk dapat menentukan besarnya Gaya Aerodinamik atau SelfExcited Force. Parameter-parameter tersebut didapat dari hasil uji model di terowongan angin. Parameter yang didapat disebut Flutter Derivatives atau
16 Unsteady Aerodynamic Coefficients. Sistem Identifikasi adalah proses simbiosa antara pengamatan percobaan model di terowongan angin dengan metode komputasi untuk mendapatkan nilai Flutter Derivatives dari hasil percobaan tersebut. b.
Modeling dari Angin Modeling dari angin bertujuan untuk memodelkan karakteristik dari angin itu sendiri yang direpresentasikan oleh kecepatan rata-rata dan komponen turbulennya. Prilaku dan respon dari struktur sangat dipengaruhi oleh keberadaan dari komponen turbulen dari angin. Simulasi dari komponen turbulen meliputi penentuan kecepatan rata-rata, skala turbulen dan intensitas dari turbulen.
c.
Analisis Flutter Analisis Flutter bertujuan untuk mengetahui Flutter Speed.
2.7
Degree Of Freedom Flutter Dan Coupled Flutter Pada Jembatan yang masih relatif pendek, pola getar yang terjadi pada saat
flutter umumnya hanya terdiri dari 1 jenis pola getar misalnya hanya dalam arah vertikal atau dalam arah torsional. Flutter yang terjadi hanya pada 1 pola getar tersebut disebut single degree flutter. Dengan bertambahnya panjang jembatan, pola getar pada terjadi pada saat flutter dapat berupa kombinasi dari pola getar vertikal dan torsional. Flutter yang terjadi pada kondisi tersebut disebut Coupled flutter.
2.8
Gaya Aerodinamik Gaya aerodinamik seperti yang diuraikan diatas mempunyai peranan yang
sangat penting untuk mengevaluasi kestabilan aerodinamik dari jembatan. Metode yang digunakan dalam penentuan gaya aerodinamik pada jembatan didasarkan pada prinsip yang telah terlebih dahulu digunakan dalam mendesain sayap pesawat. Tujuannya adalah bagaimana menentukan besarnya gaya aerodinamik yang direpresentasikan oleh besaran Lae (Lift), Dae (Drag), dan Mae (Momen).
2.8.1
Teori Flat Plate Pendekatan pertama yang dilakukan adalah dengan mengasumsikan bahwa
dek jembatan berperilaku seperti pelat tipis, sehingga gaya-gaya aerodinamik ini bisa
17 didekati dengan persamaan matematis. Metode ini dikenal sebagai teori Flat Plate. Formula yang digunakan untuk menentukan Lae, Dae, dan Mae adalah didasarkan kepada Complex Theodorsen Function. Tetapi tentunya asumsi ini tidak memuaskan karena bentuk sayap pesawat sedemikian tipisnya sehingga ketika ditabrak oleh angin tidak menyebabkan terjadinya pusaran udara di belakang sayap tersebut. Sehingga persamaan dari metode ini terlalu ideal dari segi aerodinamik. Pendekatan ini hanya bisa diterapkan untuk kasus dimana aliran udaranya smooth, tanpa ada turbulensi, dan tidak ada pemecahan aliran udara. Hal ini hanya berlaku untuk tipe dek jembatan tertentu saja.
2.8.2
Aerodinamik Derivatives Fenomena flutter disebabkan oleh adanya gaya aerodinamik yang terjadi
akibat interaksi antara turbulensi angin dan getarandari struktur. Karena itu pendefinisian besarnya gaya aerodinamik merupakan langkah penting untuk mengevaluasi kestabilan aerodinamik dari Jembatan. Bleich (1948) mengusulkan penggunaan koefisien flutter dari sayap pesawat untuk digunakan pada dek jembatan berbentuk rangka dengan menggunakan Complex Theodorsen Function. Pendekatan untuk menentukan gaya aerodinamik pada jembatan diajukan oleh Pugsly. Akan tetapi pendekatan dengan Complex Theodorsen Function hanya valid pada kondisi aliran tanpa turbulensi dan tanpa pemisahan aliran, suatu kondisi yang sangat jarang ditemukan pada dek jembatan. Penentuan gaya aerodinamik secara experimental dilakukan oleh Ukeguchi, et al. 1966; Sabzevari and Scanlan, 1968. Dan pada tahun 1971 Scanlan dan Tomoko mengusulkan suatu persamaan gaya aerodinamik dengan menggunakan parameter yang disebut aerodynamic derivatives atau flutter derivatives. Model yang diusulkan tersebut terbatas untuk 2 derajat kebebasan, tosional dan vertikal. Sejak saat itu permodelan gaya aerodinamik dengan Aerodynamic Derivatives ini umum digunakan dan semakin dikembangkan untuk desain jembatan panjang. Perencanaan Jembatan Akashi Kaikyo yang merupakan jembatan pertama dengan bentang tengah mencapai 2000 meter, mengindikasikan bahwa permodelan dengan 2 derajat kebebasan tidak memadai untuk jembatan yang sangat panjang. Komponen horizontal dari flutter derivatives diketahui memiliki peran yang sangat
18 penting terhadap response jembatan dan ketidakstabilan dek jembatan. Karena itu saat ini permodelan gaya aerodinamik dinyatakan dengan 3 komponen. Berdasarkan metode ini, gaya aerodinamik per unit panjang dek jembatan dinyatakan sebagai H1* Lae 2 B ρ ω * Fae = Dae = P5 2 * M ae / B A1
H 5* P1* A5*
. H 2* y ρB 2ω 2 . P2* z + . 2 A2* αB
H 4* * P6 A4*
H 6* P4* A6*
H 3* y P3* z ............. (2.1) A3* αB
Dimana : Lae
= Gaya Vertikal
Dae
= Gaya Horizontal
Maw
= Gaya Momen
ρ
= 0,125 [kg.detik2/m4]
U
= Kecepatan Angin
B
= Lebar Dek Jembatan
y
= perpindahan vertikal
z
= perpindahan horizontal
H*i
= Flutter Derivatives untuk gerakan arah vertikal
P*i
= Flutter Derivatives untuk gerakan arah horizontal,
A*i
= Flutter Derivatives untuk gerakan arah momen
α
= Sudut puntiran dari dek jembatan.
ω
= Frekuensi Getaran. Flutter Derivatives dan Unsteady Aerodynamic Coefficient adalah sama dan
diperoleh dengan meng-ekstrak hasil tes terowongan angin dengan suatu sistem identifikasi. Flutter Derivatives merupakan fungsi dari Reduced Frequency, k. Bω ................................................................................................ (2.2) k= U dimana U adalah kecepatan angin. Sejak saat itu permodelan gaya aerodinamik dengan Aerodynamic Derivatives ini umum digunakan dan semakin dikembangkan untuk desain jembatan
panjang. Contoh aerodinamik derivatives dengan beberapa variasi bentuk penampang jembatan ditampilkan dalam Gambar 2.12 dan Gambar 2.13.
19
Gambar 2.12 Koefisien Hi* dan Ai* Untuk Macam-Macam Bagian
Gambar 2.13 Koefisien Hi* dan Ai* Untuk Beberapa Variasi Box Girder
20 2.9
Analisis Flutter Speed Pada Jembatan Flutter speed merupakan kecepatan yang dibutuhkan untuk struktur
mengalami flutter. Untuk memastikan bahwa jembatan bentang panjang yang akan dibangun mampu menahan beban angin yang bekerja, terdapat metode yang umum digunakan dalam melakukan analisis aerodinamik flutter pada jembatan bentang panjang yaitu a.
Full Model Test
b.
Section Model Test
c.
Metode Analitis Saat ini, prosedur terbaik dalam memprediksi respon jembatan panjang
terhadap pengaruh dinamik angin adalah melalui percobaan skala penuh / full model test di laboratorium uji terowongan angin / wind tunnel dimana kondisi sebenarnya
dari jembatan dan angin yang bekerja disimulasikan semirip mungkin. Aplikasi dari percobaan skala penuh di laboratorium relatif rumit dan memerlukan ketelitian yang tinggi. Alternatif lain yang berkembang saat ini adalah dengan menggunakan hanya potongan dari deck jembatan / Section Model Test. Hasil section model test atau full model test dalam bentuk Aerodynamic Derivatives dapat digunakan lebih jauh untuk melakukan studi konfigurasi jembatan
dengan bantuan program Flutter Analysis.
2.9.1
Full Model Test Model jembatan yang telah dibuat dengan mempertimbangkan persyaratan
kesamaan (mewakili distribusi massanya, mereduksi frekuensi, redaman mekanik, dan bentuk mode getaran) diletakkan dalam laboratorium uji terowongan angin. Selanjutnya angin dihembuskan dengan kecepatan tertentu yang secara berkala dinaikkan. Simpangan yang terjadi pada dek jembatan di catat dan diplot. Dari kurva simpangan dan kecepatan angin, akan dapat diketahui kecepatan angin dimana simpangan akan menjadi divergen. Kecepatan angin tersebut merupakan kecepatan angin kritis flutter. Skala model yang umum biasanya 1/300, sampai 1/100 yang biasa digunakan dalam beberapa kasus.
21
Gambar 2.14 Contoh Full Model Test di Tongji Univ, Shanghai Gambar dibawah adalah tipikal hasil uji terowongan angin dengan menggunakan Full Model.
Gambar 2.15 Contoh Hasil Pengujian Full Model a.
Kelebihan pada uji Full Model test : •
interaksi aerodinamika dan struktur dinamics berlangsung lebih realistik,
•
Proses perhitungan atau formulasi matematik yang biasanya sangat banyak dilakukan dalam uji sectional model dynamic tidak diperlukan lagi, sehingga kesimpulan maupun prediksi batas kritis akan lebih akurat.
b.
•
Efek orientasi angin datang (wind angle) dapat disimulasikan
•
Antar komponen struktur terjadi interaksi yang juga terukur / teramati
•
Dapat dilakukan kajian struktur under construction (masa konstruksi)
Kelemahan dari full model adalah •
Pembuatan dan persiapan model perlu dana dan waktu yang lebih banyak, yang berarti pula ongkos kerja (man hours) yang lebih tinggi
22 •
Selama pengujian sulit dilakukan modifikasi struktur,
seperti
perubahan geometri penampang dek atau pilon. •
Full model dibuat dengan asumsi kajian modifikasi aerodinamika
bentuk geometri (penampangnya) telah selesai dilakukan di uji sectional model. •
2.9.2
Tidak dapat memberikan data gaya/momen aerodinamika statik.
Section Model Test Section model terdiri dari sebuah segment dari dek jembatan, biasanya
dengan skala 1 : 25 s/d 1 : 100. Dengan skala dan lingkup dari model yang digunakan, kebutuhan akan tingkat keakuratan yang tinggi dapat dikurangi.
2
ANGIN
Gambar 2.16 Section Model test dari Jembatan Hamdi-Holtekang, Jayapura
Potongan Dek jembatan digantung dengan sejumlah pegas. Kekakuan dari potongan jembatan tersebut
yang memiliki kekakuan yang ekuivalen dengan
kekakuan jembatan sebenarnya. Pengujian flutter pada Section Model test dilakukan dengan memberikan angin dengan kecepatan tertentu pada model yang digantung tersebut, dan selanjutnya memberikan gangguan awal dalam arah torsional maupun arah vertikal. Jika setelah diberi gangguan, simpangan dek jembatan berkurang, maka kecepatan angin tersebut bukan merupakan kecepatan angin flutter. Selanjutnya kecepatan angin ditambahkan dan model jembatan diberik gangguan kembali. Jika setelah diberi gangguan, ternyata simpangan jembatan tidak berkurang
23 atau cenderung bertambah, maka kecepatan angin tersebut disebut kecepatan angin kritis flutter. Section model sangat bermanfaat untuk membuat penilaian awal, berdasar pada test sederhana, dapat ditingkatkan untuk kestabilan bentuk dek jembatan. Section model mempunyai keuntungan yang penting untuk mengukur karakteristik aerodinamika dek jembatan berdasarkan apa saja yang dapat dipelajari dari pelaksanaannya. Karakteristik ini meliputi: a.
Steady-state drag, lift dan koefisien momen, didefinisikan sebagai dimana D, L, dan M adalah rata-rata drag, lift dan momen per lebar bentang, secara berurutan, ρ adalah kerapatan udara, B adalah lebar dek, dan U adalah kecepatan angin rata-rata yang mendekati elevasi dek. Koefisien itu pada umumnya direncanakan dari fungsi sudut antara bidang horisontal dan bidang dek jembatan. CD Koefisien, CL, dan CM untuk dek rangka ruang jembatan.
Gambar 2.17 Uji Statis pada Dek Jembatan b.
Koefisien gerak aerodinamik H1*, H2*, H3*, A1*, A2*, A3* Koefisien ini menunjukkan karakteristik aksi gaya self-excited osilasi jembatan seperti pada pembahasan sebelumnya.
2.9.3
Metode Analitis Berbeda dengan percobaan di laboratorium, dimana pengaruh dinamik angin
dapat dilihat atau dibaca secara langsung dari respon model penuh jembatan di laboratorium terowongan angin, metode analitis memerlukan kombinasi antara hasil pengamatan di laboratorium dengan analitis secara matematis menggunakan bantuan
24 program komputer. Hasil percobaan Section Model berupa koefisien-koefisien efisien aerodynamic,, yang kemudian diaplikasikan ke dalam Finite Element Model jembatan untuk mengetahui respon dari struktur jembatan. Nilai dari koefisien aerodynamic tersebut hanya bergantung dari bentuk penampang jembatan. Secara umum tahapan studi un untuk tuk mempelajari pengaruh beban angin pada struktur jembatan dengan menggunakan Metode Analitis dapat dibagi menjadi 3 kelompok besar, yaitu: a.
Percobaan Section Model
b.
Sistim Identifikasi
c.
Analisis Flutter Dari percobaan Section Model di laboratorium akan dapatt diperoleh perilaku
redaman dari penampang jembatan untuk berbagai kecepatan angin. Data tersebut diolah untuk mendapatkan Aerodynamic Coeficient yang merupakan tahap kedua dari analisis dengan menggunakan Sistim Identifikasi. Parameter yang didapat disebut Flutter Derivatives atau Unsteady Aerodynamic Coefficients.. Langkah pertama dan kedua merupakan bagian dari uji coba Section Model di laboratorium terowongan angin. Pada Metode Analitis dengan Finite Element Method,, diperlukan permodelan struktur jembatan dan gaya aaerodinamik sebagaimana diuraikan diatas. Gaya Aerodinamik tersebut kemudian diasumsikan bekerja pada elemen jembatan seperti diilustrasikan pada Gambar 2. 2.18
25 Gambar 2.18 Permodelan jembatan dan gaya-gaya aerodinamik
Persamaan gerak dari model 3 dimensi jembatan dengan adanya gaya aerodinamik adalah
[M]u&&+[K]u = Fae ......................................................................... (2.3) Dimana M
= matrik massa, didapat dari pemodelan dengan FEM
K
= matrik kekakuan, didapat dari pemodelan dengan FEM
u
= vector perpindahan
Fae
= gaya aerodinamik Fae adalah gaya aerodinamik yang merupakan fungsi dari reduced frequency
k sesuai dengan Persamaan (2.8). Lae LYI Fae = Dae = ρπB 2ω DYI M ae / B M YI
LZI DZI M ZI
LαI LYR DαI w& + ρπB 2ω 2 DYR M YR M αI
LZR DZR M ZR
LαR DαR w ............ (2.4) M αR
Dimana Fae
= gaya aerodinamik
Lae,Dae,Mae
= Gaya Lift, Gaya Drag, dan Momen (Flutter Derivatives )
B
= lebar dek jembatan
ρ
= kerapatan udara (0,125 kg sec2/m4)
ω
= frekuensi getaran
w
= vector perpindahan dalam koordinat lokal
Dengan mengasumsikan respon getaran sebagai w dengan komplek frekuensi ω w = Ae iωt ...................................................................................... (2.5)
akan didapat && .................................................................................... (2.6) ω 2w = −w
&& .................................................................................... (2.7) ωw& = −iw Dimana A
=
Lae,Dae,Mae
= Gaya Lift, Gaya Drag, dan Momen (Flutter Derivatives )
B
= lebar dek jembatan
ρ
= kerapatan udara (0,125 kg sec2/m4)
ω
= frekuensi getaran
26 w
= vector perpindahan dalam koordinat lokal
Dengan memasukkan persamaan-persamaan ini ke persamaan (2.8) akan didapat
Lae LY 2 Fae = Dae = ρπB DY M ae / B M Y
LZ DZ MZ
Lα && = Fw w && ........................ (2.8) Dα w M α
Dari persamaan diatas, vector yang terletak di sebelah kanan adalah percepatan, sehingga gaya aerodinamik, Fae bisa diperhitungkan sebagai tambahan complex aerodynamic mass. Persamaan (2.4) akan menjadi
[M − Fw]u&&+[K]u = 0 .....................................................................(2.9) Persamaan diatas yang terlihat sebagai persamaan dinamik klasik adalah merupakan persamaan-persamaan yang merupakan fungsi dari reduced frequency k. Solusi Flutter dari persamaan diatas adalah. K − M F (k )λ2 = 0 ....................................................................... (2.10) k=
ωB ........................................................................................ (2.11) U
Persamaan (2.11) adalah eigen value problem dengan komplek matrik MF yang merupakan fungsi dari k. Frekuensi real dari sistim ω adalah √λ. Dengan mengasumsikan suatu nilai k tertentu, analisis terhadap persamaan (2.12) bisa dilakukan. Hasil dari analisa berupa n set complex eigen value dan complex eigen vector. Frekuensi sirkular dan aerodinamik logaritmik damping didapat dari persamaan dibawah ini. ωm =
λ 2Rm + λ 2Im ........................................................................................ (2.12)
δ m = 2π
λIm λ
2 Rm
+ λ2Im
................................................................... (2.13)
Dimana
ωm
= frekuensi singular
λRm
= eigenvalue real
λIm
= eigenvalue imajiner
δm
= aerodinamik logaritmik damping Jika harga frekuensi ω selesai dihitung, dapat ditentukan kecepatan angin
untuk nilai k tersebut. Dengan melakukan analisis untuk berbagai nilai k akan didapat hubungan antara damping aerodinamik dengan kecepatan angin. Critical
Flutter Speed adalah kecepatan angin dimana damping menjadi nol.
27
2.10
Redaman Struktur Dalam perencanaannya redaman struktur suatu jembatan tidak diketahui
hingga menganalisa perilaku dinamis jembatan tersebut, meskipun kemungkinan besar mempunyai pengaruh yang signifikan. Sehingga dalam situasi seperti ini, disarankan menggunakan nilai di asumsikan berdasarkan standar pada buku Wind Resistant Design of Bridges in Japan seperti pada Tabel 2.2. Redaman itu diperoleh dari hasil pengujian getaran jembatan bentang panjang pa tipe suspensi.
Tabel 2.2 Redaman Struktur ((logarithmic decrement) Girder (truss type) Tower (completed stage) Tower (free-standing standing stage) 2.11
Bending mode 0,03 0,02 0,01
Torsional mode 0,02 0,02 0,01
Model Jembatan Dalam analisis dinamik 3 dimensi, struktur jembatan dimodelkan sebagai
suatu frame yang terdiri atas elemen, balok, rangka dan kabel dimana gaya aerodinamik terletak pada pusat geser dari dek jembatan tersebut. Detail dari permodelan FEM bisa sa dilihat pada Gambar 2.18, 2.1 Gambar 2.19,, dan Gambar 2. 2.20, dengan mengambil contoh kasus Jembatan Gantung. Pengaruh angin dalam arah memanjang dari jembatan biasanya diabaikan sehingga gaya aerodinamik pada setiap node di pusat geser akan mengikuti persamaan (2.7) dengan 3 derajat kebebasan yang berkorelasi dengan 3 jenis gaya aerodinamik Drag, Lift, dan Momen. Gaya aerodinamik pada kabel bisa juga ditambahkan dengan pendekatan quasi-statik quasi sepertii yang terlihat pada Gambar 2. 2.21.
Gambar 2.19 Model Struktur Jembatan Gantung
28
pylon
Girder
Gambar 2.20 Model Pertemuan Pilon dan Dek Jembatan Cable cable
Hanger rigid arm hanger
Center of mass
center of mass rigid arm
Rigid arm
Rigid arm
center of shear imaginary member of the stiffness of the girder
Center of shear
Gambar 2.21 Model Dek Jembatan
2.12
Hal-Hal Yang Mempengaruhi Kestabilan Jembatan Terhadap Angin Dari banyak kasus yang telah di studi dan di kaji, aspek-aspek yang
mempengaruhi kestabilan jembatan terhadap agin dinamik diantaranya a.
Bentuk Penampang Dek Jembatan Semakin stream line atau aerodinamis penampang dek jembatan, maka dia akan lebih stabil. Untuk itu pemilihan bentuk dek jembatan bentang panjang memerlukan studi yang sistematis untuk menghasilkan bentuk penampang dengan kestabilan yang tinggi. Saat ini penampang box girder diyakini memiliki berat yang lebih kecil dibandingkan penampang berbentuk rangka dengan performance terhadap angin yang lebih baik. Untuk mengatisipasi bentang yang lebih panjang, penampang berbentuk streamline box dikembangkan menjadi twin box atau
tripple box yang diyakini memiliki forformance yang lebih baik dalam menghadapi angin dinamik. b.
Kekakuan Dek Jembatan Semakin kaku deck jembatan, maka jembatan tersebut akan lebih mampu menahan angin dengan kecepatan yang lebih tinggi. Akan tetapi menambah
29 kekakuan dek memiliki konsekuensi terhadap biaya dan berat dari dek jembatan. c.
Massa Dek Jembatan Semakin berat dek jembatan, maka jembatan tersebut akan semakin stabil. Sama halnya dengan menambah kekakuan, masa dek jembatan yang berat akan menyebabkan kenaikan biaya dek itu sendiri maupun struktur penahan dek yaitu kabel, pilon dan pondasi.
2.13
Program Bantu Program bantu ini digunakan untuk membantu dalam pembuatan pemodelan
jembatan baik itu jembatan cable-stayed maupun jembatan suspensi. Fortran yang digunakan untuk menjalankan program adalah Silverfrost Plato Fortran95 version
4.4.0 dalam operasi sistem Windows. Data masukan untuk program ini merupakan pengembangan dari SAP IV, berupa data geometri, data material, angin, kabel, koefisien dan flutter derivative. Data-data tersebut digabungkan dengan program utama, kemudian di-compile. Hasilnya berupa data keluaran yang terdiri dari frekuensi dan mode shape vertikal, horisontal dan torsi, dan kecepatan angin flutternya.
2.14
Program Utama Analisis Flutter Perhitungan dalam analisis dinamik beban angin akan dipermudah dan
dipersingkat dengan bantuan program komputer yakni Flutter Analysis Secara umum program analisa flutter terdiri dari 2 tahapan analisis yaitu a.
Tahap 1 : untuk menganalisis perilaku dinamik dari jembatan
b.
Tahap 2 : untuk menganalisis kecepatan angin flutter jembatan Selain 2 tahapan tersebut, program dilengkapi dengan modul input dan
output. Analisis dinamik dilakukan dengan menggunakan program finite elemen yang dikembangkan berdasarkan source code SAP4B yang telah disesuaikan sesuai kebutuhan analisis. Adapaun metode penentuan kecepatan angin flutter didasarkan atas metode Direct Flutter Analysis dan Mode Tracing Method yang dikembangkan di Yokohama National University Jepang. Prinsip dari Direct Flutter Analysis adalah sebagaimana dijelaskan pada dari laporan ini.
30 Untuk membantu membuat model jembatan baik jembatan cable stayed maupun jembatan suspensi, program ini dilengkapi dengan PREPROCESOR. Program PREPROCESSOR digunakan untuk menggenerate model jembatan. Untuk dapat menghasilkan nilai flutter speed dari model jembatan yang ditinjau, program ini dilengkapi dengan 2 buah POST PROCESSOR.
Post Processor 1 : bertujuan untuk menghitung kecepatan angin flutter dan
a.
memudahkan plotting kurva penurunan redaman logaritmik terhadap kecepatan angin.
Post Porcessor 2 : bertujuan untuk memudahkan penyajian evolusi dari pola
b.
getar terhadap kecepatan angin.
Langkah-Langkah, kebutuhan data, filing serta keluaran dari software analisis flutter yang dikembangkan disajikan pada Tabel 2.2 berikut
Tabel 2.3 Langkah-Langkah Dalam Software serta File yang digunakan No 1 2
Langkah Input 01 Run 01
3
Input 02
4
Run 02
5
Input 03
6
Run 03
2.15
Kebutuhan Data Parameter Jembatan MESH
Filing
Data Coef Angin COEF.DAT Static Data Kecepatan Angin WIND.DAT (sebagai simulasi) BR1,BR2,BR3, NAT COEF.DAT, WIND.DAT Aerodynamic Q.DAT, Y.DAT, Derivatives Z.DAT Output dari NAT, COEF.DAT,WIND. DAT, FLUT Q.DAT,Y.DAT, Z.DAT JUMLAH MODE
Keluaran File : DATAB BR1, BR2, BR3 File : IN
SYSOUT.OUT FREQ.OUT
Res* EIV.*
Hipotesa
Adapun hipotesa pada penelitian ini adalah penggunaan program Flutter Analysis dalam mencari nilai flutter speed mendekati laporan hasil uji terowongan angin dan semakin besar bentuk penampang dek, kekakuan dan massa suatu struktur jembatan, maka akan semakin besar nilai flutter speed yang diperoleh struktur tersebut.