Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat yang digunakan manusia untuk berkomunikasi antara satu pihak dengan yang lain. Komunikasi adalah proses di mana seseorang, kelompok, atau organisasi yang bertindak sebagai pengirim (sender), mengirim informasi kepada seseorang, kelompok, atau organisasi yang bertindak sebagai penerima (receiver) (Nurrohim, 2009: 2). Masih menurut sumber yang sama, proses komunikasi umumnya melalui beberapa tahapan, yaitu pengirim pesan mengirimkan informasi kepada si penerima melalui satu atau beberapa sarana komunikasi.
Kemudian, penerima
mengirimkan umpan balik (feedback) kepada pengirim pesan. Menurut Nababan (2003: 3), salah satu fungsi bahasa adalah untuk mengungkapkan sesuatu hal dalam bentuk bahasa yang wajar. Fungsi bahasa tersebut, di dalamnya termasuk fungsi untuk mengungkapkan persetujuan terhadap sesuatu yang dikatakan oleh orang lain. Tanpa adanya bahasa, proses mengungkapkan kesetujuan atau ketidaksetujuan terhadap orang lain memiliki kemungkinan terjadinya ambiguitas dan kesalahan penyampaian (miskomunikasi). Dengan adanya suatu bahasa, manusia dapat menyampaikan maksud dan tujuan dirinya secara jelas dan logis. Akan tetapi, dunia itu luas. Terdapat ribuan bahasa yang diucapkan oleh miliaran orang di seluruh penjuru dunia. Bahasa yang kita ucap dan kuasai sekarang, hanya dapat kita gunakan dan dimengerti oleh orang yang juga menguasai bahasa yang sama dengan 1
kita. Begitu pun sebaliknya. Bahasa yang tidak kita mengerti, tidak akan bisa dipakai oleh seseorang untuk berbicara dengan kita. Apa yang akan terjadi seandainya kita diajak berkomunikasi dengan orang yang bahasanya tidak kita mengerti? Komunikasi terputus yang menyebabkan pesan tidak tersampaikan. Untuk mencegah hal ini, kita mulai mempelajari adanya bahasa lain di luar bahasa yang sudah kita kuasai sekarang yang dikenal dengan istilah Akuisisi Bahasa Kedua (Second Language Acquisition). Menurut Saville-Troike (2006: 12), Second Language Acquisition (SLA) mengacu kepada pembelajaran sebuah individu atau kelompok terhadap suatu bahasa setelah bahasa utama mereka sejak kecil, dan juga proses pembelajarannya. Bahasa tambahan yang dipelajari disebut sebagai second language (biasa disingkat L2), walaupun dalam prakteknya bahasa yang dipelajari mungkin bahasa ketiga atau keempat. Dalam mempelajari second language, Linse (2005: 27) berpendapat bahwa aspek penting pertama adalah kemampuan menyimak. Semua proses mempelajari bahasa diawali dengan mendengarkan seorang penutur asli berbicara. Dari sana, pembelajar akan memiliki pengalaman awal terhadap bahasa yang akan dipelajari yang kemudian menuntunnya untuk mempelajarinya dan berucap selayaknya penutur asli. Tolok ukur kemahiran berbahasa juga didasari oleh kemampuan pendengaran seseorang dan bagaimana dia bereaksi terhadap apa yang dia dengarkan. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran second language, dikenal aspek pembelajaran menyimak (atau dalam bahasa Inggrisnya, listening). Menurut Mustafa (2012: 4), menyimak adalah kemampuan untuk mengidentifikasi dan mengerti apa yang orang lain ucapkan.
2
Linse (2005: 27) meyakini bahwa kemampuan mendengarkan yang baik akan menjadi pondasi yang
menuntun seorang pembelajar bahasa kepada kemampuan
berbahasa yang lainnya. Pendapat Linse (2005: 27) adalah sebagai berikut: “Kamu harus mendengar sebelum kamu bisa berbicara. Kamu harus berbicara sebelum kamu bisa membaca. Kamu harus membaca sebelum kamu bisa menulis.” Keyakinan akan kemampuan menyimak sebagai fondasi dari pembelajaran bahasa inilah, yang membuat penulis ingin menggali lebih dalam tentang cara meningkatkan kemampuan menyimak, yang kemudian menjadi dasar dari penelitian ini. Dalam penelitian ini, penulis menjadikan Bahasa Jepang sebagai target Second Language Acquisition (SLA). Metode yang digunakan untuk pengajaran menyimak ini adalah metode Shadowing. Penulis mengambil judul “Analisis Metode Shadowing Terhadap Pembelajaran Menyimak Mahasiswa Sastra Jepang Semester Dua Universitas Bina Nusantara” dalam penelitian ini. Menurut Hamada (2012: 2), shadowing didefinisikan sebagai kegiatan menggunakan headphone untuk mendengar dan mengucapkan kembali suatu suara seperti yang dilakukan oleh burung beo. Menyimak sering dianggap sebagai kegiatan pasif dalam mempelajari bahasa karena kita hanya mendengarkan. Namun dengan shadowing, kegiatan mendengarkan akan menjadi aktif karena di saat yang bersamaan, otak kita bekerja untuk mendengar tiap-tiap ucapan yang dilontarkan oleh pembicara, melacaknya, dan kemudian mengucapkannya kembali sedapat mungkin sejelas penutur aslinya. Efektivitas shadowing sebagai metode pembelajaran menyimak pernah diteliti pada tahun 2012 oleh Yo Hamada, seorang profesor di Universitas Akita di Jepang. Saat 3
itu, Hamada mengaplikasikan shadowing pada pembelajaran Bahasa Inggris dan mendapatkan hasil bahwa shadowing mampu meningkatkan kemampuan menyimak pembelajarnya. Dengan metode yang sama, penulis merasa tertarik untuk meneliti pengaplikasian shadowing dalam pembelajaran Bahasa Jepang untuk mengetahui efektivitasnya. 1.2 Rumusan Permasalahan Penulis ingin mengetahui apakah metode shadowing efektif meningkatkan kemampuan menyimak dalam mempelajari Bahasa Jepang. 1.3 Ruang Lingkup Permasalahan Dalam penelitian ini, penulis membatasi pada kemampuan Bahasa Jepang tingkat Noryoku Shiken setingkat level dasar (N5) dengan menggunakan metode shadowing. Metode ini diujicobakan pada empat puluh orang responden mahasiswa semester dua Sastra Jepang Universitas Bina Nusantara yang kemudian akan dibagi menjadi dua kelas yang terdiri dari kelas eksperimen dan kelas non-eksperimen (kelas kontrol). 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis apakah metode shadowing merupakan metode yang efektif dalam meningkatkan kemampuan menyimak dibandingkan dengan metode konvensional.
4
Manfaat dari penelitian ini adalah agar para pembelajar dan pengajar bahasa menjadikan shadowing sebagai metode alternatif pembelajaran Bahasa Jepang, serta untuk bahasa lainnya. 1.5 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Kuantitatif. Metode ini digunakan sebagai tolok ukur perkembangan kemampuan pembelajar dalam proses pengaplikasian shadowing. Penulis akan mengolah data hasil pre test dan post test dengan perangkat lunak SPSS, serta menghitung dan menganalisis perkembangan nilainya. 2. Metode eksperimen murni. Penulis akan meneliti empat puluh orang mahasiswa Universitas Bina Nusantara jurusan Sastra Jepang semester dua yang dipilih secara acak, kemudian akan membagi responden ke dalam dua kelas yang masing-masing berjumlah dua puluh orang. Kelas pertama diajarkan dengan metode shadowing, sedangkan kelas kedua diajarkan tanpa metode tersebut, melainkan dengan metode konvensional. 3. Angket. Penulis akan membagikan angket pada responden untuk menyaring informasi yang berkaitan dengan peranan metode shadowing terhadap proses pembelajaran. 4. Deskriptif analitis. Penulis akan mengumpulkan teori yang berkatian dengan strategi metode shadowing, dan menganalisis data dengan teori yang berkaitan dengan penelitian ini. 5
1.6 Teknik Pengumpulan Data 1. Pre Test Pre test diberikan kepada responden di awal penelitian, yaitu pada pertemuan pertama yang bertujuan untuk mengukur kemampuan awal responden sebelum diajarkan menggunakan metode shadowing. 2. Post Test Post test diberikan kepada responden di akhir penelitian, yaitu pada pertemuan terakhir untuk mengukur kemampuan responden setelah diajarkan menggunakan metode shadowing. 3. Angket Membagikan angket kepada responden untuk menyaring informasi yang berkaitan dengan metode shadowing terhadap proses pembelajaran, dan juga untuk mendukung hasil dari post test responden. 1.7 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam skripsi ini terdiri dari lima bab, dengan diawali bagian pembuka yang terdiri dari kata pengantar dan daftar isi. Kata pengantar berisikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini, serta permintaan maaf atas segala kekurangan dalam penulisan, dan harapan-harapan penulis.
6
Bab 1 berisikan pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang, rumusan permasalahan, ruang lingkup permasalahan, manfaat dan tujuan penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan skripsi ini. Bab 2 berisikan landasan teori. Di dalamnya, penulis akan menjabarkan teoriteori yang mendukung penelitian ini. Beberapa teori yang akan digunakan adalah teori tentang metode yang digunakan sebagai induk teori. Selain itu, terdapat juga teori-teori pendukung yang digunakan untuk menganalisis. Bab 3 berisikan analisis data. Dalam bab ini terdapat keseluruhan data responden yang telah penulis kumpulkan pada kelas penelitian yang diadakan, yang telah penulis analisis serta dihubungkan dengan teori pendukung penelitian skripsi ini. Bab 4 adalah kesimpulan dari hasil analisis data dalam penelitian ini yang dihubungkan dengan teori pendukung, serta saran-saran bagi para pembaca yang hendak melakukan penelitian dengan mengambil tema yang sama. Bab 5 berisikan kesimpulan akhir dari semua penelitian yang dilakukan oleh penulis, yaitu dari bab 1 sampai dengan bab 4. Ringkasan pada bab 5 ini kemudian akan diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang, atau disebut dengan gaiyou. Terakhir, penulis akan memasukkan bibliografi yang yang berisikan buku-buku, jurnal, baik dalam bentuk fisik maupun pdf, serta sumber lain yang penulis gunakan sebagai sumber data dalam penelitian ini. Hasil-hasil lainnya, seperti angket, akan dimasukkan ke dalam lampiran.
7