Bab 2 Landasan Teori
Dalam penelitian cerita Akai Rousoku To Ningyo karya Ogawa Mimei, penulis melakukan pendekatan intrinsik dan ekstrinsik. Pendekatan ekstrinsik adalah pendekatan yang mempengaruhi ciptasastra itu dari luar atau latar belakang dari penciptaan ciptasastra (karya sastra) itu. Unsur-unsur ekstrinsik dapat berupa pendekatan sosiologi sejarah, ilmu jiwa (psikologi), pendidikan dan lain-lain. Pendekatan intrinsik ialah pendekatan yang membangun ciptasastra itu dari dalam. Misalnya hal yang berhubungan dengan struktur, seperti alur, latar, pusat pengisahan dan penokohan, kemudian juga halhal yang berhubungan dengan pengungkapan tema dan amanat ( Esten, 1990: 20). Pendekatan ekstrinsik yang penulis ambil untuk meneliti tokoh Kakek di dalam cerita Akai Rousoku To Ningyo adalah pendekatan psikologi. Namun tidak terlepas dari pendekatan intrinsik, dengan menelaah dari sisi penokohannya.
2.1 Teori Psikologi Sosial Psikologi sosial merupakan salah satu cabang psikologi yang mempelajari perilaku manusia, khususnya yang berkaitan dengan lingkungan sosial. Dalam psikologi sosial membahas tentang perilaku individual, sikap, perubahan sikap dan hubungan antar pribadi. Namun yang akan saya bahas dalam skripsi saya ini adalah
sikap dan
perubahannya.
10
2.1.1 Sikap Ahmadi (1991: 161) mengatakan, ”Istilah sikap yang dalam bahasa Inggris disebut ”attitude” pertama kali digunakan oleh Herbert Spencer (1862), yang menggunakan kata ini untuk menunjuk suatu status mental seseorang.” Sikap merupakan produk dari proses sosialisasi di mana seseorang bereaksi sesuai dengan rangsangan yang diterima dan jika sikap mengarah pada objek tertentu, maka penyesuaian diri terhadap objek dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan kesediaan orang tersebut untuk bereaksi. Sikap seringkali dihadapkan dengan rangsang dan reaksi yang bersifat emosional (Mar’at, 1981: 9-10). Ahmadi (1991: 161) mengungkapkan, ”sikap adalah kesiapan merespon yang sifatnya positif atau negatif terhadap objek atau situasi secara konsisten.” Menurut Ahmadi (1991), sikap positif adalah sikap yang memperlihatkan, menyetujui, serta melaksanakan norma-norma yang berlaku dimana individu itu berada. Sedangkan sikap negatifnya adalah sikap yang menunjukkan penolakan terhadap norma-norma yang berlaku. Sikap juga lebih dipandang sebagai hasil belajar dari pada hasil perkembangan atau suatu yang diturunkan. Sikap juga diperoleh melalui interaksi dengan objek sosial atau peristiwa sosial (Mar’at, 1981: 17). Harris dalam Mar’at (1981) mengungkapkan bahwa sikap adalah sebagai suatu konstruk psikologik atau variabel tersembunyi yang ditafsirkan dari reaksi yang dapat diawasi dan memiliki konsistensi dengan sikap yang tersembunyi. Berikut ini merupakan ciri-ciri sikap menurut Ahmadi (1991): 1. Sikap itu dipelajari 2. Memiliki kestabilan 11
3. Personal-societal significance Sikap melibatkan hubungan antara seseorang dan orang lain dan juga antara orang dan barang atau situasi. 4. Berisi cognisi dan affeksi 5. Approach-avoidance directionality Bila seseorang memiliki sikap yang baik terhadap sesuatu objek, mereka akan mendekati dan membantunya. Sedangkan bila seseorang memiliki sikap yang tidak baik, maka mereka akan menghindarinya. Namun penulis hanya menggunakan ciri-ciri nomor tiga, yaitu Personal-societal significance di dalam analisis. Selain ciri –ciri ada juga fungsi dari sikap, yaitu: 1. Sikap berfungsi sebagai alat untuk menyesuaikan diri 2. Sikap berfungsi sebagai alat pengatur tingkah laku 3. Sikap berfungsi sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman 4. Sikap berfungsi sebagai pernyataan kepribadian Menurut Sarwono (2002), sikap memiliki tiga komponen sikap, yaitu: 1. Komponen Kognitif, yaitu suatu segmen pendapat atau keyakinan. Komponen ini juga berhubungan dengan gejala mengenal pikiran. Komponen ini juga ada hubungannya dengan ide dan konsep. 2. Komponen Afektif, yaitu suatu segmen yang menyangkut kehidupan emosional atau perasaan seseorang, seperti ketakutan, simpati dan sebagainya. 3. Komponen Konatif, merupakan kecenderungan bertingkah laku atau berperilaku menurut cara tertentu.
12
Reaksi afektif yang membentuk sikap seseorang berpangkal pada struktur kognisinya, berarti sikap individu terhadap obyek tertentu ditentukan oleh daya nalar dan pengalaman yang berhubungan dengan obyek tersebut. Penilaian individu tentang obyek diperoleh dari pengalaman langsung berdasarkan interaksi dan didasarkan pengalaman tidak langsung seperti cerita atau berita-berita. Penilaian ini menghasilkan reaksi afektif yang berupa dimensi positf atau negatif terhadap obyek sikap. Karakteristik dari sikap mengikutsertakan segi evaluasi yang berasal dari komponen afektif, sedangkan kejadiannya tidak termasuk evaluasi emosional. Oleh karena itu sikap adalah relatif konstan dan sukar untuk berubah, jika ada perubahan maka adanya tekanan yang kuat dan bisa mengakibatkan perubahan dalam sikap melalui proses tertentu. Sherif dalam Ahmadi (1991) mengungkapkan bahwa ada hal yang mempengaruhi, agar sikap dapat diubah dan dibentuk: 1. Terdapat hubungan timbal balik yang langsung antara manusia 2. Adanya komunikasi dari satu pihak
2.1.2 Perubahan Sikap Masalah yang penting dalam psikologi sosial adalah memahami dan mengerti pembentukan suatu sikap dan perubahannya (Mar’at, 1981: 25). Sebagian besar dari para pakar psikologi sosial berpendapat bahwa sikap terbentuk dari pengalaman melalui proses belajar. Pandangan ini mempunyai dampak terapan, yaitu berdasarkan pandangan ini dapat disusun berbagai upaya (penerangan, pendidikan, pelatihan, komunikasi dan sebagainya) untuk mengubah sikap seseorang (Sarwono, 2002: 21-252). Perubahan sikap ini dapat di uraikan dalam topik-topik prasangka, perubahan sosial, conformity leadership, propaganda dan perang urat saraf. 13
Perubahan yang terjadi dalam bersikap, tidak akan terjadi begitu saja. Namun ada faktor-faktor yang mempengaruhi. Menurut Ahmadi (1991) faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan sikap, yaitu: 1. Faktor internal (faktor dari dalam) Faktor internal adalah faktor yang terdapat dalam pribadi manusia itu sendiri. Faktor ini berupa daya pilih seseorang untuk menerima dan mengolah pengaruhpengaruh yang datang dari luar. Pilihan yang dihadapkan terhadap pengaruh dari luar itu biasanya disesuaikan dengan motif dan sikap di dalam diri manusia, terutama yang menjadi minat perhatiannya.
2. Faktor eksternal (faktor dari Luar) Faktor eksternal adalah faktor yang terdapat di luar pribadi manusia. Faktor ini berupa interaksi sosial di luar kelompok, seperti interaksi antara manusia yang sampai padanya melalui alat-alat komunikasi. Ada pun empat pendekatan secara umum dari perubahan sikap, yaitu melalui teori-teori dari Mar’at: 1. Teori stimulus- respons dan reinforcement ( aksi, reaksi) 2. Teori social- judgement ( pengambilan pertimbangan/ keputusan) 3. Teori consistency ( keseimbangan) 4. Teori fungsional ( fungsi)
14
2.1.2.1 Pendekatan Perubahan Sikap Melalui Teori-teori dari Mar’at Sikap merupakan produk dari proses sosialisasi yang banyak ditentukan oleh faktor kultural. Sehingga perubahan dari sikap ini sering bersifat situasional. Sedangkan kegunaan dari perubahan sikap dapat dipakai untuk psikoterapi, pendidikan, propaganda dan aplikasi sehari-hari. Maka atas dasar alasan diatas timbul teori-teori dan metodametoda pengukuran dari sikap ( Mar’at, 1981: 25-26). Berikut ini dikemukakan penjelasan teori-teori Mar’at (1981):
1. Teori Stimulus- Respons dan Reiforcement ( penguatan) Teori beranggapan bahwa tingkah laku sosial dapat dimengerti melalui suatu analisa stimuli yang diberikan dan dapat mempengaruhi reaksi yang spesifik dan didukung oleh hukuman maupun penghargaan sesuai reaksi yang terjadi. Hosland, Janis dan Kelly dalam Mar’at (1981) beranggapan bahwa proses dari perubahan sikap adalah serupa dengan proses belajar. Dalam mempelajari sikap yang baru, ada tiga variabel penting yang menunjang proses belajar tersebut: a. Perhatian b. Pengertian c. Penerimaan Dalam proses perubahan sikap ini terlihat bahwa sikap dapat berubah, hanya jika rangsang yang diberikan benar-benar melebihi rangsang semula. Ada pun faktor yang menunjang terjadinya perubahan sikap, yaitu adanya imbalan dan hukuman, dimana individu mengasosiasikan reaksinya yang disertai dengan imbalan dan hukuman, stimulus mengandung harapan bagi individu sehingga dapat terjadi perubahan dalam sikap. 15
2. Teori Social- Judgement Pada dasarnya setiap stimulus mempunyai nilai kuantitatif dan mempunyai dimensi tersendiri berdasarkan interes individu tersebut. Kesesuaian dari interes akan menentukan tingkatan kepuasan yang akhirnya menentukan suatu keputusan yang disebut ”sosial-judgement (pertimbangan sosial). Perubahan sikap juga disebabkan oleh komunikator. Peran dari komunikator adalah memindahkan ide, keinginannya, pada pihak lain. Dengan adanya kesesuaian keputusan antara individu yang mendapatkan pengaruh dari komunikator dengan komunikator tersebut. Sehingga sikap individu dapat dipengaruhi dan dapat terjadi perubahan sikap. Cara lain agar perubahan sikap dapat terjadi yaitu dengan memberikan informasi atau masalah pada pihak lain dengan cara membujuk, dimana pendekatannya dengan mempengaruhi sikap emosi dari pihak lain. Dalam kehidupan nyata pun kita lihat bahwa faktor suasana hati banyak menentukan perubahan sikap.
3. Teori Consistency ( keseimbangan) Setiap individu menyadari bahwa sering antara sikap dan tindakannya adalah berlainan. Individu menyadari pula bahwa ia telah melanggar keinginan dirinya sendiri, dan terlihat tidak konsisten antara sikap dan perbuatannya.
4. Teori Fungsional ( fungsi) Dasar dari teori fungsioal adalah bahwa perubahan sikap dari seseorang tergantung dari kebutuhan. Pendekatan dari teori ini bersifat Phenomenologis, yang berarti bahwa stimulus yang diberikan dapat dimengerti dalam konteks kebutuhan individu. 16
Teori fungsi ini beranggapan bahwa sikap memiliki suatu fungsi untuk menghadapi dunia luar agar individu senantiasa menyesuaikan dengan lingkungan menurut kebutuhannya. Sehingga terlihat terus menerus terjadinya perubahan sikap dan tingkah laku. Menurut Kelman (1991), terdapat tiga proses asas yang terlibat dalam perubahan sikap, yaitu (a) kepatuhan, (b) identifikasi dan (c) pembatinan. Dalam banyak perubahan sikap, proses pembatinan merupakan kaedah yang dapat mengubah tingkahlaku. Semua teori membahas bahwa lingkungan sosial merupakan faktor yang menentukan sikap tersebut. Dalam hal ini perhatian khususnya diarahkan kepada masalah komunikasi sebagai diterminan dari perubahan sikap. Dalam pengertian ini telah menjadi konsep tradisional dari pada pembahasan sikap dimana masalah komunikasi dan interaksi sosial merupakan faktor penentu dari pada perubahan sikap. Perubahan sikap merupakan hasil dari komunikasi sosial yang sebenarnya merupakan proses dari informasi. Di dalam komunikasi sosial yang merupakan sumber dari pesan tersebut adalah manusia. Sedangkan berita yang akan disampaikan merupakan suatu materi yang dinyatakan. Efek dari pada berita tersebut terlihat dari komponen-komponen sikap yang mengalami perubahan. Dengan sendirinya perlu diteliti apakah berita yang disamaikan itu bersifat emosional atau rasional yang akhirnya menentukan penerima berita tersebut. Hal ini menentukan efektivitas perubahan sikap (Mar’at, 1981: 102-103).
2.1.2.2 Pandangan Terhadap Perubahan Sikap Menurut Carl Hovland dan Irving Janis dalam Mar’at (1981) menjelaskan bahwa mereka menciptakan model perubahan sikap yang sangat berguna. Pada awalnya dengan adanya suatu stimulus yang disebut oleh Hovland sebagai observable persuasion. Dalam 17
hal ini harus ada seorang komunikator yang memiliki posisi khusus dalam masalahmasalah tertentu dan mencoba untuk meyakinkan dan membujuk orang lain untuk mengubah pendapatnya sesuai dengan pendapat komunikator, dan beranggapan bahwa komunikator tersebut mempunyai pendapat yang benar. Komunikasi yang dibuat untuk mempengaruhi orang lain tersebut disampaikan dalam lingkungan tertentu dan dalam keadaan tertentu. Dalam perubahan sikap, individu dengan keadaan yang mereka miliki dihadapkan pada keadaan yang berbeda. Dengan adanya ketidaksesuaian antara sikap individu dengan sikap yang dicerminkan oleh komunikator dalam komunikasinya menyebabkan terjadinya stres. Stres ini disebut sebagai konflik yang tidak seimbang, dimana ketidak sesuaian merupakan sumber dari timbulnya stres. Untuk itu manusia bebas memilih caranya sendiri untuk mengurangi stres. Dalam model Carl Hovland, perubahan sikap adalah penekanannya pada alternatif kesepakatan. Sedangkan dari sudut pandang komunikator, maksudnya adalah membujuk target agar mengubah sikapnya semaksimal mungkin dan mengurangi alternatif kesepakatan. Komunikator pada umumnya menguasai topik daripada penerima berita. Sehingga sulit untuk menolaknya hanya berdasarkan hal-hal yang logis. Namun untuk melemahkan akibat dari komunikasi, individu dapat mendebat isi dari komunikasi dan berusaha untuk menunjukkan bahwa pendapatnya lebih dapat dipercaya dan berharga dibandingkan dengan apa yang disampaikan oleh komunikator. Dengan begitu dapat mengurangi terjadinya perubahan suatu sikap.
18
2.2 Teori Penokohan Menurut Nurgiyantoro (2002), penokohan merupakan pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Sedangkan menurut Esten (1990),
penokohan
adalah
bagaimana
cara
pengarang
menggambarkan
dan
mengembangkan watak tokoh-tokoh dalam sebuah cerita rekaan. Sudjiman (1991: 23), mengatakan bahwa watak ialah kualitas tokoh, kualitas nalar dan jiwanya yang membedakannya dengan tokoh lain. Penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh ini yang disebut penokohan. Jakob dalam Fananie (2000), mengatakan bahwa tokoh-tokoh tidak hanya berfungsi untuk memainkan cerita, tetapi juga untuk menyampaikan ide, motif, plot dan tema. Semakin berkembangnya ilmu jiwa, terutama psikoanalisa, juga merupakan salah satu alasan pentingnya peranan tokoh cerita sebagai bagian yang ditonjolkan oleh pengarang. Penokohan yang kompleks sifatnya agaknya dimungkinkan dan dirangsang oleh makin diterapkannya psikologi di dalam penggarapan cerita rekaan (Sudjiman, 1991: 27). Penokohan yang baik ialah penokohan yang berhasil menggambarkan tokoh-tokoh dan mengembangkan watak dari tokoh-tokoh tersebut yang mewakili tipe-tipe manusia yang dikehendaki tema dan amanat. Perkembangannya haruslah wajar dan dapat diterima berdasarkan hubungan kausalitas. Hudson dalam Sudjiman (1991) memandang penokohan penting, bahkan lebih penting dari pada pengaluran. Di dalam konflik yang diutamakan antara kepentingan alur dan penokohan, biasanya adalah penokohan. Oemarjati dalam Mido (1994) mengatakan bahwa Seorang tokoh atau pelaku secara wajar dapat diterima bila dapat dipertanggungjawabkan dari segi fisik, sosiologis, dan
19
psikologis. Tokoh yang mempunyai tiga dimensi merupakan tokoh hidup dalam cerita. Tiga dimensi tersebut, yaitu: a. Dimensi Fisologis b. Dimensi Sosiologis c. Dimensi Psikologis Jika dimensi di atas salah satunya diabaikan dapat dipastikan bahwa tokoh yang akan ditampilkan adalah tokoh ”timpang” yang cenderung menjadi tokoh ”mati”. Namun dalam skripsi ini, penulis hanya membahas dari segi dimensi psikologinya saja. Unsur-unsur penting dimensi psikologi yaitu: mentalitas, norma-norma moral yang dipakai, temperamen, perasaan-perasaan dan keinginan pribadi, sikap dan watak, kecerdasan dan lain-lain. Wellek dalam Mido (1994) menyebutkan empat macam perwatakan: 1. Perwatakan statis atau static characterization, yaitu pelukisan watak sang tokoh tetap tidak berubah-ubah dari awal sampai akhir cerita. 2. Perwatakan dinamis atau dynamic or developmental characterization, kalau watak sang tokoh berubah-ubah atau berkembang dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat sesuai dengan situasi yang dimasukinya. 3. perwatakan datar atau flat characterization, bila watak sang tokoh disoroti hanya dari satu unsur atau aspek saja. 4. perwatakan bulat atau round characterization, kalau watak sang tokoh dilukiskan dari segala aspek dan meliputi semua dimensi seperti yang terdapat pada tokoh nyata dalam hidup sehari-hari.
20
Menurut David Daiches dalam Fananie (2000) menyebutkan bahwa kemunculan karakter tokoh cerita fiksi dapat dilihat dari perstiwa- peristiwa yang dialami dan bagaimana reaksi tokoh terhadap peristiwa yang dihadapi. Kemunculan karakter tokoh tidak dapat dipisahkan dari rangkaian peristiwa. Ada bermacam-macam metode untuk mengekspresikan atau mendeskripsi karakter tokoh, yaitu metode langsung atau analitis (metode ekspositori) dan metode tidak langsung atau dramatik.
2.2.1 Metode Mendeskripsi Tokoh Ada beberapa cara dalam menggambarkan tokoh-tokoh. Pertama, secara analitik, yaitu pengarang sendiri langsung menceritakan bagaimana watak tokoh-tokohnya. Kedua, secara dramatik. Pengarang tidak langsung menceritakan bagaimana watak tokoh-tokoh ceritanya. Misalnya: melalui penggambaran tempat dan lingkungan tokoh, bentuk-bentuk lahir (potongan tubuh dan sebagainya) melalui percakapan maupun melalui perbuatan sang tokoh (Esten, 1990: 27).
2.2.1.1 Metode Langsung Metode ini disebut juga cara analitik. Pengarang secara langsung melukiskan tokoh dengan memberikan deskripsi, uraian atau penjelasan, melalui bidang fisiologi, sosiologi maupun bidang psikologinya. Pengarang sendiri langsung memberitahukan kepada pembaca tentang para tokoh (Mido, 1994: 22). Metode pelukisan tokoh seperti diatas bersifat sederhana dan cenderung ekonomis. Hal tersebut merupakan kelebihan dari metode analitis (analitik) dimana pengarang dapat dengan cepat dan singkat mendeskripsikan karakter atau watak dari tokoh ceritanya (Nurgiantoro, 2002: 196). 21
2.2.1.2 Metode Tidak Langsung Saad dalam Mido (1994) menjelaskan bahwa dalam metode ini pengarang secara tidak langsung membuat deskripsi tentang para tokoh. Metode ini disebut juga metode ragaan atau metode dramatik. Dalam metode ini pengarang membiarkan tokoh cerita untuk menunjukkan karakter atau watak yang dimilikinya melalui aktivitas yang dilakukan, baik secara verbal (katakata), dan non verbal (tingkah laku), maupun melalui peristiwa yang terjadi (Nurgiantoro, 2002: 198). Menurut Sudjiman (1991) pun mengatakan bahwa metode dramatik menggambarkan watak tokoh di dalam perbuatan dan dialog tokoh. Menurut Mido (1994) ada beberapa cara pengarang dalam melukiskan watak para tokoh ceritanya secara tidak langsung, yaitu: a. Melalui deskripsi fisik b. Melalui deskripsi mimik dan sikap tubuh c. Melalui ucapan-ucapan dan pikiran tokoh d. Melalui deskripsi perbuatan e. Melalui dialog f. Melalui deskripsi milik dan lingkungan g. Melalui nama tokoh h. Melalui reaksi, ucapan, pendapat tokoh lain Disamping kedua metode ini, William dalam Sudjiman (1991) mengemukakan cara kontekstual. Dengan cara ini, bahasa yang digunakan pengarang dapat memperlihatkan watak tokoh. Namun dalam skripsi ini penulis hanya menganalisis tokoh cerita secara verbal dan non verbal atau melalui tingkah laku (deskripsi perbuatan) dan melalui dialog (percakapan). 22
2.2.1.2.1
Metode Verbal (Melalui Dialog Atau Percakapan)
Menurut Saad dalam Mido (1994) mengatakan bahwa karakter tokoh dapat ditampilkan melalui percakapan-percakapan antara tokoh satu dengan tokoh lainnya dan apa yang dikatakan seseorang dapat menunjukkan siapa dia sebenarnya. Menurut Nurgiantoro (2002), percakapan yang dilakukan oleh tokoh cerita dimaksudkan untuk menggambarkan sifat tokoh yang bersangkutan. Tidak semua percakapan menunjukkan sikap tokoh. Namun percakapan yang efektif dan baik adalah yang menunjukkan sifat atau watak dari tokoh pelakunya. Dalam keadaan yang wajar, dialog atau percakapan harus berlangsung dengan baik, tidak dibuat-buat dan tanpa menyembunyikan maksud atau tujuan yang sebenarnya agar dapat menetapkan watak seseorang (Mido, 1994: 30). Dengan adanya dialog-dialog yang dikemukakan pengarang, pembaca dapat mengetahui sejauh mana moralitas, mentalitas, pemikiran dan watak tokohnya. Oleh karena itu, Daiches menyebut model ini sebagai teknik atau metode stream of consciousness (Fananie, 2000:90).
2.2.1.2.2 Metode Non Verbal (Melalui Deskripsi Perbuatan) Menurut Mido (1994), metode non verbal adalah menggambarkan watak atau karakter tokoh cerita dengan cara mendeskripsi tinda-tanduk atau perbuatan yang dilakukan oleh seorang tokoh cerita. Non verbal juga merupakan cara penyampaian info tanpa menggunakan bahasa. Cara penyampaian ini sampai kepada kita melalui saluran yang terlihat, yang termasuk perilaku ekspresif, seperti ekspresi wajah, isyarat, postur dan penampilan. Selain itu, untuk menunjukkan unsur-unsur karakter seorang tokoh, metode ini adalah metode yang paling efektif. 23
Metode ini menunjukkan tindakan yang bersifat non verbal atau fisik. Apa yang dilakukan seorang tokoh dalam suatu tingkah laku dan tindakan yang menunjukkan reaksi, tanggapan, sifat dan sikap, dapat mencerminkan watak atau karakter tokoh tersebut (Nurgiantoro, 2002: 203).
24