GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
ISSN 2088 - 6594
ANALISIS PERBEDAAN ABNORMAL RETURN PADA PERUSAHAAN MERGER DAN AKUISISI Amru Sukmajati STIE Swstamandiri Surakarta ABSTRACT This research aims to determine the difference in abnormal returns generated by the company before and after mergers and acquisitions. Measurement variables used in this study is Cumulative Abnormal Return (CAR) which is divided into several event window that is CAR-20,-2; CAR0; CAR1, 1; and CAR2, 20. It is also used abnormal return for each day during 41 days of observation. The study found no significant abnormal return on announcement of mergers and acquisitions. Other results show, there were no differences in abnormal return for each event window periods being compared. While on the daily abnormal stock returns for 41 days were compared in pairs, obtained the result that there are significant differences in abnormal return in a few days before and after mergers and acquisitions. Keywords: Abnormal return, Merger, and Acquisition.
I. Pendahuluan Akuisisi suatu perusahaan oleh perusahaan lainnya merupakan suatu investasi yang dilakukan dalam suatu ketidakpastian. Satu ditambah satu menjadi tiga, persamaaan ini merupakan persenyawaan khusus dari suatu merger atau akuisisi. Kunci prinsip dalam pembelian terhadap satu perusahaan adalah menciptakan value bagi shareholder diatas value yang dihasilkan dari dua perusahaan tersebut. Dua perusahaan yang melebur akan lebih berharga daripada dua perusahaan yang terpisah, paling tidak itulah alasan dilakukannya merger dan akuisisi. Prinsip dasar penilaian suatu perusahaan layak diakuisisi apabila perusahaan tersebut mampu menghasilkan net present value (NPV) positif kepada shareholder perusahaan pengakuisisi. Namun, karena NPV perusahaan yang akan diakuisisi sulit untuk ditentukan, merger dan akuisisi tetap akan menjadi topik yang sangat menarik. Di antara begitu banyak cara untuk mengukur nilai yang dihasilkan oleh merger dan akuisisi perusahaan terhadap shareholdernya, kinerja saham dalam jangka pendek dipandang sebagai bukti yang dipercaya sebagai bukti penambahan nilai bagi shareholder perusahaan. Peningkatan ini juga bisa diukur dari adanya
return total bagi shareholdernya. Sebagaimana dalam studi yang dilakukan oleh Mandelker (1974), selain mempertimbangkan return aktual saham yang terjadi selama beberapa hari, abnormal return juga dapat dipakai sebagai ukuran keberhasilan penambahan nilai. Salah satu bukti yang dapat diandalkan dalam penilaian apakah merger dan akuisisi mampu menambah nilai bagi shareholdernya dapat dilihat dari event study jangka pendek. Kebanyakan studi pengujian abnormal return disekitar hari pengumuman merger dan akuisisi sebagai suatu indikator tentang terjadinya penambahan nilai bagi shareholdernya atau malah membawa kehancuran (Hackbarth dan Morellec, 2006). Penelitian tentang pengaruh merger dan akuisisi terhadap abnormal return perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia merupakan salah satu upaya penelitian untuk melihat reaksi pasar, dalam hal ini reaksi para pemegang saham, investor, analisisi investasi dan pelaku pasar modal lainnya. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah,"Apakah terdapat perbedaan abnormal return antara sebelum dan sesudah merger dan akuisisi?"
Analisis Perbedaan Abnormal Return Pada Perusahaan Merger Dan Akuisisi
1
GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
ISSN 2088 - 6594
II. Merger dan Akuisisi
disebut dengan return realisasi (realized return) yang dapat dicari dengan rumus:
"A business occurs when a corporation and one or more incorporated or unincorporated business are brought together into one account entity. The single entity carries on the activities of the previously separate independent enterprise".(Accounting Prinsiples BoardOpinion No. 15) Berdasarkan pengertian diatas, dapat dinyatakan bahwa penggabungan usaha secara umum merupakan suatu keadaan yang menyebabkan terjadinya legal merger atau suatu keadaan yang menyebabkan sebuah perusahaan memiliki mayoritas voting stock perusahaan lain, sehingga perusahaan mempunyai kemampuan untuk mengendalikan proses pembuatan keputusan serta menguasai aktiva dan kewajiban perusahaan lain dalam rangka memperbaiki kinerja perusahaaan. Tiga macam bentuk penggabungan usaha menurut (Brigham and Gapenski, 1994) adalah: 1. Merger merupakan penggabungan usaha dengan cara mengambil alih semua operasi bisnis entitas bisnis dan entitas bisnis yang diambil alih kemudian dibubarkan. 2. Akuisisi merupakan penggabungan usaha dengan cara sebuah perusahaan mengakuisisi aset-aset produktif entitas bisnis lain dan mengintegrasikan asetaset tersebut kedalam usahanya atau sebuah perusahaan mempunyai kendali atas fasilitas produktif entitas usaha lain dengan mengakuisisi dalam penggabungan badan usaha dapat berupa akuisisi aktiva. 3. K o n s o l i d a s i m e r u p a k a n s e b u a h penggabungan usaha yang menyebabkan sebuah usaha baru terbentuk dengan mengambil alih aset dan operasi bisnis dua atau lebih bisnis yang terpisah dan entitas-entitas yang sebelumnya terpisah tersebut kemudian dibubarkan Terlepas dari struktur kategorinya, semua merger dan akuisisi memiliki satu tujuan yang sama, yaitu bermaksut menciptakan sinergi yang menghasilkan nilai yang lebih besar dari penggabungan perusahaan dalam jumlah yang melebihi keduanya. Keberhasilan merger ataupun akuisisi bergantung pada tercapai tidaknya sinergi tersebut. Menurut Jogiyanto (2003:109) return dapat berupa realisasi yang sudah terjadi atau sering 2
R it =
(Pit - Pit-1) Pit-1
Keterangan : R_it : Return realisasi yang terjadi untuk sekuritas ke-i pada periode peristiwa ke-t P_it : Harga saham sekuritas ke-i pada periode peristiwa ke-t P_(it-1): Harga saham sekritas ke-i pada periode peristiwa t-i atau bisa berupa return ekspektasi (expected return) yang merupakan return yang belum terjadi tetapi diharapkan akan terjadi di masa mendatang yang dapat dicari dengan rumus:
Rm t =
(IHSGt - IHSGit-1) IHSGt-1
Keterangan : Rmt : Return pasar IHSG t : Indek penutupan IHSG pada periode t IHSG (t-1) : Indek penutupan IHSG pada periode t - 1 Sedangkan selisih antara keuntungan yang diharapkan (expected return) dengan keuntungan yang sebenarnya inilah yang disebut abnormal return. Sehingga didapat rumus abnormal return sebagai berikut: Jogiyanto (2003:434)
RTNit = Rit - E ( Rit ) Keterangan: RTNit : abnormal return sekuritas ke-i pada periode peristiwa ke-t R it : return sesungguhnya yang terjadi untuk sekuritas ke-i pada periode ke-t E(Rit) : return ekspektasi (return IHSG) sekuritas ke-i pada periode peristiwake-t.
Analisis Perbedaan Abnormal Return Pada Perusahaan Merger Dan Akuisisi
GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
ISSN 2088 - 6594
Akumulasi return tidak normal (ARTN) atau (cumulative abnormal return) merupakan penjumlahan return tidak normalhari sebelumnya di dalam periode peristiwa untuk masing-masing sekuritas. Dengan rumus sebagai berikut
Keterangan : ARTN (i,t) : akumulasireturn tidak normal (cumulative abnormal return) sekutiras ke-i pada hari ke-t, yang diakumulasikan dari return tidak normal (RTN) sekuritas ke-i mulai hari awal periode peristiwa (t3) sampai hari ke-t RTN ia : Return tidak normal (abnormal return) untuk sekutiras ke-i pada hari ke-a, yaitu mulai t3 (hari awal periode jendela) samapi hari ke-t
III. Hipotesis dan Kerangka Pemikiran
H1 :
Hipotesis yang dirumuskan adalah: H0 : Tidak terdapat perbedaan abnormal return yang dihasilkan oleh perusahaan sebelum dan sesudah tanggal pengumuman merger dan akuisisi.
Terdapat perbedaan abnormal return yang dihasilkan oleh perusahaan sebelum dan sesudah tanggal pengumuman merger dan akuisisi.
Diagram alir kerangka pemikiran disajikan dalam gambar berikut:
Merger &Akuisis i
Sebelum
CAR-20
Sesudah
CAR-2
CAR2
CAR-1
CAR20
CAR1
Compare Mean One-sample t-test
Paired-sample t-test
REKOMENDASI
Analisis Perbedaan Abnormal Return Pada Perusahaan Merger Dan Akuisisi
3
GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
ISSN 2088 - 6594
IV. Metode Penelitian Penelitian dilakukan terhadap perusahaan yang melakukan kegiatan merger dan akuisisi yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode 2004-2010 dengan menggunakan sumber data ICMD periode tahun 2004-2010. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang melakukan kegiatan merger dan akuisisi yang telah terdaftar di BEI selama periode 2004-2010. Sedangkan pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling, sampel dipilih berdasarkan kesesuaian karakter dengan kriteria sampel yang telah ditentukan sehingga didapatkan sampel yang representatif (Cooper dan Schindler, 2003). Pengujian dilakukan untuk mengetahui adanya hubungan signifikan antara pengumuman merger dan akuisisi dengan perubahan abnormal return perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi. Pengujian reaksi perusahaan-perusahaan tersebut dilakukan dengan event study dan pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji One Samplet-
test.Tujuannya membandingkan rata-rata dari beberapa kelompok yang tidak berhubungan satu dengan yang lain. Beberapa kelompok yang diuji adalah cumulative abnormal return CAR-20,-2; CAR0;CAR1,-1; dan CAR2,20. Selain itu, untuk mendapatkan perbedaan abnormal return yang diperoleh sehubungan dengan kegiatan merger dan akuisisi, tes yang digunakan adalah paired sample test. Tujuan dari penggunaan tes ini adalah untuk membandingkan abnormal return yang diperoleh perusahaan pada saat sebelum dan sesudah meger dan akuisisi. V. Statistik Deskriptif Sampel yang digunakan mencakup delapan jenis industri yang ada di Bursa Efek Indonesia, yaitu Basic industry and chemical, Mining, Finance, Miscellaneous industry, Consumer goods industry, Infrastructure, utilitiesand transportasion, property and real estate, Agriculture. Tabel 1 meringkas statistik deskriptif dari variabel penelitian untuk perusahaan secara keseluruhan.
Tabel 1. Statistik Deskriptif Variabel Penelitian
Variabel
Std. N
Mean
Deviation
CAR-20,-2
30
.0640
.3691
CAR-1
30
.0100
.1485
CAR0
30
.0133
.0645
CAR1
30
.0197
.0675
CAR2, 20
30
-.0022
.1621
Sumber: Hasil pengolahan SPSS CAR pada umumnya mendekati nol dengan deviasi standar kecil. Ini berarti bahwa baik pada periode sebelum, pada saat, dan setelah pengumuman, abnormal return saham perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi rata-rata hampir sama dengan nol. Perusahaan mendapatkan CAR yang positif pada periode 20 sampai 2 hari sebelum merger (sebesar rata-rata 4
0,0640), 1 hari sebelum pengumuman (0,0100), dan pada saat tanggal pengumuman (0,0133). Sedangkan pada periode setelah pengumuman perusahaan mendapatkan abnormal return dengan nilai (0,0197), dan periode 2 hari sampai 20 hari setelah merger dan akuisisi mendapatkan abnormal return yang negatif, yaitu sebesar (-0,0022).
Analisis Perbedaan Abnormal Return Pada Perusahaan Merger Dan Akuisisi
GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
ISSN 2088 - 6594
VI. Uji Hipotesis
Abnormal return dapat dijadikan sebagai cermin reaksi pasar terhadap pengumuman meger dan akuisisi yang dilakukan oleh perusahaan sampel. Jika pasar memberikan respon positif terhadap pengumuman merger dan akuisisi, maka perusahaan akan memperoleh cummulative abnormal return positif. Sebaliknya, perusahaan akan memperoleh cummulative abnormal return negatif jika pasar memberikan respon negatif terhadap pengumuman merger dan akuisisi. Berdasarkan hasil penghitungan CAR, secara umum dapat dilihat bahwa CAR negatif yang lebih banyak daripada CAR positif terjadi pada periode CAR-20,-2;CAR-1; CAR-1,1 dan CAR 2,20. Ini mengindikasikan bahwa pada periode tersebut pasar tidak merespon positif terhadap tindakan merger dan akuisisi.Sedangkan pada periode CAR0 dan CAR1 menunjukkan bahwa CAR positif yang lebih banyak daripada CAR negatif. Ini mengindikasikan pada periode tersebut pasar memberikan respon positif terhadap keputusan merger dan akuisisi oleh perusahaan sehingga para pemegang saham memperoleh cumulative abnormal return. Sedangkan pada gambar 2 tentang ratarata abnormal return saham perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi menunjukkan bahwa terdapat pola yang fluktuasi disekitar tanggal pengumuman merger dan akuisisi.Hal tersebut merupakan antisipasi pasar terhadap berita merger dan akuisisi. Pada periode sebelum tanggal pengumuman, terjadi pergerakan abnormal return yang relative fluktuatif dibandingkan dengan setelah pengumuman.
Uji normalitas menggunakan Uji Kolmogorov Smirnov menunjukkan semua data terdistribusi normal kecuali untuk CAR7 menunjukkan nilai 0,048 yang dapat dilihat pada lampiran 2. Penulis tetap memasukkan data ini karena jumlahnya hanya satu dan sangat mendekati normal sehingga semua data dapat disimpulkan terdistribusi normal dan uji hipotesis menggunakan statistik parametrik yaitu uji one sample dan paired sample t-test. Uji hipotesis mengemukakan hasil analisis dari pengolahan data sekunder untuk melihat perbandingan abnormal return yang diperoleh pada H-20,-2; H-1; H0; H1;H2,20, serta untuk keseluruhan periode pengamatan selama 41 hari. Analisis diawali dengan menentukan return masing-masing saham atas dasar harga penutupan selama periode pengamatan. Selanjutnya menghitung abnormal return dari 30 saham harian perusahaan yang dijadikan sampel, kemudian dilanjutkan dengan menghitung cummulative abnormal return saham untuk periode pengamatan 41 hari perdagangan bursa. Adapun pengamatan tersebut dibagi menjadi 20 hari sampai dengan 2 hari sebelum tanggal pengumuman, 1 hari sebelum dan sesudah tanggal pengumuman, tanggal pengumuman, dan 2 hari sampai dengan 20 hari setelah tanggal pengumuman merger dan akuisisi (CAR-20,2; CAR0;CAR1,-1; dan CAR2,20). Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan perolehan abnormal return saham harian untuk tiaptiap periode pengamatan. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan one-sample t-test dan paired sampel test.
AR Mean
AR 0,06
0.049 0,04 0,02 0,00
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
Hari 20
-0,02 -0,04
-0.036
Gambar Rata-rata Abnormal Return Perusahaan di Seputar Tanggal Pengumuman Merger dan Akuisisi Analisis Perbedaan Abnormal Return Pada Perusahaan Merger Dan Akuisisi
5
GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
ISSN 2088 - 6594
Berdasarkan hasil perhitungan mean compare test didapatkan hasil bahwa tidak terdapat perbedaan antara CAR sebelum dan sesudah pengumuman merger dan akuisisi. Pada pengujian hipotesisi pengaruh merger dan akusisi terhadap abnormal return perusahaan, diperoleh hasil bahwa merger dan akuisisi tidak berpengaruh terhadap abnormal return saham harian. Hasil ini mendukung penelitian Sudarsanam (2003) di Negaranegara Eropa yang menemukan bahwa perusahaan pengakuisisi malah mengalam penurunan kesejahteraan dengan tidak
adanya abnormal return. Di sisi lain, hasil dalam penelitian ini bertentangan dengan penelitian Dubcovsky dan Gracia (1995) yang menemukan bahwa perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi mendapatkan abnormal return yang positif dan signifikan dalam dua hari sebelum dan sesudah tanggal pengumuman. Hasil perhitungan mengindikasikan bahwa pasar memberikan tanggapan yang sama terhadap pengumuman merger dan akuisisi karena informasi telah diketahui pasar sebelum merger dan akuisisi diumumkan.
Tabel 3. Hasil Uji Beda Mean Test Value = 0 Variabel
Sig. t
Df
(2-tailed)
Mean Difference
CAR -20,-2
.949
29
.350
.0640
CAR-1
.368
29
.715
.0100
CAR -1,1
1.502
29
.144
.0429
CAR 0
1.126
29
.269
.0130
CAR 1
1.598
29
.121
.0197
CAR2,20
-.075
29
.941
-.0022
Sumber: Hasil pengolahan SPSS
Hasil pengujian dengan menggunakan paired samples test sebagaimanayang terlihat dalam lampiran 3 menunjukkan hasil yang sedikit berbeda dengan uji bedamean pada tabel 3. Hasil ini membandingkan antara abnormal return yang diperoleh pada periode 20 hari sebelum dan 20 hari sesudah pengumuman merger dan akuisisi. Hasilnya terdapat perbedaan abnormal return yang signifikan pada hari ke-10 dan ke-14 sebelum dan sesudah merger dan akuisisi. Perbedaan pada hari ke-10 memiliki nilai t sebesar 2,477 dengan signifikansi 0,019.Sedangkan pada hari ke14 didapatkan hasil t sebesar -2,937 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,006. Dari hasil tersebut, dapat ditarik kesimpulan memang terdapat abnormal return yang signifikan pada periode sebelum dan sesudah dilakukannya merger dan akuisisi, terutama pada hari ke-10 dan 14 sebelum dan sesudah pengumuman. Dengan demikian hipotesis penelitian ini diterima. 6
VII. Kesimpulan Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui adanya perbedaan abnormal return yang dihasilkan oleh perusahaan sebelum dan sesudah tanggal pengumuman merger dan akuisisi. Pengukuran variable yang digunakan dalam penelitian ini adalah cumulative abnormal return (CAR) yang terbagi dalam beberapa event window. Event window tersebut adalah CAR -20,-2 ; CAR 0 ; CAR 1,-1 ; dan CAR2,20. Selain itu juga digunakan abnormal return untuk tiap hari pengamatan sepanjang 41 hari. Hasil pengujian hipotesis pada penelitian ini adalah dari keempat event window yang digunakan, tidak terdapat abnormal return yang signifikan terhadap pengumuman merger dan akuisisi. Begitupula dalam pembandingan perolehan abnormal return, tidak ditemukan adanya perbedaan untuk tiap periode event window yang
Analisis Perbedaan Abnormal Return Pada Perusahaan Merger Dan Akuisisi
GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
ISSN 2088 - 6594
dibandingkan. Sedangkan terhadap abnormal return saham harian selama 41 hari yang dibandingkan secara berpasangan, diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan abnormal return yang signifikan pada hari ke-10 dan hari ke-14 sebelum dan sesudah merger dan akuisisi. Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa tindakan merger dan akuisisi yang telah dilakukan oleh 30 perusahaan publik yang terdaftar di BEI selama tahun 2004 - 2010 tidak memiliki
pengaruh terhadap perolehan abnormal return saham harian. Dengan demikian, pasar di Indonesia tidak terpengaruh oleh merger dan akuisisi yang dilakukan oleh perusahaan. Namun di sisi lain, ditemukan perbedaan abnormal return yang signifikan yang positif pada hari ke-10 dan signifikan negatif pada hari ke-14 sebelum dan sesudah merger dan akuisisi dilakukan. Dengan demikian, berdasarkan penelitian ini pada hari tersebut terdapat perbedaan perolehan abnormal return yang signifikan.
DAFTAR PUSTAKA Brigham, Eugene F and Gapenski, Financial Management, 7th Ed., Florida: The Dryden Press, 1994. Cooper, D.R. and Schindler, P.S. Bussiness Reserch Method,7th Ed., Internasional Edition, New York : Mc Graw-Hill Companies, Inc, 2003. Dubcovsky, Gerardo, Benjamin Gracia, Merger, Acqusition and Joint Ventures between USMexian Firms 1993-1994, Journal of Financial Economics, 1995. Hackbarth, Dirk, Erwan Morellec, Stock Return in Merger and Acquisition, Journal of Financial Economics, 2006. Institute For Economic and Financial Research, 2004. ICMD 2004, http://www.4shared.com/rar/30_Yc7CQ/icmd_2004.html Institute For Economic and Financial Research, 2005.ICMD 2005. http://www.4shared.com/rar/30_Yc7CQ/icmd_2005.html Institute For Economic and Financial Research, 2006.ICMD 2006. http://www.4shared.com/rar/30_Yc7CQ/icmd_2006.html Institute For Economic and Financial Research, 2007.ICMD 2007. http://www.4shared.com/rar/30_Yc7CQ/icmd_2007.html Institute For Economic and Financial Research, 2008.ICMD 2008. http://www.4shared.com/rar/30_Yc7CQ/icmd_2008.html Institute For Economic and Financial Research, 2009.ICMD 2009. http://www.4shared.com/rar/30_Yc7CQ/icmd_2009.html Institute For Economic and Financial Research, 2010. ICMD 2010. http://www.4shared.com/rar/30_Yc7CQ/icmd_2010.html Jogiyanto, Teori Portofolio dan Analisisi Investasi, Edisi Ketiga, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2003. Mandelker, Gershon, Risk and return: The case of merging firms, Journal of Financial Economics, Elsevier, vol. 1(4), pages 303-335, 1974. Sudarsanam, Sudi, Creating Value from Mergers and Acquisitions, The Challenges, Prentice Hall, Harlow, 2003.
Analisis Perbedaan Abnormal Return Pada Perusahaan Merger Dan Akuisisi
7
GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
ISSN 2088 - 6594
KECERDASAN EMOSIONAL, KOMPETENSI KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL Andri Nurtantiono
[email protected] Abstract Transformational leadership is the ability of leaders to motivate followers to reach beyond what is normally done. Competence or ability to realize one's own feelings, aware of the feelings of others, distinguish between them, and use information to guide one's thinking and behavior is the competence of Emotional Intelligence (Emotional Quotient / Emotional Intelligence). Emotional Intelligence is Intrapersonal dimension, as an indicator of self-awareness and self-expression, interpersonal used to measure the social awareness and interpersonal relationships, Stress Management is used for Management and Control of Emotion, Adaptation is used as an indicator of the ability to Managing Change, and General Mood is used as an indicator of Motivation self. Keywords: leadership, Transformational Leadership, Emotional Intelligence I. Pendahuluan Era globalisasi tentu saja membawa banyak perubahan-perubahan baik yang bersifat positif maupun negatif. Sisi positifnya adalah pada saat sekarang ini informasi/pengetahuan mudah diperoleh meskipun juga mengalami masa yang cepat, sedangkan sisi yang lain adalah bahwa permasalahan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari semakin kompleks dan sekaligus tidak pasti. Perubahan yang demikian drastis seringkali menjadikan organisasi menghadapi permasalahanpermasalahan yang semakin kompleks yang tidak hanya menyangkut masalah finansial, namun seringkali juga sumber daya manusia. Perubahan yang demikian tidak hanya menuntut seorang manajer yang mempunyai kepandaian intelektual yang tinggi, yang mampu menghitung seberapa banyak alokasi dana, berapa perkiraan keuntungan yang harus diperolehnya, dan perhitungan perkembangan perusahaan secara angka saja. Justru pada saat - saat dinamika perusahaan naik turun, diperlukan seseorang yang mampu menyeimbangkan kepentingan organisasi dengan tanpa meninggalkan sumber daya khususnya sumber daya manusia yang terlibat di dalamnya, atau dengan kata lain dibutuhkan suatu kepemimpinan yang t e p a t . M e n u r u t Ta n a k a ( 1 9 9 8 ) kepemimpinan memang menempati posisi
8
sentral dalam manajemen.. Tugas seorang pemimpin memang berkaitan dengan kegiatan manajemen dan kepemimpinan. Melakukan kegiatan Manajemen berarti mengerjakan segalanya secara benar, dan melakukan kegiatan kepemimpinan berarti mengerjakan hal-hal yang benar. Dalam melaksanakan kegiatan manajemen, seorang pemimpin dituntut untuk dapat memenuhi kedua persyaratan di atas secara menyeluruh. Seringkali para pemimpin menemui dilema dalam pengambilan keputusan karena hal benar yang dibenarkan secara manajemen dalam kesempatan yang lain, artinya dimensi waktu bisa menegatifkan pengambilan keputusan sebelumnya (Gunawan Samsu, 2009). Untuk lebih mengantisipasi hal tersebut, maka dibutuhkan seorang pemimpin yang visioner dan efektif. Pemimpin Visioner berarti seorang pemimpin yang dalam bertindak, berpikir tidak hanya dalam era sekarang saja tetapi memandang jauh ke depan. Ia menetapkan tujuan perusahaan dalam visi dan misi, ia menetapkan kebijakan dengan melihat baik buruknya alternatif dan resiko atau akibat yang akan terjadi, sudah dipertimbangkan baik-baik. Setiap persoalan dipandang secara bijak diambil hikmahnya, jika baik diambil, jika buruk kemudian diperbaiki agar tetap mengarah dan fokus ke masa depan. Agustian, Ary Ginanjar (2008) seseorang
Kecerdasan Emosional, Kompetensi Kepemimpinan Transformasional
GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
yang visioner adalah mereka yang memiliki tujuan jangka panjang. Mereka bekerja bukan untuk sesuatu yang bersifat fisik dan sementara, namun untuk kepentingan orang banyak. Menurut Gunawan Samsu (2008) "Seorang visioner punya kearifan untuk bersinergi dengan visioner lainnya, dengan semangat saling memperkuat seperti layaknya ikatan sapu lidi. Seorang visoner juga harus punya kesabaran untuk merangkai tiap batang sapu lidi untuk menjadi ikatan yang kuat. Hal ini berarti bahwa seorang visioner haruslah seorang yang peduli dan empati dengan orang lain khususnya anak buah atau anggotaanggotanya". Sedangkan pemimpin efektif adalah seorang pemimpin yang mampu memimpin dengan segala ucapan, perbuatan dan sikap atau perilaku hidup yang mendorong dan mengantarkan bawahan pada tujuan yang hendak dicapai (Riyadiningsih dan Ratna, 2007). Riyadiningsih dan Ratna (2007) menyatakan bahwa kepemimpinan yang efektif akan sangat berpengaruh terhadap kinerja bawahan dalam suatu organisasi. Hal ini mengindikasikan bahwa bawahan akan memiliki kinerja tinggi jika kepemimpinannya efektif. Kinerja bawahan tinggi dengan sendirinya akan berimbas pada kinerja organisasi yang tinggi pula. II. Pembahasan Pemimpin Efektif dan Transformasional Ukuran yang paling banyak digunakan untuk mengukur efektivitas pemimpin adalah seberapa jauh unit organisasi pemimpin tersebut berhasil menunaikan tugas pencapaian sasarannya (Yukl, 2006). Contoh ukuran kinerja yang obyektif mengenai pencapaian kinerja atau sasaran adalah keuntungan, margin keuntungan, peningkatan penjualan, pangsa pasar, penjualan dibanding target penjualan, pengembalian atas investasi, produktivitas, biaya per unit keluaran, biaya yang berkaitan dengan anggaran pengeluaran dan seterusnya. Sedangkan ukuran subyektifnya adalah tingkat efektivitas yang dihasilkan oleh pemimpin tertinggi, para pekerja atau bawahan. Sikap para pengikut terhadap pemimpin adalah indikator umum lainnya dari pemimpin yang efektif (Yukl, 2006). Seberapa baik pemimpin tersebut memenuhi kebutuhan dan harapan
ISSN 2088 - 6594
pengikutnya ? Apakah para pengikut menyukai, menghormati dan mengagumi pemimpinnya ? Apakah pengikut benarbenar mau mengerjakan keinginan pemimpinnya ? Indikator berikutnya adalah berdasar kontribusi pemimpin pada kualitas proses kelompok yang dirasakan oleh para pengikut. Apakah pemimpin mampu meningkatkan kohesivitas anggota kelompok, kerjasama anggota, motivasi anggota, penyelesaian masalah, pengambilan keputusan dan mendamaikan konflik antar anggota ? Apakah pemimpin berkontribusi terhadap efisiensi pembagian peran, pengorganisasian aktivitas, pengakumulasian sumber-sumber dan kesiapan kelompok untuk menghadapi perubahan atau krisis ? Apakah pemimpin dapat memperbaiki kualitas kehidupan kerja, membangun rasa percaya diri pengikutnya, meningkatkan ketrampilan mereka dan berkontribusi terhadap pertumbuhan dan perkembangan psikologis para pengikutnya ? Dalam kebanyakan konteks organisasi, kepemimpinan transformasional dianggap sebagai gaya kepemimpinan yang lebih efektif dibandingkan dengan transaksional dan secara konsisten ditemukan meningkatkan kinerja organisasi yang lebih besar (Lowe dan Kroeck, 1996). Kepemimpinan transformasional secara tradisional didefinisikan sebagai perwujudan komponen-komponen karisma, stimulasi intelektual, dan pertimbangan individual (Avolio et al., 1999). Dimensi karisma terkait dengan pemimpin yang menanamkan kebanggaan, iman, dan rasa hormat pada bawahan dan yang menetapkan visi dan misi untuk sebuah tim melalui keterampilan komunikasi yang baik. Stimulasi Intelektual ciri seorang pemimpin yang meningkatkan kecerdasan, rasionalitas, kehati-hatian dalam pemecahan masalah, dan yang mendorong bawahan untuk melakukan inovatif dalam menyelesaikan suatu masalah. Seorang pemimpin yang memberikan perhatian pribadi kepada bawahan, memperlakukan setiap karyawan sebagai seorang individu, dan mengambil minat dalam jangka panjang pengembangan kepribadian setiap karyawan merupakan komponen kepemimpinan transformasional K e p e m i m p i n a n Tr a n s f o r m a s i o n a l (Sivanathan, Niroshaan dan G.Chinthia F,
Kecerdasan Emosional, Kompetensi Kepemimpinan Transformasional
9
GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
ISSN 2088 - 6594
2002) adalah kemampuan pemimpin untuk memotivasi pengikutnya untuk mencapai melebihi apa yang mulanya dianggap mungkin. Bass (1985) mengusulkan empat faktor karakteristik kepemimpinan transformasional yang sering disebut sebagai "Four I's : 1 . Pengaruh ideal/Idealized Influence yakni pengikut mengidealkan dan meniru perilaku pemimpin terpercaya mereka; 2 Inspirasional motivasi/Inspirational Motivation yaitu pengikut termotivasi oleh pencapaian tujuan yang sama; 3. S t i m u l a s i i n t e l e k t u a l / I n t e l l e c t u a l Stimulation yakni pengikut didorong untuk melepaskan diri dari cara berpikir lama dan didorong untuk mempertanyakan nilai-nilai, keyakinan dan harapan mereka; dan 4. Pertimbangan individual/Individualized Consideartion yaitu kebutuhan pengikut yang ditujukan baik secara individu dan tujuan keadilan (Bass dan Avolio, 1997). Kepemimpinan transformasional secara konsisten menunjukkan efek menguntungkan pada berbagai hasil individu dan organisasi (Bass, 1998). Sebagai contoh, Barling et al. (1996) menemukan bahwa komitmen organisasi bawahan berkorelasi positif dengan perilaku kepemimpinan transformasional supervisor mereka. Kelloway dan Barling (1993) juga telah menunjukkan prediksi kuat kesetiaan seseorang kepada organisasinya adalah sejauh mana dipraktikkan kepemimpinan transformasi. Selain itu, hubungan yang positif juga telah ditemukan antara kepemimpinan transformasional dan motivasi bawahan (Masi dan Cooke, 2000). Beberapa penelitian yang lain menunjukkan buktibahwa kepemimpinan transformasional secara positif berhubungan dengan kinerja bisnis intinya (Barling et al., 1996; Howell dan Avolio, 1993). Menurut Bass (1998) kepemimpinan transformasi adalah berhubungan secara positif dengan efektivitas pemimpin (Bass, 1998). Karena hasil organisasi positif berhubungan dengan kepemimpinan transformasi, para peneliti mengeksplorasi faktor-faktor yang memprediksi perilaku kepemimpinan transformasional (Rost, 1991). Faktor yang banyak dinyatakan adalah kecerdasan emosional (Sosik dan Megerian, 1999; Barling et al., 2000) Avolio mengemukakan bahwa para pemimpin 10
yang efektif adalah orang-orang yang mempunyai gaya kepemimpinan transformasional daripada gaya kepemimpinan transaksional (1995). Kepemimpinan Transformasional lebih berdasarkan emosi dibandingkan dengan kepemimpinan transaksional dan melibatkan tingkat emosional tinggi (Yammarino dan Dubinsky, 1994). Kompetensi Kecerdasan Emosional (Emotional Quotient) Kompetensi didefinisikan sebagai kapabilitas atau kemampuan (Boyatzis,2008) dan kompetensi Kecerdasan Emosional (EQ) merujuk pada kemampuan seseorang untuk menyadari perasaan sendiri, sadar akan perasaan orang lain, membedakan diantara keduanya, dan menggunakan informasi untuk membimbing seseorang berpikir dan perilaku. Definisi ini terdiri dari tiga kategori kemampuan: evaluasi dan ekspresi emosi, regulasi emosi dan menggunakan emosi dalam pengambilan keputusan. Goleman (Polychroniou, PV, 2009) memberikan definisi yang sama: "kemampuan untuk mengatur perasaan kita sendiri dan orangorang lain, untuk memotivasi diri kita sendiri, dan untuk mengelola emosi dengan baik dalam diri kita sendiri dan dalam berhubungan orang lain "Bar-On (Stein, SJ. Et al, 2009) menyatakan bahwa orang dengan tingkat emosional lebih tinggi memiliki kemampuan untuk menangani situasi yang menekan tanpa kehilangan kontrol dan dapat mempertahankan ketenangannya ketika berhubungan dengan orang lain bahkan ketika intens mengalami emosi. Sosik dan Megerian (Stein, SJ. Et al, 2009) menyatakan bahwa orang yang cerdas secara emosional merasa lebih aman dalam kemampuan mereka untuk mengontrol dan pengaruh peristiwa kehidupan dan, sebagai hasilnya, individu memberikan fokus pada orang lain serta merangsang intelektual dan memotivasi pengikutnya. Stein dan Book (2000) berpendapat bahwa para pemimpin dengan kecerdasan emosional yang lebih besar akan menjadi pemimpin yang efektif. Barling dari suatu studi menemukan bahwa para manajer di pabrik yang kecerdasan emosionalnya ditingkatkan (diperhatikan dan dijaga) menunjukkan pengaruh yang lebih besar pada faktor pengaruh ideal , inspirasional
Kecerdasan Emosional, Kompetensi Kepemimpinan Transformasional
GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
motivasi dan pertimbangan individual (Barling et al., 2000). Menurut Goleman (2000) kecerdasan emosi berperan dua kali lipat bahkan lebih dalam menentukan kesuksesan seseorang di tempat kerja. Bahkan jika dikombinasikan dengan kecerdasan spiritual (ESQ) mampu menjadi benteng dalam pelaksanaan tanggungjawab atas pekerjaaannya (Hidayat, Riskin, 2008) Kepedulian dan sikap berempati terhadap bawahan atau pengikutnya merupakan salah satu indikator adanya kecerdasan emosional pada orang tersebut. Semenjak ditemukannya konsep EQ (Kecerdasan Emosi) oleh Daniel Goleman, peduli dan empati menjadi sesuatu yang teramat penting. Masyarakat barat yang cenderung individualis seakan tersadarkan akan pentingnya nilai-nilai yang selama ini dianggap kurang penting terhadap kesuksesan seseorang. Peduli berarti mampu untuk memahami kebutuhan orang lain, merasakan persaannya serta menempatkan diri dalam posisi orang lain. Seseorang yang memiliki kepedulian tinggi adalah orang yang peka, yang bukan saja perhatian pada dirinya sendiri (selfcentered), melainkan juga tertuju kepada orang lain (extra centered sensitivity) sehingga mudah merasa iba pada orang lain. Kepedulian membuat orang melihat keluar dari dirinya dan menyelami perasaan dan kebutuhan orang lain, lalu menanggapi dan melakukan perbuatan yang diperlukan untuk orang-orang disekelilingnya (ESQ Nebula, 2009). Ada dua jenis cara pandang, pertama melalui cermin dan kedua melalui kaca jendela. Seseorang yang self centered memandang hanya melalui kaca cermin sehingga yang ia lihat hanya dirinya sendiri. Sedangkan seorang extracetered memandang melalui kaca jendela, yang dilihat bukanlah dirinya sendiri, melainkan orang lain dan kebutuhannya. Orang yang perhatiannya tertuju kepada orang lain akan bersikap : 1). Lebih sadar akan kepentingan dan kebutuhan orang lain 2) Perhatiannya terhadap kepentingan diri sendiri berkurang. 3) Bertambah kesadarannya bahwa setiap orang memiliki keunikan sendiri-sendiri. 4) Bertambah keinginan untuk memberikan bantuan dan pertolongan bagi orang lain
ISSN 2088 - 6594
5) Berkurangnya rasa kesedihan, karena melihat bahwa orang lain banyak yang kurang beruntung. Empati yang secara umum dikenal sebagai kebijakan universal, sangat berkaitan dengan kebajikan lainnya seperti cinta, toleransi, kebaikan, kepedulian, penerimaan dan lain-lain. Daniel Goleman menganggap empati sebagai komponen besar dalam kecerdasan emosi sebab empati memungkinkan seseorang memahami dan memprediksi emosi dan kebutuhan orang lain. Pengetahuan tersebut dapat membantu kita untuk mempengaruhi orang lain. Empati dapat menjadi kunci menaikkan intensitas dan kedalaman hubungan dengan orang lain (Connecting with). Menurut Daniel Goleman (ESQ Nebula, 2009), meningkatkan empati dapat melalui beberapa cara yaitu : 1. Understanding Others yaitu cepat menangkap isi perasaan dan pikiran orang lain. 2. Service orientation yaitu memberikan pelayanan yang dibutuhkan orang lain, bukan mengambil apalagi memanipulasi 3. Developing Others yaitu memberikan masukan-masukan positip atau membangun orang lain 4. Leveraging Others yaitu mengambil manfaat dari perbedaan, bukan menciptakan konflik dari perbedaan, dan 5. Political Awareness yaitu memahami aturan main yang tertulis atau yang tidak tertulis dalam hubungannya dengan orang lain Sikap peduli dan empati dapat meningkatkan emosi positip, dimana emosi positip akan mendorong orang untuk bereaksi positip juga.Dengan demikian jika pemimpin menginginkan ada respon yang baik dan motivasi untuk bekerja menjadi lebih baik adalah dengan menumbuhkan sikap peduli dan empati . Pengukuran Kecerdasan Emosional Selain kepedulian dan empati, ada beberapa dimensi ketrampilan yang lain yang ada dalam kecerdasan emosional. Dimensi ketrampilan tersebut meliputi Intrapersonal sebagai indikator Kesadarandiri dan ekspresi diri, Interpersonal digunakan untuk mengukur Kesadaran sosial dan hubungan interpersonal , Manajemen Stress digunakan untuk Manajemen dan Pengendalian Emosi, Adaptation digunakan sebagai indikator
Kecerdasan Emosional, Kompetensi Kepemimpinan Transformasional
11
GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
ISSN 2088 - 6594
kemampuan untuk Mengelola Perubahan, dan General Mood digunakan sebagai indikator Motivasi diri. Pengukuran dimensi ketrampilan dan indikator kecerdasan emosional dapat dilakukan dengan menggunakan Emosional Quotient Inventory (EQ-i). Menurut Bar-On (Stein, SJ. Et al, 2009) model EQ-i melibatkan daftar kemampuan dan ketrampilan pribadi, emosional, dan sosial. Skor yang lebih tinggi pada hasil EQ-i ini mengimplikasikan ketrampilan Emotional Intelligence yang kuat dan lebih positif memprediksikan sebagai efektif dalam memenuhi tuntutan dan tantangan. Sebaliknya, skor EQ-i yang lebih rendah menunjukkan keterampilan EI yang buruk dan mengurangi kemampuan untuk menjadi efektif dalam memenuhi tuntutan dan tantangan . Keandalan dari EQ-i telah diselidiki oleh sejumlah peneliti seperti Matthews, Newsome, Petrides dan Furnham (Stein,
SJ. Et al, 2009) dengan konsensus temuan mengungkapkan bahwa instrumen ini dapat diandalkan, konsisten, dan stabil. Bar-On melaporkan bahwa Reliabilitas konsistensi internal EQ-i secara keseluruhan adalah 0,76 dan Keandalan tes-tes ulang 0,85 setelah satu bulan dan 0,75 setelah empat bulan (Stein, SJ. Et al, 2009). Slaski dan Cartwright (Stein, SJ. Et al, 2009) menemukan bahwa hasil metode pengukuran EQ-i secara signifikan berkorelasi dengan semangat (0,55), stres (0,41), kesehatan umum (0,50), dan peringkat kinerja Supervisor (0.22) dalam penelitian mereka terhadap manajer retail. Studi lain pada manajer Inggris, Slaski dan Cartwright menemukan bahwa pelatihan dalam kecerdasan emosional menghasilkan peningkatan skor EQ-i dan meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan.
Tabel I. Karakteristik Ketrampilan dan Arah Pengukuran Kecerdasan emotional (Emotional Intelligence)
Karakteristik Ketrampilan Intrapersonal 1. Anggapan Diri (Self Regard) 2. Kesadaran Emosi Diri (Emotional Self Awareness 3. Ketegasan (Assertiveness)
4. Kemandirian (independence) 5. Aktualisasi diri (Self Actualization) Interpersonal 1. Empati (Empaty) 2. Tanggung jawab sosial (Social Responsibility) 3. Hubungan interpersonal yang saling memuaskan (Interpersonal Relationship) Stress Management 1.Toleransi Stres (Stress Tolerance ) 2. Pengendalian Rangsangan (Impulse Control)
12
Arah Pengukuran Kesadaran-diri dan ekspresi diri: 1. Kemampuan Memahami, mengerti dan menerima diri sendiri 2. Kemampuan mengetahui dan memahami emosi seseorang 3. Kemampuan mengekspresikan emosi seseorang dan diri sendiri 4. Menjadi mandiri dan bebas dari ketergantungan emosional pada orang lain 5. Berusaha untuk mencapai tujuan pribadi dan mengaktualisasikan potensi seseorang Kesadaran sosial dan hubungan interpersonal: 1. Kemampuan mengetahui dan memahami bagaimana orang lain merasa 2. Kemampuan mengidentifikasi dengan salah satu kelompok sosial dan bekerjasama dengan orang lain 3. Kemampuan membangun hubungan dan berhubungan baik dengan yang lain Manajemen dan Pengendalian Emosi 1.Kemampuan mengelola emosi 2.Kemampuanmengendalikan emosi
Kecerdasan Emosional, Kompetensi Kepemimpinan Transformasional
GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
ISSN 2088 - 6594
Adaptability 1. Uji Realitas (Reality Testing)
2. Fleksibilitas (Flexibility)
3. Pemecahan Masalah (Problem Solving)
General Mood 1. Optimis (Optimism)
Mengelola Perubahan: 1.Kemampuan seseorang untuk merasakan dan berpikir obyektif dengan kenyataan eksternal 2.Kemampuan beradaptasi dan menyesuaikan perasaan seseorang dan berpikir untuk situasi baru 3.Kemampuan memecahkan masalah secara efektif memecahkan masalah alamiah personal dan interpersonal
Motivasi Diri: 1.Menjadi positif dan meliha t sisi terang kehidupan 2.Merasa puas dengan diri sendiri dan kehidupan pada umumnya
2. Kebahagiaan (Happiness) Sumber : Stein, SJ. et al, 2009 III. Kesimpulan Perubahan-perubahan dalam era globalisasi yang semakin kompleks membutuhkan seorang pemimpin yang visioner dan efektif. Visioner ditunjukkan dengan kepedulian dan empatinya seorang pemimpin, sedangkan pemimpin yang efektif terlaksana jika seorang pemimpin mampu memimpin dengan segala ucapan, perbuatan dan sikap atau perilaku hidup yang mendorong dan mengantarkan bawahan pada tujuan yang hendak dicapai. Seorang pemimpin yang mampu memberikan perhatian pribadi pada bawahan, memperlakukan setiap karyawan sebagai individu yang unik, dan melakukan
pengembangan kepribadian terhadap setiap karyawan merupakan komponen kepemimpinan transformasional. Perilaku yang ditunjukkan dalam kepemimpinan transformasional adalah cerdas secara emosional, dimana dimensi Emotional Intelligence adalah Intrapersonal, sebagai indikator Kesadaran-diri dan ekspresi diri, Interpersonal digunakan untuk mengukur Kesadaran sosial dan hubungan interpersonal, Manajemen Stress digunakan untuk Manajemen dan Pengendalian Emosi, Adaptation digunakan sebagai indikator kemampuan untuk Mengelola Perubahan, dan General Mood digunakan sebagai indikator Motivasi diri.
Daftar Referensi : 1. Avolio, B.J., Bass, B.M. and Jung, D.I.,1999, "Re-examining the components of transformationaland transactional leadership using the multi-factor leadership questionnaire", Journal of Occupational and Organizational Psychology, Vol. 72, pp. 441462. 2. Agustian, Ary Ginanjar, 2008, Visioner, ESQ Magazine, No. 9/Thn IV/Agustus 2008, PT.Arga Tilanta 3. Barling,J ,Weber,T and kelloway,EK, 1996,"Effect of transformational leadership training and attitudinal and fiscal outcomes, S field experiment", Journal of Apllied Psychology, Vol. 81, pp 823-832 4. Barling,J ,Stater,F and Kelloway,EK, 2000, "Transformational leadership and emotional intelligence : an exploratory study", Leadership and Organizational Development Journal, Vol.21, pp 157-161
Kecerdasan Emosional, Kompetensi Kepemimpinan Transformasional
13
GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
ISSN 2088 - 6594
5. Bass,B.M., 1985, Leadership and performance Beyond Expectation, Free Press, New York,NY 6. Bass, BM, 1998, Transformational Leadership Indutrial. Military, and Educational Impact, Lawrence Erlhaum Associates, Mahwah, NJ 7. Bass,B.M. and Avolio, BJ, 1997, Full Range Leadership Development, Manual for the Multifactor Leadership Questionaire, Mind Garden, Palo Alto, CA. 8. Boyatzis,RE, 2008; "Competencies in the twenty-first century", Journal of Management Development, Vol. 25, No.7, pp 607-623. 9. ESQ Nebula, 2009, Peduli dan Empati, ESQ Nomor 11, Product Leader Pahami Suara Hati Konsumen, PT Arga Tilanta, Jakarta 10.Hidayat, Riskin, 2008, Sinergi Parktek ESQ dan Budaya Organsiasi dalam mencapai kinerja perusahaan yg tinggi dan berkelanjutan keunggulan Kompetitif, Jurnal Bisnis & manajemen Vol. 8, No.1, 2008, 71-82 11. Howell,JM and Avolio,BJ, 1993, "Transformational leadership, transactional leadership, locus of control and support for innovation : key predictors of consolidated business unit performance", Journal of Apllied Psychology, Vol. 78, pp 891-902 12.Goleman, D, 2000, Kecerdasan Emosional : mengapa Emotional Intelligence lrebih penting daripada IQ, Penerbit Gramedia Pustaka Utama 13.Gunawan Samsu ,2008, , Visi Seorang Visioner, ESQ Magazine, No. 9/Thn IV/Agustus 2008, PT.Arga Tilanta. 14.Gunawan Samsu, 2009, Esensi Manajemen dan Kepemimpinan Spiritual, ESQ Nebula, Product Leader, Pahami Suara Hati Konsumen, PT. Arga Tilanta, Jakarta 15.Lowe,KB and Kroeck,KG, 1996, "Effectiveness.correlateds of transformational andtransaktional leadership : a meta analytic review", Leadership Quarterly, Vol.7, pp.385-426. 16.Masi, RJ and Cooke,RA, 2000, "Effect of transformational leadership on subordinate motivation, empowering norms, and organizational procuctivity", International Journal of Organizational Analysis, Vol. 8, pp.16-47 17.Polychroniou, PV, 2009, Relationship between emotional intelligence and transformational leadership of supervisors : The impact on team effectiveness, Team Performance Management, Vol. 15 No. 7/8 2009, pp 343-356, Emerald Group Publishing Limited. 18.Riyadiningsih,H dan Ratna Pujiastuti, 2007, Analisis Tipe kepemimpinan dalam meningkatkan Kinerja Organisasi, Jurnal Bisnis & Manajemen Vol.7, No.2, hal 147-156 19.Rost, JC, 1991,"Leadership for the Twenty-first Century", Greenwood, New York, NY 20.Sivanathan, Niroshaan dan G.Chinthia F, 2002, Emotiuonal Intelligence, moral reasoning, and transformational leadership, Ledership & Organization Development Journal, 23/4 pp 198-204 21.Sosik,JJ and Megerian,LF, 1999, "Understanding leader emotional intelligence and performance : the role of self other agreement on transformational leadership perceptions", Group and Organizational Management, Vol 24, pp 367-390. 22.Stein, SJ. Et al, 2009, Emotional intelligence of leaders : a profile of top executives, Leadership & Organization Development Journal, Vol. 30 No. 1, 2009, pp 87-101, Emerald Group Publishing Limited. 23.Stein, SJ and Book,HE, 2000,The EQ Edge : Emotional Intelligence and Your Succes, Stoddart Publishing, Toronto 24.Tanaka, 1998, "Plato on Leadership" Journal of Business Ethics, Vol 17,:pp 785-798. 25.Yammarino,FJ and Dubinsky,AJ, 1994, "Transformational leadership theory: using levels of analysis to determine boundary conditions", Personnel Psychology, Vol.47, pp. 787-811. 26.Yukl,Gary, 2006, Kepemimpinan Dalam Organisasi, PT. Indeks, Jakarta
14
Kecerdasan Emosional, Kompetensi Kepemimpinan Transformasional
GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
ISSN 2088 - 6594
PREFERENSI PEMILIHAN PERGURUAN TINGGI SWASTA DI SURAKARTA Budi Istiyanto Rosita Ida Ayu Kade Rachmawati Kusasih STIE Surakarta Abstract College is a public institution that provides educational services to the community. Community preference in selecting colleges vary widely, because each individual has different desires in choosing a college. But in general, the level of public preference may be obtained based on the factors on which the consideration of the selection of a college. Keyword : preference A. Pendahuluan Perguruan tinggi adalah satuan pendidikan tinggi yang dapat menyelenggarakan program akademik, profesi, dan/atau vokasi. Perguruanperguruan tinggi tersebut didirikan sebagai sarana peningkatan intelektual, spiritual dan emosional mahasiswa dimana setelah lulus dapat melakukan pengabdian bagi kemajuan masyarakat. Dewasa ini keinginan masyarakat semakin tinggi mengikuti perkembangan jaman yang menginginkan segala sesuatunya lebih bermanfaat atau berdaya guna. Masyarakat sudah semakin cerdas dan cermat dalam mengambil keputusan untuk setiap pilihan. Masyarakat dalam hal ini adalah siswa sekolah menengah umum (SMU) di kota Surakarta juga memiliki banyak pertimbangan dalam memilih dan menentukan perguruan tinggi yang diinginkan. Di sisi lain, untuk memenuhi berbagai keinginan masyarakat tersebut, perguruan tinggi juga harus lebih pintar dalam menyediakan dan memenuhi apa yang diinginkan. Saat ini pemilihan perguruan tinggi bagi lulusan SMU adalah sangat penting. Hal ini disebabkan karena banyaknya pilihan atau alternatif perguruan tinggi baik negeri maupun swasta. Perguruan tinggi negeri membatasi kapasitasnya dalam menerima calon mahasiswa, sehingga perguran tinggi swasta menjadi alternatif pilihan berikutnya. Perguruan tinggi swasta sangat banyak bermunculan sehingga menyebabkan semakin ketat persaingan di antara mereka. Preferensi Pemilihan Perguruan Tinggi Swasta Di Surakarta
Hal ini menyebabkan perguruan tinggi swasta harus mengerti dan memenuhi apa yang diinginkan oleh pangsa pasar mereka dalam menawarkan jasa pendidikan tinggi. B. Masalah Penelitian Dari berbagai uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. F a k t o r - f a k t o r a p a k a h y a n g melatarbelakangi pemilihan perguruan tinggi swasta bagi lulusan SMU di Surakarta. 2. D a r i b e r b a g a i f a k t o r y a n g melatarbelakangi pemilihan perguruan tinggi swasta tersebut faktor apakah yang paling dominan. C. Tinjauan Pustaka 1. Peran Perguruan Tinggi Dalam Masyarakat Perguruan tinggi mempunyai hampir semua peran untuk menuju kemandirian bangsa Indonesia. Sektor ekonomi, sebagai contoh bidang industri, perguruan tinggi seharusnya menjadi inkubator industri Negara Indonesia. Banyak hal bisa dilakukan, industri memerlukan teknologi dan perguruan tinggilah yang bisa memenuhi kebutuhan tersebut. Industri juga memerlukan manajemen dan di sisi lain perguruan tinggi juga yang menguasai ilmu manajemen. Semua itu bisa dilakukan terutama jika perguruan tinggi bersinergi dengan pemerintah.
15
GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
Perguruan tinggi juga berperan dalam mencetak alumni-alumni yang tidak hanya ahli dalam hard skill untuk diri sendiri, tetapi juga alumni yang mempunyai kontribusi nyata demi kemandirian Negara Indonesia. Disinilah salah satu letak optimalisasi peran perguruan tinggi. Negara Indonesia merupakan negara besar dan berpotensi namun saat ini masih tertinggal dengan negara-negara lain dan belum mampu menjadi mandiri. Permasalahan utama terletak pada sumber daya manusia yang ada. Untuk mencapai negara yang mandiri banyak faktor yang menjadi parameter, salah satunya adalah pendidikan terutama tingkat perguruan tinggi. Karena itu sumber daya yang ada dapat diarahkan guna mencapai kemandirian Negara Indonesia bila sumber daya yang ada di Indonesia berkualitas. Maka solusi yang paling mungkin adalah optimalisasi peran peran perguruan tinggi. Perguruan tinggi dapat berperan secara optimal sesuai dengan tridharma perguruan tinggi, yaitu : pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. 2. Preferensi Prefensi masyarakat dalam memilih perguruan tinggi sangat bervariasi, karena setiap individu mempunyai keinginan berbeda-beda dalam memilih perguruan tinggi. Namun secara umum, tingkat prefensi masyarakat tersebut dapat diperoleh berdasarkan faktorfaktor yang menjadi dasar pertimbangan pemilihan suatu perguruan tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prefensi masyarakat (siswa yang bersekolah di SMU) di kota Surakarta dalam memilih dan menentukan perguruan tinggi. Serta mencari faktor-faktor apa saja yang dominan mempengaruhi preferensi tersebut. Preferensi mengandung pengertian kecenderungan dalam memilih atau prioritas yang diinginkan. Jadi dalam studi ini ingin mengetahui kecenderungan/prioritas yang diinginkan dari masyarakat Kota Surakarta terhadap keberadaan perguruan tinggi disamping keberadaan perguruan tinggi lain yang juga berperan sebagai lembaga pendidikan di kawasan tersebut. 16
ISSN 2088 - 6594
3. Biaya Pendidikan Biaya pendidikan merupakan sejumlah dana/uang yang harus disediakan untuk dapat masuk dan berkuliah di suatu perguruan tinggi hingga memperoleh gelar kesarjanaan. Biaya tersebut meliputi biaya pendaftaran untuk dapat mengikuti tes seleksi penerimaan mahasiswa di perguruan tinggi yang diinginkan. Setelah dinyatakan lolos/diterima di perguruan tinggi tersebut maka selanjutnya harus memenuhi biaya daftar ulang/her-registrasi ditambah dengan biaya-biaya lain seperti biaya untuk orientasi maupun biaya pengembangan perguruan tinggi. Setelah terdaftar menjadi mahasiswa, biaya yang harus dikeluarkan tiap semesternya minimal adalah biaya pendidikan tetap maupun variabel sesuai dengan besarnya sks mata kuliah yang diambil pada semester tersebut ditambah dengan biaya ujian baik ujian tengah semester maupun ujian akhir. Selain biaya-biaya tersebut masih ada biaya-biaya lain yang juga harus dipersiapkan selama masa studi di perguruan tinggi diantaranya adalah biaya saat mengikuti kegiatan-kegiatan penunjang seperti seminar, study tour, dan magang. Di akhir masa studi saat gelar kesarjanaan sudah diraih masih ada biaya yang harus ditanggung yaitu biaya wisuda. Semua biaya tersebut tentunya akan berbeda baik jenis maupun besarannya antara perguruan tinggi yang satu dengan perguruan tinggi yang lain. Ragam dan besar kecilnya biaya studi di suatu perguruan tinggi yang harus dipersiakan tentunya akan terkait dengan kemampuan ekonomi masyarakat sebagai calon pengguna perguruan tinggi tersebut. Kebutuhan pendidikan seringkali masih dianggap kebutuhan sampingan atau masih dapat dikesampingkan walaupun masuk dalam kategori kebutuhan primer. Hal tersebut terjadi karena kondisi sosial ekonomi masyarakat yang masih rendah, sehingga hanya mempu memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan.
Preferensi Pemilihan Perguruan Tinggi Swasta Di Surakarta
GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
4. Mutu Perguruan Tinggi Setidaknya ada lima faktor yang menentukan kualitas sebuah perguruan tinggi, (1) sarana dan prasarana yang mendukung (gedung, ruang perkantoran, ruang kuliah); (2) fasilitas yang memadai (perpustakaan, laboratorium); (3) kualitas dosen dengan komitmen waktu yang cukup untuk mengajar; (4) kemampuan meneliti; dan (5) komitmen para dosen dan peneliti terhadap profesinya untuk terus berupaya meningkatkan kompetensi dan keahlian. Untuk itu, ada hal penting yang harus diperhatikan dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan tinggi yakni dengan menegaskan visi dan orientasi, bahwa perguruan tinggi adalah institusi publik yang memberikan pelayanan pendidikan bagi masyarakat. Perguruan tinggi adalah lembaga pengembangan ilmu yang bertujuan melahirkan masyarakat berpengetahuan, berkeahlian, kompeten, dan terampil. Upaya meningkatkan mutu pendidikan tinggi menjadi kian penting dalam rangka menjawab berbagai tantangan globalisasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pergerakan tenaga ahli antar negara yang cukup tajam. Maka, persaingan antarbangsa pun berlangsung sengit dan intensif sehingga menuntut lembaga pendidikan tinggi, untuk mampu melahirkan sarjana-sarjana berkualitas, memiliki keahlian dan kompetensi profesional yang siap menghadapi kompetisi global. 5. Kualitas Lulusan Lulusan merupakan produk dari serangkaian proses akademik yang berlangsung dalam sistem pembelajaran di kampus. Kualitas suatu lulusan dapat dilihat dari (i) prestasi akademik mahasiswa; (ii) tingkat kelulusan, drop-out, dan kegagalan mahasiswa dalam menyelesaikan studi; (iii) kesempatan memperoleh pendidikan lanjutan setelah lulus; dan (iv) cepat-lambatnya lulusan (sarjana) mendapatkan pekerjaan (duration of searching jobs) dan prestasi mereka selama bekerja. Keempat indikator kualitatif tersebut merupakan barometer standar untuk Preferensi Pemilihan Perguruan Tinggi Swasta Di Surakarta
ISSN 2088 - 6594
mengukur dan menilai lulusan dalam proses pendidikan di sebuah perguruan tinggi. Jika pencapaian prestasi akademik mahasiswa bagus, tingkat keberhasilan mahasiswa dalam menyelesaikan studi lebih tinggi dibandingkan mahasiswa yang drop-out atau gagal, para sarjana (lulusan) lebih cepat terserap di lapangan kerja, hal itu menandakan bahwa kualitas lulsan sebuah perguruan tinggi tersebut bagus. D. Hipotesis Berdasar telaah teoritis yang menunjukkan bahwa ada faktor-faktor yang melatarbelakangi pemilihan perguruan tinggi maka diajukan hipotesis sebagai berikut : H1 : Biaya pendidikan mempunyai pengaruh terhadap pemilihan perguruan tinggi swasta H2 : Mutu perguruan tinggi mempunyai pengaruh terhadap pemilihan perguruan tinggi swasta H3 : K u a l i t a s l u l u s a n m e m p u n y a i pengaruh terhadap pemilihan perguruan tinggi swasta H4 : Biaya pendidikan adalah faktor yang paling dominan terhadap pemilihan perguruan tinggi swasta E. Hasil Penelitian dan Analisis Data 1. UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS INSTRUMEN PENELITIAN Teknik regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik Product Moment Pearson. Jumlah angket yang disebarkan sebanyak 200 buah, angket yang kembali dan bisa digunakan sebagai pengolahan data untuk uji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian ini sejumlah 182 buah. Tes validitas pada angket preferensi pemilihan perguruan tinggi swasta di surakarta menunjukkan bahwa tidak ada item yang gugur. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai rxy > 0,3. Uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan uji keandalan tehnik Alpha Cronbach. Hasil uji reliabilitas angket menghasilkan ? yang hampir mendekati angka 1,00 yang menunjukkan bahwa derajat reliabilitas yang cukup tinggi. Dari hasil pengujian dapat dilihat bahwa pengukuran 17
GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
ISSN 2088 - 6594
terhadap masing-masing butir angket memenuhi syarat reliabilitas dengan koefisien ? ? 0,5. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa butir-butir pertanyaan tentang preferensi siswa dalam memilih perguruan tinggi swasta adalah reliable atau dapat dipercaya.
yang telah ditentukan dalam penelitian ini digunakan uji regresi linear berganda. Hasil dari uji akan menunjukkan apakah ada pengaruh antara variabel biaya kuliah, mutu perguruan Tinggi, dan Kualitas Lulusan terhadap preferensi pemilihan PTS.
2. ANALISIS UJI HIPOTESIS i. Analisis Regresi Berganda Untuk membuktikan hipotesis
1. Tabel Hasil Analisis Regresi Berganda
Variabel
Unstandarized
Std.
Coefficients B
Error
thitng
Prob.
Konstanta
0,242
Biaya Kuliah (X1)
0,244
0,059
4,110
0,000
Mutu Perguruan Tinggi (X2)
0,692
0,061
11,363
0,000
Kualitas Lulusan (X3)
0,042
0,044
0,944
0,347
Fhitung
262,531
Probabilitas
0,000
R Square
0,816
Adj. R Square
0,813
Sumber: Data Primer Diolah Berdasarkan hasil perhitungan di atas, maka dapat diketahui hasil persamaan regresi sebagai berikut: Y = 2,242 + 0,244X1 + 0,692X2 + 0,042X3 Berdasarkan persamaan tersebut dapat diartikan sebagai berikut: a = 2,242, artinya bahwa apabila variabel biaya kuliah, mutu perguruan tinggi, dan kualitas lulusan dianggap nilainya adalah 0 (nol) maka preferensi pe bernilai pilihan PTS positif. b1 = 0,244, artinya bahwa terdapat pengaruh yang positif antara biaya kuliah (X1) terhadap preferensi pemilihan PTS dimana variabel lainnya tetap. b2 = 0,692, artinya bahwa terdapat pengaruh yang positif antara 18
variabel mutu pendidikan (X2) terhadap preferensi pemilihan PTS dimana variabel lainnya tetap. b3 = 0,042, a r t i n y a b a h w a terdapat pengaruh yang positif antara variabel kualitas Lulusan (X3) terhadap preferensi pemilihan PTS dimana variabel lainnya tetap. Berdasarkan analisis regresi multiple tersebut dapat disimpulkan bahwa biaya kuliah, mutu pendidikan,dan kualitas lulusan artinya semakin naik biaya kuliah, mutu pendidikan,dan kualitas lulusan maka semakin tinggi atau meningkat pula preferensi pemilihan PTS.
Preferensi Pemilihan Perguruan Tinggi Swasta Di Surakarta
GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
ISSN 2088 - 6594
ii. Uji t Tabel 2. Rangkuman Nilai t-hitung dan t-tabel Variabel Biaya kuliah, Mutu Perguruan Tinggi dan Kualitas Lulusan
Variabel
thitung
ttabel
Kesimpulan
Biaya Kuliah (X1)
4,110
1,984 Signifikan
Mutu Perguruan Tinggi (X 2)
11,363 1,984 Signifikan
Kualitas Lulusan (X3)
0,944
1,984 Tidak Signifikan
Sumber: data primer diolah, 2012 Berdasarkan hasil uji t yang dilakukan di atas variabel biaya kuliah dan mutu perguruan tinggi secara individu mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap preferensi pemilihan PTS, sedangkan variabel kualitas lulusan tidak berpengarauh secara signifikan terhadap preferensi pemilihan PTS. Dari variabel independent diatas terbukti bahwa variabel mutu perguruan tinggi mempunyai pengaruh yang paling dominan terhadap preferensi pemilihan PTS. Hal ini dibuktikan dengan besarnya koefisien regresi untuk variabel mutu pendidikan sebesar 0,692 dan lebih besar apabila dibandingkan dengan variabel biaya kuliah dan mutu lulusan. iii. Uji F Uji F ini digunakan untuk menguji apakah sekelompok variabel independen secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen. Dari hasil pengolahan data diketahui nilai F hitung = 262,531 > Ftabel = 2,60. Hal ini berarti bahwa variabel independen (biaya kuliah, mutu perguruan tinggi, dan kualitas lulusan) secara bersama-sama mempengaruhi preferensi pemilihan PTS.
Preferensi Pemilihan Perguruan Tinggi Swasta Di Surakarta
iv. Analisis Koefisien Determinasi (Adjusted R2) Dalam penelitian ini, koefisien determinasi (R2) adalah untuk mengetahui besarnya proporsi (prosentase) sumbangan variabel biaya kuliah, mutu perguruan tinggi, dan kualitas lulusan mempunyai pengaruh terhadap preferensi pemilihan PTS yang dinyatakan dalam %. Berdasarkan koefisien determinasi diketahui bahwa variabel preferensi pemilihan PTS benarbenar dapat dijelaskan oleh variabel biaya kuliah, mutu perguruan tinggi, dan kualitas lulusan sebesar 0,816, artinya bahwa preferensi pemilihan PTS dijelaskan sebesar 81,60% oleh variabel independent, sedangkan sisanya (100% -81,600% ) =18,40% dipengaruhi oleh faktor yang lain yang tidak masuk dalam penelitian ini. F. Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan a. Variabel biaya kuliah secara individu mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap preferensi pemilihan PTS. b. Variabel mutu perguruan tinggi secara individu mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap preferensi pemilihan PTS. c. Variabel kualitas lulusan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap preferensi pemilihan PTS.
19
GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
ISSN 2088 - 6594
d. Variabel mutu perguruan tinggi mempunyai pengaruh yang paling dominan terhadap preferensi pemilihan PTS. e. Variabel independen (biaya kuliah, mutu perguruan tinggi, dan kualitas lulusan) secara bersama-sama mempengaruhi preferensi pemilihan PTS. f. Variabel preferensi pemilihan PTS benar-benar dapat dijelaskan oleh variabel biaya kuliah, mutu perguruan tinggi, dan kualitas lulusan sebesar 81,60%, sedangkan sisanya 18,40% dipengaruhi oleh faktor yang lain yang tidak masuk dalam penelitian ini. 2. Saran a. Mutu perguruan tinggi mempunyai peran penting dalam menentukan preferensi pemilihan Perguruan Tinggi swasta di Surakarta oleh masyarakat. Untuk itu hendaknya mutu perguruan tinggi lebih ditingkatkan melalui (1) sarana dan prasarana seperti gedung, ruang perkantoran, ruang kuliah yang mendukung; (2) fasilitas seperti perpustakaan, laboratorium yang memadai; (3) kualitas dosen dengan komitmen waktu yang cukup untuk mengajar; (4) kemampuan meneliti;
dan (5) komitmen para dosen dan peneliti terhadap profesinya untuk terus berupaya meningkatkan kompetensi dan keahlian. b. Perguruan tinggi swasta hendaknya juga memperhatikan besaran biaya kuliah yang dikenakan. Hal ini selaras dengan tujuan dunia pendidikan yang tidak hanya mengejar profit tetapi juga ikut mencerdaskan kehidupan bangsa. c. Kualitas lulusan dari sebuah perguruan tinggi sedikit banyak bisa memberi nama baik (citra) yang positif bagi perguruan tinggi yang bersangkutan. Penting bagi perguruan tinggi swasta khususnya agar dapat bersaing dengan Perguruan Tinggi Negeri maupun dengan perguruan tinggi swasta yang lain untuk menjaga kualitas lulusannya dengan menghindari praktek-praktek yang memang dilarang oleh pemerintah seperti mempermudah mendapatkan ijasah tanpa kuliah ataupun pembuatan tugas akhir (skripsi), mengadakan kuliah jarak jauh, dan sebagainya. Contoh kasus ijasah yang tidak diakui oleh instansi tertentu karena dianggap tidak layak, ataupun jual beli ijasah, akan membawa kerugian bagi perguruan tinggi itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih, Sri, 1998. Statistik. Cetakan ke 2, BPFE-Yogyakarta. Ad. Rooijakkers, 1991. Mengajar dengan Sukses, Petunjuk Untuk Merencanakan dan Menyampaikan Pengajaran. Penerbit PT. Grasindo, Jakarta. Beaver, William H, 1992. Challenges in Accounting Education, Issues in Accounting Education. Vol. 7 No. 2, American Accounting Association, p. 135-144. Dwi Prastowo, 1993. LPTK Jurusan/Program Akuntansi, Tantangan dan Harapan. Makalah Seminar Regional Lemnaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, Surakarta. Djarwanto, PS, 1985. Statistik Induktif, BPFE-Yogyakarta. Donald P, Warwick and Charles A Lininger, 1975. The Sample Survey: Theory and Practice, New York, Mc. Grow Hill Book Company, P. 111-125. Harry A. King, 2000. A Monogram to Assist Planning Survey of Small Population. Research Journal, Vol. 49. p. 4 20
Preferensi Pemilihan Perguruan Tinggi Swasta Di Surakarta
GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
ISSN 2088 - 6594
Haryono Yusuf, 1992. Dasar-dasar Akuntansi. Edisi 4, Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN, Yogyakarta. Imam Ghozali, 2001. Statistik Non-Parametrik. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Imam Ghozali, 2001. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Masri Singarimbun, Sofian Efendi, 1987. Metode Penelitian Survei. LP3ES, Lembaga Penelitian dan Penerangan Ekonomi -Sosial, Yogyakarta. Moorhead Griffien, 1986. Organizational for Public and Management. Houghton Miffin Company. Mosier, 1943. Reliability and Validity Analysis. Alih Bahasa Indonesia, 2001: Saifudin Azwar. Penerbit Pustaka Pelajar. Mulyasa, 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik, dan Implementasi. Penerbit Rosda Karya, Bandung. Nur Indriantoro, Bambang Supomo, 2002. Penelitian Bisnis. BPFE-Yogyakarta. Nunally, 1969. Handbook of Research on Teaching. Third edition, Now York, Mc. Milillian Publishing Company. Suharsini Arikunto, 2003. Manajemen Penelitian. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. Winarno Surahmad, 1984. Pengantar Interaksi Belajar Mengajar, Dasar dan Teknik Metodologi Pengajaran. Edisi IV, Penerbit Transito, Bandung. Williams, Doyle Z, 1993. Reforming Accounting Education. Journal of Accountancy, p. 76-82.
Preferensi Pemilihan Perguruan Tinggi Swasta Di Surakarta
21
GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
ISSN 2088 - 6594
RELATIONSHIP MARKETING DAN ALIRAN PEMIKIRAN SISTEM PEMASARAN (SYSTEM MARKETING SCHOOL) Elia Ardyan Abstract This paper analyzes the incoming stream which marketing relationship marketing to marketing school. There are three steps taken, namely (1) to see a paradigm shift, (2) analyze the perspective of the relationship and mashab marketing, (3) concludes. The conclusion in the paper is that the relationship marketing in at marketing system school. I. PENDAHULUAN PERUBAHAN PARADIGMA Lacey dalam Harker dan Egan (2006) mendefinisikan paradigma sebagai asumsi yang dipakai secara bersama atau teori yang diterima yang mengatur suatu pendekatan terhadap masalah ilmiah, yang member solusi pada masalah. Telah terjadi perubahan paradigma dari trasaksional marketing kepada relationship marketing (Gronroos, 1994). Selama bertahun-tahun, pemasaran didasarkan pada menajemen permintaan, misalnya iklan dan promosi, manajemen harga untuk merangsang permintaan atau mengembangkan produk baru pada segmen yang berbeda dengan perbedaan tingkat harga (Palmer et al 2005). Pada awal tahun 1970, pemasaran jasa mulai muncul sebagai bagian dari area pemasaran dengan konsep dan model yang berkembang. Konsep tersebut semakin berkembang dengan melihat hubungan jangka panjang antara pemberi jasa dengan pelanggannya. Gronross dalam Aijo (1996) mengatakan dalam pemasaran jasa tidak ada pemisahan antara produksi, deliveri, dan konsumsi, jadi interaksi penjual dan pembeli harus dipertimbangkan sebagai bagian dalam tugas pemasaran. Untuk memenuhi tugas tersebut hanya dapat dilakukan dalam hal hubungan dengan pelanggan. Ketika perusahaan konteknya pada relationship marketing, maka yang dibicarakan bukan lagi bagaimana memperoleh pelanggan, namun bagaimana memberikan nilai pada pelanggan agar menjadi retensi dan loyal (Fisk et al, 1993; Seth, 2002). Lalu muncullah istilah atau paradigm baru, yaitu relationship marketing. Ada banyak faktor yang menyebabkan 22
paradigma relationship marketing meningkat dengan pesat. Termasuk didalamnya adalah tren yang berorientasi pada pelayanan, mengadopsi tehnologi informasi, globalisasi, dan orientasi pada informasi (Gumerson, 2002; Sheth dan Parvatiyar, 1995). Selain hal tersebut, Seth and Parvatiyar (1995) menyatakan bahwa perkembangan relationship marketing secara signifikan bergerak berdasarkan aksioma yang ada di pemasaran (lihat pada gambar 1). Aksioma pertama percaya bahwa persaingan dan kepentingan pribadi akan mendorong penciptaan nilai. Melalui persaingan, pembeli dapat menawarkan pilihan, dan pilihan ini membuat pemasok memotivasi pemasar untuk menciptakan penawaran nilai yang lebih tinggi untuk kepentingannya sendiri. Aksioma ini dilawan oleh relationship marketing yang percaya kerjasama yang menguntungkan kedua belah pihak (menentang persaingan dan konflik untuk membuat nlai yang lebih tinggi). Aksioma transaction marketing yang kedua adalah kepercayaan bahwa pilihan secara independen antara actor di dalam pemasaran menciptakan sistem yang lebih efisien untuk menciptakan dan menyalurkan nilai. Namun hal tersebut disanggah oleh relationship marketing, bahwa kualitas pada biaya rendah akan lebih baik bila dicapai melalui kemitraan antara rantai nilai tiap actor dalam pemasaran. Beberapa praktek pemasaran telah membuktikan bahwa relationship mampu memberikan efektivitas dan efisiensi pada aktor-aktor pemasaran, misalnya customer retention, efficient consumer response, dan sharing sumber daya dalam antar perusahaan.
Relationship Marketing Dan Aliran Pemikiran Sistem Pemasaran ...
GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
II. PEMBAHASAN Istilah Relationship Marketing mulai populer dimulai pada awal tahun 1990an (Sheth, 2002; Palmer, 2002; Wikipedia). Namun secara formal, istilah Relationship Marketing diperkenalkan oleh Barry pada tahun 1983 (Voss dan Voss, 1997; Seth and Parvatiyar, 1998; Berry, 2002; Hunt et al, 2006; Maxim, 2009), walaupun jauh sebelumnya istilah tersebut sudah ada. Parmer (2002) menjelaskan relationship marketing sebagai ide lama dengan bahasa yang baru. Ada beberapa pengertian dari Relationship marketing yang dikemukakan beberapa ahli, antara lain: a. Maxim (2009) : Hubungan pemasaran menyiratkan pengembangan hubungan jangka panjang antara pelanggan dan pemasok, untuk menghasilkan keuntungan bagi semua yang terlibat dan memungkinkan penciptaan nilai ketimbang distribusi unilateral. b. Seth and Parvatiyar (1995) : fokus pada hubungan kerja sama dan kolaborasi antara perusahaan dan pelanggan, dan / atau pelaku pemasaran lainnya . c. Gronroos (1994) : membangun, memelihara, dan meningkatkan hubungan dengan pelanggan dan mitra lainnya, untuk memperoleh keuntungan, sehingga tujuan dari pihak yang terlibat dapat dicapai Dari ketiga pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa relationship marketing adalah hubungan baik kerjasama ataupun kolaborasi antara perusahaan dengan pelanggan dan pelaku pemasaran lainnya (middleman) dalam jangka panjang untuk menghasilkan keuntungan bersama. Gummersson (2002) mencoba membuat konsep tentang total relationship marketing, dimana konsep ini lebih luas dengan menjadi sistemik dan melihat relationship marketing secara komprehensif dalam kontek manajemen dan sosial. Total relationship marketing adalah pemasaran yang diadarkan pada hubungan, jaringan, dan interaksi, mengingat pemasaran dikembangkan dalam total manajemen dari jaringan penjualan perusahaan, pasar dan masyarakat. Hal ini diarahkan untuk hubungan jangka panjang yang saling menguntungkan antara konsumen dengan pihak-pihak yang terkait.
ISSN 2088 - 6594
Morgan dan Hunt dalam Hunt et al (2006) memandang relationship marketing dalam sudut pandang yang lebih luas. Relationship marketing refers to all marketing activities directed toward estamblising, developing, and maintaining successful relational exchanges. relationship marketing dapat digambarkan ke dalam 10 bentuk (lihat gambar 1) : a. Kemitraan yang melibatkan pertukaran hubungan pertukaran antara perusahaan dengan supliernya, sebagai just in time dalam pembelian dan total quality management. b. Hubungan pertukaran yang melibatkan pemberi jasa (misalnya, antara agen periklanan atau agen riset pemasaran dengan kliennya). c. Aliansi Strategis antara perusahaan dengan kompetitornya (misalnya, aliansi dalam bidang tehnologi, aliansi dalam bidang pemasaran, dan strategic secara global). d. Aliansi antara perusahaan dan organisasi non profit. e. Kemitraan dalam riset dan pengembangan (misalnya antara perusahaan dengan pemerintah daerah, provinsi atau pemerintah pusat). f. Hubungan jangka panjang antara perusahaan dengan konsumennya, melalui program relationship marketing. g. Hubungan pertukaran antar departemen h. Hubungan pertukaran antara perusahaan dengan pegawainya. i. Pertukaran di dalam perusahaan (dalam unit bisnisnya)
Relationship Marketing Dan Aliran Pemikiran Sistem Pemasaran ...
23
GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
ISSN 2088 - 6594
Gambar. 1. Bentuk Relationship Marketing
Goods Supliers
Service Supliers
Business Unit
Competitor
Employees
Focal Firm
Nonprofit Organization
Functional deparement
Government
Intermediate Customer
Ultimate Customers
Sumber: Morgan dan Hunt dalam Hunt et al (2006)
Relationship marketing memiliki banyak sekali manfaat. Relationship marketing memberikan efisiensi dan efektivitas pada aktor-aktor dalam pemasaran (Seth and Parvatiyar, 1995). Hunt et al (2006) menjelaskan alasan perusahaan dan konsumen memasukkan relation (hubungan) dengan perusahaan atau konsumen lainnya? a) Dari sisi konsumen: Konsumen membutuhkan adanya hubungan agar setiap pengambilan keputusan yang dilakukannya menjadi efisien (mengurangi pencarian informasi, mencapai konsistensi dalam keputusannya, mengurangi resiko bila suatu saat nanti ada banyak pilihan. b) Dari sisi perusahaan: Dengan adanya hubungan maka perusahaan mampu berkompetisi dengan baik. Voss dan Voss (1997) menambahkan benefit yang diperoleh perusahaan ketika mempraktekkan relationship marketing, antara lain: meningkatkan penghalang konsumen untuk berpindah merek, mengurangi sensitifitas harga, dan biaya marketing yang rendah. Seth and Parvatiyar (2002) mengatakan ada tiga aspek unik dalam relationship marketing :
24
1. RM adalah hubungan satu lawan satu antara pemasar dengan pelanggan. 2. RM adalah proses interaktif dan bukan transaksi 3. Keunikan RM adalah bahwa RM merupakan aktivitas menambah nilai melalui kolaborasi antara supplier dan konsumer Sejumlah faktor membuat suksesnya relationship marketing (Hunt et al, 2006). Perusahaan yang mengimplementasikan pemasaran yang didasarkan pada hubungan (RM-based strategy) akan menciptakan kemitraan yang kuat baik dengan perusahaan lain ataupun dengan konsumen. Secara khusus, strategi yang didasarkan pada relationship marketing menekankan bahwa untuk mencapai keunggulan kompetitif, kinerja keuangan yang superior, perusahaan selalu mengidentifikasi, mengembangkan dan meningkatkan efisiensi dan efektifitas dari portofolio hubungan yang ingin diciptakan. Te r d a p a t 8 t i p e f a c t o r y a n g menyebabkan suksenya strategi yang didasarkan pada relationship marketing (Hunt et al, 2006) yaitu: relational factors, resource factors, competence factors, internal marketing factors, information technology factors, historical factor, public policy factor (lihat gambar 2)
Relationship Marketing Dan Aliran Pemikiran Sistem Pemasaran ...
GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
ISSN 2088 - 6594
Gambar 2. Factos yang membuat suksesnya relationship marketing
Aliran pemikiran pemasaran mengalami perkembangan. Wilkie dan Moore (2003) membaginya dalam 4 era, seperti yang dijelaskan pada tabel 1 dibawah ini:
Relationship Marketing Dan Aliran Pemikiran Sistem Pemasaran ...
25
GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
ISSN 2088 - 6594
Tabel 1. Era Pemikiran Pemasaran
ERA
DISTINCTIVE CHARACTERISTICS
“PRE-MARKETING”
·
TIDAK ADA YANG BERBEDA PADA BIDANG STUDI
·
MENGEMBANGKAN
(BEFORE 1900) I.
“FOUNDING THE FIELD”
II “FORMALIZING THE FIELD” (1920-1950)
III “APARADIGM SHIFT MARKETING, MANAGEMENT, AND THE SCIENCES (1950-1980)
IV “THE SHIFT INTENSIFIES-AF RAGMENTATION OF THE MAINSTREAM (1980-PRESENT)
MATA KULIAH DENGAN J UDUL
MARKETING
(1900-1920)
·
MENEKANKAN PADA DEFINISI AKTIVITAS PEMASARAN SEBAGAI INTITUSI EKONOMI
·
FOKUS PADA PEMASARAN SEBAGAI DISTRIBUSI
·
MENGEMBANGKAN DASAR ATAU PRINSIP-PRINSIP PEMASARAN
·
PEMBENTUKAN BEBERAPA INSFRASTUKTUR YANG MENDUKUNG PENGETAHUA N DI BIDANG MARKETING : ASOSIASI DI BIDANG PEMASARAN (AMA),KONFRENSI, JURNAL (JOURNAL OF RETAILINGAND JOURNAL OF MARKETING)
·
BERKEMBANGNYA PASAR DI AMERIKA DAN BERKEMBANGNYA PEMIKIRAN PEMASARAN
·
DUA ALIRAN YANG SANGAT DOMINAN : (1) SUDUT PANDANG MANAJERIAL DAN (2) ILMJU PERILAKU DAN KUANTITATIF SEBAGAI KUNCI PENGEMBANGAN PENGETAHUAN DI MASA DEPAN
·
TERJADINYA EKSPANSI DAB EVOLUSI BESAR-BESARAN PADA PENGETAHUAN
·
MENINGKATNYA TANTANGAN BARU DALAM DUNIA BISNIS: FOCUS KEUANGAN DALAM JANGKA PENDEK, PERAMPINGAN,GLOBALISASI, DAN REKAYASA ULANG.
Sumber: Wilkie dan Moore (2003) Pemasaran sebagai ilmu dan seni, dikembangkan dari bidang ekonomi, manajemen, psikologi dan akuntansi (Converse, 1945). Istilah marketing digunakan pada awal 1900 (Shawver dan Nickels, 1981; Wilkie dan Moore, 2003). Selama tahun 1902-1905, terdapat empat ahli yang berkontribusi pada pemikiran di bidang pemasaran, yaitu Edward D. Jones, Simon Litman, George M. Fisk, dan James E. Hagerty (Bartels, 1951). Perguruan tinggi yang pertama kali menggunakan istilah pemasaran adalah Universitas Illinois dan Michigan, pada tahun 1901-1902. Namun Universitas Harvard lah yang menjadi salah satu universitas yang berpengaruh pada 26
pengembangan pemikiran dalam pemasaran (Jones dan Monieson, 1990). Shaw dan Jones (2005) menggambarkan ada 10 school of marketing thought , antara lain sebagai berikut : 1. MARKETING FUNCTIONAL SCHOOL Aliran ini mencoba untuk menjawab pertanyaan: apa yang dikerjakan oleh marketing? Aliran ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1910, lalu mulai berkembang tahun 1920an. Mulai masuk fase matang adalah tahun 1940 dan puncaknya pada tahun 1950an. Aliran ini mulai menurun pada tahun 1960an. Konsep kuncinya adalah nilai
Relationship Marketing Dan Aliran Pemikiran Sistem Pemasaran ...
GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
tambah yang diberikan pada aktivitas marketing. Pada aliran ini diperkenalkan istilah Middleman Marketing, termasuk whole saller, agen, broker, dan retailer. Arch W. Shaw adalah orang yang paling berpengaruh dan pertama kali memperkenalkan aliran fungsional sebagai salah satu pemikiran dalam pemasaran (Mackenzie dan Pearce. 1995; Converse, 1945). Bahkan Vanderblue (1921) mengatakan Some Problem in Marketing Distribution, karya A.W. Shaw, sebagai analisis keilmuan pertama tentang masalah-masalah pemasaran dengan menggunakan pendekatan fungsional. Shaw (1912) menjelaskan pekerjaan middleman kedalam beberapa fungsi middleman, antara lain (1) pembagi resiko, (2) mengantarkan barang, (3) membiayai operasional, (4) menjual barang, (5) perakitan, penyortiran, dan pengiriman. Fungsi Middleman bukan sebagai fungsi pemasaran. Shaw (1912) menjelaskan bahwa fungsi middleman bentuknya mirip dengan fungsi pemasaran, tetapi middleman tidak memberikan merek pada barang, Pada umumnya, Middleman sebagai pedagang yang independen, dari pada bagian dari perusahaan (Weld, 1917). Weld (1917) mempertimbangkan masalah pemasaran dalam pertanian sebagai perluasan pendekatan fungsional dimasa yang akan datang. Weld (1917) menjelaskan ada 7 fungsi middleman: (1) perakitan, (2) penyimpanan, (3) resiko, (4) Keuangan, (5) penyusunan kembali, (6) penjualan, dan (7) transportasi. Cherington dalam Vanderblue (1921) mempertimbangkan dua fungsi utama, yaitu: merchandise functions (assembly, grading, storing, transporting) dan auxiliary function (financing dan assumption risk). 2. M A R K E T I N G C O M M O D I T I E S SCHOOL Aliran ini berfokus pada perbedaan karakteristik barang (produk dan jasa). Pertanyaan utamanya adalah bagaimana pembedaan jenis dari barang yang dipasarkan? Ada beberapa klasifikasi barang a. Industrial and consumer b. Convinience, shoping and capacity c. Product and service
ISSN 2088 - 6594
Copeland dalam Bucklin (1962) membagi produk kedalam beberapa kategori, Convinience goods, shopping goods, dan specialty goods sedangkan Luck (1959) mencoba menjelaskan specialty goods lebih dalam. Pada tahun 1948, Definition committee dari American Marketing Assosiation (Holton, 1958) menjelaskan pengertian: a. Convenience goods : produk yang komsumen beli dengan frekuensi yang rutin, dengan segera, dan memerlukan pengorbanan yang kecil. b. Shopping goods: produk dimana konsumen membandingkan cirri-ciri seperti kualitas, harga, dan gaya pada saat proses seleksi dan pembelian. c. Specialty goods: barang yang dibeli oleh sekelompok pembeli tertentu dimana untuk mendapatkan produk tersebut diperlukan usaha ekstra. 3. M A R K E T I N G I N S T I T U T I O N A L SCHOOL Aliran marketing institutional menjelaskan pertanyaan siapa yang melakukan fungsi marketing? Biasanya middlemen, termasuk pedagang besar, agen, makelar/broker, dan retail. Yang disebut dengan middlemen adalah siapapun yang ada diantara produsen dan konsumen mengambil profit untuk resiko yang dia lakukan sebagai kompensasi jasanya. 4. INTEREGIONAL TRADE SCHOOL Ada dua pendekatan pada aliran ini, yaitu kuantitatif dan konseptual. Aliran ini mencoba menjawab pertanyaan dimana pemasaran ditempatkan. Aliran ini melihat adanya pertukaran pada dua wilayah yang berbeda. 5. M A R K E T I N G M A N A G E M E N T SCHOOL Aliran marketing manajemen menjawab pertanyaan bagaimana organisasi memasarkan barang dan jasanya. Aliran ini berfokus pada praktek pemasaran dilihat dari sudut pandang perspektif penjual pada perusahaan, tetapi sekarang termasuk retailer, service provider, dan semua tipe bisnis. Ada beberapa konsep kunci yang dipakai oleh aliran ini, antara lain:
Relationship Marketing Dan Aliran Pemikiran Sistem Pemasaran ...
27
ISSN 2088 - 6594
GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
a. Marketing Mix b. Market orientation c. Segmentation, targeting, dan positioning 6. MARKETING SYSTEM SCHOOL Aliran Marketing system mencoba menjawab pertanyaan: apa marketing system, mengapa harus ada, siapa yang terlibat? Kapan dan dimana pemasaran dilakukan? Bagaimana baiknya marketing system dilakukan, Layton (2007) mendefinisikan marketing system sebagai jaringan dari indicidu, kelompok, atau kesatuan yang dihubungkan secara langsung dan tidak langsung melalui partisipasi yang berurutan dalam ekonomi yang menciptakan, merakit, mengubah dan memberikan bermacammacam produk, baik tangible atau intangible, diberikan sebagai respon kepada konsumen. Lalu Layton (2011) mencoba mendefinisikan sistem pemasaran dalam bentuk yang lain, yaitu marketing system sebagai: a. Jakatkan merespon atau mengantisipringan individu, kelompok, ataupun entitas tertentu b. Tertancap dalam matrik sosial c. Berhubungan baik secara langsung ataupun tidak langsung d. Bergabung dan secara kolektif menciptakan nilai ekonomis dengan dan untuk konsumen e. Bermacam-macam produk, jasa, pengalaman, dan ide f. meningasi permintaan konsumen 7. CONSUMER BEHAVIOR SCHOOL Aliran ini mencoba menjawab tentang mengapa konsumen membeli? B a g a i m a n a k o n s u m e n b e r p i k i r, merasakan, dan bertindak? Bagaimana konsumen bisa dipengaruhi? Konsumen adalah individu atau organisasi yang membutuhkan barang atau jasa baik yang untuk konsumsi dirinya sendiri atau akan digunakan oleh orang lain. Consumer Behavior didefiniskan sebagai proses yang dilalui oleh seseorang dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan bertindak pasca konsumsi produk, jasa, ataupun ide yang diharapkan bisa memenuhi kebutuhannya (Schiffman and Kanuk dalam Henry, 1991).
28
8. MACROMARKETING SCHOOL Aliran macro marketing mencoba untuk menjawab pertanyaan bagaimana dampak sistem pemasaran pada masyarakat dan dampak masyarakat pada sistem pemasaran. Bagozzi dalam Shawver dan Nickels (1981) mendefinisikan makromarketing sebagai studi tentang jaringan dan hubungan yang menghubungkan antara aktor pemasaran secara sistematis. White dalam Shaw dan jones (2005) menekankan pentingnya sistem: penggunakan bentuk sistem marketing atau sistem pemasaran secara agregat ditujukan untuk membedakan makromarketing yang termasuk dalam kelompok, jaringan atau sub sistem perusahaan dari sudut pandang micromarketing. Makromarketing percaya bahwa pemasaran seharusnya tidak dipahami dalam sudut pandang yang sempit dalam bentuk pencapaian keuntungan individual tetapi lebih besar konteksnya yaitu keuntungan masyarakat luas (sosial). Shawver dan Nickels (1981), Nason (2006) mencoba membedakan macromarketing dan micro marketing. Untuk membedakan antara micromarketing dan macromarketing tergantung dari sudut pandang peneliti. Jika peneliti berfokus pada tujuan yang sempit dari perusahaan atau sebuah organisasi melalui pertukaran, maka perspektif yang dipakai adalah micromarketing. Namun jika dengan transaksi yang sama namun dianalisis untuk menemukan dampaknya pada masyarakat atau dampak masyarakat pada partisipan, maka perspektif yang digunakan adalah macromarketing. Nason (2006) mencoba menganalisis macromarketing pada level sistem. Untuk menilai keberlanjutan sebuah sistem, macromarketing harus mempertimbangkan beberapa hal, antara lain: a) Membangun model dinamis dari sistem b) M e n g a n a l i s i s k e k u a t a n d a n hubungan timbale balik yang mendorong pada perilaku dalam sistem c) Membangun sebuah pendekatan metric untuk kinerja dari sistem untuk kepentingan stakeholder
Relationship Marketing Dan Aliran Pemikiran Sistem Pemasaran ...
GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
d) Mengukur dampak keberlangsungan dan tujuan umum lainnya seperti kebebasan, keamanan, pilihan, prestasi, hak dan lain-lainnya. 9. EXCHANGE SCHOOL Exchange pada dasarnya adalah konsep utama dalam pemasaran (Bagozzi, 1974, 1975; Kotler dan Levy 1969, Houston dan Gassenhemer, 1969). Namun penelitian tentang pertukaran (exchange) dapat ditemukan dalam bidang ekonomi, sosiologi psikologi, antropologi, ilmu politik, pendidikan, theology, ilmu militer, manajemen, hukum, komunikasi, dan seni (Sheth dan Uslay, 2007). Aliran ini mencoba menjawab pertanyaan apa bentuk pertukaran, bagaimana pasar melakukan pertukaran? Siapa saja yang melakukan? Mengapa melakukan pertukaran? Banyak pemikir beragumen bahwa pertukaran adalah jantung dari pemasaran. Seperti luasnya marketing management dan customer behavior, aliran pertukaran dibagi kedalam dua bentuk: (1) tradisional yang berfokus pada transaksi (pembelian dan penjualan), dan (2) perluasan jalur berdasarkan pada hal-hal umum dan pertukaran social. Sistem pertukaran didefinisikan s e b a g a i k u m p u l a n a k t o r, y a n g berhubungan satu dengan lainnya dan variable-variabel endogen dan eksogen berpengaruh pada perilaku aktor-aktor tersebut (Bagozzi, 1974). Aktor-aktor sosial tersebut terdiri atas penjual, retailer, konsumen, pembuat iklan, dan masih banyak lagi. Tiap aktor tersebut dihubungkan satu dengan yang lain sehingga saling memberikan keuntungan pada pihak lannya. Kotler (1972) berpendapat bahwa transaksi adalah pertukaran nilai antara dua pihak. Ada empat kondisi pertukaran, antara lain : a. minimal 2 pihak b. tiap-tiap pihak memiliki nilai untuk pihak lainnya c. m e m i l i k i k e m a m p u a n u n t u k komunikasi d. bisa setuju atau menolak pertukaran Selain motif memperoleh profit ataupun motif ekonomi, ada beberapa motif lain ketika terjadi pertukaran antara pihak satu dengan lainnya, misalnya Relationship Marketing Dan Aliran Pemikiran Sistem Pemasaran ...
ISSN 2088 - 6594
pertukaran kepercayaan, perasaan, dan opini. Namun, Seth dan Garret dalam Shaw dan Jones (2005) mencoba menitik beratkan bahwa pemasaran membatasi pertukaran dalam kontek pertukaran nilai ekonomis. Bagozzi (1975) membedakan exchange ke dalam 3 tipe, yaitu restricted exchange, generalized exchange, dan complex exchange. a. restricted exchange Restricted exchange didefinisikan sebagai dua pihak yang memiliki hubungan timbal balik. (Misalnya, A B). A dan B merupakan pihak yang saling memberi dan menerima. A dan B disebut sebagai aktor sosial seperti konsumen, retailer, penjual, organisasi. Restricted exchange menunjukkan dua karakteristik, yaitu (1) ada banyak upaya untuk menjaga keseimbangan. Hal ini terjadi pada kasus pembelian ulang. Upaya untuk mendapatkan keuntungan dengan cara mengorbankan yang lain dicoba untuk diminimalisasikan. (2) Adanya mentalitas quid pro quo dalam k e g i a t a n p e r t u k a r a n . Wa k t u hubungan timbale balik yang saling menguntungkan dipotong dan ada upaya untuk menyeimbangkan kegiatan dan pertukaran barang sebagai bagian dari hubungan timbale balik yang saling menguntungkan. b. generalized exchange Generalized exchange adalah hubungan timbale balik antara minimal 3 aktor dalam kondisi melakukan pertukaran. (misalnya, A B C A). c. complex exchange Complex exchange adalah sebuah sistem hubungan yang saling menguntungkan minimal tiga aktor. Setiap aktor yang terlibat setidaknya satu pertukaran langsung, sedangkan keseluruhan sistem didorganisasikan dengan dihubungkan dengan web. Dibawah ini contoh gambaran Complex exchange:
29
GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
ISSN 2088 - 6594
Gambar 3. Sistem Pertukaran yang Komplek Entertainment, enjoyment, product information, etc
Television:
PERSON
Program and Commercials
Attention, support, potential for purchase, etc
$80
Books $80
Opportunity to place ad on program
$1 PUBLISHER
Sumber : Bagozzi, 1975
Advertising Agency Exposure of product in mass media
10.MARKETING HISTORY Aliran ini mencoba menjawab pertanyaan kapan praktek, ide, teori, dan aliran pemasaran. Mengapa kita perlu belajar tentang sejarah pemikiran? Wilkinson (2001) mengutip kalimat Winston Churchill, bahwa sejarah akan mengajarkan kita tentang masa depan. Sejarah pemikiran mengungkapkan ide yang dikembangkan di masa lalu. Dimana ide-ide itulah yang akan membawa kita mampu memprediksi masa depan. Grether (1976) mengemukakakn bahwa praktek dan disiplin pemasaran dibagi kedalam 4 dekade. Terdapat 12 kategori yang dibagi dalam tiga grup, yaitu: a) Goup pertama: subject matter area of low relative interest i. Historical ii. Industry study iii. Marketing education b) Grup kedua: subject matter area of medium and relatively stable interest i. Social role ii. International marketing iii. Marketing Theory 30
iv. Marketing institutions v. Role of government vi. Customer role and behavior c) Grup ketiga: subject matter areas of high continuing interest i. Marketing management ii. Marketing mix variables iii. Marketing research III. KESIMPULAN Aliran functional marketing hanya menitik beratkan pada adanya satu aktor (middleman) yang memberikan nilai tambah dalam hal hubungan antara produsen dengan konsumen. Aliran pemasaran komoditas hanya memberikan penjelasan mengenai jenis-jenis produk yang ada. Aliran institutional mencoba mendeskrepsikan siapa saja yang melakukan tugas pemasaran. Interegional trade school melihat adanya pertukaran antar regional/ wilayah. Marketing management school melihat pemasaran dalam paradigma transaksional. Marketing manajemen mencoba melihat semuanya hanya dalam sudut pandang penjual. Berkebalikan
Relationship Marketing Dan Aliran Pemikiran Sistem Pemasaran ...
GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
ISSN 2088 - 6594
dengan marketing management school, behavioral Marketing melihat segala sesuatu dari sudut pandang konsumen. Aliran makro marketing melihat segalanya dari agregat. Exchange school menjelaskan adanya perdagangan atau pertukaran baik barang, jasa, pengalaman, ataupun ide. Dan aliran marketing history melihat segala sesuatu tentang teori-teori dan praktek pemasaran. Semua aliran tersebut tidak menjelaskan adanya hubungan seperti yang dijelaskan oleh relationship marketing. Sistem secara tradisional didefinisikan sebagai sekelompok variable yang berinteraksi (Andrew, 1965). Variabel dalam pengertian sistem tersebut bisa dikategorikan bermacam-macam, tergantung sudut pandangnya. Bila dalam sudut pandang pemasaran, berarti variable yang dimaksud bisa berupa konsumen, produsen, distributor, atau aktor-aktor lain yang berhubungan dengan pemasaran. Definisi sistem tersebut sama dengan hubungan dalam konteks relationship marketing. Relationship marketing adalah membangun, memelihara, dan meningkatkan hubungan dengan pelanggan dan mitra lainnya, untuk memperoleh keuntungan, sehingga tujuan dari pihak yang terlibat dapat dicapai. Layton (2011) memberikan definisi marketing system sebagai jaringan antara individual, kelompok ataupun entitas lainnya. Entitas lainnya bisa terdiri dari penjual,pembeli, pelanggan yang penting.
Aktor-aktor tersebut dihubungkan baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk berpartisipasi dalam menciptakan nilai ekonomis melalui proses penawaran akan produk, jasa, pengalaman dan ide yang sesuai dengan kebutuhan. Kalau kita perhatikan dari pengertiannya, relationship marketing (merupakan hubungan baik kerjasama ataupun kolaborasi antara perusahaan dengan pelanggan dan pelaku pemasaran lainnya (middleman) dalam jangka panjang untuk menghasilkan keuntungan bersama) memiliki kesamaan maksud dengan pengertian marketing system yang dikemukakan oleh Layton (2011). Bentuk relationship marketing yang dikemukakan oleh Morgan dan Hunt dalam Hunt et al (2006) pun menjelaskan tiap-tiap aktor di dalam pemasaran akan selalu berhubungan dan menjadi jaringan yang terintegrasi dengan baik. Gronroos (1994:13) menyatakan bahwa relationship marketing berorientasi pada sistem. Berdasarkan pemaparan diatas, penulis mencoba mencoba menyimpulkan bahwa pendekatan relationship marketing yang lebih pada pendekatan hubungan kerjasama atau kolaborasi antar entitas para pelaku pemasaran menjadikan hubungan tersebut terjadi dalam sebuah sistem pemasaran. Oleh sebab itu, relationship marketing masuk pada aliran sistem pemasaran (marketing system school).
DAFTAR PUSTAKA Andrew, Gwen (1965), "An Analytic System Model For Organization Theory," The Academy of Management Journal, Vol. 8 (September), No.4, pp. 190-198. Bagozzi, Richard P. (1974), "Marketing as an Organized Behavior System of Exchange," Journal of Marketing, Vol. 38 (Oktober), No. 4. pp. 77-81. _________________(1975) "Marketing as Exchange," Journal of Marketing, Vol 39 (Oktober), pp. 32-39. Bartels, Robert (1951), "Influences on the Development of Marketing Thought, 1900-1923," Journal of Marketing, Vol. 16, No.1 (July), pp. 1-17 Berry, Leonard L. (2002), "Relationship Marketing of Services-Perspectives From 1983-2000," Journal of Relationship Marketing, Vol. 1, No.1, pp. 59-78. Buklin, L.P. (1963), "Retail Strategy and the Classification of Consumer Goods," Journal of Marketing 3 (Januari), pp.50-55 Relationship Marketing Dan Aliran Pemikiran Sistem Pemasaran ...
31
GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
ISSN 2088 - 6594
Converse, Paul D. (1945), "The development of the Science of Marketing: An Explanatory Survey," Journal of Marketing, Vol. 10, No. 1, pp. 14-23. Grether, E.T. (1976), "The first Forty Years," Journal of Marketing, Vol. 40, No. 3, pp.63-69. Grönroos, Christian (1994), "From Marketing Mix to relationship Marketing: Toward Paradigm Shift in Marketing , Management Decision, Vol. 32 No. 2, 1994, pp. 4-20. Grönroos, Christian dan Ravald, Annika (1996), "The Value Concept and Relationship Marketing," European Journal Marketing, Vol. 30, No. 2, pp. 19-30 Grönroos, Christian (1994), "Relationship Marketing: Challenges for the Organization," Journal of Business Research, Vol. 46, pp.327-335. Gummesson, Evert (2002), "Relationship Marketing in The New Economy," Journal of Relationship Marketing, Vol. 1, No.1, pp. 37-58. Henry, Susan L. (1991), "Consumers, Commodities, and Choices: A General Model of Consumer Behavior," Historical Archeology, Vol. 25, No.1, pp. 3-14. Holton, Richard H. (1958), "The Distinction Between Convenience Goods, Shopping Goods, and Specialty Goods," Journal of Marketing, Vol. 23, No.1, pp.53-56. Houston, Franklin S., dan Gassenheimer, Jule B (1987), "Marketing and Exchange," Journal of Marketing, Vol. 51 (Oktober), pp. 3-18. Hunt, Shelby A.; Arnett, Dennis B.; Madhavaram, Sreedhar (2006), "The Explanatory Foundations of Relationship Marketing Theory," Journal of Business and Industrial Marketing, Vol.21, No. 2, pp. 72-87. Jones, D.G.B., dan Monieson, David D. (1990), "Early Development of the Philosophy of Marketing Thought," Journal of Marketing, Vol 54, No.1 (January), pp.102-113. Kotler, Philip (1972), "A generic Concept of Marketing," Journal of Marketing, Vol 36 (april), pp. 4654. Layton, Roger A. (2007), "Marketing System : A Core Macromarketing Concept," Journal of Macromarketing, Vol. 27 (September), No.3, pp. 227-242. ______________ (2011), "Towards a Theory of Marketing System," European Journal of Marketing, Vol 45, Iss. 1, pp. 259-276. Luck, David J. (1959), "On The Nature of Specialty Goods," Journal of Marketing, Vol. 24, No.1, pp.61-66. Mackenzie, Herbert F., dan Pearce, Michael R. (1995), "Some Problem in Market Distribution: Revisited," 7th Marketing History Conference Proceedings, Vol VII, pp. 73-81. Maxim, Andrei, 2009, "Relationship Marketing - a New Paradigm in Marketing Theory and Practice," Stiin?e Economice, pp.287-300. Nason, Robert W. (2006), "Macromarketing Mozaic," Journal of Macromarketing, Vol. 26 (desember), No.2, pp. 219-223. Palmer, Adrian (2002), "The Evolution of an Idea: An Environmental Explanation of Relationship Marketing," Journal of Relationship Marketing, Vol. 1, No.1, pp. 79-94.
32
Relationship Marketing Dan Aliran Pemikiran Sistem Pemasaran ...
GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
ISSN 2088 - 6594
Palmer, Roger; Lindgreen, Adam; Vanhamme, Joelle (2005), "Relationship Marketing: School of Thought and Future Research Direction," Marketing Intelligence & Planning, Vol.23, No.3, pp.313-330. Shawver, Donald L. dan Nickels, William G. (1981), "A Rationalization for Macromarketing Concept and Definitions," Journal of Macromarketing, Vol. 1. pp.8-10 Shaw, Eric H. dan Jones, D.G. Brian (2005), "A History of School of Marketing Thought," Marketing Theory, Vol. 5, No.3, pp. 239-281. Sheth, Jagdish N. dan Parvatiyar, Atul, 1995, "The Evolution of Relationship Marketing," International Business Review Vol. 4, No. 4, pp. 397-418. ________________________________, 1998, "The Domain and Conceptual Foundations of Relationship Marketing," prepare for Handbooks of Relationship Marketing Sheth, Jagadish (2002),"The Future of Relationship Marketing," Journal of Service Marketing, Vol. 16, No.7, pp. 590-592. Sheth, Jagadish dan Uslay, Can (2007), "Implications of The Revised Definition of Marketing: From Exchange to Value Creation," Journal of Public & Marketing, Vol. 26 (Fall), pp. 302-307. Vanderblue, Homer B., "The Functional Approach to The Study of Marketing," Journal of Political Economy, Vol.29, No.8, pp.676-683. Voss, Glenn B., Voss, Zannie Giraud (1997), "Implementing a Relationship Marketing Program: A Case Study and Managerial Implication," The Journal of Service Marketing, Vol. 11, No.4, pp. 278-298. Weld, L.D.H. (1917), "Marketig Functions and Mercantille Organization," The American Economic Review, Vol. 7, No.2, pp.306-318. Wilkie, William L., dan Moore, Elizabeth S. (2003), "Scholarly Research in Marketing: Exploring the 4 Eras of Thought Development, Journal of Public Policy & Marketing, Vol.22, No.2 (fall), pp.116-146. Wilkinson, Ian (2001), "A History of network and Channels Thinking in Marketing in The 20th Century," Australian Marketing Journal, Vol. 9, No. 2, pp. 23-52.
Relationship Marketing Dan Aliran Pemikiran Sistem Pemasaran ...
33
GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
ISSN 2088 - 6594
PENERAPAN AKUNTANSI SYARIAH PADA LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DI INDONESIA Ismunawan, SE. STIE Surakarta ABSTRACT Islam is a religion has been position as an option and the same time of teaching be offered guidance in the life of humanity as a religious of mankind who embrace it. So its presence has provided guidance in the development of human civilization, especially in the science and technology section. In the thought, discussion and study of Islamic economics had a major effect on the growth of the business system based on Islamic regulation in general and in particular of Islamic financial institutions. Islamic accounting is along increasingly of rapid development of Islamic finance in Indonesia, particularly in banking, so the Islamic regulation banking business is now a trend to be proud of. The growth of Islamic banking in Indonesia is fast and promising in the sense that the business is very clearly which has a bright prospect. Keywords : Islamic Accounting and Islamic Finance Institutions A. Pendahuluan Islam adalah agama yang bersifat terbuka, selalu memberikan keleluasaan kepada umatnya untuk berfikir ke depan, dalam rangka mencapai tingkat peradaban dan kemajuan yang lebih baik. Islam yang lahir dikawasan Arab telah banyak memberikan sumbangan bagi perkembangan dunia ilmu pengetahuan dan teknolog. Islam sebagai suatu ideologi, masyarakat dan ajaran, tentunya sangat sarat dengan nilai. Dengan demikian, bangunan akuntansi yang berlaku dalam masyarakat Islam tentunya harus menyesuaikan diri dengan karakteristik Islam itu sendiri. Pembangunan ekonomi Islam, persoalan fundamental yang muncul adalah keterkaitan dengan langkah kedepan pembangunan ekonomi Islam. Hasil dari pembangunan ekonomi biasanya diwujudkan dalam bentuk produk yang seharusnya dimiliki oleh warga Negara dan terdistribusikan secara adil. Sehingga ada dua konsep utama dalam kerangka sistem ekonomi Islam, yaitu kerangka kepemilikan dan keadilan. Kepemilikan dan keadilan pembangunan ekonomi dapat benar-benar terwujud apabila tidak terjadi akumulasi modal dan sentralisasi kekuasaan. Hal ini juga akan mengantarkan kepada konsep etika ekonomi Islam. Proses pembangunan sebuah sistem baru yang berlandaskan
34
pada etika ekonomi Islam, harus dilakukan sesuai dengan kaidah Islam. Ajaran Islam secara tegas menunjukkan, sebagaimana tertuang dalam Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 282. Ayat ini dapat ditafsirkan dalam konteks akuntansi, utamanya berkaitan dengan teori dan organisasinya. Akuntansi menurut Islam memiliki bentuk yang sarat dengan nilai keadilan, kebenaran dan pertanggungjawaban. Sebab informasi akuntansi memiliki kekuatan untuk mempengaruhi pemikiran, pengambilan keputusan, dan tindakan yang dilakukan oleh seseorang. Adapun faktor yang menyebabkan terjadinya percepatan perkembangan akuntansi hingga sekarang antara lain : a. Adanya motivasi awal yang memaksa seseorang untuk mendapatkan keuntungan besar. Dengan adanya laba maka perlu pencatatan, pengelompokkan, dan pengikhtisaran dengan cara sistematis dan dalam ukuran moneter atas transaksi dan kejadian yang bersifat keuangan dan menjelaskan hasilnya. b. Pengakuan pengusaha akan pentingnya aspek sosial yang berkaitan dengan persoalan maksimalisasi laba. Dalam hal ini, pemimpin perusahaan harus membuat keputusan yang menjaga keseimbangan antara keinginan perusahaan, pegawai, langganan, supplier, dan masyarakat umum. c. Bisnis dilakukan dengan peranan untuk
Penerapan Akuntansi Syariah Pada Lembaga Keuangan Syariah Di Indonesia
GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
mencapai laba sebagai alat untuk mencapai suatu tujuan bukan akhir suatu tujuan. Dengan demikian, akuntansi akan memberikan informasi yang secara potensial berguna untuk membuat keputusan ekonomi dan jika itu diberikan akan memberikan perluasan kesejahteraan sosial Akuntansi syariah melaju kencang seiring kian pesatnya perkembangan ekonomi syariah di Indonesia, terutama di bidang perbankan, sehingga bisnis perbankan berbasis syariah kini menjadi tren yang patut dibanggakan. Ikatan Akuntan Indonesia pun sejauh ini telah menerbitkan enam standar terkait dengan akuntansi syariah, yaitu PSAK 101 (penyajian dan pengungkapan laporan keuangan entitas syariah), PSAK 102 (murabahah), PSAK 103 (salam), PSAK 104 (istishna'), PSAK 105 (mudharabah), dan PSAK 106 (musyarakah). B. Pembahasan A. Akuntansi Syariah Kalau kita cermati Surat Al-Baqarah ayat 282, Allah SWT memerintahkan untuk melakukan penulisan secara benar atas segala transaksi yang pernah terjadi selama melakukan muamalah. Dari hasil penulisan tersebut dapat digunakan sebagai informasi untuk menentukan apa yang akan diperbuat oleh seseorang. Sehubungan dengan ini beberapa definisi akuntansi dapat disajikan disini, diantaranya : 1. Littleton mendefinisikan, tujuan utama dari akuntansi adalah untuk melaksanakan perhitungan periodik antara biaya (usaha) dan hasil (prestasi). Konsep ini merupakan inti dari teori akuntansi dan merupakan ukuran yang dijadikan sebagai rujukan dalam mempelajari akuntansi. 2. APB (Accounting Principle Board) statement No. 4 mendefinisikan sebagai berikut "akuntansi adalah suatu kegiatan jasa. Fungsinya adalah memberikan informasi kuantitatif, umumnya dalam ukuran uang, mengenai suatu badan ekonomi yang dimaksudkan untuk digunakan dalam pengambilan keputusan ekonomi, yang digunakan dalam memilih di antara beberapa alternatif.
ISSN 2088 - 6594
3. AICPA (American Institute of Certified Public Accountant) mendefinisikan sebagai berikut : "Akuntansi adalah seni pencatatan, penggolongan, dan pengikhtisaran dengan cara tertentu dan dalam ukuran moneter, transaksi dan kejadian-kejadian yang umumnya bersifat keuangan, dan termasuk menafsirkan hasil-hasilnya. 4. Dalam buku A Statement of Basic Accounting Theory dinyatakan akuntansi adalah "proses mengidentifikasi mengukur, dan menyampaikan informasi ekonomi sebagai bahan informasi dalam hal pertimbangan dalam mengambil kesimpulan oleh para pemakainya. Dalam hal ini, tidak disampaikan mengenai pengertian akuntansi syariah karena yang terpenting adalah apakah di dalam proses akuntansi terjadi implikasi atas nilai-nilai yang dikandung dalam ayat-ayat Al-Qur'an. B. Prinsip umum Akuntansi Syariah. Nilai pertanggungjawaban, keadilan dan kebenaran selalu melekat dalam sistem akuntansi syariah. Ketiga nilai tersebut tentu saja sudah menjadi prinsip dasar yang universal dalam operasional akuntansi syariah. Makna yang terkandung dalam ketiga prinsip akuntansi syariah adalah : 1. P r i n s i p p e r t a n g g u n g j a w a b a n (accountability) Pertanggungjawaban selalu berkaitan dengan konsep amanah yang merupakan hasil transaksi manusia dengan sang Khaliq mulai dari alam kandungan. Implikasi dalam bisnis dan akuntansi adalah bahwa individu yang terlibat dalam praktik bisnis harus selalu melakukan pertanggungjawaban apa yang telah diamanatkan dan yang telah diperbuat kepada pihak-pihak yang terkait.Wujud pertanggungjawabannya biasanya dalam bentuk laporan keuangan. 2. Prinsip keadilan. Prinsip keadilan tidak saja merupakan nilai yang sangat penting dalam etika kehidupan sosial dan bisnis, tetapi juga merupakan nilai yang secara inheren melekat dalam fitrah manusia. Hal ini berarti bahwa manusia pada dasarnya memiliki
Penerapan Akuntansi Syariah Pada Lembaga Keuangan Syariah Di Indonesia
35
GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
ISSN 2088 - 6594
kapasitas dan energi untuk berbuat adil dalam setiap aspek kehidupan. Dalam konteks akuntansi, menegaskan kata adil dalam ayat 282 Surat Al-Baqarah, secara sederhana dapat berarti bahwa setiap transaksi yang dilakukan oleh perusahaan dicatat dengan benar. Dengan demikian, kata keadilan dalam konteks aplikasi akuntansi mengandung dua pengertian, yaitu : Pertama, adalah berkaitan dengan praktik moral yaitu kejujuran, yang merupakan faktor yang dominan. Tanpa kejujuran ini, informasi akuntansi yang disajikan akan menyesatkan dan merugikan masyarakat. Kedua, kata adil bersifat lebih fundamental (dan tetap berpijak dalam nilai-nilai etika / syariah dan moral). 3. P r i n s i p k e b e n a r a n . P r i n s i p kebenaran ini sebenarnya tidak dapat dilepaskan dari prinsip keadilan. Dalam akuntansi kita akan selalu dihadapkan pada masalah pengakuan, pengukuran dan pelaporan. Aktivitas ini akan dapat dilakukan dengan baik apabila dilandaskan pada nilai kebenaran. Kebenaran ini akan mencipatakan keadilan dalam mengakui, mengukur dan melaporkan transaksi-transaksi ekonomi. C. Lembaga Keuangan Syariah Lembaga bisnis Islami (syariah) merupakan salah satu instrumen yang digunakan untuk menegakkan aturanaturan ekonomi Islami. Sebenarnya, bisnis secara syariah tidak hanya berkaitan dengan larangan bisnis yang berhubungan dengan, seperti masalah alkohol, pornografi, perjudian, dan aktivitas lain yang menurut pandangan Islam seperti tidak bermoral dan antisosial. Akan tetapi bisnis secara syariah ditunjukkan untuk memberikan sumbangan positif terhadap pencapaian tujuan sosial-ekonomi masyarakat yang lebih baik. Bisnis secara syariah dijalankan untuk menciptakan iklim bisnis yang baik dan lepas dari praktik kecurangan. Bisnis berdasarkan syariah di negeri ini mulai tampak tumbuh. Pertumbuhan itu tampak jelas pada sektor keuangan. 36
Pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia cukup pesat. Jaringan Kantor Perbankan Syariah yang di ambil dari data Statistik Perbankan Syariah di situs bi.go.id. terlihat bahwa perkembangan perbankan syariah dari tahun ke tahun terus meningkat, sampai akhir Januari 2012 ada sekitar 2.202 lembaga keuangan syariah yang tersebar di seluruh Indonesia. Lembaga ini telah mengelola berjuta bahkan bermiliar rupiah dana masyarakat sesuai dengan prinsip syariah. Prinsip ini sangat berbeda dengan prinsip yang dianut oleh lembaga keuangan non-syariah. Adapun prinsip-prinsip yang dirujuk adalah : 1. Larangan menerapkan bunga pada semua bentuk dan jenis transaksi. 2. Menjalankan aktivitas bisnis dan perdagangan berdasarkan pada kewajaran dan keuntungan yang halal. 3. Mengeluarkan zakat dari hasil kegiatannya. 4. Larangan menjalankan monopoli. 5. Bekerjasama dalam membangun masyarakat, melalui aktivitas bisnis dan perdagangan yang tidak dilarang oleh islam. Perkembangan perbankan syariah juga ditunjukkan dari meningkatnya aset di perbankan syariah. Aset, DPK, PYD Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Aset, DPK, PYD Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang ada di Statistik Perbankan Syariah di situs bi.go.id, meningkatnya jumlah aset dari tahun ke tahun menunjukkan kepercayaan masyarakat dalam penerapan ekonomi syariah dalam perbankan syariah. Hal tersebut menunjukkan bahwa masyarakat sangat antusias dengan perbankan syariah. Dan masyarakat sudah mulai menyadari manfaat dari perbankan syariah ini. Hal itu didukung dengan data jumlah pekerja di perbanksan syariah yang juga terus meningkat. Data yang di peroleh dari data Statistik Perbankan Syariah di situs bi.go.id Jumlah Pekerja di Perbankan Syariah menunjukkan peningkatan pekerja di perbankan syariah yang hingga saat ini ada sekitar 27.887 pekerja. Hal ini menujukkan perkembangan syariah telah menyebar
Penerapan Akuntansi Syariah Pada Lembaga Keuangan Syariah Di Indonesia
GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
ISSN 2088 - 6594
luas dan banyak yang mengaplikasikannya. Dengan perkembangan ekonomi syariah yang terus meningkat dan kesadaran masyarakat akan manfaat menerapkan ekonomi syariah dalam perbankan ini akan menjadi solusi terbaik dalam perekonomian, karena perbankan merupakan salah satu kegiatan usaha yang paling dominan dan yang berpengaruh dalam perekonomian. Sistem ekonomi syariah akan otomatis menjadikan rakyat sebagai prioritas, dan pemerintah berkewajiban memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar rakyatnya. Penangan bank syariah dikelola oleh BI secara terpisah dengan bank konvensional. Prinsip pemisahan ini disebut dual-banking system (sistem perbankan ganda). Dihadirkan dual banking system untuk menghadirkan alternatif jasa perbankan yang semakin lengkap. Prinsip perbankan syariah memberikan sistem yang saling menguntungkan, serta menonjolkan aspek keadilan bertransaksi, investasi yang beretika, mengedepankan nilainilai kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi, menghindari kegiatan spekulatif dalam bertransaksi keuangan. C. Kesimpulan Islam adalah agama yang mengajarkan kepada umatnya untuk selalu bekerja, optimis, kreatif, dinamis dan inovatif. Ajaran ini dimaksudkan agar umat Islam selalu dapat menyesuaikan diri dengan percepatan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat. Dengan ajaran tersebut, Islam telah menjadi suatu agama yang memiliki kekuatan dinamis dalam dunia modern saat ini. Sebagaimana telah diuraikan diatas,
perubahan masyarakat telah membawa perubahan yang cukup mendasar terhadap organisasi akuntansi. Oleh karena itu, tidak dapat dipungkiri hadirnya lembaga keuangan syariah pada khususnya dan sistem bisnis Islam (berdasarkan syariah) tentunya akan mempengaruhi dan menentukan organisasi akuntansi yang akan digunakan. Hal ini muncul, karena karakteristik masyarakat Islam menuntut aspek-aspek yang berbeda dengan apa yang terjadi dan berlaku dalam masyarakat kapitalis. Hal ini berarti pula bahwa akuntansi yang berlaku dalam sistem lembaga keuangan syariah, jelas berbeda dengan sistem akuntansi yang berlaku dengan sistem lembaga keuangan konvensional. Tujuan informasi akuntansi dalam lembaga keuangan syariah muncul karena dua alasan yaitu : 1. Lembaga keuangan syariah dijalankan dengan kerangka syariah, sebagai akibat dari hakikat transaksi yang berbeda dengan lembaga keuangan konvensional. 2. Pengguna informasi akuntansi pada lembaga keuangan syariah adalah berbeda dengan pengguna informasi akuntansi di lembaga keuangan konvensional. Dengan semakin sadarnya masyarakat akan manfaat ekonomi syariah dalam hal ini Mengenai aspek perbankan syariah akan memberikan efek positif dan makin memajukan perekonomian Indonesia. Dan dari data perkembangan perbankan syariah, saya optimis perbankan syariah akan terus maju dan berkembang yang kemudian menjadi dengan menerapkan ekonomi syariah, maka akan menjadi solusi bukan alternatif dalam perekonomian.
Daftar Pustaka Al - Qur'an Surat Al- Baqarah ayat 282 . Adul Ghofar Anshori, 2007.Perbankan Syariah di Indonesia, UGM. Iwan Triyono, Moh. As'udi, 2001. Akuntansi Syariah, Salemba Empat. Muhammad, 2004. Manajemen Bank Syariah, YKPN. Muhammad, 2005. Pengantar Akuntansi Syariah, Salemba Empat, edisi 2. WWW. Bi.go.id.
Penerapan Akuntansi Syariah Pada Lembaga Keuangan Syariah Di Indonesia
37
GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
ISSN 2088 - 6594
Metode Keteladanan dan Etika Mulia dalam Model Pembelajaran STAD (Student Team Achievement Divisions) Sebagai Suatu Pola Interaksi Edukatif Pada Pembelajaran Akuntansi dan Matematika Rosita STIE Surakarta Tri Haryanto SMP Negeri 2 Wuryantoro Eni Jufriyah Sulistyorini SMA Muhammadiyah Pontren Imam Syuhodo ABSTRACT Education is a power and deliberate effort to create an atmosphere of studying in the learning process, so that learners are active developing their potential. Modeling method and ethics is a very important method and factual is ever happen by the Prophet Muhammad during in the process of education and learning. The history of education had proven that the Prophet Muhammad is a figure of educator and learner who succeed in forming an educated generation and strong personality through modeling method and ethic noble morality. When further, based on the results of previous studies on model of excellence STAD and indisputable historical facts about the success of Prophet Muhammad SAW builds human's character's into a generation educated and ethic noble morality, modeling method and ethics are reflected in the model STAD and learning are inextricably linked to cultivate students' personality that ethic noble. In the process of development in the world of education, it is urgent if fostered noble ideals and ethics within which learners can be integrated in the learning model employed by teachers and lecturer. Modeling idealsand ethics that need to be developed and nurtured in the learning process through STAD models so that learners used to develop a positive attitude to form the personality of an independent, strong, caring and moral in turn achieved success and the learner's successful achieve performance. In the last of the formation of character education as a result of the modeling ideals and ethics in learners' selves. Keywords :Modeling, Ethics Honor,STAD I. Pendahuluan Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dalam proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya. Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat muncul pendapat bahwa pembelajaran langsung atau teachercentered dipandang kurang atraktif untuk pembelajaran saat ini karena hanya guru/dosen yang kelihatan aktif dalam proses pembelajaran sementara peserta didik menjadi pasif hanya duduk, diam,
38
dengar, dan mencatat tentang apa yang dijelaskan guru/dosen. Disisi lain perkembangan ilmu pengetahuan dengan dukungan teknologi yang semakin canggih memungkinkan kita memperoleh informasi dengan melimpah, cepat, dan mudah dari berbagai sumber dan tempat di dunia. Pekembangan tersebut memberikan wahana yang memungkinkan bagi aplikasi akuntansi dan matematika berkembang dengan pesat pula. Perkembangan ilmu akuntansi dan matematika menggugah kita untuk memiliki kemampuan yang membutuhkan pemikiran kritis, logis, sistematis, kreatif, dan kemauan
Metode Keteladanan Dan Etika Mulia Dalam Model Pembelajaran STAD ....
GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
bekerjasama yang efektif sehingga mampu mengahadapi segala tantangan globalisasi. Selain tantangan dan kebutuhan informasi yang serba cepat dan akurat, tantangan lain dalam dunia pendidikan akuntansi adalah tentang konsep akuntansi yang tergolong abstrak sehingga hal ini merupakan penyebab akuntansi "dipandang sulit" untuk dipahami karena untuk memahami yang abstrak; tahap awal biasanya perlu ungkapan yang konkrit (ilustrasi). Namun kenyataan yang ada, tidak setiap konsep di akuntansi diikuti dengan ilustrasi konkrit. Begitu juga dengan matematika yang penuh dengan rumus dan hitungan yang njlimet membuat peserta didik menjadi pusing dan tidak menyukai matematika. Matematika dianggap sebagai pelajaran yang tidak menarik dan sulit. Fakta yang sering dijumpai di dalam proses pembelajaran, peserta didik tidak dapat memunculkan/mengutarakan tentang apa yang tidak dimengerti, peserta didik merasa belum siap untuk bertanya karena bingung tentang apa yang akan ditanyakan, dan peserta didik merasa segan untuk bertanya pada guru/dosen. Kemampuan peserta didik yang bervariatif , memang tidak dapat dipungkiri dan dialami oleh sebagian besar lembaga pendidikan di Indonesia mulai dari tingkat pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Ditambah lagi dengan fenomena yang terjadi sekarang yang menimpa kalangan muda di Indonesia sudah cukup mengkhawatirkan orang tua dan kalangan pendidik. Degradasi moral dan terkikisnya etika mulia di kalangan kaum muda perlu untuk segera diatasi. Peran dunia pendidikan untuk mencetak generasi yang unggul, mumpuni, mandiri, dan berakhlaq mulia sangatlah diharapkan. Pada pelaksanaan pembelajaran, guru/dosen hendaknya tidak hanya menekankan pada tujuan yang bersifat teoritis saja tetapi juga ditekankan pada proses belajar dan hasil belajar. Pemilihan metode pembelajaran sangat menentukan kualitas pengajaran yang merupakan proses dan hasil belajar mengajar. Kualitas pembelajaran selalu terkait dengan penggunaan metode pengajaran yang optimal. Hamalik (2001) berpendapat bahwa untuk mencapai kualitas pengajaran yang tinggi harus diorganisasikan dengan strategi yang tepat pula. Strategi pembelajaran merupakan hal penting bagi
ISSN 2088 - 6594
guru/dosen untuk mensiasati agar proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Sesuai dengan cita-cita dan harapan dari tujuan pendidikan nasional, guru/dosen perlu memiliki beberapa prinsip mengajar yang mengacu pada peningkatan kemampuan internal peserta didik di dalam merangsang strategi pembelajaran ataupun melaksanakan pembelajaran. Peningkatan potensi internal itu misalnya dengan menerapkan jenis-jenis strategi pembelajaran yang memungkinkan peserta didik mampu mencapai kompetensi secara penuh, utuh dan kontekstual. Salah satu pendekatan dalam pembelajaran yang berbasis student-centered adalah menempatkan peserta didik sebagai subjek didik, yakni lebih banyak mengikutsertakan peserta didik dalam proses pembelajaran dengan kata lain peserta didik berpartisipasi aktif sedangkan guru/dosen menjadi fasilitator, mediator, dan motivator. Pendekatan ini bertolak dari anggapan bahwa peserta didik memiliki potensi untuk berpikir sendiri, dan potensi tersebut hanya dapat diwujudkan apabila mereka diberi banyak kesempatan untuk berpikir sendiri. Oleh karena itu pemilihan metode pembelajaran yang berorientasi pada peserta didik memberi peluang kepada peserta didik untuk aktif dan kreatif di dalam kegiatan pembelajaran, merupakan langkah awal yang utama menuju keberhasilan mencapai kompetensi yang telah ditentukan. Untuk menuju keberhasilan belajar, metode pembelajaran merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam hubungannya dengan peningkatan mutu pendidikan (Eni, 2007). Makin baik suatu metode makin efektif pula pencapaian tujuan pendidikan. Keberhasilan dalam pola interaksi edukatif sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu (1) anak didik dengan berbagai tingkat kematangan yang melekat, (2) tujuan pendidikan, (3) situasi belajar, (4) fasislitas belajar yang mencakup kualitas dan kuantitasnya, dan (5) pendidik dengan kepribadian dan kemampuan yang dimilikinya. Perpaduan pengaruh dari faktor-faktor terrsebut sebaiknya dijadikan acuan dan pertimbangan utama dalam menentukan metode belajar agar pencapaian hasil belajar dapat tercapai secara optimal.
Metode Keteladanan Dan Etika Mulia Dalam Model Pembelajaran STAD ....
39
GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
ISSN 2088 - 6594
Pemilihan metode pembelajaran sangat menentukan kualitas pengajaran yang merupakan proses dan hasil belajar mengajar. Kualitas pembelajaran selalu terkait dengan penggunaan metode pengajaran yang optimal. Design kurikulum pendidikan diharapkan mampu memadukan dan menyeimbangkan antara kebutuhan ilmiah dan perkembangan jaman tanpa meninggalakan nilai-nilai etika ketimuran sehingga generasi penerus yang merupakan output lembaga pendidikan merupakan generasi yang berilmu, berwawasan ke depan dan tentunya berakhlaq mulia. Untuk itu perlu suatu desain pembelajaran yang mampu mempompa daya tarik peserta didik untuk mengungkapkan tentang permasalahan peserta didik serta cara penanggulangannya. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pemahaman peserta didik tentang konsep akuntansi dan matematika adalah melalui penerapan metode keteladanan (modelling) dan etika mulia yang diintegrasikan dalam model pembelajaran kooperatif STAD ( Student Team Achievement Divisions). II. Pembahasan 1. Metode Keteladanan Metode keteladanan merupakan metode modelling yang intinya memberikan contoh secara factual melalui gerakan dan tindakan. Merujuk pada hal yang pernah dilakukan Rasulullah Muhammad SAW dalam menerapkan keteladanan ini, beliau senantiasa melakukan sesuatu sebelum menyuruh orang lain (muridnya) melakukan sesuatu itu sebagai bentuk permodelan, sehingga orang lain akan dapat mengikuti dan mencerna dengan mudah sebagaimana yang mereka saksikan. Michael H Hart dalam bukunya The 100 a ranking of the most influential Person in history menjatuhkan pilihannya pada Nabi Muhammad SAW sebagai satu-satunya manusia dalam sejarah yang berhasil meraih sukses yang luar biasa, baik ditinjau dari sisi agama maupun duniawinya. Rasulullah Muhammad SAW dalam keteladanannya telah berhasil dalam membentuk peradaban manusia yang berkarakter kuat, tangguh, santun, dan berakhlaq 40
mulia. Modelling (pemodelan) bertujuan agar peserta didik mempunyai gambaran nyata tentang apa yang akan mereka lakukan selanjutnya. Yang memberikan pemodelan ini biasanya adalah pengajarnya (guru/dosen). Dalam konteks pembelajaran, guru/dosen dapat memberikan contohcontoh pengerjaan soal-soal sebelum peserta didik menyelesaikan tugas atau soal yang diberikan. Guru/dosen juga dapat menggunakan alat peraga atau menjadi model dalam memperjelas materi selama proses pembelajaran. Disamping itu seorang guru/dosen juga senantiasa memberi contoh yang baik dalam sikap dan perbuatan. Peserta didik akan melanjutkan dengan berusaha mengerjakan apa yang dicontohkan oleh guru/dosennya. Dalam pelaksanaannya terkadang muncul percontohan-percontohan antar peserta didik yakni dari peserta didik yang paham duluan kepada peserta didik yang kurang memahami. Manfaat metode keteladanan (modelling) menurut 'Abdul Fattah (2009) adalah metode ini (1) sangat kuat bersemayam di dalam hati, (2) memudahkan pemahaman dan ingatan, (3) sangat efektif dan efisien dalam membantu guru/dosen mengajar dan mendidik para peserta didik, dan (4) sangat sesuai (cocok) dengan fitrah pengajaran itu sendiri. Dalam praktik pembelajaran, metode keteladan (modelling) berusaha mentransformasikan nilai-nilai positif dan mentransmisikan ajaran-ajaran kepada murid. Sehingga para murid mendapat pengalaman belajar yang sesungguhnya dengan mengoptimalkan seluruh indera yang tentunya akan terpatri dalam benak yang sulit untuk terlupakan. Ketika memberikan contoh seyogyanya dikembangkan sikap yang terpuji seperti rasa kasih-sayang, sabar, berupaya menjauhi kesulitan sebaliknya menyukai kemudahan, santun kepada para murid, dan berusaha dalam setiap kesempatan untuk mencurahkan ilmu pengetahuan dan kebaikan kepada orang lain. Dalam metode keteladanan (modelling) terdapat upaya untuk meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pembelajaran serta dapat menumbuhkan ataupun
Metode Keteladanan Dan Etika Mulia Dalam Model Pembelajaran STAD ....
GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
menanamkan kecerdasan emosional dan spiritual yang mewarnai aktivitas pembelajaran. 2. Etika Mulia Pengertian tentang etika dan moralitas sering disamakan begitu saja. Menurut Keraf (1998) dalam pengertian harfiahnya etika dan moralitas samasama berarti sistem nilai tentang bagaimana manusia harus hidup baik sebagai manusia yang telah diinstitusionalisasikan dalam sebuah adat kebiasaan yang kemudian terwujud dalam pola perilaku yang ajeg dan terulang dalam kurun waktu yang lama sebagaimana baiknya sebuah kebiasaan. Etika berasal dari kata Yunani "ethos", yang dalam bentuk jamaknya ta etha berarti adat istiadat atau kebiasaan. Dalam pengertian yang lain, Keraf (1998) berpendapat bahwa etika dirumuskan sebagai refleksi kritis dan rasional mengenai: a. Nilai dan norma yang menyangkut bagaimana harus hidup baik dengan manusia. b. M a s a l a h - m a s a l a h k e h i d u p a n manusia dengan mendasarkan diri pada nilai dan norma moral yang umum diterima. Partley (1997) berpendapat bahwa etika merupakan suatu cabang ilmu filsafat. Tujuannya adalah mempelajari perilaku, baik moral maupun immoral dengan tujuan membuat pertimbangan yang cukup beralasan dan akhirnya sampai pada rekomendasi yang memadai. Jadi, etika adalah suatu penyelidikan normatif, bukan suatu ilmu murni yang deskriptif. Sedangkan Suseno (1987) mengungkapkan bahwa yang dimaksud dengan ajaran moral adalah ajaran-ajaran, wejanganwejangan, khotbah-khotbah, patokanpatokan, kumpulan peraturan dari ketetapan entah lisan atau tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik. Ludigdo dan Machfoedz (1999) mengungkapkan bahwa dalam konteks etika profesi, etika profesional berkaitan dengan perilaku moral. Perilaku moral yang dimaksud adalah lebih terbatas pada pengertian yang meliputi kekhasan
ISSN 2088 - 6594
pola etis yang diharapkan untuk profesi tertentu. Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa etika merupakan ilmu yang tentunya bisa diajarkan dan dipelajari bahkan diterapkan oleh manusia. Etika yang baik sering disebut dengan etika mulia (akhlaqul karimah). Oleh karena itu, dalam melaksanakan tanggung jawab dan profesionalismenya, seorang guru/dosen harus melaksanakan pertimbangan profesional dan moral yang peka, bertindak demi kepentingan bersama, jujur, objektif, dan menghindarkan benturan kepentingan, bekerja cermat serta mengevaluasi kelayakan sifat pelayanan yang diberikan. Jarwa dhosok dalam bahasa Jawa "Guru adalah digugu lan ditiru". Jadi sepantasnyalah kalau seorang guru/dosen merupakan cermin bagi muridnya. Dalam peribahasa diungkapkan "Guru kencing berdiri murid kencing berlari". Ungkapan tersebut menunjukkan betapa besar pengaruh dan dampaknya akan tingkah laku guru/dosen terhadap muridnya. Untuk itulah guru/dosen seyogyanya memberi contoh atau teladan yang baik bagi murid-muridnya. 3. Student Team Achievement Divisions (STAD) STAD merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dimana peserta didik ditempatkan dalam tim belajar. Guru/dosen menyajikan pelajaran kemudian peserta didik bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Pembelajaran kooperatif model STAD merupakan salah satu strategi pembelajaran konstruktivistik. Oleh karena itu, penyajian kelas diupayakan agar peserta didik aktif membangun pengetahuannya sendiri. Pengetahuan selanjutnya dibangun oleh peserta didik dengan cara bekerja sama dengan teman kelompoknya. Setiap peserta didik dituntut untuk saling bekerja sama. Setidaknya ada dua manfaat yang diperoleh dari belajar kooperatif yaitu manfaat akademik dan manfaat sosial. Secara akademis peserta didik meningkat pemahamannya dan prestasinya. Secara sosial peserta didik
Metode Keteladanan Dan Etika Mulia Dalam Model Pembelajaran STAD ....
41
GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
ISSN 2088 - 6594
bisa belajar hidup bermasyarakat. Setelah belajar dalam kelompok dilakukan kuis secara individu untuk mengetahui peningkatan individu dan untuk memotivasi peserta didik untuk belajar terus sekaligus sebagai pertimbangan bagi guru/dosen dalam meneruskan pembelajaran berikutnya. Akhirnya pembelajaran ditutup dengan pemberian penghargaan kepada kelompok yang mencapai prestasi dan predikat tertentu yaitu baik, hebat, dan super. Menurut Slavin (1995), penerapan model STAD terdiri dari siklus: (1) mengajar, (2) belajar dalam kelompok yaitu peserta didik bekerja dalam kelompok dengna dipandu oleh lembar kegiatan untuk menuntaskan materi pelajaran bersam anggota kelompok lainnya, (3) tes, dalam hal ini peserta didik mengerjakan kuis atau tugas secara individu, dan (4) penghargaan kelompok dengan menentukan skor kelompok yang dihitung berdasarkan skor peningkatan anggota kelompok. Dengan melaksanakan hal tersebut, maka akan terjadi kegiatan belajar mengajar sesuai yang diharapkan. Peserta didik dan guru/dosen mendapatkan kemudahan untuk memahami materi pelajaran dan mampu menuntaskan pelajaran. Penerapan pembelajaran kooperatif model STAD masih memerlukan perhatian dalam pengalokasian waktu. Dari pengalaman diperoleh indikasi bahwa pembelajaran kooperatif metode STAD memerlukan waktu lebih banyak dari pada pembelajaran konvensional. Oleh sebab itu, pengaturan waktu untuk pelaksanaan diskusi kelompok dan presentasi antar kelompok perlu dibuat secara cermat dan hati-hati 4. Implementasi Metode Keteladanan dan Etika Mulia dalam Model Pembelajaran STAD. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik-teknik pembelajaran kooperatif lebih unggul dalam meningkatkan hasil belajar dibandingkan dengan pengalamanpengalaman belajar individual atau kompetitif (Muslimin Ibrahim, 2000). Penelitian pembelajaran yang dilakukan oleh Yurnietti (1999) menyatakan bahwa 42
penerapan model kooperatif STAD memperlihatkan dapat meningkatkan keaktifan peserta didik dalam mempelajari Fisika, dan peserta didik meminta supaya pembelajaran seperti ini dapat diteruskan oleh guru. Dalam penelitian lain yang dilakukan oleh Sulistyorini (1998) menunjukkan model pembelajaran kooperatif STAD dalam mata pelajaran IPA dilaporkan mampu meningkatkan hasil belajar peserta didik. Selanjutnya menurut Perdy Karuru (2001), dari hasil penelitiannya mengenai model pembelajaran kooperatif STAD diperoleh beberapa temuan antara lain guru dalam mengelola pembelajaran cukup baik, dan dapat meningkatkan aktivitas guru dan peserta didik selama pembelajaran, guru mampu melatihkan keterampilan proses dengan baik, mengubah pembelajaran dari teacher centered menjadi student centered, serta dapat meningkatkan proporsi jawaban benar peserta didik. Hasil belajar yang diajar dengan pendekatan keterampilan proses dalam setting pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik dibanding pembelajaran yang tidak menggunakan pembelajaran kooperatif. Berdasarkan hasil penelitian yang disimpulkan oleh Nurchasanah (2006) bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif STAD di kelas X SMAN 5 Semarang mampu memaksimalkan implementasi KBK 2004 pada mata pelajaran Kimia yang ditunjukkan oleh aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomotorik selama pembelajaran berlangsung. Anton (2008) menunjukkan pembelajaran metode STAD lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran Konvensional sehingga dapat dikatakan bahwa, penerapan pembelajaran kooperatif model STAD mampu meningkatkan kualitas belajar peserta didik kelas VIII di SMPN 5 Kepanjen Malang. Temuan yg lain adalah prestasi belajar matematika peserta didik yang di ajar dengan pembelajaran kooperatif model STAD lebih baik dari pada peserta didik yang di ajar dengan pembelajaran konvensional. Hasil penelitian Tandrasokhi Halawa (2009) menunjukkan bahwa peserta didik merasa senang dengan belajar kooperatif model STAD. Hal ini
Metode Keteladanan Dan Etika Mulia Dalam Model Pembelajaran STAD ....
GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
ditunjukkan dengan motivasi, aktivitas, dan sikap antusias mereka ketika memanipulasi benda-benda konkret untuk menemukan keliling dan luas bidang lingkaran. Hasil belajar peserta didik yang diukur melalui tes setiap akhir tindakan telah menunjukkan bahwa peserta didik telah memahami materi dengan baik. Hasil penelitian tersebut didukung oleh penelitian Yulihoney (2009) yang menunjukkan bahwa hasil belajar peserta didik tentang menyatakan suatu himpunan, diagram Venn, dan diagram Venn gabungan dan himpunan untuk menyelesaikan soal cerita dengan pembelajaran model kooperatif tipe STAD mengalami peningkatan. Dengan pembelajaran ini peserta didik terlihat nampak senang dan menyetujui akan penerapan model k o o p e r a t i f t i p e S TA D d a l a m pembelajaran matematika. Karamoy (2009) dalam penelitiannya mengindikasikan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif metode STAD perlu dijadikan sebagai suatu referensi dalam kegiatan pembelajaran matematika (materi pecahan) dan mungkin juga pada materi lain yang menekankan kerjasama, saling membantu dalam satu tim, dalam rangka menemukan konsep atau prinsip. Dari berbagai hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan menerapkan model pembelajaran STAD: (1) peserta didik lebih bisa memahami materi dengan baik, (2) peserta didik merasa senang dan antusias, (3) mampu meningkatkan kualitas belajar peserta didik, (4) meningkatkan keaktifan peserta didik, dan (5) dapat memaksimalkan aspekaspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Disamping itu, model pembelajaran STAD memberi pengaruh positif kepada guru/dosen yakni, (1) dapat meningkatkan aktivitas guru/dosen/ dosen selama pembelajaran, (2) guru/dosen mampu melatihkan keterampilan proses dengan baik, (3) guru/dosen dapat mengubah pola pembelajaran dari teacher centered menjadi student centered, serta (4) guru/dosen dapat meningkatkan proporsi jawaban benar peserta didik. Apabila dicermati lebih lanjut, berdasar bukti-bukti empirik dan fakta
ISSN 2088 - 6594
sejarah keberhasilan Rasulullah Muhammad SAW dalam membangun karakter manusia menjadi generasi yang berpendidikan terdapatlah benang merah bahwa metode keteladanan (modelling) dan etika mulia dapat diintegrasikan dalam model pembelajaran STAD dan sangat terkait erat untuk menumbuhkan kepribadian peserta didik yang berakhlaq mulia. Keteladanan dan etika mulia inilah yang perlu dikembangkan dan ditumbuhkembangkan dalam proses pembelajaran melalui model STAD agar peserta didik terbiasa mengembangkan sikap positif sehingga terbentuk kepribadian yang mandiri, tangguh, peduli, dan bermoral yang pada gilirannya tercapai keberhasilan dan kesuksesan peserta didik mencapai prestasi puncak. Pada akhirnya akan bermuara pada terbentuknya pendidikan yang berkarakter sebagai buah dari keteladanan dan etika mulia yang lekat pada diri peserta didik. Merujuk pada hal yang pernah dilakukan Rasulullah SAW dalam menerapkan keteladanan ini, beliau senantiasa melakukan sesuatu sebelum menyuruh orang lain (muridnya) melakukan sesuatu itu sebagai bentuk permodelan, sehingga orang lain akan dapat mengikuti dan mencerna dengan mudah sebagaimana yang mereka saksikan. Modelling (pemodelan) bertujuan agar peserta didik mempunyai gambaran nyata tentang apa yang akan mereka lakukan selanjutnya. Dalam desain penelitian yang telah penulis lakukan tentang penerapan metode keteladanan (modelling) dan etika mulia dalam model pembelajaran STAD di SMA Muhammadiyah Pontren Imam Syuhodo, perangkat pembelajaran yang digunakan antara lain buku- buku yang relevan, lembar kegiatan peserta didik (LKS), kertas kerja (worksheet), alat peraga, dan rencana pembelajaran. Selain itu, juga dikembangkan instrumen seperti lembar observasi, tes/kuis, dan angket peserta didik untuk mengetahui tanggapan peserta didik selama mengikuti proses pembelajaran. Penerapan Metode Keteladanan dan Etika Mulia dalam Model Pembelajaran
Metode Keteladanan Dan Etika Mulia Dalam Model Pembelajaran STAD ....
43
GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
ISSN 2088 - 6594
S TA D y a n g d i l a k u k a n d i S M A Muhammadiyah Pontren Imam Syuhodo, secara sederhana dapat digambarkan bahwa dalam interaksi edukatif dengan metode keteladanan dan etika mulia akan terjadi komunikasi multi arah yang pada akhirnya akan terjadi diskusi dan tanya jawab untuk mendapatkan informasi dan pengalaman belajar melalui praktik percontohan atau modelling. Keteladanan dan etika mulia diwujudkan dalam hubungan interpersonal, saling keterbukaan, jujur, dan mengandalkan kesabaran, kepedulian, dan kebaikan. Sedangkan model pembelajaran STAD digunakan untuk membentuk pola belajar yang memudahkan peserta didik memahami materi pelajaran dan membangun kegiatan berpikir yang dilakukan dengan mengoperasikan potensi intelektual untuk menganalisis, membuat pertimbangan dan mengambil keputusan secara tepat dan melaksanakannya secara benar dalam pengerjaan kasus-kasus akuntansi maupun matematika yang diberikan oleh guru/dosen. Hasil penelitian selama KBM menunjukkan bahwa (1) 80% peserta didik aktif menyampaikan pendapat di dalam kelompok/tim kurang dari 5 menit sejak tim mulai beberja, (2) 95% tim dapat menyelesaikan tugas di dalam LKS tepat waktu dari waktu yang telah ditentukan guru/dosen, (3) Kurang lebih 86% peserta didik sebagai anggota tim aktif berpartisipasi didalam kerja tim, sisanya adalah 10% kurang aktif dan kurang dari 4% pasif. Berdasarkan hasil penelitian yang berupa data observasi dan pencapaian nilai/skor kuis peserta didik dapat dilihat bahwa model pembelajaran ini mampu meningkatkan kualitas pembelajaran akuntansi. Hal ini bisa dibuktikan dengan rata-rata nilai yang dicapai peserta didik hampir 90% sudah melampaui batas/ kriteria ketuntasan minimal. Bahkan kurang lebih 30% anak mencapai nilai sempurna. Adapun sisanya yang 10% peserta didik masih perlu pembinaan khusus lebih lanjut. Hasil yang lain menunjukkan bahwa: (1) interaksi sosial di dalam tim berjalan cukup kondusif, (2) sikap peserta didik yang lebih pandai terhadap anggota tim yang lain sudah 44
aktif terlihat memberikan bimbingan kepada anggota timnya yang kurang pandai, (3) kebersamaan tim untuk menuntaskan materi pelajaran sangat baik walaupun ada beberapa peserta didik yang kurang aktif. Adapun kontribusi unik dalam pengembangan metode keteladanan dan etika mulia dalam model pembelajaran STAD adalah (1) dapat memberi dukungan pengukuran praktik pengajaran terhadap tingginya konteks keragaman sekolah, dari ketatnya persaingan pasar yang tidak hanya menekankan pada kecakapan intelektualitas saja tetapi hal lain yang juga penting perlu dipertimbangkan adalah penekanan pada kecakapan etika dan spiritual peserta didik melalui keteladan sebagai kunci ketercapaian keberhasilan yang sesungguhnya, (2) terbangunnya hubungan belajar antara praktik pengajaran dan hasil pencapaian kecakapan/kompetensi peserta didik di abad 21 yang melahirkan pribadi-pribadi yang tangguh, berakhlaq mulia, mandiri, dan cakap serta berkarakter. Kelebihan pembelajaran berbasis keteladanan dan etika mulia adalah (1) melatih peserta didik untuk mampu berpikir kritis dan imajinatif, menggunakan logika, menganalisis fakta-fakta dan melahirkan imajinatif atas ide-ide lokal dan tradisional, (2) merupakan pendekatan yang dapat dikolaborasikan dengan berbagai model pembelajaran, (3) merupakan hal yang inherent dalam kehidupan peserta didik, (4) menekankan pada nilai, sikap, kepribadian, mental, emosional, dan spiritual sehingga peserta didik belajar dengan menyenangkan dan bergairah, (5) guru/dosen dan peserta didik akan dapat memperoleh pengetahuan dan pengalaman, karena terlibat dalam diskusi yang mendalam dan memicu berpikir kritis sehingga mampu memasuki ranah intelektual, sosial, mental, emosional, dan spiritual seseorang, (6) Hubungan antara guru/dosen dan peserta didik akan terbina secara harmonis, dan (7) merupakan metode yang dapat meletakkan landasan karakter yang kuat dalam pembentukan generasi yang berkarakter.
Metode Keteladanan Dan Etika Mulia Dalam Model Pembelajaran STAD ....
GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
Sebagai suatu inovasi pembelajaran, metode keteladanan dan etika mulia diharapkan mampu memberdayakan guru/dosen dan peserta didik dalam proses pembelajaran, sehingga kualitas pembelajaran dan hasil belajar dapat meningkat. Keteladanan dan etika mulia memuat aspek-aspek akhlaqul karimah yang selanjutnya dengan keteladanan dan etika mulia peserta didik akan mampu mengimplementasikan nilai-nilai positif dan secara perlahan-lahan mengintegrasikannya dalam kehidupan dirinya. Dengan demikian, kombinasi metode keteladanan dan etika mulia dalam STAD syarat dengan nilai-nilai etika yang luhur yang harus dikedepankan dan ditumbuhkan dalam diri peserta didik agar terbangun kepribadian yang unggul dan berakhlaq mulia yang mampu mengadapi tantangan dan tuntutan perkembangan jaman. Nilai-nilai positif inilah yang dijadikan orientasi dalam metode keteladanan dan etika mulia. Selain peserta didik cakap beretika, peserta didik juga cakap dalam keilmuan yang terbangun dari pola belajar aktif, kritis, dan mandiri melalui model pembelajaran STAD. Oleh karena itu, sebenarnya secara praktik metode keteladan dan etika mulia bisa digunakan ke semua model pembelajaran yang telah digunakan seperti Multiple Intelligences, Belajar Aktif, Keterampilan Proses ataupun Partnership Learning Method dan lainlain. Namun hal yang perlu diperhatikan dalam tataran praktik adalah ketercapaian kompetensi pada pemahaman keilmuan merupakan titik sentral bagi guru/dosen, dengan menyelipi nilai-nilai etika mulia dan keteladanan. III. Kesimpulan Kesimpulannya adalah: (1) untuk membelajarkan peserta didik dengan sesungguhnya belajar dibutuhkan pemikiran kritis, kreatif, dan mendalam serta diperlukan inovasi dalam metode dan model pembelajaran yang digunakan, (2) dengan metode keteladanan dan etika yang terintegrasi dalam model STAD diharapkan mampu melahirkan pribadi yang tangguh, handal, santun, mandiri, dan berkarakter yang pada akhirnya dapat meningkatkan
ISSN 2088 - 6594
prestasi belajar peserta didik, (3) metode keteladanan dan etika mulia, mencerminkan optimalisasi potensi peserta didik dalam kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan spiritual yang merupakan kunci utama untuk kesuksesan masa depan anak (4) berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa penerapan metode keteladan (modelling) dan etika mulia dalam model pembelajaran kooperatif STAD di SMA M Pontren Imam Syuhodo mampu mengoptimalkan aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik selama pembelajaran berlangsung. IV. Rekomendasi, Keterbatasan, dan Implikasi Rekomendasi bagi perbaikan kualitas pembelajaran adalah: (1) perlu ada penataan sistem pendidikan secara utuh dan integral, dalam bentuk program yang lebih realistik dalam membentuk peserta didik yang berkepribadian, (2) penerapan metode keteladanan (modelling) dan etika mulia membutuhkan komitmen yang kuat, kompetensi, konsistensi, dan kerja keras dalam upaya membangun pribadi yang berkarakter untuk mengantarkan peserta didik mencapai kesuksesan yang sesungguhnya. Oleh karena itu semua pihak yang berkepentingan seyogyanya terlibat aktif dalam menjaga komitmen dan konsistensi. Adapun keterbatasan dalam studi empirik ini adalah hasil investigasi dan observasi hanya berjalan satu semester. Hal ini memungkinkan penemuan dan dampak yang terlihat masih belum begitu mendalam. Keterbatasan yang lain adalah perangkat seperti komponen angket/lembar observasi dan pengolahan hasil observasi yang masih sederhana. Sedangkan implikasi dari penulisan karya ilmiah ini adalah dapat memberikan inspirasi dan opsi pola interaksi edukatif dalam metode pembelajaran yang dapat dikombinasikan dengan model pembelajaran yang tentunya dapat diaplikasikan dalam proses belajar dan mengajar. Metode keteladanan (modelling) dan etika mulia mempunyai implikasi yang kuat dalam perubahan perilaku pada peserta didik dan dapat membangun karakter yang kuat pada peserta didik.
Metode Keteladanan Dan Etika Mulia Dalam Model Pembelajaran STAD ....
45
GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
ISSN 2088 - 6594
DAFTAR PUSTAKA Abdul Fattah, Abu Ghuddah. 2009. 40 Metode Pendidikan dan Pengajaran Rasulullah. Edisi Terjemahan. Penerbit Irsyad Baitussalam. Bandung Ad. Rooijakkers. 1991. Mengajar dengan Sukses, Petunjuk Untuk Merencanakan dan Menyampaikan Pengajaran. Penerbit PT. Grasindo. Jakarta. Al Hakim, Suparlan. 2004. Strategi Pembelajaran Berdasarkan Deep Dialogue/Critical Thinking (DD/CT). P3G, Dirjen Dikdasmen. Anton Prayitno. 2008. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model STAD Terhadap Kualitas Belajar Matematika Peserta didik SMP Chase, A.-M., Peterson, B., Dawes, I., & Ellul, R. 2002. The future learner. Keynote paper in the Second Online Conference of the Technology Colleges Trust, 13-26 October and 24 November - 7 December, Retrieved 27 May 2003,
. Eni, J Sulistyorini. 2007. Analisis Hubungan Faktor-faktor Peningkatan Mutu Pendidikan Akuntansi Terhadap Peningkatan Mutu Profesi Akuntan Publik di Perguru/dosen/dosenan Tinggi Swasta di Surakarta. Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar mengajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara Hanpeserta didikny Kamarga. 2009. Inovasi Pendidikan dan Upaya Percepatan Pembangunan Bangsa. Makalah disampaikan atas permintaan panitia dalam "Diklat Pendidikan Nasional, Mempercepat Pembangunan Nasional dengan Pendidikan Bermutu", Diva Pendidikan, pada tanggal 9 Mei 2009. Keraf, A. Sony. 1998. Etika Bisnis Tuntutan dan relevansinya. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Ludigdo, Unti dan Machfoedz, Mas'ud. 1999. Profesi Akuntan dan Mahapeserta didik Tentang Etika Bisnis. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia Edisi Januari: 1-19. M. Neo, T.K. Neo, X.L. Tai. S. P. Teoh. 2005. Innovative teaching and learning: Engaging students in webbased constructivist learning in a Malaysian classroom. Centre for Innovative Education (CINE), Faculty of Creative Multimedia, Multimedia University, Cyberjaya, Malaysia. Mulyasa. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik, dan Implementasi. Penerbit Pustaka Pelajar. Muslimin Ibrahim, dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Pusat Sains dan Matematika Sekolah, Program Pasca Sarjana UNESA: University Press. Nurchasanah, Harjono. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif STAD sebagai Upaya Memaksimalkan Implementasi KBK 2004 Pada Mata Pelajaran Kimia di Kelas X SMAN 5 Semarang. Perdy Karuru. 2001. Penerapan Pendekatan Keterampilan Proses dalam Seting Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD untuk Meningkatkan Kualitas Belajar IPA Peserta didik SLTP. www.depdiknas.go.id. Pratley Peter. 1997. The Essence of Business Ethics. Edisi Terjemahan. Penerbit Andi Offset. Yogyakarta. 46
Metode Keteladanan Dan Etika Mulia Dalam Model Pembelajaran STAD ....
GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
ISSN 2088 - 6594
Rosenblum, S. & Louis, K. S. 1981. Stability and Change, Innovation in an Educational Context. New York & London : Plenum Press. Rogers, E. M. 1983. Diffusion of Innovations. New York : The Free Press, A Division of Macmillan Publishing Co. Inc. Slavin. 1995. Cooperative Learning Theory. Second Edition. Massachusetts: Allyn and Bacon. Sri Sulistyorini. 1998. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD pada Mata Pelajaran IPA. Edukasi Edisi 3 Tahun X IKIP Semarang. Sri Untari. 2007. Pembelajaran Inovatif Berbasis Deep Dialogue/Critical Thinking Suseno, Franz Magnis. 1997. Etika Dasar. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Swidler, L. 2000. Religion Dialogue in Dialogue Era. Philadelpia, University Press Syuul T Karamo., 2009. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Metode STAD (Student TeamAchievementDivision) Pada Pelajaran Matematika di Kelas IV Sekolah Dasar Tandrasokhi Halawa. 2009. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model STAD dalam Meningkatkan Pemahaman Matematika pada Lingkaran Peserta didik Kelas VIII MTs Darussa'adah Poncokusumo Kabupaten Malang. (Tesis) Undang-Undang Republik Indonesia. Seri Peraturan Perundang-Undangan Republik Indonesia 1985-1993. Penerbit PT. Wikrama Waskitha. Jakarta. Widarti. 2002. Rencana Pembelajaran Geografi Bernuasa Deep Dialogue/Critical Thinking, (makalah dalam Pelatihan Instruktur Mata pelajaran Geografi SMP). Malang PPPG IPSPMP Winarno Surahmad. 1984. Pengantar Interaksi Belajar Mengajar, Dasar dan Teknik Metodologi Pengajaran. Edisi IV. Penerbit Transito. Bandung. Yurnetti. 1999. Pembelajaran Kooperatif sebagai Model Alternatif dalam Pembelajaran Fisika. Jurnal Fisika HFI B5(2002) 0561. Yulihoney. 2009. Penerapan Model STAD (Students Teams Achievement Division) pada Pembelajaran Matematika di Kelas VII Madrasah Tsanawiyah Negeri
Metode Keteladanan Dan Etika Mulia Dalam Model Pembelajaran STAD ....
47
GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
ISSN 2088 - 6594
DAMPAK KONVERGENSI IFRS TERHADAP BUMN Suci Atiningsih STIE OEMATHONIS
ABSTRACT The purpose of this study is to determine the development of IFRS convergence to BUMN(Stated Government) in Indonesia. Type of research is a qualitative research study provides an overview of the actual implementation of IFRS in a company in relation to financial reporting. The results of the study. This study is expected to determine the development of IFRS convergence for BUMN( Stated Government) in Indonesia. A. Pendahuluan Pada era kompetisi global saat ini, beberapa perusahaan berkembang sebagai perusahaan multinasional yang melakukan operasinya di berbagai negara. IFRS merupakan salah satu solusi bagi berkembangnya perdagangan internasional. Para perusahaan multinasional yang mencari dana lintas bursa saham hanya perlu mengikuti satu standar akuntansi secara internasional saja. (Verani Carolina, Riki Martusa, Meythi: 2001) Saat ini Standar Akuntansi Keuangan dikembangkan dengan pendekatan principle-based, sehingga akan mampu menghasilkan laporan keuangan yang diperlukan untuk proses pengambilan keputusan ekonomi. Laporan keuangan tersebut akan menghasilkan informasi yang dapat dipahami dengan baik, relevan, andal dan dapat dibandingkan. Perkembangan standar akuntansi internasional (International Financial Reporting StandardsIFRS) merupakan faktor penting yang harus diperhatikan dalam pengembangan Standar Akuntansi Keuangan. Manfaat dari program konvergensi IFRS diharapkan akan mengurangi hambatan-hambatan investasi, meningkatkan transparansi perusahaan, mengurangi biaya yang terkait dengan penyusunan laporan keuangan, dan mengurangi cost of capital. Sementara tujuan akhirnya laporan keuangan yang disusun berdasarkan SAK hanya akan memerlukan sedikit rekonsiliasi untuk menghasilkan laporan keuangan berdasarkan IFRS. IAI telah mencanangkan program konvergensi IFRS yang akan diberlakukan secara penuh pada 1 Januari 48
2012. Program konvergensi IFRS sebagai kepentingan nasional harus menjadi concern semua pihak yang terkait. Seiring dengan hal tersebut, muncul tuntutan yang besar dari publik akan informasi terkini terkait rencana dan proses program konvergensi IFRS sehingga publik akan mampu mempersiapkan dan mengambil keputusan dalam menghadapi dampak dari program konvergensi IFRS. Sosialisasi secara komprehensif dalam mengkomunikasikan setiap perkembangan program konvergensi IFRS akan mampu mengurangi "kejutan" bagi publik atas dampak dari perubahan Standar Akuntansi Keuangan yang akan konvergen dengan IFRS. B. Pembahasan Karakteristik IFRS IFRS merupakan standar pelaporan internasional yang sedang dikembangkan oleh IASB untuk menjembatani perbedaan standar di berbagai negara. Adanya IFRS diharapkan akan mengurangi kerumitan perusahaan multinasional dalam menyusun laporan keuangan dalam format PABU yang berbeda. Sifat IFRS adalah principle based, sedangkan US-GAAP (United StatesGAAP) adalah rules based. (verani at.all : 2001) IFRS (International Financial Reporting Standard) merupakan pedoman penyusunan laporan keuangan yang diterima secara global. Sejarah terbentuknya pun cukup panjang dari terbentuknya IASC/ IAFC, IASB, hingga menjadi IFRS seperti sekarang ini. Jika Dampak Konvergensi Ifrs Terhadap BUMN
GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
sebuah negara menggunakan IFRS, berarti negara tersebut telah mengadopsi sistem pelaporan keuangan yang berlaku secara global sehingga memungkinkan pasar dunia mengerti tentang laporan keuangan perusahaan di negara tersebut berasal. IFRS menggunakan fair value dalam penilaian, jika tidak ada nilai pasar aktif harus melakukan penilaian sendiri (perlu kompetensi) atau menggunakan jasa penilai juga mengharuskan pengungkapan (disclosure) yang lebih banyak baik kuantitaif maupun kualitatif. Manfaat IFRS, yaitu : a. Meningkatkan daya banding laporan keuangan. b. Memberikan informasi yang berkualitas di pasar modal internasional c. Menghilangkan hambatan arus modal internasional dengan mengurangi perbedaan dalam ketentuan pelaporan keuangan. d. Mengurangi biaya pelaporan keuangan bagi perusahaan multinasional dan biaya untuk analisis keuangan bagi para analis. e. Meningkatkan kualitas pelaporan keuangan menuju "best practise". f. Meningkatkan daya banding laporan keuangan. g. Memberikan informasi yang berkualitas di pasar modal internasional h. Menghilangkan hambatan arus modal internasional dengan mengurangi perbedaan dalam ketentuan pelaporan keuangan. i. Mengurangi biaya pelaporan keuangan bagi perusahaan multinasional dan biaya untuk analisis keuangan bagi para analis. j. Meningkatkan kualitas pelaporan keuangan menuju "best practise". Sebuah Paradigma Baru Pelaporan IFRS, yaitu : 1. Putusan yang dibuat oleh manajemen dalam menerapkan kebijakan akuntansi yang memiliki pengaruh yang paling signifikan pada jumlah yang diakui dalam pernyataan keuangan. 2. Informasi tentang asumsi utama tentang kunci masa depan dan lainnya sumber estimasi ketidakpastian pada tanggal neraca yang signifikan berisiko menyebabkan penyesuaian material terhadap nilai tercatat aktiva dan Dampak Konvergensi Ifrs Terhadap BUMN
ISSN 2088 - 6594
kewajiban dengan tahun fiskal berikutnya (Pricewaterhouse- Coopers, 2008). IFRS (International Financial Reporting Standards) adalah standar yang digunakan sebagai dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan secara global. Sebelumnya IFRS dikenal dengan IAS (International Accounting Standards). Artinya, standar yang semula disebut IAS selanjutnya menggunakan sebutan IFRS. Banyak hal yang harus disesuaikan jika IFRS akan diimplementasikan di perusahaan sebagai entitas, antara lain (1) penampilan laporan keuangan yang mencerminkan posisi keuangan yang lebih transparan, karena diterapkannya nilai wajar (fair value) asset yang disajikan setiap periodenya, (2) catatan atas laporan keuangan yang lebih rinci, karena telah digunakannya pertimbangan-pertimbangan profesional dari berbagai disiplin keahlian, (3) pengembangan keahlian dalam mendapatkan informasi terkait dengan penerapan nilai wajar aset tertentu, (4) IFRS lebih menggunakan principle-based, ketimbang rule-based, artinya IFRS hanya mengatur prinsip-prinsipnya saja, sedangkan pengaturannya dibuat dalam kebijakan akuntansi perusahaan, (5) sumber daya manusia perusahaan terutama di bidang akuntansi seharusnya terdorong untuk mengikuti dan memahami serta dapat mengimplementasikannya dengan baik apa yang menjadi tuntutan perkembangan standar akuntansi secara global. BUMN Negara-negara yang tergabung dalam kelompok G-20, termasuk Indonesia, sepakat untuk mengimplementasikan IFRS dalam penyusunan laporan keuangan perusahaan. Hal ini merupakan amanah yang harus diemban oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Jadi mulai 2012 IFRS telah diadopsi secara penuh ke dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Proses ini telah berjalan, bahkan a d a b e b e ra p a PSAK ya n g su d a h mengadopsi IFRS mulai 1 Januari 2011. Penerapan IFRS bagi perusahaan yang berhubungan dengan pasar modal di Indonesia adalah wajib. Board of Directors (BoD) dan Board of Commissioners (BoC) PT Pertamina (Persero) berkomitmen untuk 49
GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
melaksanakan Program Konvergensi International Financial Reporting Standards (IFRS) dalam rangka menuju pelaporan keuangan kelas dunia. Penandatanganan komitmen tersebut dilakukan oleh Komisaris Utama Pertamina Sugiharto dan Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan yang selanjutnya diikuti oleh seluruh jajaran direksi Pertamina dan jajaran direktur utama anak perusahaan Pertamina, di Lantai 21 ruang Pertamax Kantor Pusat Pertamina, (14/4). Menurut Karen Agustiawan, penandatanganan ini merupakan bentuk engagement leadership yang menjadi salah satu faktor kunci sukses penerapan program konvergensi IFRS di Pertamina. "Perusahaan terus berupaya membenahi dan meningkatkan kinerjanya di berbagai sektor aktivitas. Salah satu cerminan aktivitas perusahaan dapat tergambar melalui pelaporan keuangan yang accountable, transparent, effective dan tepat waktu. Pelaporan keuangan sebagai gambaran kinerja perusahaan, harus disusun berdasarkan standar akuntansi keuangan internasional agar dapat dibandingkan dan relevan bagi kebutuhan seluruh stakeholder. Untuk itulah, seluruh jajaran direksi dan komisaris Pertamina sepakat bahwa standar pelaporan keuangan internasional harus segera diterapkan di Pertamina," tegas Karen. Karen menekankan bahwa yang dilakukan Pertamina ini dimaksudkan agar visi menjadi perusahaan migas nasional berkelas dunia dapat segera terwujud. "Dengan penerapan program konvergensi IFRS ini, diharapkan akan mengurangi hambatan-hambatan investasi, meningkatkan transparansi perusahaan, mengurangi biaya yang terkait dengan penyusunan laporan keuangan, dan mengurangi cost of capital," ujar Karen menjelaskan. Dalam kesempatan tersebut Karen juga mengingatkan bahwa keberhasilan program ini sangat bergantung kepada SDM yang dimiliki Pertamina. "Seluruh lini di perusahaan harus bersinergi untuk memberikan data-data keuangan yang valid sehingga proses pembuatan pelaporan keuangan kelas dunia dapat kita capai sesuai dengan rencana," tegas Karen di hadapan para direktur utama anak perusahaan yang ikut menandatangani 50
ISSN 2088 - 6594
komitmen ini. Hal senada juga disampaikan oleh Direktur Keuangan M. Afdal Bahaudin. "Ini menjadi tanggung jawab kita bersama karena proses bisnis di manapun tidak lepas dari proses akuntansi. Penerapan IFRS di Pertamina akan membawa implikasi besar bagi bisnis BUMN ini di masa depan," ungkapnya. Perusahaan BUMN tidak dapat mengelak untuk menerapkan IFRS. Sebagai perusahaan yang memiliki akuntabilitas publik signifikan, BUMN dipersyaratkan oleh regulasi untuk menyusun laporan keuangan berdasarkan standar. Untuk dapat mengimplementasikan IFRS perusahaan harus menyiapkan sumber daya manusia dan dana yang cukup untuk melakukan pemutakhiran sistem dan SOP yang saat ini telah ada. Komitmen pimpinan perusahaan diperlukan untuk mendukung proses implementasi IFRS tersebut. Besarnya komitmen pimpinan terkadang dipengaruhi oleh kepedulian stakeholder pengguna laporan keuangan. Kementerian BUMN sebagai stakeholder utama BUMN sangat mempengaruhi bagaimana proses implementasi PSAK baru ini dalam perusahaan. Jika perusahaan mempersiapkan IFRS berdasarkan laporan keuangan, maka akan dapat meningkatkan modal di bursa Eropa tanpa terlebih dahulu harus mengkonversi laporan keuangannya menggunakan yang berbeda keuangan pelaporan. Hal ini mungkin menjadi kemajuan strategis jika biaya modal lebih rendah pada Eropa. Atau, karena keputusan SEC untuk mengizinkan entitas asing untuk menggunakan IFRS ketika melaporkan kepada SEC, anak perusahaan Eropa perusahaan dapat lebih mudah meningkatkan modal di pasar AS. (Marianne L. James, 2011) Pada tahun 2005, Uni Eropa mengharuskan semua perusahaan publik yang diperdagangkan menyiapkan laporan keuangan mereka berdasarkan IFRS. Ini mempercepat penerimaan IFRS sebagai standar global. Perkembangan IFRS terhadap BUMN Penerapan IFRS di Indonesia saat ini merupakan suatu langkah tepat dalam mempersiapkan bangsa Indonesia menuju era perdagangan bebas. Meskipun saat ini masih menjadi pembicaraan hangat di kalangan ekonomi, khususnya dikalangan Dampak Konvergensi Ifrs Terhadap BUMN
GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
akuntan. Dan pengimlementasian IFRS secara penuh di Indonesia direncanakan akan ditetapkan pada tahun 2012. Indonesia dapat digolongkan sebagai ekonomi pasar yang terus berkembang dengan pengaruh kuat dari pemerintah. Saat ini, IFRS memiliki diadopsi oleh hampir 100 negara, dengan Kanada dan India membuat transisi ini pada tahun 2011. Jepang dan Meksiko memiliki rencana untuk berkumpul (menghilangkan perbedaan signifikan) juga. Pada bulan Agustus 2008, Securities and Exchange Commission (SEC) mengajukan timeline untuk mewajibkan semua publik perusahaan yang diperdagangkan di Amerika Serikat untuk menyiapkan laporan keuangan mereka sesuai dengan IFRS efektif 2014. AS filers perusahaan yang memenuhi persyaratan tertentu mungkin mulai melaporkan hasil usaha mereka menggunakan laporan IFRS pada awal 2010. Institut Akuntan Indonesia (Ikatan Akutan Indonesia atau IAI) adalah satu-satunya akuntansi tubuh di Indonesia diakui oleh Departemen Keuangan. IAI juga merupakan pendiri Federasi ASEAN Akuntan Selain itu, IAI adalah anggota penuh dari Federasi Internasional Akuntan (IFAC) yang merupakan organisasi di seluruh dunia yang bertujuan untuk memperkuat akuntansi yang profesi dan selanjutnya konvergensi standar akuntansi internasional (Choi & Meek, 2008). Dengan adanya standar global tersebut memungkinkan keterbandingan dan pertukaran informasi secara universal. Konvergensi IFRS dapat meningkatkan daya informasi dari laporan keuangan perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia. Adopsi standar internasional juga sangat penting dalam rangka stabilitas perekonomian. Seiring dengan perkembangan dan dinamika bisnis dalam skala nasional dan internasional, IAI telah mencanangkan dilaksanakannya program konvergensi IFRS yang akan diberlakukan secara penuh pada 1 Januari 2012. Manfaat Konvergensi IFRS secara umum adalah: a. Memudahkan pemahaman atas laporan keuangan dengan penggunaan Standar Akuntansi Keuangan yang dikenal secara internasional (enhance comparability). Dampak Konvergensi Ifrs Terhadap BUMN
ISSN 2088 - 6594
b. Meningkatkan arus investasi global melalui transparansi. c. Menurunkan biaya modal dengan membuka peluang fund raising melalui pasar modal secara global. d. Menciptakan efisiensi penyusunan laporan keuangan. e. M e n i n g k a t k a n k u a l i t a s l a p o r a n keuangan, dengan antara lain, mengurangi kesempatan untuk melakukan earning management yaitu : 1. Reklasifikasi antar kelompok surat berharga (securities) dibatasi cenderung dilarang. 2. Reklasifikasi dari dan ke FVTPL, DILARANG 3. Reklasifikasi dari L&R ke AFS, DILARANG 4. Tidak ada lagi extraordinary items Dampak penerapan IFRS bagi perusahaan sangat beragam tergantung jenis industri, jenis transaksi, elemen laporan keuangan yang dimiliki, dan juga pilihan kebijakan akuntansi. Ada yang perubahannya besar sampai harus melakukan perubahan sistem operasi dan bisnis perusahaan, namun ada juga perubahan tersebut hanya terkait dengan prosedur akuntansi. Perusahaan perbankan, termasuk yang memiliki dampak perubahan cukup banyak. Perubahan tidak hanya dilakukan pada tingkat perusahaan, namun perlu juga ada perubahan peraturan Bank Indonesia, contohnya tentang penyisihan atas kredit yang disalurkan. C. Kesimpulan IFRS dikembangkan dengan menggunakan "Principles Base " yaitu lebih menekankan pada intepretasi dan aplikasi atas standar sehingga harus berfokus pada spirit penerapan prinsip tersebut. Standar membutuhkan penilaian atas substansi transaksi dan evaluasi apakah presentasi akuntansi mencerminkan realitas ekonomi sehingga membutuhkan profesional judgment pada penerapan standar akuntansi. Bagaimanapun baik buruknya dampak dari penerapan IFRS, perlu disadari bahwa telah terjadi perubahan dalam bahasa komunikasi akuntansi secara global, sebagai upaya peningkatan kualitas standar akuntansi, akibat dampak negatif dari laporan keuangan yang selama ini hanya mengandalkan harga historis 51
GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
ISSN 2088 - 6594
(historical cost) atas aset yang dimiliki perusahaan, di samping rekayasa yang telah banyak merugikan pemilik perusahaan seperti kasus Enron. Namun, terserah kepada para organ perusahaan (RUPS, Dewan Komisaris, dan Direksi) masing-masing, bertahan dengan yang ada selama ini karena belum siap menghadapi
tantangannya, atau siap beradaptasi dengan tuntutan perubahan yang telah terjadi dan semakin berkembang ini.
Daftar Pustaka Carolina Verani, Riki Martusa, Meythi. 2001. Harmonisasi Implementasi International Financial Reporting Standards terhadap Sistem Hukum di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional "Problematika Hukum dalam Implementasi Bisnis dan Investasi (Perspektif Multidisipliner)" hal. 1-8 Choi, F.D.S., & Meek, G.K.. 2008. International Accounting (6th ed.). New Jersey: Pearson Education Inc. Dampak konvergensi IFRS terhadap Bisnis. Workshop Oktober 2009. Kamis 8 Oktober 2009. Hotel Borobudur Jakarta Dwi Martani, Perkembangan PSAK-IFRS. Ketua Departemen Akuntansi FEUI, Anggota Tim Implementasi IFRS Ibarra Venus. Martha G. Suez-Sales. 2011. A Comparison of the International Financial Reporting Standards (IFRS) and Generally Accepted Accounting Principles (GAAP) for Small and Medium-Sized Entities (SMES) and Compliances of Some As ian Countries to IFRS. Journal of International Business Research., Volume 10, Special Issue, Number 3, hal 35-64 James L. Marianne. 2009. Accounting for Global Entities and The Effect of the Convergence of U.S Generally Accepted Accounting Principles to International Financial Reporting Standards. Journal of the International Academy for Case Studies, Volume 15, Number 6, hal 27-38 Kennedy B. Bonnie. Kristin Kennedy, Alan Olinsky. 2010. A Review of the Persistent Reconciling Item Between Financial Statements Using U.S. GAAP and International Financial Reporting Standards for Three Auto Manufacturers. International Management Review Vol. 6 No. 1 hal 24-33 Marianne L. James, 2010. Accounting for Business Combinations and the Convergence of International Financial Reporting Standards with U.S Generally Accepted Accounting Principless : A Case Study. Journal of the International Academy for Case Studies, Volume 16, Special Issue, Number 1, hal 95-110 Media Pertamina. 2 Mei 2011. N0.18 tahun 2011 Pricewaterhouse Coopers, LLP, 2008. "IFRS and U.S. GAAP - Similarities and Differences." September, 1-184. Scanlon J. Michael, David P. Patch. May 2010. A Tough Road Ahead: The SEC's Work Plan for Assessing IFRS Adoption by U.S. Public Companies. Insights, Volume 24, Number 5, hal 11-17
52
Dampak Konvergensi Ifrs Terhadap BUMN
GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
ISSN 2088 - 6594
`PERSEPSI
MAHASISWA TERHADAP FAKTOR-FAKTOR YANG DAPAT MEMPENGARUHI INDEPENDENSI AKUNTAN PUBLIK (STUDI KASUS PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI AKUNTANSI DI SURAKARTA) Drs. Jumingan, SE.,MM.,M.Si Ari Makmuroh, SE Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Surakarta ABSTRACT
Profession public accounting can progress because of needments financial reporting which producing the company. At reality financial reporting is based on the assumption that the company will be viable during a reasonable period of time. Mistakes informasion in the financial reporting can the result of at mistakes in the to take steps. Financial reporting using by side out company that is investor, creditor, steak holder, government and public. For this mets therefore to appear profession public accounting which to belive. The analysis used the experiment was analisys of variance (ANOVA). The results showed the opinion student on the independent public accounting. The result indicates that student have positive perception about factor-factor which to influence independent public accounting. Keywords: work conection with client, gift present service not service audit to travel, public accounting office, to meansured public accounting office,fee, and independence. PENDAHULUAN Independensi merupakan penilaian pihak lain terhadap Dalam standar profesional akuntan publik mengharuskan seorang akuntan bersikap independent, artinya tidak mudah di pengaruhi, karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum, dengan demikian tidak di benarkan seorang akuntan memihak kepada kepentingan siapapun. Mengenai sikap independensi ini profesi akuntan publik telah menetapkan dalam kode etik akuntan Indonesia. Memang independensi ini sulit diuji secara objektif, namun unsur independensi ini dimaksudkan sebagai tanggung jawab operasionalnya. Sedangkan akuntan publik yang independent itu sendiri adalah akuntan yang tidak terpengaruh dan dipengaruhi oleh berbagai kekuatan yang berasal dari luar diri akuntan dalam mempertimbangkan fakta yang dijumpainya dalam pemeriksaan. Profesi akuntan publik dapat berkembang disebabkan oleh kebutuhan akan pentingnya suatu laporan keuangan yang dihasilkan oleh suatu badan usaha. Pada hakekatnya laporan keuangan merupakan tolak ukur kemampuan dan keberhasilan suatu badan usaha dalam menjalankan usahanya, oleh karena itu
kesalahan dalam penyajian laporan keuangan akan berdampak pada kesalahan dalam pengambilan keputusan. Laporan keuangan digunakan oleh pihak-pihak diluar perusahaan yaitu investor, kreditur, pemegang saham, pemerintah maupun masyarakat umum, untuk itu diperlukan orang lain yang dapat dipercaya untuk dapat menilai "Kewajaran laporan keuangan" yang telah dibuat oleh badan usaha tersebut. Dari kebutuhan itu maka muncul profesi akuntan publik yang dipercaya oleh pihak-pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan untuk melakukan penilain atas Kewajaran laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen. Berdasarkan latar belakang, maka yang dapat menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1. A p a k a h a d a p e r b e d a a n p e r s e p s i mahasiswa terhadap faktor ikatan hubungan usaha dengan klien yang mempengaruhi independensi akuntan publik? 2. Apakah ada perbedaan persepsi mahasiswa terhadap faktor pemberian jasajasa selain jasa audit yang mempengaruhi independensi akuntan publik? 3. A p a k a h a d a p e r b e d a a n p e r s e p s i mahasiswa terhadap faktor lamanya
Persepsi Mahasiswa Terhadap Faktor-faktor Yang Dapat Mempengaruhi Independensi Akuntan Publik ...
53
GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
hubungan akuntan publik dengan klien yang mempengaruhi independensi akuntan publik? 4. A p a k a h a d a p e r b e d a a n p e r s e p s i mahasiswa terhadap faktor persaingan antar kantor akuntan publik yang mempengaruhi independensi akuntan publik? 5. A p a k a h a d a p e r b e d a a n p e r s e p s i mahasiswa terhadap faktor ukuran kantor akuntan akuntan publik yang mempengaruhi independensi akuntan publik? 6. A p a k a h a d a p e r b e d a a n p e r s e p s i mahasiswa terhadap faktor audit fee yang mempengaruhi independensi akuntan publik? Tujuan yang hendak di capai dalaam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan persepsi mahasiswa terhadap faktor ikatan hubungan usaha dengan klien yang mempengaruhi independensi akuntan publik. 2. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan persepsi mahasiswa terhadap faktor pemberian jasa-jasa selain jasa audit yang mempengaruhi independensi akuntan publik. 3. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan persepsi mahasiswa terhadap faktor lamanya hubungan akuntan publik dengan klien yang mempengaruhi independensi akuntan publik. 4. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan persepsi mahasiswa terhadap faktor persaingan antar kantor akuntan publik yang mempengaruhi independensi akuntan publik. 5. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan persepsi mahasiswa terhadap faktor ukuran kantor akuntan akuntan publik yang mempengaruhi independensi akuntan publik. 6. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan persepsi mahasiswa terhadap faktor audit fee yang mempengaruhi independensi akuntan publik. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang akuntan publik senantiasa memiliki dan mempertahankan sikap mental independensi yang menerapkan factor kunci dalam profesi akuntan publik.Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sarana untuk menerapkan teori yang diperoleh di bangku kuliah dengan realita yang ada di masyarakat luas,Penelitian 54
ISSN 2088 - 6594
ini diharapkan dapat meningkatkan ilmu pengetahuan dan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya. TINJAUAN PUSTAKA A. Profesi Akuntan Publik Profesi akuntan publik adalah salah satu profesi yang ada di Indonesia. Suatu profesi adalah satu lingkungan pekerjaan dalam masyarakat yang memerlukan syaratsyarat kecakapan dan kewenangan. Akuntan publik adalah akuntan yang berpraktik dalam kantor akuntan public yang menyediakan berbagai jasa yang diatur dalam standar Profesional Akuntan Publik (Auditing, atestasi, akuntansi dan review, serta jasa konsultasi) Sedangkan Auditor independen adalah auditor profesional yang menyediakan jasanya kepada masyarakat umum, terutama dalam bidang audit atas laporan yang dibuat oleh kliennya (Mulyadi dan Kanaka 1998 : 47) B. Indepedensi Akuntan publik 1. Sejarah independensi Akuntan Publik di Indonesia. Di Indonesia independensi akuntan publik secara resmi ditetapkan dalam kongres IAI tahun 1973. dalam kongres itu untuk pertama kalinya disetujui norma pemeriksaan akuntan dan kode etik bagi profesi akuntan. Norma butir kedua beserta penjelasan butir tersebut. Namun demikian Norma Pemeriksaan Akuntan dan kode etik tersebut belum mengatur secara tegas mengenai hal-hal yang dapat merusak independensi akuntan publik di Indonesia, seiring dengan perkembangan jaman, seorang akuntan dapat menjaga sikap independensi dan objektivitas dalam menjalankan tugas profesinya agar kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuntan publik dapat terjaga. Aturan mengenai hal-hal yang dapat merusak independensi menampilkan akuntan di Indonesia telah dinyatakan secara tegas dalam standar auditing umum kedua dan kode etik akuntan Indonesia. 2. Definisi Indepedensi Kata independensi merupakan terjemahan dari bahasa Inggris "independence" yang artinya "tidak memihak atau tidak tunduk pada pengaruh". Mulyadi dan Kanaka (1998 : 48)
Persepsi Mahasiswa Terhadap Faktor-faktor Yang Dapat Mempengaruhi Independensi Akuntan Publik ...
GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
menyatakan bahwa "Independensi berarti bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain. Hartadi (1990:35) mengemukakan independent merupakan sikap bebas yang merupakan istilah subyektif, sebab berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk bertindak dengan integritas dan obyektif. Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melanda kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya (Yusuf 2001 : 94).
ISSN 2088 - 6594
menyatakan bahwa independensi data diklasifikasikan dalam tiga aspek sebagai berikut : 1. I n d e p e n d e n s i d a l a m k e n y a t a a n (independent in fact) Independent dalam kenyataan berhubungan dengan obyektifitas akuntan publik untuk bersikap bebas dari pengaruh keuntungan pribadi. Hal ini tumbuh dari diri akuntan publik sendiri yaitu suatu kejujuran tidak memihak. 2. Independensi dalam penampilan (independent in appearance) Independensi dalam penampilan berarti bebas dari pertentangan kepentingan (conflict of interest) potensi yang cenderung menggoyahkan kepercayaan masyarakat terhadap independensi dalam kenyataan akutan publik untuk melibatkan persepsi pemakai jasa akuntan publik terhadap independensi akutan publik independensi dalam penampilan merupakan syarat agar laporan keuangan yang diaudit oleh akuntan publik dipercaya. 3. Independensi dipandang dari sudut keahliannya. Seorang auditor mempertimbangkan fakta dengan baik jika ia mempunyai keahlian mengenai audit atas fakta tersebut. Auditor tidak memiliki independensi bukan hanya karena tidak adanya kejujuran
3. Pentingya Independensi Akuntan publik harus memenuhi kewajiban profesionalnya, yaitu bersikap independen meskipun hal ini berarti bertentangan atau mengingkari kehendak klien yang dapat berakibat akuntan publik tersebut tidak digunakan kembali oleh klien. Atas dasar pembahasan pentingnya akuntan publik dapat ditarik satu kesimpulan bahwa : a. Independensi merupakan syarat yang sangat penting bagi profesi akuntan publik untuk menilai kewajaran informasi yang disajikan oleh manajemen kepada pemakai informasi. b. Independensi diperlukan oleh akuntan publik untuk memperoleh kepercayaan diri dari klien dan masyarakat, khususnya para pemakai laporan keuangan. c. Independensi diperlukan agar dapat menambah kredibilitas laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen. d. Jika akuntan publik tidak independen lagi maka pendapat yang dia berikan tidak mempunyai arti. e. Independensi marupakan martabat penting akuntan publik yang secara berkesinambungan perlu di pertahankan.
5. Penggolongan independensi akuntan publik Mautz dalam Supriyono (1988) mengemukakan bahwa independensi akuntan publik dapat digolongkan menjadi dua yaitu : a. Independen praktisi (practirioner independednce) .independen praktisi adalah idependensi nyata dari praktisi b. Independensi profesi. Independensi profesi adalah independensi penampilan akuntan publik sebagai salah satu kelompok profesi.
4. Aspek Independensi Seorang akuntan publik tidak menghindari tekanan dari luar saat mengaudit, namun harus bisa mempertahankan integritas dan objektivitas dengan cara menghindarkan diri dari situasi yang bisa mengurangi kredibilitas independennya. Mulyadi (1998 : 49)
6. Faktor-faktor yang mempengaruhi independensi akuntan publik Untuk menjaga dan mempertahankan indepedensinya dengan cara menghindari faktor-faktor yang mengakibatkan rusaknya independensi akutan publik. Dalam SPAP yang berlaku efektif tahun 1994 belum dijelaskan mengenai hal-hal yang
Persepsi Mahasiswa Terhadap Faktor-faktor Yang Dapat Mempengaruhi Independensi Akuntan Publik ...
55
GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
dapat merusak independensi akutan publik, tetapi IAI sebagai organisasi tunggal profesi akutan publik di Indonesia telah mengeluarkan secara resmi mengenai faktor-faktor yang dapat merusak independensi akutan publik yaitu : a. Ikatan keuangan dan hubungan usaha dengan klien b. Persaingan antar kantor akuntan publik c. Audit fee yang diterima oleh suatu kantor akuntan publik. d. Lama penugasan e. Ukuran kantor akuntan public f. Pemberian jasa selain jasa audit C. Persepsi Responden 1. Pengertian persepsi Kartono (1998 : 61) mendefinisikan persepsi sebagai salah satu proses dimana individu-individu memperoleh inforasi, menyediakan kapasitas prosedor yang lebih luas dan menginteprestasikan informasi tersebut, persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh penginderaan yaitu merupakan suatu proses yang berwujud diterimanya stimulus oleh individu melalui alat reseptornya (Walgito, 1998 : 53). Persepsi menurut kamus besar Bahasa Indonesia (1995) adalah tanggapan atau penerimaan sesuatu secara langsung atau merupakan proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca indera. 2. P e r s e p s i r e s p n n d e n p a d a idependensi akuntan publik Persepsi responden terhadap akuntan publik dipengaruhi independensi penampilan akuat publik apabila independensi penampilan akuntan publik yang diterima responden tidak sesuai dengan harapannya, maka mereka akan mempersepsikan akuntan publik tersebut tidak independen lagi. HIPOTESIS PENELITIAN Berdasarkan latar belakang dan tujuan penelitian, maka perumusan hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Diduga ada perbedaan persepsi mahasiswa terhadap faktor ikatan hubungan usaha dengan klien yang mempengaruhi independensi akuntan publik. 56
ISSN 2088 - 6594
2. Diduga ada perbedaan persepsi mahasiswa terhadap faktor pemberian jasa-jasa selain jasa audit yang mempengaruhi independensi akuntan publik. 3. Diduga ada perbedaan persepsi mahasiswa terhadap faktor lamanya hubungan akuntan publik dengan klien yang mempengaruhi independensi akuntan publik. 4. Diduga ada perbedaan persepsi mahasiswa terhadap faktor persaingan antar kantor akuntan publik yang mempengaruhi independensi akuntan publik. 5. Diduga ada perbedaan persepsi mahasiswa terhadap faktor ukuran kantor akuntan akuntan publik yang mempengaruhi independensi akuntan publik. 6. Diduga ada perbedaan persepsi mahasiswa terhadap faktor audit fee yang mempengaruhi independensi akuntan publik. METODE PENELITIAN A. P o p u l a s i , s a m p l e d a n t e k n i k pengambilan sampel 1. Populasi Populasi adalah jumlan keseluruhan objek (satuan-satuan atau individuindividu) yang karakteristiknya hendak di duga (Djarwanto, 1998 : 107). Populasi di dalam penel iti an ini adalah Mahasiswa program studi Akuntasi Strata Satu (S-1) pada Perguruan Tinggi di Surakarta. Jumlah mahasiswa akuntansi pada perguruan tinggi swasta di Surakarta yang didapat dari data Kopertis adalah sebanyak 3198 mahasiswa dan Perguruan Tinggi Negeri (UNS) adalah sebanyak 480 mahasiswa, jadi jumlah mahasiswa program studi akuntansi di Surakarta adalah 3678 mahasiswa. 2. Sampel Sampel adalah bagian dari populasi yang karakteristiknya hendak diselidiki dan dianggap bisa mewakili keseluruhan dari polulasi (Djarwanto, 1998 : 108). Adapun sampel penelitian ini adalah mahasiswa program studi akuntansi S1 di Perguruan Tinggi di Surakarta yang masih aktif dan telah menempuh mata kuliah auditing. Alas an menggunakan sampel mahasiswa program studi akuntansi S1 yang masih aktif dan telah menempuh mata kuliah auditing karena, karena mahasiswa yang masih aktif dan
Persepsi Mahasiswa Terhadap Faktor-faktor Yang Dapat Mempengaruhi Independensi Akuntan Publik ...
GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
telah menempuh mata kuliah auditing dipandang mampu memberikan pandangan yang positif terhadap profesi akuntan publik dibandingkan dengan mahasiswa yang belum menempuh mata kuliah auditing. 3. Teknik pengambilan sampel Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik Non probability sampling dengan metode Purposive Sampling yaitu pengambilan sampel dengan mempertimbangkan kriteria tertentu. (Sugiyono, 2006 : 77). Adapun kriteria mahasiswa yang dijadikan sampel pada penelitian ini adalah mahasiswa program studi akuntansi yang masih aktif dan telah menempuh mata kuliah auditing. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan tehnik Kuota Sample yaitu dilakukan tidak berdasarkan pada strata atau daerah, tetapi berdasarkan pada jumlah yang sudah ditentukan. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan pada perguruan tinggi di Surakarta yang mempunyai program studi akuntansi. B. Operasional Variabel dan Pengukurannya Independensi akuntan publik dalam penelitian ini di ukur dengan menggunakan skala likert lima pioin, ada lima alternatif jawaban yang harus dipilih oleh responden yaitu sangat tidak independen diberi (STI) diberi skor 1, tidak independe diberi (TI) diberi skor 2, netral (N) diberi skor 3, independen (I) diberi skor 4, dan sangat independen (SI) diberi skor 5. 1. Lama hubungan kantor akuntan dengan klien Lama hubungan kantor akuntan dengan klien SEC Practice Section dari AICPA (1978) menggolongkan lama hubugan penugasan audit seorang partner kantor akuntan pada klien tertentu menjadi dua yaitu : (1) lima tahun atau kurang, (2) lebih dari lima tahun Lama hubungan kantor akuntan dengan klien diukur dengan skala likert. Responden disediakan lima alternatif jawaban yaitu sangat tidak setuju (STS) diberi skor 1, tidak setuju (TS) diberi skor 2, netral (N) diberi skor 3, setuju (S)
ISSN 2088 - 6594
diberi skor 4, sangat setuju (SS) diberi skor 5. 2. Ukuran kantor akuntan publik kantor akuntan besar adalah kantor akuntan yang melaksanakan audit pada perusahaan go publik, sedang kantor akuntan kecil adalah kantor akuntan yang tidak melaksanakan audit pada perusahaan go publik. Ukuran kantor akuntan publik diukur dengan menggunakan skala likert. Responden disediakan lima alternatif jawaban yaitu sangat tidak setuju (STS) diberi skor 1, tidak setuju (TS) diberi skor 2, netral (N) diberi skor 3, setuju (S) diberi skor 4, sangat setuju (SS) diberi skor 5. 3. Pemberain jasa lain selain jasa audit Pemberain jasa lain selain jasa audit adalah pemberian jasa kepada klien yang bukan merupakan pekerjaan utama seorang auditor Pemberain jasa lain selain jasa audit disajikan dalam bentuk kuesioner dengan menggunakan skala liker, ada lima alternatif jawaban yang harus dipilih responden yaitu sangat tidak setuju (STS) diberi skor 1, tidak setuju (TS) diberi skor 2, netral (N) diberi skor 3, setuju (S) diberi skor 4, sangat setuju (SS) diberi skor 5. 4. Besar atau kecilnya audit fee Besar atau kecilnya audit fee adalah besar kecilnya imbalan yang diterima oleh suatu kantor akuntan publik atas jasa yang telah di berikan kepada klien Besar atau kecilnya audit fee diukur dengan menggunakan skala likert. Responden disediakan lima alternatif jawaban yaitu sangat tidak setuju (STS) diberi skor 1, tidak setuju (TS) diberi skor 2, netral (N) diberi skor 3, setuju (S) diberi skor 4, sangat setuju (SS) diberi skor 5. 5. Persaingan antar kantor akuntan publik Persaingan yang tajam diantara kantor akuntan publik untuk mempertahankan klien agar tidak berpindah meminta jasa kepada kantor akuntan lain, kantor akuntan cenderung tunduk pada tekanan manwjemen (Mautz, 1980).
Persepsi Mahasiswa Terhadap Faktor-faktor Yang Dapat Mempengaruhi Independensi Akuntan Publik ...
57
GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
Persaingan antar kantor akuntan publik disajikan dalam bentuk kuesioner dengan menggunakan skala liker, ada lima alternatif jawaban yang harus dipilih responden yaitu sangat tidak setuju (STS) diberi skor 1, tidak setuju (TS) diberi skor 2, netral (N) diberi skor 3, setuju (S) diberi skor 4, sangat setuju (SS) diberi skor 5. 6. Ikatan hubungan usaha dengan klien Ikatan hubungan usaha dengan klien adalah hubungan kerjasama bisnis dengan klien atau bentuk usaha lain yang bisa mempengaruhi independensiseorang auditor Ikatan hubungan usaha dengan klien Persaingan antar kantor akuntan publik disajikan dalam bentuk kuesioner dengan menggunakan skala liker, ada lima alternatif jawaban yang harus dipilih responden yaitu sangat tidak setuju (STS) diberi skor 1, tidak setuju (TS) diberi skor 2, netral (N) diberi skor 3, setuju (S) diberi skor 4, sangat setuju (SS) diberi skor 5. C. Instrumen Penelitian 1. Uji Validitas Uji validitas digunakan untuk mengetahui kelayakan butir-butir dalam suatu daftar (construct) pertanyaan dalam mendefinisikan suatu variabel. Pengujian validitas data dalam penelitian ini menggunakan teknik korelasi produkt moment person. Yaitu dengan cara mengkorelasikan skor tiap item dengan skor total. Kriteria yang digunakan untuk valid data tidak valid adalah apabila koefisien korelasi (rxy) kurang dari nilai rtabel dengan tingkat signifikan (?) 5% bearti butir pertanyaan tersebut tidak valid (Nurgiyantoro, dkk : 2002). Dengan bahasa metematikanya dapat ditulis sebagai berikut: Valid jika rxy ? rtabel pada ? = 5% Tidak valid jika rxy < rtabel pada ? = 5% 2. Uji reliabilitas Reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian yaitu suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk dipakai sebagai alat pengumpul data instrument tersebut sudah baik (Arikunto, 1992 : 165). Nunnally (1969) dalam Ghozali (2001 : 140) suatu kontruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai cronbach's alpha > 0,6. 58
ISSN 2088 - 6594
D. Metode Analisa Data Alat analisa hipotesis menggunakan analisys of variance (ANOVA). Sebelum uji ANOVA digunakan maka harus dipenuhi asumsi sebagai berikut : Asumsi pertama adalah distribusi dari dependen variabel populasinya harus normal. Asumsi selanjutnya yang harus dipenuhi untuk menggunakan analisys of variance adalah variasi dari sampel mesti sama dengan variasi populasi dari mana di ambil sampel. Dua asumsi di atas merupakan syarat untuk menggunakan analisis varian. (Ritonga, 1987 : 229) Untuk memenuhi syarat uji ANOVA di atas maka dipergunakan uji Normalitas.Uji normalitas dipergunakan untuk mengetahui apakah data di distribusikan normal atau tidak. Pengujian normalitas dalam penelitian ini menggunakan metode Kolmogorov Smirnov dengan bantuan program SPSS Versi 15.0. Kriteria pengujian normalitas adalah apabila nilai P > , maka data terdistribusi normal. Alat analisis data yang digunakan adalah uji ANOVA. Dalam penelitian ini menggunakan uji ANOVA karena alat tersebut menguji perbedaan pengaruh setiap faktor terhadap yang mempengaruhi inedependesi akuntan publik. Dalam bentuk yang paling sederhana ANOVA ini digunakan untuk menguji signifikasi dari perbedaan dua ratarata dari jumlah populasi yang berbeda. (Ritonga, 1987 : 261) PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN A. Pengumpulan Data dan Deskripsi Responden Pelaksanaan penyebaran kuesioner dan pengumpulan data penelitian memakan waktu selama kurang lebih satu bulan yaitu mulai tanggal 5 Mei 2009 sampai dengan 20 Juni 2009. Jumlah kuesioner yang disebarkan adalah 110 buah. Jumlah tersebut kuesioner yang kembali sebanyak 103, dengan demikian tingkat pengembalian sebanyak 93,64%. Kemudian kuesioner yang dapat diolah atau menjadi sampel penelitian sejumlah 97 atau 88,18% dari jumlah kuesioner yang kembali. Adapun ringkasan jumlah sampel dan tingkat pengembalian kuesioner disajikan dalam tabel 4.1. di bawah ini: Tabel 4.1. Jumlah Responden dan Tingkat Pengembalian Kuesioner
Persepsi Mahasiswa Terhadap Faktor-faktor Yang Dapat Mempengaruhi Independensi Akuntan Publik ...
GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
ISSN 2088 - 6594
2. Semester Tabel 4.3. Klasifikasi berdasarkan Semester
Kuesioner yang disebarkan
110
Kuesioner yang kembali
103
Kuesioner yang tidak kembali
7
Kuesioner yang dapat diolah
97
Semester
Kuesioner yang tidak dapat diolah
0
Tingkat pengembalian kuesioner
93,64%
Tingkat data yang dapat diolah
97 (88,18%)
Jumlah
Persentase
Semester VI
67
69,07%
Semester VIII
30
30,93%
Jumlah
97
100,00%
Sumber: data primer yang diolah
Sumber: data primer yang diolah
Berdasarkan hasil pengumpulan yang telah dilakukan, maka dapat dikemukakan deskripsi responden sebagai berikut: 1. Jenis Kelamin Distribusi frekuensi dari unsur jenis kelamin dari responden dapat disajikan dalam tabel 4.2. sebagai berikut:
Berdasarkan Tabel 4.3. menunjukkan bahwa jumlah responden atau mahasiswa yang sudah menempuh kuliah pada semester VI sebanyak 67 mahasiswa (69,07%), dan yang berada pada semester VIII sebanyak 30 mahasiswa (30,93%), dari keseluruhan responden.
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
B. ANALISA DATA 1. Uji Validitas Hasil uji validitas untuk butir pernyataan yang digunakan untuk penelitin dapat dilihat dalam Tabel 4.12. sampai Tabel 4.17 sebagai berikut:
Kuesioner yang disebarkan
110
Kuesioner yang kembali
103
Kuesioner yang tidak kembali
7
Kuesioner yang dapat diolah
97
Kuesioner yang tidak dapat diolah
0
Tingkat pengembalian kuesioner
93,64%
Tingkat data yang dapat diolah
97 (88,18%)
Tabel 4.12. Hasil Uji Validitas Variabel Ikatan Hubungan Usaha dengan Klien
Sumber: data primer yang diolah No.
Kategori
Jumlah
Persentase
1.
Laki-laki
55
56,70%
2.
Perempuan
42
43,30%
Jumlah
97
100,00%
No.
rXY
Nilai Kritis
Status
1.
0,464
0,202
Valid
2.
0,522
0,202
Valid
3.
0,571
0,202
Valid
Sumber: data primer yang diolah
Tabel 4.13. Hasil Uji Validitas Variabel Pemberian Jasa lain selain jasa Audit
Sumber: data primer yang diolah No.
Tabel 4.2. tersebut menunjukkan bahwa jumlah responden yang mempunyai jenis kelamin laki-laki sebanyak 55 orang (56,70%), dan yang mempunyai jenis kelamin perempuan sebanyak 43 orang (43,30%) dari keseluruhan responden. Jadi dari hasil penelitian diketahui jumlah responden antara laki-laki dan perempuan lebih banyak laki-laki (56,70%).
rXY
Nilai Kritis
Status
1.
0,309
0,202
Valid
2.
0,421
0,202
Valid
3.
0,437
0,202
Valid
4.
0,488
0,202
Valid
5.
0,604
0,202
Valid
6.
0,698
0,202
Valid
Sumber: data primer yang diolah
Persepsi Mahasiswa Terhadap Faktor-faktor Yang Dapat Mempengaruhi Independensi Akuntan Publik ...
59
GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
ISSN 2088 - 6594
Tabel 4.14 Hasil Uji Validitas Variabel Lamanya hubungan penugasan audit antara akuntan publik dengan klien
Tabel 4.18. Hasil Uji Validitas Persepsi Mahasiswa terhadap Independensi No.
No.
rXY
Nilai Kritis
0,317
0,202
Valid
0,555
0,202
Valid
0,431
0,202
Valid
0,324
0,202
Valid
2.
0,657
0,202
Valid
3.
3.
0,464
0,202
Valid
4.
0,325
0,202
Valid
Sumber: data primer yang diolah
Tabel 4.15. Hasil Uji Validitas Variabel Persaingan antar Kantor Akuntan Publik rXY
Nilai Kritis
Status
1.
0,282
0,202
Valid
2.
0,468
0,202
Valid
3.
0,385
0,202
Valid
4.
0,275
0,202
Valid
Sumber: data primer yang diolah
Tabel 4.16. Hasil Uji Validitas Variabel Ukuran Kantor Akuntan Publik rXY
Nilai Kritis
Status
1.
0,505
0,202
Valid
2.
0,256
0,202
Valid
3.
0,563
0,202
Valid
4.
0,356
0,202
Valid
Sumber: data primer yang diolah
Tabel 4.17. Hasil Uji Validitas Variabel Besar kecilnya Audit Fee No.
rXY
Nilai Kritis
Status
1.
0,441
0,202
Valid
2.
0,578
0,202
Valid
3.
0,462
0,202
Valid
4.
0,489
0,202
Valid
Sumber: data primer yang diolah
60
Status
1.
1.
No.
Nilai Kritis
Status
2.
No.
rXY
Sumber: data primer yang diolah
Berdasarkan tabel 4.12. sampai tabel 4.18. di atas, maka dapat dijelaskan bahwa koefisien korelasi antar butir dalam instrumen penelitian dari masingmasing variabel bebas yang terdiri dari ikatan hubungan usaha dengan klien, pemberian jasa lain selain jasa audit, lamanya hubungan penugasan audit antara akuntan publik dengan klien, persaingan antar kantor akuntan publik, dan ukuran kantor akuntan publik serta variabel terikat independensi akuntan publik dinyatakan valid, karena rhitung > rtabel product moment, yaitu 0,202 dengan tingkat signifikansi 5%. 2. Uji Reliabilitas Uji reliabilitas adalah alat untuk mengukur konsistensi dari indikator dalam mengindikasikan sebuah konstruk (Ghozali: 2002). Dalam penelitian ini uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan construct reliability. Nilai batas dari constract reliability yang dapat diterima adalah minimal 0,600. Dari hasil olah data dengan menggunakan SPSS versi 15.00 diperoleh nilai seperti tampak pada tabel berikut: Nilai alpha untuk Faktor-faktor yang dapat Mempengaruhi Independesni sebesar 0,6878 dan variabel independensi sebesar 0,6161 sehingga nilai ini > 0,600, maka dapat dikatakan bahwa jawaban responden Persepsi mahasiswa terhadap faktor-faktor yang dapat mempengaruhi Independensi bersifat reliabel. 3. Uji Normalitas Sebelum dilakukan pengujian terhadap hipotesis, terlebih dahulu dilakukan pengujian terhadap asumsi normalitas. Pengujian normalitas dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogrov-Smirnov. Dengan uji ini
Persepsi Mahasiswa Terhadap Faktor-faktor Yang Dapat Mempengaruhi Independensi Akuntan Publik ...
GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
ISSN 2088 - 6594
dapat diketahui apakah nilai sampel yang diamati sesuai dengan distribusi tertentu. Kriteria yang digunakan adalah pengujian dua arah (two-tailed test) yaitu dengan membandingkan nilai p yang diperoleh dengan taraf signifikan yang telah ditentukan yaitu 0,05. Apabila nilai p > 0,05, maka data terdistribusi normal. Setelah dilakukan pengolahan dengan menggunakan bantuan progam SPSS 15.0 for windows maka diperoleh hasil untuk variabel persepsi mahasiswa terhadap faktor-faktor yang dapat mempengarhi independesni mahasiswa program akuntansi diperoleh nilai probabilitas ( ) lebih besar dari 0,05, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pada pengujian ini penyebaran data berdistribusi normal. 4. Uji Hipotesis Untuk menjawab hipotesis pertama sampai hipotesis ke tujuh digunakan alat analisis ANOVA (Analisis Kovarians), dasar argumentasi yang digunakan adalah hasil perhitungan statistik yang ditunjukkan pada tabel 4.21 berikut : Tabel 4.21. Hasil Uji ANOVA tiap-tiap Hubungan Variabel No.
Nilai Hubungan antar Variabel
F hitung
Probabilitas
1.
X1 terhadap Y
5,090
0,026
2.
X2 terhadap Y
6,378
0,013
3.
X3 terhadap Y
5,261
0,024
4.
X4 terhadap Y
4,561
0,035
5.
X5 terhadap Y
6,230
0,014
6.
X5 terhadap Y
9,748
0,002
Sumber: data primer yang diolah
Hasil perhitungan hipotesis pertama sampai keenam membuktikan secara keseluruhan bahwa terdapat perbedaan persepsi mahasiswa terhadap faktorfaktor yang dapat mempengaruhi independensi akuntan publik, dimana seluruh nilai probabilitas ( ) nilainya lebih kecil dari 0,05.
KESIMPULAN A. Kesimpulan Berdasarkan pada hasil analisis ANOVA maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Ada perbedaan persepsi diantara mahasiswa terhadap faktor ikatan hubungan usaha dengan klien yang mempengaruhi independensi akuntan publik, hal ini berarti faktor ikatakan hubungan usaha dengan klien yang membedakan mahasiswa mempunyai persepsi terhadap independensi akuntan publik. 2. Ada perbedaan persepsi diantara mahasiswa terhadap pemberian jasa selain jasa audit dengan klien yang mempengaruhi independensi akuntan publik, hal ini berarti faktor pemberian jasa selain jasa audit dengan klien yang membedakan mahasiswa mempunyai persepsi terhadap independensi akuntan publik. 3. Ada perbedaan persepsi diantara mahasiswa terhadap lamanya hubungan akuntan publik dengan klien terhadap independensi, hal ini berarti faktor lamanya hubungan akuntan publik dengan klien yang membedakan pengaruh independensi akuntan publik. 4. Ada perbedaan persepsi diantara mahasiswa terhadap Persaingan Kantor Akuntan Publik yang mempengaruhi independensi akuntan publik, hal ini berarti faktor persaingan kantor akuntan publik yang membedakan mahasiswa mempunyai persepsi terhadap independensi akuntan publik. 5. Ada perbedaan persepsi diantara mahasiswa terhadap Ukuran Kantor Akuntan Publik yang mempengaruhi independensia akuntan publik, hal ini berarti faktor ukuran kantor akuntan publik yang membedakan mahasiswa mempunyai persepsi terhadap independensi akuntan publik. 6. Ada perbedaan persepsi diantara mahasiswa terhadap Audit fee yang mempengaruhi independensi, hal ini berarti faktor audit fee akuntan publik yang membedakan mahasiswa mempunyai persepsi terhadap independensi akuntan publik.
Persepsi Mahasiswa Terhadap Faktor-faktor Yang Dapat Mempengaruhi Independensi Akuntan Publik ...
61
GRADUASI Vol. 27 Edisi Maret 2012
ISSN 2088 - 6594
B. Saran-saran Saran-saran yang dapat penulis berikan adalah sebagai berikut: 1. Untuk lebih meningkatkan persepsi yang baik dan positif terhadap pemahaman dari faktor-faktor yang mempengaruhi independensi, diharapkan para mahasiswa akuntansi dapat meningkatkan kemampuan dan pengalamannya dalam bidang keuangan dan ekonomi sehingga para mahasiswa akuntansi tersebut dapat
lebih professional dalam memahami dan mendalami seiring dengan kemajuan perekonomian yang beragam. 2. Pemahaman tentang faktor-faktor independensi mahasiswa hendaknya dipelajari dan selalu diingat untuk dijadikan tolok ukur guna memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa mendatang apabila mahasiswa berkeinginan menjadi akuntan publik.
DAFTAR PUSTAKA Ari Kunto, Suharsimi. 1992. Prosedur Peneltian suatu pendekatan praktik, Edisi 4. Jakarta : Rineka Cipta. Abdulrahman, Ritonga.1987. Statistik Terapan untuk Penelitian, Jakarta-Indonesia : Lembaga Penerbit FE Universitas Indonesia. Djarwanto PS dan Pangestu Subagyo. Statistik Induktf. Yogyakarta : BPFE Gujarati, Domodor. 1995. Ekonometrika Dasar, Alih Bahasa Zein.S. Jakarta : Erlangga. Ghozali, Imam. 2001. Aplikasi Analisis Multivariate dengan program SPSS. Semarang : Bagian Penerbit UNDIP. Halim, Abdul. 1995. Auditing I, Dasar-dasar Audit laporan keuangan, Edisi Kedua. Yogyakarta : UPP AMP YKPN. Hartadi, Bambang. Akuntan, Drs. 1990, Auditing : Suatu pedoman pemeriksaan Akuntansi Tahap Pendahuluan, Edisi I Yogyakarta : BPFE IAI-KAP. 2001. Standart professional Akuntan Publik per 1 Januari 2001. Jakarta : Salemba Empat. Indriantoro, Nur dan Supomo, Bambang : 2002. Metode penelitian bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen Yogyakarta : BPFE. Jusuf, Alharyono. 2001. Auditing Buku I Yogyakarta : STIE YKPN. Kartono, Kartini. 1998. Psikologi Umum, Yogyakarta : Mandor Madu. Mayangsari, Sekar. 2003. Pengaruh Keahlian Audit dan Independensi Terhadap Pendapat Audit : Sebuah kuasieksperimen. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol. 6, No. 1 Januari 2003, hal 1-22. Mulyadi. 1994. Pemeriksaan Akuntansi : Yogyakarta : STIE YKPN. Mulyadi dan Puradirejo, Kanaka. 1998. Auditing Buku I Jakarta : Salemba Empat. Nurgiyantoro, Burhan dkk. 2002. Statistik Terapan untuk penelitian ilmu-ilmu sosial, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
62
Persepsi Mahasiswa Terhadap Faktor-faktor Yang Dapat Mempengaruhi Independensi Akuntan Publik ...
GRADUASI JURNAL BISNIS & EKONOMI
DAFTAR ISI Analisis Perbedaan Abnormal Return Pada Perusahaan Merger Dan Akuisisi Amru Sukmajati .....................................................................................................................
1
Kecerdasan Emosional, Kompetensi Kepemimpinan Transformasional Andri Nurtantiono ..................................................................................................................
8
Preferensi Pemilihan Perguruan Tinggi Swasta Di Surakarta Budi Istiyanto Rosita Ida Ayu Kade Rachmawati Kusasih ...................................................................................... 15
Relationship Marketing Dan Aliran Pemikiran Sistem Pemasaran (system Marketing School) Elia Ardyan............................................................................................................................... 22
Penerapan Akuntansi Syariah Pada Lembaga Keuangan Syariah Di Indonesia Ismunawan, SE.
.................................................................................................................. 34
Metode Keteladanan dan Etika Mulia dalam Model Pembelajaran STAD (Student Team Achievement Divisions) Sebagai Suatu Pola Interaksi Edukatif Pada Pembelajaran Akuntansi dan Matematika Rosita Tri Haryanto Eni Jufriyah Sulistyorini ........................................................................................................ 38
Dampak Konvergensi Ifrs Terhadap Bumn Suci Atiningsih ....................................................................................................................... 48
Persepsi Mahasiswa Terhadap Faktor-faktor Yang Dapat Mempengaruhi Independensi Akuntan Publik (studi Kasus Pada Mahasiswa Program Studi Akuntansi Di Surakarta) Drs. Jumingan, SE.,MM.,M.Si Ari Makmuroh, SE .................................................................................................................. 53
GRADUASI Jurnal Bisnis dan Ekonomi ISSN 2088 - 6594 Diterbitkan Oleh Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat STIE Surakarta Jl. Slamet Riyadi 435-437, Makam haji Surakarta Ketua Dewan Redaksi: Rosita, SE, MM, Ak Dewan Redaksi: Andri Nurtantiono, SE.,MM Budi Istianto, SE.,MM Christiawan Hendratmoko, SE.,M.Si Elia Ardyan, SE, MBA Muhammad Bahrul Ilmi, SE Tata usaha: Ida Ayu Kade R. K., SE., MM Jurnal penelitian dan kajian ilmiah GRADUASI diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat STIE Surakarta. Jurnal ini ditujukan untuk publikasi tulisan yang merupakan ringkasan hasil penelitian, artikel, resensi buku maupun berbagai tulisan lainnya. Tulisan-tulisan yang dimuat dalam artikel ini diutamakan tulisan yang belum dimuat dalam media lainnya dan murni merupakan hasil pemikiran penulis. Redaksi menerima tulisan baik dari pihak intern dan ekstern. Tulisan yg dimuat dalam jurnal ini merupakan tanggungjawab pribadi penulis, bukan mencerminkan pendapat dewan redaksi. Aturan dan tata tulisan untuk setiap jenis tulisan bisa dibaca pada bagian belakan halaman jurnal ini. Segala surat-menyurat termasuk permohonan ijin memuat kembali artikel yang dimuat dalam jurnal ini dapat dialamatkan pada bagian redaksi.
PETUNJUK PENULISAN FORMAT GRADUASI Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah PERSYARATAN UMUM, Jurnal memuat artikel asli yang belum pernah dimuat di media lain. Artikel bisa berupa hasil-hasil penelitian, artikel konseptual, atau tinjauan buku. FORMAT TULISAN - Artikel penelitian ditulis sebagai berikut: a) judul disertai terjemahan dalam bahasa inggris, b) nama penulis tanpa gelar, c) nama lembaga, d) abstract dalam bahasa inggris, tidak lebih dari 150 kata, e) kata kunci, f) pendahuluan, g) metode penelitian, h) isi karangan, i) kesimpulan, j) daftar referensi. - Artikel konseptual meliputi ; a) judul disertai terjemahan, b) nama penulis tanpa gelar, c) nama lembaga, d) abstract dalam bahasa inggris, tidak lebih dari 150 kata, e) kata kunci, f) pendahuluan, g) pembahasan, g)kesimpulan, i) daftar referensi - Tinjauan buku merupakan tinjauan analitik dan kritik atas sebuah buku yang baru diterbitkan dengan mengulas kelebihan dan kelemahan dengan membandingkan buku-buku sejenis yang terbit terlebih dahulu. - Tabel dan gambar harus diberi judul serta keterangan yang jelas. PENULISAN NASKAH. Panjang tulisan yang lebih 12 halaman (untuk tinjauan buku kurang lebih 5 halaman) spasi rangkap ditulis dengan huruf Time New Roman, dengan ukuran huruf 12 kwarto. PENGIRIMAN NASKAH. Naskah dikirim sebanyak 2 eksemplar disertai disket atau file untuk memudahkan penyuntingan naskah DAFTAR REFERENSI. Daftar referensi/ pustaka ditulis dengan aturan sebagai berikut: 1. Buku a. Ditulis oleh satu orang Azwar, Saifuddin, 2008, Reliabilitas dan Validitas, Edisi ke-3, Yogyakarta: Pustaka b. Pelajar.Ditulis oleh lebih dari satu orang Kotler, Philip, dan Keller, Kevin Lane, 2006, Marketing Management, 12th Ed, Upper Saddle River, New Jersey: Pearson Education, Inc. 2. Artikel dalam jurnal Hanna, Dave (2010), "Organization Development and Human Resources Management," OD Practitioner, Vol. 42, No.4, pp. 12-16. 3. Artikel dalam kumpulan buku Dubey, R.S., 1995, "Protein Shyntesis by Plants Understressful Condition". In: Handbook of Plant and Crops Stress.M. Pesarkali (ed.), marel Dekker, New York. 255-267. 4. Buku terjemahan Barclay, G. W., 1987. "tehnis Analisis Kepemimpinan. Rozy Minur dan Budiarto (Transl.), PT. Bina Aksara, Jakarta, Hal 198. 5. Artikel dari Koran a. Artikel dengan nama pengarang tertulis Pasaribu, A., 1996. "Buku dan Kemandirian Pendidik". Suara Karya. 3 Agustus. Hal 5. b. Artikel tanpa nama pengarang tertulis "Mendikbud: PTS Boleh Kembangkan Program Studi Baru". Suara Karya. 3 Agustus 1996, Hal. 5. Penulis membuat surat pernyataan bermaterai 6.000 yang menyatakan bahwa artikel yang ditulis bebas plagiasi dan pelanggaran akademik lainnya.
ALAMAT DEWAN REDAKSI Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat STIE Surakarta Jl. Slamet Riyadi 435-437. Makam Haji Surakarta 57161 Telp. (0271) 717785. E-mail: [email protected]