17
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1. Defenisi Sistem Pakar
Sistem pakar adalah suatu sistem komputer yang bisa menyamai atau meniru kemampuan seorang ahli (Giarratano dan Riley, 2005). Sistem pakar dapat diartikan sebagai suatu sistem yang mengambil sebagian pengetahuan manusia ke komputer, sehingga komputer dapat memecahkan permasalahan yang umumnya dilakukan oleh ahlinya. Dalam hal ini, manusia yang dimaksud adalah seorang pakar dari bidang pengetahuan tertentu. Misalnya, dokter adalah seorang pakar yang mampu mendiagnosis penyakit yang diderita pasien serta dapat memberikan penatalaksanaan suatu penyakit. Atau seorang ahli mesin yang mengusai segala pengetahuan tentang mesin.
Menurut Kusrini (2006), masalah-masalah yang dapat diselesaikan sistem pakar, di antaranya: 1.
Interpretasi Membuat sebuah kesimpulan atau deskripsi dari sekumpulan data mentah.
2.
Prediksi Memproyeksikan akibat-akibat yang dimungkinkan dari situasi-situasi tertentu.
3.
Diagnosis Menentukan sebab malfungsi dalam situasi kompleks yang didasarkan pada gejala-gejala yang teramati.
4.
Desain Menentukan konfigurasi komponen-komponen sistem yang cocok dengan tujuan tujuan kinerja tertentu yang memenuhi kendala-kendala tertentu.
Universitas Sumatera Utara
18
5.
Perencanaan Merencanakan serangkaian tindakan yang akan dapat mencapai sejumlah tujuan dengan kondisi awal tertentu.
6.
Debugging dan Repair Menentukan dan menginterpretasikan cara-cara untuk mengatasi malfungsi.
7.
Pengendalian Mengatur tingkah laku suatu environment yang kompleks.
8.
Instruksi Mendeteksi dan mengoreksi defisiensi dalam pemahaman domain subyek.
9.
Selection Mengidentifikasi pilihan terbaik dari sekumpulan (list) kemungkinan.
10.
Simulation Pemodelan interaksi antara komponen-komponen sistem
11.
Monitoring Membandingkan hasil pengamatan dengan kondisi yang diharapkan.
2.1.1 Sejarah Sistem Pakar
Selama abad ke-20, beberapa definisi dari kecerdasan buatan sudah banyak diajukan. Definisi yang paling populer adalah "membuat komputer yang mampu berpikir layaknya manusia". Hal ini terbukti dari banyaknya film fiksi ilmiah yang mempromosikan pandangan tersebut. Sebenarnya definisi ini berakar pada ahli matematika Inggris terkenal dan uji pelopor komputer Alan Turing, tes Turing yaitu dimana manusia akan mencoba menentukan apakah mereka (orang) dapat berbicara melalui keyboard jarak jauh yang merupakan program manusia atau komputer. Kondisi AI (Artificial Intelligence) yang kuat biasanya dipromosikan oleh orangorang yang percaya bahwa AI harus didasarkan pada landasan logis yang kuat daripada apa yang mereka sebut yaitu AI lemah berbasis jaringan syaraf tiruan, algoritma genetik, dan metode evolusi. Hal ini terbukti bahwa ada salah satu teknik AI yang berhasil dalam menangani semua masalah dan mendapatkan kombinasi metode yang terbaik.
Universitas Sumatera Utara
19
Pada pertengahan tahun 1970-an, beberapa sistem pakar mulai muncul. Tujuan dari sistem pakar adalah untuk mengembangkan program komputer yang dapat berpikir berdasarkan akal manusia, yaitu memecahkan masalah dengan cara yang dianggap cerdas jika dilakukan oleh manusia. Selama tahun 1970-an, peneliti lebih fokus mengembangkan teknik-teknik seperti representasi “bagaimana untuk memformulasikan masalah sehingga menjadi lebih mudah untuk dipecahkan” dan pencarian “bagaimana untuk mengontrol pencarian untuk menemukan solusi secara cerdas”, sehingga proses pencarian yang dilakukan tidak akan menggunakan memori komputer yang berlebihan. Strategi ini menciptakan beberapa kemajuan, namun tidak mendapatkan terobosan baru. Hal ini berlangsung sampai akhir dekade 70-an, dimana ilmuwan sistem pakar mulai menyadari suatu hal yang sangat penting, yaitu kemampuan penyelesaian masalah dalam suatu program berasal dari pengetahuan yang dimilikinya, bukan dari formalitas atau skema inferensi yang digunakan. Terobosan konseptual dibuat dan dapat dinyatakan dengan sederhana. Untuk membuat program yang cerdas, program tersebut disediakan dengan pengetahuan spesifik yang berkualitas tentang bidangbidang masalah tertentu. Program ini kemudian disebut sebagai sistem pakar, dan memulai bidang baru dalam lingkup ilmu komputer. Proses pembangunan sistem pakar biasanya disebut dengan rekayasa pengetahuan. Biasanya melibatkan interaksi yang spesial antara orang yang membangun sistem pakar yang disebut teknisi pengetahuan. Biasanya terdapat satu atau lebih pakar dalam lingkup masalah tertentu. Teknisi pengetahuan mengambil informasi dari pakar berupa prosedur, strategi, dan aturan-aturan untuk menyelesaikan masalah, lalu membangun pengetahuan itu menjadi sebuah sistem pakar, seperti yang ditunjukkan pada skema di bawah ini.
Knowledge-Base USER Inference Engine
Gambar 2.1 Fungsi Dasar Sistem Pakar (Giarratano dan Riley, 2005)
Universitas Sumatera Utara
20
Hasilnya adalah sebuah program komputer yang dapat memecahkan masalah dengan cara yang hampir sama seperti para ahli. Paul E. Johnson, seorang ilmuwan yang telah menghabiskan bertahun-tahun waktunya untuk mempelajari perilaku ahli manusia, cukup baik menggambarkan apa yang dimaksud dengan ahli. “Seorang ahli yaitu orang yang memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk melakukan hal-hal yang kebanyakan orang tidak bisa. Seorang ahli bukan hanya sekedar mahir, tetapi juga lancar mengambil tindakan untuk menyelesaikan masalah. Seorang ahli mengetahui banyak hal dalam menerapkan apa yang mereka ketahui dalam menyelesaikan suatu masalah. Mereka juga pandai memilih informasi yang tidak relevan dalam rangka untuk mendapatkan masalah dasar, dan mereka mengenal dengan baik permasalahan yang mereka hadapi. Rekayasa pengetahuan sangat bergantung pada penelitian pakar untuk meningkatkan kecerdasan dan kemampuan program”. Hal ini serupa dengan yang diutarakan oleh Hayes-Roth dalam bukunya yang berjudul “Building Expert Sistem”:
Saat ini sudah banyak sistem pakar yang dikembangkan di berbagai bidang, seperti : kedokteran, pertanian, ekonomi, elektronika, industri, dan masih banyak lagi. Sistem pakar untuk melakukan diagnosis penyakit telah dikembangkan pada pertengahan tahun 1970. Sistem pakar untuk diagnosis pertama kali dibuat oleh Bruce Buchanan dan Edward Shortliffe di Stanford University. Yang kemudian diberi nama MYCIN (Heckerman, 1986). MYCIN adalah sistem pakar yang dibangun untuk mendiagnosis infeksi bakteri pada darah, contohnya meningitis dan infeksi bacremia, dan memberikan rekomendasi terapi antimikrobia. MYCIN mampu memberikan penjelasan atas penalarannya secara detail. Dalam uji cobanya, MYCIN menunjukkan kemampuan seperti seorang spesialis. Dengan bertanya dan melakukan backwardchaining pada basis aturan yang terdiri dari sekitar 500 aturan, MYCIN dapat mengenali sekitar 100 penyebab infeksi bakteri. Dengan demikian MYCIN dapat merekomendasi resep obat yang efektif. MYCIN ini dikembangkan di bidang kedokteran oleh dr. Edward H. Shortliffe di Standford Medical School.
Universitas Sumatera Utara
21
2.1.2 Konsep Dasar Sistem Pakar
Menurut Efraim Turban (1995), konsep dasar sistem pakar memiliki arti sebagai keahlian, ahli, pengalihan keahlian, inferensi, aturan dan kemampuan menjelaskan. Keahlian adalah suatu kelebihan penguasaan di bidang tertentu yang diperoleh dari pelatihan, membaca atau pengalaman. Seorang ahli adalah seseorang yang mampu menjelaskan suatu tanggapan dan dapat mempelajari hal-hal baru seputar topik permasalahan (domain), menyusun kembali pengetahuan jika diperlukan, memecah aturan-aturan jika dibutuhkan, dan menentukan relevan tidaknya keahlian mereka.
Pengalihan keahlian dari para ahli ke komputer dan kemudian dialihkan lagi ke orang lain yang bukan ahli, merupakan tujuan utama dari sistem pakar. Proses ini membutuhkan empat aktivitas, yaitu : tambahan pengetahuan (dari para ahli atau sumber-sumber
lainnya),
representasi
pengetahuan
(ke
komputer),
inferensi
pengetahuan, dan pengalihan pengetahuan ke user. Pengetahuan yang disimpan di komputer disebut dengan nama basis pengetahuan. Ada dua tipe pengetahuan, yaitu : fakta dan prosedur (biasanya berupa aturan).
Salah satu fitur yang harus dimiliki sistem pakar yaitu kemampuan daya nalar. Jika keahlian-keahlian sudah tersimpan sebagai basis pengetahuan dan sudah tersedia diprogram yang mampu mengakses basis data, maka komputer harus dapat diprogram untuk membuat inferensi. Proses inferensi ini dikemas dalam bentuk motor inferensi (inference engine).
Sebagian besar sistem pakar komersial dibuat dalam bentuk rule-based systems, yang mana pengetahuan dapat disimpan dalam bentuk aturan-aturan. Aturan tersebut biasanya berbentuk IF-THEN (Kusumadewi, 2003).
Universitas Sumatera Utara
22
2.1.3 Struktur Sistem Pakar
Sistem pakar memiliki beberapa komponen utama, yaitu antarmuka pengguna (user interface), basis data sistem pakar (expert system database), fasilitas akuisisi pengetahuan (knowledge acquisition facility), dan mekanisme inferensi (inference mechanism). Selain itu ada satu komponen yang hanya ada pada beberapa sistem pakar, yaitu fasilitas penjelasan (explanation facility) (Martin dan Oxman,1988). Struktur dari Sistem Pakar dapat dilihat pada Gambar 2.2. INFERENCE KNOWLEDGE
ENGINE
WORKING MEMORY
BASE (FACTS) (RULES)
AGENDA
EXPLANATION
KNOWLEDGE
FACILITY
AQUISITION FACILITY
INTERFACE
Gambar 2.2 Struktur Sistem Pakar (Giarratano dan Riley, 2005)
Komponen-komponen yang terdapat dalam arsitektur/struktur sistem pakar yaitu: 1. Antarmuka Pengguna (User Interface) Antarmuka merupakan mekanisme yang digunakan oleh pengguna dan sistem pakar untuk berkomunikasi. Antarmuka menerima informasi dari pemakai dan mengubahnya ke dalam bentuk yang dapat diterima oleh sistem. Selain itu antarmuka akan menerima dari sistem dan menyajikannya ke dalam bentuk yang dapat dimengerti oleh pemakai.
Universitas Sumatera Utara
23
2. Basis Pengetahuan (Knowledge Base) Basis pengetahuan mengandung pengetahuan untuk pemahaman, formulasi, dan penyelesaian masalah. Ada dua bentuk pendekatan basis pengetahuan yang sangat umum digunakan, yaitu: a. Penalaran Berbasis Aturan (Rule-Based Reasoning) Pada penalaran berbasis aturan, pengetahuan dipresentasikan dengan menggunakan aturan berbentuk IF-THEN. Bentuk ini digunakan apabila kita memiliki sejumlah pengetahuan pakar pada suatu permasalahan tertentu, dan si pakar dapat menyelesaikan masalah tersebut secara berurutan. Disamping itu, bentuk ini juga digunakan apabila dibutuhkan penjelasan tentang langkahlangkah pencapaian solusi. b. Penalaran Berbasis Kasus (Case-Based Reasoning) Basis pengetahuan akan berisi solusi-solusi yang telah dicapai sebelumnya, kemudian akan diturunkan suatu solusi untuk keadaan yang terjadi sekarang (fakta yang ada). Bentuk ini digunakan apabila user menginginkan untuk tahu lebih banyak lagi pada kasus-kasus yang hampir sama. Selain itu, bentuk ini juga digunakan apabila kita telah memiliki sejumlah kasus tertentu dalam basis pengetahuan. 3. Akuisisi Pengetahuan (Knowledge Acquisition) Akuisisi pengetahuan adalah akumulasi, transfer, dan transformasi keahlian dalam menyelesaikan masalah dari sumber pengetahuan ke dalam program
komputer.
Dalam tahap ini knowledge engineer berusaha menyerap pengetahuan untuk selanjutnya ditransfer ke dalam basis pengetahuan. Pengetahuan diperoleh dari pakar, dilengkapi dengan buku, basis data, laporan penelitian, dan pengalaman pemakai. 4. Mesin/Motor Inferensi (Inference Engine) Komponen ini mengandung mekanisme pola pikir dan penalaran yang digunakan oleh pakar dalam menyelesaikan suatu masalah. Mesin inferensi adalah program komputer yang memberikan metodologi untuk penalaran tentang informasi yang ada dalam basis pengetahuan dan dalam workplace, dan untuk memformulasikan kesimpulan.
Universitas Sumatera Utara
24
5. Workplace/Blackboard Workplace merupakan area dari sekumpulan memori kerja (working memory), digunakan untuk merekam kejadian yang sedang berlangsung termasuk keputusan sementara. 6. Fasilitas Penjelasan (Explanation Facility) Fasilitas penjelasan adalah komponen tambahan yang akan meningkatkan kemampuan sistem pakar, digunakan untuk melacak respon dan memberikan penjelasan tentang kelakuan sistem pakar secara interaktif melalui pertanyaan. 7. Perbaikan Pengetahuan Pakar memiliki kemampuan untuk menganalisis dan meningkatkan kinerjanya serta kemampuan untuk belajar dari kinerjanya. Kemampuan tersebut adalah penting dalam pembelajaran terkomputerisasi, sehingga program akan mampu menganalisis penyebab kesuksesan dan kegagalan yang dialaminya dan juga mengevaluasi apakah pengetahuan-pengetahuan yang ada masih cocok untuk digunakan di masa mendatang.
2.1.4 Representasi Pengetahuan
Pengetahuan merupakan kemampuan untuk membentuk model mental yang menggambarkan objek dengan tepat dan mampu mempresentasikannya dalam aksi yang dilakukan terhadap suatu objek (Martin dan Oxman,1988). Representasi pengetahuan merupakan metode yang digunakan untuk mengkodekan pengetahuan dalam sebuah sistem pakar yang berbasis pengetahuan.
Beberapa model representasi pengetahuan yang penting adalah (Kusrini, 2006) : 1.
Logika (logic)
2.
Jaringan semantic (semantic nets)
3.
Object-Atribute-Value (OAV)
4.
Bingkai (frame)
5.
Kaidah produksi (production rule)
Universitas Sumatera Utara
25
2.1.5 Keuntungan Sistem Pakar
Sistem pakar adalah sistem yang menggunakan pengetahuan manusia yang dimasukkan ke dalam komputer untuk memecahkan masalah-masalah yang biasanya diselesaikan oleh pakar (Turban dan Aronson, 2002). Sistem pakar merupakan subset dari Artificial Intelligence. Adapun beberapa keuntungan dari sistem pakar adalah sebagai berikut : 1.
Menjadikan pengetahuan dan nasehat jadi lebih mudah didapat.
2.
Meningkatkan output dan produktifitas.
3.
Menyimpan kemampuan dan keahlian pakar.
4.
Meningkatkan
penyelesaian
masalah-menerusi
panduan
pakar,
penerangan, sistem pakar khas. 5.
Meningkatkan reabilitas.
6.
Memberikan respons (jawaban) yang cepat.
7.
Merupakan panduan yang cerdas.
8.
Dapat bekerja dengan informasi yang tidak lengkap dan mengandung ketidakpastian.
9.
Intelligence database (basis data cerdas), bahwa sistem pakar dapat digunakan untuk mengakses basis data dengan cara cerdas.
2.2 Forward Chaining
Chain adalah suatu perkalian inferesi yang menghubungkan suatu permasalahan dengan solusinya. Forward chaining adalah strategi penarikan kesimpulan yang dimulai dari sejumlah fakta-fakta yang telah diketahui, untuk mendapatkan suatu fakta baru dengan memakai rule-rule yang memiliki ide dasar yang cocok dengan fakta dan terus dilanjutkan sampai mendapatkan tujuan atau sampai tidak ada rule yang punya ide dasar yang cocok atau sampai mendapatkan fakta.
Forward chaining disebut bottom-up penalaran karena alasan dari bukti-bukti tingkat rendah, fakta, ke tingkat atas kesimpulan yang didasarkan pada fakta. Forward chaining menggunakan pendekatan data driven (berorientasi data). Dalam pendekatan ini dimulai dari informasi yang tersedia, atau dari ide dasar, kemudian mencoba
Universitas Sumatera Utara
26
menggambarkan kesimpulan. Komputer akan menganalisa permasalahan dengan mencari fakta yang cocok dengan bagian IF dari aturan IF-THEN. Cara lain untuk menggambarkan forward chaining adalah suatu teknik untuk mencari informasi baru, kemudian melihat proses di dalam petunjuk yan ada dari tanda-tanda yang memisahkan bagian kiri dan kanan dari aturan-aturan tersebut (Waterman, 1986). Fakta merupakan satuan dasar dari paradigma berbasis pengetahuan karena mereka tidak bisa diurai ke dalam setiap unit yang lebih kecil yang memiliki arti. Kaidah ini digunakan dalam rantai sebab-akibat dari inferensi forward yang menarik kesimpulan bahwa clyde adalah binatang yang memperlihatkan bahwa clyde adalah seekor gajah. Rantai inferensi tersebut dapat ditunjukkan pada Gambar 2.3 berikut ini: Gajah (Clyde)
Gajah (x)
Mamalia (x)
Mamalia (x)
Binatang (x)
Binatang (Clyde) Gambar 2.3 Forward Chaining (Giarratano dan Riley, 2005) Forward chaining : 1.
Identifikasi kondisi.
2.
Variabel kondisi ditempatkan pada Conclusion Var.Queue dan nilainya dicatat pada Variable List.
3.
Pencarian diarahkan untuk menemukan variabel di Base Variable List dengan nama yang sama dengan nama variabel dalam daftar pertama antrian.
4.
Jika ketemu, rule dan clause number dari variabel disimpan ke clause Variable Pointer, jika tidak ketemu maka ke langkah 6.
Universitas Sumatera Utara
27
5.
Selanjutnya, pencarian diarahkan untuk mengecek jika fakta yang dimasukkan oleh user sama dengan clause dari rule. Jika sama maka tambahkan pada daftar Conclusion Variabel Queue dan Result Queue dengan nilai dari THEN clause dari rule, jika tidak sama maka ke langkah 6.
6.
Jika tidak ada lagi statement IF yang memiliki variable yang sama dengan yang ada diurutan pertama Conclusion Variable Queue, maka urutan pertama tadi dihapus. Jika ada lagi yang lain, maka kembali ke langkah 3.
7.
Jika sudah tidak ada lagi apa-apa di Conclusion Variable Queue, maka pencarian berhenti. Sedangkan jika masih ada, maka kembali ke langkah 3.
Forward chaining secara bertahap membentuk gambaran akan dunia bersamaan dengan permintaan data, forward chaining tidak diarahkan untuk menyelesaikan suatu permasalahan tertentu, karenanya metode ini disebut data driven atau data directed procedure.
Beberapa karakteristik forward chaining (Giarratano dan Riley, 2005) adalah sebagai berikut : 1. Perencanaan, pemantauan, dan pengendalian. 2. Disajikan untuk masa depan. 3. Antecedent ke konsekuen. 4. Data memandu, penalaran dari bawah ke atas. 5. Bekerja ke depan untuk mendapatkan solusi apa yang mengikuti fakta. 6. Breadth first search dimudahkan. 7. Antecedent menentukan pencarian. 8. Pencarian tidak difasilitasi.
2.3 Faktor Kepastian (Certainty Factor)
Tujuan utama penggunaan faktor kepastian adalah untuk mengolah ketidakpastian dari fakta dan gejala dengan menghindarkan keperluan data dan perhitungan yang besar. Faktor kepastian diperoleh dari pengurangan nilai kepercayaan (measure of belief) oleh nilai ketidakpercayaan. Faktor kepastian membuat beberapa asumsi yang memudahkan tingkat kepercayaan dan beberapa persamaan aturan yang mudah untuk
Universitas Sumatera Utara
28
mengkombinasikan tingkat kepercayaan sebagai program dalam mencapai kesimpulan akhir.
Hal ini sangat mudah dilihat pada sistem diagnosis penyakit, dimana pakar tidak dapat mendefinisikan hubungan antara gejala dengan penyebabnya secara pasti, dan pasien tidak dapat merasakan suatu gejala dengan pasti pula. Pada akhirnya ditemukan banyak kemungkinan penyakit.
Ada tiga penyebab ketidakpastian aturan yaitu aturan tunggal, penyelesaian konflik dan ketidakcocokan (incompatibility) antar konsekuen dalam aturan. Aturan tunggal yang dapat menyebabkan ketidakpastian dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu kesalahan, probabilitas dan kombinasi gejala (evidence).
Kesalahan dapat terjadi karena (Kusrini, 2006) adalah sebagai berikut : 1. Ambiguitas, sesuatu didefinisikan dengan lebih dari satu cara. 2. Ketidaklengkapan data. 3. Kesalahan informasi. 4. Ketidakpercayaan terhadap suatu alat. 5. Adanya bias.
Probabilitas disebabkan ketidakmampuan seorang pakar merumuskan suatu aturan secara pasti. Certainty factor (CF) menunjukkan ukuran kepastian terhadap suatu fakta atau aturan.
Dalam menghadapi masalah sering ditemukan jawaban yang tidak memiliki kepastian penuh. Ketidakpastian ini biasanya berupa probabilitas. Hasil yang tidak pasti disebabkan oleh aturan yang tidak pasti dan jawaban pengguna yang tidak pasti yang diajukan oleh sistem. Faktor kepastian (Certainty Factor) diperkenalkan oleh Edward Hance Shortliffe dan Buchanan dalam pembuatan MYCIN (Wesley, 1984). Certainty factor (CF) merupakan nilai parameter klinis yang diberikan MYCIN untuk menunjukan besarnya kepercayaan.
Universitas Sumatera Utara
29
Faktor
kepercayaan
menyatakan
kepercayaan
dalam
sebuah
kejadian
berdasarkan bukti atau penilaian pakar (Turban dan Aronson, 2002). Certainty factor menggunakan suatu nilai untuk mengasumsikan derajat keyakinan seorang pakar terhadap suatu data. Certainty Factor didefinisikan sebagai berikut (Giarattano dan Riley, 2005) CF(H,E) = MB(H,E) – (MD(H,E)
Dimana :
CF(H, E) :
certainty factor dari hipotesis H yang dipengaruhi oleh gejala E.
besarnya CF berkisar antara -1 sampai dengan 1. Nilai -1 menunjukkan ketidakpercayaan mutlak, sedangkan nilai 1 menunjukkan kepercayaan mutlak.
MB(H, E) : ukuran kenaikan kepercayaan terhadap hipotesis H yang dipengaruhi oleh gejala E.
MD(H, E) : ukuran kenaikan ketidakpercayaan terhadap hipotesis H yang dipengaruhi oleh gejala E.
Berikut ini adalah deskripsi beberapa kombinasi certainty factor dalam beberapa kondisi :
Certainty factor untuk kaidah dengan premis tunggal (single premis rule): CF (H,E) = CF (E)*CF (rule) = CF (user)*CF (pakar)
Certainty factor untuk kaidah dengan premis majemuk (multiple premis rule): CF (A AND B)
= Minimum (CF (a), CF (b)) * CF (rule)
CF (A OR B)
= Maximum (CF (a), CF (b)) * CF (rule)
Certainty factor untuk kaidah dengan kesimpulan yang serupa (similarly concluded rules): CF combine (CF1, CF2) = CF1 + CF2 * (1-CF1)
Universitas Sumatera Utara
30
2.4 Penyakit AIDS
Penyakit Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) disebabkan oleh Virus Human Immunodeficiency Virus (HIV). HIV-1, yaitu virus HIV yang pertama diidentifikasi oleh Luc Montainer di Institut Pasteur Paris, tahun 1983. Karakteristik virus sepenuhnya diketahui oleh Robert Gallo di Washington dan Jay Levy di San Fransisco, tahun 1984. HIV-2, dan berhasil diisolasi dari pasien di Afrika Barat pada tahun 1986. HIV adalah virus siropatik diklasifikasikan dalam family Retroviridae, subfamily Lentivirinae, genus Lentivirus. Berdasarkan strukturnya HIV termasuk family retrovirus, dan termasuk dalam virus RNA dengan berat molekul 9,7kb (kilobases).
2.4.1 Perkembangan AIDS di Indonesia
Di Indonesia kasus HIV dan AIDS pertama kali ditemukan di Bali tahun 1987, yang dibawa oleh warga negara Belanda yang merupakan pria homoseksual. Pada saat itu perjalanannya tidak mengalami perkembangan yang berarti, akan tetapi setelah tahun 1985 penyebaran HIV meningkat dengan tajam. Sejak tahun 1999 terjadi fenomena baru penyebaran HIV dan AIDS, yaitu infeksi HIV mulai terlihat pada para pengguna narkotika suntikan atau Infecting Drug User (IDU). Penularan pada kelompok IDU terjadi sangat cepat karena penggunaan jarum suntik bersama. Sedangkan pada tahun 2000 terjadi peningkatan penyebaran pandemi HIV secara nyata terjadi melalui pekerja seks. Sejak ditemukan kasus pertama di Bali pada tahun 1987, maka tahun 1999 tercatat 815 kasus HIV dan AIDS, 112 diantaranya meninggal.
Pada tahun 2002, orang yang rawan tertular HIV di Indonesia antara 13 juta sampai 20 juta, sedangkan orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) diperkirakan antara 90.000 sampai 130.000orang. Di Jawa Timur tahun 2002 tercatat 597 kasus. Di Surabaya hingga November 2002 tercatat 340 kasus HIV dan AIDS. Di RSU Dr.Soetomo hingga November 2002 telah dirawat 110 kasus, 39 (35%) diantaranya meninggal dalam perawatan rumah sakit. Hingga September 2006 dirawat di UPIPI
Universitas Sumatera Utara
31
RSU Dr.Soetomo 711 kasus AIDS dengan kematian 27,9%. Tahun 2008 dilaporkan 22.664 kasus, 16.110 AIDS dan 6.554 HIV dengan jumlah kematian 3362 jiwa.
Pada Juni 2011 Ditjen PP dan PL Kemenkes RI melaporkan terdapat 36.080 kasus yang telah terjadi di Indonesia, dengan estimasi kasus > 200.000. Menurut AIDS Epidemic Update, UNAIDS (2007) Indonesia merupakan negara dengan tingkat perkembangan AIDS tertinggi di ASIA. Menurut data Kementerian Kesehatan RI, kasus HIV/AIDS yang terjadi di Indonesia dapat ditampilkan dalam diagram seperti di bawah ini :
Gambar 2.4 Diagram Kasus HIV/AIDS di Indonesia tahun 2005-2011
2.4.2 Transmisi Infeksi AIDS
Transmisi HIV masuk ke dalam tubuh manusia melalui 3 cara, yaitu : 1. Secara Vertikal dari ibu yang terinfeksi HIV ke anak (selama megandung, persalinan, menyusui). 2. Secara Transeksual (homoseksual maupun heteroseksual). 3. Secara Horizontal yaitu kontak antardarah atau produks darah terinfeksi (asas sterilisasi kurang diperhatikan terutama pada pemakaian jarum suntik bersama sama secara bergantian, tato, tindik, transfusi darah, transplantasi organ, tindakan hemodialisis, perawatan gigi).
Universitas Sumatera Utara
32
HIV dapat diisolasi dari darah, semen, cairan serviks, cairan vagina, ASI, air liur, serum, urin, air mata, cairan alveolar, cairan serebrospinal. Dan, sejauh ini transmisi secara efisien terjadi melalui darah, cairan semen, cairan vagina, dan serviks, ASI.
2.4.2.1 Transmisi melalui Kontak Seksual
Studi Kohort yang dilakukan Lifson pada pria homoseksual dan biseksual di California yang seropositif HIV sebelum Januari 1981, ternyata 52% di antaranya mengidap AIDS pada tahun 1989. Diperkirakan 54% individu dengan seropositif HIV akan menjadi AIDS dalam 8-10 tahun kemudian.
Di Indonesia waktu yang diperlukan menjadi AIDS dapat lebih singkat karena penderita hidup pada lingkungan dengan kejadian berbagai infeksi. Kontak seksual merupakan salah satu cara utama transmisi HIV di berbagai belahan dunia. Virus ini dapat ditemukan dalam cairan semen, cairan vagina, cairan serviks, terutama bila terjadi peningkatan jumlah limfosit dalam cairan, seperti pada keadaan peradangan genitalia misalnya uretritis, epididimitis, dan kelainan lain yang berkaitan dengan penyakit menular seksual.
Transmisi infeksi HIV melalui hubungan seksual lewat anus lebih mudah karena hanya terdapat membrane mukosa rectum yang tipis dan mudah robek, anus sering terjadi lesi. Pada kontak seks pervaginal, kemungkinan transmisi HIV dari lakilaki ke perempuan diperkirakan sekitar 20 kali lebih besar dari pada perempuan ke laki-laki. Hal ini disebabkan oleh paparan HIV secara berkepanjangan pada mukosa vagina, serviks, serta endometrium dengan semen yang terinfeksi.
2.4.2.2 Transmisi melalui Darah
HIV dapat ditransmisikan melalui darah dan produk darah, terutama pada individu pengguna narkotika itravena dengan pemakaian jarum suntik secara bersama dalam
Universitas Sumatera Utara
33
satu kelompok tanpa mengindahkan asas sterilisasi. Dapat juga pada individu yang menerima transfusi darah atau produk darah yang mengabaikan tes penapisan HIV. Namun pada saat ini hal tersebut jarang terjadi dengan semakin meningkatnya perhatian dan semakin baiknya tes penapisan terhadap darah yang ditransfusikan.
Diperkirakan bahwa 90% sampai 100% orang yang mendapat trasfusi darah yang tercemar HIV akan mengalami infeksi. Transfusi darah lengkap (whole blood), sel darah merah (packed red blood), trombosit, leukosit, dan plasma semuanya berpotensi menularkan HIV.
Suatu penelitian di Amerika Serikat melaporkan resiko infeksi HIV-1 melalui transfusi darah dari donor yang terinfeksi HIV berkisar antara 1 per 750.000 hingga 1 per 835.000. Pada proses bayi tabung dan transplantasi organ dilaporkan beberapa kasus penularan HIV melalui semen yang digunakan dalam inseminasi buatan dan jaringan yang digunakan pada transplantasi organ sehingga sekarang setiap donor harus diperiksa akan kemungkinan infeksi HIV sebelum transplantasi.
2.4.2.3 Transmisi secara Vertikal
Transmisi secara vertikal dapat terjadi dari ibu yang terinfeksi HIV kepada janinnya sewaktu hamil, sewaktu persalinan, dan setelah melahirkan melalui pemberian Air Susu Ibu (ASI).
Angka penularan selama kehamilan sekitar 5-10%, sewaktu persalinan 1020%, dan saat pemberian ASI 10-20%. Namun, diperkirakan penularan ibu kepada janin atau bayi terutama terjadi pada masa perinatal. Hal ini didasarkan saat identifikasi infeksi oleh teknik kultur atau Polymerase Chain Reaction (PCR) pada bayi setelah lahir (negatif saat lahir dan positif beberapa bulan kemudian).
Universitas Sumatera Utara
34
2.4.2.4 Transmisi melalui Cairan Tubuh Lain
Walaupun HIV pernah ditemukan dalam air liur pada sebagian kecil orang yang terinfeksi, tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa air liur dapat menularkan infeksi HIV baik melalui ciuman biasa maupun paparan lain misalnya sewaktu bekerja sebagai petugas kesehatan. Selain itu, air liur dibuktikan mengandung inhibitor terhadap aktivitas HIV. Demikian juga belum ada bukti bahwa cairan tubuh lain misalnya air mata, keringat, dan urin dapat merupakan media transmisi HIV. Namun, cairan tubuh tersebut tetap harus diperlakukan sesuai tindakan pencegahan melalui kewaspadaan universal.
2.4.3
Reseptor CD4 (Cluster of Differentiation 4)
Perjalanan infeksi HIV di dalam tubuh manusia diawali dari interaksi gp120 (glycoprotein 120) pada selubung HIV berikatan dengan reseptor spesifik CD4 yang terdapat pada permukaan membran sel target (kebanyakan limfosit T-CD4). Sel target utama adalah sel target yang mampu mengekspresikan reseptor CD4
Setelah 4-11 hari sejak paparan pertama HIV dapat dideteksi di dalam darah. Selama dalam sirkulasi sistemik terjadi viremia dengan disertai gejala dan tanda infeksi virus akut seperti panas tinggi mendadak, nyeri kepala, nyeri sendi, nyeri otot, mual, muntah, sulit tidur, batuk-pilek, dan lain-lain. Keadaan ini disebut retroviral akut. Pada fase ini mulai terjadi penurunan CD4 dan peningkatan HIV-RNA Viral load. Viral load (beban yang disebabkan oleh virus; pneumonia radang paru) akan meningkat dengan cepat pada awal infeksi dan kemudian akan menurun sampai pada suatu titik tertentu. Dengan semakin berlanjutnya infeksi, viral load secara perlahan cenderung terus meningkat. Keadaan tersebut akan diikuti dengan penurunan hitung CD4 secara perlahan dalam waktu beberapa tahun dengan laju penurunan CD4 yang lebih cepat pada kurun waktu satu setengah tahun sampai dua setengah tahun, sebelum akhirnya jatuh ke stadium AIDS.
Universitas Sumatera Utara
35
Fase selanjutnya HIV akan berusaha masuk ke dalam sel target. Sel yang menjadi target HIV adalah sel yang mampu mengekspresikan reseptor CD4. Untuk bisa masuk ke sel target, gp120 HIV perlu berikatan dengan reseptor CD4. Reseptor CD4 ini terdapat pada permukaan limfosit T, monosit-makrofag, Langerhan’s, sel dendrit, astrosit, microglia. Selain itu, untuk masuk ke sel HIV memerlukan chemokine reseptor yaitu CXCR4 dan CCR5.
Mikroorganisme lain yang memicu infeksi sekunder dan memengaruhi jalannya replikasi adalah bakteri, virus, jamur, maupun protozoa. Dari keempat golongan mikroorganisme tersebut yang paling besar pengaruhnya terhadap percepatan replikasi HIV adalah virus non-HIV, terutama adalah virus DNA.
Secara perlahan namun pasti, limfosit T penderita akan tertekan dan semakin menurun dari waktu ke waktu. Individu yang terinfeksi HIV mengalami penurunan jumlah limfosit T-CD4 melalui beberapa mekanisme sebagai berikut : 1. Kematian sel secara langsung karena hilangnya integritas membran plasma akibat adanya penonjolan dan perobekan oleh virion, akumulasi DNA virus yang tidak berintegrasi dengan nukleus, dan terjadinya gangguan sintesis makromolekul. 2. Syncytia formation, yaitu terjadinya fusi antar membran sel yang terinfeksi HIV dengan limfosit T-CD4 yang tidak terinfeksi. 3. Respons imun humoral dan seluler terhadap HIV ikut berperan melenyapkan virus dan sel yang terinfeksi virus. Namun respons ini bisa menyebabkan disfungsi imun akibat eliminasi sel yang terinfeksi dan sel normal di sekitarnya (innocent-bystander). 4. Mekanisme autoimun dengan pembentukan autoantibodi yang berperan untuk mengeliminasi sel yang terinfeksi. 5. Kematian sel yang terprogram (apoptosis). Peningkatan antara gp120 di bagian V3 dengan reseptor CD4 Limfosit T merupakan sinyal pertama untuk menyampaikan pesan kematian sel melalui apoptosis.
Universitas Sumatera Utara
36
6. Kematian sel target terjadi akibat hiperaktivitas Hsp70 (40-kDa heat-shock protein), sehingga fungsi sitoprotektif, pengaturan irama dan waktu folding protein terganggu, terjadi missfolding dan denaturasi protein, dan kematian sel.
Dengan berbagai proses kematian limfosit T tersebut terjadi penurunan jumlah limfosit T-CD4 secara dramatis dari normal berkisar 600-1200/mm3 menjadi 200/mm3 atau lebih rendah lagi. Semua mekanisme tersebut menyebabkan penurunan sistem imun sehingga pertahanan individu dan meningkatkan resiko terjadinya infeksi sekunder sehingga masuk ke stadium AIDS. Masuknya infeksi sekunder menyebabkan munculnya keluhan dan gejala klinis sesuai jenis infeksi sekundernya.
2.4.4
Perjalanan Infeksi HIV
Perjalanan infeksi HIV, jumlah limfosit T-CD4, jumlah virus dan gejala klinis melalui 3 fase berikut: 1. Fase Infeksi Akut Setelah HIV menginfeksi sel target, terjadi proses replikasi yang menghasilkan virus-virus baru (virion) jumlahnya berjuta-juta virion. Viremia dari begitu banyak virion tersebut memicu munculnya gangguan infeksi akut dengan gejala yang mirip sindrom semacam flu yang juga mirip dengan infeksi mononukleosa. Diperkirakan bahwa sekitar 50% - 70% orang yang terinfeksi HIV mengalami sindrom infeksi akut selama 3 sampai 6 minggu setelah terinfeksi virus dengan gejala umum yaitu demam, faringitis, limfadenopati, artralgia, mialgia, letargi, malaise, nyeri kepala, mual, muntah, diare, anoreksia, penurunan berat badan. HIV juga sering menimbulkan kelainan pada sistem saraf meskipun paparan HIV terjadi pada stadium infeksi masih awal. Menyebabkan meningitis, ensefalitis, neuropati perifer, dan mielopati. Pada fase akut terjadi penurunan limfosit T yang dramatis dan kemudian terjadi kenaikan limfosit T pada fase ini masih di atas 500 sel/mm3 dan kemudian akan mengalami penurunan setelah 6 minggu terinfeksi HIV.
Universitas Sumatera Utara
37
2. Fase Infeksi Laten Pada fase ini jarang ditemukan virion di plasma sehingga jumlah virion di plasma menurun karena sebagian besar virus terakumulasi di kelenjar limfa dan terjadi replikasi di kelenjar limfa. Sehingga penurunan limfosit T terus terjadi walaupun virion di plasma jumlahnya sedikit. Pada fase ini jumlah limfosit T-CD4 menurun hingga sekitar 500 sampai 200 sel/mm3, meskipun telah terjadi setelah serokonversi positif individu umumnya belum menunjukkan gejala klinis (asimtomatis). Beberapa pasien terdapat sarkoma Kaposi’s, Herpes simpleks, sinusitis bacterial, Herpes Zooster, dan pneumonia yang sering berlangsung rerata sekitar 8-10 tahun (dapat 3-13 tahun) setelah terinfeksi HIV. Pada tahun ke delapan setelah terinfeksi HIV akan muncul gejala klinis, yaitu demam, banyak berkeringat pada malam hari, kehilangan berat badan kurang dari 10%, diare, lesi pada mukosa dan kulit berulang, penyakit infeksi kulit berulang. Gejala ini merupakan tanda awal munculnya infeksi oportunistik. 3. Fase Infeksi Kronis Pada fase ini terjadi peningkatan jumlah virion secara berlebihan di dalam aliran sistemik. Respons imun tidak mampu meredam jumlah virion yang berlebihan tersebut. Limfosit semakin tertekan karena intervensi HIV yang semakin banyak. Terjadi penurunan jumlah limfosit T-CD4 hingga di bawah 200 sel/mm3. Penurunan limfosit T ini mengakibatkan sistem imun menurun dan pasien semakin rentan terhadap berbagai macam penyakit infeksi sekunder. Perjalanan penyakit semakin progresif yang mendorong ke arah AIDS. Infeksi sekunder yang sering menyertai adalah pneumonia yang disebabkan Pneumocytis carinii, tuberculosis, sepsis, toksoplasmosis ensefalitis, diare akibat kriptosporidiasis, infeksi virus situmegalo, infeksi virus herpes, kandidiasis bronchus atau paru, serta infeksi jamur jenis lain misalnya histoplasmosis.
Selain 3 fase tersebut ada periode masa jendela, yaitu periode dimana pemeriksaan tes antibodi HIV masih menunjukkan hasil negatif walaupun virus sudah ada dalam darah pasien dengan jumlah yang banyak. Antibodi yang terbentuk belum
Universitas Sumatera Utara
38
cukup terdeteksi melalui pemeriksaan laboratorium kadarnya belum memadai. Antibodi terhadap HIV biasanya muncul dalam 3-6 minggu hingga 12 minggu setelah infeksi primer.
Periode jendela sangat penting diperhatikan karena pada periode jendela ini pasien sudah mampu dan potensial menularkan HIV kepada orang lain.
2.4.5
Diagnosis Infeksi AIDS
Untuk membantu menetapkan diagnosis terinfeksi HIV pada individu perlu memahami faktor resiko epidomiologis yang terdapat pada individu tersebut. Informasi ini sangat memudahkan dokter sebelum melangkah ke arah diagnosis definitive. Konseling dan pemeriksaan terhadap individu beresiko tinggi merupakan langkah utama untuk pencegahan dan deteksi dini. Individu yang terinfeksi tetapi tidak mengetahui, tidak menyadari sangat potensil mentransmisikan ke orang lain.
Faktor epidomiologis infeksi HIV adalah sebagai berikut : 1.
Perilaku beresiko tinggi : -
Hubungan seksual dengan pasangan yang beresiko tinggi tanpa menggunakan kondom.
-
Pengguna narkotika intravena, terutama bila pemakaian jarum secara bersama tanpa sterilisasi yang memadai.
-
Hungan seksual yang tidak aman, multipartner, pasangan seks individu yang diketahui terinfeksi HIV, kontak seks per anal.
2.
Mempunyai riwayat infeksi menular seksual.
3.
Riwayat menerima transfusi darah berulang tanpa test penapisan.
4.
Riwayat perlukaan kulit, tato, tindik, atau sirkumsisi dengan alat yang tidak disterilisasi.
Diagnosis infeksi HIV dan AIDS dapat ditegakkan berdasarkan klasifikasi klinis WHO dan atau CDC atau disebut juga dengan manifestasi klinis. Manifestasi
Universitas Sumatera Utara
39
klinis infeksi HIV merupakan gejala dan tanda pada tubuh host akibat intervensi HIV. Manifestasi ini dapat merupakan gejala dan tanda infeksi virus akut, keadaan asimtomatis berkepanjangan, hingga manifestasi AIDS berat. Di Indonesia diagnosis AIDS untuk keperluan surveilans epidomiologi dibuat bila menunjukkan test HIV positif dan sekurang-kurangnya didapat 2 gejala mayor dan 1 gejala minor.
Manifestasi gejala dan tanda dari HIV dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu: 1. Tahap Pertama. Merupakan tahap infeksi akut, pada tahap ini muncul gejala tetapi tidak spesifik. Tahap ini muncul 6 minggu pertama setelah paparan HIV dapat berupa demam, rasa letih, nyeri otot dan sendi, nyeri telan, dan pembesaran kelenjar getah bening. Dapat juga disertai meningitis aseptik yang ditandai dengan nyeri kepala hebat, kejang-kejang dan kelumpuhan saraf otak. 2. Tahap Kedua. Merupakan tahap asimtomatis, pada tahap ini gejala dan keluhan hilang. Tahap ini berlangsung 6 minggu hingga beberapa bulan, bahkan beberapa tahun setelah infeksi. Pada saat ini sedang terjadi internalisasi HIV ke intraseluler. Pada tahap ini aktifitas penderita masih normal. 3. Tahap Ketiga. Merupakan tahap simtomatis, pada tahap ini gejala dan keluhan lebih spesifik dengan gradasi sedang sampai berat. Berat badan menurun tetapi tidak lebih dari 10%, pada selaput mulut terjadi sariawan berulang, terjadi peradangan pada sudut mulut, dapat juga ditemukan infeksi bakteri pada saluran nafas bagian atas namun penderita dapat melakukan aktifitas meskipun terganggu. Penderita lebih banyak di tempat tidur meskipun kurang dari 12 jam per hari dalam bulan terakhir. 4. Tahap Keempat. Merupakan tahap yang lebih lanjut atau tahap AIDS. Pada tahap ini terjadi penurunan berat badan hingga lebih dari 10%, diare yang lebih dari 1 bulan, demam yang tidak diketahui sebabnya selama lebih dari sebulan,
Universitas Sumatera Utara
40
kandidiasis oral, oral hairy leukoplakia, tuberculosis paru, dan pneumonia bakteri. Penderita berbaring di tempat tidur lebih dari 12 jam selama sebulan terakhir.
2.4.6
Gejala Mayor dan Minor pada pasien AIDS.
Berdasarkan klasifikasi klinis yang ditetapkan WHO dan CDC dalam mendiagnosis AIDS, maka dikelompokkan ke dalam dua gejala pokok, yaitu gejala mayor dan gejala minor. Gejala mayor atau disebut juga dengan gejala umum terdiri dari: 1. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam sebulan. 2. Diare kronis yang berlangsung lebih dari sebulan. 3. Demam berkepanjangan lebih dari sebulan. 4. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis, seperti : kebingungan dan pelupa, mati rasa pada lengan dan kaki. 5. Ensefalopati HIV Gejala yang termasuk ensefalitis (peradangan otak), perubahan perilaku, dan penurunan fungsi kognitif secara bertahap, termasuk kesulitan berkonsentrasi, ingatan dan perhatian juga menunjukkan pengembangan
fungsi
motor
yang melambat
dan
kehilangan
ketangkasan serta koordinasi. Sedangkan untuk gejala minor terdiri dari: 1.
Batuk menetap lebih dari sebulan.
2.
Dermatitis generalisata, merupakan penyakit kulit berupa perasaan gatal.
3.
Herpes Zoster multisegmental berulang penyakit kulit, yang disebabkan oleh virus dimana virus akan memperbanyak diri (multiplikasi) dan membentuk bintil-bintil kecil berwarna merah, berisi cairan, dan menggembung pada daerah sekitar kulit yang dilalui virus tersebut.
4.
Kandidiasis orofangieal. Penyakit jamur pada rongga mulut dan kerongkongan.
Universitas Sumatera Utara
41
5.
Herpes simpleks kronis progresif, merupakan berupa demam yang terjadi berulang-ulang, dan disebabkan oleh virus herpes.
6.
Limfadenopati generalisata merupakan pembesaran di semua kelenjar limfa.
7.
Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita.
8.
Retinitis oleh virus sitomegalo, merupakan kerusakan pada retina, tidak dapat dipulihkan dan dapat meyebabkan kebutaan.
2.5 PHP Script
PHP adalah suatu bahasa pemrograman open source yang digunakan secara luas terutama untuk pengembangan web dan dapat disimpan dalam bentuk HTML. Keuntungan utama menggunakan PHP adalah script PHP tidak hanya benar-benar sederhana bagi pemula, tetapi juga menyediakan banyak fitur tambahan untuk programer professional.
Script PHP dapat digunakan dalam tiga hal, yaitu: 1. Penulisan program server side. Hal ini adalah target utama PHP. Diperlukan tiga hal agar script PHP dapat bekerja antara lain, PHP parser (CGI atau server module), server web (misal, Apache), dan browser web. 2. Penulisan program command line. Script PHP dapat berjalan tanpa server atau browser. Hanya diperlukan PHP parser dalam bentuk command line. 3. Penulisan program untuk aplikasi desktop. PHP mungkin bukan bahasa yang sangat baik untuk membuat suatu aplikasi desktop dengan tampilan grafis yang user friendly, dengan penambahan fitur tambahan PHP pada aplikasi client side atau menggunakan PHP-GTK. PHP-GTK merupakan fitur tambahan pada PHP dan tidak tersedia pada distribusi utama.
Universitas Sumatera Utara
42
Secara singkat, kelebihan-kelebihan PHP meliputi: 1. Script PHP sederhana, mudah dibuat, dan mempunyai kecepatan akses tinggi. 2. Dapat berjalan dalam server web yang berbeda dan dalam sistem operasi yang berbeda. PHP dapat berjalan pada sistem operasi Linux/Unix, Windows, dan Macintosh. 3. Bersifat open source sehingga diterbitkan secara gratis. 4. Dapat berjalan pada server web Microsoft Personal Web Server, Apache, IIS, Xitami dan sebagainya. 5. Termasuk bahasa yang embedded (bisa ditempel atau diletakkan dalam tag HTML.
2.6 Penelitian Terdahulu Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan sistem pakar forward chaining pada penyakit AIDS menggunakan Certainty Factor dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini:
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No.
Peneliti / Tahun
Judul
Keterangan
1.
Dedy Syahputra/ 2001
Perancangan Aplikasi Perangkat Lunak Sistem Pakar dengan menggunakan Metode Forward Chaining Dan Certainty Factor Untuk Mendiagnosis Kerusakan Komputer Pada Warung Internet (Warnet)
Pada penelitian ini dirancang suatu perangkat lunak yang dapat membantu orang awam (pemakai) yang memiliki pengetahuan tentang komputer, toko penjualan komputer atau tempat pelatihan bagi para teknisi untuk mengidentifikasi kerusakan yang ada pada umumnya sering terjadi pada komputer. Tugas akhir ini membahas tentang sistem pakar untuk diagnosis infeksi penyakit tropis. metode yang digunakan adalah forward chaining dengan penelusuran ke depan, dengan rancangan yang mudah dan sesuai dengan aturan yang ada.
2.
Ellys R.Situmeang/ 2011
Sistem Pakar Diagnosa Infeksi Penyakit Tropis Dengan Menggunakan Metode Forward Chaining
Universitas Sumatera Utara
43
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu (Lanjutan) NO. 3.
4.
Peneliti/Tahun
Judul
Elpa Armi Voni/ Penggunaan certainty 2010 factor (CF) dalam Perancangan Sistem Pakar untuk Mendiagnosis Penyakit Artherosklerosis.
Diema Hernyka Satyareni
Sistem Pakar Diagnosis penyakit infeksi tropis dengan menggunakan forward chaining dan backward chaining.
Keterangan Penelitian ini bertujuan menyusun sebuah sistem pakar yang digunakan untuk diagnosis awal penyakit Artherosklerosis berdasarkan gejala yang dirasakan. Sistem ini akan menampilkan besarnya kepercayaan gejala tersebut terhadap kemungkinan penyakit yang diderita pengguna. Besarnya nilai kepercayaan tersebut merupakan hasil perhitungan dengan menggunakan metode certainty factor (CF). Representasi pengetahuan yang digunakan pada penelitian ini adalah production rule. Metode inferensi yang digunakan untuk mendapatkan konklusi yaitu penalaran maju (forward chaining) Sistem pakar ini menggunakan logika inferensi forward untuk membuat diagnosis awalnya dan backward chaining digunakan untuk proses konsultasi diharapkan dapat dibangun sebuah sistem pakar yang berbasis teknologi informasi untuk membuat diagnosis penyakit infeksi tropis. Hasil aplikasi yang telah dibuat dokter penyakit infeksi tropis.
Universitas Sumatera Utara