BAB 2 STUDI PUSTAKA
2.1 Penelitian Sebelumnya (State of the Art)
Pada state of the art ini, terdapat contoh-contoh penelitian sebelumnya yang dipakai sebagai panduan atau contoh untuk penelitian yang akan dilakukan.
Tabel 2.1 State Of The Art NO
Nama Peneliti
Judul Penelitian
Hasil Penelitian Keberhasilan produk
1
perusahaan dipengaruhi oleh CSR yang dilakukan. Peningkatan daya tarik citra untuk perusahaan barang atau produk, dan identifikasi stakeholder terhadap kinerja perusahaan untuk Understanding the
perusahaan jasa.
Influence of
Penelitian ini
Sebastian Arendt &
Corporate Social
membuktikan bahwa
Malte Brettel (2010)
Responsibility on
CSR sangat berguna
Corporate Identity,
dalam membangun
Image, and Firm
identitas perusahaan
Performance
(Corporate identity) karena kemampuannya yang mempengaruhi daya tarik citra perusahaan, dengan demikian dapat meningkatkan keunggulan kompetitif
9
10 dan kinerja perusahaan secara menyeluruh. Hasil dari penelitian ini berguna untuk penelitian yang akan dilakukan sebab penelitian ini membahas tentang pengaruh CSR terhadap image. Dengan metode penelitian kuantitatif penelitian ini memakai data sample dari 389 perusahaan di Eropa yang menerapkan CSR dalam kegiatan usaha mereka, dan membandingkannya dengan skala yang sudah ada sebelumnya. Menemukan semakin
2
tinggi pengetahuan konsumen akan CSR yang dilakukan perusahaan, semakin tinggi pula nilai emosional, fungsional, Liesbet Van Der Smissen
The value of
dan sosial yang dimiliki
(2012)
Corporate Social
konsumen terhadap
Responsibility for
produk. Hal yang sama
consumers
berlaku untuk pentingnya CSR : semakin konsumen menemukan pentingnya CSR, semakin tinggi nilai emosional , fungsional dan sosial mereka terhadap produk.
Penelitian oleh Liesbet Van Der Smissen ini membuktikan bahwa dengan melakukan CSR, perusahaan dapat meningkatkan nilai brand mereka. Hal ini sesuai dengan pertanyaan penelitian yang ditanyakan oleh peneliti. Kendati demikian, penelitian iyang dilakukan di Brussel ini menggunakan metode penelitian campuran, yaitu kualitatif dan kuantitatif. 3
CSR membantu untuk membangun merek reputasi dan adalah titik
11 diferensiasi . Hal ini juga mendorong kepercayaan dan loyalitas konsumen. Jika konsumen melihat Corporate Social
bahwa merek
Maneet Kaur, Sudhir
Responsibility – A
memperhatikan isu yang
Agrawal. (2011)
Tool To Create a
mereka anggap penting,
Positive Brand
maka mereka cenderung
Image
untuk terus membeli produk mereka. Inisiatif CSR dapat sangat efektif dalam menempa hubungan yang bermakna mendalam dengan konsumen yang mengubah loyalitas konsumen menjadi promotor perusahaan dalam jaringan sosial mereka .
Salah satu hal yang ingin diteliti oleh penulis dalam penelitian yang dilakukan adalah bagaimana brand image dapat terbentuk. Penelitian oleh Maneet dan Sudhir ini menemukan bahwa CSR dapat mengubah konsumen menjadi promotor perusahaan, dan secara tidak langsung meningkatkan citra. Penelitian yang dilakukan dengan metode kualitatif ini mengambil data yang didapat dari berbagai buku, jurnal, serta riset dan kemudian melakukan in depth reading, observasi, mengalaman dan pengujian rasional terhadap karya-karya yang diteliti. Menganalisa kegiatan
4
CSR Money Minded Analisis Strategi
yang dilaksanakan oleh
Corporate Social
Bank ANZ Indonesia di
Responsibility
Tanah Abang. Penelitian
12
Henny Tandiono (2013)
Dalam
menunjukan bahwa
Meningkatkan Citra
kegiatan CSR yang
Perusahaan Pt Bank
dilakukan secara
Anz Indonesia (Studi terintegrasi ini berhasil Kasus : Program Csr
menaikan citra
Money Minded Di
perusahaan di mata
Tanah Abang
pekerja, lembaga
Periode Maret 2013)
masyarakat, serta partisipannya.
Penelitian oleh Henny Tandiono dan penelitian yang akan dilakukan samasama menganalisa program CSR yang dilakukan dan pengaruhnya terhadap citra. Kendati demikian penelitian oleh Henny meneliti pengaruh CSR terhadap citra perusahaan. Kedua penelitian sama-sama memakai metode penelitian kualitatif dan mewawancarai informan internal serta informan external. Tahapan
5
Pelaksanaan
Meneliti kegiatan CSR
Corporate Social
PT Pertamina di Desa
Responsibility
Muara. Menemukan
Dalam Membangun
bahwa dalam
Citra Atas
pelaksanaan CSR PT
Hermawan Setyanto
Kepedulian
Pertamina memiliki
(2013)
Terhadap
tahapan-tahapan seperti
Kelestarian
persiapan, identifikasi
Lingkungan (Studi
masalah, pelaksanaan,
Kasus: Pada Pt.
monitoring, serta
Pertamina (Persero)
evaluasi.
Di Desa Muara) Penelitian oleh Hermawan Setyanto ini menemukan bahwa penerapan kegiatan CSR tidak lepas dari tahapan-tahapan seperti perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Penelitian ini dianggap berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan sebab membahas secara detil tahapan dari suatu program CSR.
13
2.2 Teori Umum 2.2.1 Komunikasi Berangkat dari etimologis atau sejarah kata, komunikasi berasal dari bahasa Latin, yaitu cum yang artinya dengan, dan units yang artinya satu. Dua kata tersebut membentuk kata communio yang berarti kebersamaan, gabungan, atau hubungan. Kata
communio
dibuat
menjadi
kata
kerja
communicate
yang
berarti
memberitahukan, bertukar pikiran, bercakap-cakap dan berhubungan. Menurut pengertian ini komunikasi berarti pemberitahuan, pembicaraan, percakapan, pertukaran pikiran, atau hubungan (Nurjaman & Umam, 2012).
Menurut Dennis Murphy dalam Nurjaman & Umam (2012), mengatakan bahwa, komunikasi adalah seluruh proses yang dipergunakan untuk mencapai pikiran-pikiran orang lain. Dengan kata lain komunikasi digunakan sebagai penghubung. Jadi, komunikasi secara langsung digunakan untuk mempengaruhi atau memberi informasi.
Brent D. Ruben dalam Arni Humhammad (2011) memberikan definisi komunikasi adalah suatu proses melalui individu dalam hubungannya, dalam kelompok, dalam organisasi dan dalam masyarakat menciptakan, mengirimkan dan menggunakan informasi untuk mengkoordinasi lingkungannya dan orang lain. Ruben menggunakan istilah pemakaian informasi menunjuk kepada peranan informasi dalam mempengaruhi tingkah laku manusia baik secara individual, kelompok, maupun masyarakat.
Menurutnya komunikasi adalah cara untuk mempengaruhi
tingkah laku orang lain
William J. Seiler
dalan Arni Muhammad (2011) memberikan definisi
komunikasi yang lebih luas. Dia mengatakan komunikasi adalah proses dengan mana simbol verbal dan nonverbal dikirimkan, diterima dan diberi arti. Dari teori-teori diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah sebuah proses dalam interaksi dan membangun hubungan dengan orang lain untuk mencapai tujuan.
14 Komunikasi yang dilakukan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu mempunyai beberapa dimensi yang dibagi menjadi empat, yaitu dimensi persepsi, dimensi nilai, dimensi sikap, dan personal meaning (Nurjaman & Umam, 2012). Persepsi adalah proses pemahaman maupun pemberian makna atas suatu informasi terhadap stimulus. Stimulus tersebut didapat dari proses pengindraan terhadap objek, peristiwa, atau hubungan antar gejala, yang kemudian diproses oleh otak. Persepsi merupakan sebuah proses yang aktif dari manusia dalam memilih, mengelompokkan, serta memberikan makna pada informasi yang diterimanya, (Nurjaman & Umam, 2012).
Nilai mengandung unsur pertimbangan yang mengemban gagasan-gagasan seorang individu mengenai apa yang benar, baik, atau diinginkan untuk dilakukan dalam masyarakat. (Nurjaman & Umam, 2012). Sikap adalah pernyataan-pernyataan evaluatif, diinginkan maupun yang tidak diinginkan mengenai objek, orang, atau peristiwa. Sikap mencerminkan cara seseorang merasakan / menanggapi sesuatu. Sikap tidak sama dengan nilai, tetapi keduanya saling berhubungan. Personal meaning dianggap menjadi salah satu hal penting yang menggerakkan individu untuk mencapai prestasi. Meaning memberikan arahan, intensi pada setiap individu, dimana perilaku menjadi memiliki tujuan, daripada hanya berperilaku berdasarkan insting atau impuls. (Nurjaman & Umam, 2012).
2.2.2 Public Relations (PR) Pada tahun 1987 Public Relations Society Of America (PRSA) mengatakan “PR membantu organisasi dan publiknya untuk beradaptasi secara mutual kepada satu dengan yang lain.” Dalam Stuart Elliot (2012), mengatakan pada tahun 2011 dan 2012 PRSA mendefinisikan kembali PR menjadi “Public relations adalah proses komunikasi strategis yang membangun hubungan yang saling menguntungkan antara organisasi dan masyarakatnya .”
Frank Jenkins mendefinisikan PR sebagai (2005),
“PR adalah semua bentuk komunikasi yang terencana, baik yang sifatnya internal (ke dalam) maupun yang sifatnya eksternal (ke luar), antara suatu
15 organisasi dengan semua khalayaknya dalam rangka mencapai tujuan – tujuan spesifik yang berlandaskan pada saling pengertian.” yang secara singkat mengatakan bahwa esesnsi dari PR adalah kegiatan komunikasi kepada pihak dalam maupun luar.
Menurut The Statement of Mexico dalam Ruslan (2008), praktik Public Relations adalah seni dan ilmu pengetahuan yang dapat dipergunakan untuk menganalisa kecenderungan, memprediksi konsekuensi yang akan atau telah diambil, menasehati para pemimpin organisasi, dan melaksanakan program yang terencana mengenai kegiatan – kegiatan yang bertujuan melayani, baik untuk kepentingan organisasi itu sendiri, ataupun kepentingan publik.
Menurut teori-teori diatas dapat disimulkan bahwa PR mempunyai peran sebagai jembatan atau penghubung yang menjembatani organisasi/perusahaan dengan publiknya. Dengan menyampaikan tujuan perusahaan kepada publik dan juga mendengar apa keinginan publik, perusahaan dapat melihat apa kebutuhan publik. Dengan menjalankan tugasnya, PR diharapkan membangun citra yang baik dimata publik. 2.2.3 Strategi Public Relations Rachmat Kriyantono (2012), menjelaskan bahwa seorang PR mempunyai ruang lingkup kerja yang bila disingkat menjadi PENCILS, yang berarti: a. Publication (Publikasi) Tugas PR adalah membuat publikasi, menyebarluaskan informasi melalui berbagai media tentang aktivitas atau kegiatan perusahan / organisasi yang perlu diketahui oleh publik. Disini, tugas PR adalah menciptakan berita untuk mendapatkan publisitas melalui kerjasama dengan pihak pers / wartawan dengan tujuan mengguntungkan citra lembaga atau organisasi yang diwakilinya.
16 b. Event Membuat sebuah
event
yang bertujuan untuk memperkenalkan
produk dan layanan perusahaan, mendekatkan diri ke publik serta akhirnya mempengaruhi opini publik. c. News (Berita) Tugas PR untuk menciptakan berita melalui press release, newsletter, bulletin, dan lain-lain yang berhubungan dengan media. Seorang PR harus mempunyai kemampuan menulis yang baik untuk menciptakan publisitas. d. Community Involvement (Keterlibatan Komunitas) Seorang PR bertugas untuk mengadakan kontak sosial dengan kelompok masyarakat tertentu guna menjaga hubungan baik (community relations and humanity relations) dengan pihak organisasi atau lembaga yang diwakilinya. e. Identity Media Fungsi PR dimana PR bertugas untuk membangun identitas perusahaan. Diwujudkan dalam cara menunjukan identitas perusahaan kepada publik melalui hal-hal seperti membuat kartu nama, seragam perusahaan, buku dan alat tulis, name tag, dan lain-lain. f. Lobbying and negotiation (Melobi atau bernegosiasi) Keterampilan untuk melobi melalui pendekatan pribadi dan kemampuan bernegosiasi sangat diperlukan bagi seorang PR. Tujuan lobi adalah untuk mencapai kesepakatan (deal) atau memperoleh dukungan dari individu dan lembaga yang berpengaruh terhadap kelangsungan bisnis perusahaan. g. Social Investment Tanggung jawab sosial dalam aktivitas PR menunjukkan bahwa perusahaan memiliki kepedulian terhadap masyarakat. Hal ini akan meningkatkan citra perusahaan di mata publik. Saat ini banyak perusahaan menjadikan kegiatan sosial sebagai aktivitas yang harus dilakukan.
17 Dalam masalah yang diteliti pada penelitian ini, strategi PR yang digunakan adalah Strategi CSR atau tanggung jawab sosial dalam kegiatan CSR Sharing Session yang dilakukan oleh perusahaan. Teori CSR dan komunitas sosial akan dibahas lebih lanjut di dalam teori khusus dibawah.
2.3 Teori Khusus 2.3.1 Citra Ardianto (2009), mengemukakan bahwa citra (image) adalah kesan, perasaan, gambaran diri publik, terhadap perusahaan yang sengaja diciptakan dari suatu objek, orang atau organisasi. Ardianto menekankan kata kesan kepada definisi citra. Menganggap bahwa citra adalah kesan yang dibangun publik.
Arker & Mayer dalam Nova (2011), mereka berpendapat bahwa citra adalah seperangkat anggapan, impresi, atau gambaran sesorang maupun sekelompok orang mengenai suatu objek yang bersangkutan. Seperti Ardianto, Arker & Mayer menganggap bahwa citra adalah impresi yang terbangun. Mereka menjelaskan bahwa impresi ini dapat terbangun secara individu, maupun kelompok, terhadap suatu objek yang bersangkutan.
Berdasarkan
definisi-definisi
citra
yang
telah
diuraikan
diatas,
peneliti
menyimpulkan citra sebagai gambaran atau perasaan yang ada di pikiran seseorang maupun kelompok mengenai suatu objek tertentu, yang kemudian menjadi penilaian bagi objek itu sendiri.
2.3.2 Jenis-Jenis Citra Frank Jenkins yang dikutip oleh Ardianto (2011), Jefkins mengelompokkan citra menjadi lima jenis, yaitu: 1. Citra Bayangan (Mirror Image) Citra ini dianut oleh pihak internal atau anggota-anggota organisasi, biasanya adalah pemimpinnya, mengenai pandangan pihak eksternal tentang organisasinya. Melalui penelitian yang dalam mengenai citra, citra ini dianggap hampir selalu tidak tepat atau tidak sesuai kenyataaan, sebagai akibat dari tidak memadainya informasi,
18 pengetahuan, ataupun pemahaman yang dimiliki oleh pihak internal organisasi mengenai pandangan pihak eksternal (Ardianto, 2011).
2. Citra yang Berlaku (Current Images) Kebalikan dari citra bayangan, citra atau pandangan yang dianut oleh pihakpihak eksternal mengenai suatu organisasi. Sama halnya dengan citra bayangan, citra ini cenderung negatif. Citra ini sepenuhnya ditentukan oleh banyak sedikitnya informasi yang dimiliki oleh mereka yang mempercayainya, dimana mereka sendiri tidak menjadi anggota di dalam organisasi tersebut (Ardianto, 2011).
3. Citra yang Diharapkan (Wish Images) Citra harapan adalah suatu citra yang diharapkan oleh perusahaan terhadap organisasinya. Citra yang diharapkan itu cenderung positif, lebih baik, lebih menyenangkan, dan biasanya dirumuskan dan diterapkan untuk sesuatu yang relatif baru, ketika khalayak belum memiliki informasi yang memadai mengenainya (Ardianto, 2011).
4. Citra Perusahaan (Corporate Image) Citra perusahaan yang dimaksud adalah citra dari suatu organisasi secara keseluruhan. Citra perusahaan itu terbentuk dari banyak hal, seperti sejarah, atau riwayat hidup perusahaan yang berprestasi, keberhasilan dan stabilitas di bidang keuangan, kualitas produk, keberhasilan ekspor, hubungan industri yang baik, reputasi sebagai pencipta lapangan kerja, kesediaan turut memikul tanggung jawab sosial, dan komitemen untuk mengadakan riset. Suatu citra perusahaan yang positif jelas menunjang keberhasilan perusahaan tersebut (Ardianto, 2011).
5. Citra Majemuk Banyaknya jumlah pegawai, cabang, atau perwakilan dari sebuah perusahaan atau organisasi dapat memunculkan suatu citra yang belum tentu sama dengan citra organisasi atau perusahaan tersebut secara keseluruhan. Jumlah citra yang dimiliki suatu perusahaan boleh dikatakan sama banyaknya dengan jumalah pegawai yang dimilikinya. Maka dari itu diperlukan generalisasi di perusahaan untuk menegakkan citra perusahaan, seperti menyamakan seragam, pelatihan staf, design atau logo di setiap cabangnya, dll (Ardianto, 2011).
19
Dari berbagai jenis citra diatas seorang Public Relations bertugas untuk membangun citra yang baik tentang individu, organisasi, serta perusahaannya.
2.3.3 Citra Merek (Brand Image) Citra merek menurut Rangkuti (2009), adalah sekumpulan asosiasi merek yang terbentuk dibenak konsumen. Dalam Rangkuti (2009) Aaker mendefinisikan Asosiasi merek sebagai segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai merek.
Citra merek atau brand image menurut Keller (2008) adalah “The perception and beliefs held by the consumer, as reflected in the association held in consumer memory“. Berdasarkan pendapat ini brand image adalah anggapan dan kepercayaan yang dibentuk oleh konsumen seperti yang direfleksikan dalam hubungan yang terbentuk dalam ingatan konsumen.
Kotler & Pfoertsch (2006) menyebutkan “brand image is created by marketing programs that link strong, favorable, and unique associations to the brand in the customer’s memory.”. Hal ini menunjukan bahwa citra merek yang dibangun menghubungkan asosiasi yang menciptakan merek yang kuat, disukai, dan memiliki k eunikan dalam memori pelanggan. Dari definisi-definisi citra merek di atas, dapat disimpulkan bahwa citra merek adalah kumpulan kesan dan persepsi yang ada di benak konsumen mengenai suatu merek yang dirangkai dari informasi yang konsumen terima terhadap merek tersebut.
Schiffman dan Kanuk yang diterjemahkan oleh Zoelkifli Kasip (2007) menyebutkan faktor-faktor pembentuk citra merek adalah sebagai berikut: a. Kualitas atau mutu, berkaitan dengan kualitas produk barang yang ditawarkan oleh produsen dengan merek tertentu.
b. Dapat dipercaya atau diandalkan. berkaitan dengan pendapat atau kesepakatan yang dibentuk oleh masyarakat tentang suatu produk yang dikonsumsi.
20 c. Kegunaan atau manfaat yang terkait dengan fungsi dari suatu produk barang yang bisa dimanfaatkan oleh konsumen.
d. Pelayanan, yang berkaitan dengan tugas produsen dalam melayani konsumennya.
e. Resiko, berkaitan dengan besar kecilnya akibat atau untung dan rugi yang mungkin dialami oleh konsumen.
f. Harga, yang dalam hal ini berkaitan dengan tinggi rendahnya atau banyak sedikitnya jumlah uang yang dikeluarkan konsumen untuk mempengaruhi suatu produk, juga dapat mempengaruhi citra jangka panjang.
g. Citra yang dimiliki oleh merek itu sendiri, yaitu berupa pandangan, kesepakatan dan informasi yang berkaitan dengan suatu merek dari produk tertentu.
2.3.3.1 Manfaat Citra Merek Citra merek yang kuat mempunyai manfaat baik kepada pelanggan maupun perusahaan. Menurut Hasan(2014), manfaatnya adalah:
Manfaat bagi Pelanggan
1. Merek yang kuat akan memudahkan konsumen untuk mengevaluasi, menimbang serta mengambil keputusan membeli dari nilai yang terkait dengan produk, harga, pengiriman, garansi, dan lain-lain.
2. Merek yang kuat membuat pelanggan merasa percaya terhadap keputusan mereka. Suatu branding yang kuat akan mampu menciptakan hubungan kepercayaan jangka panjang, aksesibilitas, kepercayaan, rasa aman, serta kenyamanan yang sama.
3. Merek yang kuat membuat para pelanggan merasa lebih puas dengan pembelian mereka.
21 Manfaat bagi perusahaan
1. Harga premium. Sebuat merek dengan citra positif akan menciptakan margin yang lebih besar dana walaupun ada tekanan terhadap harga rendah.
2. Klaim produk. Merek akan menciptakan orang-orang yang melakukan permintaan khusus. Konsumen yang akan mencari produk.
3. Kompetitif barrier. Merek yang kuat akan mampu bertindak sebagai penghalang untuk konsumen beralih ke produk pesaing.
4. Komunikasi pemasaran akan lebih mudah diterima. Perasaan positif tentang suatu mereka akan membuat orang mampu untuk menerima klaim baru terhadap kinerja produk dan lebih terbuka terhadapnya.
5.
Pengembangan merek. Merek yang terkenal menjadi platform untuk pengembangan atau penambahan produk baru karena beberapa aspek dari citra positif yang berpengaruh dan membantu dalam peluncuran produk baru.
6. Kepuasan pelanggan. Sebuah citra yang positif akan memberikan tingkat kepuasan pelanggan ketika mereka menggunakan produk. Mereka akan merasa lebih yakin membeli produk.
2.3.4 Corporate Social Responsibility (CSR) Menurut Kotler dan Lee (2005), definisi CSR adalah: “Corporate social responsibility is a commitment to improve community well-being through discretionary business practices and contribution of corporate resources”. CSR dikatakan sebagai komitmen perusahaan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui praktik bisnis yang bersifat deskresi dan kontribusi dari sumber daya perusahaan. Kata diskresi yang dimaksut disini adalah bukan kegiatan bisnis yang diwajibkan dan harus dilakukan secara hukum, namun merupakan komitmen perusahaan yang bersifat sukarela dalam memilih dan mengimplementasikan
22 praktek-praktek tersebut. Komitmen tersebut dilakukan perusahaan agar perusahaan dapat dikategorikan sebagai suatu badan yang punya tanggung jawab sosial.
Menurut Nuryana (2005),CSR adalah sebuah pendekatan dimana perusahaan mengintegrasikan kepedulian sosial dalam operasi bisnis mereka dan dalam interaksi mereka dengan para pemangku kepentingan (stakeholders) berdasarkan prisip kesukarelaan dan kemitraan.
Wibisono (2007) melaporkan CSR bahwa CSR didefinisikan sebagai komitmen dunia usaha untuk terus-menerus bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontibusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas.
Sedangkan menurut Carol (1991), dalam Achua (2008), CSR adalah ”an organization’s commitment to operate in an economically and environmentally sustainable manner while recognizing the interests of all its stakeholder”. menekankan kata komitment, menurutnya CSR dilakukan setelah mengetahui interests dari semua stakeholder atau pemangku kepentingannya.
Reza Rahman (2009) mengemukakan bahwa CSR bukan merupakan program yang dilakukan secara periodik, mengikuti tren, atau tanpa rencana. Program ini dapat mempengaruhi citra apabila dilakukan secara sustainable dan menciptakan hubungan jangka panjang dengan komunitas.
Definisi CSR yang paling umum dan telah disepakati oleh lebih dari 90 negara di seluruh dunia adalah definisi CSR menurut International Organization for Standardization (ISO) dalam ISO 26000 (Prastowo & Huda, 2011).
"Responsibility of an organization for the impacts of its decisions and activities on society and the environment, through transparent and ethical behavior that contributes to sustainable development, including health and the welfare of society; takes into account the expectations of stakeholder; is in compliance with applicable law and consistent with international norms of behavior; and is integrated throughout the organization and practiced in its relationship."
23 Definisi tersebut dapat diterjemahkan bahwa sebuah organisasi dalam mengambil setiap keputusan dan melaksanakan aktivitasnya, harus mempunyai tanggung jawab kepada masyarakat dan lingkungannya yang diwujudkan dengan bentuk perilaku transparan dan etis yang sejalan dengan pembangunan berkelanjutan, termasuk kesehatan dan kesejahteraan masyarakat; mempertimbangkan harapan pemangku kepentingan (stakeholder); sejalan dengan hukum yang ditetapkan dan norma-norma perilaku internasional; serta terintegrasi dengan organisasi secara menyeluruh (Prastowo & Huda, 2011).
Berdasarkan
berbagai definisi CSR
yang
telah
diuraikan,
peneliti
menyimpulkan secara garis besar bahwa Corporate Social Responsibility atau CSR adalah sebuah bentuk tanggung jawab yang harus dilakukan oleh perusahaan atau organisasi dalam mengambil komitmen untuk mengelola usahanya dengan cara yang etis, penuh pertimbangan dan sejalan dengan pembangunan berkelanjutan, guna menciptakan dampak yang positif bagi lingkungan serta masyarakat di sekitarnya. 2.3.4.1 Konsep CSR John Elkington dalam Ardianto & Machfudz (2011), mengemukakan bahwa CSR perusahaan mengacu pada konsep Triple Bottom Line, yaitu keseimbangan dalam menjaga kelestarian lingkungan sekitar wilayah operasi (planet), memberi manfaat kepada masyarakat (people), dan perusahaan mendapatkan nilai untuk menjaga kelangsungan operasinya (profit). Dalam menerapkan CSR, perusahaan selalu mengendalikan biaya, mencari terobosan-terobosan dengan biaya relatif ringan namun hasilnya bisa langsung menyasar pada kebutuhan masyarakat dan tentu ada kaitannya dengan kegiatan usahanya.
24
Gambar 2.1 Triple Bottom Line
Sumber: http://www.pacificoffice.com
Konsep tersebut mengakui bahwa jika perusahaan ingin bertahan (sustain), maka perlu memperhatikan 3P, yaitu bukan hanya profit yang diburu, namun juga harus memberikan kontribusi positif kepada masyarakat (people) dan ikut aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet). Konsep Triple Bottom Line tersebut merupakan kelanjutan dari konsep sustainable development yang secara eksplisit telah mengaitkan dimensi tujuan dan tanggung jawab, baik kepada shareholder maupun stakeholder (Hadi, 2011).
Profit merupakan satu bentuk tanggung jawab yang harus dicapai perusahaan, bahkan dapat dikatakan sebagai orientasi utama perusahaan. Meskipun banyak kalangan sering memprotes kebijakan bahwa profit adalah orientasi utama dari perusahaan, profit nyatanya sangat dibutuhkan dan krusial mengingat segala aktifitas perusahaan seperti peningkatan kesejahteraan pekerja, peningkatkan tingkat kesejahteraan pemilik (shareholder), peningkatan konstribusi bagi masyarakat lewat pembayaran pajak, melakukan ekspansi usaha dan kapasitas produksi semuanya membutuhkan sumber dana. Dana ini didapat dan disalurkan dari profit perusahaan (Hadi, 2011).
People merupakan lingkungan masyarakat dimana perusahaan berada. Mereka adalah para pihak yang mempengaruhi dan dipengaruhi perusahaan. Karena
25 itu, masyarakat mempunyai hubungan yang kuat dengan perusahaan. Akan sulit bagi suatu perusahaan jika kegiatannya tidak didukung oleh masyarakat sekitar. Dari sini terlihat pentingnya perusahaan mendekatkan diri dengan masyarakat lewat strategi CSR (Hadi, 2011).
Planet merupakan lingkungan fisik dari perusahaan. Lingkungan fisik memiliki signifikansi terhadap eksistensi perusahaan. Mengingat lingkungan merupakan tempat dimana perusahaan menopang. Satu konsep yang tidak bisa diacuhkan adalah hubungan perusahaan dengan alam yang bersifat sebab-akibat (saling bergantung satu dengan yang lain). Kerusakan lingkungan, eksploitasi tanpa batas keseimbangan, cepat atau lambat akan menghancurkan perusahaan dan masyarakat di sekitarnya (Hadi, 2011).
2.3.4.2 Dimensi CSR Baron dalam Yosephus (2010) membedakan dimensi CSR secara hirarkis menjadi empat urutan, yaitu Economic Responsibility (tanggung jawab ekonomi), Legal Responsibility (tanggung jawab hukum), Ethical Responsibility (tanggung jawab etika), dan Philanthropic Responsibility (tanggung jawab filantropi). Yang secara sederhana dapat dilihat pada piramida di bawah ini (Yosephus, 2010).
Gambar 2.2 Piramida CSR
Sumber: http://research-methodology.net
26
1. Tanggung Jawab Ekonomi Tanggung jawab ekonomi atau economic responsibility merupakan tujuan yang paling dasar dari setiap bisnis. Sebuah perusahaan hanya dapat mewujudkan tanggung jawab lainnya jika telah berhasil mewujudkan tujuan paling awalnya yaitu mencari
keuntungan.
memaksimalisasi
Perusahaan
keuntungan
tentu
yang tidak
belum
berhasil
diwajibkan
mencapai
secara
moral
tujuan untuk
mewujudkan tanggung jawab sosialnya (Yosephus, 2010). Tanggung jawab ekonomi yang dimaksud adalah keberadaan perusahaan didasarkan pada tujuan utama yang selama ini diperjuangkan, yaitu untuk memperoleh keuntungan dalam rangka menjaga keberlangsungan berjalannya perusahaan, serta meningkatkan kesejahteraan bagi para pemilik (shareholder). Untuk itu, perusahaan memiliki tanggung jawab menjamin dan meningkatkan kesejahteraan terhadap pemegang saham (shareholder orientation) (Hadi, 2011). Berdasarkan logika Friedman dalam Yosephus (2010), dapat dikatakan dimensi tanggung jawab ekonomi dapat dicermati melalui sub dimensi dan indikatorindikator berikut : a. Sub dimensi finansial. Sub dimensi ini diindikasikan sebagai pertumbuhan pendapatan, adanya efisiensi biaya, pemanfaatan aktiva, efektivitas penghasilan, kepuasan para pemegang saham, serta adanya kinerja keuangan jangka panjang. b. Sub dimensi tanggung jawab kepada pelanggan dan pemasok. Sub dimensi ini diindikasikan oleh adanya pangsa pasar, retensi pelanggan, akuisisi pelanggan, kepuasan pelanggan, dan profitabilitas di pihak pelanggan. c. Sub dimensi tanggung jawab terhadap proses bisnis internal. Subdimensi ini diindikasikan oleh adanya inovasi, tercapainya efektivitas operasional dan berprestasinya fungsi audit manajemen.
Hal di atas menunjukan bahwa tanggung jawab ekonomi yang memang seharusnya menjadi tanggung jawab utama dalam mewujudkan Corporate Social
27 Responsibility. Secara eksplisit, semua indikator di atas mengandaikan bahwa sumber daya baik human maupun non-human harus memadai. Khusus untuk sumber daya manusia perusahaan yang berhasil mewujudkan tanggung jawab sosialnya tentu memiliki SDM dengan kompetensi profesional, komitmen serta loyalitas yang tinggi. Tanpa semua itu, tentu tidak ada inovasi dalam bekerja dengan akibat efektivitas kerja juga rendah (Yosephus, 2010). 2. Tanggung Jawab Hukum Perusahaan apapun tidak dapat melepaskan diri dari peraturan dan perundang-undangan negara di bidang ekonomi. Melalui peraturan dan perundangundangannya, negara mengatur semua bisnis mulai dari izin pendirian, operasi, dan tata cara penutupan perusahaan. Setiap perusahaan pun harus tunduk kepada peraturan yang secara tidak langsung menyangkut inti pergerakan suatu bisnis, yakni peraturan yang diberlakukan tentang lingkungan hidup (Yosephus, 2010).
Tanggung jawab dari aspek hukum disini maksudnya adalah perusahaan sebagai bagian masyarakat yang lebih luas memiliki kepentingan untuk memenuhi aturan legal formal, sebagaimana yang diisyaratkan oleh pemangku kekuasaan. Operasional perusahaan hendaknya dilakukan sesuai dengan kaidah peraturan perundang-undangan. Hal itu juga merupakan tanggung jawab sebagai warga negara dan warga masyarakat, sehingga terikat oleh seperangkat peraturan dan perundangan (Hadi, 2011).
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup dan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang perseroan terbatas telah ditetapkan dan diberlakukan sebagai dasar yuridis formal bagi setiap perusahaan yang beroperasi di wilayah Indonesia (Yosephus, 2010).
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan sebagai berikut (Prastowo & Huda, 2011).
Pasal 41 ayat (1) : Barangsiapa yang melawan hukum dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan
28 lingkungan hidup, diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak lima ratus juta rupiah.
Pasal 42 ayat (1) : Barangsiapa yang karena kealpaannya melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, diancam dengan pidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak seratus juta rupiah.
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang telah disebutkan di atas berbunyi (BAPEPAM):
Pasal 74
Ayat (1) : Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.
Ayat (2) : Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran
Ayat (3) : Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Ayat (4) : Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah
3. Tanggung Jawab Etika Pada tataran ini, dimensi etis CSR adalah identik dengan "doing what is right and good for everyone" atau melakukan apa yang benar dan baik bagi setiap orang. Hal ini identik juga dengan menjadi moral agent atau pelaku moral, baik di tempat
29 kerja maupun dalam masyarakat. Menjadi pelaku moral dalam konteks CSR adalah identik dengan bertindak sedemikian rupa agar tidak merugikan orang atau pihak lain, menjunjung tinggi asas keadilan, serta mempertanggungjawabkan semua tugas yang telah dipercayakan (Yosephus, 2010).
Dalam sisi tanggung jawab perusahaan secara etika, perusahaan berkewajiban untuk melakukan aktivitas bisnis yang didasarkan pada etika bisnis yang sehat. Dalam konteks ini, perusahaan diharapkan untuk tidak melakukan aktivitas yang menyimpang secara etika, baik dilihat dari aspek norma bisnis, masyarakat, agama, budaya, lingkungan, maupun norma-norma yang lain. Landasan filosofis perusahaan yang dijadikan pijakan untuk merumuskan visi, misi, tujuan, dan strategi pencapaian tujuan harus didudukkan dalam kerangka etis sebagai kaidah dan norma yang berlaku. Hal-hal seperti eksploitasi yang tidak seimbang, ketidakjujuran, eksploitasi tenaga kerja, diskriminasi, dan segala bentuk kebijakan yang tidak benar menurut norma harus dihindarkan. Perusahaan harus mengedepankan tanggung jawab secara etika, sebagai tuntutan norma-norma yang berlaku (Hadi, 2011).
United Nations (UN) Global Impact merumuskan 10 prinsip etika bisnis dan CSR (Lako, 2011):
Hak Asasi Manusia (Human Rights) 1. Dunia bisnis harus mendukung dan menghormati perlindungan hak asasi manusia (HAM) yang telah diproklamirkan secara universal. 2. Memastikan bahwa dunia bisnis tidak terlibat secara langsung atau tidak langsung pada pelanggaran HAM.
Tenaga Kerja (Labour) 3. Dunia bisnis harus menjamin kebebasan berserikat dan mengakui hak buruh menyampaikan aspirasi. 4. Menghapus segala bentuk kerja paksa dan pemaksaan lainnya. 5. Menghapus pekerja anak. 6. Mengeliminasi diskriminasi terhadap pekerja dan pekerjaannya.
Lingkungan (Environment)
30 7. Dunia bisnis dituntut untuk mendukung suatu pendekatan pencegahan kerusakan lingkungan. 8. Dunia bisnis mengambil inisiatif untuk bertanggung jawab melestarikan lingkungan. 9. Mendorong pengembangan dan difusi teknologi yang ramah lingkungan.
Anti Korupsi (Anti-Corruption) 10. Dunia bisnis harus mencegah segala bentuk korupsi, termasuk ancaman dan penyuapan.
4. Tanggung Jawab Filantropis Kata kunci untuk dimensi ini adalah goodwill atau kemauan baik. Kemauan baik ini timbul dari dalam diri pemangku kepentingan perusahaan. Bila dijelaskan secara kronologis, tanggung jawab filantropi muncul karena para pelaku bisnis telah berhasil memaknai arti keberhasilan bisnis mereka (dimensi ekonomi), mengetahui mengapa kegiatan usaha mereka perlu untuk mengikuti dan mentaati hukum yang berlaku (dimensi hukum) dan mengetahui kebutuhan dan kewajiban diluar hukum tersebut. (dimensi etis) (Yosephus, 2010).
Kegiatan filantropi yang dilakukan tanpa pamrih akan meningkatkan citra di mata masyarakat. Pada tahap ini, perusahaan memperluas wawasan kesejahteraan sosial dari kesejahteraan internal yang meluas menjadi kesejahteraan lingkungan, dan pada akhirnya menjadi kesejahteraan masyarakat luas. Hal ini berarti perusahaan mulai mengarahkan perhatian serta kepeduliannya kepada pihak luar perusahaan. Mereka tidak lagi semata-mata hanya memikirkan untuk mencari keuntungan, melainkan juga mulai memberikan sesuatu kepada orang lain dan lingkungan (Yosephus, 2010).
Kegiatan filantropi dapat diwujudkan dengan kegiatan yang berkaitan dengan hal-hal seperti (Yosephus, 2010): 1. Education (pendidikan) 2. Health (kesehatan) 3. Poverty (kemiskinan)
31 4. Community Development (pengembangan masyarakat) 5. Public Service Advertising (iklan layanan masyarakat) 6. Anggaran untuk pelayanan masyarakat 7. Program kepedulian sosial 8. Anggaran untuk bantuan bencana dan musibah 9. Program terpadu peningkatan taraf hidup masyarakat 10. Kepedulian terhadap lingkungan sekitar
2.3.4.3 Program CSR Kotler & Lee (2005) menjelaskan CSR sebagai corporate social initiatives (inisiatif sosial perusahaan) yang mana tugas utamanya dijalankan oleh perusahaan untuk mendukung masalah-masalah sosial dan memenuhi komitmen untuk tanggung jawab sosial perusahaan. Ada 6 pilihan untuk berbuat kebaikan (six option for doing good) sebagai inisiatif sosial perusahaan dalam menjalankan CSR, yaitu:
1. Cause promotion Perusahaan menyediakan dana, kontribusi yang setimpal, atau sumber daya perusahaan lainnya untuk meningkatkan kesadaran dan perhatian tentang masalah sosial atau untuk mendukung pengumpulan uang, partisispasi, atau perekrutan sukarelawan untuk suatu tujuan.
2. Cause-Related Marketing Perusahaan berkomitmen untuk berkontribusi mengkoordinasikan sejumlah persentasi dari pendapatnya untuk sebuah masalah spesifik berdasarkan penjualan produk.
3. Corporate Social Marketing Perusahaan perilaku
mendukung pengembangan dan penerapan kampanye perubahan
yang
diharapkan
dapat
meningkatkan
keselamatan, lingkungan, atau kesejahteraan komunitas.
4. Corporate Philanthropy
kesehatan
masyarakat,
32 Perusahaan membuat kontribusi langsung untuk suatu sebab dengan memberikan suatu sumbangan, seringkali dalam bentuk hibah tunai, donasi, dan/atau pelayanan yang sepadan.
5. Community Volunteering Perusahaan mendukung dan menguatkan karyawan, partner retail, atau anggota franchise untuk menyumbangkan waktu mereka mendukung organisasi komunitas lokal.
6. Socially Responsible Business Practice Perusahaan mengadopsi dan menggunakan aktivitas bisnis dan investasi sukarela yang mendukung permasalahan sosial untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan melestarikan lingkungan.
2.3.4.4 Manfaat CSR Kepada Perusahaan Henri Servaes dan Ane Tamayo (2013) dalam jurnalnya menyimpulkan bahwa kegiatan CSR dapat meningkatkan nilai atau value perusahaan. Nilai perusahaan terangkat karena publik melihat bahwa perusahaan memperhatikan lingkungan sosialnya selain hanya mencari keuntungan.
Jika dikelompokkan, sedikitnya ada empat manfaat CSR terhadap perusahaan: 1. Brand differentiation Paluzsek (2005) dalam powerpoint journal nya mengatakan bahwa di pasar yang kompetitif, kegiatan CSR yang perusahaan lakukan dapat memberikan citra yang baik kepada publik, sehingga merek memiliki nilai tambah di mata masyarakat.
2. Human Resources Bhattacharya, Sen Sankar dan Daniel Korschun (2008) menyimpulkan bahwa perusahaan yang menjalankan program CSR mendapat nilai tambah di mata calon pelamar dan karyawan.
33 3. Risk management Eisingerich dan Ghardwaj (2011) dalam jurnalnya menemukan bahwa kegiatan CSR yang dilakukan perusahaan dapat membantu menjaga image perusahaan tersebut ketika perusahaan terkena krisis. Masyarakat akan mengingat kegiatan CSR perusahaan, dan image perusahaan akan terjaga karenanya.
4. License to operate CSR di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”), Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial Dan Lingkungan Perseroan Terbatas (“PP 47/2012”), serta Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dengan melakukan CSR, perusahaan telah menjalankan peraturan dan terhindar dari hukuman.
2.4 Kerangka Konseptual
Gambar 2.3 Kerangka Konseptual
Sumber: Peneliti
34
Penjelasan
Public Relations memiliki berbagai macam tugas dalam pekerjaannya. Salah satu tugas dari PR adalah untuk menunjukan kepedulian perusahaan akan lingkungan dan masyarakat. Hal ini ditunjukan dalam kegiatan CSR oleh PR. Kegiatan CSR bermacam-macam bentuknya. Kotler & Lee menjelaskan bahwa ada 6 cara untuk melaksanakan CSR. Dari 6 cara tersebut, salah satunya diwujudkan dalam bentuk kegiatan CSR Sharing Session. Kegiatan CSR Sharing Session akan memberi dampak kepada Communicasting Academy dalam bentuk pembentukan dan peningkatan citra merek atau brand image.
35