APLIKASI CAIRAN RUMEN SAPI DALAM KOMPOS AMPAS AREN PADA BUDIDAYA TANAMAN JAGUNG MANIS DI TANAH PASIR PANTAI SAMAS BANTUL
USULAN PENELITIAN
Diajukan oleh : Nadia Dwi Larasati 20120210102 Program Studi Agroteknologi
Kepada FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA 2015
Usulan Penelitian
APLIKASI CAIRAN RUMEN SAPI DALAM KOMPOS AMPAS AREN PADA BUDIDAYA TANAMAN JAGUNG MANIS DI TANAH PASIR PANTAI SAMAS BANTUL
Yang diajukan oleh Nadia Dwi Larasati 20120210102 Program Studi Agroteknologi telah disetujui/disahkan oleh : Pembimbing Utama :
Dr. Ir. Gunawan Budiyanto, M.P. NIP. 19601120 198903 1 001
Tanggal ............................
Pembimbing Pendamping :
Ir. Titiek Widyastuti, M.S. NIP. 19580512 198603 2 001
Tanggal ............................
Mengetahui : Ketua Program Studi Agroteknologi
Dr. Innaka Ageng Rineksane, S.P., M.P. NIK. 19721012200004133050
Tanggal
ii
............................
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Aktivator adalah bahan yang digunakan dalam pengomposan agar proses pengomposan berjalan lebih cepat dan efisien. Aktivator yang digunakan dalam proses pengomposan biasanya beragam, mulai dari aktivator yang dapat dibuat sendiri maupun aktivator kemasan yang dapat dengan mudah diperoleh di toko pertanian. Salah satu sumber aktivator potensial, murah dan mudah didapat yaitu dengan mengembangbiakkan mikroorganisme yang berasal dari rumen hewan ruminansia, seperti sapi dan kerbau (Isnaini, 2006). Rumen merupakan bagian lambung ternak ruminansia yang memiliki miliaran mikroorganisme aktif untuk fermentasi pakan atau bahan organik lainnya. Hasil penelitian Heppy (2011), pengomposan daun lamtoro menggunakan aktivator rumen dapat menghasilkan kompos dengan kualitas yang sesuai menurut Standar Nasional Indonesia (SNI). Rumen sapi sebagai aktivator kompos akan lebih optimal untuk membantu proses pengomposan bahan-bahan yang masih sulit untuk dikomposkan dan memerlukan waktu yang lama. Salah satu bahan yang masih sulit untuk dikomposkan dan memerlukan waktu yang lama yaitu ampas aren. Ampas aren merupakan salah satu bahan organik yang berasal dari limbah padat industri olahan tepung aren. Menurut Pamungkasih dkk. (2013) limbah yang dihasilkan dari setiap industri tepung aren yaitu ± 600-700 kg/harinya. Jumlah tersebut akan menjadi masalah besar berupa pencemaran lingkungan apabila tidak ada pengelolaan limbah secara lebih lanjut. Limbah padat yang dihasilkan masih banyak mengandung bahan organik, yaitu diantaranya unsur P sebanyak 487,67 mg/kg dan K sebanyak 2206,96 mg/kg (Firdayanti dan Handajani, 2005). Analisis limbah aren menunjukkan proses utama industri tepung aren hanya memanfaatkan pati atau C organik sekitar 10% saja. Sementara kandungan P dan K limbah padat dalam bentuk ampas masih tinggi sehingga dapat dijadikan input bahan organik dalam bentuk kompos bagi tanaman, salah satunya tanaman pangan (Parjito, 2009).
1
2
Jagung merupakan salah satu tanaman pangan yang banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia sebagai pangan alternatif setelah beras dan gandum. Data produksi jagung menurut BPS (2015) menyatakan bahwa produksi dari tahun ke tahun masih belum stabil, hal ini terlihat dari jumlah produksi jagung pada tahun 2012 sebanyak 19.387.022,00 ton, mengalami penurunan pada tahun 2013 menjadi 18.511.853,00 ton dan kembali mengalami kenaikan pada tahun 2014 menjadi 19.032.677,00 ton. Pemanfaatan jagung sebagai sumber pangan lokal selama ini belum mampu menggantikan beras sebagai sumber pangan utama di Indonesia. Hal ini dikarenakan belum adanya kesadaran masyarakat untuk melakukan diversifikasi pangan dan juga semakin banyaknya alih fungsi lahan pertanian. Banyaknya alih fungsi lahan pertanian menyebabkan terkendalanya produksi jagung secara berkelanjutan. Alih fungsi lahan pertanian ini menyebabkan banyak lahan-lahan subur yang cocok untuk lahan budidaya tanaman pangan kemudian dialihfungsikan menjadi lahan pemukiman dan kawasan industri. Hal ini dapat dilihat selama waktu tahun 2000-2010 telah terjadi alih fungsi lahan dari lahan sawah ke lahan non sawah di Pulau Jawa sebesar 65.961 hektar dan Luar Jawa 64.300 hektar (Pusdatin, 2013). Peningkatan kebutuhan pangan dan kebutuhan pemukiman yang secara bersamaan berakibat pada semakin banyaknya lahan pertanian yang beralih fungsi. Hal ini kemudian mendorong pemanfaatan lahan-lahan marjinal yang hingga saat ini belum menjadi lahan yang produktif untuk pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Salah satu lahan marjinal yang memiliki kesuburan potensial namun belum termanfaatkan secara maksimal yakni lahan pasir pantai. Lahan pasir pantai merupakan jenis lahan yang didominasi oleh fraksi pasir 99%, kandungan debu 1% dan tanpa kandungan lempung. Kondisi ini membuat pori mikro tanah tidak terbentuk, kandungan lengas di daerah perakaran rendah dan juga membuat lahan pasir pantai memiliki kemampuan menyimpan air yang tidak lama. Untuk itu, perlu adanya pemberian bahan organik ke dalam tanah untuk memperbaiki sifat fisik dan sifat kimia tanah pasir pantai (Gunawan Budiyanto, 2014).
3
Penelitian ini diharapkan mampu menciptakan peluang pemanfaatan rumen sebagai aktivator dalam proses pengomposan ampas aren dan pengaruhnya dalam budidaya tanaman jagung manis. Manfaat penelitian ini diharapkan akan diperoleh informasi tentang pemanfaatan sumber aktivator mikroba yang efektif dalam pengomposan dan petani dapat memanfaatkan limbah peternakan (rumen) dan limbah industri (ampas aren) untuk meningkatkan produksi jagung manis di tanah pasir pantai. B. Perumusan Masalah Rumen sapi merupakan bagian lambung dari sapi yang memiliki kandungan mikroorganisme
yang
beragam
dan
cukup
banyak.
Kandungan
mikroorganismenya ini dapat dimanfaatkan sebagai aktivator kompos. Bahan yang dapat digunakan sebagai kompos pun beragam, salah satunya limbah industri tepung aren yaitu ampas aren. Ampas aren ini merupakan limbah yang masih sulit untuk dikomposkan sehingga memerlukan aktivator rumen sapi untuk proses pengomposannya. Hasil dari pengomposan ampas aren dengan menggunakan aktivator rumen sapi ini diharapkan dapat menjadi pupuk kompos yang cocok untuk budidaya jagung di tanah pasir pantai. 1. Berapakah konsentrasi rumen sapi yang efektif untuk pengomposan ampas aren? 2. Bagaimana pengaruh kompos ampas aren dengan aktivator rumen sapi terhadap budidaya tanaman jagung manis (Zea mays saccharata S.) di tanah pasir Pantai Samas Bantul? 3. Berapakah dosis pemupukan kompos ampas aren yang lebih memberikan pengaruh nyata pada budidaya tanaman jagung manis (Zea mays saccharata S.) di tanah pasir Pantai Samas Bantul?
4
C. Tujuan Penelitian 1. Mendapatkan
konsentrasi
aktivator
rumen
sapi
yang
efektif
untuk
pengomposan ampas aren. 2. Menetapkan pengaruh kompos ampas aren dengan aktivator rumen sapi pada budidaya tanaman jagung manis (Zea mays saccharata S.) di tanah pasir Pantai Samas Bantul. 3. Mendapatkan dosis pemupukan ampas aren yang lebih memberikan pengaruh nyata pada pada budidaya tanaman jagung manis (Zea mays saccharata S.) di tanah pasir Pantai Samas Bantul.
II.
TINJAUAN PUSTAKA A. Rumen Sapi
Lambung ternak ruminansia terdiri dari empat rongga yakni rumen, retikulum, omasum dan abomasum. Rumen merupakan bagian lambung terbesar dari lambung sapi yang memiliki banyak mikroorganisme aktif untuk melakukan fermentasi pakan. Beberapa bakteri yang terdapat pada rumen sapi yakni bakteri selulotik, bakteri hemiselulotik, bakteri pemakai asam, bakteri amilolitik, bakteri pemakai gula, bakteri proteolitik, bakteri methanogenik, bakteri lipolitik dan bakteri ureolitik. Selain beberapa bakteri, dalam rumen sapi juga terdapat protozoa rumen yakni seperti ciliate dan flagellate. Ciliata merupakan bakteri non pathogen dan tergolong ke dalam mikroorganime anaerob. Ciliate ini merupakan sumber protein dengan keseimbangan asam amino yang lebih baik dibandingkan dengan bakteri sebagai makanan ternak ruminansia. Rumen sapi juga memiliki jamur yang membantu mencerna material yang sulit untuk dicerna oleh bakteri (Philipus Sembiring, 2010). Mikroorganisme yang terdapat dalam rumen sapi secara lengkap menurut Philipus Sembiring (2010) yakni sebagai berikut : 1. Bakteri Rumen Bakteri-bakteri dalam rumen sapi memiliki fungsi untuk memfermentasikan makanan yaitu diantaranya : a. Kelompok Pencerna Selulosa Bakteri ini memiliki kemampuan menghasilkan enzim yang dapat menghidrolisis ikatan glukosida β 1,4, selolosa dan dimer selobiosa. Hewan ruminansia sangat bergantung pada bakteri pencerna selulosa yang berada di sepanjang saluran pencernaannya. Beberapa bakteri pencerna selulosa yang ada pada rumen yakni Bacteriodes succinogenes, Ruminicoccus flavefaciens, Ruminicoccus albus, Cillobacterium cellulosolvens. b. Kelompok Bakteri Pencerna Hemiselulosa Kelompok bakteri pencerna hemiselulosa diantaranya Butyrivibrio fibrisolvens, Lachnospira multiparus dan Bactroides ruminicola. Bakteri berperan dalam mencerna bahan makanan yang mengandung hemiselulosa,
5
6
salah satu struktur polisakarida yang penting dalam dinding sel tanamana. Mikroorganisme yang dapat menghidrolisis selulosa biasanya juga dapat menghidrolisis
hemiselulosa
namun
mikroorganisme
yang
mampu
menghidrolisa hemiselulosa belum tentu mampu menghidrolisa selulosa. c. Kelompok Pencerna Pati Rumen sapi biasanya tidak memiliki banyak mikroorganisme amiolitik. Bakteri amilolitik akan menjadi dominan jumlahnya apabila makanan memiliki kandungan pati yang tinggi. Bakteri amilolitik yang terdapat dalam rumen sapi antara lain : Bacteroides amylophillus, Bacteroides ruminicola, Bacteroides alactacidigens dan Butyrivibrio fibrisolvens. 2. Protozoa Rumen Selain bakteri, dalam rumen sapi juga terdapat protozoa yang umumnya adalah ciliata. Namun terdapat pula beberapa spesies flagellata yang berukuran kecil. Ciliata merupakan protozoa non patogen dan merupakan mikroorganisme anaerob. 3. Fungi Rumen Fungi dalam rumen yang ditemukan dapat membantu proses pencernaan, namun belum sesignifikan bakteri. Beberapa fungi tidak melakukan pencernaan, namun terbawa serta dalam pakan. Beberapa spesies fungi yang dapat membantu mencerna serat kasar dan lignin misalnya Pleurotus sajorkeju, Pleurotus florida atau Pleurotus ostreatus. Fungi rumen dapat memanfaatkan beberapa variasi enzim dalam melakukan pencernaan, diantara enzim yang sangat potensial yaitu xylanase yang dapat mendegradasi cellulose dan hemicellulose secara sempurna. Rumen sapi apabila telah menjadi aktivator untuk pengomposan dapat membantu menyumbangkan mikroorganisme dekomposer dan nitrogen ke dalam tumpukan kompos (Novien, 2004). Menurut Heppy (2011), pembuatan kompos dengan bahan daun lamtoro sebanyak 500 gram digunakan aktivator rumen sapi sebanyak 550 ml. Salah satu manfaat penggunaan rumen dalam pengomposan yakni pengomposan kulit durian dengan menggunakan aktivator rumen sapi yang dapat menghasilkan kompos dengan C/N rasio sebesar 27,81. Konsentrasi yang
7
digunakan untuk menghasilkan kompos dengan C/N rasio tersebut yaitu 50% cairan rumen sapi dalam 2,5 kg limbah padat kulit durian dengan menggunakan proses pengomposan secara anaerob (Anang Aditya, 2014). B. Pengomposan Ampas Aren Limbah aren merupakan hasil sampingan dari proses pengolahan aren menjadi tepung aren. Pengolahan aren ini hanya mengambil 10% dari keseluruhan hasil proses pemarutan batang aren (Firdayanti dan Handajani, 2005). Sisa pengolahan itu hanya menjadi limbah saja, baik limbah padat maupun limbah cair. Limbah padat yang dihasilkan yaitu berupa ampas atau serat dari parutan batang aren yang dimanfaatkan untuk pengolahan tepung aren. Limbah cair sendiri berasal dari pemarutan/pelepasan pati dari serat dan pengendapan tepung aren. Kandungan dalam limbah aren ini terutama pada bagian ampas (limbah padat) yaitu memiliki kandungan 69,59% C-organik, 0,74% NTK, 0,70% Organik Nitrogen, 1464,46 mg/kg Fosfat, 2206,96 mg/kg Kalium, 0,04 mg/kg Amoniak, 635,85 mg/kg Magnesium, 652,23 mg/kg Besi (Fe), 106,06 mg/kg Seng (Zn), 5,82 mg/kg Tembaga (Cu), 487,67 mg/kg Fosfor, 41,86 Mangan (Mn) dan memiliki kadar air sebanyak 71,72% dari berat basahnya. Berdasar kandungan yang dimilikinya, ampas aren memiliki kandungan C-organik yang tinggi sedang kandungan N organiknya rendah hanya 0,70% dengan C/N rasionya sebesar 99,41 (Firdayanti dan Handajani, 2005). Limbah ampas aren selama ini masih menjadi masalah karena belum ada pengelolaan limbah yang mampu mengurangi cemarannya terhadap lingkungan. Beberapa pengelolaan telah dilakukan berupa pembuatan briket, pupuk maupun media tanam jamur. Penelitian Riyadi dkk. (2014) mengenai pemanfaatan limbah tepung aren dan mikroorganime lokal untuk meningkatkan hasil tanaman cabai besar mendapatkan hasil bahwa tanaman cabai yang diberi pupuk yang berasal dari limbah tepung aren dengan tambahan nutrisi pengaya memberikan pengaruh yang signifikan terhadap tinggi tanaman, berat cabai, panjang cabai, jumlah cabai, berat brangkasan segar dan berat brangkasan kering. Pemberian nutrisi pengaya
8
berupa kotoran sapi pada penelitian tersebut mampu memberikan rata-rata pertumbuhan tertinggi pada variabel tinggi tanaman sebesar 73,55 cm. Ampas aren yang masih sulit untuk dikelola tersebut memerlukan penanganan lebih lanjut agar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, salah satunya melalui proses pengomposan. Kompos merupakan hasil akhir dari proses pengomposan, dimana proses pengomposan merupakan proses dekomposisi bahan organik melalui reaksi biologis mikroorganisme secara aerobik dalam kondisi terkendali. Proses pengomposan yang terjadi merupakan proses penguraian senyawa-senyawa yang terkandung dalam sisa-sisa bahan organik (seperti jerami, dedaunan, sampah rumah tangga, maupun beberapa limbah pertanian lainnya) dengan menggunakan perlakuan khusus (Outerbridge, 1991). Proses pengomposan perlu dijaga kandungan nutrien, kadar air, pH, temperatur dan aerasi yang optimal melalui penyiraman dan pembalikan. Pada tahap awal proses pengomposan temperatur akan mencapai 65-700C sehingga organisme patogen (baik itu bakteri, virus, parasit, bibit penyakit tanaman maupun bibit gulma) akan mati. Proses pengomposan umumnya berakhir setelah 6 sampai 7 minggu yang ditandai dengan tercapainya suhu optimal dan kestabilan materi (Cahaya dan Nugroho, 2009). Faktor-faktor yang mempengaruhi pengomposan antara lain : kelembaban, konsentrasi oksigen, temperatur, perbandingan C/N, derajat keasaman (pH) dan juga ukuran partikel bahan. Kelembaban yang baik yaitu antara 40-60% karena pada kondisi tersebut mikroorganisme dapat bekerja optimal. Kebutuhan oksigen yang baik yakni antara 10-18%. Temperatur yang optimum untuk proses pengomposan yakni antara 35-500C. Perbandingan C/N yang optimum untuk proses pengomposan yaitu antara 30-35. Sedang untuk pH yang optimum yaitu berada pada kisaran pH netral antara 6-8. Ukuran partikel bahan yang dianjurkan pada pengomposan aerobik berkisar antara 1-7,5 cm (Cahaya dan Nugroho, 2009). Akhir dari proses pengomposan akan menghasilkan kompos dalam bentuk matang. Kompos yang telah matang menurut SNI : 19-7030-2004 memiliki beberapa ciri-ciri seperti nilai C/N rasio 10-20, suhu sesuai dengan suhu air tanah, berwarna kehitaman dan tekstur seperti tanah, berbau tanah, memiliki kadar air
9
maksimal 50% dan tingkat kemasaman tanah (pH tanah) antara 6,80 hingga 7,5. Selain itu, untuk kandungan bahan organiknya antara 27-58%, kandungan minimal Nitrogen 0,40%, kandungan Karbon antara 9,80-32 %, kandungan Fosfor (P2O5) minimal 0,10% dan kandungan Kalium (K2O) minimal 0,20% (Badan Standarisasi Nasional, 2011). C. Tanaman Jagung Manis Jagung merupakan salah satu tanaman pangan penghasil karbohidrat tersebar selain padi dan gandum. Klasifikasi tanaman jagung manis yaitu tanaman jagung berasal dari Kingdom Plantae, Divisi Spermatophyta, Class Monocotyledonae, Ordo Poales, Family Poaceae, Genus Zea dan memiliki Species Zea mays saccharata S (Wikipedia, 2015). Tanaman jagung manis cocok ditanam pada ketinggian 0-1.300 m dpl. Temperatur udara yang baik untuk pertumbuhan jagung manis yaitu antara 23270C. Tanaman jagung manis lebih menghendaki tempat terbuka dan memiliki penyinaran penuh. Curah hujan yang ideal untuk tanamana jagung manis yakni antara 200-300 mm/bulan atau antara 800-1200 mm/tahun. Tingkat kemasaman tanah (pH) yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman jagung manis yakni antara 5,6 sampai dengan 6,2 (Riwandi dkk., 2014). Umur tanaman jagung manis antara 60-70 hari, namun untuk tanaman jagung manis yang ditanam pada ketinggian 400 m dpl atau lebih umur tanamannya ± 80 hari. Tanaman jagung manis dapat tumbuh pada semua jenis tanah dengan syarat memiliki sistem drainase yang baik, pengairan yang cukup serta pemenuhan pupuk dan kompos yang cukup (Aak, 2010). Teknik budidaya tanaman jagung manis yakni sebagai berikut : 1. Penyiapan Bahan Tanam Bahan tanam yang digunakan yaitu berupa benih jagung manis yang memiliki varietas unggul. Benih yang akan digunakan hendaknya telah diuji daya tumbuhnya. Benih yang baik hendaknya memiliki daya tumbuh lebih dari 95%. Benih dengan mutu baik akan tumbuh serentak pada saat 4 hari setelah tanam (Andrias dan Ratna, 2008).
10
2. Penyiapan Media Tanam Penyiapan media tanam bertujuan untuk memperbaiki kondisi tanah, memberikan kondisi yang menguntungkan untuk pertumbuhan akar, perbaikan drainase dan aerasi pada media tanam. Penyiapan media tanam untuk budidaya tanaman jagung manis yakni dengan dua cara yakni olah tanah sempurna dan tanpa olah tanah bila kondisi lahan gembur (Andrias dan Ratna, 2008). Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam proses penyiapan
media
tanam
yaitu
penggemburan
tanah
dengan
cara
mencangkul, membersihkan lahan dari sisa-sisa tanaman sebelumnya, pembentukan bedengan, melakukan pengapuran pada tanah yang memiliki pH kurang dari 5 dan melakukan pemupukan dasar (Prihatman, 2000). Pupuk kandang/kompos diberikan bersamaan pada saat penyiapan lahan dengan dosis 10-20 ton/hektar (Himmah, 2010). 3. Penanaman Penanaman dilakukan dengan membuat lubang tanam dengan jarak tanam 75 cm x 40 cm. Setiap lubang tanam diberi dua benih jagung manis dengan kedalaman lubang tanam yaitu 3-5 cm. Ketersediaan air perlu memadai pada saat penanaman untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Sebelum penanaman, benih dapat diberi perlakuan dengan fungisida maupun insektisida apabila diperkirakan akan adanya serangan jamur dan serangan hama seperti lalat bibit dan ulat agrotis (Andrias dan Ratna, 2008). 4. Pemupukan Pupuk yang digunakan dalam budidaya tanaman jagung manis ada dua tahapan yakni pupuk kandang yang diberikan pada saat penyiapan lahan dan pupuk susulan yang terdiri dari pupuk Urea sebanyak 400 kg/hektar, pupuk SP-36 sebanyak 300 kg/hektar dan pupuk KCl sebanyak 250 kg/hektar. Pemberian pupuk susulan ini pada saat tanaman berumur 28-35 hari setelah tanam (Bilman dkk., 2002). 5. Penjarangan Penjarangan pada budidaya tanaman jagung manis perlu untuk dilakukan ketika dalam satu lubang tanam tumbuh lebih dari satu tanaman jagung
11
manis. Penjarangan dilakukan dengan cara memotong menggunakan pisau tepat di atas permukaan tanah. Apabila dilakukan pencabutan dikhawatirkan akan melukai akar tanaman lain yang dibiarkan tumbuh (Prihatman, 2000). 6. Penyiangan Penyiangan dilakukan apabila di sekitar tanaman jagung manis tumbuh gulma yang akan mengganggu pertumbuhan tanaman. Penyiangan dilakukan 2 minggu sekali dengan menggunakan tangan atau cangkul kecil. Penyiangan dilakukan setelah tanaman berumur 15 hst (Prihatman, 2000). 7. Pembumbunan Pembumbunan dilakukan bersamaan dengan penyiangan dan memiliki tujuan untuk memperkokoh posisi batang sehingga tidak mudah rebah. Selain itu, untuk menutup akar yang tumbuh di atas permukaan tanah. Pembumbunan dilakukan pada saat tanaman berumur 6 minggu atau pada saat tanaman berumur satu bulan setelah tanam (Prihatman, 2000). 8. Pengairan dan Penyiraman Pengairan dan penyiraman dilakukan secukupnya hingga kondisi tanah lembab. Pengairan dilakukan lebih intensif ketika tanaman akan berbunga (Prihatman, 2000). 9. Pengendalian OPT Organisme Pengganggu Tanaman yang sering menyerang tanaman jagung manis yakni (Prihatman, 2000) : a) Hama Hama yang sering menyerang pada budidaya tanaman jagung manis yaitu lalat bibit dan ulat pemotong (Agrotis sp., Spodoptera litura, ulat penggerek batang (Ostrinia furnacalis) dan ulat penggerek buah (Helicoverpa armigera)). Hama lalat bibit akan menyebabkan daun berubah warna menjadi kekuningan, bagian yang terserang mengalami pembusukan, akhirnya tanaman menjadi layu, pertumbuhan tanaman menjadi kerdil atau mati. Sedang untuk gejala serangan hama ulat pemotong yaitu adanya bekas gigitan pada batang dan pada tanaman yang masih muda akan roboh (Prihatman, 2000).
12
Pengendalian terhadap ulat bibit dapat dilakukan dengan cara kimiawi sesuai dengan dosis anjuran. Pengendalian ulat pemotong dapat dilakukan dengan cara penanaman serempak pada areal yang luas, mencari dan membunuh ulat yang berada di dalam tanah secara manual dan melakukan penyemprotan menggunakan insektisida dengan dosis sesuai anjuran (Prihatman, 2000). b) Penyakit Penyakit yang sering menyerang pada budidaya jagung manis yaitu penyakit bulai, bercak daun, gosong bengkak, busuk tongkol dan busuk biji. Penyakit bulai (Downy mildew) memiliki gejala serangan yaitu pada tanaman umur 2-3 minggu mengalami gangguan pertumbuhan berupa daun runcing dan kaku, pertumbuhan terhambat, warna daun kuning dan terdapat spora berwarna putih pada sisi bawah daun (Prihatman, 2000). Penyakit bercak daun pada budidaya jagung manis menyebabkan bercak memanjang berwarna kuning dikelilingi warna kecoklatan. Bercak yang muncul awalnya tampak basah kemudian berubah menjadi coklat kekuningan dan akhirnya menjadi coklat tua. Penyakit gosong bengkak akan menyebabkan pembengkakan yang mengakibatkan pembungkus menjadi rusak. Sedang untuk penyakit busuk tongkol dan busuk biji akan diketahui setelah klobot jagung dibuka dengan tanda gejalanya yaitu biji yang terserang awalnya akan berwarna merah jambu atau merah kecoklatan kemudian berubah warna menjadi coklat sawo matang (Prihatman, 2000). Pengendalian untuk penyakit-penyakit secara umum dapat dilakukan secara kimiawi dengan menggunakan fungisida atau bakterisida yang sesuai untuk mengendalikan masing-masing penyakit sesuai dengan anjuran dosis. Pengendalian lain yang dapat dilakukan untuk mengatasi penyakit bercak daun yaitu melakukan pergiliran tanaman. Sedang untuk penyakit gosong bengkak yaitu melakukan pengaturan irigasi dan drainase, memotong bagian yang terserang dan dibakar, serta menggunakan benih yang sudah dicampur dengan fungisida. Pengendalian untuk penyakit busuk tongkol dan biji yang
13
lain yaitu dengan cara menggunakan benih varietas unggul dan melakukan perlakuan benih (Prihatman, 2000). 10. Pemanenan Tanaman jagung manis dapat dipanen ketika telah berumur 60-70 hari. Cara pemanenan yang dapat dilakukan yaitu dengan cara memutar tongkol berikut kelobotnya, atau dapat juga dengan mematahkan tangkai buah jagung (Riwandi, dkk., 2014). D. Lahan Pasir Pantai Lahan pasiran merupakan lahan yang memiliki tekstur tanah dengan fraksi pasir >70% dan memiliki porositas total <40%. Lahan ini memiliki kekurangan untuk menyimpan air karena memiliki daya hantar air cepat dan kurang dapat menyimpan hara karena kekurangan kandungan koloid tanah. Lahan pasir pantai merupakan salah satu jenis lahan pasiran yang lebih mudah untuk ditemukan, salah satunya di Daerah Istimewa Yogyakarta. Lahan pasir pantai merupakan hasil dari deflasi abu vulkanik dan materi pasir yang dibawa oleh aliran sungai-sungai yang berada di Daerah Istimewa Yogyakarta dan bermuara di laut Selatan, kemudian tersebar di sepanjang pantai Selatan Yogyakarta (Gunawan Budiyanto, 2014). Hasil analisis Gunawan dkk. (1997) dalam Gunawan Budiyanto (2014) terhadap lahan pasir pantai dengan menggunakan sampel dari Pantai Trisik, Banaran, Galur kabupaten Dati II Kulon Progo DIY menunjukkan bahwa lahan pasir Pantai Trisik didominasi oleh fraksi pasir (99,0% pasir), kandungan debu 1,00% dan tanpa adanya kandungan lempung. Kondisi yang demikian menyebabkan pori mikro tanah tidak terbentuk, sehingga kandungan lengasnya lebih banyak disebabkan oleh gaya adhesi yang mudah menguap oleh perubahan suhu. Porositas tanahnya sebesar 45% yang menunjukkan bahwa pori makro lebih banyak mendominasi volume tanah. Keadaan semacam ini membuat tanah selalu meloloskan air atau bersifat porous. Selain itu, hasil penetapan bahan organik sebagai salah satu bahan perekat agregat tanah dan anasir pematangan pori-pori tanah sangat rendah. Kekurangan lempung dan bahan organik dapat berakibat
14
kurang menguntungkan bagi stabilitas agregat atau dapat juga mengakibatkan agregat tidak terbentuk sama sekali. Lahan pasir pantai memiliki kandungan mineral lempung yang rendah, oleh karena itu lahan pasir pantai memiliki koloida tanah yang rendah (koloida tanah merupakan situs jerapan) sehingga kualitas kesuburan tanahnya juga rendah. Salah satu masalah pada lahan pasir pantai yakni ketidakmampuan tanahnya untuk menyimpan air dalam waktu yang lama. Hal tersebut kemudian menyebabkan tingginya laju infiltrasi air yang akan berakibat pada rendahnya efisiensi pemupukan karena sebagian besar hara pupuk yang diberikan keluar dari kompleks perakaran sejalan dengan gerakan air gravitasi. Untuk itu, perlu adanya pemberian input pada lahan pasir pantai untuk memperbaiki sifatnya, salah satunya dengan pemberian bahan organik dengan menggunakan takaran yang melebihi anjuran pada umumnya. Pemberian bahan organik pada lahan pasir pantai memiliki peranan besar dalam perbaikan kualitas sifat fisik tanah yaitu untuk meningkatkan kemampuan tanah dalam menyimpan air. Selain itu, pemberian bahan organik juga dapat memperbaiki sifat kimia tanah yaitu untuk menambah unsur hara dan memperbaiki kompleks jerapan hara atau koloida tanah (Gunawan Budiyanto, 2014). Menurut hasil penelitian Gunawan (1997) dalam Gunawan Budiyanto (2014) mengenai penelitan penggunaan blotong untuk memperbaiki sifat fisik dan kimia lahan pasir pantai Trisik dalam budidaya jagung menunjukkan bahwa pemanfaatan blotong dengan dosis minimal 25 ton per hektar dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman jagung yang diukur dari berat biomassa segar dan kering tanaman serta kandungan kalium dalam jaringan tanaman. E. Hipotesis Perlakuan pengomposan dengan konsentrasi aktivator rumen sapi 90% dengan dosis pemupukan sebanyak 25 ton/hektar akan memberikan hasil kompos yang paling baik dan memberikan pengaruh positif kepada pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis (Zea mays saccharata S.) di tanah pasir Pantai Samas Bantul.
III.
TATA CARA PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Green House, Laboratorium Penelitian dan Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Provinsi DIY. Penelitian akan dilaksanakan pada bulan November 2015 sampai dengan bulan Mei 2016. B. Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang akan digunakan pada penelitian ini yaitu ampas aren, isi rumen sapi, benih tanaman jagung manis, pasir Pantai Samas Bantul, air, dedak, tetes tebu (molase), garam, larutan K2CrO7 0,5 N, larutan H2SO4 pekat, larutan H3PO4 85%, indikator dipenilamin, larutan FeSO4 0,5 N, larutan H2SO4 0,1 N, campuran katalisator K2SO4 dan CuSO4 dalam perbandingan 20 : 1, indikator methyl red, air suling (aquades), pupuk Urea, pupuk SP-36, pupuk KCl. Alat yang akan digunakan pada penelitian ini yaitu kotak kayu, pengaduk, karung plastik, cangkul, polybag, jirigen, parang, termometer, pH stik, buku Munsel Color Chart, timbangan, wadah pembuatan aktivator rumen, cepuk plastik, jangka sorong, labu takar 50 ml, pipet 10 dan 5 ml, botol semprot, labu erlenmeyer 50 ml, biuret, timbangan analitik, piranti destruksi, piranti destilasi, tabung Kjehdahl 250 ml, gelas piala 100-150 ml, gelas ukur 100 ml, gelas ukur 250 ml, mistar. C. Metode Penelitian Penelitian dilakukan menggunakan metode eksperimental dengan rancangan percobaan faktor tunggal yaitu dosis pupuk kompos ampas aren dengan menggunakan berbagai konsentrasi rumen sapi yang disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan yang diujikan terdiri atas 10 aras yaitu : 1.
K1
= Dosis 20 ton/hektar kompos ampas aren dengan konsentrasi
15
16
aktivator rumen sapi 60% 2.
K2
= Dosis 20 ton/hektar kompos ampas aren dengan konsentrasi aktivator rumen sapi 70%
3.
K3
= Dosis 20 ton/hektar kompos ampas aren dengan konsentrasi aktivator rumen sapi 80%
4.
K4
= Dosis 20 ton/hektar kompos ampas aren dengan konsentrasi aktivator rumen sapi 90%
5.
K5
= Dosis 20 ton/hektar kompos ampas aren dengan konsentrasi aktivator rumen sapi 100%
6.
K6
= Dosis 25 ton/hektar kompos ampas aren dengan konsentrasi aktivator rumen sapi 60%
7.
K7
= Dosis 25 ton/hektar kompos ampas aren dengan konsentrasi aktivator rumen sapi 70%
8.
K8
= Dosis 25 ton/hektar kompos ampas aren dengan konsentrasi aktivator rumen sapi 80%
9.
K9
= Dosis 25 ton/hektar kompos ampas aren dengan konsentrasi aktivator rumen sapi 90%
10. K10 = Dosis 25 ton/hektar kompos ampas aren dengan konsentrasi aktivator rumen sapi 100% Setiap perlakuan pemupukan pada tanaman jagung manis diulang sebanyak 4 kali. Total tanaman yang diperlukan yakni sebanyak 40 tanaman percobaan (Layout terlampir pada Lampiran 1). D. Cara Penelitian 1. Tahap Pembuatan Pupuk Kompos Ampas Aren i. Penyiapan Bahan dan Alat Bahan kompos yang akan digunakan terlebih dahulu dicari dan dipersiapkan. Bahan yang perlu untuk dipersiapkan lebih dulu yaitu ampas aren dan persiapan pembuatan aktivator rumen sapi.
17
a. Pencacahan Ampas Aren Pencacahan dilakukan dengan cara mengumpulkan ampas yang akan digunakan kemudian mencacah ampas tersebut hingga memiliki serat yang lebih halus daripada sebelumnya. Pencacahan ini dapat dilakukan dengan menggunakan pisau ataupun parang. b. Pembuatan Aktivator Rumen Sapi Rumen sapi yang akan digunakan perlu melalui tahapan pengolahan terlebih dahulu sebelum dapat digunakan untuk pengomposan ampas aren. Beberapa bahan yang digunakan untuk membuat aktivator rumen sapi seperti isi rumen sapi, dedak, molase, garam dan air. Langkah-langkah pembuatan aktivator rumen sapi sebagai berikut (Akbar, 2011) : 1) Melarutkan 1.760 gram isi rumen dalam 8.800 ml aquades kemudian diaduk hingga cairan merata. 2) Menyaring cairan rumen dan memasukkannya ke dalam wadah. 3) Mencampurkan cairan tersebut dengan 17.600 ml tetes tebu, 7.040 gram dedak dan 1.760 gram garam yang kemudian dimasukkan ke dalam jirigen. Mengaduk campuran tersebut hingga tercampur rata. 4) Menutup jirigen yang sebelumnya telah diberi lubang kecil pada bagian tutupnya. 5) Mendiamkan campuran selama 21 hari (proses fermentasi). Hasil pembuatan aktivator ini merupakan aktivator rumen sapi konsentrasi 100% yang akan digunakan. Untuk setiap 6 kg bahan ampas aren yang akan dibuat kompos, diperlukan 6.600 ml aktivator rumen sapi. Hal ini sesuai dengan Heppy (2011), dalam pembuatan kompos daun lamtoro sebanyak 500 gram diperlukan aktivator rumen sapi sebanyak 550 ml. Dari hasil tersebut, maka dapat dibuat aktivator rumen sapi untuk konsentrasi 60%, 70%, 80% dan 90%. Pembuatan perlakuan konsentrasi aktivator rumen sebagai contoh untuk pembuatan konsentrasi aktivator 60%. Pembuatannya dengan cara mengambil 60% dari total aktivator 6.600 ml yaitu 3.960 ml yang kemudian dicampurkan dengan air hingga diperoleh volume 6.600 ml. Pembuatan ini akan berlaku
18
sama untuk perlakuan konsentrasi aktivator rumen sapi 70%, 80% dan 90% (Perhitungan terlampir pada Lampiran 2).
ii. Pembuatan Kompos Ampas Aren Pembuatan kompos ampas aren dengan berbagai konsentrasi aktivator rumen sapi dibuat dengan cara menyiapkan bahan ampas aren dan aktivator rumen sapi dengan perbandingan sesuai dengan perlakuan konsentrasinya. Menurut Heppy (2011), untuk pembuatan kompos daun lamtoro sebanyak 500 gram diperlukan aktivator rumen sapi sebanyak 550 ml. Ampas aren yang telah dicacah dimasukkan ke dalam kantong plastik sebagai lapisan dasar kemudian ditambahkan aktivator rumen sapi kemudian ditumpuk dengan ampas aren dan kemudian aktivator rumen sapi, begitu seterusnya hingga seluruh ampas aren tiap perlakuan masuk dalam kantong plastik. Setelah tumpukan kompos siap, kantong plastik ditutup. Penambahan air pada masing-masing diberikan apabila sekiranya
kelembaban
kompos
perlakuan
belum
memenuhi
syarat.
Kelembaban yang optimal untuk pengomposan yakni 40-60% (Cahaya dan Nugroho, 2009). Pengomposan ini dilakukan selama kurang lebih 2 bulan atau hingga kompos matang.
iii. Pembalikan/Pengadukan Pembalikan dilakukan dengan cara membolak-balik lapisan kompos yang telah dibuat hingga yang semula berada ditepi kantong plastik menjadi di tengah tumpukan begitu pula sebaliknya. Pembalikan ini dilakukan setiap satu minggu sekali dengan menggunakan pengaduk kayu atau dengan menggunakan tangan.
iv. Pengamatan Kompos Pengamatan
terhadap
kondisi
kompos
dilakukan
selama
proses
pengomposan berlangsung yaitu kurang lebih selama dua bulan. Parameter yang diamati yaitu pH kompos, temperatur/suhu kompos, kadar C-Organik dan kadar N-Total.
19
2. Tahap Aplikasi Kompos Ampas Aren pada Tanaman Jagung Manis i.
Persiapan Media Tanam dan Aplikasi Kompos Ampas Aren Media tanam yang akan digunakan merupakan tanah pasir pantai. Media tanam pasir pantai diambil dari Pantai Samas Bantul, Yogyakarta secara komposit. Teknik pengambilan dilakukan dengan cara membersihkan bagian permukaan tanah pasir pantai terlebih dahulu dan mengambil sampel tanah pasir dari kedalaman 0-30 cm. Pengambilan dalam kedalaman tanah ini menyesuaikan dengan kedalaman akar tanaman jagung manis dan mengambil sesuai dengan kebutuhan untuk penanaman sebanyak 400 kg pasir pantai. Pasir pantai yang akan digunakan terlebih dahulu disaring menggunakan ayakan. Pasir pantai yang telah diayak kemudian dicampur dengan pupuk kompos ampas aren dan dimasukkan ke dalam polybag yang berukuran 35 cm x 35 cm. Dosis kompos ampas aren yang digunakan yaitu sebanyak 20 ton per hektar dan 25 ton per hektar, sehingga untuk dosis yang digunakan setiap polybag sebanyak 600 gram dan 750 gram (perhitungan terlampir di Lampiran 3). Selain itu, juga dicampur dengan ½ dosis pupuk Urea, seluruh dosis pupuk SP36 dan pupuk KCl. Media tanam yang telah siap kemudian dimasukkan dalam polybag yang telah diberi label untuk masing-masing perlakuan kompos. Media tanam kemudian didiamkan selama 1 minggu sebelum dilakukan penanaman benih tanaman jagung manis.
ii. Penanaman Penanaman benih jagung manis dilakukan dengan membenamkan 2 benih jagung manis pada setiap polybag perlakuan pada kedalaman ± 4 cm dari permukaan tanah.
iii. Pemeliharaan a. Penyiraman Penyiraman dilakukan secara rutin setiap hari pada pagi atau sore hari hingga akhir pengamatan.
20
b. Penyulaman Penyulaman tanaman jagung manis dilakukan dengan mengganti tanaman jagung manis yang mati pada polybag perlakuan dengan tanaman cadangan yang memiliki umur tanaman yang sama. Penyulaman tanaman jagung manis ini dilakukan pada saat tanaman berumur 7-10 hari setelah tanam. c. Pemupukan Pemupukan pada tanaman jagung manis dilakukan 2 kali, yaitu pemupukan dasar dan pemupukan susulan. Pemupukan dasar yang diberikan yaitu berupa pupuk kompos ampas aren, ½ dosis pupuk Urea yaitu sebanyak 6 gram (dosis per hektar yaitu 400 kg), seluruh dosis pupuk SP-36 yaitu sebanyak 9 gram (dosis per hektar yaitu 300 kg) dan pupuk KCl sebanyak 7,5 gram (dosis per hektar yaitu 250 kg). Pemupukan dasar dilakukan dengan cara mencampur terlebih dahulu tanah pasir pantai yang akan digunakan dengan perlakuan kompos ampas aren. Kemudian setelah dilakukan penanaman, campuran pupuk Urea, SP-36 dan KCl diberikan secara ring placement yaitu dengan membenamkan pupuk melingkar di sekeliling tanaman. Pemupukan susulan diberikan pada saat tanaman berumur 4 minggu setelah tanam dengan pemberian ½ dosis pupuk Urea yaitu sebanyak 6 gram (dosis per hektar yaitu 400 kg) (Bilman dkk., 2002) (Perhitungan pupuk terlampir pada Lampiran 3). Pemupukan susulan diberikan secara ring placement yaitu dengan membenamkan pupuk melingkar di sekeliling tanaman. d. Pengendalian OPT Pengendalian OPT yang dilakukan berupa pengendalian hama, gulma dan penyakit. Pengendalian terhadap hama dilakukan dengan cara teknis dan juga secara kimiawi bergantung pada serangan hama dan besar kerusakannya. Apabila serangan dan kerusakan tanaman telah melebihi ambang batas ekonomi maka dilakukan pengendalian secara kimiawi. Pengendalian terhadap gulma dilakukan dengan cara penyiangan (pengendalian secara teknis). Pengendalian terhadap penyakit dilakukan apabila tanaman terserang penyakit dengan cara pengendalian secara kimiawi yang menyesuaikan dengan jenis penyakit yang menyerangnya.
21
e. Pemanenan Pemanenan dilakukan pada saat tanaman berumur 70 hst yang ditandai dengan rambut jagung telah kering, bulir terisi penuh, warna klobot masih hijau, jika bulir ditekan masih mengeluarkan cairan pekat. Pemanenan jagung manis dengan cara memutar tongkol berikut kelobotnya, atau dapat juga dengan mematahkan tangkai buah jagung.
iv. Pengamatan Pengamatan terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis yang dilakukan yaitu pengamatan tinggi tanaman, jumlah daun, bobot segar tanaman, bobot kering tanaman, bobot segar akar, bobot kering akar, bobot tongkol basah, panjang tongkol dan diameter tongkol.
E. Parameter yang Diamati 1. Pengamatan Kompos a. pH Kompos Pengamatan pH kompos dilakukan setiap satu minggu sekali hingga akhir pengamatan yaitu ± 2 bulan. Pengamatan dilakukan dengan cara mengambil sampel dan memasukkannya ke dalam cepuk plastik hingga terisi ¼ botol dan kemudian ditambahkan aquades hingga cepuk terisi air ¾ botol. Kemudian setelah menutup cepuk plastik, cepuk dikocok selama 10 menit dan setelah itu didiamkan selama ± 15 menit. Cairan dalam cepuk yang telah diendapkan selama 15 menit kemudian diukur dengan menggunakan pH stik. b. Temperatur/Suhu Kompos Pengamatan temperatur/suhu kompos dilakukan setiap 3 hari sekali hingga akhir pengamatan yaitu ± 2 bulan. Pengamatan ini dilakukan dengan cara mengukur suhu pada bagian tengah dan tepi kantong plastik pada bagian komposnya dengan menggunakan termometer kaca.
22
c. Kadar C-organik Pengamatan C-organik dilakukan pada saat hari ke-0 pembuatan kompos dan pada saat hari ke-60 pembuatan kompos. Pengamatan ini dilakukan dengan cara mengambil sampel kompos dan melakukan pengukuran kadar C-organik di laboratorium menggunakan metode Walkley and Black. d. Kadar N total Pengamatan kadar N total dilakukan pada saat hari ke-0 pembuatan kompos dan pada saat hari ke-60 pembuatan kompos. Pengamatan ini dilakukan dengan cara mengambil sampel kompos dan melakukan pengukuran kadar N total di laboratorium dengan metode Kjehdahl.
Hasil perolehan kadar C-organik dan kadar N total digunakan untuk menghitung C/N rasio masing-masing kompos perlakuan. Rumus yang digunakan untuk menghitung C/N rasio yaitu sebagai berikut : ⁄
2. Parameter Tanaman a. Tinggi Tanaman (cm) Pengamatan tinggi tanaman dilakukan setiap satu minggu sekali dimulai sejak tanaman berumur satu minggu setelah tanam sampai tanaman berumur 70 hari. Tinggi tanaman diukur dengan cara mengukur dari pangkal batang hingga titik tumbuh tanaman jagung manis. Pengamatan tinggi tanaman ini dilakukan dengan menggunakan mistar. b. Jumlah Daun (helai) Pengamatan jumlah daun dilakukan dengan cara menghitung semua helai daun tanaman jagung manis yang utuh. Pengamatan jumlah daun dilakukan setiap satu minggu sekali sejak tanaman berumur satu minggu setelah tanam sampai tanaman berumur 70 hari.
23
c. Diameter Batang Tanaman (cm) Pengamatan diameter batang tanaman dilakukan pada saat tanaman berumur 70 hari dengan menggunakan jangka sorong pada batang tanaman jagung manis. d. Bobot Segar Tanaman (gram) Pengamatan bobot segar tanaman dilakukan pada saat tanaman berumur 70 hari dengan cara menimbang semua bagian tanaman percobaan menggunakan timbangan analitik. e. Bobot Segar Akar (gram) Pengamatan bobot segar akar dilakukan pada saat tanaman berumur 70 hari dengan cara menimbang semua bagian akar tanaman jagung manis yang telah dipisahkan dari bagian tajuk tanamannya menggunakan timbangan analitik. f. Bobot Kering Tanaman (gram) Pengamatan bobot kering tanaman dilakukan pada saat tanaman berumur 70 hari dengan cara menimbang semua bagian tanaman jagung manis yang telah dijemur di bawah sinar matahari terlebih dahulu kemudian setelah kering, dioven hingga mencapai bobot konstan. Selanjutnya tanaman yang telah dioven tersebut ditimbang menggunakan timbangan analitik. g. Bobot Kering Akar (cm) Pengamatan bobot kering akar dilakukan pada saat tanaman berumur 70 hari dengan cara menimbang semua bagian akar tanaman jagung manis yang telah dikering anginkan terlebih dahulu kemudian dioven hingga mencapai bobot konstan. Selanjutnya ditimbang dengan timbangan analitik. h. Bobot Tongkol Basah (gram) Pengamaran bobot tongkol basah dilakukan pada saat tanaman berumur 70 hari dengan cara menimbang tongkol yang ada pada masing-masing tanaman percobaan menggunakan timbangan. i. Diameter Tongkol (cm) Pengamatan diameter tongkol dilakukan pada saat tanaman berumur 70 hari dengan cara mengukurnya menggunakan jangka sorong pada tongkol jagung manis yang dihasilkan dari masing-masing tanaman percobaan.
24
F. Analisis Data Data yang diperoleh dari penelitian ini dianalisis menggunakan sidik ragam Analisis of Variance (ANOVA) dengan taraf nyata α=5%. Apabila terdapat pengaruh yang signifikan dari perlakuan yang dicobakan, maka dilakukan uji lanjutan menggunakan Uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) dengan taraf α=5%. Hasil analisis ditampilkan dalam bentuk grafik atau histogram.
G. Jadual Penelitian
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Tahapan Penelitian
Bulan ke1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Penyiapan Alat dan Bahan Kompos Pembuatan Kompos Perlakuan Pembalikan/Pengadukan Pengamatan Kompos Persiapan Media Tanam dan Aplikasi Kompos pada Jagung Manis Penanaman Pemeliharaan Pengamatan Analisis Data dan Pembahasan
25
DAFTAR PUSTAKA Aak. 2010. Teknik Bercocok Tanam Jagung. Yogyakarta. Kanisius. Akbar. 2011. Pembuatan Inokulum Mikrobia Aktivator (Bioaktivator). http:// www.stpp-bogor.ac.id/html/index.php?id=artikel&kode=23 . Diakses tanggal 5 April 2015. Anang Aditya. 2014. Karakteristik Fisika-Kimia Pengomposan Limbah Kulit Durian (Durio zibethinus L.) Menggunakan Cairan Rumen Sapi. Jurnal Protobiont. Vol. 3 (3) : 75-80. Andrias Makka Murni dan Ratna Wylis Arief. 2008. Teknologi Budidaya Jagung. BB Pengkajian Balitbangtan. Bogor. 20 hal. Badan Standarisasi Nasional. 2011. Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik Domestik SNI : 19-7030-2004. http://sisni.bsn.go.id/index.php/sni_main/ sni/detail_sni/6926 . Diakses tanggal 4 November 2015. Bilman W. S., A.D. Nusantara dan Faradilla F. 2002. Peran EM5 dan Pupuk NPK dalam Meningkatkan Pertumbuhan dan Hasil Jagung Manis pada Lahan Alang-Alang. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Vol. 4 (1) : 56-61. http://repository.unib.ac.id/247/1/56.PDF . Diakses tanggal 8 Mei 2015. BPS. 2015. Tabel Data Produksi, Produktivitas dan Luas Panen Jagung (Tabel Dinamis). http://bps.go.id/site/resultTab . Diakses tanggal 27 April 2015. Cahaya, A. dan D. A. Nugroho. 2009. Pembuatan Kompos dengan Menggunakan Limbah Padat Organik (Sampah Sayuran dan Ampas Tebu). Naskah Publikasi. Semarang. Universitas Diponegoro. Firdayanti, M. dan M. Handajani. 2005. Studi Karakteristik Dasar Limbah Industri Tepung Aren. Jurnal Infrastruktur dan Lingkungan Binaan. Vol. I (2) : 22-29. Gunawan Budiyanto. 2014. Manajemen Sumber Daya Lahan. Yogyakarta. LP3M UMY. 253 hal. Heppy L. R. S. 2011. Penggunaan Rumen Sapi Sebagai Aktivator Pada Pembuatan Kompos Daun Lamtoro. FMIPA. USU. Himmah A. H. 2010. Perkembangan Populasi Kutu Daun Rhopalosiphum maidis Fitch (Hemiptera : Aphididae) dan Musuh Alaminya pada Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt). Skripsi. IPB. Bogor. http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/44784/A10hah.pdf? sequence=1 . Diakses tanggal 7 Mei 2015.
26
27
Isnaini, M. 2006. Pertanian Organik. Yogyakarta. Kreasi Wacana. 298 hal. Novien, A. 2004. Pengaruh Beberapa Jenis Aktivator terhadap Kecepatan Proses Pengomposan dan Mutu Kompos dari Sampah Pasar dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Caisim (Brassica juncea L) dan Jagung Semi (Zea mays L). Skripsi. Bogor. Institut Pertanian Bogor. Outerbridge, T. 1991. Limbah Padat di Indonesia : Masalah atau Sumber Daya?. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia. Pamungkasih, E., Cahyono, M. R. A., Prisusatyo, Y., Yuraida, Y. I. dan Karunawardani, Y. T. 2013. “Briquette La Bendo”, Pemanfaatan Limbah Ampas Onggok menjadi Bisnis Briket Sebagai Pmberdayaan Masyarakat Dusun Bendo Desa Daleman Kecamatan Tulung Kabupaten Sleman. Makalah Publikasi. Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada. Parjito. 2009. Pemanfaatan Limbah Aren Desa Daleman Sebagai Bahan Baku Kompos Untuk Pembuatan Pupuk Granulat dengan Komposisi Kompos, Urea dan Zeolit. http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian detail&sub=PenelitianDetail&act=view&typ=html&buku_id=41465 . Diakses tanggal 30 April 2015. Philipus Sembiring. 2010. Pengantar Ruminologi. Medan. USU Press. 138 hal. Prihatman, K. 2000. Jagung (Zea mays L.). http://www.warintek.ristek.go.id/ pertanian/jagung.pdf . Diakses tanggal 8 Mei 2015. Pusdatin. 2013. Updating Peta Lahan Baku Sawah Menggunakan GPS Getac. http://pusdatin.setjen.pertanian.go.id/publikasi-307-updating-peta-lahanbaku-sawah-menggunakan-gps-getac.html . Diakses tanggal 30 April 2015 Riwandi, Merakati Handajaningsih dan Hasanudin. 2014. Teknik Budidaya Jagung dengan Sistem Organik di Lahan Marjinal. UNIB Press. Bengkulu. 56 hal. http://repository.unib.ac.id/7703/1/Full%20Buku%20Teknik%20 Budidaya%20Jagung%20di%20Lahan%20Marjinal%20dengan%20Sistem %20Organik_Riwandi%20dkk..pdf . Diakses tanggal 30 April 2015. Riyadi, I., B. Pujiasmanto dan Pardono. 2014. Pemanfaatan Limbah Tepung Aren dan Mikroorganisme Lokal Untuk Meningkatkan Hasil Tanaman Cabai Merah Besar (Capsium annum L.). Jurnal Pasca Sarjana UNS (http://jurnal.pasca.uns.ac.id) Vol. 2 (2) : 34-41. Wikipedia. 2015. Jagung. http://id.wikipedia.org/wiki/Jagung . Diakses tanggal 24 April 2015.
LAMPIRAN Lampiran 1. Layout Penelitian
K5.4
K6.1
K9.2
K4.1
K8.1
K5.3
K9.1
K1.1
K2.4
K3.1
K1.2
K10.4
K5.1
K3.4
K7.4
K2.1
K5.2
K9.3
K8.4
K7.1
K7.2
K4.4
K2.2
K3.2
K2.3
K4.3
K10.2
K10.1
K9.4
K7.3
K6.4
K6.2
K8.2
K6.3
K1.4
K4.2
K8.3
K1.3
K3.3
K10.3
28
29
Keterangan : K1
= Dosis 20 ton/hektar kompos ampas aren dengan konsentrasi aktivator rumen sapi 60%
K2
= Dosis 20 ton/hektar kompos ampas aren dengan konsentrasi aktivator rumen sapi 70%
K3
= Dosis 20 ton/hektar kompos ampas aren dengan konsentrasi aktivator rumen sapi 80%
K4
= Dosis 20 ton/hektar kompos ampas aren dengan konsentrasi aktivator rumen sapi 90%
K5
= Dosis 20 ton/hektar kompos ampas aren dengan konsentrasi aktivator rumen sapi 100%
K6
= Dosis 25 ton/hektar kompos ampas aren dengan konsentrasi aktivator rumen sapi 60%
K7
= Dosis 25 ton/hektar kompos ampas aren dengan konsentrasi aktivator rumen sapi 70%
K8
= Dosis 25 ton/hektar kompos ampas aren dengan konsentrasi aktivator rumen sapi 80%
K9
= Dosis 25 ton/hektar kompos ampas aren dengan konsentrasi aktivator rumen sapi 90%
K10 = Dosis 25 ton/hektar kompos ampas aren dengan konsentrasi aktivator rumen sapi 100%
Lampiran 2. Perhitungan Kebutuhan Rumen Sapi
Total pupuk kompos yang akan dibuat untuk tiap perlakuan konsentrasi aktivator rumen sapi yaitu 6 kg. Kebutuhan aktivator rumen sapi untuk 6 kg bahan kompos dengan setiap 500 gram bahan memerlukan 550 ml aktivator rumen sapi (Heppy, 2011)
Kebutuhan Aktivator Rumen Sapi per Konsentrasi : 1. Konsentrasi 60% aktivator rumen sapi
2. Konsentrasi 70% aktivator rumen sapi
3. Konsentrasi 80% aktivator rumen sapi
4. Konsentrasi 90% aktivator rumen sapi
5. Konsentrasi 100% aktivator rumen sapi
Total kebutuhan aktivator rumen sapi = 3.960 + 4.620 + 5.280 + 5.940 + 6.600 = 26.400 ml = 26,4 liter Total kebutuhan rumen segar = Total kebutuhan aquades = Total kebutuhan molase = Total kebutuhan dedak = Total kebutuhan garam =
30
Lampiran 3. Perhitungan Kebutuhan Kompos dan Pupuk
Jarak tanam Tanaman Jagung manis = 75 x 40 cm Jumlah Tanaman Jagung manis dalam 1 hektar =
A. Perhitungan Kebutuhan Kompos Ampas Aren per Tanaman Dosis Pupuk Kompos : -
Dosis 20 ton/hektar =
-
Dosis 25 ton/hektar =
B. Perhitungan Kebutuhan Pupuk per Tanaman Jagung Manis -
Pupuk Urea =
-
Pupuk SP-36 =
-
Pupuk KCl =
31