BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Pengembangan Produk Proses Pengembangan produk secara umum terdiri dari tahapan-tahapan atau
sering juga disebut sebagai fase. Menurut Karl T. Ulrich dan Steven D. Eppinger dalam bukunya yang berjudul “Perancangan dan Pengembangan Produk”, proses pengembangan produk secara keseluruhan terdiri dari 6 fase, yaitu :
Gambar 2.1 Fase Pengembangan Produk Menurut Ulrich-Eppinger (Sumber : Perancangan dan Pengembangan Produk, Ulrich-Eppinger)
Fase 0. Perencanaan : Kegiatan ini disebut sebagai ‘zerofase’ karena kegiatan ini mendahului persetujuan proyek dan proses peluncuran pengembangan produk aktual.
Fase 1. Pengembangan Konsep : Pada fase pengembangan konsep, kebutuhan pasar target diidentifikasi, alternatif konsep-konsep produk dibangkitkan dan dievaluasi, dan satu atau lebih konsep dipilih untuk pengembangan dan percobaan lebih jauh. Dimana yang dimaksud dengan konsep di sini adalah uraian dari bentuk, fungsi, dan tampilan suatu produk
dan biasanya disertai dengan sekumpulan spesifikasi, analisis produk-produk pesaing serta pertimbangan ekonomis proyek.
Fase 2. Perancangan Tingkatan Sistem : Fase Perancangan Tingkatan Sistem mencakup definisi arsitektur produk dan uraian produk menjadi subsistem-subsistem serta komponen-komponen. Gambaran rakitan akhir untuk sistem produksi biasanya didefinisikan selama fase ini. Output pada fase ini biasanya mencakup tata letak bentuk produk, spesifikasi secara fungsional dari tiap subsistem produk, serta diagram aliran proses pendahuluan untuk proses rakitan akhir.
Fase 3. Perancangan Detail : Fase perancangan detail mencakup spesifikasi lengkap dari bentuk, material, dan toleransi-toleransi dari seluruh komponen unit pada produk dan identifikasi seluruh komponen standar yang dibeli dari pemasok. Rencana proses dinyatakan dan peralatan dirancang untuk tiap komponen yang dibuat, dalam sistem produksi. Output dari fase ini adalah pencatatan pengendalian untuk produk, gambar untuk tiap komponen produk dan peralatan produksinya, spesifikasi komponen-komponen yang dapat dibeli, serta rencana untuk proses pabrikasi dan perakitan produk.
Fase 4. Pengujian dan Perbaikan : Fase pengujian dan perbaikan melibatkan konstruksi dan evaluasi dari bermacam-macam versi produksi awal produk. Prototipe awal (alpha) biasanya dibuat dengan menggunakan komponen-komponen dengan bentuk dan jenis material pada produksi
sesungguhnya, namun tidak memerlukan proses pabrikasi dengan proses yang sama dengan yang dilakukan pada proses pabrikasi sesungguhnya. Prototipe alpha diuji untuk menentukan apakah produk akan bekerja sesuai dengan apa yang direncanakan dan apakah produk memuaskan kebutuhan konsumen utama. Prototipe berikutnya (beta) biasanya dibuat dengan komponenkomponen yang dibutuhkan pada produksi namun tidak dirakit dengan menggunakan proses perakitan akhir seperti pada perakitan sesungguhnya. Prototipe beta dievaluasi secara internal dan juga diuji oleh konsumen dengan menggunakannya secara langsung. Sasaran dari prototipe beta biasanya adalah untuk menjawab pertanyaan mengenai kinerja dan keandalan dalam rangka mengidentifikasi kebutuhan perubahan-perubahan secara teknik untuk produk akhir.
Fase 5. Produksi awal : Pada fase produksi awal, produk dibuat dengan menggunakan sistem produksi yang sesungguhnya. Tujuan dari produksi awal ini adalah untuk melatih tenaga kerja dalam memecahkan permasalahan yang mungkin timbul pada proses produksi sesungguhnya. Produk-produk yang dihasilkan selama produksi awal kadang-kadang disesuaikan dengan keinginan pelanggan dan secara hati-hati dievaluasi untuk mengidentifikasi kekurangan-kekurangan yang timbul. Peralihan dari produksi awal menjadi produksi sesungguhnya harus melewati tahap demi tahap. Pada beberapa titik
pada masa peralihan ini, produk diluncurkan dan mulai disediakan untuk didistribusikan. Total keseluruhan fase adalah 6 fase yakni : dari fase 0 sampai dengan fase 5, dan pemahaman dari tiap tahapan dapat dimengerti dan diterapkan secara terpisah ( Ulrich-Eppinger,2001). Sementara itu menurut C. Merle Crawford dan C. Anthony Di Benedetto dalam buku mereka yang berjudul “New Products Management”, dikatakan bahwa tahapan pengembangan produk terdiri atas 5 fase yaitu :
Phase 1: Opportunity Identification/Selection
Phase 2: Concept Generation
Phase 3: Concept/Project Evaluation
Phase 4: Development
Phase 5: Launch
Gambar 2.2 Fase Pengembangan Produk Menurut Crawford-Benedetto (Sumber : New Products Management, Crawford-Benedetto)
Fase 1. Identifikasi peluang dan Seleksi ( Opportunity Identification and Selection) : menghasilkan sebuah peluang dari produk baru menjadi peluang bisnis, mengadakan perubahan pada rencana pemasaran, sumber daya, dan kebutuhan yang terdapat pada pasar. Mengadakan riset pasar untuk kemudian dievaluasi, divalidasi dan keluarannya adalah pernyataan strategic untuk menuntun lebih jauh ke tahap selanjutnya.
Fase 2. Pengembangan Konsep (concept generation) : Memilih peluang yang paling berpotensi untuk dikembangkan dan mulai dengan keterlibatan konsumen dalam tahap identifikasi kebutuhan. Mulai menyusun konsep produk baru yang dapat menjawab kesempatan atau peluang yang ada.
Fase
3.
Evaluasi
Proyek/Konsep
(Concept/Project
Evaluation)
:
Mengevaluasi konsep produk tersebut (seperti pada saat mereka mulai masuk) pada kriteria teknis, pemasaran dan keuangan. Beri bobot dan pilih yang terbaik kedua atau ketiga.
Fase 4. Pengembangan (Development) : Pada fase ini merupakan tahap pengujian konsep yang sudah matang dengan pembuatan prototipe yang langsung diujikan kepada konsumen, desain pembuatan dan peralatan yang dibutuhkan sudah mulai disusun, sambil tidak lupa mempersiapkan strategi pemasaran dan persiapan peluncuran produk tersebut dengan memperhatikan jalur distribusi dan biaya-biaya yang dibutuhkan melalui sebuah business plan.
Fase 5. Peluncuran (Launch) : mulai produksi awal dan pemasaran dengan ruang lingkup yang kecil dulu sambil memantapkan sistem produksi pembuatan produk tersebut, dan mulai menjalankan program peluncuran sesuai yang direncanakan secara bertahap.
Kelima fase ini lebih difokuskan untuk pengembangan produk yang betul- betul merupakan produk baru (Crawford-Beneditto, 2000). Satu lagi pendapat dari ahli pengembangan produk di USA yaitu R. Cooper dalam bukunya yang berjudul “Winning at New Products”, Cooper menyebutkan tahapan pengembangan produk yang dikenal sebagai Stage-Gate Process yaitu sebuah tahapan pergerakan suatu proyek produk baru dari sebuah ide hingga ke tahap peluncuran. Stage merupakan tahapan sebenarnya dimana diwujudkan dalam tindakan nyata. Sedangkan gate merupakan point pengambilan keputusan untuk dilanjutkan atau tidak ke tahap atau stage selanjutnya. Berikut penjelasan singkat mengenai Stage-Gate Process :
Gambar 2.3 Stage-Gate Process Menurut R. Cooper (Sumber : Winning at New Products, R. Cooper)
Discovery Stage . Tahap pemilihan ide : dalam tahapan ini, munculnya ide-ide tentang produk apa yang akan dikembangkan dan apa jenis pengembangannya semuanya pasti muncul dari suatu ide atau gagasan.
Gate 1. Idea screen : merupakan tahapan pengelompokan ide-ide yang telah didapatkan.
Stage 1. Scooping : merupakan tahapan perkiraan akan keberhasilan produk yang akan dikembangkan, dapatkah produk itu dibuat, serta bagaimana respon pasar terhadap produk tersebut nantinya. Gate 2. Second screen : dalam tahap ini diadakan penyaringan konsep produk mana yang akan dilanjukan untuk dikembangkan.
Stage 2. Building the business case : merupakan tahap yang paling menentukan bagi tim pengembangan produk, disini akan dibuat definisi dari produk dan proyek tersebut, rencana proyek dan pembenaran dari proyek tersebut di masa-masa mendatang.
Gate 3. Go to Development : pada tahap ini ditentukan apakah diteruskan ke tahap pengembangan atau tidak berdasarkan hasil dari tahapan sebelumnya dan konsep yang telah terpilih.
Stage 3. Development : Tahap ini yang disebut tahapan pengembangan, pada tahap ini dilakukan seperti yang dilakukan pada tahap pengembangan konsep, persiapan peluncuran, rencana sistem produksi, dan pengujian untuk ke tahap selanjutnya.
Gate 4. Go to Testing : Merupakan tahapan awal dari pengujian konsep produk yang sudah dikembangkan.
Stage 4. Testing and Validation : Merupakan tahapan final dari pengujian dan validasi data pengujian dari seluruh proyek, perkiraan rencana proses produksi, analisa ekonomi produk, respon dari konsumen, dan pembuatan prototipe.
Gate 5. Go to launch : Tahapan persiapan peluncuran awal dari produk yang sudah diuji.
Stage 5. Launching : produksi awal sudah mulai dilakukan, beserta perbaikan-perbaikan sistem produksi dan peralatan untuk efisiensi proses, jalur distribusi dan komersialisasi mulai dibangun dan diperluas secara bertahap.
Review dari peluncuran produk : Setelah produk diluncurkan secara komersialisasi, dilakukan review untuk memastikan bahwa hambatanhambatan yang ada bisa teratasi, serta memastikan apakah produksi tetap dilanjutkan beserta pemasarannya, atau tetap memasarkan sisa stok barang (bila produksi dihentikan karena tidak dapat dilanjutkan), atau mendaur ulang produk tersebut sehingga dapat dimanfaatkan menjadi barang lain (“Winning at New Products”, R.Cooper, 2001).
Setelah melihat ketiga model tahapan-tahapan pengembangan produk yang merupakan pendapat dari beberapa ahli tersebut, maka dapat dilihat banyak kesamaan dari ketiga proses tersebut, perbedaan jumlah tahapan atau fase disebabkan karena adanya penggabungan dari beberapa tahapan yang sejenis ataupun membaginya menjadi beberapa tahapan yang lebih detail. Dan tahapan pengembangan produk menurut Karl T. Ulrich dan Steven D. Eppingger adalah yang paling umum dan mudah dipahami, serta sudah banyak diterapkan oleh para praktisi pengembangan produk. Pada tahap pembahasan pengembangan produk ini nantinya akan disesuaikan menurut tahapan yang dikembangkan oleh Ulrich dan Eppingger.
2.1.1 Perencanaan Produk Setiap proses pengembangan produk diawali dengan fase perencanaan, yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan pengembangan teknologi dan penelitian tingkat lanjut. Output fase perencanaan ini adalah pernyataan misi proyek yang nantinya akan digunakan
sebagai
input
yang dibutuhkan untuk
memulai tahapan
pengembangan konsep dan merupakan suatu petunjuk utuk tim pengembangan. Untuk mengembangkan suatu rencana produk dan pernyataan misi proyek, ada lima tahapan proses berikut :
Mengidentifikasi peluang → Langkah ini dapat dibayangkan sebagai terowongan peluang karena membawa bersama-sama input berupa ide-ide untuk produk baru yang dikumpulkan secara pasif, atau bisa juga
dikumpulkan melalui proses identifikasi kebtuhan pelanggan yang mencatat kelemahan produk yang sudah ada, kecenderungan gaya hidup, studi para pesaing, dan status teknologi. Bila ditelusuri secara aktif, maka terowongan peluang dapat menampung ide-ide secara kontinu dan peluang-peluang produk baru mungkin dapat dihasilkan setiap waktu.
Mengevaluasi dan Memprioritaskan proyek → Langkah kedua dalam proses perencanaan produk adalah memilih proyek yang paling menjanjikan untuk diikuti. Empat perspektif dasar yang berguna dalam mengevaluasi dan memprioritaskan peluang-peluang bagi produk baru dalam kategori produk yang sudah ada adalah strategi bersaing, segmentasi pasar, mengikuti perkembangan teknologi, dan platform produk yang merupakan sekumpulan aset yang dibagi dalam sekumpulan produk.
Mengalokasikan Sumberdaya dan rencana waktu → Penentuan waktu dan alokasi sumber daya ditentukan untuk proyek-proyek yang lebih menjanjikan, terlalu banyak proyek akan menimbulkan persaingan untuk beberapa sumber daya. Sebagai hasilnya, usaha untuk merancang sumber daya dan merencanakan waktu hampir selalu menghasilkan suatu tingkat pengembalian untuk evaluasi sebelumnya dan penentuan prioritas langkah untuk memendekkan sekumpulan proyek yang akan diikuti.
Melengkapi perencanaan pendahuluan proyek → Setelah proyek disetujui, maka diadakan kegiatan perencanaan proyek pendahuluan, dibentuk sebuah tim inti yang terdiri dari ahli teknik, pemasaran, manufaktur dan fungsi pelayanan untuk menghasilkan suatu pernyataan visi dan pernyataan misi produk yang isinya memformulasikan suatu definisi yang lebih detil dari pasar target dan asumsi-asumsi yang mendasari operasional tim pengembangan.
Merefleksikan kembali hasil dan proses → Pada tahap ini dilakukan reality check terhadap pernyataan misi yang merupakan pegangan untuk tim pengembangan. Langkah awal untuk ini adalah waktu untuk memperbaiki apakah
pengembangan ini bisa berjalan dan konsisten.
2.1.2 Identifikasi Kebutuhan Pelanggan Identifikasi kebutuhan pelanggan merupakan bagian yang integral dari proses pengembangan produk, dan merupakan tahap yang mempunyai hubungan paling erat dengan proses penurunan konsep, seleksi konsep, benchmark dengan pesaing dan menetapkan spesifikasi produk. Filosofi yang mendukung metode ini adalah menciptakan jalur informasi yang berkualitas antara pelanggan sebagai target pasar dengan perusahaan pengembang produk. Filosofi ini dibangun berdasarkan anggapan bahwa siapapun yang secara langsung mengatur detail-detail produk, apakah seorang ahli teknik maupun desainer
industri, harus berinteraksi dengan pelanggan dan memiliki pengalaman dengan lingkungan pengguna. Tujuan dari mengidentifikasi kebutuhan pelanggan adalah :
Meyakinkan bahwa produk telah difokuskan kepada kebutuhan pelanggan
Mengidentifikasi kebutuhan pelanggan yang tersembunyi dan tidak terucapkan (latent needs) seperti halnya kebutuhan yang ekplisit.
Menjadi basis untuk menyusun spesifikasi produk
Memudahkan pembuatan arsip dari aktivitas identifikasi kebutuhan untuk proses pengembangan produk
Menjamin tidak ada kebutuhan pelanggan penting yang terlupakan
Menanamkan pemahaman bersama mengenai kebutuhan pelanggan di antara anggota tim pengembangan
Lima tahap proses identifikasi kebutuhan pelanggan adalah :
Mengumpulkan data mentah dari pelanggan, proses pengumpulan data mentah dari pelanggan akan mencakup kontak dengan pelanggan dan mengumpulkan pengalaman dari lingkungan pengguna produk. Tiga metode yang biasa digunakan adalah wawancara, kelompok fokus, dan observasi pada saat produk sedang digunakan. Sebelum dilakukan wawancara atau lainnya harus dibuat dahulu matriks seleksi pelanggan untuk memilih pelanggan yang
akan digali kebutuhannya dan mempunyai pengalaman dengan penggunaan produk tersebut. Sementara itu hasil dari wawancara atau pengumpulan data mentah didokumentasikan dan dikumpulkan, dapat dengan rekaman suara, video, catatan ataupun foto, berikut ini contoh hasil wawancara. Tabel 2.1 Contoh Format Wawancara Nama Responden : Pekerjaan : Alamat wilayah : Pertanyaan
Sekarang Menggunakan : Pernyataan Pelanggan
Interpretasi Kebutuhan
Penggunaan tertentu Hal-hal yang disukai dari alat sekarang Hal-hal yang tidak disukai Usulan perbaikan (Sumber : Perancangan dan Pengembangan Produk, Ulrich-Eppinger)
Menginterpretasikan data mentah menjadi kebutuhan pelanggan, kebutuhan
pelanggan
diekspresikan
sebagai
pernyataan
tertulis
dan
merupakan hasil interpretasi kebutuhan yang merupakan data mentah setiap pernyataan atau hasil observasi dapat diterjemahkan sebagai kebutuhan pelanggan.
Mengorganisasikan kebutuhan
menjadi beberapa hierarki,
yaitu
kebutuhan primer, sekunder dan jika perlu tertier, daftar kebutuhan yang didapatkan sebelumnya beberapa diantaranya merupakan kebutuhan primer, dimana kebutuhan primer dapat tersusun dari beberapa kebutuhan sekunder. Kebutuhan primer adalah kebutuhan yang paling umum sifatnya, sementara kebutuhan sekunder dan tertier diekspresikan secara lebih terperinci.
Menetapkan derajat kepentingan relatif setiap kebutuhan, dalam menetapkan derajat kepentingan relatif setiap kebutuhan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara pertama tim pengembang mendiskusikan secara bersama untuk menentukan langsung derajat kepentingan setiap kebutuhan secara bersama-sama. Atau cara kedua adalah dengan melakukan survey lanjutan dengan memilih variabel yang dianggap penting.
Menganalisa hasil dan proses, langkah terakhir pada metode identifikasi kebutuhan pelanggan adalah menguji hasil dan meyakinkan bahwa hasil tersebut konsisten dengan pengetahuan dan intuisi yang telah dikembangkan melalui interaksi yang cukup lama dengan pelanggan. Beberapa pertanyaan dapat dijadikan acuan :
Sudahkah interaksi dilakukan dengan semua tipe pelanggan penting dalam target pasar ?
Apakah sudah sanggup untuk menangkap kebutuhan tersembunyi dari pelanggan ?
Masihkah ada wilayah penyelidikan yang harus dikejar ?
Mana pelanggan partisipan yang baik yang dapat membantu untuk lanjutan proses pengembangan produk selanjutnya ?
Apakah didapatkan kejutan dengan kebutuhan yang terkumpul ?
Bagaimana perbaikan untuk pengembangan yang akan datang ?
2.1.3 Arsitektur Produk Semua produk terdiri dari elemen fungsional dan fisik. Elemen-elemen fungsional dari produk terdiri atas operasi dan transformasi yang menyumbang terhadap kinerja keseluruhan produk. Elemen-elemen fisik dari sebuah produk adalah bagian-bagian, komponen, dan sub rakitan yang pada akhirnya diimplementasikan terhadap fungsi produk. Elemen-elemen fisik diuraikan lebih rinci ketika usaha pengembangan berlanjut. Elemen fisik produk biasanya diorganisasikan menjadi beberapa building blocks utama yang disebut chunks. Setiap Chunk terdiri dari sekumpulan komponen yang mengimplementasikan fungsi dari produk.. Arsitektur produk adalah skema elemenelemen fungsional dari produk disusun menjadi chunk yang bersifat fisik. Dan menjelaskan bagaimana setiap chunk berinteraksi. Karakter arsitektur produk yang terpenting adalah modularitas. Ciri-ciri arsitektur modular adalah : Chunk melaksanakan atau mengimplementasikan satu atau sedikit elemen fungsional pada keseluruhan fisiknya, dan interaksi antar chunk
dapat dijelaskan dengan baik, dan umumnya penting untuk menjelaskan fungsi-fungsi utama produk. Keputusan mengenai cara membagi produk menjadi chunk dan tentang berapa banyak modularitas akan diterapkan pada arsitektur sangat terkait dengan beberapa isu yang menyangkut kepentingan seluruh perusahaan seperti : perubahan produk, variasi produk, standarisasi komponen, kinerja produk, kemampuan manufaktur, dan manajemen pengembangan produk Langkah-langkah dalam menetapkan arsitektur produk adalah dengan : 1. Membuat skema produk, yaitu diagram yang menggambarkan pengertian terhadap elemen-elemen penyusun produk, yakni berupa elemen fisik, komponen kritis dan elemen fungsional.
Gambar 2.4 Contoh Skema Produk (Sumber : Perancangan dan Pengembangan Produk, Ulrich-Eppinger)
2. Mengelompokkan elemen-elemen pada skema, yaitu menugaskan setiap elemen yang ada pada skema menjadi chunk. Setiap chunk memiliki satu fungsi. Elemen yang memiliki fungsi yang sama dapat
digabungkan dalam satu chunk. Kondisi ekstrim yang mungkin terjadi adalah semua komponen memiliki chunk sendiri sehingga jumlah elemen sama dengan jumlah chunk. Atau sebaliknya mengintegrasikan semua komponen ke dalam satu fungsi yang sifatnya akan lebih kompleks.
Gambar 2.5 Contoh Function Diagram (Sumber : Perancangan dan Pengembangan Produk, Ulrich-Eppinger)
Membuat susunan Geometris yang masih kasar, Susunan geometris dapat diciptakan dalam bentuk gambar, model komputer atau model fisik yang terdiri dari 2 atau 3 dimensi. Penyusunan Geometris yang masih berbentuk kotak dapat memberikan beberapa alternatif penyusunan sehingga tidak ada hubungan antar chunk yang saling bertentangan. Pembuatan susunan geometris harus memperhatikan aspek estetika, keamanan dan kenyamanan dari sebuah produk.
2.1.4 Design For Manufacturing Biaya manufaktur merupakan penentu utama dalam keberhasilan ekonomis dari suatu produk. Keberhasilan ekonomis tergantung dari marjin keuntungan dari tiap penjualan produk dan berapa banyak yang dapat dijual oleh perusahaan. Jadi secara keseluruhan DFM memiliki sasaran jaminan kualitas produk yang tinggi, sambil meminimasi biaya manufaktur. DFM mengarahkan untuk meminimasi biaya manufaktur tanpa harus mengurangi kualitas dari produk tersebut. Metode itu terdiri dari lima langkah : Memperkirakan biaya manufaktur - Mengurangi biaya komponen - Mengurangi biaya perakitan - Mengurangi biaya pendukung produksi - Mempertimbangkan pengaruh keputusan DFM pada faktor lainnya.
Gambar 2.6 Metode dalam DFM
Biaya
manufaktur
secara
keseluruhan
dapat
diperkirakan
dengan
memperhatikan variabel-variabel komponen seperti yang terdapat pada contoh format tabel di bawah yang secara sistematis memperlihatkan cara memperkirakan biaya manufaktur secara keseluruhan. Tabel 2.2 Contoh Tabel Biaya Manaufaktur
Pemrosesan Komponen
Total Biaya
Peralatan &
Umur pakai
Total
Biaya
Material
(mesin +
Perakitan
Variabel
Biaya tidak
peralatan
biaya tetap
Total
Yang dibeli
T. kerja)
(T.Kerja)
Per unit
berulang lain
per unit
Total Biaya Langsung Beban Overhead Biaya Total
Setelah biaya manufaktur secara keseluruhan diperkirakan, maka biaya-biaya tersebut dapat diperkirakan secara terpisah untuk dianalisis manakah biaya yang dapat dikurangi dengan tanpa mengurangi kualitas produk. Perkiraan biaya tersebut dibagi ke dalam tiga bagian yaitu biaya komponen, biaya perakitan serta biaya overhead.
Perkiraan-perkiraan biaya tersebut dapat dipisah dengan tampilan seperti di bawah ini : Tabel 2.3 Contoh Format Tabel Perkiraan Biaya Langsung Perincian
Biaya
Biaya Variabel Material 1 Material 2 Perakitan Pemrosesan(machining) Biaya Tetap Peralatan dan alat bantu mesin Total biaya langsung Beban overhead Biaya Total per Unit
Seperti
dilihat
di
atas
perkiraan
biaya
komponen
dengan
cara
memperhitungkan jumlah material yang digunakan, beserta biaya overhead yang merupakan 10% dari bahan yang dibeli, dan 80% dari upah perakitan. Tabel 2.4 Contoh Format Tabel Perkiraan Biaya Rakitan Komponen Komponen 1 Komponen 2 Komponen 3 Total waktu (detik) Biaya rakitan dengan Rp.../jam
Kuantitas
Waktu Penanganan
Waktu Penyisipan
Waktu total
Selanjutnya memperkirakan biaya perakitan dengan melihat jumlah proses perakitan, untuk kemudian dihitung waktu perakitan. Setelah itu total biaya perakitan didapatkan dengan mengalikan total waktu perakitan dengan biaya perakitan dalam satuan rupiah/jam. Bila pengurangan-pengurangan biaya sudah dilakukan, maka tahap akhir dari DFM adalah memperkirakan ulang biaya manufaktur secara keseluruhan dengan menggunakan format yang sama seperti yang dilakukan di awal tahapan ini. Keputusan untuk menerima desain dapat diteruskan jika sasaran dari DFM terpenuhi, yaitu apabila minimasi biaya tidak mempengaruhi kualitas dan fungsi dari produk tersebut.
2.1.5 Analisis Ekonomi Analisis Ekonomi membantu tim pengembangan produk untuk mengambil keputusan, proses ini memuat dua jenis analisis, kuantitatif dan kualitatif. 1.
Analisis kuantitatif, adalah analisis yang melihat dari segi aliran kas masuk
(pendapatan) dan kas keluar (biaya). Kas masuk berasal dari hasil penjualan produk. Kas keluar terdiri atas biaya proses pengembangan, biaya produksi seperti pembelian perlengkapan, dan alat-alat, biaya pemasaran dan penyokong produk dan biaya produksi yang terus-menerus seperti bahan mentah, komponen dan pekerja. Produk yang menguntungkan adalah produk yang menghasilkan jumlah kumulatif kas yang masuk lebih banyak dibandingkan yang keluar.
Metode ini menggunakan metode Nilai bersih saat ini (Net Present Value / NPV), karena metode ini lebih mudah dimengerti dan digunakan secara luas dalam bidang bisnis. Metode analisis NPV menggunakan rumus : PV
C
1 r t
Dimana : PV = Nilai saat ini C = Nilai pada periode t R = Suku bunga t
= Periode
Penggunaan rumus tersebut untuk menghitung aliran kas masuk dan keluar yang untuk mempermudah biasanya disajikan dalam bentuk tabel seperti di bawah ini. Tabel 2.5 Contoh Tabel Aliran Kas, Nilai Saat ini dan Nilai Bersih Saat Ini Nilai dalam ribuan (Rp)
Biaya Pengembangan Biaya Perakitan Biaya Pemasaran dan penunjang Biaya Produksi Volume produksi Biaya Produksi/unit Pendapatan Penjualan Volume Penjualan Harga / unit Aliran kas / periode Nilai saat ini tahun 1, r+10% Nilai bersih Proyek saat ini
Thn 1 Q1
Q2
Q3
Q4
Thn 2 Q1
Q2
Q3
Q4
Thn 3 Q1
Q2
Q3
Q4
Thn 4 Q1
Q2
Q3
Q4
Analisis kualitatif, adalah analisis yang lebih memperhatikan masalah
2.
lingkungan proyek, yakni menangkap persoalan-persoalan dan mempertimbangkan interaksi antara proyek dengan perusahaan, pasar dan lingkungan ekonomi makro. Analisis ini menggunakan analisis kuantitatif, hanya saja disesuaikan dengan keadaan faktor perusahaan, pasar dan lingkungan ekonomi makro tadi. Analisis kualitatif dilaksanakan untuk menangkap lingkungan yang lebih kompetitif dan dinamik. Setelah mengenal kedua jenis analisis yang umumnya dipakai pada analisis ekonomi suatu produk, maka perlu diketahui kapan seharusnya analisis tersebut ditampilkan. Analisis ekonomi yang mencakup kedua pendekatan kuantitatif dan kualitatif, berguna paling tidak dalam kedua keadaan yang berbeda, yakni : -
Melaksanakan / tidak kejadian penting : Yaitu biasanya pada setiap fase akhir pengembangan dimana perlu diambil keputusan untuk meneruskan atau tidak peluncuran dari produk tersebut.
-
Keputusan
bentuk
operasional
dan
pengembangan :
Keputusan
operasional berkaitan dengan, memperkirakan jumlah biaya pengembangan yang paling ideal, atau menunda peluncuran
dikaitkan dengan faktor
lingkungan pasar dan keadaan ekonomi makro, dengan mengharapkan penurunan harga bahan baku pada periode tersebut.
2.1.6 Prototype Prototype adalah sebuah penaksiran melalui satu atau lebih dimensi yang menjadi perhatian. Dengan definisi ini, setiap wujud yang memperhatikan sedikitnya satu aspek produk yang menarik bagi tim pengembang dapat di tampilkan sebagai sebuah prototype. Membuat prototype merupakan proses pengembangan perkiraanperkiraan semacam itu dari produk. Prototype dapat berguna diklasifikasikan di antara 2 dimensi. Dimensi yang pertama adalah tingkat dimana sebuah prototype merupakan bentuk fisik sebagai lawan dari analitik. Prototype fisik merupakan benda nyata yang dibuat untuk memperkirakan produk. Aspek-aspek produk yang diminati oleh tim pengembang secara nyata dibuat menjadi sebuah produk untuk pengujian dan percobaan. Contoh prototype fisik model yang tampilannya seperti produk, bukti bahwa prototype konsep digunakan untuk menguji sebuah pemikiran secara cepat, dan hardware percobaan digunakan untuk membenarkan fungsi dari sebuah produk. Prototype analitik meliputi simulasi komputer, sistem persamaan penulisan pada kertas komputer dan tiga dimensi. Dimensi kedua adalah tingkatan dimana sebuah prototype merupakan prototype yang menyeluruh sebagai lawan dari terfokus. Prototype yang menyeluruh mengimplementasikan sebagian besar atau semua atribut dari produk. Prototype yang menyeluruh dapat disamakan dengan pemakaian sehari-hari dari kata prototype,
merupakan sebuah skala keseluruhan, versi kerja keseluruhan dari produk. Sebuah contoh protoype menyeluruh adalah yang diberikan kepada konsumen untuk mengidentifikasi kekurangan dari desain sebelum memutuskan diproduksi. Berlawanan
dengan
prototype
menyeluruh,
prototype
terfokus
mengimplementasikan satu atausedikit sekali atribut produk. Contoh prototype terfokus meliputi model busa, untuk menggali bentuk dari prototype rancangan produk. Sebuah praktek umum dimaksudkan untuk menggunakan dua atau lebih protoype terfokus secara bersama-sama untuk menyelidiki performansi produk secara keseluruhan. Satu dari prototype ini seringkali merupakan prototype yang ”mirip kerjanya”. Dengan membuat dua prototype terfokus yang terpisah, tim dapat menjawab pertanyaan lebih cepat daripada jika membuat satu protoype menyeluruh.
2.2
Teknik Sampling dan Pengumpulan Data
2.2.1 Teknik Sampling Teknik pengambilan sampel secara garis besar dapat dibagi 2 : 1. Probability Sampling Probabilty sampling adalah teknik sampling yang memeberikan peluang yang sama bagi setiap unsur populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Teknik-teknik yang termasuk dalam probability sampling adalah : a.
Simple Random Sampling
Pengambilan
sampel
dari
populasi
diambil
secara
acak
tanpa
memperhatikan strata yang ada di dalam populasi itu. Teknik ini dilakukan bila populasi homogen.
b.
Proportionate Startified Random Sampling Teknik ini digunakan bila populasi mempunyai anggota/unsur yang tidak homogen dan berstrata secara proporsional. Sampel diambil berdasarkan proporsi yang ada di setiap kelompok yang terdapat di populasi.
c.
Disproportionate Stratified Random Sampling Teknik ini digunakan untuk menentukan jumlah sampel, bila populasi berstrata tetapi kurang proporsional.
d.
Cluster Sampling Teknik ini dilakukan bila obyek yang diteliti sangat luas, sehingga dilakukan pengambilan daerah-daerah tertentu secara random.
2. Nonprobability Sampling Nonprobabilty sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. a.
Sampling Sistematis
Teknik pengambilan sampel ini dilakukan berdasarkan urutan dari anggota populasi yang telah diberikan nomor urut. b.
Sampling Kuota Teknik sampling ini dilakukan untuk menentukan sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah (kuota) yang diinginkan.
c.
Sampling Aksidential Sampel diambil secara kebetulan yaitu siapa saja yang secara kebetulan berttemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel.
d.
Sampling Purposive Sampel dengan teknik purposive ditentukan melalui pertimbangan tertentu.
e.
Sampling Jenuh Sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel.
f.
Snowball Sampling Penentuan
sampel
mula-mulanya
sedikit,
namun
lama-kelamaan
junlahnya semakin besar. Sedangkan berdasarkan Naresh.K Malhotra dalam buku Marketing Research : An Aplied Orientation, terdapat beberapa macam teknik sampling yang termasuk dalam Non-Probability Sampling, yaitu :
a. Convenience Sampling Convenience sampling mencoba untuk mendapatkan sampel elemenelemen
yang
mudah. Pemilihan
unit sampling tergantung
dari
pewawancara. Sering, responden dipilih karena kebetulan berada ditempat yang tepat pada waktu yang tepat. Convenience sampling merupakan yang paling murah dan paling hemat waktu dari semua teknik pengambilan sampel. b. Judgmental Sampling Judgmental sampling adalah bentuk convenience sampling dimana elemen populasi dipilih berdasarkan penilaian peneliti. Peneliti melaksanakan penilaian atau keahlian, memilih elemen yang dimasukkan dalam sampel, karena percaya bahwa mereka mewakili populasi yang diteliti atau sesuai.
2.2.2 Pengumpulan Data Teknik kuesioner merupakan salah satu teknik dalam pengumpulan data yang banyak digunakan, terutama untuk penelitian sosial dengan menggunakan riset atau survey. Kuesioner apapun harus mempunyai 3 objektif yang spesifik. Pertama, kuesioner harus menterjemahkan informasi yang dibutuhkan menjadi sekumpulan pertanyaan spesifik yang dapat dijawab oleh reponden. Kedua, kuesioner harus bisa memotivasi dan mendorong reponden menjadi terlibat dalam wawancara, bekerja
sama dan menyelesaikan wawancara. Ketiga, kuesioner harus meminimasi kesalahan tanggapan. Pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner dibedakan menjadi empat bentuk yaitu : 1. Pertanyaan Terbuka atau tidak terstruktur Bentuk pertanyaan ini membebaskan responden untuk menjawab pertanyaan dengan bebas sesuai dengan pertanyaannya sendiri, sesuai logikanya dan dengan menggunakan bahasanya sendiri.
2. Pertanyaan tertutup atau terstruktur Pertanyaan dirumuskan sedemikian rupa sehingga kemungkinan jawaban yang dapat diberikan oleh responden menjadi terbatas. 3. Pertanyaan kombinasi terbuka dan tertutup Jawaban pertanyaan sudah ditentukan kemudian disusul pertanyaan terbuka 4. Pertanyaan setengah terbuka Jawabannya sudah tersusun, tetapi masih mungkin ada tambahan jawaban.
2.3
Macam-macam Data Macam-macam data terdiri atas data kualitatif dan data kuantitatif. Data
kualitatif adalah data yang dinyatakan dalam bentuk kalimat, kata maupun gambar.
Sedangkan data kuantitatif adalah data yang dinyatakan dalam bentuk angka atau data kualitatif yang diangkakan. Data kuantitaif dapat dibedakan menjadi dua yaitu data diskrit dan data kontinu. Data diskrit adalah data yang yang digolongkan secara diskrit atau kategori, misalnya pria-wanita. Data kontinu adalah data yang dapat dibagi menjadi tingkatan tertentu, yaitu data ordinal, interval dan ratio. Data ordinal adalah data yang berbentuk peringkat, dan jarak satu dengan yang lainnya tidak sama apabila menggunakan skala. Data interval adalah data yang memiliki jarak yang sama antara satu dengan yang lainnya namun tidak memiliki nol absolut. Data ratio adalah data yang memiliki nol absolut.
2.4
Skala Pengukuran
2.4.1 Tipe Skala Pengukuran Dalam skala pengukuran, terdapat empat macam tipe skala pengukuran yaitu : 1. Skala Nominal adalah
skala dimana angka
yang diberikan tidak
menggambarkan suatu kedudukan terhadap kategori lainnya, hanya sekedar kode atau label 2. Skala Ordinal adalah skala yang mengurutkan data dari tingkat terendah ke tertinggi atau sebaliknya dengan interval yang tidak sama.
3. Skala Interval adalah skala yang mengurutkan objek berdasarkan suatu atribut yang memberikan info tentang interval antar suatu objek dengan objek lainnya adalah sama. 4. Skala Rasio, ukuran pada skala ini mempunyai nilai nol sehingga dapat dibuat perkalian atau pembagian.
2.4.2 Metode Skala Metode penggunaan skala digunakan apabila seluruh skala-skala yang ada akan digabungkan untuk mendapat variabel baru. Untuk memenuhi hal ini maka terdapat dua teknik yaitu : 1. Skala Likert Kemungkinan jawaban tidak hanya sekedar setuju atau tidak setuju saja. Tetapi dibuat dengan lebih banyak kemungkinan jawaban.
2. Skala Guttman Tujuan skala ini adalah memperoleh ukuran gabungan yang bersifat undimensional (hanya mengukur satu dimensi). Misalnya penelitian mengenai pembuatan skala pemilikan benda bergerak (motor,mobil dan lainnya)
2.5
Conjoint Analysis
Analisis konjoin adalah suatu teknik multivariat yang digunakan terutama untuk mengetahui preferensi konsumen terhadap suatu produk atau jasa berdasarkan suatu premis sederhana bahwa konsumen menilai suatu produk atau jasa dengan menggabungkan nilai-nilai yang tergabung dalam produk atau jasa tersebut. Conjoint analysis didasarkan premis sederhana bahwa konsumen mengevaluasi nilai suatu produk/jasa/ide dengan mengkombinasikan jumlah-jumlah yang terpisah dari nilai yang disediakan oleh masing-masing faktor. Nilai yang diperoleh tadi, dalam konjoin disebut utilitas. Conjoint analysis mencoba menentukan tingkat kepentingan relatif yang konsumen berikan pada atribut yang menonjol dan utilitas yang mereka berikan pada tingkat-tingkat dari atribut. Asumsi dasarnya adalah pasangan stimuli apapun seperti produk, merek, atau harga dieveluasi sebagai sekumpulan atribut. Utilitas yang merupakan konsep dasar untuk mengukur nilai dalam conjoint analysis adalah suatu penilaian subjektif akan preferensi yang unik bagi setiap individu utilitas didasarkan pada nilai yang dimiliki setiap taraf dari atribut. Penjumlahan nilai utilitas yang diasosiasikan dengan setiap atribut dari setiap produk atau jasa manghasilkan utilitas keseluruhan. Kekuatan
dari
conjoint
analysis
adalah
kemampuannya
dalam
mendisagregatkan harga produk menjadi nilai yang diberikan konsumen pada setiap atribut.
Konsekuensinya
conjoint
analysis
membantu
perusahaan
dalam
mengidentifikasi nilai diferensiasi dari atribut produk yang unik dan yang lebih
penting lagi, conjoint analysis mampu merancang produk baru yang hanya memasukkan atribut-atribut yang disukai konsumen.
2.5.1 Perancangan Stimuli dan Atribut Dasar perancangan dari conjoint analysis sangat mementingkan perancangan stimuli yang dievaluasi oleh responden. Stimuli adalah kumpulan dari taraf atribut yang spesifik. stimuli inilah yang akan di evaluasi oleh responden. Perancangan ini melibatkan penetapan atribut dan taraf atribut yang akan dimasukkan dalam membuat stimuli. Perancangan ini penting karena mempengaruhi efektifitas stimuli dalam proses, keakuratan hasil dan relevansi manajerial. Hal-hal yang haru dipertimbangkan dalam menetapkan tipe dan karakter dari atribut dan taraf atribut yang dipilih : 1. Actionable Measure Atribut dan taraf atribut harus bisa ditetapkan dalam praktek, artinya atribut harus berbeda dan mewakili suatu konsep yang diterapkan. Atribut tidak boleh samar. Taraf atribut juga seharusnya tidak dispesifikasikan dalam istilah tidak jelas seperi rendah, moderat atau tinggi. Spesifikasi ini tidak jelas karena perbedaan persepsi antara individu. 2. Communicable Measure Atribut dan taraf atribut harus bisa dikomunikasikan dengan mudah. Sebagai contoh, sulit untuk menggambarkan keharuman dari minyak wangi atau rasa
dari suatu krim tangan gambaran tertulis tidak menangkap efek penginderaan dengan baik, kecuali responden melihat langsung produk, mencium aroma minyak wangi atau menggunakan krim tangan tersebut. 3. Jumlah atribut dan Taraf Atribut Atribut dan taraf atribut yang digunakan secara langsung mempengaruhi efisiensi statistik dan reliabilitas dari hasil penelitian. Dengan bertambahnya atribut dan taraf atribut, jumlah parameter yang akan diestimasi meningkat membutuhkan jumlah stimuli yang lebih besar atau pengurangan reliabilitas dati parameter 4. Jumlah taraf atribut yang seimbang Dalam merancang stimuli, keseimbangan jumlah dari atribut dan taraf aribut harus dijaga sebaik mungkin. Jika suatu atribut memiliki jumlah kategori yang terlalu banyak, maka akan menyebabkan konsumen lebih berfokus pada atribut tersebut dibandingkan atribut lainnya.
5. Range dari taraf atribut Jarak dari taraf ditetapkan sedikit diluar nilai yang ada sekarang ini, tetapi masih taraf yang memungkinkan. Kriteria dari taraf atribut yang relevan dan
feasible juga harus ditetapkan karena taraf yang tidak dapat digunakan dalam kenyataannya dapat mempengaruhi hasil.
2.5.2 Model Dasar Dalam conjoint analysis, terdapat dua aturan penyusunan dasar yang akan memepengaruhi perancangan stimuli dan analisis evaluasi responden yaitu : 1. Model Aditif Model ini menganggap responden memasang nilai keseluruhan suatu produk dengan menambahkan nilai-nilai yang terdapat dalam setiap atribut (parthworth) 2. Model Aditif + Efek Transisi Model ini hampir sama dengan model pertama, yaitu melakukan penjumlahan nilai-nilai parth-worth untuk memperoleh nilai utilitas keseluruhan, namun pada model ini ditambahkan dengan adanya efek interaksi diantara faktorfaktornya. Apabila terdapat interaksi antara dua buah faktornya, maka gabungan nilai dari kedua level yang terdapat dalam faktor tersebut dapat bernilai lebih besar ataupun lebih kecil dari penjumlahan secara biasa.
2.5.3 Metode Conjoint Analysis
Pemilihan metode yang digunakan dalam analisis konjoin didasarkan pada tiga karakteristik dasar, yaitu jumlah faktor yang terlibat, level dari analisis, dan bentuk model. Berikut ini ditampilkan tabel dari karakteristik metode – metode conjoint : Tabel 2.6 Karakteristik Conjoint Karakterisitik
Traditional
Jumlah Faktor Max 9 Level Analisis
Individual
Adaptive
Choice Based
30
6
+ Individual
Agregat
Agregat Bentuk Model
Bentuk Model
Aditif
Aditif
+
Efek
Transisi
2.5.4 Metode Presentasi Dalam mempresentasikan stimuli yang ada, terdapat tiga metode yang biasa digunakan, yaitu : 1. Metode Trade-Off Cara Penggunaan metode ini adalah dengan dilakukan perbandingan untuk dua buah faktor dengan meranking semua kombinasi setiap level yang mungkin, dengan menggunakan matriks trade-off. Metode ini mempunyai kelebihan bagi responden, yaitu mudah dilakukan dan menghindari beban informasi yang berlebihan. Akan tetapi, penggunaan metode ini jarang
dilakukan karena beberapa keterbatasan, yaitu : a. Mengorbankan kenyataan dengan hanya menggunakan hanya dua atribut pada saat bersamaan b. Jumlah penilaian yang banyak, walaupun untuk taraf atribut yang sedikit. c. Responden cenderung bingung atau mengikuti suatu pola respon karena kelelahan. d. Tidak dapat memberi gambaran stimuli lainnya. e. Data hanya berupa respon nonmetrik f. Tidak dapat menggunakan fractional factorial design untuk mereduksi banyaknya kombinasi. 2. Metode Full-Profile Pada metode ini, setiap stimuli berisi seluruh atribut dengan kombinasi level-levelnya. Setiap stimuli dipresentasikan secara terpisah dan penilaian terhadap stimuli dapat dilakukan dengan meranking maupun rating. Metode ini juga memiliki dua keterbatasan yaitu: a. Semakin banyak atribut, maka akan semakin banyak informasi yang dibebankan kepada responden sehingga responden mempunyai kecenderungan untuk mempermudah keputusannya dengan hanya memperhatikan beberapa atribut saja, padahal mereka seharusnya mempertimbangkan setiap atribut.
b. Urutan atribut-atribut yang berada pada kartu stimulus dapat mempengaruhi evaluasi. Jadi, peneliti perlu mengubah urutan atribut antar responden untuk meminimasi pengaruhnya. Metode ini di rekomendasikan untuk untuk atribut yang berjumlah enam atau kurang. Jika atribut berjumlah tujuh samapai sepuluh maka lebih baik menggunakan penedekatan trade-off. Jika jumlah atribut lebih dari sepuluh, maka lebih disarankan menggunakan metode lain. 3. Pairwise Comparison Metode ini merupakan gabungan dari kedua metode sebelumnya. Metode ini mirip dengan metode trade-off tetapi disini yang dibandingkan adalah dua profil yang terdiri atas beberapa faktor. Biasanya tidak semua faktor dimasukkan dalam profil tersebut.
2.5.5 Pembuatan Stimuli Setelah menentukan atribut dan tarafnya, serta metode presentasi yang digunakan, selanjutnya menciptakan stimuli yang akan dievaluasi oleh responden. Untuk metode trade-off digunakan semua kombinasi yang muncul. Jika terdapat lima atribut, maka sepuluh matriks akan akan mewakili sepuruh kemungkinan kombinasi atribut yang akan dievalusi oleh responden.
Dua metode lainnya, full profile dan pairwise comparison, evaluasi stimuli dilakukan secara satu persatu (untuk full profile) dan secara berpasangan (untuk pairwise comparison). Jika jumlah aribut dan taraf atribut yang akan diteliti tidak terlalu banyak, maka responden akan mengevaluasi semua kombinasi stimuli yang muncul. Pendekatan ini disebut fractional factorial design, dimana semua kombinasi digunakan. Semakin banyak atribut dan taraf atribut, menjadikan pendekatan ini semakin tidak praktis. Jika terdapat empat atribut dan empat taraf atribut, 256 stimuli (4 x 4 x 4 x 4) akan dihasilkan desain factorial penuh untuk metode full profile. Dalam menetapkan rangkaian stimuli yang akan digunakan pada metode full profile dan pairwise comparison., dapat menggunakan fractional factorial design. Desain ini akan memilih beberapa sampel dari stimuli yang mungkin, dengan jumlah stimuli bergantung pada tipe aturan penyusunan dasar yang digunakan. Menggunakan metode aditif yang hanya mengasumsikan hanya ada efek utama untuk setiap faktor tanpa adanya interaksi, penelitian menggunakan menggunakan metode full profile dengan empat faktor pada empat taraf membutuhkan hanya 16 stimuli untuk mengestimasi efek utama. Keenambelas stimuli harus dibuat dengan hati-hati untuk menjamin estimasi yang benar dari efek utama.
2.5.6 Evaluasi Hasil Tujuan dari evaluasi hasil adalah untuk melihat konsistensi dari model dalam memprediksi preferensi yang diberikan responden. Untuk data ranking, dilihat korelasi antara ranking aktual dengan ranking prediksi, misalnya dengan kendall’s tau. Sedangkan untuk data rating, dapat digunakan korelasi pearson. Pada kebanyakan eksperimen conjoint, akurasi dapat pula diukur dengan satu set validation stimuli. Validation stimuli ini juga harus dievaluasi oleh responden bersama dengan stimuli sesungguhnya. Validation stimuli ini juga disebut hold out.
2.5.7 Interpretasi Hasil Interpretasi yang dihasilkan dalam perhitungan conjoint analysis adalah 1. Analisis agregat dan disagregat Pada interpretasi conjoint analysis secara disagregat, penetapan model dijelaskan untuk masing-masing responden. Sedangkan pada interpretasi secara agregat, analisis menetapkan suatu model untuk agregat dari respon. 2. Penilaian tingkat kepentingan relatif fakor Semakin besar perbedaan nilai kegunaan, semakin tinggi tingkat kepentingan atribut tersebut. Untuk memberikan dasar pembanding yang konsisten antar responden, perbedaan nilai distandarisasikan dengan membagi tiap perbedaan nilai dengan jumlah dari seluruh perbedaan nilai. Hasilnya adalah tingkat
kepentingan untuk tiap atribut yang berjumlah 100% untuk tiap individu untuk seluruh atribut. Jika ada suatu tingkat kepentingan yang mempunyai perbedaan ekstrim atau tidak mungkin ada dalam keadaan sebenarnya, sebaiknya atribut tersebut dihilangkan dari analisis atau tingkat kepentingan tersebut dikurangi untuk memproyeksikan perbedaan tingkat yang fleksibel.
2.5.8 Validasi Hasil Validasi hasil conjoint analysis dilakukan secara internal dan eksternal. Validasi internal melibatkan konfirmasi bahwa aturan komposisi (aditif atau interaktif) yang dipilih sesuai. Validasi eksternal melibatkan perwakilan dari sampel. Walau tidak ada evaluasi kesalahan sampling pada taraf individual, analis harus menjamin bahwa sampel mewakili populasi.
2.5.9 Perhitungan Teknis Analisis Konjoin Untuk tiap kasus, harus dibuat rancangan kombinasi yang paling mewakili keadaan pasar untuk disimulasi berdasarkan preferensi consumen. Umumnya metode yang digunakan untuk memeprediksi probabilitas memilih produk adalah BTL (Bradley-Terry_Luce). Langkah-langkah untuk melakukan perhitungan teknis dari conjoint analysis adalah sebagai berikut : 1.
Transformasi Data Ordinal Menjadi Skala Interval
Data mentah penelitian yang berupa kartu penelitian responden yang berskala ordinal (urutan) diubah menjadi skala interval dengan menghitung nilai deviasinya. Jika sebelumnya data yang berbentuk ordinal menggunakan deskritif skala median, maka dengan data yang berbentuk interval, statistik yang digunakan adalah mean. Nilai deviasi diperoleh dengan membandingkan rata-rata ranking tiap atribut dengan rata-rata ranking penelitian untuk setiap taraf atribut. Rata-rata ranking untuk penelitian diperoleh dengan rumus : K
n 1 2
Dimana n adalah banyaknya kombinasi 2.
Menghitung Nilai Kegunaan Taraf Atribut Untuk menghitung nilai kegunaan dari taraf atribut, maka terlebih dahulu diperiksa ulang bagaimana cara penilaian kartu yang dilakukan. Jika nilai yang kecil mengindikasikan nilai ranking yang lebih baik dan meyatakan stimulus yang lebih disukai, maka untuk menghitung nilai kegunaannya dengan membalik semua tanda (dengan mengalikannya dengan minus 1) sehingga nilai bagian yang positif sekarang akan mengindikasikannya nilai yang lebih disukai. Jika nilai besar menyatakan hasil yang lebih disukai (jira digunakan skala likert, dimana semakin besar semakin disukai) maka tidak perlu membalik tandanya untuk mengetahui nilai kegunaannya.
3.
Menghitung Tingkat Kepentingan Taraf Atribut
Untuk mengetahui tingkat kepentingan setiap taraf atribut, maka sebelumnya harus dilakukan perhitungan nilai koefisien dengan tahapan berikut : a. Jumlahkan nilai deviasi setiap taraf atribut yang telah dikuadratkan (JDK) b. Menghitung Nilai Standar Baku (NB) dengan membagi jumlah taraf atribut dengan penjumlahan nilai deviasi yang telah dikuadratkan. c. Menghitung nilai koefisien taraf atribut dengan mengakarkan nilai deviasi yang telah dikuadratkan dengan nilai baku. Jika nilai yang kecil mengindikasikan nilai ranking yang lebih baik dan menyatakan stimulus yang lebih disukai, maka nilai koefisien taraf atribut harus dibalik. 4.
Menghitung Nilai Skor Kombinasi Skor kombinasi adalah skor preferensi responden terhadap kombinsi (kartu) atribut produk yang diuji. Perhitungan skor kombinasi diperoleh dengan menjumlahkan nilai kegunaan taraf atribut yang diikut sertakan dengan nilai rata-rata ranking. Perhitungan preferensi responden untuk setiap kombinasi atribut adalah :
5.
Menghitung Probabilitas Memilih Profil Produk Salah satu yang dapat dihasilkan dengan analisia konjoin adalah perhitungan probabilitas atas pemilihan suatu produk secara simulasi. Probabilitas memilih profil produk dihitung dengan menggunakan metode BTL (Bradley-Terry-
Luce). Metode ini mengitung probabilitas profil produk dengan membagi skor simulasi produk dengan total skor simulasi produk yang diuji.
6.
Menghitung Nilai Asosiasi Nilai asosiasi yang akan digunakan untuk mengidentifikasi kecocokan antara nilai dugaan dengan nilai observasi (sebenarnya) adalah koefisien korelasi kendall. Koefisien korelasi kendall merupakan suatu besaran yang dapat digunakan unntuk mengukur hubungan linier dua variabel. Tetapi pada perhitungan koefisien ini , kedua variabel haruslah berskala ordinal atau ranking. Kisaran nilai korelasi yang memungkinkan adalah antara -1 sampai dengan 1. semakin besar nilai korelasi (baik positif maupun negatif) menandakan bahwa hubungan antara kedua varaiabel semakin erat. Sedangkan jika nilai korelasinya mendekati atau sama dengan 0, maka kedua variabel tersebut tidak berkorelasi atau saling bebas. Nilai negatif menandakan hubungan yang bertolak belakang sedangkan nilai positif menandakan hubungan yang searah.
2.6
Kemasan Packaging atau kemasan adalah teknik industri dan pemasaran yang
digunakan untuk melindungi, mengidentifikasi dan menyegel produk konsumen yang
didistribusikan/ dipasarkan. Packaging sebenarnya gabungan antara sains (dalam hal melindungi produk) dan seni (dalam hal merepresentasikan produk). Sains lebih mengarah kepada desain struktural yang ergonomis dan berfungsi untuk memudahkan pemakai dalam proses pengidentifikasian, penggunaan, penempatan, pengepakan, penyimpanan dan distribusi suatu produk. Jadi bagaimana desainnya bisa stabil jika diletakkan, jika dipegang tidak masalah, display, penggunaan dan pengirimannya bagus.Sedangkan seni menyangkut bagaimana teks, warna dan gambarnya dapat menarik perhatian dan mengikat emosi orang yang melihatnya. Dalam marketing, packaging merupakan sarana komunikasi sebuah produk. Kemasan menjadi sarana terbaik untuk mendorong konsumen untuk membeli sebuah produk dan untuk membangun loyalitas konsumen terhadap produk. Sebab, packaging bisa menjadi personal statement bagi konsumen untuk menunjukkan jati diri mereka. Daya tarik suatu kemasan sangatlah penting untuk menarik minat konsumen dan mempengaruhi tindakan konsumen baik secara sadar maupun tanpa disadari. Selain itu desain suatu kemasan yang optimal harus mampu memberikan impresi spontan dan langsung atas tindakan konsumen ditempat penjualan, karena tujuan akhir dari desain kemasan adalah menciptakan penjualan. Suatu desain kemasan yang baik memilki kriteria sebagai berikut : 1. Kemasan harus sesuai dengan isi. 2. Kemasan harus sesuai dengan kelas perdagangan (target market) yang diinginkan.
3. Kemasan mutakhir secara grafis dan fungsional, serta harus mencerminkan posisi pasar yang terkhir (up to date), karena kemasan akan kehilangan daya tariknya setelah lama beredar di pasar atau dapat dibilang ketinggalan jaman. 4. Kemasan harus memiliki fungsi praktis, seperti melindungi produk, mudah dibuka, mudah ditumpuk, mudah disimpan, dan ekonomis dalam situasi dimana produk itu dijual. 5. Kemasan harus bisa dipajang, dan dengan bentuk dan ukuran yang membuatnya mudah dilihat di atas rak. 6. Kemasan harus didesain baik secara grafis dan harus menjamin bahwa produk tersebut mampu menarik perhatian untuk diambil, berdaya tarik ke semua orang, tanpa membedakan jenis kelamin, serta memiliki warna yang sesuai dengan karakteristik produknya. 7. Kemasan harus mudah dilihat dan memiliki tampilan yang membedakannya dengan kemasan produk pesaing.