ANALISIS POSTKOLONIALISME DALAM NOVEL BELENGGU KARYA ARMIJN PANE
ANALYSIS POSTCOLONIALISM IN NOVEL BELENGGU BY ARMIJN PANE ABSTRACT
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan novel Belenggu karya Armijn Pane dengan menggunakan teori postkolonialisme. Teori postkolonialisme merupakan cara yang digunakan untuk menganalisis berbagai gajala kultural seperti, sejarah, budaya, sastra, politik dan sebagainya. Dalam teori ini terdapat unsur-unsur postkolonialisme yakni dampak kolonialisme dari segi pendidikan dan politik, mimikri (tindakan menirukan) dan emansipasi yang mempengaruhi watak, prilaku, pola pikir maupun gaya hidup tokoh-tokoh pada novel ini. Keseluruhan data dalam penelitian ini didapatkan melalui teknik catat dan studi kepustakaan yang dianalisis dengan teknik deskriptif. Objek penelitian ini mencakup aspek-aspek postkolonialisme yang ada dalam novel Belenggu karya Armijn Pane yaitu dampak postkolonialisme dari segi pendidikan, dampak kolonialisme dari segi politik, mimikri dari segi kebudayaan, mimikri dari segi psikologis, mimikri dari segi politik, dan emansipasi.
Kata kunci: Postkolonialisme dan Novel
This study aims to describe the work of Belenggu novel Armijn Pane by using the postcolonialism theory. The theory of postcolonialism is used to analyze a wide range of cultural, history, culture, literature, politics and so on. In theory, there are elements of postcolonialism i.e. the impact of colonialism in terms of education and politics, mimicry (the Act of mimicking) and emancipation that affect character, behavior, mindset or lifestyle of the figures in the novel. The overall data in this research was obtained through the techniques noted that libraries and study analyzed with descriptive techniques. The object of this research include the aspects of postcolonialism that exists in the novel the Belenggu paper Armijn Pane that is the impact of postcolonialism in terms of education, the impact of colonialism in terms of politics, mimicry in terms of culture, mimicry in terms of psychological, mimicry in terms of politics, and emancipation.
Keywords: Postcolonialism and Novel
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Balai pustaka sebagai lembaga sensor yang dinaungi oleh Belanda, penjajah mendirikan perusahaan penerbitan sebagai media untuk mengontrol dan mengkoordinasi rakyat Indonesia melalui bacaan. Tidak sedikit karya-karya para sastrawan ditolak penerbitannya oleh Balai Pustaka, karena dinilai akan memprovokasi perlawanan rakyat Indonesia terhadap pemerintahan Belanda. Hal ini merupakan salah satu bentuk sikap pembodohan penjajah terhadap rakyat Indonesia. Tidak tahan dengan kebijakan politik Belanda, akhirnya pada tahun 1930-an terbitlah Pujangga Baru. Istilah Pujangga Baru diambil dari sebuah majalah yang terbit pada tahun 1933, yang kepengurusannya dipimpin oleh Sutan Takdir Alisjahbana, Sanusi Pane, Armijn Pane dan Amir Hamzah. Tak seperti Balai Pustaka yang lebih dominan mengangkat masalah tradisi dan adat istiadat, maka Pujangga Baru lebih menampilkan ciri-ciri masyarakat modern. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan rasa nasionalisme yang tinggi terhadap rakyat Indonesia, melalui bacaan dan karya sastra Pujangga Baru mencoba untuk membuka cakrawala baru bagi rakyat Indonesia. Menurut sejarahnya, novel Belenggu merupakan salah satu novel paling berhasil. Pengarang memukau pembaca dimulai dari alur maju-mundur, seolah-olah tokoh berada dalam sebuah mesin waktu, serta dibalut dengan watak masing-masing tokoh yang dikemas sedemikian rupa hingga karya sastra novel tersebut dihidangkan semacam sajian makanan yang tak sekedar indah dimata namun bila dicicipi maka rasanya akan selalu dikenang. Novel ini mengkisahkan tokoh bernama Sukartono, yaitu seorang dokter lulusan Geneeskundige Hooge School, sekolah dokter ( Betawi ), dia mempunyai istri bernama Sumartini tamatan Lycum, Sekolah Menengah Atas (Bandung). Sebagai dokter panggilan yang disegani, Rohayah memanfaatkan kesempatan ini untuk mendekati Sukartono. Dulu waktu tinggal di Bandung, Rohayah adalah tetangga Sukartono pada masa kanak – kanak, setelah orang tuanya
meninggal dia dipaksa menikah dengan lelaki yang tidak dicintainya, kemudian menjadi gundik (istri simpanan) Belanda, dan akhirnya berprofesi sebagai pelacur. Dengan berpura-pura sakit Rohayah memanggil Sukartono kerumahnya, hingga terjadilah hubungan diluar nikah. Hubungan ini diketahui oleh Sumartini, dia memutuskan mendatangi Rohayah untuk menasehatinya, namun dalam pertemuan malah Sumartini dinasehati oleh Rohayah agar melayani suaminya dengan bijaksana. Kedua pihak masing-masing menyadari bahwa mereka tidak pantas menjadi istri Sukartono. Dan pasangan suami istri tersebut memutuskan untuk berpisah, Sumartini pergi ke Surabaya bekerja di Yayasan Yatim Piatu, Rohayah pergi ke Niew Calidonie dengan tujuan yang belum pasti, sedangkan Sukartono melanjutkan tugasnya sebagai dokter panggilan sekaligus mengembangkan ilmu pengetahuan. Dalam hal ini penulis mengkaitkan masalah tersebut dengan karya sastra novel Belenggu karya Armijn Pane, dan menemukan hal-hal yang berkaitan dengan efek-efek kolonialisme yang mempengaruhi psikologi para tokoh yang ada dalam novel tersebut. Maka kajian yang relevan untuk membahas (dampak kolonialisme) adalah postkolonialisme BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang Relevan Mulai dari penelitian yang dilakukan oleh Sumiati (2015) dengan judul “Postkolonialisme dalam Novel Rumah Kaca Karya Pramoedya Ananta Toer dan Hubungannya dengan Pembelajaran Sastra di SMA”. Melalui penelitian tersebut Sumiati mencoba untuk mendeskripsikan novel Rumah Kaca jika ditinjau melalui persektif postkolonialisme serta bagaimana kaitannya dengan pembelajaran sastra di SMA. Dalam penelitiannya Sumiati mendeskripsikan tentang cerita novel Rumah Kaca, didalam penelitian tersebut ia menganalisis psikologi tokoh yang telah dipengaruhi oleh penjajah Belanda saat itu. Dari penelelitian tersebut dapat diketahui bahwa penjajah tak hanya menyisakan sejarah, melainkan menimbulkan banyak kerugian bagi rakyat Indonesia.
Acuan penelitian berikutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Baiq Humayya Juliandara dengan judul “Postkolonialisme dalam Novel Salah Asuhan Karya Abdul Moeis dan Kaitannya dengan Pembelajaran Sastra di SMP”. Diawali dengan mendeskripsikan cerita novel Salah Asuhan, Humayya mencoba untuk menganalisis dampak dari budaya Barat yang telah menghegemoni tokoh novel Salah Asuhan karya Abdoel Moeis, dalam penelitiannya disimpulkan bahwa praktik penjajahan yang ada di Indonesia tak hanya mempengaruhi pola pikir dan prilaku melainkan dari segi budaya. Dan pada akhirnya pihak yang dirugikan adalah rakyat Indonesia. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Hidayati (2008) Fakultas Sastra Universitas Diponegoro yang berjudul “ Pengaruh Dominasi Penjajah Atas Sulbatren Dalam Novel Cantik Itu Luka Karya Eka Kurniawan Analisis Berdasakan Pendekatan Poskolinialisme “ dalam penelitiannya, penulis mengupas (1) bagaimana strukutr novel Cinta Itu Luka (CIL) karya Eka Kurniawan, (2) Bagaimana pengaruh yang timbul akibat dominasi penjajah atas sulbatren. Sebagai langkah awal, Hidayati terlebih dahulu mendeskripsikan novel CIL karya Eka Kurniawan dalam membahas pengaruh dominasi penjajah atas seulbatren, selain itu Hidayati menemukan adanya pengaruh penjajahan dari segi mental, pola pikir dan budaya. Kesimpulan akhir dari penelitian tersebut bahwa penjajahan yang dilakukan Belanda maupun Jepang, hanya mengakibatkan kengsaraan dan penderitaaan bagi rakyat Indonesia Jika dua diantara tiga penelitian diatas mengimplikasikan penelitiannya dengan pemebelajaran maka penelitian ini tidak demikian. Oleh sebab itu penelitian ini begitu bermanfaat bagi pembaca karna dapat menambah wawasan mengenai teori postkolonialisme, dan ketiga penelitian diatas dapat menjadi bahan acuan untuk menyempurnakan penelitian yang berjudul “ Analisis Postkolonialisme dalam Novel Belenggu Karya Armjin Pane “ 2.2 Definisi Istilah Dalam bagian ini akan dijelaskan definisi istilah yang bekaitan dengan postkolonalisme dalam novel Belenggu karya Armijn Pane. Selain bertujuan untuk memberikan arahan refrensi agar
melengkapi penelitian ini, definisi istilah yang dimaksudkan adalah postkolonialisme, novel, novel belenggu dan sastra. 2.2.1 Postkolonialisme Berbicara tentang postkolonialismne, Ratna (2007 : 90) dalam bukunya berpendapat bahwa teori postkolonialisme adalah cara-cara yang digunakan untuk menganalisis berbagai gejala kultural, seperti : sejarah, politik, ekonomi, dan berbagai dokumen lainnya, yang terjadi di negara-negara bekas koloni Eropa modern, objek penelitian postkolonialisme mencakup aspek-aspek kebudayaan yang pernah mengalami kekuasaan imperial sejak awal terjadinya kolonialisasi hingga sekarang, termasuk efek yang ditimbulkannya. 2.2.2 Novel Berasal dari bahasa Italia, yaitu novella yang berarti „sebuah barang baru yang kecil‟. Dalam perkembangannya, novel diartikan sebagai sebuah karya sastra dalm bentuk prosa. Novel adalah karya imajinatif yang mengisahkan sisi utuh problematika kehidupan seseorang atau beberapa tokoh, kisah novel berawal dari kemunculan persoalan yang dialami oleh tokoh hingga tahap penyelesaiannya. (Kosasih, 2008 ;51). 2.2.3 Novel Belenggu Novel dapat diartikan sebagai karya sastra yang menyajikan rekaan kehidupan yang dilhami dari pengalaman pribadi maupun pengalaman orang lain, keberadaan novel sebagai karya sastra fiksi yang berfungsi untuk bahan bacaan, hiburan, ataupun pelajaran bagi pembacanya. Sedangkan belenggu adalah alat pengikat tangan atau kaki (KBBI Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa 2011). Belenggu dapat diartikan pengikat, perasaan yang terikat, terkurung dan terperangkap. 2.2.4 Sastra Sebuah karya fiktif yang imajinatif dan ekspresif, sedangkan yang membuat
karya sastra disebut sastrawan. Sastra dikatakan ijaminatif karena dihasilkan melalui proses renungan, khayalan dan perasaan yang diwujudkan dalam kata-kata yang menimbulkan pesona tertentu bagi pembacanya. Karya sastra menggunakan bahasa sebagai mediumnya dengan gaya penyajian yang indah atau tertata dengan baik sehingga menimbulkan daya tarik dan berkesan di hati pembacanya. Seringkali karya sastra dikaitkan dengan situasi perasaan pengarang, sebab karya sastra bersifat ekspresif hingga ekspresi pengarang dituang dalam sebuah karya sastra. 2.3 Landasan Teori 2.3.1Psikologi Sastra Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Balai Pengembangan dan Pembinaan Bahasa 2011 psikologi berarti ilmu pengetahuan tentang gejala dan kegiatan jiwa; ilmu yang berkaitan dengan proses mental, baik normal maupun abnormal dan pengaruhnya terhadap prilaku. Dalam penelitian ini akan dibahas mengenai psikologi tokoh-tokoh dalam novel Belenggu karya Armijn Pane yang diduga merupakan pengaruh dari praktik kolonial. Hal ini termasuk dalam kajian psikologi sastra, namun dianalisis menngunakan teori postkolonialisme. Relevansi analisis psikologis diperlukan pada saat tingkat peradaban mencapai kemajuan, pada saat manusia kehilangan pengendalian psikologis. Penyimpangan psikologis tidak mengenal korbannya baik itu dari kalangan terpelajar terlebih-lebih kalangan bawah yang lazimnya tidak berpengetahuan. Maka pembahasan diatas sangat relevan dengan penelitian ini karena novel Belenggu karya Armijn Pane dilatar belakangi pada era kolonial maka akan sangat mungkin terjadi pengaruh dari praktik kolonial akan mempengaruhi para tokoh-tokoh novel tersebut. Untuk menganalisis
postkolonialisme pada novel Belenggu, dibutuhkan pemahaman yang lebih mendalam tentang karakter, watak pada tokoh-tokoh novel Belenggu sebagai salah satu pendekatan psikologis yang digunakan. 2.3.2 Postkolonialisme dan Kolonialisme Sebagai teori, postkolonialisme adalah akumulasi konsep, cara-cara pemahaman, bahkan sebagai praktik untuk menjelaskan objek, dengan demikian juga semua teori adalah cara baru, cara yang berbeda untuk memahami objek sama (Ratna, 2008: 89). Secara definitif teori postkolonialisme merupakan cara tertentu untuk memahami objek, pengertian lebih luasnya yaitu melihat suatu objek agar tampak berbeda. Teori postkolonialisme tidak terlepas dari fakta-fakta sejarah tapi bukan berarti analisis postkolonialisme disamakan dengan analisis sejarah, tentu keduanya memiliki perbedaan yang mencolok, jika analisis sejarah pada umumnya semata-mata berkaitan dengan peristiwa-peristiwa dalam suatu negara, bangsa, dengan penjajahan, sebagai peristiwa fisik, maka analisis postkolonialisme sebaliknya, secara keseluruhan memiliki kaitan langsung dengan proses mental. Berbicara tentang postkolonialismne, Ratna (2007 : 90) dalam bukunya berpendapat bahwa teori postkolonialisme adalah cara-cara yang digunakan untuk menganalisis berbagai gejala kultural, seperti : sejarah, politik, ekonomi, dan berbagai dokumen lainnya, yang terjadi di negara-negara bekas koloni Eropa modern, objek penelitian postkolonialisme mencakup aspek-aspek kebudayaan yang pernah mengalami kekuasaan imperial sejak awal terjadinya kolonialisasi hingga sekarang, termasuk efek yang ditimbulkannya. Maka pengertian istilah (sesudah, setelah atau pasca) yang ada pada postkolonialialisme tidak bisa di analogikan dengan istilah pascapanen, pascapubertas dan sebagainya
yang semata-mata makna setelah.
digunakan
dengan
Dalam hal ini teori kritis postkolinialisme dititik beratkan dalam bidang kesusastraan, yang berdasarkan pada fakta historis kolonialisme Eropa. Kolonialisme merupakan ciri dari postkolonialisme, teori postkolonialisme dibangun atas dasar peristiwa sejarah kolonial dulu, yang telah menjadi pengalaman pahit bangsa Indonesia terutama saat dijajah oleh Belanda. Teori postkolonialisme berfungsi sebagai jendela untuk membuka, melihat dan menemukan fakta-fakta baru yang sekiranya akan bermanfaat dan berpengaruh bagi masa depan bangsa Indonesia. Pengalaman pahit masa lalu tidak hanya sebagai sejarah saja, namun sebagai bukti bahwa begitu berharganya bangsa ini sehingga menjadi tujuan negara jajahan Eropa. Logikanya bangsa Barat tidak akan menjajah Indonesia jika tidak ada hal yang istimewa didalamnya. Banyak dari kita mengetahui bahwa Belanda menjajah Indonesia dengan cara kekerasan maupun politik, merupakan penjajahan dari segi fisik, namun sedikit yang menyadari bahwa bangsa kita juga terjajah dari segi mental. Sejarah kolonial yang yang pernah ada di Indonesia tidak semuanya terekspos dengan baik, dipicu dengan luasnya wilayah penjajahan dan panjangnya waktu penjajahan, juga disisi lain Indonesia belum memiliki kemampuan untuk mendokumentasikannya secara keseluruhan dan memadai sebab pada saat itu sebagian besar rakyat Indonesia masih buta aksara. Jadi tidak dapat dipungkiri bahwa sejarah ataupun dokumentasi yang ada saat ini adalah sebagian kecil dari segala bentuk praktik kolonial yang pernah terjadi dulu. Oleh sebab itu teori postkolonialisme lahir untuk meneliti secara mendalam tentang peradaban sejarah kolonialisme yang ada Indonesia melalui segi mental.
2.3.2.1 Mimikri Bhaba (dalam Juliandara : 2016) mimikri adalah suatu hasrat dari subjek yang berbeda menjadi subjek yang lain yang hampir sama, tetapi tidak sepenuhnya. Konsep peniruan yang dimaksudkan mengandung ambivalensi karena disuatu kaum pribumi igin membangun identitas persamaan dengan kaum penjajah, sedangkan mereka juga mempertahankan perbedaanya, yaitu perbedaan yang disebut pengingkaran. Mimikri merupakan bagian dari kajian postkolonialisme, pada era penjajahan tak sedikit rakyat pribumi ingin setara dengan penjajah, untuk meningkatkan martabat diri. Sejatinya, dalam menirukan kaum penjajah mereka tidak melepas posisi mereka sebagai rakyat Indonesia. Homi K. Bhaba membuktikan bahwa sebagai tanda, wacana kolonial selalu bersifat ambigu polisemik. Karena itu, konstruksi kolonial mengenai dirinya maupun mengenai Timur dapat memperoleh pemaknaan yang bermacammacam bahkan pertentangan. Peniruan yang dilakukan oleh masyarakat terhadap model-model kehidupan yang ditawarkan oleh wacana kolonial, 2.3.2.2 Emansipasi Emansipasi terlahir pada masa Kartini, beliau memperjuangkan hak kaum perempuan yang terbelakang. Perjuangan beliau tergerak setelah mengetahui perkembangan perempuan dibelahan dunia lain yang diketahuinya melalui cerita temannya yang berasal dari Belanda, hingga tergerak hatinya untuk memperjuangkan kaum perempuan di negaranya sendiri beliau menirukan hal positif dari kaum penjajah. Dalam KBBI Balai Pengembangan dan Pembinaan Bahasa 2011 Emansipasi diartikan sebagai pembebasan dari perbudakan, persamaan hak dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat (seperti persamaan hak kaum perempuan dan lelaki). Kenyataan seperti
diatas juga tergambar dalam tokoh novel Belenggu karya Armijn Pane,
Oleh sebab itu, sumber data penelitian ini adalah:
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian Peneletian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistik dan dengan kata deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada konteks khusus yang alamiah dengan memanfaatkan beberapa metode ilmiah (dalam Juliandara, Moleong, 2005: 6) penelitian kualitatif menggunakan kata-kata, kalimat dan wacana sebagai data formalnya. Maka data yang akan terkumpul berupa kata bukan angka. Oleh sebab itu, penelitian kualitatif ini dipergunakan untuk memperoleh diskripsi mengenai novel Belenggu ditinjau dari sudut pandang postkolonialisme 3.2 Data dan Sumber Data
Novel dengan judul : Belenggu Pengarang : Armijn Pane Penerbit Dian Rakyat Cetakan ke-24 Tahun Terbit : 2012 Jumlah Halaman 159
: :
:
3.3 Metode Pengumpulan Data Kepustakaan yaitu berupa bukubuku yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. Dalam hal ini buku tersebut adalah karya sastra novel berjudul Belenggu karya Armijn Pane. Keseluruhan data dari penelitian ini diperoleh dengan cara mencatat data-data yang akan dijadikan sebagai bahan analisis. cara demikian biasa dikenal dengan istilah teknik catat.
3.2.1 Data 3.4 Metode Analisis Data Data merupakan sumber informasi yang diperoleh atau dikumpulkan lewat narasi dan dialog di dalam novel dan atau cerita pendek dengan merujuk kepada konsep sebagai kategori, Siswantoro (dalam Sumiati, 2015: 41). Maka hasil yang didapatkan merupakan data informasi dari hasil analisis teori yang digunakan yaitu teori postkolonialisme. Jadi data adalah seperangkat informasi yang menjadi bahan analisis penelitian menggunakan teori yang yang sudah ditentukan. Sedangkan bentuk data dari penelitian ini berupa kalimat serta wacana yang terdapat dalam novel Belenggu karya Armijn Pane. 3.2.2 Sumber Data Sumber data merupakan asal-usul data yang digunakan dalam penelitian, dalam penelitian sastra sumber datanya bisa berupa karya sastra itu sendiri dan naskah.
Dalam penelitian ini subjek yang disebutkan merupakan data, sedangkan dalam menganalisis data tersebut menggunakan teknik deskriptif, yaitu suatu metode yang menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas (Sugiono, dalam Sumiati, 2015: 44). Pengertian umumnya teknik deskriptif dapat diartikan sebagai pemerolehan data-data yang dihasilkan dari teknik catat dan studi kepustakaan, seperti yang telah dijelaskan pada pernyataan sebelumnya, data yang diperoleh berupa kalimat dan wacana, bukan dalam bentuk angkaangka. 3.5 Penyajian Hasil Analisis Data Dalam hal ini, penyajian hasil analisis disajikan berupa teks (tekstual), yaitu teks deskripsi. Teks deskripsi adalah sebuah teks yang menggambarkan atau menjelaskan suatu objek.
Oleh sebab itu, dalam penelitian ini akan dideskripsikan atau digambarkan mengenai novel Belenggu karya Armijn Pane ditinjau dari persfektif postkolonialisme. BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Analisis Data 4.1.1 Dampak Pendidikan
Kolonialisme
dari
Segi
Pada era kolonial, Belanda membatasi rakyat pribumi untuk mengenyam pendidikan, hanya keturunan bangsawan yang diperbolehkan untuk bersekolah. Belanda memperbolehkan rakyat pribumi juga tidak terlepas dari politik agar menguntungkan posisinya. Secara tak langsung akan mempengaruhi karakter dan prilaku rakyat Indonesia saat itu, “….Tapi tidak, tidak dapat benar, barang gaib-gaib, yang tidak terpandang oleh mata, tidak terdengar oleh telinga, yang ada, diangan-angan saja, lebih tinggi, benar dari pada yang dilihat, didengar, yang diselidiki dengan pikiran, dengan logica.. Belenggu: 134 Karena pengaruh pendidikan sekolah dokter Belanda, Sukartono mempunyai cara pendang tersendiri tentang bagaimana seharusnya mempunyai pemikiran yang rasional dan tidak mempercayai hal-hal gaib yang menurutnya mengandung kebohongan belaka. …”Kamu anak muda zaman sekarang tidak mengenal sabar. Hendak buru-buru saja. Hendak dynamisch, katamu. Manakah bedanya dynamisch dan statisch? Statisch ialah dynamisch yang sebenar-benarnya, yang sejati. Intellect kata kamu, itulah yang paling tinggi, kamu lupa, banyak perkara yang paling tinggi, kamu lupa, banyak perkara yang tiada ilmu, wetenschap, logica, kamu
sembah-sembah, kamu pandang tinggi dan semangat. Apakah ilmu yang kamu pelajari, ilmu kedokteran itu, tidak menghubungkan rahasia alam manusia, sebagai pangkal ilmu pengobatan. Kamu hendak memakai barang apa yang terlihat oleh mata, lainnya kamu pandang bohong belaka, yang hanya dapat dipandang oleh semangat kamu hinakan”……. Belenggu: 134 Paman Mangunsucipto mencerminkan watak masyarakat Indonesia yang masih mempertahankan budaya adat istiadatnya, Kemajuan berpikir orang Indonesia yang diakibatkan oleh kebijakan Belanda yang memperbolehkan rakyat pribumi untuk bersekolah, membawa dampak positif terhadap Bangsa Indonesia. 4.1.3 Mimikri Seperti yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, mimikri merupakan tindakan menirukan, mengolok-olok. Tindakan menirukan agar terlihat sama dan sepadan, walaupun pada dasarnya tidak menghilangkan identitas aslinya. 4.1.3.1 Mimikri dari segi kebudayaan Mimikri menjadi salah satu pembahasan yang paling banyak ditemukan dalam analisis postkolonialisme. Keinginan untuk terlihat modern dan sejajar dengan penjajah tak sedikit rakyat Indonesia menirukan gaya maupun budaya bangsa Barat. Kenyataan ini tercermin pada tokoh-tokoh novel Belenggu, salah satunya adalah Sumartini, Tini. Berikut akan dipaparkan melalui kutipan dibawah ini: “Buat apa memperdengarkan lagu Eropa disini, orang tiada akan mengerti.” “itulah.” Kata aminah dengan gembira, “ dalam rapat komite sudah kukatakan, apa perlunya, tapi engkau tahu, Tini keras kepala.” “itulah.” Kata Darusman, “yag berpendidikan barat semata-mata
itu. Lupa kebudayaan sendiri, lupa lagu gamelan.” Belenggu : 91 Kutipan tersebut menggambarkan kondisi rakyat Indonesia yang lupa akan adatnya, lupa akan kebudayaan karena telah terpengaruh oleh kebudayaan Barat yang dianggapnya modern. ….”Ah, dia lebih suka sembunyikan radio, aduh kroncong lagi! Hendak memanaskan darah dia rupanya….” 61 Bagi orang Indonesia, keroncong merupakan salah satu aliran musik yang menjadi ciri khas Indonesia. Namun berbeda dengan Sumartini, dia tidak menyukai lagu kroncong, dia lebih suka musik Eropa yang saat itu hanya disukai oleh kaum intelek dan terpandang saja. Indonesia banyak mempunyai alat musik asli yang tersebar diseluruh pelosok nusantara, sedangkan piano bukanlah alat musik asli Indonesia. Kebanyakan lagu Eropa diiringi oleh alat musik piano, terkesan modern, mewah dan berkelas. Paparan di atas merupakan contoh mimikri dari segi kebudayaan yang mempengaruhi selera musik tokoh Tini dalam novel Belenggu karya Armijn Pane. 4.1.3.4 Mimikri dari segi politik “Tini, Sumartini. Pernah bertemu dulu?” “Barangkali, Tono, tapi namanya lain, orang sebut dia Pop.” Belenggu : 116
Tini, mempunyai nama asli Sumartini, dulu waktu masih bersekolah di Lycum dia bernama Pop. Selain Tini, Rohayah juga mempunyai banyak nama samaran, Nyona Eni ketika dia menjadi pasien, Yah ketika dia menjadi wanita simapanan Kartono dan Siti Hayati ketika dia menjadi penyanyi. Hal tersebut dibuktikan melalui kutipan dibawah ini: “Serasa-rasa tahu, serasa-rasa tiada ingat.” “Tiada heran Kartono, kalau engkau ingat. Sedang aku diriku….kadang-kadang lupa
kenal, tapi aku tiada lupa akan aku siapa
namaku sebenarnya, karena kerap kali berganti nama. Kalau pindah ke hotel lain, namakupun lain. Meskipun hotel itu sudah kutumpangi dahulu, namaku kuganti juga. Sebab kalau nama itu didengar orang, kata orang…….barang tua. Nama saja yang ditilik orang, akrena namanya baru didengar, barangnyapun baru dalam anganangannya.” Belenggu :50 Penggunaan nama samaran seolah-olah nama tidak mempunyai arti, bahkan nama sendiri bisa dilupakan, karena terlalu sering mengganti nama. Sebab nama merupakan hal yang sangat penting, melakukan perubahan nama untuk menyembunyikan identitas aslinya. Dalam mengarang, pengarang pun menggunakan nama samaran, seperti: A. Panji, A. Mada, A. Jiwa, Adinata, dan Karnoto. Setiap orang mempunyai alasan untuk menyembunyikan identitas aslinya. 4.1.4 Emansipasi Emansipasi lahir semenjak semangat Kartini berkobar untuk memperjuangkan nasib para wanita Indonesia. Emansipasi dikait-kaitkan dengan masalah perempuan, masalah perempuan yang terbelakang, Hubungannya dengan novel Belenggu, tokoh-tokoh wanita didalamnya mencerminkan wanita modern, wanita pemberani, tegas dan cerdas. Sebagai perempuan, Tini mempunyai cara pendang yang berbeda dengan perempuan yang lain, pemikirannya lebih berani dan logis, dikarenakan latar pendidikannya yang cukup tinggi, hingga dia mempunyai wawasan yang luas dan pandai. Pada cerita novel Belenggu, menggambarkan tentang perempuan masa kini yang berpendirian dan pemberani. Hal tersebut dibuktikan melalui kutipan berikut: “Duduklah ibu, katakanlah. Nanti saya dengarkan dengan asyik Diturut tidaknya lain perkara.” “Memang Tini, kita berlainan paham……” “Seperti langit dan bumi, Ibu!” “Aku bukan terlalu kolot.” “Tini tertawa: “Saya yang terlalu modern!” “Memang, Tini!” Kemudian disambungnya dengan sungguh-sungguh: “Kalau di mata
kami, tidak baik kalau seorang isteri banyak-banyak keluar malam, tidak ditemani suaminya!” Matanya memandang muka Tini dengan tajam. Tini menganggap dirinya sebagai wanita modern, bukan wanita kolot yang harus selalu menggantungkan diri dengan laki-laki. Menurutnya tidak ada bedanya perempuan dengan laki-laki, perempuan sekarang berbeda dengan dulu.
Dari kutipan di atas jelas menggambarkan bagaimana pemikiran Tini tentang perempuan, sebagai istri yang baik seharusnya dia yang lebih berperan dalam mengurus rumah dan mengurus suaminya. Namun Tini tidak berpikir demikian, dia menyetarakan dirinya dengan suaminya, dia menganggap apa yang dilakukan oleh seorang lakilaki juga boleh dilakukan oleh perempuan seperti dia. Pandangan Tini tentang bagaimana seharusnya menjadi perempuan, tergambar pada percakapannya melalui surat. Hal tersebut dibuktikan melalui kutipan dibawah ini:
BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan. Maka diambil kesimpulan sebagai berikut: Dampak kolonialisme dari segi pendidikan karena pendidikan pola pikir rakyat Indonesia menjadi realistis dan dinamis. Pemikiran secara rasional sebagai akibat dari pendidikan, membawa dampak baik bagi Bangsa Indonesia. Hingga rakyat Indonesia mampu memperjuangkan kemerdekaannya. Mimikri (tindakan menirukan) dari segi kebudayaan para tokoh novel Belenggu, banyak mengadopsi budaya Barat. Mereka beranggapan bahwa budaya Barat lebih modern dan terkesan mewah, hingga kebanyakan dari mereka secara tidak langsung melepas jati diri sebagai orang Indonesia.
“Yu, waktu sekarang dua buah jalan yang dapat ditempuh oleh anak gadis bangsa kita. Dahulu Cuma sebuah saja, ialah jalan kawin. Dan barang siapa menyimpan jalan raya itu yang sebenarnya sempit dijlekkan orang, orang berbisik-bisik kalau dia lalu: “tidak laku”. Dan kalau ada juga ada seorang yang berani menyimpang, pergi melalui jalan kedua, memang, yu Ni; sampai sekarang belum ada juga, yu, si berani itu akan selalu didesak-desak, sampai terdesak juga ke jalan raya: dia kawin juga. Tetapi sekarang yu, sudah tiba waktunya. Kalau mesti aku rela binasa. Belenggu: 74
Mimikri dari segi psikologis prilaku para tokoh novel Belenggu diasumsikan akibat adanya pengaruh kolonial, hingga mempengaruhi sifat dan watak. Akibat dari prilaku yang menyimpang, kisah Tono dan Tini harus selesai dengan perceraian.
Tini membanding-bandingkan perempuan dulu dengan perempuan sekarang, menurutnya perempuan dulu hanya tau dikawinkan saja, lain dengan perempuan sekarang yang boleh dan berhak untuk memilih pasangan hidupnya. Sebagai perempuan harus bisa memilih jalan sendiri, harus berani membuka jalan sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
pengaruh kolonial lainnya yang melahirkan gerakan emansipasi, membawa dampak baik bagi perempuan-perempuan Indonesia. Hebatnya, gerakan emansipasi tersebut dapat dirasakan oleh perempuan hingga saat ini.
Arikunto, Suharsimi, 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta
Faruk, 2007. Belenggu Pasca-Kolonial (Hegemoni dan Resistensi Dalam Sastra Indoneia).Yogyakarta: Pustaka Pelajar Faruk, 2012. Metode Penelitian Sastra, Sebuah Penjelajahan Awal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Juliandara, Baiq Humayya, 2016. “Postkolonialisme Pada Novel Salah Asuhan Karya Abdul Moeis Dan Kaitannya Dengan Pembelajaran Sastra Di SMP”. Skripsi: Universitas Mataram Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Pertama. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Jakarta: 2011 Kosasih, E, 2008. Apresiasi Sastra Indonesia. Jakarta: PT. Perca Mahayana, Maman.S. 2005. Sembilan Jawaban Sastra. Jakarta: Bening Publishing Mahsun. 2013. Metode Penelitian Bahasa (Tahapan Stategi, Metode dan Tekniknya) Jakarta: Rajawali Pers Pane, Armijn. 2012. Belenggu. Cetakan XXIV. Jakarta: Dian Rakyat Ratna, Nyoman Kutha. 2008. Postkolonialisme Indonesia (Relevansi Sastra). Yogyakarta: Pustaka Pelajar Ratna, Nyoman Kutha. 2012. Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Sumiati, 2015. Postkolonialisme Dalam Novel Rumah Kaca Karya Pramoedya Ananta Toer Dan Hubungannya Dengan Pembelajaran Sastra Di SMA. Skripsi: Universitas Mataram