BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Program Kesehatan Ibu dan Anak Program pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) merupakan salah satu program pelayanan kesehatan dasar. Pelayanan KIA menjadi tolok ukur dalam Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan dan memiliki 10 (sepuluh) indikator kinerja, antara lain (Depkes RI, 2008c) : 1.
Persentase cakupan kunjungan ibu hamil K4 dengan target 95%;
2.
Persentase cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani dengan target 80%;
3.
Persentase cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan dengan target 90%;
4.
Persentase cakupan pelayanan nifas dengan target 90%
5.
Persentase cakupan neonatus komplikasi yang ditangani dengan target 80%;
6.
Persentase cakupan kunjungan bayi dengan target 90%;
7.
Persentase cakupan desa/kelurahan Universal Child Immunization (UCI) dengan target 100%;
8.
Persentase cakupan pelayanan anak balita dengan target 90%;
9.
Persentase cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada anak usia 6-24 bulan pada keluarga miskin dengan target 100%;
10. Persentase cakupan bayi BBLR yang ditangani dengan target 100%
Strategi sektor kesehatan yang ditujukan untuk mengatasi masalah kesehatan akibat kematian ibu dan anak adalah Making Pregnancy Safer/MPS (Gerakan Nasional Kehamilan yang aman) yang terfokus pada 3 (tiga) pesan kunci yaitu (Depkes RI, 2001): a. Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih. b. Setiap komplikasi obsetri dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat. c. Setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran Tujuan MPS adalah menurunkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir di Indonesia. Untuk mencapai hal tersebut di atas dilakukan melalui 4 (empat) strategi utama yaitu : 1. Meningkatkan akses dan cakupan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir berkualitas yang cost-effective dan berdasarkan bukti-bukti. 2. Membangun kemitraan yang efektif melalui kerjasama lintas program, lintas sektor dan mitra lainnya untuk melakukan advokasi guna memaksimalkan sumber daya yang tersedia serta meningkatkan koordinasi perencanaan dan kegiatan MPS. 3. Mendorong pemberdayaan wanita dan keluarga melalui peningkatan pengetahuan untuk menjamin perilaku sehat dan pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir. 4. Mendorong keterlibatan masyarakat dalam menjamin penyediaan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir.
Ada beberapa program/kegiatan di Dinas Kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak antara lain: 1.
Pelatihan Tata Laksana Gizi Buruk Gizi buruk terjadi akibat dari kekurangan gizi tingkat berat, yang bila tidak ditangani secara cepat, tepat dan komprehensif dapat mengakibatkan kematian. Pelatihan tata laksana gizi buruk meliputi penjaringan balita Kurang Energi Protein (KEP) bertujuan untuk melihat status gizinya. Setelah itu dilanjutkan dengan penanganan balita KEP meliputi program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk mencukupi kebutuhan zat gizi balita sehingga meningkat status gizinya sampai mencapai gizi baik, pemeriksaan dan pengobatan untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit penyerta guna diobati seperlunya sehingga balita KEP tidak semakin berat kondisinya (Depkes RI, 2006). Sasaran kegiatan ini adalah petugas gizi dan bidan desa
2.
Monitoring dan Evaluasi Kinerja Petugas Program Gizi Sasaran kegiatan ini adalah petugas gizi puskesmas. Kegiatan ini dapat mengetahui pelaksanaan dan pencapaian tujuan program gizi di puskesmas sehingga didapatkan informasi secara sistematis dan kontiniu sehingga dapat dilakukan tindakan koreksi dan umpan balik bagi peningkatan kualitas kinerja petugas.
3.
Pelatihan Asuhan Persalinan Normal (APN) APN merupakan kegiatan yang diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan bidan dalam menangani persalinan normal, BBLR dan asfiksia.
4.
Kualifikasi Pasca Pelatihan APN Kualifikasi pasca pelatihan APN merupakan kegiatan lanjutan pelatihan APN. Sasaran kegiatan kualifikasi pasca APN yaitu bidan yang sudah melakukan APN.
5.
Pelatihan Stimulasi Deteksi Intervensi Dini Tumbuh Kembang Balita (SDIDTKB) SDDTKB merupakan tindakan skrining atau deteksi secara dini (terutama sebelum berumur 3 tahun) atas adanya penyimpangan termasuk tindak lanjut terhadap keluhan orang tua terkait masalah pertumbuhan dan perkembangan balita, kemudian penemuan dini serta intervensi dini terhadap penyimpangan kasus tumbuh kembang sehingga memberikan hasil yang lebih baik. Pelatihan SDIDTKB dengan sasaran bidan desa, diharapkan meningkatkan kemampuan bidan desa dalam melakukan stimulasi deteksi intervensi dini tumbuh kembang balita.
6.
Pelacakan Kasus Gizi Buruk Pelacakan kasus gizi buruk merupakan kegiatan dengan sasaran balita. Kegiatan ini bertujuan agar terlacaknya bailta gizi buruk sehingga segera dapat dilakukan upaya penanggulangannya.
7.
Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bagi Balita Gizi Kurang Balita merupakan kelompok entan terhadap gangguan tumbuh kembang yang menyebabkan balita gizi kurang dan gizi buruk. Salah satu upaya penanggulangan balita gizi kurang adalah PMT (Kemenkes RI, 2011c).
8.
Pemberian PMT ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK) Menurut Depkes RI (1996), ibu KEK merupakan keadaan dimana ibu penderita kekurangan
makanan
yang
berlangsung
menahun
(kronis)
sehingga
mengakibatkan timbulnya gangguan kesehatan pada ibu. Seseorang dikatakan menderita risiko KEK bila Lingkar Lengan Atas (LILA) <23,5 cm. Ibu hamil KEK cenderung untuk melahirkan BBLR, mempunyai resiko kesakitan dan gangguan proses persalinan. 9.
Pelatihan Pertolongan Pertama Kegawatdaruratan Obstetrik dan Neonatus (PPGDON) Kegawatdaruratan obstetrik dan neonatus adalah kasus obstetrik dan neonatus yang apabila tidak segera ditangani akan berakibat kematian ibu dan janinnya. Kasus ini menjadi penyebab utama kematian ibu dan bayi baru lahir (Syaifuddin, 2002). Bidan yang mendapatkan pelatihan PPGDON diharapkan mampu menangani kegawatdaruratan obstetrik dan neonatal dalam upaya penurunan angka kematian ibu dan bayi.
10. Monitoring dan evaluasi kinerja bidan koordinator puskesmas Monitoring dan evaluasi kinerja bidan koordinator puskesmas dapat dilakukan untuk mengetahui pelaksanaan dan pencapaian tujuan program gizi di puskesmas. Sasaran kegiatan ini adalah bidan koordinator seluruh puskesmas.
11. Pembinaan desa siaga dalam Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) P4K adalah suatu kegiatan yang difasilitasi oleh bidan di desa dalam rangka peningkatan peran aktif suami, keluarga dan masyarakat dalam merencanakan persalinan yang aman dan persiapan menghadapi komplikasi bagi ibu hamil termasuk perencanaan dan penggunaan alat kontrasepsi pasca persalinan dengan menggunakan
stiker
sebagai
media
notifikasi
sasaran
dalam
rangka
meningkatkan cakupan dan mutu pelayanan kesehatan bagi ibu dan bayi baru lahir (Kemenkes RI, 2010). Sasaran kegitan ini adalah bidan penanggungjawab poskesdes. 12. Pertemuan Audit Maternal Perinatal (AMP) Audit Maternal Perinatal merupakan kegiatan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan melalui kegiatan menganalisa kasus kesakitan, kematian ibu dan perinatal yang bertujuan untuk mencari alternatif solusinya sehingga dapat dijadikan pembelajaran agar tidak terjadi lagi kasus sama dimasa yang akan datang (Kemenkes RI, 2010). Pertemuan ini dihadiri oleh seluruh kepala puskesmas, bidan puskesmas, bidan penolong persalinan dan tim AMP kabupaten. 13. Supervisi fasilitatif pasca pelatihan APN Sasaran kegiatan yaitu bidan yang telah dilatih APN, untuk melihat sejauhmana kelengkapan fasilitatif pasca dilatih APN.
14. Pelatihan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) MTBS merupakan suatu manajemen melalui pendekatan terintegrasi dalam tata laksana balita sakit yang datang di pelayanan kesehatan baik mengenai beberapa klasifikasi penyakit, status gizi, status imunisasi, maupun penanganan balita sakit dan konseling yang diberikan Pelatihan MTBS bertujuan untuk meningkatkan kemampuan petugas kesehatan dalam menerapkan MTBS. Pelatihan ini dilakukan dengan sasaran bidan desa. 15. Pelayanan Stimulasi Deteksi Intervensi Dini Tumbuh Kembang Balita (SDIDTKB) Sasaran kegiatan ini yaitu anak balita dan anak prasekolah. Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan anak balita dan anak prasekolah. 16. Monitoring dan evaluasi kinerja program anak Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan anak dengan diperolehnya data/informasi program anak yang telah dilaksanakan, dengan sasaran petugas program anak puskesmas. 17. Seminar tentang pola asuh anak Seminar pola asuh anak bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan dan ibu balita dalam pola asuh anak sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian anak. Sasaran kegiatan ini adalah petugas anak, bidan desa dan ibu balita.
18. Pelatihan supervisi fasilitatif bagi dokter, bidan dan petugas anak Sasaran kegiatan ini adalah dokter, bidan dan petugas anak. Pelatihan ini diharapkan dapat meningkatkan kinerja peserta dalam meningkatkan kesehatan dan mencegah kematian ibu dan anak. 19. Pelayanan kesehatan akibat gizi buruk pada balita keluarga miskin (gakin) Petugas kesehatan diharapkan mampu memberikan pelayanan kesehatan yang tepat pada balita gizi buruk sehingga dapat menurunkan angka gizi buruk/kurang pada balita gakin. 20. Pelatihan pemantauan pertumbuhan balita Pemantauan pertumbuhan balita bermanfaat untuk keperluan pencegahan terhadap kesehatan balita. Penurunan berat badan balita yang terpantau menjadi indikasi perlunya dilakukan intervensi. Sasaran dalam kegiatan pelatihan ini adalah petugas gizi dan bidan desa. 21. Pelatihan Penanganan Obstetri Neonatal Emergency Dasar (PONED) Pelatihan ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan untuk menangani dan merujuk
hipertensi
dalam
kehamilan
(preeklamsia,
eklamsi),
tindakan
pertolongan distosia bahu dan ekstraksi vakum pada pertolongan persalinan; perdarahan post partum; infeksi nifas; BBLR dan hipotermi, hipoglikemi, ikterus, hiperbilirubinemia, masalah pemberian minum pada bayi; asfiksia pada bayi; gangguan nafas pada bayi, kejang pada bayi baru lahir; infeksi neonatal. (Depkes RI, 2008c). Sasaran dalam pelatihan ini yaitu petugas anak, dokter, dan bidan desa.
22. Pelatihan kelas ibu hamil bagi petugas kesehatan Sasaran pelatihan kelas ibu hamil yaitu petugas kesehatan dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan dalam kelas ibu hamil. 23. Pengadaan format MTBS Pengadaan format MTBS bertujuan untuk meningkatkan pencacatan dan pelaporan MTBS. 24. Pemantapan pencatatan dan pelaporan pemantauan wilayah setempat (PWS) bayi dan balita Kegiatan pemantapan pencatatan dan pelaporan PWS balita bertujuan agar data dan informasi tersedia dengan akurat dan valid tentang PWS anak, dengan sasaran kegiatan petugas anak puskesmas. 25. Pelatihan Manajemen Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan asfiksia Bayi dengan berat lahir rendah dan asfiksia mempunyai resiko kematian yang tinggi sehingga dibutuhkan upaya penanganan dengan baik. Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan bidan desa dalam menerapkan manajemen BBLR. 26. Pertemuan peningkatan pelaksanaan kelas ibu hamil Kelas ibu hamil bertujuan untuk meningkatkan kesehatan ibu selama hamil. Petugas yang dilatih dalam pertemuan ini yaitu bidan penanggung jawab ibu hamil diharapkan mampu melaksanakan kelas ibu hamil sehingga kematian ibu dan bayi baru lahir dapat direduksi.
27. Pembinaan puskesmas pasca pelatihan PONED Puskesmas PONED adalah puskesmas rawat inap yang memiliki kemampuan serta fasilitas PONED siap 24 jam untuk memberikan pelayanan terhadap ibu hamil, bersalin dan nifas dan bayi baru lahir dengan komplikasi baik yang datang sendiri atau atas rujukan kader/masyarakat, bidan di desa, puskesmas dan melakukan rujukan ke Rumah Sakit Penanganan Obstetri Neonatal Emergency Komplikasi (PONEK) pada kasus yang tidak mampu ditangani. (Depkes RI, 2008c). Pembinaan puskesmas pasca pelatihan PONED dilakukan dengan sasaran dokter, bidan, dan petugas anak Puskesmas PONED. 28. Pelatihan konseling menyusui Pelatihan konseling menyusui dengan sasaran petugas puskesmas bertujuan untuk meningkatkan kemampuan petugas puskesmas dalam konseling menyusui sehingga program pemerintah untuk ASI eksklusif dapat tercapai. 29. Pembinaan gizi bagi WUS dan ibu hamil Kegiatan dengan sasaran WUS dan ibu hamil ini bertujuan untuk meningkatkan status gizi WUS dan ibu hamil. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunkan produktivitas kerja dan daya tahan tubuh sehingga berakibat meningkatnya angka kesakitan dan kematian.
30. Pemantauan pemberian PMT Pemantauan pemberian PMT dilakukan tidak hanya ketika memberikan PMT kepada ibu hamil KEK dan balita gizi kurang tetapi juga setelah pemberian PMT untuk melihat perkembangan status gizi baik balita maupun ibu hamil.
2.2. Perencanaan Perencanaan merupakan salah satu fungsi dari manajemen baik organisasi swasta maupun organisasi pemerintah yang bertujuan mencari keuntungan maupun nirlaba. Tanpa perencanaan yang baik, suatu organisasi tidak akan dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan efektif dan efisien. Ada beberapa pengertian perencanaan antara lain: a. Menurut Arsyad (2002) yang mengutip pendapat Conyers dan Hills (1991), perencanaan adalah proses yang kontiniu, terdiri dari keputusan atau pilihan dari berbagai cara untuk menggunakan sumber daya yang ada, dengan sasaran untuk mencapai tujuan tertentu di masa mendatang. b. Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional pada pasal 1 dinyatakan bahwa perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. c. Menurut Azwar (2008), perencanaan adalah suatu proses kerja yang terus menerus yang meliputi pengambilan keputusan yang bersifat pokok dan penting dan yang akan dilaksanakan secara sistimatik, melakukan perkiraan-perkiraan dengan
mempergunakan segala pengetahuan yang ada tentang masa depan, mengorganisir secara sistimatik segala upaya yang dipandang perlu untuk melaksanakan segala keputusan yang telah ditetapkan, serta mengukur keberhasilan dari pelaksanaan keputusan tersebut dengan membandingkan hasil yang dicapai terhadap target yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan umpan balik yang diterima dan yang telah disusun secara teratur dan baik. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan strategi dan tindakan yang akan dilakukan di masa datang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, dengan mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki. 2.2.1. Jenis-jenis Perencanaan Perencanaan ditinjau dari jangka waktu berlakunya rencana dibagi menjadi tiga yaitu (Azwar, 2008): a. Perencanaan jangka panjang (long-range planning), jika masa berlakunya rencana antara 12 sampai 20 tahun. b. Perencanaan jangka menengah (medium-range planning), jika masa berlakunya rencana antara 5 sampai 7 tahun. c. Perencanaan jangka pendek (short-range planning), jika masa berlakunya rencana selama 1 tahun.
Adapun perencanaan ditinjau dari tingkatan rencana terdiri dari (Azwar,2008): a. Perencanaan induk (master planning) Rencana yang dihasilkan lebih menitikberatkan pada aspek kebijakan, mempunyai ruang lingkup yang amat luas serta berlaku untuk jangka waktu yang panjang. b. Perencanaan operasional (operational planning) Rencana yang dihasilkan lebih menitikberatkan pada aspek pedoman pelaksanaan yang akan dipakai sebagai petunjuk pada pelaksanaan kegiatan. d. Perencanaan harian (day to day planning) e. Rencana yang dihasilkan telah disusun rinci, biasanya disusun untuk program yang telah bersifat rutin. 2.2.2. Langkah-langkah Perencanaan Penyusunan perencanaan yang baik harus memperhatikan ciri-ciri yaitu (Azwar, 2008): a. Menempatkan perencanaan yang disusun sebagai bagian dari sistem administrasi secara keseluruhan. b. Dilaksanakan secara terus menerus dan berkesinambungan Perencanaan dibuat untuk dilaksanakan, apabila hasilnya telah dinilai dilanjutkan lagi dengan perencanaan, demikian seterusnya sehingga terbentuk suatu spiral yang tidak mengenal titik akhir. c. Berorientasi pada masa depan
Artinya hasil pelaksanaan perencanaan tersebut akan mendatangkan berbagai kebaikan tidak hanya pada saat ini, tetapi juga pada masa yang akan datang. d. Mampu menyelesaikan masalah Penyelesaian masalah dilakukan secara bertahap, yang harus tercermin pada pentahapan perencanaan yang akan datang. e. Mempunyai tujuan Perencanaan harus mempunyai tujuan yang dicantumkan secara jelas. Tujuan biasanya dibedakan menjadi dua yakni tujuan umum yang berisikan uraian secara garis besar dan tujuan khusus yang berisikan uraian lebih spesifik. f. Bersifat mampu kelola Artinya bersifat wajar, logis objektif, jelas runtun fleksibel serta telah disesuaikan dengan sumber daya. Penyusunan perencanaan disusun dengan mengikuti tahapan atau siklus tertentu. Tahapan tersebut biasanya berbeda-beda tergantung pada jenis perencanaan, tujuan perencanaan dan konteks perencanaan. Secara garis besar perencanaan dapat dirumuskan menjadi lima tahapan yang meliputi (Azwar, 2008): a. Identifikasi masalah Identifikasi masalah sangat erat kaitannya dengan asesmen kebutuhan (need assesment). Kebutuhan dapat didefinisikan sebagai kekurangan yang mendorong masyarakat untuk mengatasinya. Pengkajian kebutuhan dapat diartikan sebagai penentuan besarnya atau luasnya suatu kondisi dalam suatu populasi yang ingin diperbaiki atau penentuan kekurangan dalam kondisi yang ingin direalisasikan.
b.
Penentuan Tujuan Tujuan adalah suatu kondisi di masa depan yang ingin dicapai. Penentuan
tujuan dimaksudkan untuk membimbing program kearah pemecahan masalah. Ada dua jenis atau tingkat tujuan yaitu tujuan umum (goal) dan tujuan khusus (objective). Tujuan umum dirumuskan secara luas sehingga pencapaian tidak dapat diukur sedangkan tujuan khusus merupakan pernyataan yang spesifik dan terukur. Rumusan tujuan khusus yang baik memiliki beberapa ciri yaitu berorientasi pada keluaran (output) bukan pada proses atau masukan (input); dinyatakan dalam istilah yang terukur; tidak hanya menunjukkan arah perubahan (misalnya meningkatkan) tetapi juga tingkat perubahan yang diharapkan (misalnya persen); menunjukkan jumlah populasi secara terbatas; realistis dalam arti dapat dicapai dan menunjukkan usaha untuk mencapainya; dan relevan dengan kebutuhan dan tujuan umum. c. Penyusunan dan pengembangan rencana program Rencana biasanya dikembangkan dalam suatu pola yang sistematis dan pragmatis dimana bentuk-bentuk kegiatan dijadwalkan dengan jelas. Program dapat dirumuskan sebagai suatu perangkat kegiatan yang saling tergantung dan diarahkan pada pencapaian satu atau beberapa tujuan khusus. Penyusunan program dalam proses perencanaan mencakup keputusan tentang apa yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam proses perumusan program yaitu identifikasi program alternative, penentuan hasil program, penentuan biaya, dan kriteria pemilihan program.
d. Pelaksanaan program Tahap implementasi program intinya menunjuk pada perubahan proses perencanaan pada tingkat abstraksi yang lebih rendah. Penerapan kebijakan atau pemberian pelayanan merupakan tujuan, sedangkan operasi atau kegiatan-kegiatan untuk mencapainya adalah alat pencapaian tujuan. Ada dua prosedur dalam melaksanakan program yaitu merinci prosedur operasional untuk melaksanakan program dan merinci prosedur agar kegiatan-kegiatan sesuai dengan rencana. e. Evaluasi Program Dalam tahap evaluasi program, analisis kembali kepada peramalan proses perencanaan untuk menentukan apakah tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai. Evaluasi menjadikan perencanaan sebagai suatu proses yang berkesinambungan. Evaluasi dapat dilaksanakan kalau rencana sudah dilaksanakan. Namur demikian perencanaan yang baik harus sudah dapat menggambarkan proses evaluasi yang akan dilaksanakan. Pada tahap evaluasi perlu diperhatikan apakah rencana sudah dilaksanakan, tujuan sudah tercapai, kebijakan atau program sudah berjalan secara efektif dan efisien. 2.2.3. Model-model Perencanaan Prinsip-prinsip dalam perencanaan sangat tergantung pada asumsi dan tujuan dari perencanaan, asumsi dan tujuan dari perencanaan tidak ada yang seragam melainkan tergantung pada model perencanaan. Adapun beberapa model-model perencanaan antara lain (Azwar, 2008) :
a. Model Rasional Komprehensif Prinsip utama dalam model ini bahwa perencanaan merupakan suatu proses yang teratur dan logis sejak dari diagnosis masalah sampai pada pelaksanaan kegiatan atau penerapan program. Model ini sangat menekankan pada aspek teknis metodologis yang didasarkan atas fakta-fakta, teori-teori dan nilai-nilai tertentu yang relevan. Pada model ini, masalah yang ditemukan harus didiagnosis, ditentukan pemecahannya melalui perancangan program yang komprehensif, kemudian diuji efektivitasnya sehingga diperoleh cara pemecahan masalah dan pencapaian tujuan yang baik. b. Model Inkremental (penambahan) Prinsip utama model ini mensyaratkan bahwa perubahan-perubahan yang diharapkan dari perencanaan tidak bersifat radikal, melainkan perubahan-perubahan kecil atau penambahan-penambahan pada aspek-aspek program yang sudah ada. Model ini menyarankan bahwa perencanaan tidak perlu menentukan tujuan-tujuan dan kemudian menentukan kebijakan-kebijakan untuk mencapainya, yang diperlukan menentukan pilihan terhadap kebijakan yang berbeda secara marginal saja. c. Model Pengamatan Terpadu Model pengamatan terpadu atau penyelidikan campuran (mixed scanning model) merupakan jalan tengah dari model rasional komprehensif dan model inkremental, yang memadukan unsur-unsur yang terdapat pada kedua pendekatan tersebut. Keputusan yang fundamental dilakukan dengan menjajagi alternatifalternatif utama dihubungkan dengan tujuan, tetapi tidak seperti pendekatan rasional
hal-hal yang detail dan spesifikasi diabaikan sehingga pandangan yang menyeluruh dapat diperoleh. Adapun keputusan yang bersifat tambahan atau inkremental dibuat di dalam konteks yang ditentukan oleh keputusan-keputusan fundamental. d. Model Transaksi Pada model ini menekankan bahwa perencanaan melibatkan proses interaksi dan komunikasi antara perencana dan para penerima pelayanan. Oleh karena itu, model ini menyarankan bahwa perencanaan harus dapat menutup jurang komunikasi antara perencana dan penerima pelayanan yang membutuhkan rencana program.
2.3. Penganggaran Anggaran adalah ungkapan keuangan dari program kerja untuk mencapai sasaran dalam jangka waktu yang telah ditentukan dapat juga diartikan suatu rencana yang disusun secara sistimatis yang meliputi seluruh kegiatan perusahaan, yang dinyatakan dalam unit (kesatuan) moneter dan berlaku untuk jangka waktu (periode) tertentu yang akan datang. Dua pengertian tersebut menunjukkan penganggaran merupakan hitungan keuangan untuk melaksanakan rencana yang telah disusun sebelumnya dalam jangka waktu tertentu (Munandar, 2006). Menurut Nordiawan (2007), menyatakan bahwa anggaran adalah suatu proses yang dilakukan oleh oragnisasi sektor publik untuk mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya pada kebutuhan-kebutuhan yang tidak terbatas. Pengertian tersebut mengungkap peran strategis anggaran dalam pengelolaan kekayaan sebuah organisasi publik. Organisasi sektor publik tentunya berkeinginan memberikan pelayanan
maksimal kepada masyarakat, tetapi seringkali terhambat oleh terbatasnya sumber daya yang dimiliki. Ada beberapa unsur yang ada dalam penganggaran yaitu (Gani, 2004): a. Rencana yaitu penentuan tentang aktivitas atau kegiatan yang akan dilakukan diwaktu yang akan datang, b. Meliputi seluruh kegiatan program kesehatan yaitu mencakup semua kegiatankegiatan yang akan dilakukan pada program/pelayanan kesehatan yang secara garis besar meliputi kegiatan pelayanan individu, kegiatan pelayanan masyarakat, kegiatan manajemen dan kegiatan pengembangan. c. Dinyatakan dalam unit moneter yaitu unit (kesatuan) yang dapat diterapkan pada berbagai kegiatan program kesehatan yang beraneka ragam. Adapun unit moneter yang berlaku di Indonesia “rupiah”. d. Jangka waktu tertentu yang akan datang, yang berati bahwa apa yang dimuat di dalam budget adalah taksiran-taksiran (forecast) tentang apa yang akan terjadi serta apa yang akan dilakukan di waktu yang akan datang. Penganggaran mempunyai kegunaan sebagai berikut (Munandar, 2006) 1. Sebagai pedoman kerja, dimana penganggaran dapat memberikan arah dan targettarget yang harus dicapai oleh kegiatan-kegiatan program 2. Sebagai alat pengkoordinasian kerja agar semua bagian yang terdapat dalam institusi kesehatan dapat saling menunjang dan bekerjasama dengan baik untuk mencapai kesasaran yang telah ditetapkan.
3. Sebagai alat pengawasan kerja, penganggaran berfungsi sebagai tolok ukur, alat pembanding untuk menilai/evaluasi realisasi kegiatan program kesehatan. Dalam proses perkembangan hingga saat ini dikenal tiga sistem anggaran negara yaitu (Sancoko, 2008) a) Sistem anggaran tradisional (line item budgeting system) Titik berat pada sistem ini terletak pada segi pelaksanaan dan pengawasan pelaksanaan anggaran. Berdasarkan segi pelaksanaan, yang dipentingkan adalah pembelanjaan pengeluaran negara oleh lembaga diharapkan sesuai dengan peraturan dan prosedur yang berlaku, namun kurang memperhatikan hasil akhir dari pembelanjaan pengeluaran negara. Untuk pengawasannya yang dipentingkan adalah kesahihan
bukti
transaksi
dan
kewajaran
laporan.
Bentuk
laporan
lebih
mengutamakan realisasi anggaran dan cenderung mengabaikan prestasi yang dicapai dibalik penggunaan anggaran. b) Sistem anggaran kinerja (performance budgeting system) Titik berat pada sistem anggaran kinerja terletak pada segi manajemen anggaran, yaitu dengan memperhatikan baik segi ekonomi dan keuangan pelaksanaan anggaran, maupun hasil fisik yang dicapainya. Anggaran berbasis kinerja (performance budgeting) didasarkan pada hasil proses perencanaan yang realistis dan sistematis. Proses perencanaan tersebut akan menjamin adanya kesinambungan dan konsistensi antara masalah, tujuan, kegiatan, output atau kinerja kegiatan, dan input yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan tersebut.
Ciri lain dari anggaran berbasis kinerja adalah keseimbangan antara anggaran untuk kegiatan pelayanan langsung dengan kegiatan penunjang. Kegiatan pelayanan langsung berupa kegiatan pelayanan individu (penemuan kasus dan pengobatan kasus) dan kegiatan pelayanan masyarakat (intervensi faktor resiko lingkungan, perilaku dan pemberdayaan masyarakat). Adapun kegiatan penunjang berupa kegiatan manajemen dan kegiatan pengembangan kapasitas. Pada dasarnya anggaran berbasis kinerja adalah bagaimana menghitung dan mengalokasikan sejumlah anggaran yang cukup dan tepat sehingga kegiatan tersebut bisa terlaksana, sehingga tujuan yang ditargetkan dapat tercapai. Seiring dengan semakin tingginya tuntutan masyarakat terhadap transparansi penganggaran belanja publik, maka diperkenalkanlah sistem penganggaran yang berbasis kinerja (performance based budgeting) sebagai pengganti sistem penganggaran lama dengan sistem tradisional yang bersifat incrementalism dan struktur susunan anggarannya bersifat line item. Dalam sistem tradisional penekanan utama adalah terhadap input, di mana perubahan terletak pada jumlah anggaran yang meningkat dibanding tahun sebelumnya dengan kurang menekankan pada output yang hendak dicapai dan kurang mempertimbangkan prioritas dan kebijakan yang ditetapkan secara nasional. Secara teori, prinsip anggaran berbasis kinerja adalah anggaran yang menghubungkan anggaran negara (pengeluaran negara) dengan hasil yang diinginkan (output
dan
outcome)
sehingga
setiap
rupiah
yang
dikeluarkan
dapat
dipertanggungjawabkan kemanfaatannya (Sancoko, 2008). Performance based
budgeting dirancang untuk menciptakan efesiensi, efektivitas dan akuntabilitas dalam pemanfaatan anggaran belanja publik dengan output dan outcome yang jelas sesuai dengan prioritas nasional sehingga semua anggaran yang dikeluarkan dapat dipertangungjawabkan secara transparan kepada masyarakat luas. Penerapan penganggaran berdasarkan kinerja juga akan meningkatkan kualitas pelayanan publik, dan memperkuat dampak dari peningkatan pelayanan kepada publik. Proses penyusunan anggaran dalam penganggaran kinerja dimulai dari seluruh satuan kerja yang ada di Pemerintah Daerah (Pemda), melalui dokumen usulan anggaran yang disebut Rencana Kerja dan Anggaran (RKA). RKA kemudian diteliti oleh tim anggaran eksekutif untuk dinilai kelayakannya (berdasarkan urgensi dan ketersediaan dana), diakomodasi dalam RAPBD yang akan disampaikan kepada legislatif. RAPBD kemudian dipelajari oleh panitia anggaran legislatif dan direspon oleh semua komisi dan fraksi dalam pembahasan anggaran. Dalam pembahasan anggaran, eksekutif dan legislatif membuat kesepakatan melalui bargaining dengan acuan arah kebijakan umum sebelum anggaran ditetapkan sebagai suatu peraturan daerah. Anggaran yang telah ditetapkan menjadi dasar bagi eksekutif untuk melaksanakan aktivitasnya dalam pemberian pelayanan publik dan acuan bagi legislatif untuk melaksanakan fungsi pengawasan dan penilaian kinerja eksekutif dalam hal pertanggungjawaban kepala daerah. c) Sistem anggaran program (planning programming budgeting system) Perhatian pada sistem ini tidak lagi terletak pada segi pengendalian anggaran, melainkan pada segi persiapan anggaran. Dalam tahap persiapan ini semua implikasi
positif dan negatif dari setiap keputusan yang telah dan atau akan diambil, dipertimbangkan secara matang. Dengan demikian diharapkan rencana serta program yang disusun, benar-benar merupakan rencana dan program yang paling baik
2.4. Perencanaan dan Penganggaran Kesehatan Terpadu (P2KT) P2KT merupakan perencanaan dan penganggaran program kesehatan tahunan, yang merupakan implementasi tahunan dari rencana strategis. Dengan demikian, dokumen Renstra Kesehatan Daerah harus menjadi rujukan dalam menyusun P2KT, dengan kata lain P2KT perencanaan kesehatan untuk seluruh wilayah kabupaten/kota (areawide planning). Oleh sebab itu, suatu masalah kesehatan dilihat kaitannya dengan ekologi daerah secara keseluruhan. Masalah KIA misalnya, dilihat dalam perspektif host - agent - environment dimana host adalah individu dan penduduk secara keseluruhan dalam lingkungan daerah yang multi dimensi (sosial budaya, pola hidup, ekonomi, dan kemasyarakatan) (Depkes RI, 2007). P2KT menekankan pentingnya eksplorasi atau menemukan intervensi terhadap faktor-faktor resiko terjadinya suatu masalah kesehatan, yaitu (1) faktor resiko lingkungan dan (2) faktor resiko perilaku, yang mengintegrasikan kegiatan langsung (pelayanan klinis dan kesehatan masyarakat) dengan kegiatan penunjang (manajemen) dan kegiatan pengembangan (capacity building). (Depkes RI, 2007) Penyusunan anggaran dalam P2KT didasarkan pada (1) target kinerja program, (2) biaya satuan, (3) ketersediaan dan sumber biaya dan melibatkan semua unit Dinas Kesehatan, Puskesmas dan sedapat mungkin juga melibatkan RSUD.
Terdapat lima kegiatan pokok dalam penyusunan perencanaan dan penganggaran terpadu dalam program kesehatan adalah (1) analisis situasi dan perumusan masalah, (2) penentuan tujuan, (3) identifikasi kegiatan, (4) penyusunan rencana operasional dan (5) integritas perencanaan. Adapun proses perencanaan dan penganggaran kesehatan terpadu antara lain (Depkes RI, 2007): 1. Analisis situasi dan perumusan masalah Analisa situasi dan masalah adalah proses untuk mengidentifikasi adanya masalah kesehatan dan cakupan program apakah sudah mencapai target yang telah ditetapkan. Rumusan deskripsi masalah sangat penting untuk merumuskan tujuan umum (outcome) yang akan dicapai kegiatan. Analisis situasi kesehatan daerah akan menghasilkan: a. Gambaran besaran masalah kesehatan dan distribusinya menurut penduduk, tempat dan waktu; b. Faktor-faktor resiko yang berkaitan dengan masalah kesehatan tersebut, mencakup faktor resiko lingkungan dan perilaku; c. Pencapaian program tahun lalu; d. Kesenjangan dalam pencapaian target menurut program dan wilayah puskesmas; e. Kebijakan pembangunan kesehatan nasional dan daerah (termasuk target program); f. Hal-hal yang perlu diprioritaskan dalam rencana tahun mendatang. Permasalahan kesehatan yang ada kemudian di analisis penyebab masalahnya. Analisis penyebab masalah merupakan suatu proses sistematik untuk menilai faktor-
faktor yang merupakan penyebab langsung maupun tidak langsung. Seringkali penyebab masalah yang terjadi jumlahnya banyak dan tidak semua dapat diatasi, untuk itu perlu dilakukan prioritas penyebab masalah yang akan ditangani sehingga muncullah suatu kegiatan prioritas (Depkes RI, 2008a). Salah satu cara untuk menentukan prioritas masalah adalah metode Skoring. Metode ini digunakan untuk memberikan nilai terhadap penyebab masalah yang telah diidentifikasi. Batasan kriteria yang digunakan berupa: a) besarnya penyebab masalah yaitu kesenjangan antara target tahun sebelumnya dengan tahun terakhir, b) kepentingan yaitu gambaran seberapa jauh pelayanan dianggap penting untuk ditanggulangi, c) kemudahan/kelayakan artinya seberapa jauh masalah pelayanan dapat ditanggulangi, dapat dilihat dari tersedianya sarana, prasarana, SDM, metoda, dana, dan teknologi, d) dukungan untuk perubahan adalah besarnya dukungan dari stakeholder dapat berupa kebijakan, dana dan keterlibatan, e) resiko adalah besarnya resiko apabila penyebab masalah tidak segera ditangani (Depkes RI, 2008a). Berdasarkan prioritas masalah yang telah ditetapkan kemudian dibuat berbagai upaya kegiatan untuk selanjutnya dilakukan penentuan prioritas kegiatan sehingga apabila anggaran program terbatas kegiatan dapat dikurangi sesuai dengan prioritasnya. Ada berbagai kriteria untuk memilih prioritas kegiatan yaitu: a) konsistensi yaitu kegiatan sesuai dengan strategi nasional dan rencana kerja kabupaten/kota yang sudah ada; b) evidence based, kegiatan yang telah terbukti efektif dalam menanggulangi masalah kesehatan; c) penerimaan, kegiatan dapat diterima oleh semua institusi
terkait termasuk masyarakat setempat; d) mampu
laksana, kegiatan mampu dilaksanakan berdasarkan kondisi setempat, fasilitas, SDM, dana, dan infrastruktur yang dibutuhkan tersedia/bisa didapat (Depkes RI, 2008a). 2. Penentuan tujuan Tujuan yang ditetapkan dan dirumuskan adalah target program untuk tahun mendatang. Ada dua hirarki dalam perencanaan program kesehatan yaitu pertama tujuan yang berkaitan dengan perbaikan derajat kesehatan yaitu penurunan morbiditas dan mortalitas dan kedua tujuan yang berkaitan dengan perbaikan kinerja program. Tujuan yang berkaitan dengan pencapaian sejumlah output (target) disebut tujuan khusus yang mengacu pada rumusan kinerja program, sedangkan tujuan yang berkaitan dengan outcome disebut tujuan umum yang mengacu pada rumusan masalah. 3. Identifikasi kegiatan Identifikasi kegiatan sangat penting dalam perencanaan karena kaitannya yang erat dengan perhitungan kebutuhan anggaran. Secara garis besar, kegiatan dalam program kesehatan dapat dibagi lima, yaitu: 1) kegiatan pelayanan individu : penemuan kasus (case finding), pengobatan kasus (case treatment); 2) kegiatan pelayanan masyarakat : kegiatan intervensi terhadap faktor resiko lingkungan dan perilaku, mobilisasi sosial (kemitraan); 3) kegiatan manajemen untuk mendukung pelayanan individu dan masyarakat, termasuk sistem informasi, monitoring, supervisi, koordinasi; 4) kegiatan pengembangan/peningkatan kapasitas (untuk 1, 2 dan 3), yaitu kegiatan untuk memelihara dan mengembangkan kapasitas program termasuk kegiatan pelatihan, pembelian alat, penambahan fasilitas, pengadaan kenderaan.
Untuk keperlukan penyusunan anggaran berbasis kinerja, kegiatan-kegiatan program tersebut diatas dibagi dua kelompok kegiatan, yaitu: (1) kegiatan langsung terdiri dari pelayanan individu (temuan kasus, pengobatan, kegiatan pengembangan) dan pelayanan masyarakat (intervensi lingkungan dan perilaku, mobilisasi masyarakat dan peranserta, serta kegiatan pengembangan); (2) kegiatan tidak langsung terdiri dari kegiatan rutin (perencanaan, monitoring, supervisi, evaluasi) dan kegiatan pengembangan 4. Penyusunan rencana operasional Dari langkah-langkah sebelumnya kemudian disusun rencana operasional yang berisi daftar kegiatan, output kegiatan, lokasi, jadwal pelaksanaan dan penanggungjawab pelaksana. 5. Integritas perencanaan Dalam melakukan integritas perencanaan perlu diperhatikan kesamaan sasaran, jadwal dan output kegiatan. antara kegiatan yang berbeda. Apabila ada rencana kegiatan yang dapat diintegrasikan dengan kegiatan lain maka rencana program untuk kegiatan bersangkutan perlu dirubah dan kegiatan tersebut dialihkan ke program lain. Adapun siklus perencanaan dan penganggaran tahunan terkait pada siklus perencanaan daerah yang diatur oleh Undang-Undang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah yang terdiri dari (Depkes RI, 2007) :
1) Analisa Situasi Analisis situasi merupakan langkah paling awal dalam perencanaan kesehatan yang harus mulai dikerjakan sejak Desember sampai Januari. 2) Rapat Kerja Perencanaan Pertama Rapat kerja ini dilaksanakan pada bulan Januari dengan melibatkan puskesmas dan perangkat desa, dilanjutkan dengan rapat kerja yang melibatkan semua unit di bawah Dinas Kesehatan antara lain sekretaris dan kepala subbagian, kepala bidang, kepala seksi, kepala puskesmas, tim perencanaan puskesmas, RSUD, bila memungkinkan Bappeda, Dinas Kesejahteraan Rakyat, provider swasta, dan Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) kesehatan. Dinas Kesehatan dalam rapat kerja ini menyampaikan kebijakan kesehatan, pencapaian program sampai saat sekarang, gap yang ada (tidak tercapainya target program), hambatan yang dihadapi, dan target-target kabupaten yang harus dicapai. Pihak-pihak yang diundang diminta masukannya untuk rencana tahun mendatang. Target-target program yang harus dicapai oleh masing-masing Puskesmas harus sudah disepakati, dalam rangka mencapai target kabupaten/kota. Target-target antara Puskesmas bisa berbeda tergantung pada kinerja Puskesmas bersangkutan pada tahun lalu. Agar tidak terjadi tumpang tindih usulan antar Dinas Kesehatan dan Puskesmas, harus disepakati jenis kegiatan dari setiap program yang akan dilaksanakan oleh Puskesmas dan Dinas Kesehatan. Usulan puskesmas juga disampaikan dalam musrenbang desa dengan melibatkan perangkat desa.
3) Musrenbang Desa/Kelurahan Musrenbang desa/kelurahan adalah forum musyawarah tahunan para pemangku kepentingan (stakeholder) desa/kelurahan untuk menyepakati Rencana Kerja Pembangunan (RKP) desa/kelurahan tahun anggaran yang direncanakan. Musrenbang desa/kelurahan dilaksanakan setiap bulan Januari dengan mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) desa/kelurahan. Setiap desa diamanatkan untuk menyusun dokumen rencana 5 (lima) tahunan yaitu RPJM desa/kelurahan dan dokumen rencana tahunan yaitu RKP desa/kelurahan (Djohani, 2008 dan Muluk, 2008). Musrenbang desa/kelurahan akan lebih ideal apabila diikuti oleh berbagai komponen masyarakat yang terdiri atas (Djohani, 2008 dan Muluk, 2008): a. Keterwakilan wilayah (dusun/kampung/RW/RT) b. Keterwakilan
berbagai
sektor
(ekonomi/pertanian/kesehatan/pendidikan/
lingkungan) c. Keterwakilan kelompok usia (generasi muda dan generasi tua) d. Keterwakilan kelompok sosial dan perempuan (tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, bapak-bapak, ibu-ibu, kelompok marjinal) e. Keterwakilan unsur tata pemerintahan (pemerintah desa/kelurahan, kalangan swasta/bisnis, masyarakat umum) f. keterwakilan berbagai organisasi yang menjadi pemangku kepentingan dalam upaya pembangunan desa/kelurahan.
Musrenbang desa/kelurahan memiliki tujuan: 1) menampung dan menetapkan prioritas kebutuhan masyarakat, 2) menetapkan prioritas kegiatan yang akan dibiayai melalui alokasi dana desa/kelurahan yang berasal dari APBD maupun sumber dana lainnya, 3) menetapkan prioritas kegiatan untuk dibahas pada musrenbang kecamatan. 4) Musrenbang Kecamatan Musrenbang kecamatan adalah forum musyawarah tahunan para pemangku kepentingan di tingkat kecamatan untuk mendapatkan masukan mengenai kegiatan prioritas pembangunan di wilayah kecamatan didasarkan pada masukan dari desa/kelurahan, serta menyepakati rencana kegiatan lintas-desa/kelurahan di kecamatan yang bersangkutan. Masukan itu sekaligus sebagai dasar penyusunan Rencana Pembangunan Kecamatan (RPK) yang akan diajukan kepada SKPD yang berwenang sebagai dasar penyusunan Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD) kabupaten/kota pada tahun berikutnya. Musrenbang kecamatan dilakukan setiap tahun pada bulan Februari dengan hasil berupa Dokumen Rencana Pembangunan Kecamatan (DRPK) serta masukan untuk Renja SKPD kecamatan. Lembaga penyelenggara Musrenbang kecamatan adalah kecamatan dan Bappeda.
Kecamatan
bertugas
untuk
menyiapkan
teknis
penyelenggaraan
Musrenbang kecamatan serta mempersiapkan dokumen Rancangan Rencana Pembangunan Kecamatan (RRPK). Bappeda bertugas untuk mengorganisasi penjadwalan seluruh Musrenbang kecamatan, mempersiapkan tim pemandu, dan dokumen-dokumen yang relevan untuk penyelenggaraan Musrenbang kecamatan. Musrenbang kecamatan tidak semata-mata menyepakati prioritas masalah daerah
yang ada di desa/kelurahan yang diusulkan dari Musrenbang desa/ kelurahan, tetapi untuk menghasilkan prioritas masalah dan kegiatan yang menjadi urusan dan kewenangan wajib dan pilihan pemerintah daerah. Selain itu Musrenbang juga merupakan forum pendidikan warga agar menjadi bagian aktif dari tata pemerintahan dan pembangunan. Musrenbang kecamatan dihadiri oleh para kepala desa dan lurah, delegasi musrenbang desa, delegasi kelurahan, pimpinan dan anggota DPRD kabupaten/kota asal daerah pemilihan kecamatan bersangkutan, perwakilan SKPD, tokoh masyarakat, keterwakilan perempuan dan kelompok masyarakat rentan termarginalkan dan pemangku kepentingan skala kecamatan. 5) Perencanan tahunan oleh Puskesmas dan unit-unit Dinas Kesehatan Setelah rapat kerja pertama, Puskesmas dan unit-unit Dinas Kesehatan diminta menyusun Rencana Kerja Tahunan (RKT) masing-masing. Isi RKT tersebut antara lain target yang akan dicapai tahun depan, kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai target tersebut, jadwal pelaksanaan kegiatan, dan tambahan sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan (dana, tenaga, sarana). Penyusunan RKT oleh masing-masing unit tersebut dilakukan dalam bulan Januari sampai bulan Februari. Rencana usulan kegiatan Puskesmas yang dituangkan dalam sebuah dokumen RKT Puskesmas harus didasarkan pada sebuah fakta di lapangan, berorientasi pada masalah dan kebutuhan masyarakat setempat dan tidak semata-mata memenuhi kebutuhan program. Puskesmas mengajukan rencana usulan
kegiatan tersebut ke Dinas Kesehatan kabupaten/kota untuk mendapat persetujuan pembiayaannya. 6) Rapat Kerja Perencanaan Kedua Rapat kerja perencanaan kedua ini dilaksanakan pada akhir Februari atau awal Maret, sebelum Musrenbang kabupaten/kota dilaksanakan. Unit-unit Dinas Kesehatan dan Puskesmas menyampaikan RKT yang sudah disusunnya dengan cara presentasi atau desk programer Puskesmas dengan programer Dinas Kesehatan. Hal yang harus diperhatikan oleh para programer adalah : a. Dalam menerima usulan kegiatan Puskesmas, programer Dinas Kesehatan harus memperhatikan latar belakang rencana usulan tersebut (analisis situasi), dan Puskesmas dalam memberikan rencana usulannya harus disertai dengan data pendukungnya. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi pencoretan usulan oleh programer Dinas kesehatan apabila pagu anggaran dari APBD tidak sesuai dengan jumlah yang diusulkan; b. Apabila pagu anggaran bersumber APBD kabupaten/kota tidak sesuai dengan jumlah yang diusulkan, sebaiknya programer Dinas Kesehatan atau Bina Program melakukan langkah penyesuaian volume kegiatan terlebih dahulu sebelum pencoretan usulan kegiatan atau mengalihkan pembiayaannya ke sumber anggaran lain seperti APBD propinsi, DAK, dan APBN Dekon; c. Kewajiban Puskesmas yang sudah disetujui oleh Dinas Kesehatan, harus segera membuat rencana pelaksanaan kegiatannya.
Tujuan rapat kedua ini adalah melakukan konsolidasi rencana dan mempersiapkan draft awal rencana kerja (Renja). Hasil rapat kerja ini adalah sebuah dokumen renja yang terdiri dari hasil analisis situasi, prioritas masalah, tujuan pembangunan kesehatan tahun mendatang, target-target program yang akan dicapai, uraian kegiatan yang akan dilakukan dan estimasi awal biaya yang diperlukan. 7) Penyampaian Renja dalam Forum SKPD Forum SKPD adalah wadah bersama antar pelaku pembangunan untuk membahas prioritas program dan kegiatan pembangunan hasil musrenbang kecamatan
dengan
SKPD
atau
gabungan
SKPD,
serta
menyusun
dan
menyempurnakan Renja SKPD, yang tata cara penyelenggaraannya difasilitasi oleh SKPD terkait. Forum SKPD dan/atau forum gabungan SKPD bertujuan untuk: a. Mensinergikan prioritas program dan kegiatan pembangunan hasil musrenbang kecamatan dengan rancangan Renja SKPD. b. Menetapkan prioritas program dan kegiatan pembangunan dalam Renja SKPD. c. Menyesuaikan prioritas Renja SKPD dengan alokasi anggaran indikatif SKPD yang tercantum dalam rancangan awal RKPD. d. Mengidentifikasi efektivitas regulasi yang berkaitan dengan fungsi SKPD. Bahan yang perlu dipersiapkan adalah 1) pihak kecamatan berupa daftar prioritas program dan kegiatan pembangunan di wilayah kecamatan hasil musrenbang kecamatan, daftar peserta kecamatan yang diutus untuk mengikuti pembahasan pada forum SKPD dan atau forum gabungan SKPD; 2) pihak SKPD
berupa hasil evaluasi kinerja pelaksanaan rencana kerja SKPD pada tahun sebelumnya, daftar prioritas program dan kegiatan pembangunan berdasarkan rancangan awal Renja SKPD, daftar prioritas program dan kegiatan pembangunan berdasarkan rancangan awal RKPD, rancangan Renja SKPD; daftar alokasi anggaran indikatif untuk masing-masing SKPD. Forum SKPD dihadiri wakil musrenbang kecamatan, para perwakilan SKPD, pimpinan atau anggota komisi DPRD kabupaten/kota yang terkait dengan tugas dan fungsi SKPD, dapat diundang menjadi narasumber dalam pembahasan forum SKPD. Dalam bulan yang sama (Maret atau April), Pemda/Bappeda menyelenggarakan pertemuan dengan SKPD, termasuk Dinas Kesehatan. Dinas Kesehatan dalam forum ini menyampaikan Renja dan perlu dilakukan advokasi untuk meyakinkan pengambil keputusan. 8) Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Kabupaten/Kota Musrenbang kabupaten/kota adalah forum musyawarah tahunan para pemangku kepentingan di tingkat kabupaten/kota untuk mematangkan RKPD kabupaten/kota yang disusun berdasarkan kompilasi seluruh rancangan renja SKPD hasil forum SKPD dengan cara meninjau keserasian antara seluruh rancangan Renja SKPD yang hasilnya digunakan untuk pemuktahiran rancangan RKPD dengan merujuk kepada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Musrenbang kabupaten/kota adalah arena staregis bagi para pihak dalam merumuskan perencanaan pembangunan secara kolaboratif dengan melibatkan 3 pilar pemerintah,
yaitu pemerintah daerah (eksekutif dan legislatif) kalangan masyarakat dan kalangan swasta. Dengan demikian musrenbang menjadi arena strategis untuk para pihak dalam merumuskan perencanaan pembangunan daerah Dinas Kesehatan menyampaikan usulan rencana dan anggaran sektor kesehatan tahun mendatang dalam Musrenbang. Selain itu Dinas Kesehatan juga mengakomodir usulan-usulan yang disampaikan dalam Musrenbang tersebut, yang digunakan untuk memperbaiki draft renja. Biasanya Musrenbang ini diselenggarakan dalam bulan Maret dan April. 9) Kebijakan Umum Anggaran (KUA) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam bulan Februari-Maret biasanya
melakukan
penjaringan
aspirasi
masyarakat.
Aspirasi
masyarakat
diharapkan mempengaruhi kebijakan umum anggaran, yang dibahas bersama antara DPRD dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) selama bulan April-Mei. Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) selanjutnya dibahas untuk dibuat nota kesepakatan antara pemerintah daerah dengan DPRD yang akan menjadi dasar SKPD dalam penyusunan RKA. 10) Konsultasi Anggaran Konsultansi atau asistensi anggaran berlangsung antara Juni sampai dengan Desember. Dalam asistensi ini dilakukan pembahasan usulan RKA antara Dinas Kesehatan dengan TAPD yang terdiri dari Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah, Bagian Administrasi Pembangunan Pemerintah Kabupaten dan Bappeda. Selama proses asistensi anggaran ini dilakukan penyesuaian-penyesuaian RKA, yaitu tentang
target, kegiatan dan anggaran. Prosesnya bersifat berulang-ulang, tergantung proses negosiasi dengan pihak TAPD. 11) Keputusan Anggaran Setelah RKA-SKPD selesai dibahas dan disetujui TAPD, maka seluruh RKASKPD dijadikan bahan dalam menyiapkan rancangan peraturan daerah tentang APBD. Apabila dalam pembahasannya didapati adanya rencana program, kegiatan dan anggaran yang tidak sesuai dengan pedoman dimaksud, maka dilakukan perbaikan atau penyempurnaan oleh SKPD yang bersangkutan, kemudian dibahas kembali antara DPRD dan SKPD setelah disempurnakan. Selanjutnya dibuat keputusan anggaran untuk tahun mendatang pada akhir tahun sebelumnya, yaitu sekitar bulan Nopember-Desember.
2.5. Dinas Kesehatan Berdasarkan pedoman teknis pengorganisasian dinas kesehatan daerah, dinyatakan bahwa Dinas Kesehatan merupakan organisasi yang menangani urusan kesehatan bersifat konruen, yaitu ada atau bahkan hampir seluruh urusan kesehatan penanganannya
dapat
atau
dilaksanakan
secara
bersama
baik
antara
kabupaten/kota dengan provinsi maupun antar kabupaten/kota. Secara substansial urusan kesehatan antara provinsi dan kabupaten/kota tampak homogen dengan sasaran seluruh masyarakat tanpa terkecuali (Depkes RI, 2008b).
Pola Dinas Kesehatan kabupaten/daerah dapat dibagi sebagai berikut (Depkes RI, 2008b) : 1.
Pola Maksimal terdiri dari a.
Bidang Pelayanan Kesehatan, mempunyai fungsi : 1) Penyelenggaraan upaya kesehatan dasar dalam penyelenggaraan upaya kesehatan dasar termasuk kesehatan komunitas. 2) Penyelenggaraan upaya kesehatan rujukan meliputi kesehatan rujukan/ spesialistik, dan sistem rujukan. 3) Penyelenggaraan upaya kesehatan khusus meliputi kesehatan jiwa, mata, kesehatan kerja, haji, gigi dan mulut.
b.
Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan 1) Pengendalian
dan
pemberantasan
penyakit
meliputi
surveilans
epidemiologi, pengendalian penyakit menular langsung, pengendalian penyakit bersumber binatang, pengendalian penyakit tidak menular, imunisasi dan kesehatan matra. 2) Pengendalian wabah dan bencana meliputi kesiapsiagaan, mitigasi, tanggap darurat dan pemulihan. 3) Penyelenggaraan penyehatan lingkungan meliputi penyehatan air, pengawasan kualitas lingkungan, penyehatan kawasan dan sanitasi darurat, sanitasi makanan dan bahan pangan serta pengamanan limbah. c.
Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia Kesehatan
1) Perencanaan dan pendayagunaan 2) Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan. 3) Penyelenggaraan registrasi dan akreditasi meliputi registrasi, perizinan dan akreditasi tenaga medis, tenaga paramedis dan tenaga non medis/tradisional terlatih. d.
Bidang Jaminan dan Sarana Kesehatan, mempunyai fungsi : 1) Penyelenggarakan
jaminan
kesehatan
meliputi
kepesertaan,
pemeliharaan kesehatan dan pembiayaan. 2) Pelayanan sarana dan peralatan kesehatan meliputi monitoring dan evaluasi, registrasi, akreditasi dan sertifikasi sarana dan peralatan kesehatan. 3) Penyelenggaraan kefarmasian meliputi obat, makanan dan minuman, napza, kosmetika dan alat kesehatan. e.
Sekretariat, mempunyai fungsi: 1) Penyusunan program meliputi penyusunan program dan anggaran. 2) Penyelenggaraan
ketatausahaan
meliputi
urusan
rumah
tangga,
kepegawaian, hukum, organisasi, dan hubungan masyarakat. 3) Penyelenggaraan urusan keuangan dan perlengkapan meliputi urusan perbendaharaan, akuntansi, verifikasi, ganti rugi, tindak lanjut Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dan perlengkapan. 2.
Pola Minimal, terdiri dari: a.
Bidang Pelayanan Kesehatan, mempunyai fungsi :
1) Penyelenggaraan upaya kesehatan dasar. 2) Penyelenggaraan upaya kesehatan rujukan meliputi kesehatan rujukan/ spesialistik, dan sistem rujukan. 3) Penyelenggaraan upaya kesehatan meliputi kesehatan jiwa, kesehatan mata, kesehatan kerja, haji, gigi dan mulut. b.
Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan 1) Pengendalian
dan
pemberantasan
penyakit
meliputi
surveilans
epidemiologi, pengendalian penyakit menular langsung, pengendalian penyakit bersumber binatang, pengendalian penyakit tidak menular, imunisasi dan kesehatan matra. 2) Pengendalian wabah dan bencana meliputi kesiapsiagaan, mitigasi dan kesiapsiagaan, tanggap darurat dan pemulihan. 3) Penyelenggaraan penyehatan lingkungan meliputi penyehatan air, pengawasan kualitas lingkungan, penyehatan kawasan dan sanitasi darurat, sanitasi makanan dan bahan pangan serta pengamanan limbah. c.
Bidang Jaminan dan Sarana Kesehatan, mempunyai fungsi : 1) Penyelenggarakan
jaminan
kesehatan
meliputi
kepesertaan,
pemeliharaan kesehatan dan pembiayaan. 2) Pengelolaan ketenagaan perencanaan, pendayagunaan, pendidikan dan pelatihan, registrasi, perizinan dan akreditasi tenaga dan sarana kesehatan medis, tenaga para medis dan tenaga non medis/tradisional terlatih.
3) Penyelenggaraan kefarmasian dan sarana kesehatan meliputi obat, makanan dan minuman, napza, kosmetika dan alat kesehatan, registrasi, akreditasi dan sertifikasi sarana dan peralatan kesehatan. d.
Sekretariat 1) Penyusunan program meliputi penyusunan program dan anggaran. 2) Penyelenggaraan urusan ketatausahaan meliputi urusan rumah tangga, kepegawaian, hukum dan organisasi, hubungan masyarakat. 3) Penyelenggaraan urusan keuangan dan perlengkapan meliputi urusan perbendaharaan, akuntansi, verifikasi, ganti rugi
2.6. Landasan Teori Perencanaan sebagai suatu proses berkesinambungan yang mencakup pengambilan keputusan atau pilihan mengenai bagaimana memanfaatkan sumber daya yang ada semaksimal mungkin guna mencapai tujuan-tujuan tertentu atau kenyataan-kenyataan yang ada dimasa datang (Arsyad, 2000), sedangkan anggaran ialah suatu rencana (plan), uraian tentang kegiatan yang akan dilaksanakan dinyatakan dalam bentuk uang. Perencanaan di organisasi publik seperti Dinas Kesehatan pada prinsipnya menerapkan konsep dan langkah strategis yang sama dengan perencanaan di organisasi private. Pendekatan perencanaan yang dilakukan adalah perencanaan dan berbasis kinerja.
Langkah-langkah P2KT adalah (1) analisis situasi dan perumusan masalah, (2) penentuan tujuan, (3) identifikasi kegiatan, (4) penyusunan rencana operasional dan (5) integritas perencanaan. Secara teknis pelaksanaan P2KT didasarkan pada target kinerja program, biaya satuan, ketersediaan dan sumber biaya dan keterlibatan semua unit Dinas Kesehatan dan unit layanan kesehatan (Depkes RI, 2007). Konsep perencanaan dan penganggaran dalam program KIA dalam penelitian ini didasarkan pada konsep P2KT, bahwa pendekatan dan teknik perencanaan serta penganggaran secara terpadu dari program kesehatan, mengacu siklus pemecahan masalah. Pendekatan secara teoritis menggunakan konsep sistem yang terdiri dari input, proses, output dan outcome untuk mengevaluasi perencanaan dan penganggaran program KIA, seperti pada gambar berikut: Input 1. Sumber Daya Manusia 2. Sarana dan Prasarana 3. Regulasi 4. Pendanaan
Proses Penyusunan Rencana dan Anggaran 1. Analisis Situasi dan perumusan masalah 2. Penentuan tujuan 3. Identifikasi Kegiatan/Program 4. Penyusunan Rencana Operasional dan Anggaran 5. Integritas Perencanaan
Keluaran Alokasi Anggaran Program KIA
Dampak 1. AKI 2. AKB 3. AKABA
Gambar 2.1. Analisis Sistem Perencanaan dan Penganggaran Program KIA
Sistem anggaran berbasis kinerja, menitikberatkan pada segi manajemen anggaran, yaitu dengan memperhatikan baik segi ekonomi dan keuangan pelaksanaan anggaran, maupun hasil fisik yang dicapainya. Anggaran berbasis kinerja (performance budgeting) didasarkan pada hasil proses perencanaan yang realistis dan sistematis, dan menjamin adanya kesinambungan dan konsistensi antara masalah, tujuan, kegiatan, output atau kinerja kegiatan, dan input yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan tersebut (Depkes RI, 2007).
2.7. Kerangka Pikir Penelitian Berdasarkan rumusan masalah dan landasan teori, maka dapat dirumuskan kerangka pikir penelitian seperti pada Gambar 2.2. Sumber Daya Manusia 1. Kompetensi SDM 2. Kuantitas SDM Regulasi & Petunjuk Teknis Sarana dan prasarana Dana atau biaya dalam proses perencanaan & penganggaran program KIA
Proses Perencanaan dan Penganggaran Program KIA 1. Analisis situasi dan perumusan masalah 2. Penentuan tujuan 3. Identifikasi kegiatan/program 4. Penyusunan rencana kegiatan dan anggaran 5. Integritas perencanaan
Gambar 2.2. Kerangka Pikir Penelitian
Dokumen Anggaran Program KIA