ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN KOMERSIALISASI JAGUNG HIBRIDA HASIL INVENSI MELALUI KERJASAMA LISENSI
NUNING NUGRAHANI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN KOMERSIALISASI JAGUNG HIBRIDA HASIL INVENSI MELALUI KERJASAMA LISENSI
NUNING NUGRAHANI
Tesis sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Manajemen
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Strategi Pengembangan Komersialisasi Jagung Hibrida Hasil Invensi melalui Kerjasama Lisensi adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Desember 2011
Nuning Nugrahani H251090201
ABSTRACT NUNING NUGRAHANI. Analysis Strategy on Commercialization Development of Maize Hybrid Invention by Licensee Collaboration. Under supervision of MA’MUN SARMA, ABDUL KOHAR IRWANTO and AGUNG HENDRIADI. Indonesian Agency for Agricultural Research (IAARD) has 200 selective products of innovation/invention, but only 13 inventions that had been commercialized by investors and 5 of them are maize hybrid invention. This study provides information to enhance commercialization on maize hybrid invention. Characteristic of maize hybrids invention is still require further development. Through a licensing partnership scheme, IAARD expected a symbiotic mutually beneficial for both, inventors and investors. Aim of this study is to analyze strategy on commercialization development of maize hybrid invention. This study use some methodology on how we concise strategy with Internal Factor Evaluation (IFE), matrix of External Factor Evaluation (EFE), Strengths Weaknesses Opportunities and Threats (SWOT), Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) and Analytical Hierarchy Process (AHP). Results from input stage with matrix of IFE and EFE score (2.45;2,90), this means IAARD need to advance its strategy to handle the threat and optimized its opportunities. Observations on internal and external factors for matching stage through SWOT matrix analysis extracted 8 (eight) strategies that need to be developed are: (1) increase in human resource capability; (2) increase facility; (3) increase standardize varieties of invention which has to be New, Unique, Constant and Uniform; (4) develop some seed stock; (5) increase promotion and socialization efforts for IAARD’s invention; (6) establish strategic alliance with state-owned seed; (7) implementation of the pre-license; and (8) formulate the valuation of invention. Results from decision stage through QSPM show us that the highest total attractiveness score (TAS) is in strategy on formulate the valuation of invention (5.55). Highest weights obtained from Expert Choice 2000 software by synthesizing alternative strategy is also for strategy on formulate the valuation of invention (0.470), followed by the implementation of promotion (0.377) and implementation of pre-licensee (0.153). Both decisions stage on QSPM and AHP analysis showed us consistence answers by the resource persons and expert. Keywords: commercialization, product of innovation, adoption, valuation, invention, licensee collaboration
RINGKASAN NUNING NUGRAHANI. Analisis Strategi Pengembangan Komersialisasi Jagung Hibrida Hasil Invensi melalui Kerjasama Lisensi. Dibimbing oleh MA’MUN SARMA, ABDUL KOHAR IRWANTO, dan AGUNG HENDRIADI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Badan Litbangtan) memiliki 200 produk hasil inovasi/invensi, akan tetapi baru 13 invensi yang telah dikomersialisasikan oleh investor dan 5 dari investor tersebut melisensi jagung hibrida hasil invensi. Upaya pemanfaatan hasil invensi di bidang pertanian sampai dengan saat ini masih belum banyak dilakukan, demikian pula halnya dengan komersialisasinya. Upaya komersialisasi produk hasil invensi pertanian memerlukan peran investor/mitra swasta dan inventor melalui suatu kerjasama. Kerjasama komersialisasi diperlukan guna pemanfaatan yang lebih besar lagi, baik manfaat ekonomi maupun manfaat sosial. Kebutuhan benih jagung setiap tahunnya akan terus meningkat. Pasokan benih dari beberapa perusahaan benih masih perlu kontribusi benih impor yang juga bisa berupa benih parent stock. Pada tahun 2011 dari bulan Januari s/d Juli 2011 impor benih jagung telah mencapai 3.804 ton dengan nilai 5,23 juta dollar dan terus akan bertambah hingga bulan Desember, oleh karena hanya 70,3% yang dapat dipenuhi produsen benih jagung lokal. Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini perlu dilakukan guna mendapatkan strategi pengembangan komersialisasi yang tepat agar hasil penelitian jagung hibrida dapat menunjang kebutuhan benih jagung nasional, disamping menambah Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) melalui mekanisme kerjasama lisensi juga ikut melaksanakan kewajiban alih teknologi bagi lembaga penelitian pemerintah. Tujuan penelitian ini adalah (1) Menganalisis strategi pengembangan komersialisasi jagung hibrida hasil invensi Badan Litbangtan dan (2) Mengidentifikasi strategi komersialisasi jagung hibrida melalui pemberian hak kepada mitra/investor untuk menjadi lisensor sebagai salah satu mekanisme kerjasama yang telah diterapkan dalam alih teknologi demi memudahkan ’pemasaran’ hasil invensi Badan Litbangtan. Obyek penelitian untuk komersialisasi adalah jagung hibrida hasil invensi dan narasumber penelitian adalah 9 (sembilan) orang inventor dan 3 (tiga) mitra/investor jagung hibrida serta 1 (satu) orang pakar alih teknologi. Metode yang digunakan sebagai tahap input yaitu dengan mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan, serta peluang dan ancaman sehingga dapat disusun matriks IFE dan EFE. Dilanjutkan dengan tahap pencocokan, dengan pendekatan matriks SWOT agar diperoleh matriks umum pengembangan strategi komersialisasi. Kemudian sebagai tahap keputusan dalam pemilihan strategi alternatif dilakukan dengan matriks QSPM melalui penilaian skor total daya tarik (Total Attractiveness Score) dan AHP. Rating dan bobot pada matriks SWOT dan QSPM ditentukan melalui pendapat pakar (expert judgement). Sedangkan pendapat dari narasumber investor dan inventor ditentukan dengan metode AHP dengan menggunakan software Expert Choice 2000. Selanjutnya untuk pengolahan horizontal dan pengolahan vertikal dilakukan dengan software Microsoft Excel 2007.
vi
Hasil pada tahap input pada skor matriks IFE dan EFE (2,45; 2,90), hal ini menunjukkan bahwa Badan Litbangtan masih memerlukan pengembangan strategi untuk mengatasi ancaman dan memanfaatkan peluang yang dimiliki dengan optimal. Pengamatan selanjutnya pada tahap pencocokan dengan matriks SWOT menghasilkan 8 (delapan) strategi umum pada matriks SWOT yaitu: (1) peningkatan SDM; (2) peningkatan sarana/prasarana; (3) peningkatan ketersediaan hasil invensi yang berkaidah BUSS; (4) pengembangan bursa bibit; (5) peningkatan pelaksanaan promosi dan sosialisasi hasil-hasil invensi Badan Litbangtan; (6) aliansi strategi dengan pihak BUMN perbenihan jagung; (7) pelaksanaan pra-lisensi; dan (8) penyusunan valuasi invensi. Hasil ekstraksi matriks QSPM menunjukkan skor total kemenarikan (TAS) yang tertinggi pada strategi membuat valuasi (5,55); kedua pada strategi pelaksanaan pra-lisensi (5,45); ketiga pada strategi peningkatan SDM dan aliansi strategi dengan pihak BUMN perbenihan (5,35); keempat pada strategi peningkatan sarana/prasarana; strategi peningkatan ketersediaan hasil invensi berkaidah BUSS; pengembangan bursa bibit (5,20); dan kelima pada strategi pelaksanaan promosi dan sosialisasi hasil invensi (5,15). Sedangkan pembobotan alternatif strategi dengan software Expert Choice 2000 menghasilkan bobot tertinggi pada alternatif strategi membuat valuasi invensi (0,470), strategi melaksanakan promosi (0,377) dan melaksanakan pra lisensi (0,153). Faktor yang memiliki bobot tertinggi adalah faktor peningkatan SDM (0,316). Aktor yang memiliki bobot tertinggi peneliti/inventor (0,359). Tujuan yang memiliki bobot tertinggi adalah meningkatkan hasil invensi jagung yang diadopsi (0,483) dan prioritas alternatif strategi yaitu membuat valuasi invensi (0,481). Kedua tahap keputusan pada QSPM dan AHP menunjukkan jawaban narasumber (inventor/investor) dan pakar yang konsisten pada pentingnya valuasi invensi didalam melaksanakan kerjasama lisensi. Mekanisme valuasi bertujuan memfasilitasi kegiatan komersialisasi antara inventor yang menghasilkan teknologi dan investor sebagai calon pengguna teknologi potensial atau industri yang memanfaatkan teknologi. Kegiatan valuasi didalam kegiatan penelitian pertanian, khususnya varietas masih belum banyak dilaksanakan, oleh karena beberapa karakteristik penelitian di bidang pertanian masih mengandung beberapa risiko termasuk iklim, keseragaman hasil dan kestabilan hasil. Upaya kerjasama lisensi dengan investor diharapkan akan memudahkan inventor guna pengembangan lebih lanjut dari hasil invensi yang dihasilkannya. Melalui kerjasama lisensi ini, maka upaya pengembangan komersialisasi masih bisa dilakukan terutama oleh lembaga penelitian pemerintah. Artinya Badan Litbangtan masih bisa melaksanakan kewajibannya untuk melakukan transfer teknologi. Kerjasama lisensi juga memungkinkan Badan Litbangtan untuk menerapkan adopsi inovasi. Dari analisis ini, pengembangan komersialisasi jagung hibrida hasil invensi akan lebih baik jika dilengkapi dengan valuasi invensi dan inventor melibatkan investor sejak pra lisensi. Kebijakan komersialisasi jagung hibrida hasil invensi perlu dilanjutkan dengan memberikan kesempatan mitra/investor untuk melaksanakan pra-lisensi terlebih dahulu. Kata kunci : pengembangan strategi, komersialisasi, invensi, valuasi invensi, kerja sama lisensi, pra lisensi.
Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor (IPB) tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
Judul Tesis
:
Nama NIM
: :
Analisis Strategi Pengembangan Komersialisasi Jagung Hibrida Hasil Invensi Melalui Kerjasama Lisensi Nuning Nugrahani H251090201
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS., M.Ec. Ketua
Dr. Ir. Agung Hendriadi, M.Eng. Anggota
Dr. Ir. Abdul Kohar Irwanto, MSc. Anggota
Mengetahui Ketua Program Studi Ilmu Manajemen
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Abdul Kohar Irwanto, M.Sc.
Dr. Ir. Dahrul Syah, MS.
Tanggal Ujian : 21 Desember 2011
Tanggal Lulus:
Penguji luar komisi pada ujian tesis : Prof. Dr. Ir. Wilson H. Limbong, MS.
PRAKATA Alhamdulillah wa syukurillah penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala Sang Maha Pemilik segala ilmu. Tiada lain oleh karena kehendakNyalah Penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul ‘Analisis Strategi Pengembangan Komersialisasi Jagung Hibrida Hasil Invensi melalui Kerjasama Lisensi’. Keingintahuan penulis pada muara hasil-hasil penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian merupakan salah satu hal yang menjadi latar belakang dalam menuliskan topik tesis. Selain itu bahwa upaya komersialisasi pada hasil-hasil penelitian juga masih belum sepenuhnya dapat dilaksanakan oleh lembaga penelitian pemerintah yang murni melaksanakan fungsi pelayanan publik. Data tesis ini sebagian memanfaatkan penelitian berjudul ‘Strategi Komersialisasi Produk Hasil Inovasi melalui Optimalisasi Model Kerjasama’ merupakan laporan kegiatan Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi (KKP3T) dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Institut Pertanian Bogor (LPPM IPB) TA. 2011. Penulis mengucapkan banyak terima kasih atas kesempatan menggunakan data untuk penelitian tesis ini. Dalam penulisan tesis ini banyak pihak telah membantu penulis maka tanpa jasa keluangan waktu, pemikiran dan dukungan moril maupun spirituil maka tesis ini belum tentu dapat terselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini penulis perlu menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah banyak berjasa dalam penulisan tesis ini: 1. Bapak Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS., M.Ec., Bapak Dr. Ir. Abdul Kohar Irwanto, MSc., dan Bapak Dr. Ir. Agung Hendriadi, M.Eng. selaku Komisi Pembimbing yang telah dengan pemikiran yang seksama membantu penulis dalam menyelesaikan tesis; 2. Bapak Prof. Dr. Ir. Wilson H. Limbong, MS. selaku dosen penguji; 3. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing.DEA selaku wakil dari program studi;
xi 4. Bapak Dr. Ir. Haryono, MSc. yang dengan ijinnya sehingga penulis berkesempatan menyelesaikan pendidikan lebih tinggi; 5. Para kontributor narasumber Bapak Dr. Andi Takdir, Bapak Amin Nur, SP., M.Si, Sigit Budi Santoso, SP., MSc. dll yang telah dengan sabar menjawab kuesioner penulis; 6. Ibu Ir. Erlita Andriani, MBA., Mba Riko Bintari Pertamasari, S.Sos, M.Hum. yang telah banyak membantu penulis selama melakukan survei; 7. Teman-teman di kantor; Ibu Endang, Apri, Pak Edy, Mba Ety, Teh Ika, Pak Endro, Pak Aziz dan teman di kelas MAN Angkatan 3; Mba Dewi, Puspa (rekan setia sekelompok tugas), Ana, Eny, Putri Mulya, Putri Andika, Indah, Ami, Mia, Etty, Erfin, Yuldas, Ginting, Pak Ikhwan dan Ridwan yang sangat kompak saling mendukung satu sama lain termasuk Mas Hermawan di Sekretariat MAN; 8. Para dosen di Program Studi Pascasarjana Ilmu Manajemen yang telah banyak membagi ilmu dan pengalamannya; 9. Last but not least suamiku Sadian Fainer, SE dan anakku Muhammad Fatih Akbar yang dengan pengorbanan dan kesabarannya disaat weekend membiarkan Bundanya mencurahkan waktu dan pikiran untuk bekerja dan berkonsentrasi menuliskan tesis ini. Akhirnya, penulis berharap tesis ini dapat memberikan ilmu yang bermanfaat pada upaya komersialisasi hasil-hasil invensi, khususnya pada jagung hibrida hasil invensi dan semoga tesis ini merupakan bacaan yang menarik dan memberi manfaat. Bogor, Desember 2011
Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 19 Juni 1974, sebagai anak keempat dari empat bersaudara dari Bapak Sudhiharto dan Ibu Kartini. Pendidikan Sarjana ditempuh di Jurusan Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 1998. Pada tahun 2009 penulis melanjutkan studi pada Program Magister Sains pada Program Studi Ilmu Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor dengan sumber dana Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Penulis bekerja di Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian sejak tahun 1999 dan ditugaskan sebagai panitera eselon 2 sejak tahun 2001 hingga tahun 2009. Pada tahun 2009 penulis diberi kesempatan untuk melanjutkan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor melalui pembiayaan DIPA Badan Litbang Pertanian TA. 2009. Penulis menikah pada tahun 2003 dengan Sadian Fainer, SE. dan saat ini dikaruniai satu orang putra bernama M. Fatih Akbar.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ................................................................................................
xiii
DAFTAR TABEL ........................................................................................
xvi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xvii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xviii I.
PENDAHULUAN ................................................................................ 1.1. Latar Belakang ............................................................................ 1.2. Rumusan Masalah ........................................................................ 1.3. Tujuan Penelitian ......................................................................... 1.4. Kegunaan Penelitian .................................................................... 1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ................................
1 1 5 7 8 8
II.
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................
10
2.1. 2.2. 2.3. 2.4. 2.5. 2.6. 2.7. 2.8. 2.9. 2.10. 2.11. 2.12. 2.13.
Klasifikasi dan Morfologi Jagung.................................................. Benih Jagung Hibrida.................................................................... Produksi dan Kebutuhan Benih Jagung Nasional........................... Pendekatan Teoritis Produk Hasil Inovasi ................................... Komersialisasi, Kerjasama/Kemitraan Iptek dan Aliansi Strategik Kerjasama Lisensi dan Alih Teknologi ......................................... Penerapan Komersialisasi Produk Hasil Invensi Saat Ini ............... Kerjasama Lisensi dalam Komersialisasi Hasil Invensi ................ Pra Lisensi dan Valuasi Invensi .................................................... Perencanaan Strategis .................................................................. Analisis Penentuan Strategi .......................................................... Analisis SWOT ............................................................................ Proses Hirarki Analisis ................................................................. 2.13.1. Penyusunan Hirarki ........................................................... 2.13.2. Penentuan Prioritas ........................................................... 2.13.3. Konsistensi Logis ............................................................. 2.14. Tinjauan Hasil-hasil Penelitian yang Relevan ................................
10 12 14 14 17 18 21 23 25 27 27 28 30 30 30 31 32
METODOLOGI PENELITIAN ...........................................................
37
3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian ....................................................... 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................... 3.3. Pengumpulan Data ......................................................................... 3.3.1. Analisis Masalah .................................................................. 3.3.2. Analisis Kebutuhan ............................................................... 3.3.3. Analisis Keputusan ............................................................... 3.4. Konsep Operasional ....................................................................... 3.5. Pengolahan dan Analisis Data ........................................................ 3.5.1. Penyusunan Matriks .............................................................. 3.5.2. Penyusunan Struktur Analytical Hierarchy Process ...............
37 40 41 41 43 43 43 45 46 50
III.
xiv
3.5.3. Kerangka Kerja AHP .............................................................
50
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..........................................................
57
4.1. Gambaran Umum Badan Litbang Pertanian .................................. 4.1.1. Sejarah Badan Litbang Pertanian ........................................ 4.1.2. Visi dan Misi Badan Litbang Pertanian ............................... 4.1.3. Bidang Usaha ...................................................................... 4.1.4. Struktur Organisasi ............................................................. 4.1.5. Riset dan Pengembangan .................................................... 4.2. Kegiatan Bauran Pemasaran Hasil Invensi .................................... 4.3. Analisis Pendahuluan Pengembangan Strategi Komersialisasi Jagung Hibrida Hasil Invensi ........................................................ 4.3.1. Analisis Masalah ................................................................ 4.3.2. Analisis Kebutuhan ............................................................ 4.3.3. Analisis Keputusan ............................................................. 4.4. Analisis Pengembangan Strategi Komersialisasi ........................... 4.4.1. Identifikasi CSF Pengembangan Strategi Komersialisasi Jagung Hibrida ..................................................................... 4.4.1.1. Analisis Faktor Strategi Internal ............................. 4.4.1.2. Analisis Faktor Strategi Eksternal ........................... 4.4.2. Prioritas Strategi Pengembangan Jagung Hibrida Hasil Invensi ................................................................................. 4.4.2.1. Matriks IFE ............................................................ 4.4.2.2. Matriks EFE ............................................................ 4.4.2.3. Matriks SWOT ....................................................... 4.4.2.4. Matriks QSPM ........................................................ 4.5. Perumusan Struktur Hirarki Strategi Komersialisasi Jagung Hibrida Hasil Invensi ................................................................... 4.5.1. Analisis Faktor-Faktor Penyusun Strategi Komersialisasi .... 4.5.2. Aktor yang Berpengaruh pada Strategi Komersialisasi Jagung Hibrida Hasil Invensi ............................................... 4.5.3. Tujuan Strategi Komersialisasi Jagung Hibrida Hasil Invensi ................................................................................. 4.5.4. Alternatif Strategi Komersialisasi Jagung Hibrida Hasil Invensi ................................................................................. 4.6. Hasil Pengolahan Proses Hirarki Analisis ..................................... 4.7. Hasil Pengolahan Horizontal dan Vertikal Pilihan Utama Strategi Komersialisasi Hasil Invensi Jagung Hibrida................................. 4.7.1. Hasil Analisis Pengolahan Horizontal ................................. 4.7.1.1. Aktor ....................................................................... 4.7.1.2.Tujuan ...................................................................... 4.7.1.3. Alternatif Strategi ................................................... 4.7.2. Hasil Analisis Pengolahan Vertikal ..................................... 4.7.2.1. Faktor ..................................................................... 4.7.2.2. Aktor ...................................................................... 4.7.2.3. Tujuan .................................................................... 4.7.2.4. Alternatif Strategi ...................................................
57 58 58 59 60 60 61 62 62 63 63 63 64 64 66 69 69 70 71 72 75 76 77 78 79 79 83 83 84 85 86 87 88 89 89 90
xv 4.8. Kebijakan Komersialisasi Hasil Invensi Jagung Hibrida ............... 4.9. Bakuan Komersialisasi Hasil Invensi ............................................
91 92
V. IMPLIKASI HASIL PENELITIAN ...................................................
93
KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................
95
Kesimpulan ......................................................................................... Saran ..................................................................................................
95 96
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 97 LAMPIRAN ................................................................................................ 101
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung dari Tahun 2007-2011 ... 2 2. Kebutuhan Benih Padi dan Jagung Tahun 2011 ....................................... 3 3. Jagung Hibrida Hasil Invensi Badan Litbangtan ..................................... 6 4. Sasaran Produksi Tanaman Pangan ........................................................ 14 5. Contoh Matriks SWOT .......................................................................... 30 6. Ringkasan Penelitian Sebelumnya .......................................................... 36 7. Daftar Nama Perjanjian Lisensi dan Nama Lisensor ................................ 37 8. Daftar faktor yang akan dinilai dalam kuesioner ...................................... 42 9. Skor Skala Likert Analisis Kebutuhan ..................................................... 43 10. Matriks IFE ............................................................................................. 47 11. Contoh Matriks QSPM ............................................................................ 49 12. Contoh Matriks Banding Berpasangan .................................................... 51 13. Skala Utama Model AHP ........................................................................ 52 14. Matriks Pendapat Individu ...................................................................... 53 15. Matriks Pendapat Gabungan .................................................................... 53 16. Nilai Random Index Matriks Berorde 1 s/d 15......................................... 55 17. Produk Hasil Inovasi Badan Litbang Pertanian ....................................... 59 18. Hasil Invensi yang telah di Lisensi .......................................................... 60 19. Faktor Strategi Internal ........................................................................... 66 20. Faktor Strategi Eksternal ......................................................................... 67 21. Matriks IFE Jagung Hibrida Hasil Invensi .............................................. 70 22. Matriks EFE Jagung Hibrida Hasil Invensi .............................................. 71 23. Hasil Analisis Matriks SWOT ................................................................ 72 24. Matriks QSPM ........................................................................................ 74 25. Peringkat Faktor dalam Strategi Komersialisasi....................................... 80 26. Peringkat Aktor dalam Strategi Komersialisasi ........................................ 81 27. Peringkat Tujuan dalam Strategi Komersialisasi ..................................... 81 28. Peringkat Alternatif Strategi dalam Komersialisasi .................................. 81 29. Susunan bobot hasil pengolahan horizontal antar unsur pada tingkat 3 .... 85 30. Susunan bobot hasil pengolahan horizontal antar unsur pada tingkat 4 .... 86 31. Susunan bobot dan prioritas hasil pengolahan horizontal antar unsur tujuan terhadap alternatif strategi ....................................................................... 87 32. Bobot dan peringkat perbandingan strategi komersialisasi faktor terhadap aktor........................................................................................................ 87 33. Bobot dan prioritas faktor-faktor penyusun strategi komersialisasi .......... 88 34. Bobot dan prioritas aktor penyusun strategi komersialisasi ...................... 89 35. Bobot dan prioritas tujuan penyusun strategi komersialisasi .................... 89 36. Bobot dan prioritas alternatif strategi penyusun strategi komersialisasi.... 90
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Mekanisme Alih Teknologi ................................................................... 2. Jagung (Zea mays Ssp. mays L.) ............................................................ 3. Bunga Jantan dan Bunga Betina Jagung ................................................ 4. Tahapan Umum Komersialisasi Produk Bioteknologi............................. 5. Kerangka Kerja Alih Teknologi ............................................................. 6. Strategi Kerjasama ................................................................................ 7. Langkah Pengembangan Kemitraan Iptek .............................................. 8. Skema Mekanisme Kerjasama dari Inventor, Investor dan Pengguna ...... 9. Bentuk Pengaturan Kerjasama ................................................................ 10. Tiga Tahapan Kerangka Kerja Analisis Strategi .................................... 11. Alternatif Proses Komersialisasi............................................................. 12. Kerangka Alur Pemikiran Penelitian ...................................................... 13. Skema Permasalahan dalam Komersialisasi/Pemasaran Produk Hasil Invensi ................................................................................................... 14. Struktur Organisasi Badan Litbang Pertanian Tahun 2011 ..................... 15. Struktur Hirarki Strategi Alternatif Komersialisasi Jagung Hibrida Hasil Invensi ................................................................................................... 16. Hasil Pembobotan hirarki dengan pengolahan expert choice 2000 ......... 17. Hasil Sintesis alternatif strategi ............................................................. 18. Struktur Hirarki dengan Nilai Bobot ....................................................... 19. Tingkat Kepentingan Faktor terhadap Aktor ........................................... 20. Hirarki Tingkat Kepentingan Aktor terhadap Tujuan .............................. 21. Hirarki Tingkat Kepentingan Tujuan terhadap Alternatif Strategi ........... 22. Skema Hirarki Hasil Pembobotan dengan Pengolahan Vertikal ............. 23. Bakuan Komersialisasi Hasil Invensi .....................................................
5 10 11 15 16 20 21 24 25 28 33 38 39 61 76 80 83 84 85 86 88 92
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Kuesioner Inventor/Investor ................................................................... 2. Kuesioner Expert Judgement .................................................................. 3. Hasil Olah Data .....................................................................................
101 121 128
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan penelitian dan pengembangan telah banyak dilakukan di berbagai bidang. Khusus di bidang pertanian kegiatan penelitian dan pengembangan dilaksanakan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pangan atau lainnya. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Badan Litbangtan) merupakan salah satu lembaga penelitian di Kementerian Pertanian yang melaksanakan tugas, pokok dan fungsi dalam penelitian dan pengembangan pertanian. Selama kegiatan penelitian dan pengembangan (baca: litbang) tersebut, Badan Litbangtan telah banyak menghasilkan invensi ataupun produk hasil inovasi yang dapat dimanfaatkan. Upaya pemanfaatan hasil invensi di bidang pertanian sampai dengan saat ini masih perlu lebih banyak lagi disosialisasikan, demikian pula halnya dengan komersialisasinya. Upaya komersialisasi produk hasil invensi pertanian memerlukan peran investor/mitra swasta dan inventor melalui suatu kerjasama. Kerjasama komersialisasi diperlukan guna pemanfaatan yang lebih besar lagi, baik manfaat ekonomi maupun manfaat sosial. Produk hasil invensi adakalanya merupakan inovasi dan perekayasaan dari invensi yang sebelumnya. Upaya inovasi dan perekayasaan tersebut dilakukan untuk memecahkan masalah teknis yang dihadapi melalui kerja kreatif pemanfaatan ide yang melibatkan kekayaan intelektual (KI). Dalam era globalisasi dan persaingan perdagangan bebas, tidak sedikit tantangan yang dihadapi Indonesia untuk dapat bersaing dengan produk negaranegara lain. Demikian pula halnya dengan produk pertanian Indonesia, terutama jagung harus dapat menunjukkan keunggulannya di pasar internasional. Dibanding tahun 2010, produksi jagung tahun 2011 (Angka Ramalan III) terlihat ada penurunan produksi sebesar 5,99% dibanding tahun 2010. Penurunan produksi diperkirakan terjadi karena penurunan luas panen seluas 261,82 ribu hektar (6,34%), sedangkan produktivitas diperkirakan mengalami kenaikan sebesar 0,16 kuintal/hektar (0,36%) (BPS, 2011). Pemerintah menargetkan produksi jagung tahun 2011 : 197,488 juta ton atau naik 13% dibandingkan tahun
2
2010 yang hanya 171,180 ton (Berita Daerah, 2011). Oleh karenanya, produktivitas jagung perlu ditingkatkan dengan menerapkan sistem pertanian industrial unggul ditunjang oleh benih unggul pula. Benih unggul dapat dihasilkan dari proses invensi dan inovasi yang membutuhkan waktu tidak sebentar.
Tabel 1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung 2007-2011 Luas Panen Produksi Produktivitas
Satuan (000 ha) (000 ton) (kuintal/ha)
2007 2008 2009 2010 2011* 3.630,3 4.001,7 4.160,7 4.184,1 3.895,8 13.287,5 16.317,3 17.629,7 18.016,5 17.392,2 36,60 40,78 42,37 43,06 44,64
Keterangan : * ) Angka Ramalan III Sumber: BPS 2011
Jagung berperan dalam pemenuhan kebutuhan pangan pokok (food) dan sebagai bahan baku pakan ternak (feed). Sebagian wilayah di Indonesia menjadikan jagung sebagai bahan pangan pokok. Selain itu dengan digerakkannya upaya diversifikasi pangan non beras maka kebutuhan jagung menjadi meningkat. Pertumbuhan produksi jagung lebih pesat di antara 4 (empat) komoditas tanaman pangan. Produksi jagung meningkat sangat tajam dari hanya 9,7 juta ton pada tahun 2000 menjadi 16,3 juta ton pada tahun 2008 dengan laju peningkatan produktivitas sebesar 4,9% per tahun. Peningkatan produksi yang paling pesat terjadi pada tahun 2008 sebesar 19,3%. Iklim yang kondusif disertai oleh harga yang memadai telah mendorong petani untuk memperluas areal tanam dan meningkatkan produktivitas jagung (Sudaryanto, et al., 2009). Jagung yang ditanam pada umumnya masih berasal dari jenis benih jagung bersari bebas (komposit), hasil persilangan secara hibrida dan transgenik. Jenis benih transgenik sampai saat ini masih dalam skala fasilitas uji terbatas (FUT) dan belum dilakukan penanamannya secara luas, oleh karena jenis benih ini merupakan benih produk rekayasa genetik (PRG) yang masih perlu dikaji lebih lanjut keamanannya. Kebutuhan benih jagung setiap tahunnya akan terus meningkat. Pasokan benih dari beberapa perusahaan benih masih perlu kontribusi benih impor yang juga bisa berupa benih parent stock. Pada tahun 2011 dari bulan Januari s/d Juli impor benih jagung telah mencapai 3.804 ton (Tabel 2) dengan nilai 5,23 juta dollar dan terus akan bertambah hingga bulan Desember, oleh karena hanya 70,3%
3
yang dapat dipenuhi produsen benih jagung lokal (Republika, 2011). Sampai saat ini perusahaan asing masih mendominasi pasar benih jagung dengan share market PT. BISI International, Tbk 40% dan PT. DuPont Indonesia, Tbk 40%. Sisanya diisi oleh kompetitor lainnya seperti PT. Monsanto Indonesia, Tbk 8%, PT. Agri Makmur Pertiwi 3%, PT. Sang Hyang Sri 2% dan sisanya diisi oleh kompetitor lain (Kontan, 2011). Tabel 2. Kebutuhan Benih Padi dan Jagung Tahun 2011 Jenis Tanaman Pangan Pokok
Kebutuhan Produksi (000 ton)
Kebutuhan Benih (ton)
70.600 24.000
6.663 61.031
Padi (GKG) Jagung (Pipilan)
Pasokan Benih Dalam Negeri (ton) 2.229 42.910
Pemenuhan Benih dari Import (ton) 349.000 3.804*
Keterangan : *) data impor benih jagung bulan Januari s/d Juli 2011 Sumber : http://industri.kontan.co.id/v2/read/industri/79729/Produksi-bibit-pangan-hibrida-masihkontet
Perbenihan dan perbibitan nasional perlu didukung oleh 6 (enam) langkah tepat, yaitu tepat varietas, tepat mutu, tepat jumlah, tepat waktu, tepat lokasi, dan tepat harga dan khusus untuk jagung perlu didukung oleh penerapan pendekatan pengembangan agribisnis dan pola kemitraan. Termasuk mengembangkan penangkar produsen benih melalui pemberian bantuan pengembangan sistem produksi benih hingga ke pemasarannya (Kementan, 2011). Guna mendukung upaya tepat varietas dan mengisi peluang pasar benih jagung tersebut, maka salah satu hasil invensi Badan Litbangtan yang diupayakan mampu
mendukung
peningkatan
produktivitas
jagung
nasional,
yaitu
ditemukannya persilangan tunggal jagung hibrida Bima 1 yang diperoleh dari hasil penelitian sejak tahun 1992-2001, dan kemudian baru dirilis lagi pada tahun 2007, 2008 dan 2010, yang keseluruhannya telah menghasilkan 10 (sepuluh) rakitan jagung hibrida varietas Bima. Hasil invensi berupa rakitan benih jagung hibrida tersebut akan terus bertambah. Akan tetapi baru 5 (lima) investor yang menjadi lisensor atas hasil invensi tersebut. Hal ini menunjukkan adanya kendala dalam mengkomersialisasikan hasil invensi jagung hibrida. Oleh karenanya, perlu dicari solusi guna meningkatkan pemanfaatan benih jagung hibrida hasil invensi secara komersial. Selanjutnya diperlukan pengembangan lebih lanjut atas strategi komersialisasi jagung hibrida hasil invensi, sehingga lebih banyak lagi jagung
4
hibrida hasil invensi Badan Litbangtan yang dapat dikomersialisasikan kepada investor sehingga benih yang dihasilkan dari Badan Litbangtan dapat memenuhi kebutuhan benih nasional. Beberapa penelitian telah dilakukan berkaitan dengan upaya komersialisasi, yaitu (1) Keberhasilan seorang inventor/peneliti dalam mengkomersialisasikan teknologi hasil penelitiannya dipengaruhi oleh kelebihan dan kelemahan yang dimilikinya, kendati kadang kedua faktor tersebut juga disebabkan oleh sesuatu di luar dirinya (Widyaningrum, 1999); (2) Riset untuk penerapan atau aplikasi lebih berpotensi komersial dibandingkan dengan riset untuk pengembangan ilmu dan strategi untuk promosi hasil riset agar lebih berhasil secara komersial perlu dilakukan dengan pendekatan komunikasi pemasaran melalui bauran promosi atau bauran komunikasi dan pendekatan inovasi melalui difusi inovasi. Agar secara komersial menguntungkan, maka peranan jaringan institusi sumber hasil riset iptek (inventor) dengan institusi penguasa hasil riset tersebut (misalnya masyarakat
industri
dan
investor)
sangat
diperlukan,
terutama
untuk
pemasyarakatan hasil riset dalam jumlah besar atau produksi massal (Kuswarno, 2006); (3) Beberapa negara yang telah melaksanakan kemitraan iptek mengungkapkan bentuk/pola kemitraan iptek yang dikembangkan berpengaruh terhadap perkembangan iptek dan sistem inovasi, serta perkembangan ekonomi pada
umumnya.
Peran
pemerintah
sangat
penting
dalam
mendorong
berkembangnya kemitraan iptek termasuk keterlibatan swasta, juga menjadi kunci keberhasilan dalam banyak kemitraan iptek (DRN, 2010). Invensi ataupun inovasi teknologi unggulan yang dihasilkan Badan Litbangtan
pada
umumnya
memiliki
nilai
HKI/PVT
(Hak
Kekayaan
Intelektual/Perlindungan Varietas Tanaman). Keduanya merupakan obyek alih teknologi yang dapat dilakukan melalui 2 (dua) mekanisme yaitu (1) komersial : untuk memperoleh keuntungan finansial; atau (2) mekanisme non komersial : untuk CSR (corporate social responsibility) Badan Litbangtan sebagai lembaga pelayanan publik. Dalam hal komersialisasi, Badan Litbangtan telah menawarkan hasil invensinya untuk dialih-teknologikan kepada investor/mitra swasta dengan memberikan hak ekslusif berupa penawaran menjadi lisensor dengan kerjasama
5
lisensi, sedangkan invensi yang dialih-teknologikan secara non komersial untuk dapat digunakan masyarakat secara cuma-cuma kemudian menjadi public domain (Gambar 1).
Gambar 1. Mekanisme alih teknologi Dalam hal ini investor/mitra swasta yang berperan dalam melakukan komersialisasi dan penyebarluasan hasil invensi, inventor yang melakukan invensi dan inovasi melalui lembaga penelitian, sehingga kemudian hasil invensinya dapat dimanfaatkan oleh petani dan pengusaha di sektor pertanian, serta masyarakat secara luas.
1.2. Rumusan Masalah Produksi jagung di Indonesia masih belum mampu memenuhi kebutuhan. Status Indonesia dalam perdagangan jagung dunia adalah sebagai net importer. Sejak tahun 2000, volume impor jagung sudah mencapai di atas 1 juta ton. Kalau dilihat dari pangsanya terhadap kebutuhan dalam negeri memang masih kecil (8,21%) dengan laju peningkatan pangsa sekitar 7% per tahun. Namun tanpa memacu produksi dalam negeri, volume dan pangsa impor jagung akan terus meningkat. Hal ini disebabkan laju peningkatan kebutuhan lebih cepat dari laju peningkatan produksi. Strategi dalam pengembangan sistem produksi jagung yang dapat ditempuh meliputi : (1) percepatan pengembangan varietas unggul dan alih teknologi budi daya jagung yang efisien input; (2) pengawalan kebijakan pemerintah untuk peningkatan produksi jagung; (3) peningkatan kemitraan
6
dengan swasta untuk meningkatkan akses petani terhadap modal usaha; dan (4) penguatan dan penerapan model penyuluhan melalui kerjasama dengan penyalur sarana produksi (Badan Litbangtan, 2007). Hasil invensi jagung hibrida yang telah dikerjasamakan sampai tahun 2010 sebanyak 7 (tujuh) varietas (Tabel 3).
Namun demikian masih banyak hasil
invensi jagung hibrida lainnya yang belum dikomersialisasikan. Disamping itu masih terdapat berbagai masalah dalam upaya komersialisasi jagung hibrida hasil invensi, antara lain : 1. Invensi jagung hibrida yang dihasilkan masih belum matang dengan ditemukannya ketidaksesuaian hasil. 2. Royalti atas hasil invensi jagung hibrida masih belum jelas peraturan teknisnya. 3. Panduan umum penetapan harga jual invensi (valuasi invensi) masih belum dapat dirumuskan untuk jagung hibrida hasil invensi. 4. Perlunya pendampingan teknis dari inventor jagung hibrida selama masa perjanjian kerjasama lisensi. Tabel 3. Jagung Hibrida Hasil Invensi Badan Litbangtan No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Nama Jagung Hibrida Jagung hibrida varietas Bima 2 Bantimurung Jagung hibrida varietas Bima 3 Jagung hibrida varietas Bima 4 Jagung hibrida varietas Bima 5 Jagung hibrida varietas Bima 6 Jagung hibrida varietas Bima 7 Jagung hibrida varietas Bima 8 Jagung hibrida varietas Bima 9 Jagung hibrida varietas Bima 10 Jagung hibrida varietas Bima 11
Keterangan Sudah dilisensi Sudah dilisensi Sudah dilisensi Sudah dilisensi Sudah dilisensi Belum dilisensi Belum dilisensi Belum dilisensi Sudah dilisensi Sudah dilisensi
Sumber : Data dikompilasi BPATP, 2011.
Oleh karenanya, penelitian ini perlu dilakukan guna mendapatkan strategi pengembangan komersialisasi yang tepat agar hasil penelitian jagung hibrida dapat sampai di masyarakat dan menunjang kebutuhan benih jagung nasional, disamping menambah Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) melalui mekanisme kerjasama lisensi juga ikut melaksanakan kewajiban alih teknologi bagi lembaga penelitian pemerintah.
7
Dalam
penelitian
dilakukan
identifikasi
strategi
pengembangan
komersialisasi dalam bentuk pertanyaan : 1. Bagaimanakah proses komersialisasi jagung hibrida hasil invensi ? 2. Bagaimanakah strategi komersialisasi yang tepat bagi jagung hibrida hasil invensi ?
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah tersebut, secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi pengembangan komersialisasi dalam memasarkan produk hasil invensi, khususnya jagung hibrida sehingga laku ‘dijual’ kepada investor/mitra swasta. Obyek penelitian adalah jagung hibrida varietas Bima 2 Bantimurung, jagung hibrida varietas Bima 3, jagung hibrida varietas Bima 4, jagung hibrida varietas Bima 5 dan jagung hibrida varietas Bima 6. Kelima varietas tersebut merupakan hasil invensi jagung hibrida yang telah dikerjasamakan kepada 5 (lima) mitra/investor akan tetapi hanya 3 (tiga) mitra/investor yang masih melanjutkan kerjasama lisensinya. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menganalisis strategi pengembangan komersialiasi jagung hibrida hasil invensi Badan Litbangtan. 2. Mengidentifikasi strategi komersialisasi jagung hibrida melalui pemberian hak kepada mitra/investor sebagai lisensor yang merupakan salah satu mekanisme kerjasama alih teknologi demi memudahkan ’pemasaran’ hasil invensi Badan Litbangtan.
1.4. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran dalam : 1. Ilmu manajemen strategik : dalam hal upaya mengkomersialisasi hasil invensi suatu penelitian, khususnya jagung hibrida, sehingga laku ‘dijual’ melalui kerjasama lisensi dan diminati investor oleh karena dapat memberikan kemudahan akses teknologi.
8
2. Badan Litbangtan : mampu memberikan arahan kebijakan mengenai strategi pengembangan komersialisasi yang sesuai dengan karakteristik hasil invensinya, sehingga Badan Litbangtan mengetahui posisi tawar akan produk hasil invensinya. 3. Memberikan
pengembangan
wawasan
keilmuan
dalam
hal
strategi
komersialisasi hasil invensi di bidang pertanian. 1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Pengkajian strategi pengembangan komersialisasi jagung hibrida hasil invensi varietas Bima ini, mencakup beberapa indikator dalam kerjasama/kontrak lisensi baik dari sisi inventor/peneliti, sisi mitra/investor dan lembaga litbang, profil investor sebagai pelisensor, profil inventor sebagai pelisensi/licensee dan bagaimana Badan Litbangtan mempromosikannya dalam rangka alih teknologi kepada mitra/investor. Asumsi yang dapat dibangun bahwa ketika suatu hasil invensi Badan Litbangtan, dapat dimanfaatkan oleh mitra/investor untuk dikomersialkan melalui perbanyakan produk secara massal, maka nilai komersial hasil invensi tersebut tinggi. Fokus yang ingin diketahui yaitu mekanisme kerjasama lisensi alih teknologi yang optimal sehingga dapat memberikan manfaat/keuntungan bagi mitra/investor, inventor dan lembaga penelitian. Seperti halnya Wheelen dan Hunger (2004) melihat bahwa investor mengadopsi inovasi melalui strategi kerjasama oleh karena terkait dengan beberapa akses kemudahan pada : (1) sumber teknologi; (2) pasar; (3) risiko keuangan; (4) risiko politis; dan (5) daya saing pada produk. Rogers (2003) yang diadaptasi oleh Indraningsih (2010) dan Kuswarno (2006) menuliskan bahwa pengguna mengadopsi inovasi dengan persyaratan bahwa karakter inovasi yang dapat diadopsi harus memiliki (1) keuntungan relatif; (2) kesesuaian; (3) sedikit kerumitan; (4) dapat diujicoba; dan (5) dapat diamati. Sedangkan Osman (2004) mempersyaratkan adanya komponen proses kerjasama dan manajemen untuk terjadinya adopsi inovasi dan Yuswanto (2008) cenderung menilai bahwa inventor memerlukan beberapa hal dalam bekerjasama seperti : (1) membagi risiko penemuan; (2) membagi informasi; (3) menentukan jangka waktu kerjasama; dan (4) menilai hasil invensinya secara ekonomis.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Klasifikasi dan Morfologi Jagung Klasifikasi ilmiah tanaman jagung sebagaimana diketahui adalah : Kerajaan : Plantae Divisio : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Poales Familia : Poaceae Genus : Zea Spesies : Zea mays L.
Gambar 2. Jagung (Zea mays Ssp. mays L.)
Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting, selain gandum dan padi. Jagung merupakan sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan Amerika Selatan, selain itu jagung juga menjadi alternatif sumber pangan. Penduduk beberapa daerah di Indonesia (misalnya di Madura dan Nusa Tenggara) juga menggunakan jagung sebagai pangan pokok. Selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga ditanam sebagai pakan ternak (hijauan maupun
9
10
tongkolnya), diambil minyaknya (dari bulir), dibuat tepung (dari bulir, dikenal dengan istilah tepung jagung atau maizena), dan bahan baku industri (dari tepung bulir dan tepung tongkolnya). Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif. Tinggi tanaman jagung sangat bervariasi. Meskipun tanaman jagung umumnya berketinggian antara 1 m sampai 3 m, ada varietas yang dapat mencapai tinggi 6 m. Bunga betina jagung berupa "tongkol" yang terbungkus oleh semacam pelepah dengan "rambut". Rambut jagung sebenarnya adalah tangkai putik. Akar jagung tergolong akar serabut yang dapat mencapai kedalaman 8 m, meskipun sebagian besar berada pada kisaran 2 m. Pada tanaman yang sudah cukup dewasa muncul akar adventif dari buku-buku batang bagian bawah yang membantu menyangga tegaknya tanaman.
Batang jagung tegak dan mudah terlihat.
Terdapat mutan yang batangnya tidak tumbuh pesat sehingga tanaman berbentuk roset. Batang beruas-ruas. Ruas terbungkus pelepah daun yang muncul dari buku. Batang jagung cukup kokoh namun tidak banyak mengandung lignin. Daun jagung adalah daun sempurna. Bentuknya memanjang. Antara pelepah dan helai daun terdapat ligula. Tulang daun sejajar dengan ibu tulang daun. Permukaan daun ada yang licin dan ada yang berambut.
Gambar 3. Bunga jantan dan bunga betina jagung
11
Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah (diklin) dalam satu tanaman (monoecious). Bunga jantan tumbuh di bagian puncak tanaman, berupa karangan bunga (inflorescence). Bunga betina tersusun dalam tongkol. Tongkol tumbuh dari buku, di antara batang dan pelepah daun. Pada umumnya, satu tanaman hanya dapat menghasilkan satu tongkol produktif meskipun memiliki sejumlah bunga betina. Beberapa varietas unggul dapat menghasilkan lebih dari satu tongkol produktif, dan disebut sebagai varietas prolifik. Bunga jantan jagung cenderung siap untuk penyerbukan 2-5 hari lebih dini daripada bunga betinanya (protandri) (James, 1995).
2.2. Benih Jagung Hibrida Benih jagung dapat diperoleh dengan 3 (tiga) cara, yaitu (1) komposit (varietas bersari bebas); (2) hibrida (persilangan); dan (3) transgenik. Di negara berkembang seperti Indonesia penggunaan benih jagung unggul masih didominasi oleh varietas bersari bebas atau jagung komposit. Jagung komposit lebih mudah ditanam di beberapa lingkungan dan pengembangannya sederhana, benih jagung komposit juga dapat secara cepat diperbanyak oleh petani atau kelompok tani, sehingga memungkinkan menyebar dan dapat mengurangi ketergantungan petani kepada pihak lain, karena dapat menyimpan benih sendiri, sehingga biaya produksi lebih murah. Selain itu, petani masih menggunakan varietas unggul jagung komposit, antara lain oleh karena daya adaptasinya yang luas, dapat dikembangkan pada lahan marjinal maupun lahan subur, harga benihnya relatif murah, benihnya juga dapat digunakan beberapa generasi tanpa mengalami degenerasi (kemunduran hasil), umur genjah dan daya hasil cukup tinggi (Pangaribuan, 2010). Suwarno (2008) menjelaskan bahwa jagung jenis hibrida diperoleh dari generasi F1 hasil persilangan dua atau lebih galur murni dan memiliki perbedaan keragaman antar varietas, tergantung dari tipe hibridisasi dan stabilitas galur murni. Komersialisasi jagung hibrida sudah dimulai sejak tahun 1930, namun penanaman jagung hibrida secara luas (ekstensif) di Asia baru dimulai pada tahun 1950-1960. Di sebagian besar negara berkembang, 61% dari lahan pertanaman jagung masih ditanami varietas bersari bebas. Hal ini dimungkinkan karena
12
varietas bersari bebas lebih mampu beradaptasi pada kondisi lahan marjinal. Varietas jagung hibrida telah terbukti memberikan hasil yang lebih baik dari varietas jagung bersari bebas. Secara umum, varietas hibrida lebih seragam dan mampu berproduksi lebih tinggi 15% - 20% dari varietas bersari bebas. Selain itu, varietas hibrida menghasilkan biji yang lebih besar dibandingkan varietas bersari bebas (Suwarno, 2008). Tiga tipe hibrida sudah digunakan secara komersial, yaitu hibrida silang tunggal (single cross hybrid), hibrida silang ganda (double cross hybrid), dan hibrida silang tiga (three-way cross hybrid) (Sprague dan Dudley dalam Suwarno, 2008). Benih jagung hibrida varietas Bima 2 Bantimurung, varietas Bima 3, varietas Bima 4, varietas Bima 5 dan varietas Bima 6 (keseluruhannya 5 varietas) yang telah dilisensi adalah jenis benih hibrida silang tunggal. Hibrida silang tunggal adalah hibrida dari persilangan antara 2 (dua) galur murni yang tidak berhubungan satu sama lain. Galur-galur murni yang digunakan dalam silang tunggal diasumsikan telah homozigot. Oleh karena itu, tanaman hibrida silang tunggal bersifat heterozigot. Tidak semua kombinasi galur murni akan menghasilkan silang tunggal yang superior. Pada kenyataannya, agak jarang kombinasi galur murni yang menghasilkan silang tunggal dengan hasil yang superior. Kombinasi galur murni harus diuji daya gabungnya untuk menemukan kombinasi mana yang akan berguna untuk produksi benih hibrida (Poehlman dalam Suwarno, 2008). Sejumlah varietas jagung hibrida yang telah dirilis oleh Badan Litbangtan di tahun 2011, 2 (dua) varietas tergolong berumur genjah (umur ≤ 90 hari) yaitu varietas Bima 7 dan Bima 8. Jagung umur genjah merupakan salah satu program strategis Badan Litbangtan untuk menghadapi perubahan iklim global. Hal ini penting karena pertanaman jagung di Indonesia sekitar 79% terdapat di lahan tegal dan 10% di lahan sawah tadah hujan yang memerlukan varietas umur genjah (<90 hari) toleran kekeringan (Sinartani, 2011).
13
2.3. Produksi dan Kebutuhan Benih Jagung Nasional Produksi jagung nasional untuk tahun 2011 hingga tahun 2014 diharapkan dapat meningkat sebanyak 10,02% (Tabel 4). Peningkatan tersebut perlu ditunjang oleh luas lahan yang mencukupi dan benih jagung unggul. Produksi benih yang diusahakan petani diharapkan dapat mencapai 80.000 ton (77,14%) dari kebutuhan nasional sebanyak 350.000 ton. Produktivitas jagung nasional untuk varietas lokal masih sangat rendah, yaitu 2-3 ton/ha, jagung hibrida 7-10 ton/ha, dan jagung komposit kurang dari 5 ton/ha. Oleh karena itu, penelitian terhadap jagung hibrida dapat lebih diarahkan pada upaya memenuhi kebutuhan benih jagung nasional, sehingga dapat mengurangi importasi benih jagung yang saat ini sudah mencapai 22,9%. Pemasukan benih jagung tertinggi untuk penelitian sampai dengan saat ini diperoleh dari negara Thailand (Badan Litbangtan, 2011). Keunggulan menggunakan benih jagung hibrida adalah tahan terhadap penyakit tertentu, masa panennya lebih cepat dengan kualitas dan mutu produksi lebih tinggi (Pioneer dalam Oktavianto, 2011). Tabel 4. Sasaran Produksi Tanaman Pangan Komoditas No. 1. Padi 2. Jagung 3. Kedelai 4. Kacang tanah 5. Kacang hijau 6. Ubi kayu 7. Ubi jalar
2010
2011
2013
2014
68.800 22.000 1.560 970
2012 (000 ton) 71.000 24.000 1.900 1.100
73.300 26.000 2.250 1200
75.700 29.000 2.700 1.300
Pertumbuhan (% /tahun) 3,22 10,02 20,05 10,20
66.680 19.800 1.300 882 360
370
390
410
430
4,55
22.248 2.000
22.400 2.150
25.000 2.300
26.300 2.450
27.600 2.600
5,54 6,78
Sumber : Kementerian Pertanian, 2011.
2.4. Pendekatan Teoritis Hasil Invensi Invensi adalah upaya untuk menciptakan sesuatu yang baru dan bermanfaat untuk memecahkan persoalan secara teknis yang dihadapi oleh masyarakat, setelah melalui proses penelitian yang panjang (Badan Litbangtan, 2010). Inovasi adalah kegiatan untuk membawa hasil invensi, baik dalam bentuk teknologi (dalam bentuk proses, model, atau prototipe maupun jasa) ke pengguna akhir dan pasar untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ide, gagasan, maupun konsep. Pengertian inovasi harus dibedakan dari pengertian penemuan (invention). Penemuan adalah proses kreatif yang mencakup penggunaan pengetahuan dan
14
informasi untuk menciptakan sesuatu yang baru. Inovasi mempunyai proses yang lebih panjang; dimulai dengan penemuan, kemudian dilanjutkan dengan pengenalan penemuan tersebut dan akhirnya konsep tersebut dapat diwujudkan dan diterapkan menjadi sesuatu yang bernilai guna dan menguntungkan (Widyaningrum, 1999). Di lapangan, pelaksanaan pengenalan hasil invensi Badan Litbangtan perlu dilakukan melalui kerjasama dengan mitra/investor guna komersialisasi. Goenadi (2004) menjelaskan bahwa tahapan umum komersialisasi produk bioteknologi pertanian melalui 5 (lima) tahapan hingga pemasaran produk (Gambar 4). Sebuah invensi bioteknologi pada dasarnya merupakan ide atau solusi bagi sebuah masalah teknis. Oleh karena itu, menjadi penting untuk memperoleh perlindungan hukum sebelum mengkomersialkannya dengan melakukan pendaftaran paten. Dalam beberapa kasus, penelitian lebih lanjut masih dibutuhkan sebelum sebuah invensi dapat diwujudkan dalam bentuk produk yang dapat dipasarkan kemudian dibutuhkan upaya untuk memasarkannya dengan dukungan sumberdaya manusia, investasi, waktu, dan kerja kreatif. Riset pengembangan merupakan tahapan yang sangat penting sebelum sebuah hasil penelitian bioteknologi dapat menjadi sebuah produk atau proses. Walaupun banyak tahapan yang dapat ditempuh, pengalaman menunjukkan bahwa riset pengembangan menentukan keyakinan pihak investor dalam mengkomersialisasikan teknologi yang dihasilkan (Goenadi, 2004).
Gambar 4. Tahapan umum komersialisasi produk bioteknologi (Goenadi, 2004)
15
2.5. Komersialisasi, Kerjasama/Kemitraan Iptek dan Aliansi Strategik Kegiatan komersialisasi dalam kerangka kerja alih teknologi (Gambar 5) merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh industri guna memperoleh manfaat finansial. Komersialisasi yaitu serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh suatu perusahaan untuk mentranformasikan pengetahuan dan teknologi menjadi produk baru, proses atau pelayanan, dalam kaitannya dengan peluang pemasaran. Dan proses komersialisasi ini membutuhkan peneliti dan manajer, dan lain-lain yang kritis terhadap proses komersialisasi sehingga menjadi nilai budaya dalam berinovasi dan berwirausaha (Rosa dan Antoine, 2007). Waluyo (2006) mendefinisikan komersialisasi sebagai suatu usaha meningkatkan nilai tawar teknologi yang dilakukan secara bertahap, yaitu dengan membentuk hubungan atau kemitraan dengan perseorangan atau lembaga-lembaga yang berkaitan dengan pengembangan teknologi. Hubungan kemitraan ini kemudian menjadi suatu model yang menjadi acuan dalam percepatan komersialisasi hasil-hasil riset. Kemitraan merupakan suatu kesepakatan hubungan antara dua atau lebih pihak untuk mencapai tujuan bersama tertentu.
Istilah "kemitraan iptek"
umumnya digunakan untuk menunjukkan suatu kesepakatan hubungan antara dua atau lebih pihak, untuk mencapai tujuan bersama tertentu dalam bidang iptek. Kesepakatan yang terjadi bisa mengikat secara hukum atau juga bersifat lebih longgar. Para pihak yang terlibat dalam kemitraan iptek bisa merupakan pengembang/penyedia iptek atau penyedia dan pengguna iptek. Sementara lingkup kemitraan iptek bisa dalam pengembangan/inovasi, alih/transfer, pemanfaatan, difusi, dan/atau penguasaan iptek. Beberapa literatur menggunakan kata ”kemitraan” (partnership) untuk hubungan/konteks bisnis. Walaupun begitu, istilah ”kemitraan” pada dasarnya memiliki pengertian yang luas. Hubungan kemitraan antara dua pihak atau lebih dapat berupa hubungan dalam tingkatan yang dinilai lebih ”longgar” seperti ”koordinasi” (coordination) hingga tingkatan yang ”lebih mengikat” seperti ”kerjasama” (cooperation) dan ”kolaborasi” (collaboration) (Taufik, 2008). Aliansi strategik pada dasarnya merupakan kemitraan, atau sering juga disebut kolaborasi antara dua atau lebih pihak dalam bidang-bidang spesifik yang dinilai strategik. Bidang tersebut dapat bersifat murni bisnis atau terkait dengan
Penelitian
Kebaruan (Novelty) Manfaat (Usefulness) Diterima di Industri (Applicable to Industry)
RPTP Insentif Angka Kredit (Paper, Seminar, Jurnal)
BUSS (Baru, Unik, Seragam, Stabil) Tangible Assets
Investasi tinggi
Kepemilikan tinggi
Muatan Teknologi tinggi
Royalti = 0
Presisi/Mutu tinggi
Perlindungan Hukum tinggi
Ketidakseragaman rendah
Pengakuan tinggi
Nilai Komersial tinggi
Percepatan Altek tinggi
Pelepasan
Lisensi
Tanda Daftar
Komersial Riset
Invensi
HKI/PVT
Aset negara Anggaran Intangible Assets
Non Komersial Temu Bisnis Ekspose Media Masa
Investasi Rendah Pengembangan
Industri Inovasi
Alih Teknologi Sertifikat
Manfaat Finansial
Muatan Teknologi rendah Presisi/Mutu rendah Keseragaman rendah Nilai Komersial rendah
*) Innovation is not innovation until someone utilized it and makes money on its idea and creativity
UKM
Kerjasama
Manfaat Sosial/CSR
Cost of Recovery Royalty = 0 Kepastian Hukum tinggi Produksi Massal tinggi Daya Saing Industri tinggi
Gambar 5. Kerangka kerja alih teknologi (Badan Litbangtan, 2010)
16
17
litbangyasa iptek. Ada beberapa pengertian tentang aliansi strategis yang ditemukan dalam berbagai literatur. Teece (1992) diantaranya mendefinisikan aliansi strategik sebagai suatu rantai perjanjian antara dua atau lebih mitra dalam berbagi komitmen untuk mencapai tujuan dengan menggabungkan sumber daya dan mengkoordinasikan kegiatan secara bersama. Dalam konsep aliansi strategis, terdapat 2 (dua) tipe aliansi strategik, yaitu (1) Alih teknologi yang dilakukan dengan perjanjian pengalihan lisensi dari satu institusi ke institusi lainnya; dan (2) Pengembangan teknologi dalam rangka pengembangan fasilitas litbang bersama dan pengembangan aktifitas lanjutan untuk pengembangan pada produk, produksi, distribusi dan penjualan. Dari perspektif
legal,
dalam
pengembangan
kemitraan
iptek
yang
saling
menguntungkan perlu diketahui pola aliansi strategis, terutama menyangkut (1) sifat hubungan yang terjadi dan dikehendaki bersama; (2) batasan hubungan antarpihak; dan (3) hak berpartisipasi setiap pihak (DRN, 2010).
2.6. Kerjasama Lisensi dan Alih Teknologi Kerjasama lisensi adalah kerjasama yang dilakukan dengan perjanjian lisensi. Perjanjian lisensi adalah perjanjian pengalihan pengelolaan dan pendayagunaan invensi dari pemilik invensi (inventor) kepada pengguna invensi (industri/investor). Invensi adalah hasil gagasan, ide, dan konsep yang sudah berupa proses, model, prototipe ataupun menurut karakteristik invensi Badan Litbangtan yaitu berupa varietas, prototipe, formula, proses dan produk. Invensi teknologi hasil litbang yang dibiayai pemerintah wajib diinovasikan dalam rangka pengembangan, baik secara komersial maupun non komersial kepada pihak lain. Komersialisasi invensi hasil litbang pertanian dalam rangka inovasi teknologi dilaksanakan dengan memberikan hak (“lisensi”) kepada pihak lain untuk melaksanakan produksi massal yang dilandasi dengan kerjasama lisensi (Gambar 5). Kerjasama lisensi baru dapat dilakukan setelah hasil invensi teknologi hasil litbang tersebut mendapatkan perlindungan HKI (hak kekayaan intelektual) maupun PVT (perlindungan varietas tanaman) (Badan Litbangtan, 2010). Kerjasama lisensi komersial umumnya diarahkan untuk industri dengan modal kuat, sehingga nilai komersial invensi teknologi tersebut juga harus tinggi
18
dengan nilai 0% < royalti < 10% atau bila dimungkinkan >10%, dari keuntungan bersih
hasil pengembangan,
tergantung
pada
kesepakatan
yang
saling
menguntungkan kedua belah pihak. Kerjasama lisensi non komersial dilaksanakan memiliki nilai royalti 0%, artinya bahwa telah ada pengakuan HKI atas invensi yang dilisensikan kepada pihak lain. Royalti adalah kompensasi bernilai ekonomis dalam rangka alih teknologi yang diberikan oleh penerima alih teknologi kepada pemilik invensi (Badan Litbangtan, 2010). Undang-undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pada pasal 16 menyebutkan bahwa perguruan tinggi dan lembaga litbang wajib mengusahakan alih teknologi kekayaan intelektualnya dan berhak menggunakan pendapatan yang diperolehnya untuk mengembangan diri. Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2005 tentang Alih teknologi, Kekayaan Intelektual serta hasil penelitian dan pengembangan oleh perguruan tinggi dan lembaga litbang, disebutkan pada pasal 20 bahwa mekanisme alih teknologi dilaksanakan melalui lisensi, kerjasama, pelayanan iptek dan publikasi. Selanjutnya pada pasal 38 disebutkan bahwa pendapatan dari hasil alih teknologi dapat digunakan langsung untuk meningkatkan anggaran UK/UPT, memberi insentif kepada inventor, memperkuat unit pengelola alih teknologi, memperkuat sumber daya iptek, dan memperluas jaringan kerjasama iptek. Alih teknologi adalah pengalihan kemampuan memanfaatkan dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi antar lembaga, badan atau orang, baik yang berada dalam lingkungan dalam negeri maupun yang berasal dari luar negeri ke dalam negeri atau sebaliknya. Strategi kerjasama (cooperative strategy) sebagaimana digambarkan oleh Wheelen dan Hunger (2004) dapat dilihat bahwa tujuan untuk melaksanakan aliansi strategik diantaranya yaitu (1) mendapatkan teknologi; (2) dapat mengakses pasar; (3) dapat mengurangi risiko keuangan; (4) mengurangi risiko politis; dan (5) mencapai daya saing tertentu (Gambar 6).
19
Obtain technology
Access to markets
Strategic Alliance
Reduce financial risk
Reduce political risk
Achieve competitive advantage
Gambar 6. Strategi Kerjasama (Wheelen dan Hunger, 2004)
Jenis aliansi strategik pada tingkat bisnis dibagi kedalam 4 (empat) jenis, yaitu (1) aliansi komplementer: dimana kemitraan dibangun untuk saling melengkapi antar perusahaan yang membuat masing-masing lebih kompetitif mencakup distribusi, pemasok atau aliansi outsourcing; (2) aliansi untuk mengurangi persaingan: dimana kemitraan dibangun untuk menghindari persaingan dengan menggunakan kolusi diam-diam seperti penetapan harga; (3) aliansi untuk merespon persaingan: dimana perusahaan menggabungkan kekuatan untuk merespon tindakan strategik pesaing lainnya; dan 4) aliansi untuk mengurangi ketidakpastian dimana aliansi digunakan untuk melindungi risiko dari ketidakpastian. Mendorong kepercayaan investor untuk mau bekerjasama dalam melakukan pemasaran produk hasil invensi pada dasarnya menjadi masalah utama bagi lembaga penelitian lainnya. Sebagian investor di Indonesia beranggapan bahwa litbang membutuhkan investasi relatif besar dan risiko tinggi, berbeda dengan negara-negara maju, di mana alokasi dana litbang mendapat perhatian besar. Hubungan kerjasama dalam penelitian banyak dilakukan dalam proses inovasi. Hubungan kerjasama ini dilakukan untuk dapat mengakses sumbersumber teknologi (atau aset lain) dan mengintegrasikannya kedalam produk atau jasa suatu perusahaan (Hummel, et al, 2010). Hummel, et al (2010) menyebutkan 3 (tiga) temuan yang menarik yang melatarbelakangi timbulnya kerjasama dalam penelitian, yaitu (1) nilai sebuah kerjasama diidentifikasi dari mitra yang potensial
20
pada model bisnis. Dan nilai ini menjadi masukan yang penting dalam proses penciptaan kerjasama; (2) risiko sebuah kerjasama adalah risiko ketidakpastian hasil. Oleh karenanya melalui kerjasama, risiko dapat dikonversi pada kedua belah pihak sehingga akan mengurangi risiko dari hubungan bisnis tersebut; dan (3) akan ditemukan nilai yang signifikan atas mitra yang mengerti aspek kunci dari model bisnis yang diinginkan perusahaan. Menurut PricewaterhouseCoopers’s Transaction Service Group dalam DRN (2010) ada 6 (enam) langkah penting yang dapat diikuti oleh perusahaan untuk meningkatkan peluang keberhasilan aliansi (Gambar 7).
Gambar 7. Langkah Pengembangan Kemitraan Iptek
2.7. Penerapan Komersialisasi Hasil Invensi Saat Ini Pemasaran merupakan kegiatan akhir dalam komersialisasi produk. Tanpa komersialisasi dan tim pemasar yang tangguh produk sebaik apapun dipastikan tidak dapat mencapai sasaran konsumen yang tepat. Oleh karenanya, rencana komersialisasi dan strategi pemasaran yang baik juga perlu disusun, mulai dari target konsumen yang dituju dilengkapi dengan perencanaan sumberdaya manusia, perencanaan fasilitas komersialisasi dan perencanaan fasilitas investasi dan pembiayaan. Upaya penerapan hasil litbang, pemasaran hasil litbang yang didukung kebijakan ataupun peraturan yang mendorong litbang akan mendukung berkembangnya komersialisasi hasil riset (Hartiningsih, 2010). Permasalahan pemasaran invensi Badan Litbangtan, antara lain (1) kualitas jumlah pegawai untuk bidang manajemen alih teknologi; legal aspek HKI, lisensi
21
dan kerjasama Public Private Partnership; marketing teknologi serta teknologi informasi belum memadai sehingga perlu dilakukan prioritas penempatan ataupun outsourcing; (2) sarana, bahan, dana dan sistem promosi yang belum memadai; (3) invensi yang dihasilkan belum sepenuhnya berorientasi pasar dan belum matang, sehingga terjadi ketidaksesuaian antara hasil penelitian dan permasalahannya sehingga perlu dilakukan pra-lisensi, round table meeting per klaster dengan metode 4 (empat) Tepat (Tepat Waktu/Moment, Tepat Harga, Tepat Kualitas dan Tepat Target/Calon lisensor); (4) kesadaran akan manfaat HKI, lisensi dan Public Private Partnership yang masih perlu ditingkatkan melalui sosialisasi; (5) Belum adanya kebijakan alih teknologi yang terpusat dan terkoordinasi, agar tidak terjadi duplikasi tugas dan fungsi; (6) penyelesaian tata cara penerimaan dan penggunaan royalti hasil alih teknologi masih belum dapat dilakukan. Oleh karena tata cara penggunaan royalti masih belum diatur; dan (7) belum adanya panduan umum penetapan harga jual teknologi (valuasi invensi atau pricing technology) dalam rangka alih teknologi (Balai PATP, 2010). Perangkat kebijakan yang mengatur komersialisasi telah disediakan melalui berbagai Undang-undang dan Peraturan Pemerintah. Seperti UU No. 29/2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman, UU Nomor 14/2001 tentang Paten, UU No. 15/2001 tentang Merek, UU Nomor 18/2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, PP No. 20/2005 (Pasal 16, UU No. 18/2002) tentang Kewajiban alih teknologi kekayaan intelektual hasil litbang oleh Lembaga Litbang. PP 23/2005 tentang Badan Layanan Umum (BLU) dan PP 35/2007 tentang Pengalokasian sebagian pendapatan badan usaha untuk kegiatan perekayasaan, inovasi dan difusi teknologi. Sedangkan kurang berkembangnya transfer teknologi di Indonesia juga dapat disebabkan oleh kurang berminatnya investor terhadap hasil litbang dari negeri
sendiri
dan
masih
minimnya
pengaturan
tentang
royalti
bagi
peneliti/inventor sehingga dapat memperoleh penghasilan yang layak. Berbeda keadaannya dengan di negara-negara seperti China, Korea, Jepang dan Taiwan di mana inventor telah diwajibkan memiliki saham pada perusahaan yang telah menggunakan hasil inovasinya, sebaliknya di Indonesia inventor yang terikat pada sebuah lembaga pemerintah adalah pegawai negeri yang wajib
22
mendedikasikan seluruh waktu dan hasil karyanya pada negara dan belum diatur mengenai penghasilan yang dapat diperoleh dari paten invensi/inovasi yang telah komersial bahkan bernilai ekonomi tinggi. Sedangkan pemerintah Australia telah merancang suatu lembaga yang bekerja di bawah koordinasi Department of Innovation, Industry, Science and Research (DIISR) dengan berbagai lembaga milik pemerintah negara bagian bahkan tingkat kota. Australia membangun kelembagaan tersebut demi menunjang kerjasama yang harmonis antara pihak swasta dengan pihak intelektual. Termasuk didalamnya berkontribusi dalam insentif inovasi, penanaman modal dan mitra pembina akademisi hingga aktivitas bisnis (Hartiningsih, 2010).
2.8. Kerjasama Lisensi dalam Komersialisasi Hasil Invensi Sebuah kerjasama dibentuk oleh individu atau sebuah organisasi ketika individu atau organisasi tersebut mulai bekerja bersama untuk mencapai tujuan dengan memanfaatkan sumberdaya secara efektif (Rammer, 2006). Gray dalam Rammer (2006) menuliskan bahwa kerjasama memerlukan seperangkat aturan untuk mencapai konsensus dalam menjamin ‘win-win solution’ untuk semua pihak. Dalam hal ini, kedua pihak harus terlibat pada tahap pemecahan masalah, pengarahan dan implementasi. Kuswarno (2006) memberikan kesimpulan dari hasil penelitiannya agar hasil riset iptek secara komersial menguntungkan, maka peranan jaringan institusi pengguna hasil riset iptek (inventor) dengan institusi pengguna hasil riset tersebut (misalnya masyarakat industri dan investor) sangat diperlukan terutama untuk pemasyarakatan hasil riset dalam jumlah besar atau produksi massal. Hubungan antara investor dan inventor perlu tercipta secara berkesinambungan. Di dalam konteks komersialisasi produk riset, mekanisme yang sudah umum dilakukan yaitu melalui perjanjian lisensi, penyediaan jasa konsultasi dan penjualan teknologi melalui divestasi. Skema model kerjasama dari berbagai penelitian sebelumnya (Gambar 8) memperjelas kebutuhan kerjasama antar pihak inventor, investor dan pengguna.
23
Gambar 8. Skema Mekanisme Kerjasama dari Inventor, Investor dan Pengguna
Gans dan Stern (2002) menyatakan, apabila ketersediaan kekayaan intelektual dikombinasikan dengan keahlian dalam peraturan dan distribusi dilaksanakan oleh masing-masing pihak dengan baik, maka transaksi di "pasar ide" untuk strategi komersialisasi inovasi bioteknologi akan menjadi efektif. Strategi komersialisasi menjadi salah satu keputusan yang paling penting bagi mitra/investor dalam memperoleh keuntungan dari teknologi yang dikembangkan. Strategi komersialisasi yang efektif merupakan hasil analisis yang cermat terhadap lingkungan komersialisasi, dengan mempertimbangkan manfaat dan biaya strategi alternatif untuk memperoleh keuntungan dan keunggulan kompetitif melalui inovasi. Bagi sebagian besar inovator pemula, lingkungan komersialisasi mencakup 2 (dua) elemen penting bagi pilihan strategi komersialisasi : (1) biaya relatif dan profitabilitas rantai nilai kemudian dibandingkan dengan suatu rantai nilai yang sudah mapan; dan (2) kemungkinan bahwa pengetahuan atas inovasi yang dibangun tersebut dapat dikendalikan, bahkan setelah perusahaan yang didirikan tersebut menjadi lebih sadar pada teknologi baru. Menurut Osman (2004) variabel kerjasama yang efektif dapat dibagi menjadi 2 (dua) komponen. Komponen pertama yaitu proses kerjasama. Proses ini merupakan aktifitas yang dilakukan individu dalam bekerjasama mempertukarkan informasi untuk mencapai hasil yang inovatif. Komponen kedua, proses
24
manajemen yang merupakan asimilasi hasil kerjasama pada operasional investor dalam memproduksi hasil yang inovatif. Bentuk-bentuk kerjasama dalam pemanfaatan hasil riset sebagaimana dituliskan dalam Narayanan (2001) yang merupakan hasil perumusan dari EB. Roberts dan C.A. Berry (1985) (Gambar 9). Model kerjasama lisensi sesuai untuk karakteristik produk hasil riset pada pasar dan teknologi yang baru akan tetapi sudah dikenal (new market but familiar; new technology but familiar).
MARKET
New & Unfamiliar
Usaha bersama (Joint venture)
New but Familiar
Pemasaran Internal (Internal Market) Pengembangan Akuisisi (Development Acquisition) Pemasaran Internal (Internal Market) Pengembangan Akuisisi (Development Acquisition)
Existing
Modal Bersama (Venture Capital) Pendirian usaha (Venture nurturing) Akuisisi pendidikan (Educational Acquisition) Usaha internal (Internal venture) Akuisisi (Acquisition) Lisensi (Licensing) Usaha internal (Internal venture) Akuisisi (Acquisition) Lisensi (Licensing)
Modal Bersama (Venture Capital) Pendirian usaha (Venture nurturing) Akuisisi pendidikan (Educational Acquisition) Modal Bersama (Venture Capital) Pendirian usaha (Venture nurturing) Akuisisi pendidikan (Educational Acquisition) Usaha baru dengan gaya yang baru (New Style Joint Venture)
Gambar 9. Bentuk Pengaturan Kerjasama (Roberts dan Berry, 1985)
2.9. Pra Lisensi dan Valuasi Invensi Obyek riset penelitian pertanian untuk dikomersialisasikan tentunya berbeda dengan obyek riset produk manufaktur yang berwujud sama, baik pada skala pilot maupun pada skala komersial. Tidak demikian halnya dengan produk hasil riset pertanian, dimana produk riilnya masih setengah jadi. Oleh karenanya, jagung hibrida hasil invensi masih memerlukan uji lanjutan agar dapat diimplementasikan pada lahan yang lebih luas, sampai akhirnya dapat mencapai konsumen dalam bentuk produk benih yang siap dan stabil dipasarkan secara luas. Salah satu mekanisme yang bisa ditawarkan sebelum menjadi lisensor yaitu melalui pra lisensi. Pra lisensi memberikan kesempatan bagi calon mitra/investor
25
untuk mengikuti perkembangan varietas yang akan dilisensi sejak tahap uji multilokasi. Pra lisensi adalah masa pada saat status HKI belum definitif dimana mitra melakukan kerjasama penelitian partisipatif sejak penelitian hulu (proses perakitan
teknologi)
atau
pada
penelitian
hilir
(uji
multilokasi,
uji
efektifitas/efikasi, uji pasar, dll) dan kemudian berhak memperoleh prioritas sebagai pemegang pra lisensi atau lisensi. Pra lisensi mempermudah mitra/investor dalam memilih hasil invensi yang akan memberikan keuntungan usaha. Valuasi invensi adalah penetapan nilai/penentuan harga/penentuan nilai atas hasil invensi yang menunjukkan nilai atau harga suatu invensi/teknologi sebagai dasar untuk penetapan besarnya royalti baik yang dibayar di muka sekaligus atau secara regular perwaktu. Komersialisasi invensi merupakan serangkaian upaya dari pengembangan dan pemasaran kepada pengguna. Kegiatan ini cukup kompleks karena melibatkan berbagai aspek yang mencakup kebijakan ekonomi, sumberdaya manusia, investasi, waktu, lingkungan pasar, dan sebagainya. Alih Teknologi inovasi tidak selalu mudah karena melibatkan berbagai pelaku dan mekanisme yang cukup rumit. Tahapan utama yang sulit dilakukan adalah melakukan valuasi (penetapan nilai) terhadap inovasi yang akan dialihkan (BPATP, 2011). Mekanisme valuasi teknologi bertujuan untuk memfasilitasi kegiatan komersialisasi teknologi antara inventor yang menghasilkan teknologi dan investor sebagai calon pengguna memanfaatkan
teknologi
potensial
atau
industri
teknologi (Dietrich dalam Dharmawan, 2007).
yang
Andriyanto
(2011) mengutip Direktorat Riset Komersial Strategis (Dit. RKS, IPB) (2010) menyatakan ada beberapa pilihan strategi komersialisasi diantaranya adalah menciptakan usaha baru (create new venture), pemberian lisensi atau royalti, penjualan (sale) atau jual putus, dan joint venture. Pilihan-pilihan ini berdasarkan pada beberapa faktor strategis seperti karakteristik produk/teknologi, kemampuan produksi, pasar dan kebutuhan finansial. Menentukan nilai dan memprediksikan harga suatu teknologi merupakan proses yang cukup sulit dalam proses komersialisasi karena sifat invensi dalam bentuk teknologi yang tidak terukur (intangible). Oleh karenanya, mekanisme pra lisensi dan valuasi invensi
26
merupakan tahapan-tahapan pilihan yang dilakukan dalam rangka mencapai aliansi kerjasama.
2.10. Perencanaan Strategik Perencanaan strategik (Renstra) diperlukan dalam menentukan strategi untuk mencapai tujuan jangka panjang organisasi. Perencanaan strategi yang telah banyak dikenal adalah (1) model manajemen strategik dari Wheelen-Hunger; dan (2) model manajemen strategik dari Fred R. David. Manajemen strategis adalah serangkaian keputusan dan tindakan manajerial yang
menentukan
kinerja
perusahaan/organisasi dalam
jangka
panjang.
Manajemen strategik menekankan pada pengamatan dan evaluasi peluang dan ancaman lingkungan dengan melihat kekuatan dan kelemahan perusahaan (Wheelen-Hunger,
2004).
Manajemen
strategik
dapat
digunakan
untuk
mengidentifikasi kegiatan yang menjanjikan dan berfokus pada sumber daya (alam, manusia dan buatan) untuk pengembangan jangka panjang serta menguntungkan. Manajemen strategik menyempurnakan proses perencanaan strategik yang ada menjadi lebih lengkap. Proses manajemen strategik terdiri atas 3 (tiga) tahapan utama, yaitu perumusan strategik, implementasi strategi, serta evaluasi dan pengendalian strategi, yang diawali dengan pengamatan lingkungan (Hubeis dan Najib, 2008).
2.11. Analisis Penentuan Strategi Menurut Fred R. David dalam Umar (2008) cara menentukan strategi utama adalah dengan melakukan 3 (tiga) tahapan (three-stage) kerangka kerja dengan matriks sebagai model analisisnya. Perangkat atau alat yang berbentuk matriksmatriks itu telah sesuai dengan skala ukuran dan tipe organisasi perusahaan, sehingga alat tersebut dapat dipakai untuk membantu para ahli strategi dalam mengidentifikasi, mengevaluasi, dan memilih strategi-strategi yang paling tepat.
27
External Factor Evaluation Matrix (EFE)
SWOT Matrix (Strength-Weakness Opportunites-Threat)
Tahap 1. The Input Stage Internal Factor Evaluation Competitive Matrix (IFE) Profile (CP) Matrix
Tahap 2. The Matching Stage SPACE Matrix BCG Matrix IE Matrix (Strategic Position Boston Consulting (Internal & Action Evaluation) Group (BCG) External)
Grand Strategic Matrix
Tahap 3 : The Decision Stage Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM)
Gambar 10. Tiga Tahapan Kerangka Kerja Analisis Strategi (David, 2009)
Tahap 1 dari kerangka kerja perumusan strategi ini terdiri dari 3 (tiga) macam matriks, yaitu EFE Matrix, IFE Matrix, dan CP Matrix. Ketiga matriks ini disebut juga sebagai Input Stage, karena ketiganya menyimpulkan informasi dasar yang diperlukan untuk merumuskan strategi. Tahap 2, disebut Matching Stage, berfokus pada pembangkitan strategistrategi alternatif yang dilaksanakan melalui penggabungan faktor eksternal dan internal yang utama. Tahap 2 ini mencakup TOWS/SWOT Matrix, SPACE Matrix, BCG Matrix, IE Matrix dan Grand Strategy Matrix. Tahap 3, disebut sebagai Decision Stage, hanya terdiri dari satu teknik, yaitu Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM). QSPM ini menggunakan input informasi dari Tahap 1 untuk mengevaluasikan secara obyektif strategistrategi alternatif hasil dari Tahap 2 yang dapat diimplementasikan, sehingga ia memberikan suatu basis obyektif bagi pemilihan strategi-strategi yang paling tepat.
2.12. Analisis SWOT SWOT Analysis adalah singkatan dari kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesess), peluang (opportunities) dan ancaman (threats) di dalam suatu lingkungan yang dihadapi oleh suatu organisasi atau perusahaan. Analisis SWOT merupakan cara yang sistematis untuk mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal dan strategi yang menggambarkan kecocokan paling baik diantara
28
keduanya (Rangkuti, 2004). Analisis ini didasarkan pada asumsi bahwa suatu strategi yang efektif akan memaksimalkan kekuatan dan peluang serta meminimalkan kelemahan dan ancaman. Bila diterapkan secara akurat, asumsi sederhana ini mempunyai kekuatan yang sangat besar atas rancangan suatu strategi yang berhasil. Penjabaran dari komponen analisis SWOT adalah sebagai berikut : a. Kekuatan adalah sumber daya, keterampilan atau keunggulan-keunggulan lain relatif terhadap pesaing dan kebutuhan pasar yang dilayani atau ingin dilayani. Kekuatan
adalah
kompetensi
khusus
(distinctive
competence)
yang
memberikan keunggulan komparatif (comparative advantage). Kekuatan dapat terkandung pada sumberdaya keuangan, citra, dan faktor-faktor lainnya. b. Kelemahan adalah keterbatasan atau kekurangan dalam sumber daya, keterampilan, dan kapabilitas yang secara serius menghambat kinerja efektif. Fasilitas, sumber daya keuangan dan kapabilitas manajemen kesemuanya dapat menjadi sumber kelemahan. c. Peluang adalah situasi penting yang menguntungkan dalam lingkungan organisasi
atau
perusahaan.
Kecenderungan-kecenderungan
penting
merupakan salah satu peluang. Identifikasi segmen yang terbaik, perubahan pada situasi regulasi, perubahan teknologi dapat memberikan peluang bagi organisasi. d. Ancaman adalah situasi penting yang tidak menguntungkan dalam lingkungan organisasi atau perusahaan. Ancaman merupakan pengganggu utama bagi keadaan sekarang dan keadaan yang diinginkan di masa datang.
Analisis SWOT dapat digunakan dengan berbagai cara untuk membantu analisis strategi. Cara yang paling baik adalah memanfaatkannya sebagai kerangka acuan logis yang menjadi pedoman dalam pembahasan sistematik tentang situasi organisasi dan alternatif-alternatif pokok yang mungkin dipertimbangkan. Sebagai hasilnya, analisis ini memberikan kerangka yang dinamik dan bermanfaat untuk analisis strategik. Secara keseluruhan, analisis SWOT menunjukkan peran penting dari identifikasi kekuatan dan kelemahan internal dalam pencarian strategi yang efektif oleh para manajer (pemegang
29
keputusan). Pencocokan yang cermat antara kekuatan dan kelemahan merupakan inti dari formulasi strategi yang tepat. Pencocokan dilakukan dengan membentuk matriks SWOT yang akan membantu dalam pengembangan 4 (empat) tipe strategi (Tabel 5), yaitu SO (kekuatan-peluang atau strengths-opportunities), WO (kelemahan-peluang atau weaknesess-opportunities), ST (strengths-threats atau kekuatan-ancaman) dan WT (weaknesess-threats atau kelemahan-ancaman) (David, 2009).
Tabel 5. Contoh Matriks SWOT Faktor Internal Faktor Eksternal Peluang (O) 1. Faktor 1 2. Faktor 2 Ancaman (T) 1. Faktor 1 2. Faktor 2
Kekuatan (S) 1. Faktor 1 2. Faktor 2 Strategi S-O Strategi Intensif/ Agresif Strategi S-T Strategi Diversifikasi
Kelemahan (W) 1. Faktor 1 2. Faktor 2 Strategi W-O Strategi Turn Arround Strategi W-T Strategi Defensif/ Konsolidasi
Sumber: David 2009.
2.13. Proses Hirarki Analisis Pengambilan keputusan dalam metodologi AHP didasarkan pada 3 (tiga) prinsip pokok, yaitu penyusunan hirarki, penentuan prioritas dan konsistensi logis. 2.13.1. Penyusunan Hirarki Penyusunan hirarki permasalahan merupakan langkah untuk mendefinisikan masalah yang kompleks ke dalam sub sistem, elemen, sub elemen dan seterusnya sehingga menjadi lebih jelas dan rinci. Hirarki keputusan disusun berdasarkan pandangan pihak-pihak yang memiliki keahlian (expertise) dan pengetahuan di bidang bersangkutan. 2.13.2. Penentuan Prioritas Prioritas dari elemen-elemen kriteria dapat dipandang sebagai bobot atau kontribusi elemen tersebut terhadap tujuan pengambilan keputusan. Prioritas ini ditentukan
berdasarkan
pandangan
para
pakar
dan
pihak-pihak
yang
berkepentingan terhadap keputusan tersebut, baik secara langsung (diskusi, wawancara) maupun tidak langsung (kuesioner).
30
2.13.3. Konsistensi Logis Konsistensi jawaban responden dalam menentukan prioritas elemen merupakan prinsip pokok yang menentukan validitas data dan hasil pengambilan keputusan. Hasil penilaian yang dapat diterima adalah yang mempunyai rasio konsistensi lebih kecil atau sama dengan 10%. Jika lebih besar dari itu berarti penilaian yang telah dilakukan ada yang random dengan demikian perlu diperbaiki. Saaty (1993) mengemukakan bahwa keuntungan menggunakan metode AHP, yaitu: a.
Memberi suatu model yang luwes terhadap segala permasalahan.
b.
Mensintesis suatu hasil yang representatif dari berbagai penilaian yang berbeda.
c.
Mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai faktor sistem dan memungkinkan pemilihan alternatif terbaik.
d.
Menuntun ke arah suatu taksiran menyeluruh terhadap kebaikan setiap alternatif.
e.
Melacak konsistensi logis dari berbagai pertimbangan yang digunakan dalam menetapkan berbagai prioritas.
f.
Dapat menangani saling ketergantungan antar faktor dalam suatu sistem.
g.
Memadukan rancangan deduktif dan rancangan sistem berdasarkan sistem dalam masalah yang kompleks.
Kelemahan penggunaan metode ini adalah: a.
Jika RI (random index) lebih besar dari 0,1, maka mutu informasi harus diperbaiki dengan revisi penggunaan pertanyaan maupun melakukan pengisian ulang kuesioner;
b.
Responden
adalah
orang-orang
yang
mengetahui,
menguasai
dan
mempengaruhi pengambilan kebijakan atau mengetahui informasi yang dibutuhkan.
Menurut Saaty (1993) AHP dapat digunakan untuk persoalan keputusan seperti (a) Menetapkan prioritas; (b) Menghasilkan seperangkat alternatif; (c)
31
Memilih alternatif kebijakan yang terbaik; (d) Menetapkan berbagai persyaratan; (e) Mengalokasikan sumber daya; dan (g) Memecahkan konflik.
2.14. Tinjauan Hasil-Hasil Penelitian Waluyo (2006), menyebutkan bahwa beberapa pengalaman dunia industri memperlihatkan adanya kesanksian atas hasil dan kualitas penelitian di Indonesia, karena hasil-hasil penelitian selama ini banyak yang tidak dilengkapi oleh sejarah penelitian atau dokumentasi yang lengkap dari hasil penelitian tersebut. Dokumentasi yang dimaksud mulai dari fase riset dasar sampai fase terakhir yaitu commercial business plan. Oleh karenanya, menelusuri sebuah prototipe inovasi teknologi dari penelitian hulu yang mendasar hingga menjadi produk inovasi itu sendiri merupakan hal yang perlu dilakukan sebagai upaya pembuktian historikal terciptanya sebuah produk inovasi. Sebagaimana juga disarankan dari penelitian Dharmawan (2007), bahwa inventor perlu menuliskan setiap kegiatan selama penelitian beserta pengeluaran yang sudah dilakukan ke dalam suatu log book secara terperinci yang nantinya dokumentasi ini dapat digunakan sebagai landasan penghitungan biaya investasi dalam menghasilkan invensi dan keuntungan yang diharapkan dari invensi tersebut. Jagung hibrida merupakan salah satu invensi yang cukup tercatat dengan baik, hanya saja belum ditemukan dokumentasi terkait dengan commercial business plan. Penelitian
Waluyo
(2006),
berhasil
melakukan
perbaikan
proses
komersialisasi melalui business reengineering process yaitu suatu usaha dalam meningkatkan nilai tawar teknologi yang dilakukan secara bertahap untuk mencapai komersialisasi. Hubungan-hubungan kemitraan dilakukan untuk dapat dijadikan model dalam percepatan komersialisasi hasil-hasil penelitian. Oleh karena adanya kebutuhan waktu yang panjang antara invensi dan inovasi, penelitian Waluyo (2006) mengkaji pada kemungkinan percepatan komersialisasi. Di dalam analisisnya tersebut, bentuk proses komersialisasi yang sederhana dan lebih efisien dalam bentuk blok diagram yang menghasilkan pengurangan waktu yang cukup penting disertai kendala yang menyebabkan prosesnya menjadi lama. Sinkronisasi dan percepatan komersialisasi dilakukan melalui peningkatan nilai tawar teknologi bersama-sama dengan melakukan partnership. Perbaikan proses
32
dilakukan terhadap kurva s (daur hidup teknologi), dengan menyisipkan satu proses paten turunan. Dalam hal ini, model partnership yang dihasilkan dikendalikan sepenuhnya oleh leadership dengan efektifitas partnership sedangkan untuk pendanaan dalam kondisi kurang. Hasilnya adalah terjadi sinkronisasi dalam percepatan komersialisasi melalui peningkatan nilai tawar teknologi bersama-sama dengan melakukan partnership. Efisiensi proses komersialisasi terjadi dengan menggabungkan 2 (dua) proses menjadi 1 proses dan menggerakkan proses secara paralel, sehingga proses di belakangnya dapat langsung bekerja tanpa menunggu proses di depannya selesai. Penggabungan proses dilakukan untuk memperkecil jumlah waktu proses, disamping itu juga secara teknis bahwa antara blok 1 dan blok 2 merupakan proses yang berkaitan, karena sesungguhnya semua riset dasar idealnya bermuara pada prototipe. Pada blok 3 memperlihatkan bahwa pengurusan paten dapat dilakukan secara terpisah tanpa mengganggu proses yang lain. Pada blok 4 dan 5 merupakan 2 blok yang juga dapat disatukan, karena dalam kenyataannya hal tersebut dapat dilakukan di lokasi dan tempat yang sama (Gambar 11). Di dalam penelitian Widyaningrum (1999) disebutkan bahwa untuk studi kasus di Institut Teknologi Bandung (ITB) ditemukan bahwa faktor-faktor yang menjadi kelemahan dan kekuatan dalam melaksanakan konsep manajemen komersialisasi teknologi di ITB yaitu kompetensi, motivasi, komitmen dan linguistik tinggi, dimana aspek ini merupakan kekuatan, sedangkan aspek kelemahannya yaitu sarana dan prasarana, visi, dan kepemimpinan. PATEN 3
RISET DASAR
1
UJI COBA PASAR
UJI COBA PRODUKSI 2
4
5
PROTOTIPE
PILOT SCALE
DISATUKAN
DISATUKAN
6
7
SERTIFIKASI
Gambar 11. Alternatif Proses Komersialisasi (Waluyo, 2006)
8 FS
33
Seperti dituliskan oleh Yuswanto (2008) bahwa urusan HKI memang berhubungan dengan nilai ekonomi yang melekat pada karya intelektual. Karenanya akan menjadi naif apabila mempunyai HKI tetapi tidak menghasilkan nilai materiil (baca : uang). Walau tidak dipungkiri ada sisi lain berupa nilai sosial dari suatu kekayaan intelektual, terutama pada produk hasil inovasi yang tidak bernilai komersial seperti rendahnya nilai kebaruan, rendahnya nilai kegunaan atau manfaat yang diperoleh, presisi mutunya rendah, nilai investasi yang rendah dan hanya mengandung muatan teknologi yang rendah pula. Indraningsih (2010), dalam penelitiannya yang mengadaptasi Rogers (2003) menuliskan kerangka berpikirnya mengenai adopsi inovasi usaha tani terpadu pada lahan marjinal dengan persepsi petani terhadap ciri inovasi (teknologi lokal dan anjuran) adalah: a) Keuntungan relatif (relative advantage) : tingkatan suatu inovasi dianggap lebih baik daripada ide sebelumnya, seringkali dinyatakan sebagai keuntungan ekonomi, prestise sosial, atau dengan cara lainnya. b) Kesesuaian (compatibility) : tingkatan suatu inovasi dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman masa lalu dan kebutuhan potensial adopter. c) Kerumitan (complexity) : tingkatan suatu inovasi dianggap relatif sulit untuk dipahami dan digunakan. Beberapa inovasi dapat dengan mudah dipahami oleh adopter yang potensial, sedangkan yang lain tidak. d) Dapat diuji coba (triability) : tingkatan suatu inovasi dapat dicoba dengan skala yang terbatas. e) Dapat diamati (observability) : tingkatan hasil suatu inovasi dapat dilihat oleh orang lain. Demikian pula halnya dalam penelitian Kuswarno (2006) yang juga mengadaptasi Rogers (2003) bahwa di dalam pendekatan komunikasi inovasi atau difusi inovasi kelima peubah tersebut diperhatikan guna penerimaan inovasi. Sedangkan Narayanan (2001) menuliskan bahwa strategi kerjasama amat berguna bagi investor terutama di dalam mencapai tujuan jangka panjangnya, yaitu : (1) mengendalikan evolusi daya saing yang begitu cepat; (2) memperoleh
34
pengetahuan; dan (3) mengembangkan hubungan dengan lembaga lainnya (Tabel 6) . Tabel 6. Ringkasan Penelitian Sebelumnya Peneliti 1. Narayanan (2001)
Obyek penelitian Investor
Indikator Kerjasama 1) Mengendalikan evolusi daya saing yang begitu cepat; 2) Memperoleh pengetahuan; 3) Mengembangkan hubungan dengan lembaga terkait.
Nilai kebaruan Analisa alasan bekerjasama investor
2. Wheelen dan
Industri
1) Akses pada teknologi 2) Akses pada pasar 3) Mengurangi risiko keuangan 4) Mengurangi risiko politis 5) Mencapai daya saing
Formulasi strategi kerjasama
3. Osman (2004)
Industri farmasi
1) Proses kerjasama 2) Proses manajemen
Industri di dalam upaya komersialisasi melaksanakan kedua komponen kerjasama dan manajemennya secara paralel.
4. Waluyo (2006)
Kajian percepatan komersialisasi pada hasil riset
Peningkatan nilai tawar produk hasil riset dilakukan dengan membentuk hubungan kemitraan.
5. Indraningsih
Petani di lahan marjinal dalam mengadopsi inovasi usaha tani terpadu.
1) Proses prototipe 2) Proses uji coba produksi 3) Proses uji coba sertifikasi 4) Feasibility Study 1) Keuntungan relatif; 2) Kesesuaian; 3) Kerumitan; 4) Dapat diuji coba; 5) Dapat diamati.
Hunger (2004) dan Hummel, et al (2010)
(2010) dan Kuswarno (2006) mengadaptasi Rogers (2003)
Bahwa tidak seluruhnya hasil inovasi diadopsi oleh petani.
Kerjasama yang optimal dalam rangka komersialisasi produk hasil inovasi dapat
dilaksanakan
melalui
kontrak
ekslusif
lisensi
(Narayanan
2001
mengadaptasi Roberts dan Berry, 1985) dengan kriteria inovasi yang mampu memberikan keuntungan relatif, kesesuaian (bidang minat investor), kerumitan (dapat diatasi melalui pendampingan inventor), dapat diujicobakan dan dapat
35
diamati (Rogers 2003 yang diadaptasi oleh Indraningsih, 2010 dan Kuswarno, 2006) dan keseluruhannya dilaksanakan melalui proses manajemen dan proses kerjasama (Osman, 2004). Yaakub,
et
al
(2011)
dalam
penelitiannya
mengenai
tantangan
mengkomersialisasikan hasil-hasil penelitian pertanian dari lembaga penelitian universitas menyebutkan bahwa upaya mempromosikan hasil-hasil penelitian dari lembaga penelitian di perguruan tinggi akan lebih lama dibandingkan dengan lembaga penelitian seperti MARDI atau FAMA. Tantangan dalam komersialisasi tersebut, yaitu : (1) Ketepatan waktu; Aktivitas komersialisasi adalah proses yang panjang. Kegiatan ini memerlukan investasi awal sebelum menghasilkan keuntungan. Investasi awal tersebut berupa ketersediaan invensi dari KI, proses pendaftaran perusahaan dan mempekerjakan pengusaha bermutu dalam pemasaran produk; (2) Insentif dan Sistem penghargaan: masalah lain dalam kegiatan komersialisasi adalah kurangnya insentif yang tepat dan sistem penghargaan. Meskipun ada perdebatan tentang penghargaan dan insentif, sangat penting bahwa perguruan tinggi memiliki sistem imbalan yang tepat; dan (3) Interaksi Universitas-industri: Ada beberapa sumber telah memperingatkan tentang pengaruh yang tidak semestinya apabila perusahaan menyediakan dana penelitian dan kemungkinan adanya potensi penyalahgunaan oleh fakultas dan staf universitas karena dipicu oleh iming-iming dana yang akhirnya mulcul konflik berkomitmen. Berdasarkan dari literatur ada dua bentuk transfer teknologi universitas: paten/lisensi teknologi, spin-off. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yaitu pada sisi obyek risetnya. Obyek riset penelitian pertanian untuk dikomersialisasikan tentunya berbeda dengan obyek riset produk manufaktur yang berwujud sama, baik pada skala pilot maupun pada skala komersial. Tidak demikian halnya dengan produk hasil riset pertanian, dimana produk riilnya masih setengah jadi karena baru berupa benih jagung hibrida dan belum berupa produk yang langsung dinikmati konsumen luas. Akan tetapi produk hasil inovasi jagung hibrida ini masih memerlukan implementasi awal sampai akhirnya dapat mencapai konsumen setelah diketahui karakteristik produknya berupa kemampuan produksi, ketahanan terhadap hama/penyakit, dll.
III.
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Kerangka analisis penelitian ini diawali dengan pemikiran atas sedikitnya hasil invensi/inovasi teknologi unggulan Badan Litbangtan yang telah dikomersialkan. Permasalahan tersebut kemudian ditentukan sebagai topik penelitian dan kemudian dilakukan observasi dan studi kepustakaan awal sehingga dapat diperoleh perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian. Dari hasil studi pustaka terhadap hasil invensi Badan Litbangtan yang telah dipublikasikan melalui buku 50, 100 dan 200 Inovasi Teknologi Badan Litbang Pertanian yang telah didata sampai dengan tahun 2010, diketahui bahwa terdapat 13 (tiga belas) perusahaan lisensor, dan 5 (lima) diantaranya menjadi lisensor untuk varietas jagung hibrida (Tabel 7). Dalam prosesnya hingga saat ini hanya ada 3 (tiga) perusahaan lisensor yang masih melanjutkan kerjasama tersebut. Tabel 7. Daftar Nama Perjanjian Lisensi dan Nama Lisensor No 1. 2. 3. 4. 5.
Nama Perjanjian Lisensi
Nama Lisensor
Jagung Hibrida Varietas Bima 2 Bantimurung Jagung Hibrida Varietas Bima 3 Bantimurung Jagung Hibrida Varietas Bima 4 Jagung Hibrida Varietas Bima 5 Jagung Hibrida Varietas Bima 6
PT. Saprotan Nusantara Agro Utama PT. Redy Mulia Abadi* PT. Bintang Timur Pasifik PT. Sumber Alam Sutera PT. Makmur Sejahtera Utama*
Keterangan : *) Membatalkan kerjasama lisensinya.
Kerangka alur pemikiran penelitian (Gambar 12) meliputi: 1. Studi literatur: dilakukan untuk mencari bahan-bahan referensi berupa bukubuku, jurnal-jurnal, tesis dan disertasi. 2. Studi awal analisis masalah, analisis kebutuhan dan analisis keputusan mengenai strategi komersialisasi. 3. Wawancara dan diskusi serta pengisian kuesioner mengenai strategi komersialisasi
hasil
invensi
dengan
narasumber
yang
mengetahui
permasalahan dan pihak yang sudah berpengalaman dalam strategi komersialisasi hasil invensi. 4. Analisis dan pengolahan data termasuk penyusunan matriks.
37
TAHAPAN PENELITIAN
Penulusuran Jagung Hibrida Hasil Invensi
Jagung Hibrida hasil invensi yang telah komersial
Model Kerjasama Lisensi pada Jagung Hibrida Hasil Invensi Needs Assessment
Faktor Internal (IFE)
Faktor Eksternal (EFE) Data Primer/Sekunder
Matriks Analisis
INPUT
SWOT
EFE & IFE
PENCOCOKAN
QSPM AHP
KEPUTUSAN
Kebijakan Komersialisasi Pemberian Lisensi OUTPUT
Bakuan Komersialisasi Jagung Hibrida Hasil Invensi OUTCOME
Hasil Penelitian
Rancangan Komersialisasi Jagung Hibrida Hasil Invensi
PENULISAN HASIL PENELITIAN
Gambar 12. Kerangka alur pemikiran penelitian1 Berdasarkan kerangka alur penelitian (Gambar 12) dengan mengumpulkan permasalahan yang ditemui dalam upaya komersialisasi produk hasil invensi, khususnya pada jagung hibrida diperoleh 3 (tiga) faktor utama strategi komersialisasi jagung hibrida (Gambar 13), yaitu : 1
Diadaptasi dari penelitian Strategi Komersialisasi Produk Hasil Inovasi Badan Litbang Pertanian melalui Optimalisasi Model Kerjasama yang dibiayai KKP3T TA. 2011.
38
1. Sumber daya manusia (SDM), dimana indikatornya yaitu kesiapan dalam menunjang proses alih teknologi baik pada pelaksana proses alih teknologi, pemanfaat
alih
teknologi
(manajer
investor
selaku
pelisensor),
inventor/peneliti dan pengguna alih teknologi (petani/masyarakat secara luas). 2. Sarana, dimana indikatornya yaitu sistem komersialisasi termasuk didalamnya kesiapan dana dan bahan komersialisasi, yaitu : kebijakan alih teknologi termasuk didalamnya kesiapan organisasi dan pedoman valuasi invensi atau pricing technology, tata cara royalti termasuk pemanfaatannya bagi lembaga pelaksana litbang maupun inventor. 3. Hasil invensi, dimana indikatornya kesiapan hasil invensi termasuk didalamnya adanya risiko kegagalan pada hasil invensi.
Strategi Komersialisasi Produk Hasil Inovasi
SDM
Peneliti/Inventor
Pelaksana Alih Teknologi
Pemanfaat Alih Teknologi
Sistem Komersialisasi
Organisasi
Gambar 13.
Hasil Invensi/Inovasi
Sarana
Kebijakan
Tata cara royalti
Panduan
Kesiapan Produk Invensi
Risiko Produk
Skema permasalahan dan strategi komersialisasi/pemasaran produk hasil invensi (Balai PATP, 2010)
Selain itu untuk mencapai fokus strategi komersialisasi jagung hibrida hasil invensi yang berbasis kerjasama maka ketiga faktor yang perlu ditingkatkan, yaitu SDM, sarana komersialisasi dan ketersediaan hasil invensi/inovasi. Ketiga faktor tersebut sangat ditentukan oleh peran aktor pengambil kebijakan, pelaksana alih teknologi, manajer investor dan inventor. Melalui ketiga aktor tersebut tujuan dalam mengembangkan komersialisasi jagung hibrida hasil invensi dapat dicapai
39
dengan meningkatnya jumlah jagung hibrida hasil invensi yang dilisensi dan meningkatnya kinerja inventor jagung hibrida.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lokasi mitra/investor selaku pelisensor dan inventor jagung hibrida berada. Inventor keseluruhannya berada di Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros, Makassar dan mitra/investor berada di Subang, Semarang dan Sidoarjo. Lokasi penelitian tersebut ditentukan secara purposive dengan tujuan mengidentifikasi faktor-faktor eksternal dan faktor-faktor internal dari mitra/investor yang telah menjadi pelisensor dalam upaya mengkomersialisasikan jagung hibrida hasil invensi Badan Litbangtan. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juli hingga September 2011.
3.3. Narasumber Penelitian Oleh karena masih sedikitnya mitra/investor yang berperan sebagai pelisensor, maka keseluruhan mitra/investor selaku pelisensor jagung hibrida hasil invensi Badan Litbangtan yang berjumlah 3 (tiga) perusahaan, keseluruhannya digunakan sebagai narasumber, termasuk 9 (sembilan) inventor jagung hibrida yang terlibat dalam proses melaksanakan komersialisasi jagung hibrida hasil invensi. Selain narasumber investor dan inventor juga digunakan pendapat seorang pakar alih teknologi untuk mengkonfirmasi hasil yang diperoleh sekaligus yang menentukan bobot dan rating pada faktor-faktor yang diidentifikasi oleh narasumber. Keseluruhan narasumber dan pakar ditentukan tanpa pengacakan (purposive). Narasumber penelitian keseluruhannya diinterview dengan menggunakan kuesioner (Lampiran 1). Ketiga narasumber dari pihak mitra/investor antara lain 1 (satu) orang adalah direktur utama, 1 (satu) orang adalah manajer riset dan 1 (satu) orang adalah manajer operasional. Sedangkan untuk konfirmasi bobot dan rating digunakan pendapat 1 (satu) orang pakar alih teknologi untuk menilai bobot dan rating (Lampiran 2) pada faktor-faktor internal dan eksternal yang telah diidentifikasi dari jawaban kuesioner inventor dan mitra/investor.
40
Mitra/investor jagung hibrida ini umumnya baru sekitar 3 (tiga) tahun melaksanakan kerjasama lisensi dan secara keseluruhan ketiga mitra/investor merupakan perusahaan perdagangan di bidang pertanian. Sedangkan narasumber inventor keseluruhannya adalah pemulia jagung yang bertugas di Balai Penelitian Tanaman Serealia di Maros, Makassar dengan latar belakang pendidikan S1, S2 dan S3.
3.4. Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan melalui 2 (dua) cara, yaitu : a. Data primer : diperoleh dari jawaban kuesioner (Lampiran 1 dan 2) atas permasalahan dan kebutuhan strategi komersialisasi jagung hibrida hasil invensi dan hasil wawancara, serta diskusi kepada inventor dan pihak mitra/investor yang telah menjadi pelisensor jagung hibrida hasil invensi. Hasil interview fokus pada masalah, kebutuhan dan keputusan yang tepat terkait dengan pendapat narasumber, baik mitra/investor dan inventor serta pakar alih teknologi mengenai mekanisme kerjasama yang dibutuhkan. b. Data sekunder : diperoleh melalui studi kepustakaan pada disertasi, tesis dan jurnal ilmiah ataupun populer terkait upaya komersialisasi melalui kerjasama ataupun kemitraan iptek ataupun pemberian hak lisensi pada produk hasil invensi di bidang pertanian, khususnya pengembangan varietas. Data sekunder lainnya yaitu data-data penunjang yang diperoleh secara tidak langsung seperti riwayat kerjasama dan catatan proses partnership komersialisasi. Untuk mengetahui permasalahan, kebutuhan dan keputusan yang diperlukan baik bagi inventor/peneliti jagung hibrida maupun mitra/investor sebagai pelisensor dilakukan 3 (tiga) analisis pendahuluan, yaitu analisis masalah, analisis kebutuhan dan analisis keputusan.
3.4.1. Analisis Masalah Tahapan analisis
ini adalah analisis awal
yang dilakukan guna
mengidentifikasi masalah, termasuk kelemahan dan kekurangan sistem kerjasama yang telah terlaksana yaitu melalui pemberian hak lisensi terhadap mitra/investor selaku mitra kerjasama dan inventor selaku pemilik lisensi.
41
Hasil analisis masalah yang ada pada mitra/investor dan inventor, kemudian disusun menjadi suatu rumusan kebutuhan mekanisme kerjasama. Pernyataan kebutuhan yang diperlukan menjadi masukan bagi pengembangan strategi komersialisasi. Jumlah narasumber dari mitra/investor selaku pelisensor yang masih melanjutkan lisensi adalah 3 (tiga) perusahaan dan 9 (sembilan) peneliti/inventor jagung hibrida kemudian didata masalah sistem komersialisasinya. Dari kedua belah pihak mitra/investor dan inventor yang “Tidak Puas” dengan strategi yang ada saat ini, maka dapat disimpulkan dibutuhkan suatu pengembangan strategi komersialisasi yang dapat lebih meningkatkan komersialisasi jagung hibrida hasil invensi agar dapat lebih banyak lagi dilisensikan kepada mitra/investor. Penilaian atas identifikasi mekanisme kerjasama tersebut dibagi atas : (a) Sangat penting (very important) dengan skor 5; (b) Penting (important) dengan skor 4; (c) Ragu-ragu (average) dengan skor 3; (d) Kurang penting (not that important) dengan skor 2; (e) Tidak penting (not important) dengan nilai 1. Adapun faktor yang akan menjadi kriteria penentu dalam strategi komersialisasi akan menjadi pertanyaan dalam kuesioner (Tabel 8).
Tabel 8. Daftar faktor yang akan dinilai dalam kuesioner Faktor Sumber Daya Manusia (SDM) Profil Investor Profil Inventor Profil Pelaksana Alih Teknologi Sarana/Prasarana Sistem Komersialisasi Kebijakan Alih Teknologi Valuasi Invensi (Pricing Technology) Tata cara Royalti Teknologi/Hasil Invensi Kedudukan/posisi invensi pada daur teknologi Kebaruan dan langkah inventif Tahap pengembangan teknologi Kemudahan pengembangan produksi Daya saing produk
42
3.4.2. Analisis Kebutuhan Analisis kebutuhan dilakukan untuk mengetahui kebutuhan-kebutuhan dalam kerjasama untuk upaya komersialisasi jagung hibrida hasil invensi. Pada analisis ini digunakan skala Likert (Tabel 9) untuk beberapa faktor yang menjadi indikator dalam kerjasama komersialisasi. Faktor-faktor tersebut yaitu (1) Penyediaan layanan kerjasama, termasuk fasilitasi lembaga berupa memorandum of understanding (MOU), informasi hasil invensi, fasilitisasi temu bisnis, termasuk analisis prospek bisnis hasil invensi; (2) Fasilitasi pendampingan, termasuk adanya layanan pendampingan (technical service) dari inventor, keterbukaan hasil invensi, serta layanan lainnya; dan (3) Jaminan aturan kerjasama, termasuk tata cara pembagian royalti, layanan perencanaan bisnis, rambu-rambu aturan kerjasama, dan adanya sanksi bila ada pelanggaran dari aturan kerjasama.
Tabel 9. Skor skala likert analisis kebutuhan Kriteria Tidak penting Kurang penting Penting Sangat Penting
Nilai 1 2 4 5
3.4.3. Analisis Keputusan Dari hasil analisis masalah dan analisis kebutuhan kemudian dilakukan analisis keputusan terhadap strategi komersialisasi yang menjadi usulan apakah tetap dilanjutkan atau tidak. Analisis keputusan tersebut dilakukan dengan menyusun matriks QSPM dan kemudian diuji dengan membandingkan nilai AS (Attractiveness Score) dan TAS (Total Attractiveness Score), nilai tertinggi menunjukkan peringkat pertama alternatif strategi yang terbaik. Nilai TAS merupakan hasil perkalian bobot dengan masing-masing dengan nilai AS.
3.5. Konsep Operasional Pemahaman mengenai obyek yang diteliti termasuk beberapa istilah perlu dijelaskan untuk menghindari adanya penafsiran yang berbeda terhadap masalah yang sama dan menghindari adanya duplikasi maupun pengabaian dalam
43
pengumpulan data. Dengan demikian diharapkan ada persamaan pemahaman atas obyek yang diteliti. Berapa konsep operasional pada penelitian ini adalah : 1. Produk hasil inovasi (PHI) adalah hasil kegiatan penelitian yang berupa produk invensi seperti varietas, formula, proses, model, prototipe atau jasa. 2. PHI yang dilisensi adalah hasil kegiatan penelitian yang sudah dilisensikan. 3. PHI yang diadopsi adalah hasil kegiatan penelitian yang sudah dimanfaatkan secara meluas di masyarakat (adopsi). 4. Perjanjian
lisensi
adalah
perjanjian
pengalihan
pengelolaan
dan
pendayagunaan invensi dari pemilik invensi kepada pengguna invensi melalui lisensi. 5. Lisensi adalah ijin penggunaan/pemanfaatan hasil invensi dalam jangka waktu dan syarat tertentu yang diberikan pemilik invensi kepada pengguna berdasarkan perjanjian antar kedua belah pihak. 6. Pelaksana Alih Teknologi adalah orang yang bekerja melaksanakan proses alih teknologi dari hasil teknologi yang telah teridentifikasi nilai komersialnya. 7. Pengambil Kebijakan Kerjasama adalah pihak manajerial dalam organisasi yang berhak memutuskan terjalinnya kerjasama dalam penelitian ataupun kerjasama dalam alih teknologi, yaitu direktur mitra/investor atau kepala unit kerja/kepala balai. 8. Peneliti/Inventor adalah orang yang bekerja sebagai peneliti dan menghasilkan invensi yang baru. 9. Mitra/Investor adalah organisasi/perusahaan yang bermitra bersama dengan inventor melalui unit kerjanya dalam melaksanakan alih teknologi secara komersial. 10. Manajer R&D Mitra/Investor adalah pihak manajerial perusahaan/investor yang terlibat langsung pada kelanjutan kerjasama lisensi. 11. Business Plan (Perencanaan Bisnis) adalah perencanaan sisi bisnis atas hasil invensi untuk pengembangan secara komersial demi mencapai keuntungan yang diharapkan. 12. Technical Service (Pendampingan Teknis) adalah layanan pendampingan/ asistensi bagi investor dari inventor sehingga invensi dapat optimal hasilnya.
44
13. Kurva daur hidup teknologi adalah skema penggambaran siklus hidup teknologi yang digambarkan sebagai kurva s. 14. Kebijakan alih teknologi adalah kebijakan alih teknologi dalam rangka pengalihan kemampuan memanfaatkan dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi antar lembaga, badan atau orang, baik yang berada dalam lingkungan dalam negeri maupun yang berasal dari luar negeri ke dalam negeri atau sebaliknya. 15. Royalti adalah kompensasi bernilai ekonomis dalam rangka alih teknologi yang diberikan oleh penerima alih teknologi kepada pemilik invensi. 16. Fleksibel adalah sifat mudah menyesuaikan dengan keadaan. 17. Kompatibel adalah sifat mudah dipakai sesuai dengan fungsinya. 18. Plagiasi adalah peniruan atas hasil invensi bisa yang sifatnya peniruan sebagian atau bahkan pada keseluruhan bagian invensi. 19. BUSS (Baru, Unik, Stabil dan Seragam) adalah 4 (empat) kontribusi sifat invensi yang harus ada sebelum sebuah invensi dikomersialisasikan dan layak dikatakan sebagai sebuah invensi. 20. Promosi adalah kegiatan pengenalan invensi baik itu hanya berupa seminar, ekspose, atau bahkan round table meeting dimana investor mencari teknologi/invensi yang terbaru yang sesuai dengan kebutuhannya. 21. Pra Lisensi adalah masa pada saat status HKI belum definitif dimana mitra melakukan kerjasama penelitian partisipatif sejak penelitian hulu (proses perakitan teknologi) atau pada penelitian hilir (uji multilokasi, uji efektifitas/efikasi, uji pasar, dll) dan kemudian berhak memperoleh prioritas sebagai pemegang pra lisensi atau lisensi. 22. Valuasi invensi adalah penetapan nilai/penentuan harga/penentuan nilai atas hasil invensi yang menunjukkan nilai atau harga suatu invensi/teknologi sebagai dasar untuk penetapan besarnya royalti baik yang dibayar di muka sekaligus atau secara regular perwaktu.
3.6. Pengolahan dan Analisis Data Dari interview dengan kedua pihak narasumber, mitra/investor dan inventor akan diperoleh faktor-faktor. Faktor-faktor yang terkumpul tersebut, kemudian
45
dikelompokkan sebagai faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman). Kemudian masing-masing faktor ditentukan bobot dan ratingnya oleh pakar yang mampu memberikan pendapatnya dalam memberikan bobot dan rating pada masing-masing faktor internal dan faktor eksternal. Keseluruhannya merupakan input dasar yang digunakan untuk menyusun beberapa matriks sebelum akhirnya sampai pada tahapan AHP.
3.6.1. Penyusunan Matriks Perumusan strategi yang digunakan dibagi dalam 3 (tiga) tahap, yaitu : 1. Tahap I (Tahap Input) dalam kerja perumusan strategis terdiri dari: a. Matriks IFE b. Matriks EFE Matriks IFE dan EFE adalah matriks faktor-faktor internal dan eksternal jagung hibrida hasil invensi yang disusun berdasarkan pada kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dimiliki dan dihadapi jagung hibrida hasil invensi yang berkaitan dengan kegiatan komersialisasi dalam rangka alih teknologi. Matriks
IFE
digunakan
untuk
menganalisa
faktor-faktor
internal,
mengklasifikasikannya pada kekuatan dan kelemahan bagi jagung hibrida hasil invensi, kemudian dilakukan pembobotan (Tabel 9). Sedangkan Matriks EFE digunakan untuk menganalisa faktor-faktor eksternal, yaitu peluang dan ancaman. Tahap-tahap dalam mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal dalam matriks IFE dan EFE (Umar, 2008), yaitu: a. Buat daftar critical success factor (CSF) (faktor-faktor utama yang mempunyai dampak penting pada kesuksesan atau kegagalan) untuk aspek eksternal yang mencakup peluang dan ancaman bagi jagung hibrida hasil invensi. b. Tentukan bobot dari faktor-faktor utama tadi dengan skala yang lebih tinggi bagi yang berprestasi tinggi dan begitu pula sebaliknya. Jumlah seluruh bobot harus 1,0. Nilai bobot dicari dan dihitung dari rata-rata produk invensi di bidang pertanian, khususnya varietas. c. Tentukan rating untuk setiap faktor-faktor penentu dengan nilai antara 1 sampai dengan 4, dimana :
46
1 = di bawah rataan; 2 = rataan; 3 = di atas rataan; dan 4 = sangat bagus
Tabel 10. Matriks IFE Bobot (a)
Faktor Strategis Internal
Rating (b)
Skor (c)
Kekuatan 1. 2. . . 10. Kelemahan 1. 2. . . 10. Total
Sumber : David, 2009.
Rating ditentukan berdasarkan efektifitas strategi komersialisasi. a. Kalikan nilai bobot (a) dengan nilai ratingnya (b) untuk mendapatkan skor (c) untuk semua faktor-faktor utama. b. Jumlahkan semua skor untuk mendapatkan skor total. Nilai total skor matriks EFE 4,0, mengindikasikan bahwa Badan Litbangtan merespon dengan cara yang
luar
biasa
terhadap
peluang-peluang
yang
ada
dan
mampu
mengantisipasi ancaman pesaingnya. Nilai rata-rata adalah total skor 2,5. Nilai total skor IFE di atas 2,5 menunjukkan posisi internal yang kuat.
2. Tahap II (Tahap Pencocokan), berfokus pada penciptaan alternatif strategi yang layak dengan mencocokkan faktor eksternal dan faktor internal kunci, melalui Matriks Kekuatan-Kelemahan-Peluang-Ancaman (SWOT). a. Langkah pertama, buat daftar kekuatan kunci internal; b. Langkah kedua, buat daftar kelemahan kunci internal; c. Langkah ketiga, buat daftar peluang eksternal;
47
d. Langkah keempat, buat daftar ancaman eksternal; e. Langkah kelima, cocokkan kekuatan-kekuatan internal dan peluangpeluang eksternal, dan catat hasilnya dalam sel Strategi SO (Strengths dan Opportunities) atau strategi intensif; f. Langkah keenam, cocokkan kelemahan-kelemahan internal dengan peluang-peluang eksternal dan catat hasilnya dalam sel Strategi WO (Weaknesess dan Opportunities) atau strategi turn arround. g. Langkah ketujuh, cocokkan kekuatan-kekuatan internal dengan ancamanancaman eksternal, dan catat hasilnya dalam sel Strategi ST (Strengths dan Threaths) atau strategi diversifikasi. h. Langkah kedelapan, cocokkan kelemahan-kelemahan internal dengan ancaman-ancaman eksternal, dan catat hasilnya dalam sel Strategi WT (Weaknesess dan Threats) atau strategi defensif/konsolidasi. Perlu diketahui bahwa kegunaan dari setiap alat pada Matching Stage adalah untuk mengembangkan strategi alternatif yang fisibel untuk dilaksanakan, bukan untuk memilih atau menentukan strategi mana yang terbaik.
3. Tahap III (Tahap Keputusan), melibatkan strategi tunggal berupa Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif (QSPM). Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif menggunakan input dari tahap satu untuk mengevaluasi secara objektif alternatif-alternatif strategi yang layak dan dengan demikian memberikan dasar tujuan untuk memilih strategi yang spesifik (David, 2009). Dalam perumusan strategi yang dipilih adalah Matriks IFE-EFE, Analisis SWOT dan Analisis QSPM. Tahap penyusunan matriks QSPM adalah : a. Membuat daftar peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan di kolom sebelah kiri QSPM. Informasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman, ini diperoleh dari matriks IFE dan EFE. b. Beri bobot (a) pada masing-masing faktor kunci sukses eksternal dan faktor kunci sukses internal. Bobot ini juga sama dengan yang ada di matriks IFE dan matriks EFE.
48
c. Teliti matriks-matriks pada b) dan identifikasi strategi alternatif yang pelaksanaannya harus dipertimbangkan. Catat strategi-strategi ini di bagian atas baris QSPM. Kelompokkan strategi-strategi tersebut ke dalam kesatuan mutually exclusive, jika memungkinkan. d. Tentukan Attractiveness Score (AS), yaitu nilai yang menunjukkan kemenarikan relatif untuk masing-masing strategi yang terpilih. AS ditetapkan dengan cara meneliti masing-masing faktor kunci sukses internal dan faktor kunci sukses eksternal. Tentukan bagaimana peran dari tiap faktor dalam proses pemilihan strategi yang sedang dibuat. Jika, dari peran tersebut adalah besar, maka strategi-strateginya harus dibandingkan relatif pada faktor utama itu. Secara rinci, nilai AS harus ada pada masing-masing strategi untuk menunjukkan kemenarikan relatif dari satu strategi terhadap strategi lainnya. Batasan nilai Attractiveness Score adalah 4 = sangat menarik, 3 = secara logis menarik, 2 = agak menarik dan 1 = tidak menarik. e. Hitunglah Total Attractiveness Score (TAS). Total Attractiveness Score didapat dari perkalian bobot (b) dengan AS (d) pada masing-masing baris. TAS menunjukkan relative attractiveness dari masing-masing alternatif strategi. f. Selanjutnya hitung Sum Total Attractiveness Score (STAS). Jumlahkan semua Total Attractiveness Scores pada masing-masing kolom QSPM dari beberapa nilai TAS yang didapat, nilai TAS dari alternatif strategi yang tertinggi yang menunjukkan bahwa alternatif strategi tersebut yang menjadi pilihan utama. Nilai TAS terkecil menunjukkan bahwa alternatif strategi ini menjadi pilihan terakhir. Tabel 11. Contoh Matriks QSPM CSF
Bobot
a Peluang Ancaman Kekuatan Kelemahan Total Sumber : Umar, 2008.
Strategi Pertumbuhan Intensif (AS) b
(TAS) axb
Strategi Pertumbuhan Integratif (AS) (TAS) c axc
Strategi Diversifikasi (AS) d
(TAS) axd
49
3.6.2. Penyusunan Struktur Analytical Hierarchy Process (AHP) Penentuan strategi alternatif strategi komersialisasi jagung hibrida hasil invensi dilakukan dengan AHP dengan bantuan program Expert Choice 2000. AHP digunakan untuk menentukan peringkat beberapa alternatif strategi yang sudah diperoleh dari analisis SWOT dan QSPM. Langkah dalam menyusun struktur dilakukan dengan mendefinisikan fokus goal yang ingin dicapai melalui beberapa faktor yang paling berpengaruh sebagai unsur faktor pada tingkat 2 (dua), aktor yang berperan pada pencapaian fokus goal pada tingkat 3 (tiga), tujuan yang berperan pada pencapaian fokus goal pada tingkat 4 (empat), dan alternatif strategi yang dapat menjadi prioritas pada tingkat 5 (lima).
3.6.3. Kerangka Kerja AHP Kerangka kerja AHP terdiri dari 8 (delapan) langkah utama (Saaty, 1993) berikut : 1.
Mendefinisikan persoalan dan merinci pemecahan persoalan yang diinginkan. Hal yang perlu diperhatikan dalam langkah ini adalah penguasaan masalah secara mendalam, karena yang menjadi perhatian adalah pemilihan tujuan, kriteria, kreativitas dan elemen-elemen yang menyusun struktur hirarki. Komponen
sistem
dalam
hirarki
dapat
diidentifikasi
berdasarkan
kemampuan para analis untuk menemukan unsur-unsur yang dilibatkan dalam suatu sistem dan dapat dilakukan dengan memperoleh informasi yang relevan dengan masalah yang sedang dihadapi. 2.
Membuat struktur hirarki dari sudut pandang manajemen secara menyeluruh. Penyusunan hirarki berdasarkan pada jenis keputusan yang akan diambil. Setiap set unsur dalam hirarki menduduki satu tingkat hirarki. Pada tingkat puncak hirarki hanya terdiri dari satu unsur yang disebut fokus, yaitu sasaran keseluruhan yang bersifat luas. Tingkat berikutnya dapat terdiri dari beberapa unsur yang dibagi dalam kelompok homogen, yang berjumlah antara 5 (lima) sampai 9 (sembilan) unsur, agar dapat dibandingkan dengan unsur-unsur yang berada di tingkat atasnya. Tahap ini tetap melibatkan
50
responden
dengan
tujuan
agar
responden
mulai
memahami
alur
pertimbangan yang akan dilakukan berdasarkan struktur hirarki yang dihasilkan. 3.
Menyusun matriks banding berpasangan. Dalam matriks ini (Tabel 12), pasangan-pasangan unsur dibandingkan berkenaan dengan kriteria di tingkat yang lebih tinggi, dimulai dari puncak hirarki untuk fokus goal yang merupakan dasar untuk melakukan perbandingan berpasangan antar unsur yang terkait
dengan yang
dibawahnya. Menurut perjanjian suatu unsur yang ada di sebelah kiri diperiksa perihal dominasi atas yang ada di sebelah kiri suatu elemen di puncak matriks (pembandingan pertama dilakukan pada level kedua terhadap fokus goal). Pada tahap ini responden tidak dilibatkan, karena matriks banding berpasangan hanya disusun berdasarkan hirarki yang telah dibuat sebelumnya. Tabel 12. Contoh matriks banding berpasangan F1 1 F1 1/3 F2 1/5 F3 1/7 F4 Sumber : Dermawan, 2005.
4.
F2 3 1
F3 5
F4 7
1 1
Mengumpulkan semua pertimbangan yang diperlukan dari hasil matriks banding berpasangan antar unsur pada langkah 3. Setelah matriks banding berpasangan selesai dibuat, maka langkah selanjutnya adalah melakukan pembandingan berpasangan antara unsur pada kolom ke-i dengan setiap unsur pada baris ke-j yang berhubungan dengan fokus goal. Pembandingan berpasangan antar unsur dilakukan dengan pertanyaan. Seberapa kuat unsur baris ke-i didominasi atau dipengaruhi oleh fokus goal dibandingkan dengan kolom ke-j. Untuk mengisi matriks banding berpasangan digunakan skala banding yang dijelaskan pada Tabel 12.
51
5.
Memasukkan nilai kebalikan beserta bilangan 1 sepanjang diagonal utama dan di bawah diagonal utama diisi dengan nilai-nilai kebalikannya. Matriks di bawah diagonal utama diisi dengan nilai-nilai kebalikannya. Misalnya elemen F12 memiliki nilai 3, maka nilai unsur F21 adalah kebalikannya, yaitu 1/3. setelah itu prioritas dicari dan konsistensinya diuji. Contoh penjelasan lebih lanjut dapat dilihat pada Tabel 12.
6.
Melaksanakan langkah 3, 4, dan 5 untuk semua tingkat dan gugusan dalam hirarki. Pembandingan dilanjutkan untuk semua elemen atau elemen pada setiap tingkat keputusan yang terdapat pada hirarki, berkenaan dengan kriteria unsur di atas. Ada 2 (dua) macam matriks pembanding yang dipakai dalam AHP, yaitu: a. Matriks Pendapat Individu (MPI) MPI adalah matriks hasil pembandingan oleh individu. Unsurnya disimbolkan oleh aij, yaitu unsur matriks baris ke-i dan kolom ke-j. Gambar matriks pendapat individu dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Skala utama model AHP Intensitas Definisi Kepentingan 1 Equal Importance 3
Moderate Importance
5
Strong Importance
7
Very Strong Importance
9
Extreme Importance
2,4,6,8
Nilai kompromi atas nilai-nilai di atas
Sumber: Dermawan, 2005.
Penjelasan Dua aktivitas memberikan kontribusi sama terhadap tujuan Pengalaman dan penilaian memberikan nilai tidak jauh berbeda antara satu aktivitas terhadap aktivitas lainnya Pengalaman dan penilaian memberikan nilai kuat berbeda antara satu aktivitas terhadap aktivitas lainnya Satu aktivitas sangat lebih disukai dibandingkan aktivitas lain Satu aktivitas secara pasti menempati urutan tertinggi dalam tingkatan preferensi Penilaian kompromi secara numeris dibutuhkan semenjak tidak ada kata yang tepat untuk menggambarkan tingkat preferensi
52
Tabel 14. Matriks pendapat individu (Saaty, 1993) G
A1
A2
...
An
A1
a11
a12
...
a1n
A2
a21
a22
...
a2n
...
...
...
...
...
An
an1
an2
...
anm
b. Matriks Pendapat Gabungan (MPG) MPG merupakan matriks baru yang unsurnya berasal dari rataan geometrik pendapat individu yang rasio inkonsistensinya lebih kecil atau sama dengan 0.1 atau 10%. Unsurnya disimbolkan oleh gij yaitu elemen matriks baris ke-i dan kolom ke-j. Untuk lebih jelas pada Tabel 15 dapat dilihat bentuk MPG.
Syarat-syarat MPG yang bebas dari konflik tersebut adalah: a.
Pendapat masing-masing individu pada baris dan kolom yang sama memiliki selisih kurang dari empat satuan antara nilai dari pendapat individu yang tertinggi dengan yang terendah.
b.
Tidak terdapat angka kebalikan pada baris dan kolom yang sama. Rumus matematika untuk rata-rata geometrik adalah : m
g ij
gij (aij) k m
n
a ij k
................................................................. (1)
k 1
= = = =
elemen MPG baris ke-i kolom ke-j elemen baris ke-i kolom ke-j dari MPI ke-j indeks MPI dari individu ke-k yang memenuhi syarat jumlah MPI yang memenuhi syarat
Tabel 15. Matriks pendapat gabungan (Saaty, 1993) G
G1
G2
....
Gn
G1
g11
g21
....
g1n
G2
g21
g22
....
g2n
...
g31
g23
....
Gn
gn1
gn2
....
gnn
53
7.
Mensintesis prioritas untuk melakukan pembobotan vektor-vektor prioritas. Pengolahan matriks terdiri dari 2 (dua) tahap, yaitu pengolahan horizontal
dan pengolahan vertikal. a.
Pengolahan horizontal, yaitu terdiri dari penentuan vektor prioritas, uji konsistensi dan revisi pendapat bila diperlukan. Tahapan perhitungan dalam pengolahan horizontal adalah :
1) Perkalian baris (Z) dengan rumus n
Zi =
n
a
ij
............................................................... (2)
k 1
(i,j = 1,2,3,...n)
2) Perhitungan Vektor Prioritas atau Eigen Vektor dengan rumus n n
a
ij
k 1
VPi =
n
a n
i 1
......................................................... (3)
n ij
k 1
VP = (VPi), untuk i = 1,2,3....,n 3) Perhitungan Eigen Maks dengan rumus VA = aij VP ........................................................... (4) dengan VA = (VAi) VB =
VA VP
........................................................... (5)
dengan VB = (Vbi)
maks
1 n vbi ............................................................ (6) n i 1
untuk i = 1,2,3,....,n 4) Perhitungan Consistency Index (CI) dengan rumus CI =
maks n n 1
........................................................... (7)
54
5) Perhitungan Ratio Consistency (CR) dengan rumus CR =
CI RI
............................................................. (8)
RI : Random Index yang dikeluarkan oleh Oak Ridge Laboratory (Saaty, 1993) dari matriks berorde 1 s/d 15 yang menggunakan contoh berukuran 100 (Tabel 17). b. Pengolahan vertikal, yaitu menyusun prioritas pengaruh setiap unsur pada tingkat hirarki keputusan tertentu terhadap sasaran utama atau fokus. Apabila CVij didefinisikan sebagai nilai prioritas pengaruh unsur ke-j pada tingkat ke-i terhadap sasaran utama, maka : CVij =
CH t, i 1 VW i 1 ij
Untuk
t
i = 1,2,3,...n j = 1,2,3,...n t = 1,2,3,...n Tabel 16. Nilai Random Index matrik berorde 1 s/d 15
N
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
RI
0,00
0,00
0,58
0,90
1,12
1,24
1,32
1,41
1,45
1,49
1,51
1,48
1,56
1,57
1,59
Sumber: Fewidarto, 1996
8.
Mengevaluasi konsistensi untuk seluruh hirarki Langkah ini dilakukan dengan mengalikan setiap indeks konsistensi dengan prioritas kriteria yang bersangkutan dan menjumlah hasil kalinya. Hasil ini dibagi dengan pernyataan sejenis yang menggunakan indeks konsistensi acak yang sesuai dengan dimensi dari masing-masing matriks. Dengan cara yang sama, setiap indeks konsistensi acak juga dibobot berdasarkan prioritas kriteria yang bersangkutan dan hasilnya dijumlahkan. Rasio konsistensi ini harus bernilai 10% atau kurang, jika tidak mutu informasi harus ditinjau kembali dan diperbaiki, antara lain dengan memperbaiki cara menggunakan pertanyaan pada saat pengisian ulang kuesioner dan dengan lebih mengarahkan responden membuat perbandingan berpasangan. Tahapan ini dilakukan dengan menggunakan komputer dimana rasio konsistensi diperoleh secara otomatis setelah input setiap matriks dimasukkan seluruhnya pada software Expert Choice 2000.
55
Untuk langkah pertama sampai langkah ke enam, pengolahan dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excell 2007, sedangkan untuk langkah ke tujuh sampai langkah ke delapan, pengolahan data dengan menggunakan software Expert Choice 2000. Metode AHP digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh dalam pemilihan strategi komersialisasi yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan permasalahan yang dimiliki oleh mitra investor, khususnya keputusan yang diambil guna meningkatkan komersialisasi jagung hibrida hasil invensi agar lebih banyak lagi dilisensikan kepada mitra/investor.
56
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Badan Litbang Pertanian Badan Litbangtan merupakan lembaga penelitian di bidang pertanian dibawah Kementerian Pertanian yang mengemban tugas, pokok dan fungsi pelayanan pada penelitian dan pengembangan pertanian demi mendukung pembangunan di bidang pertanian. Sesuai dengan Undang-undang No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi disebutkan dalam pasal 16, bahwa Perguruan Tinggi dan
Lembaga
Litbang
wajib
mengusahakan
alih
teknologi
kekayaan
intelektualnya dan berhak menggunakan pendapatan yang diperolehnya untuk mengembangkan
diri.
Selanjutnya
Undang-undang
ini
diperjelas
oleh
diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2005 tentang Alih Teknologi
Kekayaan
Pengembangan
oleh
Intelektual Perguruan
serta
Hasil
Kegiatan
Penelitian
dan
Tinggi
dan
Lembaga
Penelitian
dan
Pengembangan. Pada PP No. 20 Tahun 2005 tersebut disebutkan pada beberapa pasal, seperti : a. Pasal 5, 6, 7, 8, 9, dan 10 : kepemilikan HKI dan pengaturan kepemilikannya. b. Pasal 14 dan 15 : alih teknologi dapat dilakukan, baik komersial dan non komersial. c. Pasal 16 dan 17 : Perguruan Tinggi dan Lembaga Litbang wajib membentuk lembaga pengelola KI dan alih teknologi dan diatur lebih lanjut oleh pimpinan Perguruan Tinggi dan Lembaga Litbang. d. Pasal 20 : Alih teknologi KI dapat dilaksanakan melalui mekanisme lisensi, kerja sama, pelayanan iptek dan publikasi. e. Pasal 38 : Pendapatan dari hasil alih teknologi dapat digunakan langsung untuk meningkatkan anggaran UK/UPT, memberi insentif kepada inventor, memperkuat unit pengelola alih teknologi, memperkuat sumber daya iptek, dan memperluas jaringan kerja sama iptek. Oleh karenanya pelaksanaan komersialisasi hasil-hasil invensi Badan Litbangtan diupayakan dengan berpegang pada keseluruhan aturan tersebut.
56
57
4.1.1. Sejarah Badan Litbang Pertanian Badan Litbangtan didirikan sejak 26 Agustus 1974 melalui Keppres No. 45/1974 tentang Susunan Organisasi Departemen. Di dalam Lampiran Keputusan Presiden tersebut disebutkan bahwa Badan Litbangtan berada dibawah koordinasi Departemen Pertanian, dan saat ini menjadi Kementerian Pertanian. Tugas, pokok dan fungsi Departemen Pertanian sebagaimana disebutkan dalam Keputusan tersebut yaitu menyelenggarakan sebagian tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang pertanian. Fungsi strategis ini terus berkembang dan memperkuat organisasi Badan Litbangtan sebagai lembaga penelitian pemerintah khusus di bidang pertanian.
4.1.2. Visi dan Misi Badan Litbang Pertanian Badan Litbangtan selaku organisasi pemerintah yang bergerak dalam bisnis proses litbang pertanian mempunyai visi menjadi lembaga litbang pertanian berkelas dunia yang menghasilkan dan mengembangkan inovasi teknologi pertanian untuk mewujudkan pertanian industrial unggul berkelanjutan berbasis sumberdaya lokal. Salah satu misi Badan Litbangtan, yaitu: mengembangkan jaringan kerjasama nasional dan internasional dalam rangka penguasaan iptek dan peningkatan perannya dalam pembangunan pertanian (Badan Litbangtan, 2010). Visi dan misi Badan Litbangtan tersebut mendukung visi Kementerian Pertanian yaitu pertanian industrial unggul berkelanjutan yang berbasis sumberdaya lokal untuk meningkatkan kemandirian pangan, nilai tambah, ekspor, dan kesejahteraan petani. Visi dan misi Badan Litbangtan tersebut diarahkan guna mendukung program 4 (empat) target sukses pembangunan pertanian, yaitu (1) swasembada dan swasembada berkelanjutan; (2) penganekaragaman pangan; (3) peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor; dan (4) peningkatan kesejahteraan petani. Oleh karenanya, dalam rangka meningkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspor maka Badan Litbangtan perlu terus mengembangkan kemampuan inovasi dan invensinya guna meningkatkan daya saingnya sebagai lembaga litbang.
58
4.1.3. Bidang Usaha Sejak tahun 2008 Badan Litbangtan telah menyeleksi hasil inovasi unggulannya dan hingga tahun 2010 telah terseleksi hingga 200 inovasi teknologi dari sejumlah hasil invensinya (Tabel 17). Dari 200 inovasi unggulan tersebut, baru sekitar 13 invensi yang dilisensikan kepada investor, terdiri dari 5 varietas jagung, 2 varietas padi hibrida, 1 varietas kenaf, 4 macam pupuk, dan 1 pestisida hayati dan starter tepung cassava (Tabel 18).
Tabel 17. Produk Hasil Inovasi Badan Litbang Pertanian Jenis Varietas Padi Varietas Jagung Varietas Kedelai Varietas Kentang Varietas Bawang Merah Varietas Mangga Varietas Manggis Varietas Jeruk Varietas Anggrek Varietas Krisan Varietas Kapas Varietas Jahe Varietas Nilam Varietas Lada Varietas Kelapa Varietas Kelapa Sawit Varietas Tebu Klon Kopi Klon Kakao Klon Teh Galur Kambing Galur Domba Galur Ayam Galur Itik Paket Teknologi Teknologi Perbanyakan Ternak Teknologi Vaksin Antigen Kit Teknik Diagnostik Penyakit Teknologi Peningkatan Produktivitas Lahan Pemasalah Benih (SE) Prototipe Alsintan Teknologi Pasca Panen Rekomendasi Teknologi Spesifik Lokasi Total Sumber : Badan Litbangtan, 2010.
Banyaknya (buah) 32 12 7 3 2 4 2 4 7 7 5 7 3 7 5 2 5 3 6 5 2 2 2 2 12 3 13 8 10 12 1 10 8 64 277
59
Tabel 18. Hasil Invensi yang telah di Lisensi No.
Hasil Invensi
1.
Jagung Hibrida a. Varietas Bima 2 b. Varietas Bima 3 c. Varietas Bima 4 d. Varietas Bima 5 e. Varietas Bima 6 2. Padi Hibrida a. Varietas Maro b. Varietas Rokan 3. Kenaf 4. a. Pupuk Rhizoplus b. Pupuk BioFertilizer c. Pupuk BioBus d. Pupuk DSA 5. Biopestisida (Prima BF) 6. Bibit Starter Tepung Cassava (Biologically Modified Cassava Flour = BIMO CF) Sumber : Badan Litbangtan, 2010
Inventor
Pelisensi
Tim Peneliti Jagung Balit Sereal, Maros
PT. Bintang Timur Pasifik PT. Sumber Alam Sutera
Tim Peneliti Padi
PT. DuPont Indonesia
Dr. Sudjindro Dr. Rasti Saraswati
PT. Global Agrotek Nusantara PT. Hobson Interbuana Ind. PT. Nusa Palapa Gemilang PT. Bio Industri Nusantara PT. Bintang Timur Pasifik PT. Primasid Andalan Utama PT. Multi Prima Sejahtera, Tbk.
Ir. Hanuddin Misgiyarta, SP., Msi.
4.1.4. Struktur Organisasi Badan Litbangtan merupakan lembaga penelitian dengan organisasi yang besar dengan jumlah pegawai keseluruhan mencapai 8.202 orang dan sebanyak 2.069 orang adalah pejabat fungsional. Keseluruhannya di bidang komoditas tanaman pangan, perkebunan, hortikultura, peternakan, sosial ekonomi pertanian, mekanisasi pertanian, biogenetika, pasca panen, sumberdaya lahan pertanian serta pengkajian teknologi pertanian (Gambar 14).
4.1.5. Riset dan Pengembangan Sesuai dengan tugas dan fungsi Badan Litbangtan maka penelitian dan pengembangan yang dilaksanakan Badan Litbangtan dilakukan dalam rangka mendukung pembangunan pertanian. Anggaran untuk alokasi penelitian di Badan Litbangtan s/d tahun 2010 masih merupakan anggaran tertinggi dari keseluruhan anggaran belanja yaitu sekitar 60,35% dengan capaian varietas yang diperoleh untuk tanaman padi/palawija, sayuran, tanaman perkebunan dan tanaman hias keseluruhannya sebanyak 21 varietas hanya di tahun 2010 (Badan Litbangtan, 2010). Upaya Badan Litbangtan dalam mengembangkan kemampuan riset
60
SDMnya, masih merupakan pendanaan tertinggi pada anggaran yang mencapai 16,8% dan untuk tahun 2010 telah dialokasikan anggaran untuk 492 judul kegiatan penelitian. Oleh karenanya, Badan Litbangtan mempunyai potensi untuk menghasilkan invensi yang dapat dimanfaatkan secara luas oleh masyarakat, baik untuk komersial maupun non komersial (Badan Litbangtan, 2011).
BADAN LITBANGTAN SEKRETARIAT BADAN
PUSLITBANG TAN
PUSLITBANG HORTI
BB PADI
BALITSA
BALITKABI
BALITBU TROPIKA
BALIT SEREAL
BALITHI
PUSLITBANG BUN
BALITTRO
BALITTAS
PUSLITBANG NAK
BBALITVET
PSEKP
BBSDLP
BB PENGKAJIAN
BBPMP
BB BB BIOGEN PASCAPANEN
BALITNAK BALITTRA
BALITKA
PUSTAKA
31 BPTP
BALAI PATP
LOLITSAPI BALIT TANAH
LOLIT TUNGRO
BALIT JESTRO
BALITTRI
LOLIT KAMBING
BALIT KLIMAT BALINGTAN
Gambar 14. Struktur organisasi Badan Litbang Pertanian Tahun 2011 4.2. Kegiatan Bauran Pemasaran Hasil Invensi Kegiatan bauran pemasaran hasil invensi yang dilakukan Badan Litbangtan sampai saat ini dilakukan dalam rangka alih teknologi sebagaimana menjadi kewajiban lembaga penelitian seperti dicantumkan dalam UU No. 18/2002. Kegiatan-kegiatan pemasaran hasil invensi yang telah dilakukan antara lain dengan melaksanakan Round Table Meeting atau forum bisnis, melaksanakan pameran/expo agroinovasi dan melakukan promosi penawaran lisensi tunggal bagi mitra/investor yang datang dan memerlukan teknologi. Alih teknologi merupakan salah satu kegiatan bauran pemasaran yang dilakukan oleh lembaga penelitian. Kegiatan alih teknologi ini dilindungi oleh UU dan dilakukan dalam rangka komersialisasi agar diperoleh transformasi dan scale up invensi dari berbagai pihak dengan berbagai keahlian hingga menjadi produk baru dan dapat dipasarkan lebih luas lagi (Badan Litbangtan, 2011). Kerjasama
61
alih teknologi yang dilakukan di Badan Litbangtan dilakukan melalui beberapa mekanisme yaitu kerjasama, lisensi, pelayanan jasa konsultasi, dan pra lisensi (BPATP, 2010).
4.3. Analisis Pendahuluan Pengembangan Strategi Komersialisasi Jagung Hibrida Hasil Invensi 4.3.1. Analisis Masalah Hasil indepth interview dan analisis pernyataan (Lampiran 7 dan 8), diketahui bahwa 100% investor menyatakan ada masalah dalam kerjasama lisensi sedangkan dari inventor hanya 22,2% menyatakan ada masalah, 44,4% menyatakan tidak ada masalah dan sisanya tidak menjawab. Masalah yang dinyatakan investor yaitu mengenai adanya ketidaksesuaian hasil yang diperoleh dan masalah teknis dalam memperoleh bunga jantan dan bunga betina jagung hibrida.
Masalah
yang
dikemukakan
oleh
inventor
adalah
mengenai
mekanisme/model kerjasama. Dari analisis tersebut kemudian dilakukan analisis terhadap kebutuhan dan analisis terhadap mekanisme kerjasama lisensi yang sudah berjalan. Dari kuesioner analisis terhadap mekanisme kerjasama untuk faktor SDM, baik investor maupun inventor, memberikan pernyataan akan pentingnya peran pelaksana alih teknologi masing-masing 66,6% dan 100%. Selanjutnya untuk faktor sarana, investor menyatakan bahwa kebijakan alih teknologi dan tatacara royalti merupakan hal yang sangat penting 66,6% demikian pula halnya dengan inventor, tata cara pembagian royalti merupakan hal yang sangat penting (75%). Selanjutnya untuk faktor hasil invensi, investor menyatakan bahwa tahap pengembangan teknologi yang dicapai saat ini merupakan hal yang penting (100%) sedangkan bagi inventor, daya saing terhadap produk sejenis yang ada dipasar merupakan faktor yang sangat penting (100%). Perbaikan kerjasama menurut inventor dan investor adalah dengan memberikan peran aktif pelaksana alih teknologi, melaksanakan sosialisasi pelaksanaan alih teknologi dan mensosialisasikan tata cara pembagian royalti termasuk memberikan informasi yang jelas mengenai hasil invensi yang akan dilisensi.
62
4.3.2. Analisis Kebutuhan Analisis ini dilakukan untuk mengetahui kebutuhan khusus dari kerjasama lisensi. Dari hasil analisis kebutuhan diketahui bahwa beberapa fasilitas kerjasama yang dibutuhkan oleh investor dan dianggap penting (100%) adalah (1) adanya lembaga yang berperan dalam pelaksanaan alih teknologi; (2) adanya fasilitasi temu bisnis; dan (3) adanya kesempatan untuk melakukan analisis prospek bisnis sesuai dengan karakter invensi yang akan dilisensi. Sedangkan menurut inventor hal yang dianggap sangat penting adalah (1) keterbukaan informasi hasil invensi yang akan dikomersialisasikan (77,8%); (2) fasilitasi MOU dalam kerjasama (66,7%); (3) tersedianya tata cara kerjasama yang menentukan pembagian royalti termasuk adanya layanan perencanaan bisnis (66,7%). Sedangkan yang menurut inventor penting yaitu (1) investor memperoleh transparansi hasil (66,7%); (2) adanya aturan pendampingan dari inventor guna jaminan mutu hasil (55,6%) dan pendampingan perencanaan bisnis dilakukan dari pihak BPATP sebagai pendamping alih teknologi (55,6%).
4.3.3. Analisis Keputusan Hasil identifikasi awal akan masalah kerjasama tersebut memberikan gambaran akan pentingnya memperbaiki kerjasama lisensi yang telah berjalan. Salah satunya dengan melaksanakan evaluasi dan verifikasi atas kerjasama lisensi yang sudah berjalan pada hasil-hasil invensi Badan Litbangtan, khususnya pada hasil invensi jagung hibrida. Evaluasi dilaksanakan dalam rangka perbaikan fasilitasi kerjasama guna meningkatkan jumlah hasil invensi yang dilisensikan kepada investor.
4.4. Analisis Pengembangan Strategi Komersialisasi Pengembangan strategi komersialisasi jagung hibrida hasil invensi dimulai dari analisis terhadap lingkungan internal dan lingkungan eksternal guna ekstraksi matriks IFE dan EFE. Selanjutnya diikuti dengan pendekatan analisis SWOT. Pendekatan analisis SWOT digunakan untuk merumuskan dan menghasilkan sejumlah strategi yang dapat digunakan untuk memperbaiki komersialisasi pada
63
jagung hibrida hasil invensi Badan Litbangtan melalui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman.
4.4.1. Identifikasi CSF Pengembangan Strategi Komersialisasi Jagung Hibrida Identifikasi kunci sukses kritis (critical success factor) diperoleh dari jawaban narasumber atas kuesioner dan pernyataan selama wawancara mendalam pada inventor dan mitra/investor jagung hibrida selaku narasumber, terhadap faktor-faktor internal dan faktor-faktor eksternal yang merupakan kunci sukses kritis
yang
berdampak
penting
terhadap
kesuksesan/kegagalan
dalam
melaksanakan komersialisasi di Badan Litbangtan. Identifikasi ini kemudian dikonfirmasikan pada pakar alih teknologi yang ada di BPATP.
4.4.1.1. Analisis faktor strategi internal Analisis strategi internal meliputi kekuatan (strengths = S) dan kelemahan (weaknesses = W). Hasil analisis terhadap kekuatan dan kelemahan sebagaimana disajikan pada Tabel 19.
Tabel 19. Faktor strategi internal No 1. 2. 3. 4. 5.
Faktor Kunci Internal Kekuatan (Strengths) SDM berpengalaman Lemlit pertanian yang kuat Sarana/Prasarana memadai Hasil invensi dibutuhkan Kebijakan alih teknologi
1. 2. 3. 4. 5.
Kelemahan (Weaknesses) Pembiayaan pemerintah Hasil Invensi belum stabil di lapangan Sistem komersialisasi invensi Birokrasi kerjasama Royalti kekayaan intelektual
Faktor internal kekuatan yang pertama adalah SDM yang berpengalaman. Faktor ini merupakan faktor yang menjadikan Badan Litbangtan berkompeten dalam menghasilkan benih jagung hibrida yang lebih baik lagi. Investasi Badan
64
Litbangtan untuk peningkatan SDM dilakukan melalui penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan gelar dan non gelar baik di dalam dan luar negeri. Faktor kekuatan kedua adalah Lembaga Penelitian (lemlit) pertanian yang kuat. Sampai saat ini lembaga penelitian pemerintah yang khusus menunjang pembangunan pertanian adalah Badan Litbangtan. Kerjasama Badan Litbangtan dengan lembaga penelitian jagung internasional juga tetap dilaksanakan dalam rangka pengembangan potensi jagung lokal. Balai Penelitian Tanaman Serealia di Maros, Makassar telah melaksanakan kerjasama dengan CIMMYT (Centro Internacional de Mejoramiento de Maiz y Trigo atau International Maize and Wheat Improvement Center) yang berpusat di Meksiko. Faktor kekuatan ketiga adalah sarana/prasarana. Badan Litbangtan dalam dalam melaksanakan komersialisasi didukung oleh adanya undang-undang dan peraturan pemerintah melalui fasilitasi lembaga pengelola alih teknologi yaitu Balai Pengelola Alih Teknologi (BPATP) yang terus berupaya melengkapi pedoman, petunjuk teknis dalam pelaksanaan komersialisasi termasuk berupaya mensosialisasikan aturan-aturan mengenai KI, paten, Perlindungan Varietas Tanaman (PVT) dan royalti. Faktor kekuatan keempat adalah hasil invensi yang dibutuhkan. Sampai saat ini sudah dilepas 11 varietas jagung hibrida yang dihasilkan oleh peneliti jagung hibrida Badan Litbangtan dari Balai Penelitian Tanaman Serealia di Maros, Makassar. Dan hasil invensi jagung hibrida tersebut akan terus bertambah sesuai dengan kebutuhan dan peningkatan tuntutan akan kebutuhan jagung nasional. Faktor kekuatan kelima adalah kebijakan alih teknologi, dengan dukungan UU No. 18/2002 dan PP No. 20/2005 maka pelaksanaan alih teknologi dengan mekanisme komersialisasi melalui industri/investor dapat terus berkembang. Faktor kelemahan pertama bagi Badan Litbangtan dalam hal pembiayaan pemerintah. Sifat penelitian yang dibiayai pemerintah adalah penelitian yang memiliki keterbatasan dana dan waktu pelaksanaan penelitiannya juga disesuaikan dalam jangka waktu anggaran pemerintah, bisa dilaksanakan hanya setahun atau dapat berlanjut pada tahun penganggaran berikutnya melalui mekanisme DIPA. Faktor kelemahan kedua adalah hasil invensi yang belum stabil di lapangan. Sebagaimana aturan Permentan 61/2011 bahwa untuk pengujian kestabilan sebuah
65
varietas sebelum dilepas ke masyarakat luas harus melalui pengujian uji multilokasi di 16 lokasi yang berbeda dan di lakukan pada 2 (dua) musim yang berbeda. Oleh karenanya, kestabilan varietas jagung hibrida hasil invensi masih harus diuji pada skala yang lebih besar lagi. Faktor kelemahan ketiga adalah sistem komersialisasi invensi. Sistem ini masih merupakan kelemahan dan masih terus akan diperbaiki. Oleh karena upaya komersialisasi
ini
baru
dimulai pada
tahun
2007
maka
upaya-upaya
penyempurnaan aturan-aturan komersialisasi masih harus terus dilakukan oleh Badan Litbangtan melalui peran aktif BPATP. Faktor kelemahan keempat adalah birokrasi kerjasama. Birokrasi kerjasama ini terkait dengan proses panjang yang harus dilalui oleh pihak mitra/investor dengan aturan yang mengikat pada masing-masing pihak termasuk guna melindungi institusi yang terlibat, inventor dan investornya. Faktor kelemahan kelima adalah royalti kekayaan intelektual. Kejelasan aturan untuk pembebanan royalti bagi pihak mitra/investor juga masih belum ditentukan secara jelas dengan Peraturan Pemerintah. Oleh karenanya peraturanperaturan ini perlu diikuti perkembangannya dan tentunya perlu juga disosialisasikan, sehingga baik inventor sebagai pemilik lisensi atau paten maupun mitra/investor sebagai pihak yang menjadi pelisensor dapat berlaku sesuai dengan aturannya dalam melaksanakan komersialisasi invensi tersebut. Keseluruhan faktor kekuatan dan kelemahan dapat dilihat pada Tabel 19.
4.4.1.2. Analisis faktor strategi eksternal Analisis faktor strategi eksternal meliputi peluang (opportunities = O) dan ancaman (threats = T) yang keduanya perlu diketahui untuk formulasi pengembangan strategi komersialisasi jagung hibrida hasil invensi. Keseluruhan faktor kunci internal yang diperoleh dari narasumber inventor dan investor dapat dilihat pada Tabel 20.
66
Tabel 20. Faktor strategi eksternal No 1. 2. 3.
Faktor Kunci Eksternal Peluang (Opportunities) Potensi pasar Pasar Kebijakan alih teknologi
1. 2. 3. 4. 5.
Ancaman (Threats) Persaingan Hasil Invensi Risiko Birokrasi kerjasama Royalti kekayaan intelektual
Faktor eksternal peluang (O) utama yang mendukung pengembangan komersialisasi jagung hibrida hasil invensi, antara lain : pertama, potensi pasar. Potensi pasar benih jagung hibrida masih tinggi, terutama untuk mendukung peningkatan produktivitas jagung nasional. Sesuai dengan roadmap Kementerian Pertanian, untuk komoditas jagung, pemerintah menargetkan produksi 22 juta ton pada 2011. Berikutnya 24 juta ton (2012), 2,25 juta ton (2013), dan 2,7 juta ton (2014). Target produksi ini masih memanfaatkan impor benih jagung yang hingga 7 bulan terakhir hingga Juli 2011 telah mencapai nilai transaksi 5,23 juta dollar AS dengan jumlah benih impor jagung pada periode tersebut mencapai 3.800 ton (Republika, 2011). Faktor peluang kedua, pasar. Pasar benih jagung hibrida masih perlu diisi dengan benih lokal yang sudah teradaptasi dengan lingkungan. Pasar masih membutuhkan benih jagung lokal yang murah dan mudah diperoleh. Saat ini harga benih jagung hibrida dapat mencapai Rp 35.000 – Rp 40.000 per kg. Tingginya harga disebabkan oleh kelangkaan benih jagung (Republika, 2011). Oleh karenanya, guna memudahkan dalam memperoleh benih jagung hibrida yang berkualitas maka benih jagung hibrida hasil invensi Badan Litbangtan dapat mengisi kebutuhan benih jagung masyarakat sehingga tidak terjadi lagi kelangkaan benih jagung hibrida. Faktor peluang ketiga yaitu kebijakan alih teknologi. Kebijakan untuk pelaksanaan alih teknologi dilaksanakan dalam rangka melaksanakan UU No. 18 Tahun 2002 dan PP No. 20 Tahun 2005 telah resmi dilaksanakan oleh Badan
67
Litbangtan melalui pendirian BPATP di tahun 2007. Alih teknologi yang dilakukan kepada investor dilakukan melalui kerjasama lisensi. Kerjasama lisensi merupakan salah satu mekanisme kerjasama dalam rangka alih teknologi. Faktor eksternal yang menjadi ancaman (Threats = T) yaitu persaingan pasar, hasil invensi yang belum stabil, risiko, birokrasi kerjasama dan royalti kekayaan intelektual (Tabel 20). Faktor eksternal ancaman yang pertama adalah persaingan. Produk pesaing benih jagung hibrida hasil invensi antara lain, yaitu benih jagung komposit dan benih jagung import. Ancaman juga berasal dari produsen
penghasil
benih
jagung
hibrida
lainnya
yang
kuat
sistem
perdagangannya di kalangan petani seperti PT. BISI International, PT. DuPont Indonesia, PT. Syngenta Seed Indonesia. Ketiga perusahaan ini merupakan perusahaan besar yang kuat permodalannya karena merupakan PMA (Perusahaan Modal Asing) dan kuat bidang riset dan pengembangannya. Faktor ancaman yang kedua adalah hasil invensi yang belum stabil. Sebuah hasil invensi jagung hibrida memerlukan beberapa tahapan sebelum dilaksanakan pelepasan varietas. Tahapan-tahapan tersebut, antara lain (1) inventarisasi tanaman, uji adaptasi dan observasi; (2) identifikasi morfologi, sitologi, genetik (analisis DNA); (3) analisis usaha tani tanaman; (4) penentuan pohon induk tunggal (PIT); (5) pengajuan proposal usulan pelepasan varietas kepada Menteri Pertanian melalui BBN (Badan Benih Nasional) cq. Tim Penilaian dan Pelepasan Varietas (TP2V) di Direktorat Perbenihan dan Sarana Hortikultura; (6) penilaian melalui sidang TP2V; dan (7) pelepasan varietas unggul melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian. Uji multilokasi atau uji adaptasi merupakan syarat akhir sebelum sebuah varietas bisa dilepaskan untuk dimanfaatkan. Uji multilokasi mempersyaratkan 16 lokasi yang berbeda di 2 musim yang berbeda (Badan Litbangtan, 2011). Selain daripada itu sebuah invensi dibidang pertanian memerlukan tahapan yang lebih panjang didalam komersialisasi (spin off) sehingga produk invensi tersebut akhirnya dapat dimassalisasi. Faktor ancaman yang ketiga, risiko. Risiko ini mencakup kegagalan, termasuk didalamnya adanya gangguan iklim dan kemungkinan ketidak berhasilan dalam rangkaian uji adaptasi.
68
Faktor ancaman yang keempat, birokrasi kerjasama. Birokrasi kerjasama ini dimaksudkan pada peraturan-peraturan yang mengikat bagi pihak investor sebelum akhirnya dapat melisensi sebuah invensi. Tahapan seleksi dan evaluasi selama investor terlibat dalam sebuah kerjasama lisensi harus terus dilakukan oleh karena kegiatan kerjasama lisensi ini juga merupakan obyek pemeriksaan bagi BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) dan menunjukkan performa kinerja BPATP sebagai unit pelayanan yang langsung berhubungan dengan mitra/investor. Faktor ancaman kelima, yaitu royalti kekayaan intelektual. Mekanisme pembayaran royalti sampai saat ini masih dalam tahap penyesuaian, oleh karena aturan yang belum lengkap dari Kementerian Keuangan dan tentunya dalam perkembangannya memerlukan waktu untuk mensosialisasikannya.
4.4.2. Prioritas Strategi Pengembangan Jagung Hibrida Hasil Invensi Berdasarkan hasil analisis terhadap faktor-faktor internal dan eksternal tersebut kemudian dilakukan penilaian bobot masing-masing faktor strategi internal dan eksternal. Penilaian bobot dan rating untuk masing-masing faktor internal dan eksternal dilakukan melalui expert judgment. Pakar memberikan pendapat atas penilaian bobot dan rating berdasarkan pengalamannya dengan membandingkan secara rata-rata. Faktor strategi internal (kekuatan dan kelemahan) digunakan untuk menyusun matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan faktor strategi eksternal (peluang dan ancaman) digunakan untuk menyusun matriks External Factor Evaluation (EFE).
4.4.2.1. Matriks IFE Matriks IFE disusun dari key internal factor yang teridentifikasi sebagai kekuatan yaitu : SDM yang berpengalaman, Lembaga Penelitian yang kuat, sarana/prasarana, hasil invensi dan kebijakan alih teknologi. Sedangkan kelemahannya yaitu : pembiayaan pemerintah, hasil invensi yang belum stabil, sistem komersialisasi invensi, birokrasi kerjasama dan royalti kekayaan intelektual. Nilai rating untuk kekuatan berkisar antara 3-4 sedangkan nilai kisaran untuk kelemahan antara 1-2. Dari matriks IFE yang diperoleh skor total 2,45 (Tabel 21), dapat diketahui bahwa faktor internal kekuatan dan kelemahan jagung
69
hibrida hasil invensi masih belum secara optimal dikembangkan atau faktor-faktor kekuatan yang dimiliki masih belum mampu dioptimalkan guna mendukung upaya komersialisasi, demikian pula dengan faktor-faktor yang menjadi kelemahan masih belum dapat ditekan dengan strategi yang tepat.
Tabel 21. Matriks IFE Jagung Hibrida Hasil Invensi Bobot (a)
Rating (b)
Skor (a x b)
0,15 0,10 0,05
3 4 4
0,45 0,40 0,20
Hasil Invensi dibutuhkan (S4) Kebijakan Alih Teknologi (S5) Kelemahan Pembiayaan Pemerintah (W1) Hasil Invensi belum stabil (W2) Sistem Komersialisasi Invensi (W3) Birokrasi Kerjasama (W4) Royalti Kekayaan Intelektual (W5)
0,05 0,10
4 3
0,20 0,30
0,10 0,15 0,15 0,05 0,10
1 2 2 2 1
0,10 0,30 0,30 0,10 0,10
Total
1,00
Key Internal Factor Kekuatan SDM yang berpengalaman (S1) Lemlit Pertanian yang kuat (S2) Sarana/prasarana (S3)
2,45
Keterangan : Rating 1 = sangat lemah 2 = agak lemah 3 = agak kuat 4 = sangat kuat
4.4.2.2. Matriks EFE Matriks EFE mencakup peluang (Opportunities) dan ancaman (Threats). Berdasarkan pembobotan terhadap faktor EFE dapat dilihat pada Tabel 22. Nilai rating untuk peluang pada kisaran 3 s/d 4 dan nilai rating ancaman ditentukan pada kisaran 1 s/d 2. Nilai bobot dan rating yang digunakan adalah hasil expert judgement ditentukan secara rata-rata dibandingkan untuk setiap faktor. Hasil matriks EFE menunjukkan nilai skor total 2,90. Hal ini menunjukkan bahwa Badan Litbangtan masih harus terus mencari strategi guna mengatasi ancaman faktor eksternal pada hasil invensi jagung hibridanya (Tabel 22).
70
Tabel 22. Matriks EFE Jagung Hibrida Hasil Invensi Bobot (a)
Rating (b)
Skor (a x b)
Peluang Potensi Pasar (O1) Pasar (O2) Kebijakan Alih Teknologi (O3)
0,20 0,20 0,15
4 4 3
0,80 0,80 0,45
Ancaman Persaingan (T1) Hasil Invensi (T2) Risiko (T3) Birokrasi Kerjasama (T4) Royalti Kekayaan Intelektual (T5) Total
0,10 0,10 0,05 0,10 0,10 1,00
2 2 1 2 2
0,20 0,20 0,05 0,20 0,20 2,90
Key External Factor
Keterangan : Rating 1 = sangat lemah 2 = agak lemah 3 = agak kuat 4 = sangat kuat
4.4.2.3. Matriks SWOT Selanjutnya untuk tahapan pencocokan (matching stage) dari hasil matriks IFE dan EFE disusun matriks analisis SWOT (Tabel 23). Dari matriks SWOT yang disusun diketahui bahwa strategi yang perlu dikembangkan adalah (1) Peningkatan
SDM;
(2)
Peningkatan
sarana/prasarana;
(3)
Peningkatan
ketersediaan hasil invensi yang berkaidah BUSS (Baru, Unik, Stabil dan Seragam); (4) Pengembangan bursa benih; (5) Pelaksanaan promosi dan sosialisasi hasil-hasil invensi Badan Litbangtan; (6) aliansi strategi dengan pihak BUMN perbenihan; (7) Pelaksanaan pra lisensi; dan (8) Penyusunan valuasi (penilaian) hasil invensi. Kedelapan pilihan strategi umum tersebut dapat menjadi alternatif strategi untuk mengatasi (1) kekuatan-peluang (S-O) yang merupakan strategi intensif; (2) kelemahan – peluang (W-O) yang merupakan strategi turn arround; (3) kekuatan – ancaman (S-T) yang merupakan strategi diversifikasi; dan (4) kelemahan – ancaman (W-T) yang merupakan strategi defensif atau strategi konsolidasi.
71
Tabel 23. Hasil analisis matriks SWOT IFE
EFE Peluang (O) 1. Potensi pasar (O1) 2. Pasar (O2) 3. Kebijakan alih teknologi (O3)
1. 2. 3. 4.
Kekuatan (S) 1. SDM yang berpengalaman (S1) 2. Lemlit pertanian yang kuat (S2) 3. Sarana/Prasarana (S3) 4. Hasil invensi dibutuhkan (S4) 5. Kebijakan alih teknologi (S5) Strategi S-O 1. Peningkatan SDM (S1,2,4 O1,2) 2. Peningkatan sarana/prasarana (S3,4,5 O2,3)
Ancaman (T) Persaingan (T1) Hasil invensi (T2) Risiko (T3) Birokrasi kerjasama (T4)
Strategi S-T 1. Peningkatan pelaksanaan promosi dan sosialisasi hasilhasil invensi Badan Litbangtan (S1,2,4 T1,2,4). 2. Aliansi strategi dengan pihak BUMN perbenihan (S4,5 T1,3,4).
Kelemahan (W) 1. Pembiayaan Pemerintah (W1) 2. Hasil invensi yg belum stabil (W2) 3. Sistem komersialisasi invensi (W3) 4. Birokrasi kerjasama (W4) 5. Royalti kekayaan intelektual (W5) Strategi W-O 1. Peningkatan ketersediaan hasil invensi dengan standar BUSS (W1,2,3 O1,2) 2. Pengembangan bursa benih (W3,4,5 O1,2,3) Strategi W-T 1. Pelaksanaan Pra Lisensi (W1,2 T1,3,4) 2. Penyusunan valuasi invensi (W2,3,4 T2,3,4)
4.4.2.4. Matriks QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix) Matriks QSPM adalah matriks yang menggambarkan analisis lanjutan untuk pemilihan
strategi
yang
telah
diekstraksi
pada
matriks
SWOT.
Pola
pengelompokan berdasarkan pada nilai skor kemenarikan (Attractiveness Score atau AS) dan mengalikannya dengan bobot yang telah digunakan pada matriks IFE dan EFE. Hasil perbandingan strategi dapat dilihat pada Tabel 24. Tahap keputusan (decision stage) yang digambarkan melalui matriks QSPM (Tabel 24) diperoleh skor total kemenarikan (Total Attractiveness Score atau TAS) yang tertinggi pada strategi membuat valuasi (penilaian) invensi (5,55); kedua pada strategi pelaksanaan pra lisensi (5,45); ketiga pada strategi
72
peningkatan sumberdaya manusia dan aliansi strategi dengan pihak BUMN perbenihan (5,35); keempat strategi peningkatan sarana/prasarana, strategi ketersediaan hasil invensi dengan hasil BUSS, dan strategi pengembangan bursa benih (5,20); kelima pada strategi peningkatan strategi pelaksanaan promosi dan sosialisasi hasil-hasil invensi Badan Litbangtan (5,15). Valuasi diperlukan dalam rangka menilai hasil invensi sebelum dilisensikan kepada pihak mitra/investor. Hal ini sangat diperlukan dalam rangka menyusun perencanaan bisnis atas hasil invensi yang akan dikomersialkan. Kelengkapan panduan dalam melaksanakan kerjasama lisensi yaitu kelengkapan teknis karakteristik hasil invensi, kelengkapan perencanaan bisnis termasuk SOP (standar operasional prosedur) dan petunjuk teknis penanaman jagung hibrida hasil invensi sehingga mitra/investor dapat memperoleh hasil benih jagung hibrida sebagaimana yang diharapkan oleh inventor. Pra lisensi diperlukan guna mengetahui karakteristik varietas hasil invensi sejak dari pelaksanaan uji adaptasi dan uji multilokasi. Performa varietas yang secara
jelas
diikuti
oleh
mitra/investor
memberikan
kesempatan
bagi
mitra/investor untuk melaksanakan perbaikan lanjutan pada jagung hibrida yang akan dilisensikan. Pra lisensi memecahkan masalah keterbukaan informasi yang diperlukan bagi mitra/investor dan pra lisensi juga menunjang inventor untuk melakukan pengembangan lebih lanjut pada jagung hibrida hasil invensi. Aliansi strategi dengan pihak BUMN perbenihan menunjang dalam pelaksanaan kemitraan guna pemasaran benih jagung hibrida hasil invensi. Sedangkan peningkatan sumberdaya manusia dilaksanakan untuk pengembangan upaya komersialisasi jagung hibrida hasil invensi. Strategi penunjang lainnya yang
perlu
dilakukan
secara
bersamaan
yaitu
strategi
peningkatan
sarana/prasarana, strategi peningkatan ketersediaan hasil invensi berkaidah BUSS, dan strategi pengembangan bursa benih. Strategi operasional lainnya yaitu strategi peningkatan strategi pelaksanaan promosi dan sosialisasi hasil-hasil invensi. Pelaksanaan sosialisasi dan promosi hasil-hasil invensi Badan Litbangtan perlu secara berlanjut dilakukan dengan beberapa cara mulai dari yang sifatnya umum seperti ekspose, pameran, seminar ataupun yang sifatnya lebih khusus melalui pelaksanaan round table meeting atau temu bisnis.
73
Tabel 24. Matriks QSPM Strategi CSF
Bobot (a)
Strategi Intensif S1,2,4 S3,4,5 O1,2 O2,3 AS (b) 3 4 4 4 3 1 2 2 2 1 4 4 3 2 2 1 2 2
TAS (axb) 0,45 0,40 0,20 0,20 0,30 0,10 0,30 0,30 0,10 0,10 0,80 0,80 0,45 0,20 0,20 0,05 0,20 0,20 5,35
AS (c) 4 4 3 3 4 1 2 2 1 2 4 3 3 2 2 2 1 1
TAS (axc) 0,60 0,40 0,15 0,15 0,40 0,10 0,30 0,30 0,05 0,20 0,80 0,60 0,45 0,20 0,20 0,10 0,10 0,10 5,20
Strategi Turn Arround W1,2,3 W3,4,5 O1,2 O1,2,3 AS (d) 3 4 4 4 3 1 2 2 2 1 4 4 3 1 2 2 2 1
TAS (axd) 0,45 0,40 0,20 0,20 0,30 0,10 0,30 0,30 0,10 0,10 0,80 0,80 0,45 0,10 0,20 0,10 0,20 0,10 5,20
AS (e) 3 4 4 4 3 1 2 2 2 1 4 3 4 1 2 1 2 2
TAS (axe) 0,45 0,40 0,20 0,20 0,30 0,10 0,30 0,30 0,10 0,10 0,80 0,60 0,60 0,10 0,20 0,05 0,20 0,20 5,20
Strategi Diversifikasi S1,2,4 S4,5 T1,2,4 T1,3,4 AS (f) 4 4 4 3 3 2 2 1 2 2 4 3 3 1 2 2 2 1
TAS (axf) 0,60 0,40 0,20 0,15 0,30 0,20 0,30 0,15 0,10 0,20 0,80 0,60 0,45 0,10 0,20 0,10 0,20 0,10 5,15
AS (g) 4 4 4 3 3 2 2 1 2 2 4 4 3 1 2 2 2 1
TAS (axg) 0,60 0,40 0,20 0,15 0,30 0,20 0,30 0,15 0,10 0,20 0,80 0,80 0,45 0,10 0,20 0,10 0,20 0,10 5,35
Strategi Defensif/Konsolidasi W1,2 W2,3,4 T1,3,4 T2,3,4 AS (h) 4 4 3 4 4 2 2 2 2 2 4 3 3 2 2 2 1 1
TAS (axh) 0,60 0,40 0,15 0,20 0,40 0,20 0,30 0,30 0,10 0,20 0,80 0,60 0,45 0,20 0,20 0,10 0,10 0,10 5,45
AS (i) 4 4 4 4 3 1 2 2 2 2 4 4 3 1 2 2 2 2
TAS (axi) 0,60 0,40 0,20 0,20 0,30 0,10 0,30 0,30 0,10 0,20 0,80 0,80 0,45 0,10 0,20 0,10 0,20 0,20 5,55
S1 0,15 S2 0,10 S3 0,05 S4 0,05 S5 0,10 W1 0,10 W2 0,15 W3 0,15 W4 0,05 W5 0,10 O1 0,20 O2 0,20 O3 0,15 T1 0,10 T2 0,10 T3 0,05 T4 0,10 T5 0,10 TOTAL Keterangan : TAS = Total Attractiveness Score; AS = Attractiveness Score ; Bobot :4 = Sangat kuat; 3 = Agak kuat; 2 = Lemah; 1= Sangat lemah S1,2,4 O1,2= strategi peningkatan SDM; S3,4,5O2,3= strategi peningkatan sarana/prasarana; W1,2,3O1,2 = strategi peningkatan ketersediaan hasil invensi dengan standar BUSS; W3,4,5O1,2,3= pengembangan bursa bibit; S1,2,4T1,2,4 = strategi peningkatan pelaksanaan promosi dan sosialisasi hasil invensi Badan Litbangtan; S4,5T1,3,4 = Aliansi strategi dengan pihak BUMN perbenihan; W1,2T1,3,4 = strategi pelaksanaan pra lisensi; dan W2,3,4T2,3,4 = strategi penyusunan valuasi invensi .
73
74
4.5. Perumusan Struktur Hirarki Strategi Komersialisasi Jagung Hibrida Hasil Invensi Perumusan desain struktur strategi komersialisasi jagung hibrida hasil invensi disusun dengan memperhatikan fokus yang ingin dicapai melalui evaluasi beberapa hal yang penting dan saling terkait, yaitu : (1) faktor-faktor, apa hal yang menjadi penting bagi pengembangan strategi komersialisasi jagung hibrida hasil invensi; (2) aktor, siapa saja yang berperan dalam tercapainya fokus tujuan pengembangan komersialisasi jagung hibrida hasil invensi; (3) tujuan strategi komersialisasi; dan (4) alternatif strategi apa saja yang dapat diprioritaskan guna mencapai fokus pengembangan strategi komersialisasi jagung hibrida hasil invensi. Hirarki pemilihan strategi komersialisasi sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 15. Tingkat
pertama,
struktur
ditetapkan
sebagai
fokus
yang
ingin
dikonsentrasikan, yaitu strategi komersialisasi jagung hibrida hasil invensi. Tingkat kedua, struktur ditetapkan sebagai faktor-faktor yang menyusun strategi komersialisasi, yaitu (1) Peningkatan SDM; (2) Potensi Pasar; (3) Pasar; (4) Peningkatan sarana/prasarana; dan (5) Ketersediaan hasil invensi. Tingkat ketiga, struktur ditetapkan sebagai aktor yang terlibat dalam upaya komersialisasi jagung hibrida hasil invensi yaitu (1) Pelaksana alih teknologi; (2) Manajer R&D mitra/investor; (3) Pengambil Kebijakan Kerjasama; dan (4) Peneliti/Inventor Badan Litbangtan. Tingkat keempat, struktur ditetapkan sebagai alternatif tujuan dalam mencapai strategi komersialisasi, yaitu (1) Meningkatkan hasil invensi yang dilisensikan; (2) Meningkatkan hasil invensi yang diadopsi; dan (3) Meningkatkan kinerja peneliti/inventor. Tingkat kelima, sebagai alternatif strategi yang dapat digunakan dalam mencapai fokus strategi komersialisasi jagung hibrida hasil invensi, yaitu (1) Melaksanakan pra lisensi; (2) Melaksanakan promosi; dan (3) Membuat valuasi hasil invensi. Dalam kuesioner hirarki (Gambar 15) yang telah dibagikan kepada inventor dan mitra/investor, kedua pihak diminta untuk melakukan penilaian perbandingan berpasangan untuk fokus, faktor, aktor, tujuan dan alternatif strategi dengan menggunakan skala pertimbangan 1 (satu) sampai 9 (sembilan).
74
75
Fokus Level 1
Strategi Komersialisasi Produk Hasil Inovasi
Faktor Level 2
Peningkatan SDM
Potensi Pasar
Pelaksana Alih Teknologi
Aktor Level 3
Tujuan Level 4
Alternatif Strategi Level 5
Pasar
Manajer R&D Investor
Peningkatan Sarana
Ketersediaan Hasil Invensi
Pengambil Kebijakan Kerjasama
Peneliti/Inventor Badan Litbangtan
Meningkatnya PHI yg dilisensikan
Meningkatnya PHI yg diadopsi
Meningkatnya Kinerja Peneliti/Inventor
Melaksanakan Pra Lisensi
Melaksanakan Promosi
Membuat valuasi invensi
Gambar 15. Struktur hirarki strategi alternatif komersialisasi jagung hibrida hasil invensi 4.5.1. Analisis Faktor-Faktor Penyusun Strategi Komersialisasi Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan strategi komersialisasi jagung hibrida hasil invensi di Badan Litbangtan, yaitu: a. Faktor Peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) Komersialisasi hasil invensi jagung hibrida sangat ditentukan oleh kompetensi SDM terutama peneliti/inventor Badan Litbangtan yang dituntut mampu menjual hasil-hasil invensi jagung hibridanya termasuk menjamin perencanaan bisnis (business plan) jagung hibrida hasil invensi untuk dapat dipasarkan lebih luas lagi melalui penyusunan SOP untuk penanaman benih jagungnya, agar diperoleh hasil yang sesuai dengan yang diharapkan. b. Faktor Potensi Pasar Potensi pasar bagi benih jagung hibrida hasil invensi masih dapat berkembang luas. Hasil invensi jagung hibrida yang dikerjasamakan melalui kontrak lisensi
76
baru dapat mencapai masyarakat luas apabila benih jagungnya sudah berkembang dan berkualitas baik, sehingga potensi pasarnya makin luas. c. Faktor Pasar Pasar benih jagung sampai saat ini masih didominasi oleh benih jagung komposit yang masih memiliki produktivitas yang rendah dan benih jagung import. Oleh karenanya, dengan adanya benih jagung hibrida hasil invensi yang merupakan benih jagung lokal, maka akan memperkaya benih jagung yang ada di Indonesia. d. Faktor Peningkatan Sarana/Prasarana Peningkatan sarana yang menunjang bagi pelaksanaan komersialisasi hasil invensi yaitu dengan dilengkapinya aturan, pedoman serta petunjuk teknis yang mempermudah pelaksanaan alih teknologi. e. Faktor Ketersediaan Hasil Invensi Faktor ini mendukung upaya komersialisasi oleh karena semakin banyak hasil invensi yang tersedia maka proses komersialisasi diharapkan semakin bergerak lebih cepat dan terdapat banyak pilihan bagi investor untuk memilih varietas yang mana yang ingin dikomersialisasikan.
4.5.2. Aktor Yang Berpengaruh pada Strategi Komersialisasi Jagung Hibrida Hasil Invensi Aktor yang menentukan pada komersialisasi hasil invensi jagung hibrida, yaitu: a. Pelaksana Alih Teknologi Pelaksana alih teknologi adalah petugas yang mempunyai tugas sebagai perantara pelaksanaan alih teknologi. Pelaksana alih teknologi bekerja pada BPATP. Balai ini bekerja untuk seluruh Balai Penelitian yang berada didalam koordinasi Badan Litbangtan untuk mengelola upaya alih teknologi dari hasilhasil invensi yang ada di Badan Litbangtan. b. Manajer R&D Mitra/Investor Manajer R&D mitra/investor merupakan perantara bagi investor didalam upaya kerjasama lisensi. Manajer R&D yang mengamati betul hasil invensi yang
77
mana yang memiliki keunggulan dan kemudian menjadi penghubung bagi operasionalisasi kerjasama lisensi. c. Pengambil Kebijakan Kerjasama Dalam hal ini adalah pimpinan pengambil keputusan akan kerjasama lisensi yang diajukan oleh pihak mitra/investor baik direktur mitra/investor maupun kepala unit kerja/balai yang bersangkutan. d. Peneliti/Inventor Peneliti adalah aktor utama pada strategi komersialisasi hasil invensi. Peneliti/inventor
yang
memiliki
kriteria
penjual
yang
baik
mampu
mengkomunikasikan hasil-hasil invensinya sehingga hasil invensinya dapat dikomersialkan.
4.5.3. Tujuan Strategi Komersialisasi Jagung Hibrida Hasil Invensi Tujuan melaksanakan komersialisasi selain untuk menunaikan kewajiban alih teknologi kepada masyarakat juga dilakukan secara khusus, antara lain guna : a. Meningkatkan Hasil Invensi yang Dilisensikan Tujuan ini merupakan salah satu tujuan yang menunjang upaya kerjasama lisensi, sebelum nantinya dilakukan produksi secara massal. Pemberian lisensi dengan sebagian hak dari inventor kepada mitra/investor secara eksklusif menurut waktu tertentu (5-10 tahun) maka diharapkan terjadi proses transformasi hasil invensi menuju tahap pemasalan hasil invensi, khususnya jagung hibrida hasil invensi. b. Meningkatkan Hasil Invensi yang Diadopsi Tujuan ini merupakan tujuan tahap kelanjutan setelah dicapai tujuan a). Sebagai lembaga penelitian pemerintah, maka lembaga litbang tidak memiliki jaminan akan teradopsinya hasil-hasil invensi yang dihasilkan kecuali melalui upaya-upaya khusus. Oleh karenanya, inovasi teknologi atau hasil invensi dapat mencapai tahapan adopsi tentunya lebih diarahkan pada public domain dan tidak untuk dikomersialkan. c. Meningkatkan Kinerja Peneliti/Inventor Tujuan ini merupakan tujuan menyeluruh yang tentunya secara ideal mampu memberikan kontribusi positif pada pada tercapainya tujuan (a) dan (b).
78
4.5.4. Alternatif Strategi Komersialisasi Jagung Hibrida Hasil Invensi Alternatif strategi adalah pilihan strategi yang dianggap paling menunjang keberhasilan pada fokus strategi komersialisasi jagung hibrida hasil invensi. Alternatif strategi tersebut, yaitu : a. Melaksanakan Pra Lisensi Pra lisensi adalah penawaran hak atas suatu hasil invensi melalui upaya pendampingan pada beberapa uji awal yang masih diperlukan sebelum diberlakukannya kontrak lisensi, misalnya pada saat uji multilokasi, uji potensi hasil, dan lain-lain. Setelah puas dengan potensi hasil pada masa pra lisensi, baru kemudian mitra/investor menyatakan minatnya untuk melakukan penandatanganan lisensi. b. Melaksanakan Promosi Promosi merupakan salah satu bentuk bauran pemasaran yang sudah umum dilakukan oleh produk yang sudah siap dipasarkan. Akan tetapi pada produk yang baru berupa invensi, tentunya produknya masih memerlukan sosialisasi atau pengenalan, pengembangan lanjutan dan transformasi hasil. Sehingga pelaksanaan promosi pada komersialisasi hasil invensi ini tidak serupa dengan promosi produk pada umumnya. Forum khusus seperti Round Table Meeting (RTM) dan Focus Group Discussion (FGD) dengan mitra/investor akan lebih terasa berbobot dan mengerucut dalam permasalahan promosi, terutama ketika sudah membicarakan hal-hal teknis lainnya. c. Membuat Valuasi Hasil Invensi Valuasi hasil invensi adalah penilaian hasil invensi. Tentang bagaimana memberikan ’harga’ atas hasil invensi sebelum akhirnya dilisensikan kepada mitra/investor. Valuasi mampu memberikan gambaran akan berharganya sebuah invensi.
4.6. Hasil Pengolahan Proses Hirarki Analisis Berdasarkan hasil pengolahan penilaian yang diberikan oleh inventor dan mitra/investor terhadap struktur hirarki fokus, faktor, aktor, tujuan dan alternatif strategi diperoleh nilai pembobotan sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 16 dan Tabel 25.
79
12/16/2011 8:58:41 AM
Page 1 of 1
Model Name: Jagung AHP Treeview
Goal: Strategi Komersialisasi Jagung Hibrida Meningkatkan SDM (L: .316) Pelaksana Altek (L: .098) Meningkatnya PHI yang dilisensikan (L: .188) Melaksanakan Pra Lisensi (L: .243) Melaksanakan Promosi (L: .277) Membuat Valuasi invensi (L: .481) Meningkatnya PHI yang diadopsi (L: .483) Melaksanakan Pra Lisensi (L: .182) Melaksanakan Promosi (L: .367) Membuat valuasi invensi (L: .451) Meningkatnya kinerja inventor (L: .330) Melaksanakan Pra Lisensi (L: .218) Melaksanakan Promosi (L: .239) Membuat Valuasi Invensi (L: .543) Manajer R&D Mitra Swasta (L: .251) Pengambil Kebijakan Kerjasama (L: .292) Peneliti/Inventor (L: .359) Potensi Pasar (L: .136) Pasar (L: .131) Meningkatkan Sarana Prasarana (L: .147) Meningkatkan Ketersediaan Hasil Invensi (L: .270)
Gambar 16. Hasil pembobotan hirarki dengan pengolahan expert choice 2000
Tabel 25. Peringkat faktor dalam strategi komersialisasi Peringkat 1 4 5 3 2
Faktor Meningkatkan SDM Potensi Pasar Pasar Meningkatkan Sarana/Prasarana Meningkatkan Ketersediaan Hasil Invensi
Bobot 0,316 0,136 0,131 0,147 0,270
Dari Tabel 25 dapat diketahui bahwa faktor yang menjadi prioritas dalam Nuning
tercapainya fokus strategi komersialisasi yaitu, faktor peningkatan sumber daya manusia atau SDM (0,316), dilanjutkan dengan faktor peningkatan ketersediaan
80
hasil invensi (0,270), ketiga faktor peningkatan sarana/prasarana (0,147), keempat faktor potensi pasar (0,136) dan kelima faktor pasar (0,131).
Tabel 26. Peringkat aktor dalam strategi komersialisasi Peringkat 1 2 3 4
Aktor Peneliti/Inventor Pengambil Kebijakan Kerjasama Manajer R&D Mitra/Investor Pelaksana Alih Teknologi
Bobot 0,359 0,292 0,251 0,098
Aktor yang dapat menjadi prioritas dalam tercapainya fokus strategi komersialisasi jagung hibrida adalah peneliti/inventor (0,359), kedua pengambil kebijakan kerjasama (0,292), ketiga manajer R&D mitra/investor (0,251) dan keempat adalah pelaksana alih teknologi (0,098) (Tabel 26).
Tabel 27. Peringkat tujuan dalam strategi komersialisasi Peringkat Tujuan 1 Meningkatnya Hasil Invensi Jagung yang diadopsi 2 Meningkatnya Kinerja inventor Jagung Hibrida 3 Meningkatnya Hasil Invensi Jagung yg dilisensikan
Bobot 0,483 0,330 0,188
Pada level tujuan (Tabel 27) dapat diperlihatkan bahwa tujuan yang dapat menjadi prioritas dalam tercapainya fokus strategi komersialisasi adalah tujuan untuk meningkatkan hasil invensi yang diadopsi (0,483) diikuti dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja inventor jagung hibrida (0,330) dan tujuan meningkatkan hasil invensi yang dilisensikan (0,188). Pada level strategi alternatif (Tabel 28) diperlihatkan pula bahwa strategi yang dapat menjadi prioritas dalam melaksanakan komersialisasi adalah dengan membuat valuasi invensi (0,481), selanjutnya dengan melaksanakan promosi (0,277) dan ketiga dengan melaksanakan strategi pelaksanaan pra lisensi (0,243).
Tabel 28. Peringkat alternatif strategi dalam strategi komersialisasi Peringkat 1 2 3
Alternatif Strategi Membuat Valuasi Invensi Melaksanakan Promosi Melaksanakan Pra Lisensi
Bobot 0,481 0,277 0,243
81
Pendapat responden tersebut di atas memberikan informasi yang dapat dipertimbangkan dalam pelaksanaan strategi komersialisasi jagung hibrida hasil invensi di Badan Litbangtan. Pendapat gabungan dari responden inventor dan mitra/investor
menyebutkan
bahwa
yang
perlu
dipertimbangkan
untuk
meningkatkan komersialisasi jagung hibrida hasil invensi di Badan Litbangtan adalah: 1. Faktor yang paling dipertimbangkan dalam meningkatkan komersialisasi jagung hibrida hasil invensi adalah meningkatkan SDM, dengan bobot 0,316. 2. Aktor yang paling dipertimbangkan dalam meningkatkan komersialisasi jagung hibrida hasil invensi adalah aktor peneliti/inventor jagung hibrida, dengan bobot 0,359. 3. Tujuan yang paling dipertimbangkan dalam meningkatkan komersialisasi jagung hibrida hasil invensi adalah meningkatnya hasil invensi yang diadopsi, dengan bobot 0,483. 4. Alternatif strategi yang paling dipertimbangkan dalam meningkatkan komersialisasi hasil invensi adalah membuat valuasi invensi dengan bobot 0,481.
Hasil sintesis pilihan strategi alternatif dengan bobot tertinggi yaitu pada strategi membuat valuasi invensi (Gambar 17). 11/20/2011 6:15:53 AM
Page 1 of 1
Model Name: Jagung AHP
Synthesis: Summary
Synthesis with respect to: Goal: Strate gi Komersia lisasi PHI
O verall Inconsistency = .02 Mela ksa nakan Pra Lisensi Mela ksa nakan Promosi Membuat Valuasi invensi
.153 .377 .470
Gambar 17. Hasil sintesis alternatif strategi
Nuning
82
4.7. Hasil Pengolahan Horizontal dan Vertikal Pilihan Utama Strategi Komersialisasi Hasil Invensi Jagung Hibrida Pilihan alternatif strategi komersialisasi diperoleh dari perhitungan horizontal dan perhitungan vertikal atas bobot pada unsur faktor, unsur aktor, unsur tujuan dan elemen strategi alternatif yang diperoleh dari pengolahan AHP dengan expert choice 2000. Struktur pada tingkat ini memberikan gambaran bahwa pada tingkat satu adalah unsur fokus yang ingin dicapai, tingkat kedua adalah unsur faktor, yaitu faktor yang dianggap mempengaruhi strategi komersialisasi. Tingkat ketiga, unsur aktor yaitu unsur yang berperan dalam tercapainya komersialisasi hasil invensi. Tingkat keempat, unsur tujuan, yaitu tujuan yang ingin dicapai. Tingkat kelima, unsur strategi alternatif yang dapat dipilih Badan Litbangtan untuk mencapai komersialisasi hasil-hasil invensi jagung hibrida (Gambar 18).
Gambar 18. Struktur hirarki dengan nilai bobot
4.7.1. Hasil Analisis Pengolahan Horizontal Tahap pengolahan hasil secara horizontal dalam hierarki ini, dibagi menjadi 4 (empat) bagian yaitu pengolahan antar unsur faktor, pengolahan antar elemen aktor, pengolahan antar unsur tujuan dan pengolahan antar unsur alternatif strategi. Tingkat 1 merupakan unsur fokus, tingkat 2 merupakan analisis terhadap faktor yang mempengaruhi komersialisasi hasil invensi dalam mencapai fokus
83
komersialisasi jagung hibrida hasil invensi. Tingkat 3 adalah analisis terhadap unsur aktor yang mempengaruhi elemen faktor, tingkat 4 adalah analisis terhadap unsur tujuan dan tingkat terakhir yaitu analisis terhadap strategi alternatif dalam mencapai fokus komersialisasi jagung hibrida hasil invensi. Hasil pengolahan horizontal memperlihatkan tingkat kepentingan langsung antar unsur secara horizontal, misalnya antara unsur faktor terhadap aktor pada strategi komersialisasi jagung hibrida hasil invensi (Gambar 19).
STRATEGI KOMERSIALISASI PRODUK HASIL INOVASI (PHI)
Fokus
Faktor
Aktor
PENINGKATAN SDM
PELAKSANA ALIH TEKNOLOGI
PASAR
PENINGKATAN SARANA
KETERSEDIAAN HASIL INVENSI
MANAJER R&D MITRA SWASTA
PENGAMBIL KEBIJAKAN KERJASAMA
PENELITI/INVENTOR BADAN LITBANG
POTENSI PASAR
Gambar 19. Tingkat kepentingan faktor terhadap aktor
4.7.1.1. Aktor Hasil pengolahan unsur aktor yang berpengaruh terhadap faktor peningkatan SDM adalah pengambil kebijakan (0,667) selain itu aktor pengambil kebijakan juga mempengaruhi potensi pasar (0,671) dan pasar (0,657). Sebagai lembaga penelitian pemerintah, pengambil kebijakan bertindak bukan atas nama lembaga akan tetapi bertindak sebagai wakil pemerintah. Oleh karenanya, keputusan pelaksanaan komersialisasi akan suatu hasil invensi akan dengan sangat hati-hati diputuskan. Potensi pasar dan pasar dari hasil invensi jagung hibrida secara meluas juga sangat ditentukan oleh pimpinan tertinggi lembaga selaku pengambil keputusan kebijakan kerjasama, apalagi dengan ditunjang oleh jenis komoditas yang masih sangat strategis yaitu jagung. Sedangkan aktor manajer R&D Mitra/Investor mempengaruhi pada faktor peningkatan sarana (0,666) dan aktor peneliti/inventor mempengaruhi pada faktor ketersediaan hasil invensi (0,635)
84
(Tabel 29). Mitra/investor secara strategik memiliki keputusan dalam peningkatan sarana dalam menjalin kerjasama hasil invensi. Sedangkan peneliti/inventor merupakan aktor yang menjadi motor akan seluruh hasil invensi ataupun dalam menjamin mutu dan kuantitas hasil invensi yang akan dikomersialisasikan.
Tabel 29. Susunan bobot hasil pengolahan horizontal antar unsur pada tingkat 3 No 1 2 3 4 5
Faktor Peningkatan SDM Potensi Pasar Pasar Peningkatan Sarana Ketersediaan Hasil Invensi
Pelaksana Altek 0,317 0,391 0,625 0,250 0,438
Aktor Manajer R&D 0,313 0,593 0,616 0,666 0,316
Pengambil Kebijakan 0,667 0,671 0,657 0,479 0,472
Peneliti/ Inventor 0,657 0,657 0,554 0,661 0,635
4.7.1.2. Tujuan Pada hirarki tingkat kepentingan aktor terhadap tujuan (Gambar 20) dapat diketahui sejauh mana aktor mempengaruhi tujuan yang ingin dicapai. Hasil pengolahan horizontal antar unsur aktor terhadap tujuan dapat diketahui prioritas tujuan dan aktor yang menentukan dalam mencapai fokus strategi komersialisasi hasil invensi (Tabel 30).
Aktor
Tujuan
PELAKSANA ALIH TEKNOLOGI
MANAJER R&D MITRA SWASTA
MENINGKATNYA PHI YG DILISENSIKAN
PENGAMBIL KEBIJAKAN KERJASAMA
MENINGKATNYA PHI YG DIADOPSI
PENELITI/INVENTOR BADAN LITBANG
MENINGKATNYA KINERJA PENELITI/INVENTOR
Gambar 20. Hirarki tingkat kepentingan aktor terhadap tujuan
Dari Tabel 30 dapat diketahui bahwa aktor yang berperan pada tercapainya tujuan diadopsinya hasil invensi adalah pelaksana alih teknologi dan manajer R&D mitra/investor (0,762 dan 0,747). Sedangkan untuk pengambil kebijakan menentukan tercapainya tujuan peningkatan hasil invensi yang dilisensi (0,767).
85
Sedangkan peneliti/inventor menjadi aktor pada tercapainya tujuan peningkatan kinerja peneliti/inventor (0,762). Dari keseluruhan unsur aktor tersebut peneliti/inventor adalah aktor yang menjadi motor bagi keberhasilan peningkatan hasil invensi yang dilisensi, peningkatan hasil invensi yang diadopsi dan peningkatan kinerja peneliti. Oleh karena sebagai lembaga penelitian pemerintah maka proses bisnis penelitian dan pengembangan yang ada tentunya digerakkan oleh
peneliti/inventor
melalui
ide
kreatif
yang
merupakan
kekayaan
intelektualnya, sehingga mampu menghasilkan beragam inovasi dan invensi di bidang pertanian. Kinerja peneliti/inventor yang tinggi akan menunjang ketersediaan hasil invensi.
Tabel 30. Susunan bobot hasil pengolahan horizontal antar unsur pada tingkat 4 No.
Aktor
1. 2. 3. 4.
Pelaksana Altek Manajer R&D Pengambil Kebijakan Peneliti/Inventor
PHI Dilisensi 0,519 0,695 0,767 0,333
Tujuan PHI yang diadopsi 0,762 0,747 0,667 0,742
Kinerja Peneliti 0,755 0,685 0,717 0,762
4.7.1.3. Alternatif Strategi Hasil pengolahan horizontal tingkat kepentingan tujuan terhadap strategi alternatif dapat memberikan informasi terkait dengan pilihan strategi yang paling utama didalam mencapai fokus yang ingin dicapai. Hirarki tingkat kepentingan tujuan terhadap alternatif strategi (Gambar 21).
Tujuan
MENINGKATNYA PHI YG DILISENSIKAN
MENINGKATNYA PHI YG DIADOPSI
MENINGKATNYA KINERJA PENELITI/INVENTOR
Strategi Alternatif
MELAKSANAKAN PRA LISENSI
MELAKSANAKAN PROMOSI
MEMBUAT VALUASI ATAS PHI YG SDH SIAP DILISENSI
Gambar 21. Hirarki tingkat kepentingan tujuan terhadap alternatif strategi
86
Pada Tabel 31 dapat diketahui bahwa untuk mencapai ketiga tujuan dalam meningkatkan hasil invensi yang dilisensi, meningkatkan hasil invensi yang diadopsi dan meningkatkan kinerja peneliti maka strategi yang perlu diprioritaskan yaitu strategi untuk membuat valuasi invensi. Oleh karena menyusun/membuat valuasi invensi sangat menunjang dalam menentukan ‘harga jual’ dari sebuah hasil invensi. Penentuan valuasi ini banyak ditentukan oleh karakteristik invensi dan siklus hidup teknologi/invensinya. Tabel 31. Susunan bobot dan prioritas hasil pengolahan horizontal antar unsur tujuan terhadap alternatif strategi No Tujuan
Pra Lisensi 0,742 0,519 0,742
1 PHI Dilisensi 2 PHI Diadopsi 3 Kinerja peneliti
Alternatif Promosi Valuasi Invensi 0,673 0,747 0,596 0,742 0,405 0,764
4.7.2. Hasil Analisis Pengolahan Vertikal Hasil pengolahan vertikal dalam AHP akan menunjukkan besarnya tingkat alternatif, pilihan didasarkan pada bobot terbesar. Hasil pengolahan vertikal dapat dilihat pada Tabel 32 dan Gambar 21. Diperlihatkan bahwa aktor peneliti/inventor merupakan aktor prioritas dalam tercapainya fokus strategi komersialisasi diperlihatkan pada perolehan bobot aktor 0,348 berikutnya pada aktor pengambil kebijakan 0,297, ketiga pada aktor manajer R&D mitra/investor (0,218) dan pada aktor pelaksana alih teknologi (0,137). Tabel 32.
Bobot dan peringkat perbandingan strategi komersialisasi faktor terhadap aktor Faktor
Bobot Faktor Peneliti/Inventor 0,360 0,256 0,269 0,411 0,379 0,136 Pengambil 0,302 0,334 0,259 0,264 0,311 0,115 Kebijakan Manajer R&D 0,231 0,301 0,244 0,196 0,164 0,135 Pelaksana Altek 0,107 0,109 0,228 0,128 0,146 0,347 0,267 Aktor
F1
F2
F3
F4
F5
Bobot Aktor 0,348
Peringkat 1
0,297
2
0,218 0,137
3 4
Keterangan : F1 = Faktor peningkatan SDM; F2 = Potensi pasar; F3 = Pasar; F4 = Peningkatan sarana/prasarana dan F5 = Ketersediaan Hasil Invensi
87
Fokus Level 1
Strategi Komersialisasi Produk Hasil Inovasi (PHI)
Faktor Level 2
Peningkatan SDM (0,347)
Aktor Level 3
Pelaksana Alih Teknologi (0,137)
Tujuan Level 4
Potensi Pasar (0,135)
Manajer R&D Investor Teknologi (0,218)
Meningkatnya PHI yg dilisensikan (0,202)
Alternatif Strategi Level 5
Pasar (0,115)
Melaksanakan Pra Lisensi (0,233)
Ketersediaan Hasil Invensi (0,267)
Peningkatan Sarana (0,136)
Pengambil Kebijakan Kerjasama (0,297)
Meningkatnya PHI yg diadopsi (0, 374)
Melaksanakan Promosi (0,278)
Peneliti/Inventor Badan Litbangtan (0,348)
Meningkatnya Kinerja Peneliti/Inventor (0,423)
Membuat valuasi invensi (0, 489)
Gambar 22. Skema hirarki hasil pembobotan dengan pengolahan vertikal 4.7.2.1.
Faktor Dari hasil perhitungan vertikal (Gambar 22) terhadap faktor dapat diketahui
prioritas faktor yang berpengaruh terhadap komersialisasi hasil invensi jagung hibrida. Nilai bobot tertinggi menunjukkan prioritas yang lebih tinggi. Dari Tabel 33 dapat diketahui bahwa faktor peningkatan SDM menduduki peringkat pertama (0,347) sebagai penyusun strategi komersialisasi. Peningkatan SDM dalam komersialisasi hasil invensi menentukan upaya komersialisasi. Faktor kedua yaitu ketersediaan hasil invensi (0,267), faktor ketiga peningkatan sarana/prasarana (0,136), faktor keempat faktor potensi pasar (0,135) dan faktor pasar (0,115).
Tabel 33. Bobot dan prioritas faktor-faktor penyusun strategi komersialisasi Faktor Peningkatan SDM Ketersediaan Hasil invensi Peningkatan Sarana Potensi Pasar Pasar
Bobot Faktor 0,347 0,267 0,136 0,135 0,115
Peringkat 1 2 3 4 5
88
4.7.2.2. Aktor Berdasarkan hasil pengolahan vertikal (Tabel 34) dapat dketahui bahwa aktor utama dalam komersialisasi hasil invensi adalah peneliti/inventor itu sendiri (0,348), aktor kedua adalah pengambil kebijakan (0,297), aktor ketiga adalah manajer R&D (0,218) dan aktor keempat adalah pelaksana alih teknologi (0,136). Kemampuan peneliti/inventor dalam mengkomersialisasikan hasil invensinya merupakan kunci utama pada pencapaian komersialisasi hasil invensi. Kemampuan tersebut meliputi : (1) kemampuan komunikasi dalam menjual hasil invensi (Widyaningrum 1999); (2) kemampuan mengembangkannya lebih lanjut sebagai suatu hasil invensi yang layak dikomersialisasikan; dan (3) keberadaan lembaga-lembaga
difusi
yang
akan
mengkomunikasikan
hasil-hasil
inovasi/invensi tersebut (Taufik, 2008).
Tabel 34. Bobot dan prioritas aktor penyusun strategi komersialisasi Aktor Inventor/Peneliti Pengambil Kebijakan Manajer R&D Mitra/Investor Pelaksana Alih Teknologi
4.7.2.3.
Bobot Aktor
Peringkat 1 2 3 4
0,348 0,297 0,218 0,136
Tujuan Berdasarkan hasil olah vertikal (Tabel 35) terhadap bobot tujuan dapat
diketahui bahwa tujuan untuk meningkatkan kinerja peneliti/inventor harus lebih diprioritaskan dalam rangka meningkatkan kinerja peneliti/inventor (0,423), selanjutnya pada tujuan meningkatnya hasil invensi yang diadopsi (0,374) dan tujuan meningkatnya hasil invensi yang dilisensi (0,202). Dengan meningkatkan kinerja peneliti/inventor maka ketersediaan hasil invensi Badan Litbangtan akan terjaga terutama pada hasil invensi yang bernilai komersial.
Tabel 35. Bobot dan prioritas tujuan penyusun strategi komersialisasi Tujuan Meningkatkan kinerja peneliti/inventor Meningkatkan Hasil Invensi yang di adopsi Meningkatkan Hasil Invensi yang dilisensi
Bobot Tujuan 0,423 0,374 0,202
Peringkat 1 2 3
89
4.7.2.4. Alternatif Strategi Pada hasil pembobotan terhadap alternatif strategi (Tabel 36) maka dapat diketahui bahwa alternatif strategi yang harus diprioritaskan dalam rangka komersialisasi hasil invensi jagung hibrida adalah membuat valuasi invensi (0,489), selanjutnya pada strategi melaksanakan promosi (0,278) dan strategi melaksanakan pra lisensi (0,233).
Tabel 36. Bobot dan prioritas alternatif strategi penyusun strategi komersialisasi Alternatif Strategi
Bobot Alternatif 0,489 0,278 0,233
Membuat Valuasi Hasil Invensi Melaksanakan Promosi Melaksanakan Pra Lisensi
Peringkat 1 2 3
Kedua hasil pengolahan tersebut menunjukkan hasil yang konsisten untuk alternatif strategi yang dapat diprioritaskan adalah membuat valuasi hasil invensi. Demikian pula pada kedua tahapan keputusan, baik QSPM maupun AHP diketahui bahwa valuasi invensi bagi pengembangan komersialisasi jagung hibrida hasil invensi sangat diperlukan. Valuasi invensi adalah penetapan nilai/penentuan harga/penentuan nilai atas hasil invensi yang menunjukkan nilai atau harga suatu invensi/teknologi sebagai dasar untuk penetapan besarnya royalti baik yang dibayar di muka sekaligus atau secara regular perwaktu (Badan Litbangtan, 2011). Dengan adanya valuasi maka teknologi sebagai suatu hasil kegiatan penelitian yang memerlukan investasi berupa pengetahuan, waktu dan dana akan mendapatkan penghargaan ekonomi yang
sewajarnya.
Mekanisme
valuasi
bertujuan
memfasilitasi
kegiatan
komersialisasi antara inventor yang menghasilkan teknologi dan investor sebagai calon pengguna teknologi potensial atau industri yang memanfaatkan teknologi (Dietrich dalam Dharmawan, 2007). Kegiatan valuasi didalam kegiatan penelitian pertanian, khususnya varietas masih belum banyak dilaksanakan, oleh karena beberapa karakteristik penelitian di bidang pertanian masih mengandung beberapa risiko termasuk iklim, keseragaman hasil dan kestabilan hasil. Upaya kerjasama
90
dengan investor diharapkan akan memudahkan inventor guna pengembangan lebih lanjut dari hasil invensi yang dihasilkannya. Kerjasama lisensi adalah ijin penggunaan/pemanfaatan hasil invensi dalam jangka waktu dan syarat tertentu, yang diberikan pemilik invensi kepada pengguna berdasarkan perjanjian antar kedua belah pihak (Badan Litbangtan 2011). Mekanisme kerjasama lisensi ini dapat juga dilaksanakan dalam rangka alih teknologi. Melalui kerjasama lisensi maka upaya komersialisasi tetap dapat dilaksanakan terutama oleh lembaga penelitian pemerintah, artinya Badan Litbangtan tetap dapat melaksanakan kewajibannya untuk melaksanakan alih teknologi. Kerjasama lisensi juga memberikan kesempatan pada pelaksanaan adopsi inovasi. 4.8. Kebijakan Komersialisasi Hasil Invensi Jagung Hibrida Kebijakan untuk pengembangan komersialisasi sebuah invensi harus diikuti dengan
kebijakan
peneliti/inventor.
untuk
meningkatkan
Peneliti/inventor
kemampuan
merupakan
roda
SDM, penggerak
terutama upaya
komersialisasi, terutama dalam menunjang ketersediaan hasil invensi yang akan dikomersialisasikan dan upaya alih teknologi hasil invensi yang menjadi kewajiban Badan Litbangtan sebagai lembaga penelitian pemerintah. Dukungan pengambil kebijakan juga perlu diberikan dalam upaya memberikan dukungan bagi terbukanya peluang kerjasama sehingga menciptakan potensi pasar dan pasar bagi hasil invensi yang akan dikomersialisasikan. Keputusan dalam melaksanakan komersialisasi berkaitan dengan keputusan untuk menyebarkan sebuah invensi/inovasi ke masyarakat. Oleh karenanya hubungan organisasional dengan lembaga lain yang terlibat dalam adopsi seperti lembaga pengkajian teknologi, lembaga penyuluhan dan lembaga lainnya untuk merekomendasikan hasil-hasil invensi/inovasi yang perlu dikembangkan perlu terus dilakukan oleh pengambil kebijakan (Taufik, 2008). Widyaningrum (1999) menyebutkan dalam rumusan hasil penelitiannya bahwa prioritas utama dalam menunjang keberhasilan komersialisasi teknologi di Institut Tekonologi Bandung (ITB) perlu dilakukan dengan menggunakan jaringan kerjasama antara ITB-pelaku pasar-industri sponsor dan pemerintah. Demikian pula halnya dengan hasil kajian Amrantasi (2008), bahwa hasil riset dan
91
pengembangan ilmu pengetahuan hanya akan menjadi sebuah studi dan kajian tertulis jika tidak ada suatu proses produksi. Proses produksi hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut tidak dapat dilakukan oleh akademiki atau ilmuwan sebagai peneliti atau oleh pemerintah sebagai regulator. Hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut harus melibatkan swasta dalam hal ini industri dalam proses produksinya dalam suatu kemitraan pola ABG (Academic, Business dan Government).
Valuasi - jangka waktu lisensi - pelaksanaan pra lisensi
Pendampingan/ Technical service
Komersialisasi -pemasaran - promosi
Gambar 23. Bakuan komersialisasi hasil invensi
4.9. Bakuan Komersialisasi Hasil Invensi Dari hasil analisis terhadap proses komersialisasi yang dilaksanakan di Badan Litbangtan bahwa untuk sebuah bakuan komersialisasi yang sudah dilaksanakan pada dasarnya sudah sesuai dengan beberapa rekomendasi kajian tersebut. Oleh karenanya guna penyempurnaan rancangan komersialisasi yang sudah ada perlu dilakukan juga valuasi atas hasil invensi. Valuasi memberikan gambaran akan ‘harga jual’ sebuah teknologi atau bisa juga digunakan untuk menentukan jangka waktu pelaksanaan kontrak lisensi termasuk menentukan diperlukan atau tidaknya pelaksanaan pra lisensi, pendampingan untuk pengembangan lanjutan dan kemudian baru bisa menentukan upaya-upaya pemasaran yang sudah menjadi kewajiban pihak mitra/investor (Gambar 23). Valuasi merupakan nilai pendekatan atas suatu teknologi atau invensi. Pendekatan nilai ini harus berdasarkan pada persepsi yang berbeda baik bagi inventor maupun investor (Dharmawan, 2007).
Oleh karenanya yang dapat
dilakukan adalah memberikan penilaian pendekatannya saja.
V. IMPLIKASI HASIL PENELITIAN
Berdasarkan hasil penelitian dengan analisis terhadap pengembangan strategi komersialisasi jagung hibrida hasil invensi terhadap faktor-faktor internal dan faktor-faktor eksternal serta unsur-unsur pada tingkat faktor, aktor, tujuan dan strategi alternatif, maka salah satu alternatif mekanisme pada upaya alih teknologi yang dapat dilaksanakan oleh lembaga penelitian pemerintah, khususnya bagi lembaga penelitian yang bergerak pada bidang pertanian atau varietas tanaman adalah melalui kerjasama lisensi yang dilengkapi dengan pelaksanaan valuasi invensi dan pra lisensi. Mekanisme kerjasama lisensi memberikan peluang alih teknologi dengan membagi risiko dan informasi guna peningkatan dan pengembangan varietas baik kepada inventor maupun kepada mitra/investor. Pelaksanaan valuasi invensi pada jagung hibrida memungkinkan inventor dan institusi pemilik invensi untuk memperoleh penghargaan atas invensi yang dilisensikan kepada pihak mitra/investor. Sedangkan kegiatan manajerial yang dapat dilaksanakan yaitu melalui upaya aliansi strategi bersama BUMN perbenihan, sehingga memungkinkan pemasaran bagi benih hasil invensi Badan Litbangtan untuk dapat digunakan lebih luas di masyarakat. Perusahaan BUMN perbenihan dikenal telah memiliki jaringan distribusi yang kuat kepada kelompokkelompok tani sehingga upaya adopsi teknologi juga dapat terlaksana. Perbaikan kebijakan kerjasama lisensi perlu dilaksanakan dengan membuat sebuah aturan teknis yang operasional tentang komersialisasi hasil-hasil invensi terutama pada hasil invensi yang berupa varietas ataupun hasil-hasil invensi yang berbasis pertanian. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa Badan Litbangtan masih memerlukan pengembangan strategi guna mengantisipasi ancaman dan mengoptimalkan peluang yang dimiliki pada hasil-hasil invensinya. Adapun langkah-langkah yang dapat dilakukan Badan Litbangtan, yaitu : 1.
Melaksanakan valuasi atas invensi-invensi yang bernilai komersial, sehingga dapat diketahui nilai-nilai atas invensi yang dihasilkan. Mekanisme valuasi bertujuan memfasilitasi kegiatan komersialisasi antara inventor yang menghasilkan teknologi dan investor sebagai calon pengguna teknologi potensial atau industri yang memanfaatkan teknologi. Kegiatan valuasi di
93
dalam kegiatan penelitian pertanian, khususnya varietas masih belum banyak dilaksanakan, oleh karena beberapa karakteristik penelitian di bidang pertanian masih mengandung beberapa risiko termasuk iklim, keseragaman hasil dan kestabilan hasil. Upaya kerjasama lisensi dengan investor diharapkan akan memudahkan inventor guna pengembangan lebih lanjut dari hasil invensi yang dihasilkannya. Melalui kerjasama lisensi ini, maka upaya pengembangan komersialisasi masih bisa dilakukan terutama oleh lembaga penelitian pemerintah. Artinya Badan Litbangtan masih bisa melaksanakan kewajibannya untuk melakukan transfer teknologi. Kerjasama lisensi juga memungkinkan Badan Litbangtan untuk menerapkan adopsi inovasi. 2. Melaksanakan pra lisensi bersama mitra/investor yang berminat melisensi. Mekanisme pra lisensi akan memberikan peluang yang lebih besar bagi mitra/investor untuk mendapatkan informasi yang lebih banyak mengenai karakteristik dan performa varietas yang akan dilisensikan, sehingga upaya pengembangan lebih lanjut dapat tetap dilaksanakan. 3. Melaksanakan aliansi strategi dengan perusahaan BUMN perbenihan sehingga melalui kekuatan distribusi yang dimiliki perusahaan ini, benih jagung hibrida yang dihasilkan mitra/pelisensor dapat dipasarkan lebih luas lagi, disamping tetap melaksanakan peningkatan kapasitas SDM terutama para inventor yang mampu menghasilkan invensi-invensi yang bernilai komersial. 4. Menggiatkan pelaksanaan promosi dan sosialisasi hasil-hasil invensi Badan Litbangtan sehingga masyarakat luas, baik industri maupun kalangan petani dapat memanfaatkan hasil-hasil penelitian Badan Litbangtan.
KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan a. Badan Litbangtan masih memerlukan pengembangan strategi guna mengatasi ancaman dan mengoptimalkan peluang yang ada pada jagung hibrida hasil invensi yang dimilikinya. Dari matriks SWOT diketahui bahwa strategi yang perlu dikembangkan adalah (1) peningkatan SDM; (2) peningkatan sarana/prasarana; (3) peningkatan ketersediaan hasil invensi yang berkaidah BUSS; (4) pengembangan bursa bibit; (5) peningkatan pelaksanaan promosi dan sosialisasi hasil-hasil invensi Badan Litbangtan; (6) aliansi strategi dengan pihak BUMN perbenihan; (7) pelaksanaan pra lisensi; dan (8) penyusunan valuasi hasil invensi. b. Hasil ekstraksi matriks QSPM menghasilkan skor total kemenarikan (TAS) yang tertinggi pada strategi membuat valuasi; kedua pada strategi pelaksanaan pra lisensi; perusahaan
ketiga strategi peningkatan SDM dan aliansi strategi dengan BUMN
perbenihan;
keempat
strategi
peningkatan
sarana/prasarana, strategi peningkatan ketersediaan hasil invensi berkaidah BUSS dan strategi pengembangan bursa bibit; kelima pada strategi pelaksanaan promosi dan sosialisasi hasil invensi. Sedangkan pembobotan alternatif strategi dengan software Expert Choice 2000 menghasilkan bobot tertinggi pada alternatif strategi membuat valuasi invensi (0,470), strategi melaksanakan promosi (0,377) dan melaksanakan pra lisensi (0,153). Faktor yang memiliki bobot tertinggi adalah faktor meningkatkan SDM (0,316). Aktor yang memiliki bobot tertinggi peneliti/inventor (0,359). Tujuan yang memiliki bobot tertinggi adalah meningkatkan hasil invensi jagung yang diadopsi (0,483) dan alternatif strategi prioritas yaitu membuat valuasi invensi (0,481). Pengembangan strategi komersialisasi jagung hibrida hasil invensi dapat dilakukan dengan membuat valuasi invensi dan mengikutsertakan mitra/investor pada pra lisensi serta melaksanakan promosi atau sosialisasi hasil-hasil invensi Badan Litbangtan.
95
2.
Saran a. Badan Litbang Pertanian sebagai lembaga penelitian pemerintah yang wajib melaksanakan alih teknologi harus mulai menyusun valuasi (penilaian) atas invensinya, terutama yang dapat dikomersialkan seperti jagung hibrida. b. Kerjasama lisensi dapat terus dilaksanakan dan mekanisme yang perlu dilaksanakan secara operasional adalah mekanisme valuasi invensi yang dapat memudahkan investor untuk melaksanakan komersialisasi dengan mekanisme meningkatkan kinerja SDM terutama peneliti/inventor Badan Litbangtan untuk dapat menghasilkan invensi yang bernilai komersial. Kemudian secara perlahan diharapkan terjadi pergeseran dari ’research for science’ menuju ’research for commercialization’, sehingga banyak hasil invensi Badan Litbangtan yang diadopsi oleh masyarakat industri maupun masyarakat luas.
DAFTAR PUSTAKA [Badan Litbangtan]. 2010. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2010. Rencana Strategis Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 20102014. Badan Litbang Pertanian. Jakarta. Kementerian Pertanian. _____. 2010. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Balai Pengelola Alih Teknologi. 2010. Panduan Umum Alih Teknologi Dalam Rangka Inovasi Hasil Litbang Pertanian. Badan Litbangtan Pertanian. Jakarta. Kementerian Pertanian. _____. 2011. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Balai Pengelola Alih Teknologi. 2011. Panduan Umum Valuasi Invensi Badan Litbang Pertanian. Jakarta. Kementerian Pertanian. _____ 2011. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/OT.140/10/2011 tentang Pengujian, Penilaian, Pelepasan dan Penarikan Varietas. Badan Litbang Pertanian; 2011. Jakarta. Kementerian Pertanian. _____ 2011. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Sekretariat Badan Litbang Pertanian. 2010. Statistik Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Jakarta. Kementerian Pertanian. _____. 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2007. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Jagung. Badan Litbang Pertanian. Jakarta. Kementerian Pertanian. [BPS]. Badan Pusat Statistik. 2011. Statistik Indonesia 2011. Jakarta. [DRN]. Dewan Riset Nasional. Kementerian Riset dan Teknologi. 2010. Kemitraan dalam Penguatan Sistem Inovasi Nasional. Jakarta. Kementerian Riset dan Teknologi. Dewan Riset Nasional. [Kementerian Pertanian]. 2010. Rencana Strategis Kementerian Pertanian Tahun 2010-2014. Jakarta. Kementerian Pertanian. _____ 2011. Kembangkan Komoditas Jagung, Pemerintah Terapkan Pengembangan Agribisnis dan Pola Kemitraan. Berita Pertanian Online.http://www.deptan.go.id/news/ detail.php?id=922&awal=0&page=& [21 Desember 2011]. _____. 2011. Roadmap P2BN Kementerian Pertanian. [31 Oktober 2011]. Andriyanto, M.S. 2011. Analisis Strategi Komersialisasi Invensi Makanan Minuman IPB. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Amrantasi, TS. 2008. Strategi Komunikasi pada Pola Kemitraan ABG : Akademisi – Bisnis - Governemnt (Studi Kasus Komunikasi Korporasi) pada Kementerian Riset dan Teknologi. Tesis pada. Program Pascasarjana, Universitas Indonesia, Jakarta. Berita Daerah. 2011. Target Produksi Jagung 2011 Capai 197.488 TON. Jumat, 18 Februari 2011. http://beritadaerah.com/berita/sulawesi/34892.[20 April 2011].
97
David, Fred R, 2009. Manajemen Strategis: Konsep. Terjemahan (Edisi 12, Buku 1). Penerbit Salemba Empat. Jakarta. Dermawan, R. 2005. Model Kuantitatif Pengambilan Keputusan dan Perencanaan Strategis. Alfabeta. Bandung. Dharmawan, B. 2007. Pemodelan dan Rancang Bangun Sistem Valuasi Teknologi Berorientasi Paten di Lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB). Tesis pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Fewidarto, P.D. 1996. Proses Hierarki Analitik (Analytical Hierarchy Process). Materi Kursus Singkat. Jurusan Teknologi Industri Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Gans, J.S. and S. Stern. 2002. Managing Ideas: Commercialization Strategies for Biotechnology. [terhubung]. http://www.kellogg.northwestern.edu/biotech/faculty/articles/managing_idea s.pdf [ 8 April 2011]. Goenadi, D.H. 2004. Komersialisasi Produk Bioteknologi Pertanian di Indonesia. Mungkinkah?http://jakerpo.org/index.php?option=com_content&view=artic le&id=107:komersialisasi-produk-bioteknologi-pertanian-di-indonesiamungkinkah-&catid=34:pertanian&Itemid=50&lang=en. [29 Juli 2010]. Hartiningsih. 2010. Sistem Pendanaan dalam Upaya Komersialisasi Hasil Litbang pada Bidang Bioteknologi. elib.pdii.lipi.go.id/katalog/index.php/ searchkatalog/.../318/320.pdf [ 21 Juli 2011] Hubeis, M dan Najib. 2008. Manajemen Strategik dalam Pengembangan Daya Saing Organisasi. PT. Elex Media Komputindo. Kompas Gramedia. Jakarta. Hummel, Ed. Gene Slowinski, Scott Mathews dan Ernest Gilmont. 2010. Business Models for Collaborative Research. Research Technology Management. November-December 2010. www.proquest.com [11 Februari 2011]. Indraningsih, KS. 2010. Penyuluhan Pada Petani Lahan Marjinal: Kasus Adopsi Inovasi Usahatani Terpadu Lahan Kering Di Kabupaten Cianjur Dan Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat. Disertasi pada Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. James, M. G. 1995. "Characterization of the Maize Gene sugary1, a Determinant of Starch Composition in Kernels". The Plant Cell 7 (4): 417-429. Jagung. Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas. http://id.wikipedia.org/wiki/Jagung. [10 Oktober 2011]. Kontan. co.id. 2011. Produksi Bibit Pangan Hibrida Masih Kontet. Edisi Rabu, 12 Oktober 2011. http://industri.kontan.co.id/v2/read/ industri/79729/Produksibibit-pangan-hibrida-masih-kontet. [21 Desember 2011] Kuswarno, E. 2006. Strategi Promosi untuk Meningkatkan Komersialisasi Hasil Riset IPTEK. Jurnal Sosiohumaniora 8 (2), Juli 2006. Universitas Padjadjaran, Bandung.
98
Narayanan, V.K. 2001. Managing Technology and Innovation for Competitive Advantage. Pears Education. New Delhi. Oktavianto, AP. 2011. Studi Pengelolaan Tanaman pada Produksi Benih Jagung Hibrida di PT. Dupont Indonesia Malang. Skripsi pada Departemen Agronomi dan Hortikultura. Institut Pertanian Bogor. Bogor.. Osman, B. 2004. Antecedent To Effective Collaboration To Innovate. Dissertation at York University. www.proquest.com [ 30 Maret 2011]. Toronto, Canada. Pangaribuan, PFF. 2010. Teknik Budidaya Jagung Komposit. http://www.shsseed.com/index.php?option=com_content&task=view&id =86. [20 November 2011]. Rammer, O..2006. An Evaluative Case Study of the Advanced Manufacturing Network Southeast Collaboration Process. Disertation at Cardinal Stritch University. www.proquest.com. [8 April 2011]. Rangkuti, F. 2004. Analis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, Reorientasi Konsep Perencanaan Strategis untuk Menghadapi Abad 21. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Republika.co.id. 2011. Swasembada Pangan Kekurangan Benih. Edisi 11 Oktober 2011. http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/11/10/11/lswktdswasembada-pangan-kekurangan-benih. [ 11 November 2011]. Rogers EM. 2003. Diffusion of Innovations. Fifth Edition. New York: The Free Pr. Rosa, J. and R. Antoine. 2007. Working paper: Science, Innovation dan Electronic Information Division. Report on Interviews on the Commercialization of Innovation. Sceince, Innovation and Electronic Information Division (SIEID). Ottawa. Cannada. [ 27 Juli 2010].
Saaty, T. L. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin. (Terjemahan). Pustaka Binaman Presindo. Jakarta Setiarso, Bambang. 1999. Model Komersialisasi Hasil Litbang. Research Report from JBPITBPP/2007-02-14 18:50:18 ITB Central Library. [27 Juli 2010]. Sinartani. 2011. Suplemen Agroinovasi. Inovasi Jagung Aplikatif dan Multiguna. Edisi 26 Januari - 1 Pebruari 2011 No.3390 Tahun XLI. Sudaryanto, T., R. Kustiari, dan H.P. Saliem. 2009. Perkiraan Kebutuhan pangan dalam Periode 2010 – 2050. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Bogor. Suwarno, WB. 2008. Perakitan Varietas http://willy.situshijau.co.id [20 November 2011].
Jagung
Hibrida.
Taufik, T.A. 2008. Kemitraan, Koordinasi dan Kolaborasi iptek (?). http://tatangtaufik.blogspot.com/2008/12/kemitraan-koordinasi-dan-kolaborasi.html. [24 Oktober 2010]. Teece, D.J. 1992. Competition, cooperation and innovation: organizational arrangements for regimes of rapid technological progress. Journal of Economic Behavior and Organization 18. Umar, H. 2008. Strategic Management in Action : Konsep Teori, dan Teknik Menganalisis Manajemen Strategis Strategic Buisness Unit Berdasarkan
99
Konsep Michael R. Porter, Fred R. David dan Wheelen-Hunger. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Waluyo, M. 2006. Peningkatan Nilai Tawar Teknologi Hasil-hasil Penelitian untuk Percepatan Proses Komersialisasi yang Sinkron dengan Model Pelaksanaan Pengembangan Penelitian.Tesis pada Program Studi Teknik Industri. Program Pasca Sarjana Bidang Ilmu Teknik. Universitas Indonesia. Jakarta. Wheelen, J.D dan Hunger. 2004. Strategic Management and Business Policy. Prentice Hall. New Jersey. WHO (World Health Organization). 2000. Workbook 3 Needs Assessment. WHO Publication WHO/MSD/MSB 00.2ed. Widyaningrum, W. 1999. Manajemen Komersialisasi Teknologi: Studi Kasus Institut Teknologi Bandung. Skripsi pada Jurusan Teknik Industri. Fakultas Teknologi Industri ITB. Bandung. Yaakub, Noor Inayah, Wan Mohd Hirwani Wan Hussain, Mohd Nizam Abdul Rahman, Zinatul Ashiqin Zainol, Wan Kamal Mujani, Ezad Azraai Jamsari, Adibah Sulaiman and Kamaruzaman Jusoff. 2011. Challenges for Commercialization of University Research for Agricultural Based Invention. World Applied Sciences Journal 12 (2): 132-138, 2011 Yuswanto, S. 2008. Etika Komersialisasi Hak Kekayaan Intelektual. Buah Pena. V (4). Jakarta.
100
LAMPIRAN 1 KUESIONER INVENTOR/INVESTOR
101
Pertanyaan Wawancara dengan Inventor/Investor
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN KOMERSIALISASI JAGUNG HIBRIDA HASIL INVENSI MELALUI KERJASAMA LISENSI KUESIONER INVENTOR/INVESTOR (Dapat diisi oleh Inventor dan Perusahaan/Investor)
Pengantar: Daftar pertanyaan ini digunakan untuk mengumpulkan data/informasi untuk keperluan penelitian tesis yang berjudul ‘Analisis Strategi Pengembangan Komersialisasi Jagung Hibrida Hasil Invensi Melalui Kerjasama Lisensi’. Kuesioner ini disusun dengan arah pertanyaan yang ditujukan untuk mengetahui masalah, kebutuhan dan keputusan yang berhubungan dengan strategi komersialisasi jagung hibrida hasil invensi suatu penelitian dan pengembangan yang dihasilkan oleh Badan Litbangtan Pertanian. Pada wawancara ini tidak ada jawaban yang benar atau salah, keseluruhan jawaban merupakan data/informasi yang sahih, oleh karenanya Anda diharapkan untuk menjawab semua pertanyaan yang diberikan seakurat mungkin berdasarkan pengalaman dan pengetahuan Anda. Terima kasih sebelumnya untuk bantuan data/informasi yang Anda berikan. Hormat saya Nuning Nama : ....................................................................................................................................... Jabatan : ....................................................................................................................................... Tanggal pengisian kuesioner .......................................................................................................... : DAFTAR WAWANCARA TERSTRUKTUR 1.
Sejak kapan Anda/Perusahaan Anda melakukan kerjasama dengan Badan Litbangtan?
2.
Apakah visi, misi Perusahaan Anda dan tujuan Anda/Perusahaan Anda dalam menjalin kerjasama dengan Badan Litbangtan?
3.
Bagaimana proses kerjasama tersebut terjalin? ( ) Dari inventor, kebutuhan komersialisasi. ( ) Dari investor, kebutuhan teknologi. ( ) Dari promosi seperti temu bisnis, pameran, Round Table Meeting yang dilakukan Badan Litbangtan ( ) Sebelumnya sudah ada kerjasama penelitian ( ) Lainnya, sebutkan: ..................................................................................................................................... ..................................................................................................................................... Apakah masalah yang Anda/Perusahaan Anda hadapi selama bekerjasama dengan Badan Litbangtan? ( ) Tidak ada ( ) Ada, sebutkan : ..................................................................................................................................... ..................................................................................................................................... .....................................................................................................................................
4.
102
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Faktor-faktor apa yang menjadi pendorong Anda/Perusahaan Anda untuk menjalin kerjasama dengan Badan Litbangtan? a. Teknologi yang dihasilkan unggul dan murah b. Keahlian SDM sudah tersedia di Badan Litbangtan yang mungkin tidak dimiliki oleh investor c. Adanya potensi pasar d. Lainnya, sebutkan : ..................................................................................................................................... ..................................................................................................................................... ..................................................................................................................................... Faktor-faktor apa saja yang menurut Anda menjadi masalah/kendala dalam kerjasama tersebut? a. Pembagian atau proses royalti b. Birokrasi kerjasama yang tidak mudah c. Ketidaksesuaian hasil dari potensi produk yang seharusnya d. Lainnya, sebutkan : ..................................................................................................................................... ..................................................................................................................................... ..................................................................................................................................... Faktor-faktor apa saja yang menurut Anda menjadi kebutuhan/mendukung terjalinnya kerjasama tersebut? a. Adanya fasilitasi pendampingan inventor pada investor b. Pelayanan ’purna jual’ yang memuaskan c. Lainnya, sebutkan : ..................................................................................................................................... ..................................................................................................................................... ..................................................................................................................................... Bagaimana strategi komersialisasi invensi yang menurut Anda/Perusahaan Anda optimal? a. Promosi yang tepat sasaran b. Ada pelaksanaan kerjasama penelitian sejak awal, misal untuk varietas ada pra lisensi c. Adanya perencanaan bisnis (business plan) yang jelas d. Lainnya, sebutkan : ..................................................................................................................................... ..................................................................................................................................... ..................................................................................................................................... Apakah Anda/Perusahaan Anda selalu melaksanakan inovasi di dalam melaksanakan proses produksi? Berapa banyak inovasi yang telah dihasilkan? a. Ya, jumlah ................. buah b. Tidak Apakah Anda/Perusahaan Anda juga melakukan lebih dari satu kerjasama dengan lembaga penelitian? a. Ya, jumlah ................. buah b. Tidak Menurut Anda faktor-faktor internal di bawah ini dapat dikategorikan sebagai kekuatan dan kelemahan bagi pelaksanaan kerjasama dalam mengkomersialisasikan produk hasil invensi Badan Litbangtan? (mohon coret yang tidak sesuai) a. Kekuatan : SDM, Sarana/Prasarana, Hasil Invensi, Sistem Komersialisasi, Kebijakan Alih Teknologi, Tata Cara Royalti b. Kelemahan : SDM, Sarana/Prasarana, Hasil Invensi, Sistem Komersialisasi, Kebijakan Alih Teknologi, Tata Cara Royalti Menurut Anda faktor-faktor eksternal di bawah ini dapat dikategorikan sebagai ancaman dan peluang bagi pelaksanaan kerjasama dalam mengkomersialisasikan produk hasil invensi Badan Litbangtan? (mohon coret yang tidak sesuai) a. Peluang : Potensi Pasar, Pasar, Kebijakan b. Ancaman : Potensi Pasar, Pasar, Kebijakan Apakah ada anggaran riset di Perusahaan Anda? Jika ada berapa persen? .....................................................................................................................................
103
Pertanyaan Wawancara dengan Inventor/Investor
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN KOMERSIALISASI JAGUNG HIBRIDA HASIL INVENSI MELALUI KERJASAMA LISENSI KUESIONER INVENTOR/INVESTOR (Dapat diisi oleh Inventor dan Perusahaan/Investor)
Pengantar: Daftar pertanyaan ini digunakan untuk mengumpulkan data/informasi untuk keperluan penelitian tesis yang berjudul ‘Analisis Strategi Pengembangan Komersialisasi Jagung Hibrida Hasil Invensi Melalui Kerjasama Lisensi’. Kuesioner ini disusun dengan arah pertanyaan yang ditujukan untuk mengetahui masalah, kebutuhan dan keputusan yang berhubungan dengan strategi komersialisasi jagung hibrida hasil invensi suatu penelitian dan pengembangan yang dihasilkan oleh Badan Litbangtan Pertanian. Pada wawancara ini tidak ada jawaban yang benar atau salah, keseluruhan jawaban merupakan data/informasi yang sahih, oleh karenanya Anda diharapkan untuk menjawab semua pertanyaan yang diberikan seakurat mungkin berdasarkan pengalaman dan pengetahuan Anda. Terima kasih sebelumnya untuk bantuan data/informasi yang Anda berikan. Hormat saya Nuning Nama Jabatan Tanggal pengisian kuesioner
: .................................................................................................. : .................................................................................................. : ..................................................................................................
Kuesioner Kerjasama Berdasarkan Persepsi Investor dan Inventor 1. Dilihat dari Faktor SDM No. Variabel Penilaian 1. Profil investor dinilai melalui kemampuan modal.
2.
Profil inventor dinilai dari jumlah hasil invensinya.
3.
Profil pelaksana alih teknologi* dinilai dari kemampuannya mengkomunikasikan kebutuhan kerjasama investor dan inventor.
1 2 4 5
Skala Penilaian1 Tidak Penting Kurang Penting Penting Sangat Penting
1 2 4 5
Tidak Penting Kurang Penting Penting Sangat Penting
1 Tidak Penting 2 Kurang Penting 4 Penting 5 Sangat Penting *) Alih teknologi : proses mengalihkan teknologi untuk upaya komersialisasi/CSR
1
Lingkari pilihan yang dipilih
104
2. 4.
Dilihat dari Faktor Sarana Sistem komersialisasi melalui kerjasama lisensi harus memuat kemungkinan pendampingan inventor sehingga risiko hasil yang tidak sesuai dapat ditekan.
1 2 4 5
Tidak Penting Kurang Penting Penting Sangat Penting
5.
Kebijakan Alih Teknologi harus didukung oleh organisasi/institusi/perusahaan.
1 2 4 5
Tidak Penting Kurang Penting Penting Sangat Penting
6.
Penilaian invensi harus terfokus pada hasil invensi itu sendiri seberapa besar laku ’dijual’.
1 2 4 5
Tidak Penting Kurang Penting Penting Sangat Penting
7.
Tata cara royalti perlu disosialisasikan dengan baik.
1 2 4 5
Tidak Penting Kurang Penting Penting Sangat Penting
1 2 4 5
Skala Penilaian Tidak Penting Kurang Penting Penting Sangat Penting
3. Dilihat dari Faktor Teknologi/Hasil Invensi No. Variabel Penilaian 1. Kedudukan (posisi) invensi berdasarkan pada kurva daur hidup teknologi2.
2.
Kebaruan dan langkah inventif.
1 2 4 5
Tidak Penting Kurang Penting Penting Sangat Penting
3.
Tahap pengembangan teknologi yang dicapai saat ini.
1 2 4 5
Tidak Penting Kurang Penting Penting Sangat Penting
4.
Kemudahan pengembangan produksi skala massal.
1 2 4 5
Tidak Penting Kurang Penting Penting Sangat Penting
5.
Daya saing terhadap produk yang sudah ada di pasar.
1 2 4 5
Tidak Penting Kurang Penting Penting Sangat Penting
2
Kurva daur hidup teknologi berupa kurva sigmoid (kurva s) yang menunjukkan adanya tahap pertumbuhan, kedewasaan dan penurunan.
105
No. 6.
Variabel Penilaian Fleksibilitas dan kompatabilitas.
1 2 4 5
Skala Penilaian Tidak Penting Kurang Penting Penting Sangat Penting
7.
Kemungkinan memperoleh technical service dari inventor.
1 2 4 5
Tidak Penting Kurang Penting Penting Sangat Penting
8.
Kekhasan invensi dibandingkan dengan teknologi lainnya.
1 2 4 5
Tidak Penting Kurang Penting Penting Sangat Penting
9.
Masa umur teknologi yang dihasilkan dapat bertahan pada industri sejenis.
1 2 4 5
Tidak Penting Kurang Penting Penting Sangat Penting
10.
Kemudahan teknologi untuk ditiru (rentan plagiasi), sehingga mempengaruhi masa dan nilai lisensi.
1 2 4 5
Tidak Penting Kurang Penting Penting Sangat Penting
106
INSTITUT PERTANIAN BOGOR ANALISI STRATEGI PENGEMBANGAN KOMERSIALISASI JAGUNG HIBRIDA HASIL INVENSI MELALUI KERJASAMA LISENSI KUESIONER ANALISIS KEBUTUHAN3 (Kuesioner ini diisi oleh Inventor dan Investor)
Pengantar: Daftar pertanyaan ini digunakan untuk mengumpulkan data/informasi untuk keperluan penelitian tesis yang berjudul ‘Analisis Strategi Pengembangan Komersialisasi Jagung Hibrida Hasil Invensi Melalui Kerjasama Lisensi’. Kuesioner ini disusun dengan arah pertanyaan yang ditujukan untuk mengetahui masalah, kebutuhan dan keputusan yang berhubungan dengan strategi komersialisasi jagung hibrida hasil invensi suatu penelitian dan pengembangan yang dihasilkan oleh Badan Litbangtan Pertanian. Pada wawancara ini tidak ada jawaban yang benar atau salah, keseluruhan jawaban merupakan data/informasi yang sahih, oleh karenanya Anda diharapkan untuk menjawab semua pertanyaan yang diberikan seakurat mungkin berdasarkan pengalaman dan pengetahuan Anda. Terima kasih sebelumnya untuk bantuan data/informasi yang Anda berikan. Hormat saya Nuning Menggunakan skala di bawah ini, silahkan lingkari angka yang paling sesuai dengan jawaban Anda No
Pertanyaan
A 1.
Penyediaan Layanan Kerjasama Inventor difasilitasi oleh lembaga dalam mengkomersialisasikan hasil invensinya Investor difasilitasi dengan MOU dalam kerjasamanya Informasi produk hasil invensi yang akan dikomersialisasikan dapat diperoleh dengan mudah. Fasilitasi Temu bisnis dan Round Table Meeting termasuk perencanaan bisnis. Investor secara terbuka diberi kesempatan untuk melakukan analisis prospek bisnis sesuai dengan karakter invensinya. Sub Total : Fasilitasi Pendampingan Inventor memberikanan layanan pendampingan selama kerjasama. Investor memperoleh transparansi hasil. Fasilitasi pendampingan invensi disesuaikan dengan karakteristik/sifat invensinya. Layanan-layanan tertentu dapat diberikan misalnya dengan lisensi ekslusif. Pendampingan perencanaan bisnis dilakukan dari pihak BPATP sebagai pendamping alih teknologi. Sub Total : Jaminan aturan kerjasama Tersedianya tata cara kerjasama yang menentukan pembagian royalti bagi inventor dan investor. Layanan perencanaan bisnis dilakukan dalam konteks komersialisasi. Rambu-rambu aturan kerjasama ditentukan bersama sesuai dengan karakter invensi. Aturan pendampingan dari inventor dilakukan dalam rangka jaminan mutu hasil. Sanksi dari pelanggaran aturan kerjasama yang telah disepakati untuk dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku. Sub Total : Total :
2. 3. 4. 5.
B 6. 7. 8. 9. 10.
C 11. 12. 13. 14. 15.
3
Diadaptasi dari WHO Need Assessment Analysis, 2000.
Tidak Penting
Kurang Penting
Penting
Sangat Penting
1
2
3
5
1 1
2 2
3 3
5 5
1
2
3
5
1
2
3
5
1 1 1
2 2 2
3 3 3
5 5 5
1
2
3
5
1
2
3
5
1
2
3
5
1 1
2 2
3 3
5 5
1
2
3
5
1
2
3
5
107
ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN KOMERSIALISASI JAGUNG HIBRIDA HASIL INVENSI MELALUI KERJASAMA LISENSI
Ketua Anggota
: Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS. M.Ec. : Dr. Abdul Kohar Irwanto, MSc. Nuning Nugrahani, SPt.
Gambaran Ringkas Daftar pertanyaan ini digunakan untuk mengumpulkan data/informasi penelitian yang berjudul ‘Analisis Strategi Pengembangan Komersialisasi Jagung Hibrida Hasil Invensi Melalui Kerjasama Lisensi’. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis strategi komersialisasi jagung hibrida hasil invensi melalui model kerjasama lisensi. Kuesioner ini merupakan kuesioner analisis AHP (Analytical Hierarchy Process), dimana akan dilakukan perbandingan menurut intensitas kepentingan pada setiap level dari struktur hirarki keputusannya. Saya sangat mengharapkan informasi yang akurat dari Bapak/Ibu demi keberlanjutan komersialisasi jagung hibrida hasil invensi ataupun produk hasil inovasi Badan Litbangtan lainnya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dan rekomendasi bagi para pemangku kepentingan lembaga penelitian (kementerian dan/atau non kementerian), peneliti/inventor/ perekayasa, calon investor, maupun calon inventor. Informasi yang didapatkan dari survei ini akan dirahasiakan dan hanya digunakan untuk keperluan analisis penelitian. Analisis dan tabulasi akan dilakukan secara gabungan sehingga informasi setiap responden tidak akan diketahui. Atas kerjasamanya, kami ucapkan terima kasih. Identitas Responden 1. Nama :
......................................................................................
2. Jabatan
:
......................................................................................
3. Alamat Kantor
:
......................................................................................
4. No.Telp/Faximile :
......................................................................................
5. E – mail
......................................................................................
:
6. Jenis Kelamin
: A. Laki-laki
7. Latar belakang Pendidikan
: [ ] SMU/SMK [ ] Sarjana
B. Perempuan [ ] D3/D4 [ ] Pasca Sarjana (S2/S3)
108
1.
2. 3. 4.
Petunjuk Pengisian Landasan utama pengisian kuesioner ini adalah sebuah struktur hierarki keputusan dengan komponen – komponen lengkap yang disusun berdasarkan literatur, hasil observasi, dan pendapat pihak terkait. Responden yang menjawab adalah investor atau yang ditunjuk perusahaan untuk menjawab dan inventor. Responden memberikan shading atau X pada jawaban yang paling sesuai. Bapak/Ibu/Saudara dimohon untuk membandingkan tingkat kepentingan antar hierarki yang ada. Berdasarkan pendapat dan kepentingan Bapak/Ibu/Saudara harap memberikan penilaian terhadap pilihan tersebut relatif terhadap pilihan yang lain. Perbandingan didasarkan pada tingkat kepentingan setiap strategi terhadap strategi lainnya dengan aturan pemberian nilai tersaji pada tabel berikut:
Intensitas Kepentingan
Definisi
1 3 5 7 9 2,4,6,8
Penjelasan
Equal Importance
Dua aktivitas memberikan kontribusi sama terhadap tujuan
Moderate Importance
Pengalaman dan penilaian memberikan kontribusi nilai tidak jauh berbeda antara satu aktivitas terhadap aktivitas lainnya
Strong Importance
Pengalaman dan penilaian memberikan kontribusi nilai kuat berbeda antara satu aktivitas terhadap aktivitas lainnya
Very Strong Importance
Satu aktivitas memberikan kontribusi sangat lebih disukai/penting dibandingkan aktivitas lain
Extreme Importance
Satu aktivitas memberikan kontribusi secara pasti menempati urutan tertinggi dalam tingkatan preferensi
Nilai kompromi atas nilainilai di atas
Penilaian kompromi secara numeris dibutuhkan semenjak tidak ada kata yang tepat untuk menggambarkan tingkat preferensi
Saudara diminta untuk membandingkan tingkat kepentingan antara ‘Peningkatan SDM’ dan ‘Pelaksana Alih Tekologi’ 1.
Jika Saudara menganggap ‘Peningkatan SDM’ sama penting dari ‘Pelaksana Alih Teknologi, maka:
A Peningkatan SDM
B
Nilai Perbandingan
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Pelaksana Alih Teknologi
2. Jika Saudara menganggap ‘Pelaksana Alih Teknologi’ sangat jelas lebih penting dari ‘Peningkatan SDM’ maka : A Peningkatan SDM
B
Nilai Perbandingan
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Pelaksana Alih Teknologi
109
Struktur Hirarki Strategi Pengembangan Komersialisasi Jagung Hibrida Hasil Invensi melalui Kerjasama Lisensi STRATEGI KOMERSIALISASI PRODUK HASIL INOVASI (PHI)
Fokus Level 1
Faktor Level 2
PENINGKATAN SDM
Aktor Level 3
PELAKSANA ALIH TEKNOLOGI
Tujuan Level 4
PENINGKATAN SARANA
KETERSEDIAAN HASIL INVENSI
MANAJER R&D MITRA SWASTA
PENGAMBIL KEBIJAKAN KERJASAMA
PENELITI/INVENTOR BADAN LITBANG
MENINGKATNYA PHI YG DILISENSIKAN
MENINGKATNYA PHI YG DIADOPSI
MENINGKATNYA KINERJA PENELITI/INVENTOR
MELAKSANAKAN PRA LISENSI
MELAKSANAKAN KEGIATAN PROMOSI
MEMBUAT VALUASI ATAS PHI YG SDH SIAP DILISENSI
Strategi Alternatif Level 5
I.
PASAR
POTENSI PASAR
Perbandingan Faktor/Perbandingan Antar Faktor Terhadap Fokus Bandingkan berdasarkan tingkat kepentingan/pengaruh relatif antara satu faktor dengan faktor lainnya dalam menentukan bobot prioritas terhadap Strategi Komersialisasi Produk Hasil Inovasi Melalui Optimalisasi Kerjasama pada Badan Litbangtan Pertanian. Faktor (F) dalam Penetapan Strategi Komersialisasi Produk Hasil Inovasi Melalui Optimalisasi Model Kerjasama pada Badan Litbangtan Pertanian, yaitu : 1. Peningkatan SDM (F1) 2. Potensi Pasar (F2) 3. Pasar (F3) 4. Peningkatan Sarana (F4) 5. Ketersediaan Hasil Invensi (F5)
Kolom Kiri
Kolom Kiri Lebih Penting 2
3
4
5
6
7
8
Sama 9
1
Kolom Kanan Lebih Penting 2
3
4
5
6
7
8
9
Kolom Kanan
F1
F2
F1
F3
F1
F4
F1
F5
F2
F3
F2
F4
F2
F5
F3
F4
F3
F5
F4
F5
Keterangan : Nilai 1 = sama penting; 3 = sedikit lebih penting; 5 = jelas lebih penting; 7=sangat jelas lebih penting; 9 = mutlak lebih penting; nilai 2, 4, 6, 8 adalah nilai-nilai diantaranya.
110
II.
Perbandingan Aktor Terhadap Faktor Aktor yang berpengaruh, yaitu: 1. 2. 3. 4.
Pelaksana Alih Teknologi (A1) Manajer R&D Mitra Swasta /Investor (A2) Pengambil Kebijakan Kerjasama (A3) Peneliti / Inventor (A4)
2.1. Perbandingan Aktor terhadap Faktor Peningkatan SDM F1 Faktor Level 2
F2
PENINGKATAN SDM
F3
POTENSI PASAR
A1 Aktor Level 3
F4
PASAR
PENINGKATAN SARANA
MANAJER R&D MITRA SWASTA
A3 PENGAMBIL KEBIJAKAN KERJASAMA
A2 PELAKSANA ALIH TEKNOLOGI
F5 KETERSEDIAAN HASIL INVENSI
A4 PENELITI/INVENTOR BADAN LITBANG
Bandingkan berdasarkan tingkat kepentingan/pengaruh relatif antara satu aktor (A) dengan aktor lainnya (besarnya pengaruh aktor) terhadap faktor peningkatan SDM. Kolom Kiri Lebih Penting
Kolom Kiri 2
3
4
5
6
7
Sama 8
9
1
Kolom Kanan Lebih Penting 2
3
4
5
6
7
8
Kolom Kanan 9
A1
A2
A1
A3
A1
A4
A2
A3
A2
A4
A3
A4
Keterangan : Nilai 1 = sama penting; 3 = sedikit lebih penting; 5 = jelas lebih penting; 7=sangat jelas lebih penting; 9 = mutlak lebih penting; nilai 2, 4, 6, 8 adalah nilai-nilai diantaranya
2.2. Perbandingan Aktor terhadap Faktor Potensi Pasar F1 Faktor Level 2
F2
PENINGKATAN SDM
A1 Aktor Level 3
F3
POTENSI PASAR
PENINGKATAN SARANA
MANAJER R&D MITRA SWASTA
A3 PENGAMBIL KEBIJAKAN KERJASAMA
A2 PELAKSANA ALIH TEKNOLOGI
F4
PASAR
F5 KETERSEDIAAN HASIL INVENSI
A4 PENELITI/INVENTOR BADAN LITBANGTAN
Bandingkan berdasarkan tingkat kepentingan/pengaruh relatif antara satu aktor (A) dengan aktor lainnya (besarnya pengaruh aktor) terhadap faktor potensi pasar.
111
Kolom Kiri Lebih Penting
Kolom Kiri
2
3
4
5
6
7
Sama 8
9
Kolom Kanan Lebih Penting
1
2
3
4
5
6
7
8
Kolom Kanan
9
A1
A2
A1
A3
A1
A4
A2
A3
A2
A4
A3
A4
Keterangan : Nilai 1 = sama penting; 3 = sedikit lebih penting; 5 = jelas lebih penting; 7=sangat jelas lebih penting; 9 = mutlak lebih penting; nilai 2, 4, 6, 8 adalah nilai-nilai diantaranya
2.3.
Perbandingan Aktor terhadap Faktor Pasar F1
Faktor Level 2
F2
PENINGKATAN SDM
A1 Aktor Level 3
F3
POTENSI PASAR
F4
PASAR
PENINGKATAN SARANA
MANAJER R&D MITRA SWASTA
A3 PENGAMBIL KEBIJAKAN KERJASAMA
A2 PELAKSANA ALIH TEKNOLOGI
F5 KETERSEDIAAN HASIL INVENSI
A4 PENELITI/INVENTOR BADAN LITBANG
Bandingkan berdasarkan tingkat kepentingan/pengaruh relatif antara satu aktor (A) dengan aktor lainnya (besarnya pengaruh aktor) terhadap faktor Pasar. Kolom Kiri
Kolom Kiri Lebih Penting
Sama
Kolom Kanan Lebih Penting Kolom Kanan
2
3
4
5
6
7
8
9
1
2
3
4
5
6
7
8
9
A1
A2
A1
A3
A1
A4
A2
A3
A2
A4
A3
A4
Keterangan : Nilai 1 = sama penting; 3 = sedikit lebih penting; 5 = jelas lebih penting; 7=sangat jelas lebih penting; 9 = mutlak lebih penting; nilai 2, 4, 6, 8 adalah nilai-nilai diantaranya
2.4.
Perbandingan Aktor terhadap Faktor Peningkatan Sarana F1
Faktor Level 2
F2
PENINGKATAN SDM
A1 Aktor Level 3
F3
POTENSI PASAR
PENINGKATAN SARANA
MANAJER R&D MITRA SWASTA
A3 PENGAMBIL KEBIJAKAN KERJASAMA
A2 PELAKSANA ALIH TEKNOLOGI
F4
PASAR
F5 KETERSEDIAAN HASIL INVENSI
A4 PENELITI/INVENTOR BADAN LITBANG
112
Bandingkan berdasarkan tingkat kepentingan/pengaruh relatif antara satu aktor (A) dengan aktor lainnya (besarnya pengaruh aktor) terhadap faktor peningkatan sarana. Kolom Kiri
Kolom Kiri Lebih Penting 2
3
4
5
6
7
Sama
8
9
Kolom Kanan Lebih Penting
1
2
3
4
5
6
7
8
Kolom Kanan
9
A1
A2
A1
A3
A1
A4
A2
A3
A2
A4
A3
A4
Keterangan : Nilai 1 = sama penting; 3 = sedikit lebih penting; 5 = jelas lebih penting; 7=sangat jelas lebih penting; 9 = mutlak lebih penting; nilai 2, 4, 6, 8 adalah nilai-nilai diantaranya.
2.5.
Perbandingan Aktor terhadap Faktor Ketersediaan Invensi F1
Faktor Level 2
F2
PENINGKATAN SDM
F3
POTENSI PASAR
A1 Aktor Level 3
F4
PASAR
PENINGKATAN SARANA
MANAJER R&D MITRA SWASTA
A3 PENGAMBIL KEBIJAKAN KERJASAMA
A2 PELAKSANA ALIH TEKNOLOGI
F5 KETERSEDIAAN HASIL INVENSI
A4 PENELITI/INVENTOR BADAN LITBANGTAN
Bandingkan berdasarkan tingkat kepentingan/pengaruh relatif antara satu aktor (A) dengan aktor lainnya (besarnya pengaruh aktor) terhadap faktor ketersediaan hasil invensi. Kolom Kiri
Kolom Kiri Lebih Penting 2
3
4
5
6
7
Sama 8
9
1
Kolom Kanan Lebih Penting 2
3
4
5
6
7
8
9
Kolom Kanan
A1
A2
A1
A3
A1
A4
A2
A3
A2
A4
A3
A4
Keterangan : Nilai 1 = sama penting; 3 = sedikit lebih penting; 5 = jelas lebih penting; 7=sangat jelas lebih penting; 9 = mutlak lebih penting; nilai 2, 4, 6, 8 adalah nilai-nilai diantaranya
III. Perbandingan Tujuan terhadap Aktor Elemen tujuan terdiri dari tiga, yaitu: 1. Meningkatnya Produk Hasil Inovasi (PHI) yang dilisensi (T1) 2. Meningkatnya PHI yang diadopsi (T2) 3. Meningkatnya kinerja peneliti/inventor (T3)
113
3.1.
Perbandingan Tujuan terhadap Aktor Alih Teknologi (A1) A1
Aktor Level 3
A2 PELAKSANA ALIH TEKNOLOGI
A3 PENGAMBIL KEBIJAKAN KERJASAMA
MANAJER R&D MITRA SWASTA
T1 Tujuan Level 4
A4 PENELITI/INVENTOR BADAN LITBANGTAN
T2 MENINGKATNYA PHI YG DIADOPSI
MENINGKATNYA PHI YG DILISENSIKAN
T3 MENINGKATNYA KINERJA PENELITI/INVENTOR
Bandingkan berdasarkan tingkat kepentingan/pengaruh relatif antara satu tujuan dengan tujuan lainnya (besarnya pengaruh tujuan) terhadap pelaksana alih teknologi. Kolom Kiri
Kolom Kiri Lebih Penting 2
3
4
5
6
7
Sama 8
9
1
Kolom Kanan Lebih Penting 2
3
4
5
6
7
8
9
Kolom Kanan
T1
T2
T1
T3
T2
T3
Keterangan : Nilai 1 = sama penting; 3 = sedikit lebih penting; 5 = jelas lebih penting; 7=sangat jelas lebih penting; 9 = mutlak lebih penting; nilai 2, 4, 6, 8 adalah nilai-nilai diantaranya
3.2.
Perbandingan Tujuan terhadap Aktor Manajer R&D/Inventor A1
Aktor Level 3
A2 PELAKSANA ALIH TEKNOLOGI
A3 PENGAMBIL KEBIJAKAN KERJASAMA
MANAJER R&D MITRA SWASTA
T1 Tujuan Level 4
A4 PENELITI/INVENTOR BADAN LITBANGTAN
T2 MENINGKATNYA PHI YG DIADOPSI
MENINGKATNYA PHI YG DILISENSIKAN
T3 MENINGKATNYA KINERJA PENELITI/INVENTOR
Bandingkan berdasarkan tingkat kepentingan/pengaruh relatif antara satu tujuan dengan tujuan lainnya dalam menentukan bobot prioritas (besarnya pengaruh tujuan) terhadap meningkatnya PHI yang diadopsi. Kolom Kiri
Kolom Kiri Lebih Penting 2
3
4
5
6
7
Sama
8
9
1
Kolom Kanan Lebih Penting 2
3
4
5
6
7
8
9
Kolom Kanan
T1
T2
T1
T3
T2
T3
Keterangan : Nilai 1 = sama penting; 3 = sedikit lebih penting; 5 = jelas lebih penting; 7=sangat jelas lebih penting; 9 = mutlak lebih penting; nilai 2, 4, 6, 8 adalah nilai-nilai diantaranya
3.3.
Perbandingan Tujuan terhadap Aktor Pengambil Kebijakan Kerjasama
A1 Aktor Level 3
A2 PELAKSANA ALIH TEKNOLOGI
T1 Tujuan Level 4
MENINGKATNYA PHI YG DILISENSIKAN
MANAJER R&D MITRA SWASTA
A3 PENGAMBIL KEBIJAKAN KERJASAMA
T2 MENINGKATNYA PHI YG DIADOPSI
A4 PENELITI/INVENTOR BADAN LITBANGTAN
T3 MENINGKATNYA KINERJA PENELITI/INVENTOR
114
Bandingkan berdasarkan tingkat kepentingan/pengaruh relatif antara satu tujuan dengan tujuan lainnya dalam menentukan bobot prioritas (besarnya pengaruh tujuan) terhadap meningkatnya kinerja peneliti/inventor.
Kolom Kiri Lebih Penting
Kolom Kiri
2
3
4
5
6
7
Sama
8
9
1
Kolom Kanan Lebih Penting 2
3
4
5
6
7
8
Kolom Kanan
9
T1
T2
T1
T3
T2
T3
Keterangan : Nilai 1 = sama penting; 3 = sedikit lebih penting; 5 = jelas lebih penting; 7=sangat jelas lebih penting; 9 = mutlak lebih penting; nilai 2, 4, 6, 8 adalah nilai-nilai diantaranya
3.4.
Perbandingan Tujuan terhadap Aktor Peneliti/Inventor A1
Aktor Level 3
A2 PELAKSANA ALIH TEKNOLOGI
A3 PENGAMBIL KEBIJAKAN KERJASAMA
MANAJER R&D MITRA SWASTA
T1 Tujuan Level 4
A4 PENELITI/INVENTOR BADAN LITBANGTAN
T2 MENINGKATNYA PHI YG DIADOPSI
MENINGKATNYA PHI YG DILISENSIKAN
T3 MENINGKATNYA KINERJA PENELITI/INVENTOR
Bandingkan berdasarkan tingkat kepentingan/pengaruh relatif antara satu tujuan dengan tujuan lainnya dalam menentukan bobot prioritas (besarnya pengaruh tujuan) terhadap aktor peneliti/inventor. Kolom Kiri Lebih Penting
Kolom Kiri
2
3
4
5
6
7
8
Sama 9
1
Kolom Kanan Lebih Penting 2
3
4
5
6
7
8
Kolom Kanan
9
T1
T2
T1
T3
T2
T3
T2
T3
Keterangan : Nilai 1 = sama penting; 3 = sedikit lebih penting; 5 = jelas lebih penting; 7=sangat jelas lebih penting; 9 = mutlak lebih penting; nilai 2, 4, 6, 8 adalah nilai-nilai diantaranya
IV.
Perbandingan Alternatif Strategi terhadap Tujuan Pilihan strategi yang dapat dilakukan untuk mendukung pencapaian tujuan , yaitu:
1. 2. 3. 4.1.
Peningkatan Produksi Hasil Inovasi yang dilisensi (S1) Peningkatan PHI yang diadopsi (S2) Peningkatan Kinerja Peneliti/Inventor (S3)
Perbandingan Alternatif Strategi terhadap Tujuan Meningkatnya PHI yang dilisensi T1
Tujuan Level 4
MENINGKATNYA PHI YG DILISENSIKAN
S1 Strategi Alternatif Level 5
T2 MENINGKATNYA PHI YG DIADOPSI
S2 MELAKSANAKAN PRA LISENSI
MELAKSANAKAN KEGIATAN PROMOSI
T3 MENINGKATNYA KINERJA PENELITI/INVENTOR
S3 MEMBUAT VALUASI ATAS PHI YG SDH SIAP DILISENSI
115
Bandingkan berdasarkan tingkat kepentingan/pengaruh relatif antara satu alternatif dengan alternatif lainnya dalam menentukan bobot prioritas (besarnya pengaruh strategi) terhadap tujuan meningkatnya PHI yang dilisensi. Kolom Kiri Lebih Penting
Kolom Kiri
2
3
4
5
6
7
Sama 8
9
1
Kolom Kanan Lebih Penting 2
3
4
5
6
7
8
9
Kolom Kanan
S1
S2
S1
S3
S2
S3
Keterangan : Nilai 1 = sama penting; 3 = sedikit lebih penting; 5 = jelas lebih penting; 7=sangat jelas lebih penting; 9 = mutlak lebih penting; nilai 2, 4, 6, 8 adalah nilai-nilai diantaranya
4.2.
Perbandingan Alternatif Strategi terhadap Tujuan Meningkatnya PHI yang diadopsi T1
Tujuan Level 4
T2 MENINGKATNYA PHI YG DIADOPSI
MENINGKATNYA PHI YG DILISENSIKAN
S1
S2 MELAKSANAKAN PRA LISENSI
Strategi Alternatif Level 5
T3 MENINGKATNYA KINERJA PENELITI/INVENTOR
S3 MEMBUAT VALUASI ATAS PHI YG SDH SIAP DILISENSI
MELAKSANAKAN KEGIATAN PROMOSI
Bandingkan berdasarkan tingkat kepentingan/pengaruh relatif antara satu alternatif dengan alternatif lainnya dalam menentukan bobot prioritas (besarnya pengaruh strategi) terhadap membuat valuasi atas PHI yang diadopsi. Kolom Kiri
Kolom Kiri Lebih Penting 2
3
4
5
6
7
8
Sama 9
1
Kolom Kanan Lebih Penting 2
3
4
5
6
7
8
9
Kolom Kanan
S1
S2
S1
S3
S2
S3
Keterangan : Nilai 1 = sama penting; 3 = sedikit lebih penting; 5 = jelas lebih penting; 7=sangat jelas lebih penting; 9 = mutlak lebih penting; nilai 2, 4, 6, 8 adalah nilai-nilai diantaranya
4.3.
Perbandingan Alternatif Strategi terhadap Tujuan Meningkatnya Kinerja Peneliti/ Inventor T1
Tujuan Level 4
MENINGKATNYA PHI YG DILISENSIKAN
S1 Strategi Alternatif Level 5
MELAKSANAKAN PRA LISENSI
T2 MENINGKATNYA PHI YG DIADOPSI
T3 MENINGKATNYA KINERJA PENELITI/INVENTOR
S2
S3 MEMBUAT VALUASI ATAS PHI YG SDH SIAP DILISENSI
MELAKSANAKAN KEGIATAN PROMOSI
116
Bandingkan berdasarkan tingkat kepentingan/pengaruh relatif antara satu alternatif dengan alternatif lainnya dalam menentukan bobot prioritas (besarnya pengaruh strategi) terhadap upaya meningkatkan kinerja peneliti/inventor.
Kolom Kiri
Kolom Kiri Lebih Penting 2
3
4
5
6
7
8
Sama 9
1
Kolom Kanan Lebih Penting 2
3
4
5
6
7
8
9
Kolom Kanan
S1
S2
S1
S3
S2
S3
Keterangan : Nilai 1 = sama penting; 3 = sedikit lebih penting; 5 = jelas lebih penting; 7=sangat jelas lebih penting; 9 = mutlak lebih penting; nilai 2, 4, 6, 8 adalah nilai-nilai diantaranya.
TERIMA KASIH
117
Kuesioner Karakteristik Inventor
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN KOMERSIALISASI JAGUNG HIBRIDA HASIL INVENSI MELALUI KERJASAMA LISENSI KUESIONER INVENTOR Pengantar: Daftar pertanyaan ini digunakan untuk mengumpulkan data/informasi untuk keperluan penelitian tesis yang berjudul ‘Analisis Strategi Pengembangan Komersialisasi Jagung Hibrida Hasil Invensi Melalui Kerjasama Lisensi’. Kuesioner ini disusun dengan arah pertanyaan yang ditujukan untuk mengetahui masalah, kebutuhan dan keputusan yang berhubungan dengan strategi komersialisasi jagung hibrida hasil invensi suatu penelitian dan pengembangan yang dihasilkan oleh Badan Litbangtan Pertanian. Pada wawancara ini tidak ada jawaban yang benar atau salah, keseluruhan jawaban merupakan data/informasi yang sahih, oleh karenanya Anda diharapkan untuk menjawab semua pertanyaan yang diberikan seakurat mungkin berdasarkan pengalaman dan pengetahuan Anda. Terima kasih sebelumnya untuk bantuan data/informasi yang Anda berikan. Hormat saya Nuning Pilihlah salah satu jawaban dari pertanyaan berikut ini yang Bapak/Ibu/Sdr. Anggap paling tepat dan isilah titik-titik dengan tanda (X) atau tanda (V) pada tempat yang sudah disediakan. Nama Responden : .................................................................................................. Jabatan : .................................................................................................. Pendidikan terakhir : .................................................................................................. Tanggal pengisian kuesioner : .................................................................................................. 1.
2.
3.
4. 5. 6.
7.
Sejak kapan Anda menjadi Inventor/Peneliti/Perekayasa : ( ) Kurang dari 3 tahun ( ) > 10 tahun ( ) antara 5 - 10 tahun ( ) antara 10 – 20 tahun ( ) Lainnya, sebutkan............................................................. Apa yang menjadi fokus penelitian/penemuan Anda: ( ) Teknologi Pertanian ( ) Varietas ( ) Pupuk ( ) Produk Pasca Panen ( ) Mesin/Alat Pertanian ( ) Paket Kebijakan ( ) Lainnya, sebutkan ........................................................... Apakah penelitian/penemuan Anda sudah ada yang memperoleh paten atau dilisensikan? ( ) Ya, ada. Sebutkan ada berapa? ( ) Tidak/belum ada Apakah Anda mengerti tentang paten atau lisensi? ( ) Ya ( ) Tidak ( ) Ragu-ragu Apakah Anda mengerti tentang kemitraan/kerjasama iptek? ( ) Ya ( ) Tidak ( ) Ragu-ragu Apakah Anda mengenal investor/mitra swasta yang telah melisensikan hasil invensi/penemuan Anda? ( ) Ya ( ) Tidak Apakah menurut Anda ada hasil invensi/penelitian/penemuan Anda ada yang bernilai komersial? ( ) Ya ( ) Tidak ( ) Ragu-ragu
118
8.
9.
10.
Apakah menurut Anda diperlukan kelembagaan khusus yang menangani komersialisasi hasil-hasil invensi/penelitian/penemuan/perekayasaan Badan Litbangtan? ( ) Ya ( ) Tidak ( ) Ragu-ragu Apakah Anda mengetahui cara mengkomersialisasi produk hasil invensi/temuan/ perekayasaan Anda? ( ) Ya ( ) Tidak ( ) Ragu-ragu Saran untuk Badan Litbangtan dalam rangka komersialisasi produk hasil inovasi, yaitu: ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... ...........................................................................................................................................
119
Kuesioner Karakteristik Investor
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN KOMERSIALISASI JAGUNG HIBRIDA HASIL INVENSI MELALUI KERJASAMA LISENSI KUESIONER INVESTOR (Diisi oleh investor atau yang ditunjuk oleh Perusahaan untuk mengisinya)
Pengantar: Daftar pertanyaan ini digunakan untuk mengumpulkan data/informasi untuk keperluan penelitian tesis yang berjudul ‘Analisis Strategi Pengembangan Komersialisasi Jagung Hibrida Hasil Invensi Melalui Kerjasama Lisensi’. Kuesioner ini disusun dengan arah pertanyaan yang ditujukan untuk mengetahui masalah, kebutuhan dan keputusan yang berhubungan dengan strategi komersialisasi jagung hibrida hasil invensi suatu penelitian dan pengembangan yang dihasilkan oleh Badan Litbangtan Pertanian. Pada wawancara ini tidak ada jawaban yang benar atau salah, keseluruhan jawaban merupakan data/informasi yang sahih, oleh karenanya Anda diharapkan untuk menjawab semua pertanyaan yang diberikan seakurat mungkin berdasarkan pengalaman dan pengetahuan Anda. Terima kasih sebelumnya untuk bantuan data/informasi yang Anda berikan. Hormat saya Nuning Pilihlah salah satu jawaban dari pertanyaan berikut ini yang Bapak/Ibu/Sdr. Anggap paling tepat dan isilah titik-titik dengan tanda (X) atau tanda (V) pada tempat yang sudah disediakan. Nama Perusahaan : Nama Responden : Jabatan : Tanggal pengisian kuesioner : 1.
2.
3.
4.
5.
6.
.................................................................................................. .................................................................................................. .................................................................................................. ..................................................................................................
Tahun berdirinya perusahaan : ( ) Kurang dari 10 tahun ( ) Lebih dari 10 tahun ( ) Sebutkan tahun berapa? Bergerak di bidang apa bisnis perusahaan Anda ( ) Pertanian ( ) Penelitian dan Pengembangan ( ) Pemasaran ( ) Konsultan ( ) Lainnya, sebutkan ................................................................................................................ Pendapatan terbesar perusahaan Anda diperoleh dari: ( ) Sektor Jasa ( ) Sektor Riset ( ) Sektor Pemasaran ( ) Sektor Produksi ( ) Lainnya, sebutkan ................................................................................................................. Ada berapa kerjasama yang dikelola di Perusahaan Anda: ( ) < 5 buah ( ) > 5 buah ( ) Lainnya, sebutkan .................................................................................................................. Berapa lama Perusahaan Anda bekerjasama dengan Badan Litbangtan: ( ) < 5 tahun ( ) > 5 tahun ( ) Lainnya, sebutkan .................................................................................................................. Apakah Perusahaan Anda juga melaksanakan kerjasama dengan Lembaga Penelitian lainnya? ( ) Ya ( ) Tidak
120
7.
8.
9.
10.
Selain kerjasama dengan Badan Litbangtan, apakah perusahaan Anda melaksanakan kerjasama dengan Lembaga Penelitian lain? ( ) Non Kementerian/Non Departemen ( ) Lembaga Penelitian Perguruan Tinggi/Lembaga Penelitian Daerah ( ) Lainnya sebutkan : ........................................................ Mengapa Perusahaan Anda memilih bekerjasama dengan Badan Litbangtan? ( ) Hasil penelitian telah teruji ( ) Lembaga Penelitiannya profesional ( ) Lain-lain, mohon disebutkan : ...................................... ........................................................................................................................................ ........................................................................................................................................ Darimana Perusahaan Anda mengetahui keunggulan produk hasil inovasi Badan Litbangtan? ( ) Media cetak ( ) Situs web ( ) Informasi lainnya, sebutkan : ........................................................................................................................................ ........................................................................................................................................ ........................................................................................................................................ Saran untuk Badan Litbangtan dalam rangka komersialisasi produk hasil invensi, yaitu: ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... ...........................................................................................................................................
121
LAMPIRAN 2 KUESIONER EXPERT JUDGEMENT
122
Nama pakar
Daftar Isian untuk Menentukan Rating dari Matriks EFE dan IFE :
Tentukan rating dari masing-masing faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman) berikut ini dengan memberikan (v) pada pilihan Bapak/Ibu Pakar. Pilihan rating pada isian berikut terdiri dari : Rating 4
:
pakar berpendapat bahwa faktor-faktor tersebut superior (berpengaruh amat besar)
Rating 3
:
pakar berpendapat bahwa faktor-faktor tersebut memiliki pengaruh diatas rata-rata
Rating 2
:
pakar berpendapat bahwa faktor-faktor tersebut memiliki pengaruh rata-rata saja
Rating 1
:
pakar berpendapat bahwa faktor-faktor tersebut memiliki pengaruh di bawah rata-rata
A. Rating IFE
4
3
2
1
4
3
2
1
Kekuatan (S1) SDM yang berpengalaman (S1) Lemlit Pertanian yang kuat (S2) Sarana/prasarana (S3) Hasil invensi dibutuhkan (S4) Kebijakan alih teknologi (S5) Kelemahan (W) Pembiayaan Pemerintah (W1) Hasil invensi belum stabil (W2) Sistem Komersialisasi invensi (W3) Birokrasi kerjasama (W4) Royalti Kekayaan Intelektual (W5) B. Rating EFE Peluang (O) Potensi Pasar (O1) Pasar (O2) Kebijakan alih teknologi (O3) Ancaman (T) Persaingan (T1) Hasil invensi (T2) Risiko (T3) Birokrasi kerjasama (T4) Royalti Kekayaan Intelektual (T5)
123
Daftar isian Bobot dari Matriks EFE dan IFE Nama pakar
:
Tentukan bobot atau tingkat kepentingan dari masing-masing faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman) berikut ini dengan memberikan (v) pada pilihan Bapak/Ibu Pakar. Pilihan bobot (weight) atau tingkat kepentingan faktor eksternal pada daftar isian ini terdiri dari: 0,20 atau 20%
:
tinggi atau kuat
0,15 atau 15%
:
di atas rata-rata
0,10 atau 10%
:
rata-rata
0,05 atau 5%
:
dibawah rata-rata
0,00 atau 0%
:
tidak berpengaruh
Jumlah bobot seluruh faktor eksternal yang ada di matriks IFE harus sama dengan 1,0 atau 100%. Jumlah bobot seluruh faktor internal yang ada di matriks IFE harus sama dengan 1,0 atau 100%. A. Bobot IFE
0,20
0,15
0,10
0,05
0,00
0,20
0,15
0,10
0,05
0,00
Kekuatan (S1) SDM yang berpengalaman (S1) Lemlit Pertanian yang kuat (S2) Sarana/prasarana (S3) Hasil invensi dibutuhkan (S4) Kebijakan alih teknologi (S5) Kelemahan (W) Pembiayaan Pemerintah (W1) Hasil invensi belum stabil (W2) Sistem Komersialisasi invensi (W3) Birokrasi kerjasama (W4) Royalti Kekayaan Intelektual (W5)
B. Bobot EFE Peluang (O) Potensi Pasar (O1) Pasar (O2) Kebijakan alih teknologi (O3) Ancaman (T) Persaingan (T1) Hasil invensi (T2) Risiko (T3) Birokrasi kerjasama (T4) Royalti Kekayaan Intelektual (T5)
124
Daftar Isian Attractiveness Score untuk Matriks QSPM Nama Pakar
:
Tentukan attractiveness score (AS) atau daya tarik dari masing-masing faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman) untuk Strategi Pertumbuhan Agresif berikut ini dengan cara memberikan tanda (X) pada pilihan Bapak/Ibu. Pilihan Attractiveness Score (AS) pada isian berikut ini terdiri dari: 1 : berarti not attractive 2 : berarti somewhat attractive 3 : berarti reasonable attractive 4 : berarti highly attractive Strategi Pertumbuhan Intensif
Attractiveness Score (AS) 4 Kekuatan (S1) SDM yang berpengalaman (S1) Lemlit Pertanian yang kuat (S2) Sarana/prasarana (S3) Hasil invensi dibutuhkan (S4) Kebijakan alih teknologi (S5) Kelemahan (W) Pembiayaan Pemerintah (W1) Hasil invensi belum stabil (W2) Sistem Komersialisasi invensi (W3) Birokrasi kerjasama (W4) Royalti Kekayaan Intelektual (W5) Peluang (O) Potensi Pasar (O1) Pasar (O2) Kebijakan alih teknologi (O3) Ancaman (T) Persaingan (T1) Hasil invensi (T2) Risiko (T3) Birokrasi kerjasama (T4) Royalti Kekayaan Intelektual (T5)
3
2
1
125
Nama Pakar
:
Tentukan attractiveness score (AS) atau daya tarik dari masing-masing faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman) untuk Strategi Turn Arround berikut ini dengan cara memberikan tanda (X) pada pilihan Bapak/Ibu. Pilihan Attractiveness Score (AS) pada isian berikut ini terdiri dari: 1 : berarti not attractive 2 : berarti somewhat attractive 3 : berarti reasonable attractive 4 : berarti highly attractive Strategi Turn Arround
Attractiveness Score (AS) 4 Kekuatan (S1) SDM yang berpengalaman (S1) Lemlit Pertanian yang kuat (S2) Sarana/prasarana (S3) Hasil invensi dibutuhkan (S4) Kebijakan alih teknologi (S5) Kelemahan (W) Pembiayaan Pemerintah (W1) Hasil invensi belum stabil (W2) Sistem Komersialisasi invensi (W3) Birokrasi kerjasama (W4) Royalti Kekayaan Intelektual (W5) Peluang (O) Potensi Pasar (O1) Pasar (O2) Kebijakan alih teknologi (O3) Ancaman (T) Persaingan (T1) Hasil invensi (T2) Risiko (T3) Birokrasi kerjasama (T4) Royalti Kekayaan Intelektual (T5)
3
2
1
126
Nama Pakar
:
Tentukan attractiveness score (AS) atau daya tarik dari masing-masing faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman) untuk Strategi Diversifikasi berikut ini dengan cara memberikan tanda (X) pada pilihan Bapak/Ibu. Pilihan Attractiveness Score (AS) pada isian berikut ini terdiri dari: 1 : berarti not attractive 2 : berarti somewhat attractive 3 : berarti reasonable attractive 4 : berarti highly attractive Strategi Diversifikasi
Attractiveness Score (AS) 4 Kekuatan (S1) SDM yang berpengalaman (S1) Lemlit Pertanian yang kuat (S2) Sarana/prasarana (S3) Hasil invensi dibutuhkan (S4) Kebijakan alih teknologi (S5) Kelemahan (W) Pembiayaan Pemerintah (W1) Hasil invensi belum stabil (W2) Sistem Komersialisasi invensi (W3) Birokrasi kerjasama (W4) Royalti Kekayaan Intelektual (W5) Peluang (O) Potensi Pasar (O1) Pasar (O2) Kebijakan alih teknologi (O3) Ancaman (T) Persaingan (T1) Hasil invensi (T2) Risiko (T3) Birokrasi kerjasama (T4) Royalti Kekayaan Intelektual (T5)
3
2
1
127
Nama Pakar
:
Tentukan attractiveness score (AS) atau daya tarik dari masing-masing faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman) untuk Strategi Defensif/Konsolidasi berikut ini dengan cara memberikan tanda (X) pada pilihan Bapak/Ibu. Pilihan Attractiveness Score (AS) pada isian berikut ini terdiri dari: 1 : berarti not attractive 2 : berarti somewhat attractive 3 : berarti reasonable attractive 4 : berarti highly attractive Strategi Defensif/Konsolidasi
Attractiveness Score (AS) 4 Kekuatan (S1) SDM yang berpengalaman (S1) Lemlit Pertanian yang kuat (S2) Sarana/prasarana (S3) Hasil invensi dibutuhkan (S4) Kebijakan alih teknologi (S5) Kelemahan (W) Pembiayaan Pemerintah (W1) Hasil invensi belum stabil (W2) Sistem Komersialisasi invensi (W3) Birokrasi kerjasama (W4) Royalti Kekayaan Intelektual (W5) Peluang (O) Potensi Pasar (O1) Pasar (O2) Kebijakan alih teknologi (O3) Ancaman (T) Persaingan (T1) Hasil invensi (T2) Risiko (T3) Birokrasi kerjasama (T4) Royalti Kekayaan Intelektual (T5)
3
2
1
128
LAMPIRAN 3 HASIL OLAH DATA
129
HASIL REKAPITULASI PERNYATAAN KEBUTUHAN KERJAMA INVENTOR
Skala Sangat Penting
Prof Inven
Penting Kurang Penting Tdk Penting
Faktor SDM (%) Prof Inves Prof Alt
Faktor Sarana/Prasarana (%) Siskom
KebAlt
NilInven
Faktor Hasil Invensi (%) TCRoy
Kurv DT
Kebaruan
Tah TD
Skalmas
DaySai
FlekKom
TechServ
KehasTek
Umur
Plag
55.56
33.33
22.22
44.44
22.22
44.44
66.67
11.11
66.67
22.22
66.67
77.78
22.22
22.22
66.67
33.33
33.33
44.44
55.56
66.67
55.56
55.56
55.56
33.33
77.78
33.33
77.78
33.33
22.22
77.78
77.78
33.33
44.44
66.67
0.00
11.11
11.11
0.00
0.00
0.00
0.00
11.11
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
22.22
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
22.22
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
INVESTOR
Prof Inven
Skala
Faktor SDM (%) Prof Inves Prof Alt
Faktor Sarana/Prasarana (%) Siskom
KebAlt
NilInven
Faktor Hasil Invensi (%) TCRoy
Kurv DT
Kebaruan
Tah TD
Skalmas
DaySai
FlekKom
TechServ
KehasTek
Umur
Plag
Sangat Penting
66.67
0.00
0.00
33.33
66.67
33.33333
66.67
33.33
66.67
0.00
33.33
66.67
33.33
33.33
33.33
33.33
33.33
Penting
33.33
66.67
100.00
66.67
33.33
66.67
33.33
66.67
33.33
100.00
66.67
33.33
66.67
66.67
33.33
66.67
33.33
Kurang Penting
0.00
33.33
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
33.33
0.00
0.00
Tdk Penting
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
33.33
Keterangan : Prof Inven : Profil Inventor Prof Inves : Profil Investor Prof Alt : Profil Pelaksana Alih Teknologi
Siskom : Sistem Komersialisasi Kurv DT : Kurva daur hidup teknologi KebAlt : Kebijakan Alih Teknologi Kebaruan : Kebaruan dan langkah inventif NilInven : Penilaian invensi Tah TD: Tahapan penembangan teknologi TCRoy : Tata cara royalty Skalmas: Kemudahan skala missal
DaySai : Daya saing FlekKom : Fleksibel & kompatibel TechServ : Technical Service KehasTek: Kekhasan teknologi Umur : Umur teknologi Plag : Plagiasi
129
130
Hasil Analisis Kerjasama menurut Persepsi Inventor dan Investor Prosentase Pernyataan Faktor SDM menurut Inventor dan Investor Pernyataan dalam %
Inventor jagung (n=9) 1 2 4 5
1
Investor (n=3) 2 4
5
Profil inventor dinilai dari jumlah hasil 0.0 0.0 44.4 55.6 0.0 0.0 33.3 66.7 invensinya Profil investor dinilai melalui kemampuan 0.0 11.1 55.6 33.3 0.0 33.3 66.7 0.0 modal Profil pelaksana alih teknologi* dinilai dari kemampuannya mengkomunikasikan 0.0 11.1 66.7 22.2 0.0 0.0 100.0 0.0 kebutuhan kerjasama investor dan inventor. 1=Tidak Penting 2=Kurang Penting 4=Penting 5=Sangat Penting *) Alih teknologi : proses mengalihkan teknologi untuk upaya komersialisasi/CSR
Prosentase Pernyataan Faktor Sarana menurut Inventor dan Investor Pernyataan dalam % Sistem komersialisasi melalui kerjasama lisensi harus memuat kemungkinan pendampingan inventor sehingga risiko hasil yang tidak sesuai dapat ditekan Kebijakan Alih Teknologi harus didukung oleh organisasi/institusi/perusahaan Penilaian invensi harus terfokus pada hasil invensi itu sendiri seberapa besar laku ’dijual’ Tata cara royalti perlu disosialisasikan dengan baik
Inventor jagung (n=9) 1 2 4 5
1
Investor (n=3) 2 4
5
0.0
0.0
55.6
44.4
0.0
0.0
66.7
33.3
0.0
22.2
55.6
22.2
0.0
0.0
66.7
33.3
0.0
0.0
55.6
44.4
0.0
0.0
33.3
66.7
0.0
0.0
33.3
66.7
0.0
0.0
33.3
66.7
Prosentase Pernyataan Faktor Hasil Invensi menurut Inventor dan Investor Pernyataan dalam % Kedudukan (posisi) invensi berdasarkan pada kurva daur hidup teknologi* Kebaruan dan langkah inventif Tahap pengembangan teknologi yang dicapai saat ini Kemudahan pengembangan produksi skala massal Daya saing terhadap produk yang sudah ada di pasar Fleksibilitas dan kompatabilitas Kemungkinan memperoleh technical service dari inventor Kekhasan invensi dibandingkan dengan teknologi lainnya Masa umur teknologi yang dihasilkan dapat bertahan pada industri sejenis Kemudahan teknologi untuk ditiru (rentan plagiasi), sehingga mempengaruhi masa dan nilai lisensi
Inventor jagung (n=9) 1 2 4 5
1
Investor (n=3) 2 4
5
0.0
11.1
77.8
11.1
0.0
0.0
66.7
33.3
0.0
0.0
33.3
66.7
0.0
0.0
33.3
66.7
0.0
0.0
22.2
77.8
0.0
0.0
100
0.0
0.0
0.0
33.3
66.7
0.0
0.0
66.7
33.3
0.0
0.0
22.2
77.8
0.0
0.0
33.3
66.7
0.0
0.0
22.2
77.8
0.0
0.0
66.7
33.3
0.0
0.0
22.2
77.8
0.0
0.0
66.7
33.3
0.0
0.0
33.3
66.7
0.0
33.3
33.3
33.3
0.0
22.2
44.4
33.3
0.0
0.0
66.7
33.3
0.0
0.0
33.3
66.7
33.3
0.0
33.3
33.3
131
Hasil Grafik Kerjasama Berdasarkan Persepsi Inventor dan Investor 100,00 90,00 80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00
Tdk Penting Kurang Penting
Faktor SDM
Faktor sarana
Plag
KehasTek
FlekKom
Skalmas
Kebaruan
TCRoy
KebAlt
Prof Alt
Prof Inven
Penting Sangat Penting
Faktor Hasil Invensi
Persepsi Kerjasama menurut Inventor 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
Tdk Penting Kurang Penting
Faktor SDM
Faktor sarana
Plag
KehasTek
FlekKom
Skalmas
Kebaruan
TCRoy
KebAlt
Prof Alt
Prof Inven
Penting
Faktor Hasil Invensi
Persepsi Kerjasama menurut Investor
Sangat Penting
132
Hasil Analisis Kebutuhan Persentase Pernyataan Responden terhadap Penyediaan Layanan Kerjasama Pernyataan dalam % Inventor difasilitasi oleh lembaga dalam mengkomersialisasikan hasil invensinya Investor difasilitasi dengan MOU dalam kerjasamanya Informasi produk hasil invensi yang akan dikomersialisasikan dapat diperoleh dengan mudah. Fasilitasi Temu bisnis dan Round Table Meeting termasuk perencanaan bisnis. Investor secara terbuka diberi kesempatan untuk melakukan analisis prospek bisnis sesuai dengan karakter invensinya. 1= Tidak penting 2=Kurang penting
Inventor jagung (n=9) 1 2 3 5
Investor (n=3) 2 3
1
5
0.0
22.2
33.3
44.4
0.0
0.0
100
0.0
0.0
0.0
33.3
66.7
0.0
0.0
0.0
100
0.0
0.0
33.3
77.8
0.0
0.0
66.7
33.7
0.0
33.3
33.3
33.3
0.0
0.0
100
0.0
0.0
0.0
44.4
55.6
0.0
0.0
100
0.0
3=Penting
5=Sangat penting
Persentase Pernyataan Responden terhadap Fasilitas Pendampingan Pernyataan dalam % Inventor memberikanan layanan pendampingan selama kerjasama. Investor memperoleh transparansi hasil. Fasilitasi pendampingan invensi disesuaikan dengan karakteristik/sifat invensinya. Layanan-layanan tertentu dapat diberikan misalnya dengan lisensi ekslusif. Pendampingan perencanaan bisnis dilakukan dari pihak BPATP sebagai pendamping alih teknologi. 1= Tidak penting 2=Kurang penting
Inventor jagung (n=9) 1 2 3 5
Investor (n=3) 2 3
1
5
0.0
0.0
55.6
44.4
0.0
0.0
0.0
100
0.0
0.0
66.7
33.3
0.0
0.0
33.3
66.7
0.0
11.1
44.4
44.4
0.0
0.0
66.7
33.3
0.0
22.2
55.5
22.2
0.0
0.0
0.0
100
22.2
11.1
55.6
0.0
0.0
66.7
33.3
0.0
3=Penting
5=Sangat penting
Prosentase Pernyataan Responden terhadap Jaminan Aturan Kerjasama Pernyataan dalam % Tersedianya tata cara kerjasama yang menentukan pembagian royalti bagi inventor dan investor. Layanan perencanaan bisnis dilakukan dalam konteks komersialisasi. Rambu-rambu aturan kerjasama ditentukan bersama sesuai dengan karakter invensi. Aturan pendampingan dari inventor dilakukan dalam rangka jaminan mutu hasil. Sanksi dari pelanggaran aturan kerjasama yang telah disepakati untuk dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku. 1= Tidak penting 2=Kurang penting
Inventor jagung (n=9) 1 2 3 5
Investor (n=3) 2 3
1
5
0.0
0.0
33.3
66.7
0.0
33.3
0.0
66.6
0.0
33.3
0.0
66.7
0.0
0.0
33.3
66.7
0.0
0.0
44.5
55.4
0.0
0.0
100
0.0
0.0
0.0
55.6
44.4
0.0
0.0
66.7
33.3
0.0
0.0
55.6
44.4
0.0
0.0
100
0.0
3=Penting
5=Sangat penting
133
Grafik Analisis Kebutuhan
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
Faktor Layanan Kerjasama
Faktor Fasilitasi Pendamping
Sanksi
Rambu
TC Corp
Lis Eks
Trans Hasil
analis BP
Info Prod
Lembaga
Tdk Penting Kurang Penting Penting Sangat Penting
Jaminan Aturan Kerjasama
Grafik analisis kebutuhan menurut investor
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
Faktor Layanan Kerjasama
Faktor Fasilitasi Pendamping
Sanksi
Rambu
TC Corp
Lis Eks
Trans Hasil
analis BP
Info Prod
Lembaga
Tdk Penting Kurang Penting Penting Sangat Penting
Jaminan Aturan Kerjasama
Grafik analisis kebutuhan menurut investor
134
Hasil Pengolahan Horizontal Kombinasi Pengolahan Horizontal antar Unsur Aktor No Faktor/Aktor Pelaksana Altek 1 Peningkatan SDM 0.317 2 Potensi Pasar 0.391 3 Pasar 0.625 4 Peningkatan Sarana 0.250 5 Ketersediaan Hasil 0.438
Manajer R&D 0.313 0.593 0.616 0.666 0.316
Pengambil Kebijakan 0.667 0.671 0.657 0.479 0.472
Pengolahan Horizontal antar Unsur Tujuan No Aktor/Tujuan PHI Dilisensi 1 Pelaksana Altek 0.519 2 Manajer R&D 0.695 3 Pengambil Kebijakan 0.767 4 Peneliti/Inventor 0.333
PHI yg diadopsi 0.762 0.747 0.667 0.742
Kinerja Peneliti 0.755 0.685 0.717 0.762
Pengolahan Horizontal antar Unsur Alternatif Strategi No Tujuan/Alternatif Pra Lisensi 1 PHI Dilisensi 0.742 2 PHI Diadopsi 0.519 3 Kinerja peneliti 0.742
Promosi 0.673 0.596 0.405
Valuasi Invensi 0.747 0.742 0.764
Peneliti/Inventor 0.657 0.657 0.554 0.661 0.635
134
135
Hasil Pengolahan Vertikal 1. Bobot Aktor Aktor/Faktor Pelaksana Altek Manajer R&D Pengambil Kebijakan Peneliti/Inventor
Peningkatan SDM 0.107 0.231 0.302 0.360
Bobot Aktor Pelaksana Altek Bobot Aktor Manajer R & D Bobot Aktor Pengambil Kebijakan Bobot Aktor Peneliti/Inventor
Pasar 0.228 0.244 0.259 0.269
Potensi Pasar 0.109 0.301 0.334 0.256
Peningkatan Sarana 0.128 0.196 0.264 0.411
Ketersediaan Invensi 0.146 0.164 0.311 0.379
Bobot Faktor 0.347 0.135 0.115 0.136 0.267
Bobot Aktor 0.136834 0.218156 0.29711 0.347764
0.136834 0.218156 0.29711 0.347764
2. Bobot Tujuan Tujuan/Aktor Meningkatkan PHI dilisensi Meningkatkan PHI diadopsi Meningkatkan kinerja inventor
Pengambil Kebijakan
Peneliti/Inventor
Bobot Aktor
Bobot Tujuan
Pelaksana Altek
Manajer R&D
0.18
0.205
0.229
0.187
0.136834 0.202422158 3
0.441
0.453
0.38
0.294
0.218156 0.374312878 2
0.379
0.342
0.391
0.519
0.29711 0.423128964 1 0.347764
4 3 2 1
135
136
Bobot Tujuan MPD Bobot Tujuan MPA Bobot Tujuan MKP
MPD = Meningkatnya PHI yang di lisensi MPA = Meningkatnya PHI yang diadopsi MPP = Meningkatnya Kinerja Peneliti/Inventor
0.202422158 0.374312878 0.423128964
3. Bobot Alternatif Alternatif/Tujuan Melaksanakan Pra Lisensi Melaksankan Promosi Membuat Valuasi Invensi Alternatif MPL Alternatif MPP Alternatif MVI
PHI Dilisensi 0.273 0.257 0.47 0.23326966 0.277991938 0.488976715
PHI Diadopsi 0.202 0.355 0.444
Kinerja Peneliti 0.242 0.220 0.538
Bobot Tujuan 0.202422158 0.374312878 0.423128964
Bobot Alternatif 0.23326966 3 0.277991938 2 0.488976715 1
MPL = Melaksanakan Pra Lisensi MPP = Melaksanakan Promosi MVI = Membuat Valuasi Invensi
136
137
Hasil Sintesis Software Expert Choice 2000 Perbandingan Prioritas Faktor terhadap Fokus Strategi Pengembangan Komersialisasi Jagung Hibrida
11/5/2011 7:55:50 AM
Page 1 of 1
Model Name: Jagung AHP
Priorities with respect to: Goal: Strategi Komersialisasi PHI
Meningkatkan SDM Potensi Pasar Pasar Meningkatkan Sarana Prasarana Meningkatkan Ketersediaan Hasi Inconsistency = 0.01 with 0 missing judgments.
Combined
.316 .136 .131 .147 .270
Nuning
138
Hasil analisis Software Expert Choice 2000 Perbandingan antara Faktor Meningkatkan SDM dengan Potensi Pasar
11/5/2011 7:49:03 AM
Page 1 of 1
Model Name: Jagung AHP Verbal Assessment Extreme
Meningkatkan SDM
Very Strong Strong Moderate
Compare the relative importance with respect to: Goal: Strategi Komersialisasi PHI
Equal Moderate Strong
Potensi Pasar
Very Strong Extreme
Meningkatkan SDM Potensi Pasar Pasar Meningkatkan Sarana Prasarana Meningkatkan Ketersediaan Hasil Invensi
MeningkatkanPotensi SDM Pasar Pasar Meningkatkan Meningkatkan Sarana Prasarana Ketersediaan H 2.29184 2.67626 1.6172 1.39341 1.17605 1.0 2.40125 1.01293 1.85685 2.0131 Incon: 0.01
139
Hasil Sintesis Software Expert Choice 2000 Perbandingan Strategi Alternatif Melaksanakan Pra lisensi dan Melaksanakan Promosi
11/5/2011 7:46:15 AM
Page 1 of 1
Model Name: Jagung AHP Numerical Assessment 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Melaksanakan Pra Lisensi
Melaksanakan Promosi
Compare the relative importance with respect to: Meningkatkan SDM
Melaksanakan Pra Lisensi Melaksanakan Promosi Membuat Valuasi invensi
\ Pelaksana Altek
Melaksanakan Melaksanakan Pra Lisensi Membuat Promosi Valuasi invensi 1.21851 1.85123 1.85685 Incon: 0.00
140
Hasil Analisis Sintesis Software Expert Choice 2000 Perbandingan Grafis Antara Faktor Meningkatkan SDM terhadap Faktor Potensi Pasar 10/23/2011 10:07:33 AM
Page 1 of 1
Model Name: Jagung AHP
Graphical Assessment Meningkatkan SDM
Compare the relative importance with respect to: Goal: Strategi Kom
Potensi Pasar
Meningkatkan PotensiSDM Pasar Pasar Meningkatkan Meningkatkan Sarana Ketersedi Prasarana 3.017723.573911.586261.43607 1.381561.157562.17869 1.014111.96431 2.43344 Incon: 0.02
Meningkatkan SDM Potensi Pasar Pasar Meningkatkan Sarana Prasarana Meningkatkan Ketersediaan Hasil Invensi
Nuning