BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Tim peneliti Amerika Serikat menyimpulkan gambar dalam kemasan rokok di banyak negara, lebih efektif mencegah orang merokok daripada peringatan tertulis larangan merokok. Lebih dari 40 negara telah menempelkan label peringatan kesehatan pada gambar. Perokok menilai label peringatan dengan gambar dan teks lebih kuat mendapat kepercayaan mereka, relevansinya dengan perokok itu sendiri dan lebih efektif daripada peringatan yang hanya berupa teks, demikian ungkapan James Thrasher, peneliti utama kemasan rokok tersebut. Thrasher mengatakan perokok yang tidak terlalu ‘melek huruf’ menilai label bergambar lebih bisa dipahami dibandingkan peringatan hanya dengan tulisan. Ini merupakan temuan besar bagi negara-negara berkembang yang angka buta aksara dan jumlah perokoknya tinggi. (www:voaindonesia.com). Peringatan yang lebih keras, yang menunjukkan kerusakan fisik akibat merokok, lebih efektif daripada gambar lain, seperti gambar orang menderita dampak merokok atau gambar yang lebih simbolis atau abstrak, misalnya, batu nisan yang menunjukkan kematian akibat merokok, kata Thrasher. Namun menurut Thrasher pula, perokok akhirnya menjadi tidak peka terhadap gambar paling keras pada paket, seperti foto organ tubuh yang sakit.
1
2
Ogawa dalam Irawan (2009), mendefinisikan kebiasaan merokok sebagai perilaku penggunaan tembakau yang menetap, biasanya lebih dari setengah bungkus rokok perhari, dengan tambahan adanya stres yang disebabkan oleh kebutuhan akan tembakau secara berulang-ulang. Kebiasaan merokok menganggu kesehatan, kenyataan ini tidak bisa kita pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kebiasaan merokok bukan saja merugikan bagi perokok sendiri tapi juga bagi orang disekitarnya. Kebiasaan merokok yang melanda dunia telah menimbulkan berbagai masalah kesehatan. Menurut UU No 19 tahun 2009 rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan masyarakat, oleh karena itu perlu dilakukan berbagai upaya pengamanan.Tujuan pengamanan yang dimaksud adalah melindungi kesehatan masyarakat terhadap insidensi penyakit yang fatal dan penyakit yang dapat menurunkan kualitas hidup akibat penggunaan rokok, melindungi penduduk usia produktif dan remaja dari dorongan lingkungan dan pengaruh iklan untuk inisiasi penggunaan dan ketergantungan terhadap rokok, serta meningkatkan kesadaran, kewaspadaan kemampuan dan kegiatan masyarakat terhadap bahaya kesehatan penggunaan rokok. Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau telah diratifikasikan 176 negara sejak mulai diberlakukan tahun 2005. Amerika, produsen rokok terkemuka, dan tujuh negara lain telah menandatangani kesepakatan, namun belum meratifikasi konvensi itu. 10 negara lainnya belum menandatangani kesepakatan tersebut,
3
termasuk Indonesia, yang sebagai negara dengan konsumen rokok yang cukup besar dan diperkirakan mencapai sekitar 57 juta perokok.(www.voaindonesia.com). Tjandra memaparkan, data The Global Youth Tobacco Survey (2006) di Indonesia 64.2% anak-anak sekolah yang disurvei melaporkan terpapar asap rokok selama mereka dirumah atau menjadi second hand smoke (SHS). Lebih dari 43 juta anak Indonesia tinggal dengan perokok dirumah. Global Youth Tobacco Survey (2013) melaporkan 89% anak-anak usia 13-15 tahun terpapar SHS di tempat-tempat umum. Anak-anak yang terpapar SHS mengalami penurunan pertumbuhan paru, mudah terinfeksi saluran pernafasan dan telinga, dan asma. Menurut data hasil Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2011, persentase perokok aktif di Indonesia mencapai 67% (laki-laki) dan 2.7% (perempuan) dari jumlah penduduk, terjadi kenaikan 6 tahun sebelumnya perokok laki-laki sebesar 53%. Data yang sama juga menyebutkan bahwa 85.4% orang dewasa terpapar asap rokok ditempat umum, di rumah (78.4%) dan di tempat bekerja (51.3%). Mereka yang merokok di rumah sama dengan mencelakakan kesehatan anak dan istri. Riset Kesehatan Dasar 2013 Kementerian Kesehatan RI menyatakan perilaku merokok penduduk usia 15 tahun ke atas masih belum terjadi penurunan dari 20072013, bahkan cenderung mengalami peningkatan dari 34,2% pada 2007 menjadi 36,2% pada 2013. Selain itu, data riset tersebut juga menunjukkan bahwa pada 2013, sebanyak 64,9% warga yang masih menghisap rokok adalah berjenis kelamin lakilaki dan sisanya sebesar 2,1% adalah perempuan. Di samping itu, juga ditemukan bahwa 1,4% perokok masih berumur 10-14 tahun, dan sebanyak 9,9% perokok pada kelompok tidak bekerja.
4
Menurut penelitian terbaru dari Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME), 2012 sebuah organisasi riset global di Universitas Washington, jumlah pria perokok di Indonesia meningkat dan menempati peringkat kedua di dunia dengan 57% di bawah Timor Leste 61%. Di bawah Indonesia ada Laos (51,3%), China (45,1%) Kamboja (42,1%). WHO memperkirakan terdapat 1,25 miliar penduduk dunia adalah perokok dan dua pertiganya terdapat di negara-negara maju, dengan sekurang-kurangnya 1 dari 4 orang dewasa adalah perokok. Prevalensi perokok secara berturut di Amerika Serikat dan Inggris pada laki-laki adalah 25% dan 27% dan pada wanita adalah 21% dan 25%. Di beberapa negara Eropa didapatkan data prevalensi merokok di Jerman 38%, Prancis 30%, Italia 29%, Swedia 18% dan di negara berkembang didapatkan prevalensi yang lebih tinggi (Darmawati, 2010). Merokok masih menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Indonesia. Dengan jumlah perokok di Indonesia saat ini mencapai 57 persen penduduk atau kurang lebih 100 juta orang, artinya kini Indonesia menduduki peringkat ke-7 dalam urutan negara yang jumlah perokoknya paling banyak. Jumlah perokok di seluruh dunia saat ini mencapai 1,1 miliar orang. Sebanyak 800 juta orang diantaranya di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.Peraturan Pemerintah (PP) No 81/1999 tentang pengamanan rokok bagi kesehatan telah direvisi untuk melindungi masyarakat dari bahaya kesehatan akibat merokok, dimana revisi tersebut mengharuskan penulisan jumlah kandungan tar dan nikotin dalam setiap batang rokok. Karena itu, setiap bungkus rokok kini harus ditulis bahaya merokok terhadap
5
kesehatan. Misalnya, sakit jantung, paru-paru dan gangguan kehamilan (Health Today dalam Wiliana, 2010). Perilaku merokok jelas bukan merupakan perilaku sehat. Rokok memiliki banyak dampak negatif bagi kesehatan. Namun perilaku seseorang tidak akan terlepas dari pengaruh lingkungannya. Lingkungan yang memengaruhi derajat kesehatan seseorang salah satunya adalah lingkungan sosial budaya. Masyarakat Indonesia terdiri atas banyak suku budaya yang mempunyai latar belakang beraneka ragam. Lingkungan budaya tersebut sangat memengaruhi tingkah laku manusia yang memiliki budaya tersebut, sehingga dengan keanekaragaman budaya menimbulkan variasi dalam perilaku manusia dalam segala hal, termasuk dalam perilaku kesehatan. Perilaku merokok merupakan perilaku yang berbahaya bagi kesehatan, tetapi masih banyak orang yang melakukannya. Bahkan orang mulai merokok ketika mereka masih remaja. Sejumlah studi menegaskan bahwa kebanyakan perokok mulai merokok antara umur 11 dan 13 tahun dan 85% sampai 95% sebelum umur 18 tahun (Laventhal & Dhyvettere dalam Smet, 1994). Komasari dan Helmi (2000) mengatakan bahwa ada 3 (tiga) faktor penyebab perilaku merokok pada remaja, yaitu kepuasan psikologis, sikap permisif orangtua terhadap perilaku merokok remaja dan pengaruh teman sebaya. Situasi yang memprihatinkan adalah bahwa ada 85,4% perokok aktif merokok di dalam rumah bersama anggota keluarga dan 69% rumah tangga tercatat memiliki minimal satu orang yang merokok. Selain itu 85% perokok berusia 10 tahun ke atas merokok di dalam rumah bersama dengan anggota keluarganya. Hal ini dapat
6
berakibat buruk terhadap kesehatan anggota keluarga lain khususnya anak-anak (Riskesdas 2013). Penanggulangan masalah rokok di Indonesia memang sangat dilematis. Disatu sisi, industri rokok dianggap sebagai penghasil pajak paling besar dibanding sektor lain. Misalnya dapat memberikan kontribusi terhadap pemasukan keuangan negara berupa pembayaran cukai.Singkat kata, industri rokok adalah industri padat karya dan memberikan sumbangan yang cukup besar dalam perekonomian bangsa (Yanto, 2009). Menurut Imam, ratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FTCT), suatu hukum international dalam pengendalian tembakau, adalah faktor kunci perlindungan anak-anak dari bahaya tembakau, yang salah satunya mengatur iklan rokok. WHO mengklaim bahwa pelarangan segala bentuk iklan promosi, dan sponsor rokok terbukti bisa menurunkan tingkat konsumsi rokok hingga 16%. Sekalipun sejumlah pemerintah daerah dalam beberapa tahun terakhir juga telah membuat sejumlah Perda yang mengatur tempat untuk merokok, namun pemerintah Indonesia yang bergabung dalam salah satu penyusun FTCT, yang telah disepakati secara aklamasi dalam sidang WHO 2003, menjadi satu-satunya negara di Asia Pasifik yang tidak menandatangani dan belum melakukan aksesi FTCT. Sehingga terkesan ironis ketika pemerintah sibuk menghimbau anak-anak muda untuk tidak merokok melalui tema Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2008, Anak Muda Tanpa Rokok/Tobacco Free Youth namun tidak mencoba menyediakan lingkungan yang kondusif bagi anak-anak yang kadang masih terlalu hijau untuk memilih (Antara,
7
2008). Ancaman khusus rokok terhadap kelompok usia remaja merupakan suatu hal yang tidak bisa disepelekan. Hal ini telah mencemaskan semua pihak, terutama kelompok perlindungan anak. Rokok mengancam masa depan kesehatan dan kepribadian anak. Rokok harus dilihat juga sebagai bahan adiktif buat anak. Karakteristik remaja yang erat dengan keinginan adanya kebebasan, independensi, dan berontak dari norma-norma, dimanfaatkan para pelaku industri rokok dengan memunculkan slogan-slogan promosi yang mudah tertangkap mata dan telinga serta menantang. Slogan-slogan ini tidak hanya gencar dipublikasikan melalui berbagai iklan di media elektronik, cetak dan luar ruang, tetapi industri rokok pada saat ini sudah masuk pada tahap pemberi sponsor setiap event anak muda, seperti konser musik dan olahraga. Hampir setiap konser musik dan event olahraga di Indonesia disponsori oleh industri rokok. Dalam event tersebut mereka bahkan membagikan rokok gratis atau mudah mendapatkannya dengan menukarkan potongan tiket masuk acara tersebut. Para remaja memang menjadi sasaran empuk bagi industri rokok. Hasil penelitian Shaluhiyah (2005) menunjukkan terdapat hubungan kebiasaan orangtua merokok, hubungan antara orangtua dan anak, uang saku, kegiatan ekstrakurikuler, pengetahuan tentang bahaya merokok, sikap terhadap bahaya merokok, perilaku teman sebaya dengan perilaku merokok. Penelitian berbeda yang dilakukan Komasari (2000) menunjukkan bahwa merokok bagi remaja mempunyai kaitan yang erat dengan aspek psikologis terutama efek yang positif
8
(nikmat, puas, tenang dan santai) yaitu sejumlah 92,55% sedangkan efek negatif sebesar 7,45% (pusing, ngantuk dan pahit). Sementara itu dari penelitian Widowaty (2006) menunjukkan bahwa konformitas dan stereotype memberikan sumbangan 39,8% terhadap perilaku merokok siswa SMP. Kemasan rokok bertujuan menciptakan keinginan membeli dan mencoba, pemerintah punya tanggung jawab mengedukasi masyarakat tentang dampak merokok bagi kesehatan. Peringatan kesehatan dalam bentuk gambar pada kemasan rokok bertujuan meningkatkan pemahaman tentang bahaya akibat merokok, tetapi pada kenyataannya peringatan tertulis dan gambar pada kemasan rokok yang memuat sederetan gangguan kesehatan akibat rokok ini terbukti tidak efektif, dimana jumlah pengguna rokok makin bertambah baik dari kalangan dewasa maupun remaja. Ng, Weinehall dan Ohman (2007) menemukan bahwa perilaku merokok yang banyak terjadi pada anak di usia muda disebabkan mereka tidak mengerti tentang peringatan yang tertera pada kemasan rokok, mereka juga menyatakan bahwa merokok satu hingga dua bungkus per hari tidak akan membahayakan. Dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan peneliti mulai bulan oktober tahun 2014, tidak ditemukan siswa putri pada SMPN 2 Galang, namun peneliti menemukan sekelompok siswa putra SMPN 2 Galang merokok baik secara sembunyi-sembunyi maupun pulang dari sekolah, mereka duduk-duduk sambil merokok di warung atau sambil menunggu angkutan umum datang, bahkan ada beberapa siswa putra merokok sambil berjalan menuju pulang.
9
1.2 Permasalahan Berdasarkan pada uraian latar belakang diatas maka peneliti merumuskan yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah : Pengaruh Persepsi Tentang Gambar Pada Kemasan Rokok Terhadap Tindakan Merokok Pada Remaja Putra SMPN 2 Galang Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015.
1.3 Tujuan Penelitian Mengetahui pengaruh persepsi tentang gambar pada kemasan rokok terhadap tindakan merokok pada remaja putra SMPN 2 Galang Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015.
1.4 Hipotesis Penelitian Ada pengaruh antara persepsi tentang gambar pada kemasan rokok terhadap tindakan merokok pada remaja putra SMPN 2 Galang Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 .
1.5 ManfaatPenelitian a. Sebagai bahan masukan kepada pihak terkait,seperti Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang dan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara untuk dapat merencanakan suatu model dalam pendidikan kesehatan dan bahaya rokok.
10
b. Sebagai masukan kepada pihak sekolah SMPN 2 Galang untuk memotivasi siswanya agar tidak merokok. c. Menjadi masukan bagi peneliti lainnya atau tambahan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan sebagai rujukan dalam penelitian selanjutnya.