Jurnal ISEI, Volume 2 Nomor 2, Oktober 2012
ANALISIS PENAWARAN KREDIT BANK UMUM DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA : KASUS FENOMENA CREDIT CRUNCH DI INDONESIA (BANKS CREDIT ANALYSIS OFFERING AND DETERMINING FACTORS: PHENOMENON CASE CREDIT CRUNCH IN INDONESIA) Sebastiana Viphindratin Staf Pengajar Program Studi Fakultas Ekonomi Universitas Jember Afandi Alumni Program Studi IESP Fakultas Ekonomi Universitas Jember
Abstract Third Party Funds has a significant and positive relationship to the LDR. If deposits increases then the LDR will also increase. Research on this variable in line with all the previous studies; the interest rate of Bank Indonesia Certificates has a significant and positive relationship to the LDR. If interest rates rise then SB will affect the LDR. This is consistent with previous studies conducted by the Primary (2010); Adequecy Capital Ratio is not significant and has a positive relationship to the LDR. CAR if it will affect the rise in the LDR. The analysis in this study with previous research by Juda Agung et al (2001) which states the ratio of capital to assets a positive effect on credit offers; the ratio of non-performing loans have a significant and negative relationship with LDR. If the NPL ratio increase would lower the LDR.; Return on Assets ratio (ROA) is not significant and has a negative correlation with LDR means higher ROA would lower the LDR. the ratio of Operating Expenses to Operating Income is not significant and has a negative correlation with LDR means higher ROA ratio would lower the LDR. Keywords : Third Party Funds, the interest rate of Bank Indonesia Certificates, Adequecy Capital Ratio, the ratio of non-performing loans, and Return on Assets ratio
1. Pendahuluan Kondisi CAR bank umum pada tahun 2000 - 2010 memiliki kondisi yang baik dan di atas batas minimum yang ditetapkan sebesar 8%. Keadaan modal perbankan membaik setelah krisis karena ada program rekapitalisasi oleh pemerintah pada tahun 2000 (Fadjrijah dalam Syarifuddin, 2007:66). Nilai NPL setelah krisis pada tahun 2000 – 2003 masih sangat tinggi dengan nilai rata-rata di atas ketentuan Bank Indonesia sebesar 5%. Keadaan tersebut ditimbulkan karena masih seretnya penarikan kredit pada debitur. Dampak lanjutan adalah merosotnya nilai ROA atau tingkat laba perbankan yang terus tergerus akibat pendapatan dari kredit yang terus berkurang dan biaya kerugian atas macetnya penarikan kredit. Merosotnya 241
Sebastiana V dan Faiz Afandi, Analisis Penawaran Kredit Bank Umum
nilai ROA tersebut masih berada atas batas minimal Bank Indonesia sebesar 1,5%. Efisiensi perbankan juga menjadi rendah ditandai dengan masih tinggi nilai BOPO di atas rata-rata normal 80% akibat tingginya nilai NPL. Kondisi perbankan pada tahun 2004 mulai menunjukkan kondisi yang lebih baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. nilai CAR masih berada di atas rata-rata 8% dan relatif stabil pada nilai 19,42%. Sinyal positif dan menggairahkan neraca perbankan pada tahun ini adalah nilai NPL menurun drastic sejak tahun 2000 sebesar 20,09% menjadi 4,5% pada tahun 2004. Nilai NPL menjadi rendah dapat memberikan kesempatan perbankan untuk membukukan laba lebih besar daripada tahun-tahun sebelumnya. Nilai ROA naik drastis dari tahun 2000 sebesar 1,56% menjadi 3,46% pada tahun 2004. Tingkat efisiensi bank jauh lebih baik dibanding tahun-tahun sebelumnya, dapat dilihat nilai BOPO sebesar 76,64% dan berada di bawah rata-rata tingkat kesehatan BOPO sebesar 80% (Rivai dkk, 2007:473). Tahun 2005-2010 nilai CAR masih relatif stabil dan berada jauh di atas rata-rata 8%. Nilai NPL kembali bergejolak naik menjadi 7,56% dan berangsurangsur turun menjadi 2,56% pada tahun 2010. Spontan nilai ROA juga menjadi turun kembali menjadi 2,55% dan nilai BOPO melonjak menjadi 89,5% pada tahun 2005. Seiring dengan menurunnya kembali nilai NPL pada tahun 2005-2008 nilai, nilai ROA juga terdongkrak naik secara perlahan pada tahuntahun tersebut. Krisis global tahun 2008 menyebabkan nilai ROA turun menjadi 2,33% dibandingkan tahun 2007 sebesar 2,78% meskipun nilai NPL pada tahun-tahun tersebut terus merendah. Kondisi efisiensi perbankan secara umum masih rendah pada tahun 2005-2010 dengan nilai BOPO di atas 80%. Nilai BOPO yang rata-rata tinggi tersebut merupakan salah satu kendala perbankan dalam rangka ekspansi kredit ke sektor riil. Efisiensi perbankan yang dapat dilihat dari indicator BOPO ini masih buruk yang diakibatkan komposisi NPL yang semakin tinggi cenderung pada kolektibilitas macet (Salam dalam Syarifuddin, 2007:31). Enggannya perbankan menyalurkan kredit secara penuh kepada sektor riil terlihat dengan masih rendahnya nilai LDR. Keadaan tersebut mengindikasikan bahwa keadaan perbankan sedang mengalami kelebihan likuiditas. Bank cenderung mengalihkan dana tersebut kepada pembelian surat-surat berharga berisiko rendah seperti Sertifikat Bank Indonesia yang berjangka waktu pendek dengan sistem diskonto atau bunga, sehingga fungsi intermediasi perbankan jadi tidak efektif. Kelebihan likuiditas perbankan juga akan dikenai disinsentif oleh Bank Indonesia jikalau nilai LDR tidak berkisar di antara 78% - 100%, menurut Muliaman Hadad (dalam Kompas, 2011) disinsentif yang dilakukan berupa penambahan giro wajib minimum (GWM) yang ditempatkan di Bank Indonesia. Jika nilai batas minimum LDR sebesar 78% dicapai oleh perbankan maka secara makro sudah mencapai pertumbuhan intermediasi perbankan. Sedangkan apabila melebihi batas maksimal sebesar 100% maka akan meningkatkan risiko likuiditas. Perkembangan nilai kredit yang disalurkan dan DPK mengalami pertumbuhan positif yang stabil sejak krisis. DPK adalah sumber utama dana perbankan di samping modal sendiri dan pinjaman bank lain untuk disalurkan kepada masyarakat sebagai kredit. Sekitar tahun 2000 nilai DPK terus naik karena adanya program penjaminan simpanan begitu juga dengan kondisi permodalan perbankan yang membaik karena adanya program rekapitalisasi oleh pemerintah (Fadjrijah dalam Ferry, 2007:26).
242
Jurnal ISEI, Volume 2 Nomor 2, Oktober 2012
Fenomena credit crunch terlihat dengan indikasi nilai LDR perbankan yang masih belum memenuhi ketentuan Bank Indonesia dengan kisaran 78% - 100% (Peraturan Bank Indonesia Nomor: 12/19/PBI/2010), hal tersebut karena bank masih enggan dan belum optimal dalam menyalurkan kredit pada sektor riil yang masih khawatir dengan kondisi debitur. Bank tetap menjaga agar nilai NPL tidak terlalu tinggi. Kelebihan likuidaitas tersebut dialihkan ke dalam SBI yang mempunyai risiko rendah dan untuk mendapatkan bunga sebagai sumber pendapatan perbankan, di samping juga terkena disinsentif dengan menambah jumlah GWM. Indikasi yang mengukur tingkat kesehatan bank seperti seperti indikasi aspek capital dan aspek rentabilitas dengan rasio CAR, ROA, dan BOPO juga dapat memberikan pengaruh terhadap rendahnya penyaluran kredit. Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah yang akan dikemukakan adalah bagaimana pengaruh dana pihak ketiga, tingkat suku bunga SBI, rasio kecukupan modal, rasio kredit bermasalah, rasio profitabilitas, dan rasio efisiensi terhadap penyaluran kredit (LDR) bank umum Indonesia tahun 2005-2010.
2. Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian pendahuluan tersebut diatas maka tujuan yang akan dicapai pada penelitian kali ini yakni untuk mengethui: a) Pengaruh dana pihak ketiga (DPK) terhadap penyaluran kredit (LDR) bank umum di Indonesia tahun 2005-2010. b) Pengaruh tingkat suku bunga SBI terhadap penyaluran kredit (LDR) bank umum di Indonesia tahun 2005-2010. c) Pengaruh rasio kecukupan modal (CAR) terhadap penyaluran kredit (LDR) bank umum di Indonesia tahun 2005-2010. d) Pengaruh rasio kredit bermasalah (NPL) terhadap penyaluran kredit (LDR) bank umum di Indonesia tahun 2005-2010. e) Pengaruh rasio profitabilitas (ROA) terhadap penyaluran kredit (LDR) bank umum di Indonesia tahun 2005-2010; pengaruh rasio efisiensi (BOPO) terhadap penyaluran kredit (LDR) bank umum di Indonesia tahun 2005-2010.
3. Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah explanatory research yaitu jenis penelitian yang bertujuan mengetahui ada tidaknya pengaruh antara dua variable atau lebih. Penelitian ini menjelaskan hubungan variabel satu dengan variable yang lain dengan menggunakan data yang ada. Kemudian hasilnya dapat diintepretasikan (Supranto, 200:190). Jenis data yang digunakan adalah jenis data sekunder yakni data yang sudah ada yang diperoleh dari instansi lain. Data tersebut merupakan data time series dengan menggunakan periode 2005.1 – 2010.5. Adapun sumber data diperoleh dari berbagai edisi Statistik Perbankan Indonesia di Bank Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan menggunakan alat analisis regresi linier berganda. Analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengestimasi pengaruh variabel bebas DPK, tingkat suku bunga SBI, CAR, NPL, ROA, dan BOPO terhadap variabel terikat LDR. Berdasarkan penelitian empiris maka fungsi persamaan untuk menganalisis 243
Sebastiana V dan Faiz Afandi, Analisis Penawaran Kredit Bank Umum
variabel yang mempengaruhi LDR pada fenomena credit crunch di Indonesia tahun 2000.1 – 2010.12 adalah : LDR = f(DPK,SBI,CAR,ROA,NPL,BOPO)
.........................................................
(1)
Kemudian spesifikasi model ekonometrika fungsi tersebut pada persamaan OLS dapat diformulasikan sebagai berikut : LDR = β0+ β1DPK+ β2SBI+ β3
+ β4ROA + β5NPL + β6BOPO + e ................... (2)
Dimana : LDR : Loan to Deposit Ratio (LDR) DPK : Dana Pihak Ketiga SBI : Suku bunga Sertifikat Bank Indonesia CAR : Capital Adequecy Ratio ROA : Return On Aset NPL : Non Performing Loan BOPO : Rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional β0 : Konstanta β1, β2, β3, β4, β5, β6 : Koefisien regresi e : Error term Uji Statistik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu uji Serempak (Uji F), digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel-variabel bebas secara serempak (simultan) terhadap variabel terikat. Uji Parsial (Uji t), uji t, digunakan untuk mengetahui apakah secara parsial atau individu variabel bebas mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat. Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui persentase perubahan variabel terikat (Y) yang disebabkan oleh variabel bebas (X). Asumsi Klasik, yang meliputi uji Multikolinearitas, uji autokorelasi dan uji heteroskedastisitas, Sedangkan uji Normalitas, yakni dengan menggunakan uji Jarque-Berra yakni mangasumsikan bahwa distribusi probabilitas dari variabel gangguan memiliki rata-rata yang diharapkan yakni sama dengan nol, tidak berkorelasi dan mempunyai varian konstan.
4. Hasil Analisis dan Pembahasan 4.1. Analisis Statistik deskriptif Analisis statistik deskriptif memberikan informasi gambaran umum mengenai data pada penelitian ini. Data yang digunakan adalah data bulanan dari tahun 2005.1 – 2010.5 dengan jumlah observasi berjumlah 65. Hasil perhitungan statistik deskriptif variabel penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.
244
Jurnal ISEI, Volume 2 Nomor 2, Oktober 2012
Tabel 1 : Statistik Deskriptif Variabel Penelitian
Sumber : data sekunder diolah, 2012 Berdasarkan tabel 1 menunjukkan nilai rata-rata DPK sebesar Rp 1.435.665 Miliar dengan nilai terendah sebesar Rp 948.832 Miliar dan nilai tertinggi sebesar Rp 2.013.216 miliar. Sejalan dengan besarnya nilai DPK maka potensi penyaluran kredit (PK) juga semakin besar. Nilai rata-rata penyaluran kredit sebesar Rp 984.782 Miliar dengan nilai terendah Rp 555.596 Miliar dan nilai tertinggi sebesar Rp 1.531.556 Miliar. Nilai LDR tertinggi dapat melebihi ketentuan Bank Indonesia sebesar 79,02% dan nilai terendah sebesar 49,5%, namun rata-rata nilai LDR masih jauh di bawah ketentuan Bank Indonesia sebesar 65,73%. Rata-rata nilai LDR yang masih rendah menunjukkan bank umum masih belum optimal menyalurkan dana sebagai kredit. Suku bunga SBI mempunyai rata-rata sebesar 8,9% dengan nilai tertinggi 12,75% dan nilai terendah sebesar 6,2%. Rata-rata nilai CAR di atas ketentuan Bank Indonesia sebesar 19,6% dengan nilai tertinggi sebesar 23,02% dan nilai terendah sebesar 16,7%. Nilai CAR yang tinggi menunjukkan masih kuatnya ketahanan modal bank umum. Rata-rata rasio NPL melebihi ketentuan Bank Indonesia sebesar 5,34% yang seharusnya batas maksimal yang ditentukan sebesar 5%. Hal ini menunjukkan bank umum masih mengalami kredit bermasalah pada kegiatan penyaluran kredit. Rasio NPL tertinggi sebesar 8,42% dan terendah sebesar 3,17%. Nilai rata-rata ROA sebesar 2,71% dengan nilai tertinggi 3,52% dan nilai terendah sebesar 1,27%. Nilai ROA tersebut menunjukkan bahwa bank umum masih dapat memperoleh keuntungan dalam beroperasi. Rata-rata rasio BOPO sebesar 88,67% dengan nilai tertinggi 123,26% dan nilai terendah sebesar 75%. 4.2. Analisis Regresi Linier Berganda (OLS) Jenis penelitian ini adalah explanatory research yaitu jenis penelitian yang bertujuan mengetahui ada tidaknya pengaruh antara dua variabel atau lebih.Penelitian ini menjelaskan hubungan variabel satu dengan variabel yang lain dengan menggunakan data, kemudian hasilnya dapat diintepretasikan. Analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengestimasi variabel-variabel tersebut (Supranto, 200:190). Data yang digunakan bersumber dari Statistik Perbankan Indonesia (SPI) dan Statistik Ekonomi Moneter Indonesia (SEMI) bulanan mulai periode tahun 2005.1 – 2010.5. Analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengestimasi pengaruh variabel DPK, CAR, NPL, 245
Sebastiana V dan Faiz Afandi, Analisis Penawaran Kredit Bank Umum
Suku Bunga SBI , ROA, dan rasio BOPO terhadap LDR. Adapun hasil persamaan regresi yang didapat adalah sebagai berikut : LDR = 40.14418 + 2.33E-05DPK + 1.646177SBI + 0.341321CAR - 1.710943NPL 2.921729ROA - 0.137583BOPO + e Hasil estimasi model regresi linier berganda dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 : Hasil Estimasi Model Regresi Linier Berganda
Sumber : data sekunder diolah, 2012 Keterangan hasil estimasi model regresi linier berganda : a) Nilai konstanta (C) sebesar 4.014.418 artinya adalah ketika variabel DPK, CAR, NPL, suku bunga SBI, ROA, dan BOPO sama dengan nol maka LDR adalah sebesar 4.014.418. b) Variabel DPK mempunyai koefisien regresi sebesar 2.33E-05 menunjukkan pengaruh positif artinya apabila DPK mengalami peningkatan sebesar 1% sedangkan variabelvariabel bebas lainnya dianggap tetap maka akan menyebabkan LDR akan meningkat sebesar 2.33E-05. c) Variabel suku bunga SBI mempunyai koefisien regresi sebesar 1.646.177 menunjukkan pengaruh positif artinya apabila variabel suku bunga SBI mengalami peningkatan sebesar 1% sedangkan variabel-variabel bebas lainnya dianggap tetap maka akan menyebabkan LDR akan meningkat sebesar 1.646.177. d) Variabel CAR mempunyai koefisien regresi sebesar 0.341321 menunjukkan pengaruh positif artinya apabila CAR mengalami peningkatan sebesar 1% sedangkan variabelvariabel bebas lainnya dianggap tetap maka akan menyebabkan LDR akan meningkat sebesar 0.341321.
246
Jurnal ISEI, Volume 2 Nomor 2, Oktober 2012
e) Variabel NPL mempunyai koefisien regresi sebesar -1.710.943 menunjukkan pengaruh negatif artinya apabila NPL mengalami peningkatan sebesar 1% sedangkan variabel-variabel bebas lainnya dianggap tetap maka akan menyebabkan LDR akan menurun sebesar 1.710.943. f) Variabel ROA mempunyai koefisien regresi sebesar -2.921.729 menunjukkan pengaruh negatif artinya apabila ROA mengalami peningkatan sebesar 1% sedangkan variabel-variabel bebas lainnya dianggap tetap maka akan menyebabkan LDR akan menurun sebesar 2.921.729. g) Variabel BOPO mempunyai koefisien regresi sebesar -0.137583 menunjukkan pengaruh negatif artinya apabila BOPO mengalami peningkatan sebesar 1% sedangkan variabel-variabel bebas lainnya dianggap tetap maka akan menyebabkan LDR akan menurun sebesar 0.137583. 4.3 Hasil Uji Statistik a. Uji F (F-test) Uji F digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel-variabel bebas secara serempak (simultan) terhadap variabel terikat. Uji ini untuk mengetahui pengaruh secara bersama-sama variabel DPK, suku bunga SBI, CAR, NPL, ROA, dan BOPO terhadap LDR dengan membandingkan nilai probabilitas F-hitung dengan level signifikansi (α=1%). Apabila probabilitas F-hitung lebih kecil dari tingkat signifikan maka variabel bebas secara bersamasama berpengaruh signifikansi terhadap variabel terikat. Apabila probabilitas F-hitung lebih besar dari tingkat signifikansi maka variabel bebas secara bersama-sama tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai F-hitung sebesar 99.97706 dan probabilitas F-hitung sebesar 0.000000, maka dapat diperoleh hasil probabilitas F-hitung < α (0.000000 < 0,01) yang berarti bahwa variabel bebas DPK, suku bunga SBI, CAR, NPL, ROA, dan BOPO secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat LDR. b. Uji t (t-test) Uji t mempunyai tujuan untuk mengetahui pengaruh secara parsial dari variabel bebas DPK, CAR, NPL, suku bunga SBI, ROA, dan BOPO terhadap variabel terikat LDR. Perhitungan dengan membandingkan nilai probabilitas t dengan tingkat signifikansi (α = 1%). Apabila nilai probability value t kurang dari tingkat signifikansi maka variabel bebas berpengaruh signifikan terhadap variable terikat, dan sebaliknya apabila nilai probability value t lebih dari tingkat signifikansi maka variabel bebas tidak berpengaruh signifikan terhadap variable terikat. Pengujian secara parsial variabel DPK, CAR, NPL, suku bunga SBI, ROA, dan BOPO dengan melihat pada Tabel 2 adalah sebagai berikut : 1) Nilai t-hitung DPK sebesar 1.127.065 dengan probabilitas t-hitung sebesar 0,0000. Probabilitas t-hitung < α (0,0000 < 0,01) yang berarti variabel DPK berpengaruh signifikan dan positif terhadap variabel terikat LDR. 2) Nilai t-hitung SBI sebesar 6.261.469 dengan probabilitas t-hitung sebesar 0.0000. Probabilitas t-hitung < α (0.0000 < 0,01) yang berarti variabel suku bunga SBI berpengaruh signifikan dan positif terhadap variabel terikat LDR. 247
Sebastiana V dan Faiz Afandi, Analisis Penawaran Kredit Bank Umum
3) Nilai t-hitung CAR sebesar 0.976485 dengan probabilitas t-hitung sebesar 0.3329. Probabilitas t-hitung > α (0.3329 > 0,01) yang berarti variabel CAR tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat LDR. 4) Nilai t-hitung NPL sebesar -4.552.521 dengan probabilitas t-hitung sebesar 0.0000. probabilitas t-hitung < α (0.0000 < 0,01) yang berarti variabel NPL berpengaruh signifikan dan negatif terhadap variabel terikat LDR. 5) Nilai t-hitung ROA sebesar -1.946.831 dengan probabilitas t-hitung sebesar 0.0564. Probabilitas t-hitung > α (0.0564 > 0,01) yang berarti variabel ROA tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat LDR. 6) Nilai t-hitung BOPO sebesar -2.113.785 dengan probabilitas t-hitung sebesar 0.0388. Probabilitas t-hitung > α (0.0388 > 0,01) yang berarti variabel BOPO tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat LDR. c. Koefisien Determinasi Berganda ( R2) Koefisien determinasi berganda ( R2) adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui kemampuan variabel-variabel bebas dalam terhadap variable terikat LDR. Melihat lampiran B nilai ,koefisien determinasi berganda (R2) yang dihasilkan sebesar 0.911836 atau 91,18%. Artinya variasi perubahan nilai LDR ditentukan oleh variabel DPK, suku bunga SBI, CAR, NPL, ROA, dan BOPO sebesar 91,18% sedangkan sisanya 8,82% dipengaruhi oleh faktor lain selain variabel-variabel bebas terssebut.
4.4 Hasil Uji Asumsi Klasik a) Uji Multikolinieritas Deteksi multikolinearitas dapat dilakukan dengan melihat nilai koefisien korelasi antar variabel bebas. Apabila koefisien korelasi nilainya ≥ 0,8 maka diduga ada gejala multikolinearitas dalam model. Tabel 3 merupakan hasil perhitungan koefisien korelasi setiap variabel. Model regresi ini bebas indikasi multikolinearitas karena perhitungan menunjukkan korelasi parsial antar variable bebas < 0,8. Nilai paling tinggi sebesar 0,767561 masih berada di bawah 0,8.
248
Jurnal ISEI, Volume 2 Nomor 2, Oktober 2012
Tabel 3 : Hasil perhitungan koefisien korelasi variabel
Sumber : data sekunder diolah, 2012
b. Uji Autokorelasi Untuk mengetahui model terkena autokorelasi atau tidak dapat dilakukan perbandingan nilai probabilitas chi Square dengan tingkat signifikan. Apabila nilai probabilitas chi square lebih besar dari tingkat signifikansi maka model tidak terkena autokorelasi dan sebaliknya apabila probabilitas chi square kurang dari tingkat signifikansi maka model terkena autokorelasi. Uji autokorelasi dalam penelitian ini dengan menggunakan uji Breusch Godfrey Serial Correlation LM Test yang dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. : Hasil Uji Autokorelasi
Obs*R-squared 36.44499 Probability 0.000000 Sumber : data sekunder diolah, 2012 Hasil perhitungan pada Tabel 4. menunjukkan nilai probabilitas chi square sebesar 0,000000. Probabilitas chi square < α (0,00000 < 0,01) yang berarti model terkena gejala autokorelasi. Penyembuhan gejala autokorelasi dilakukan dengan mengestimasi model empiris pada uji Newey-West. Hasil estimasi menunjukkan nilai koefisien semua variabel tetap seperti pada estimasi awal sedangkan hasil estimasi menunjukkan perubahan pada nilai standard errors dan mempengaruhi nilai t-statistik dan probabilitas menjadi berubah dari estimasi awal. Perubahan tersebut tidak mempengaruhi uji t dan uji f yang tetap sama pada estimasi awal dan estimasi setelah melalui uji Newey-West. 249
Sebastiana V dan Faiz Afandi, Analisis Penawaran Kredit Bank Umum
c. Uji Heteroskedastisitas Uji Heteroskedastisitas mempunyai tujuan untuk menguji apakah model empiris terjadi ketidaksamaan varian dalam residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain, jika nilainya tetap maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji white dengan cross term. Pada Tabel 5 dapat dilihat nilai probabilitas chi square > nilai signifikan (α = 1%), 0.033064 > 0,01 yang berarti model empiris tidak terjadi masalah heteroskedastisitas. Tabel 5: Hasil Uji Heteroskedastisitas
d. Uji Normalitas Distribusi probabilitas dari variabel pengganggu memiliki rata-rata sama dengan nol, tidak mempunyai korelasi, dan mempunyai varian konstan. Berdasarkan uji statistik JarqueBera maka dapat dilihat bahwa nilai probability sebesar 0,057371 lebih besar dari nilai tingkat signifikansi α=1% (0,057371 > 0,01) berarti residual hasil regresi mempunyai distribusi normal. Gambar 1 menunjukkan hasil perhitungan uji normalitas.
Gambar 1: Hasil Uji Histogram Normalitas Test
250
Jurnal ISEI, Volume 2 Nomor 2, Oktober 2012
4.5 Pembahasan Hasil Penelitian Perkembangan penyaluran kredit setiap tahun memang mengalami pertumbuhan positif mulai tahun 2000 khususnya pada pengamatan tahun 2005 – 2010. Hal ini didukung dengan perkembangan DPK yang mempunyai tren positif pula setiap tahun pada periode pengamatan tahun 2005 – 2010. Peluang DPK dalam jumlah besar yang tersimpan dalam perbankan merupakan bentuk kapasitas kredit yang siap disalurkan sebagai kredit. Apabila diamati lebih jauh jumlah DPK yang besar tersebut masih belum optimal terdistribusi dalam penyaluran kredit. Terlihat jelas kondisi rata-rata LDR sebesar 65.73% yang belum mencapai standar yang ditentukan oleh Bank Indonesia sebesar 78% - 100, meskipun hanya pada periode tertentu pernah mencapai batas 78% yaitu pada 2008.8 sebesar 79,02% dan pada 2010.8 sebesar 78,01%. Pencapaian itu hanya dapat dilaksanakan tidak lebih dari tiga kali pada periode pengamatan tahun 2005 – 2010. Keadaan tersebut berawal dengan adanya fenomena credit crunch yang terjadi pada masa krisis tahun 1997 – 1998 dan setelahnya. Perbankan enggan menyalurkan dana dalam bentuk kredit kepada sektor riil. Keadaan tersebut dipicu permasalahan eksternal dengan bergejolaknya nilai tukar dan tingkat suku bunga yang meningkat menimbulkan kredit bermasalah meningkat, tentu mempengaruhi faktor internal perbankan seperti mengikis permasalahan modal dan neraca menjadi tidak seimbang (Agung dkk, 2001:23). Fungsi intermediasi perbankan menjadi terganggu dan tidak berjalan optimal. Pasca program rekapitalisasi ternyata perbankan masih belum optimal dalam penyaluran kredit yang dapat dilihat dari rendahnya nilai LDR dan tidak memenuhi ketentuan Bank Indonesia. Dana lebih cenderung ditempatkan pada portofolio yang kurang berisiko seperti SBI yang jelas bukan merupakan core business perbankan. Penelitian ini dilakukan untuk melihat melihat pengaruh DPK dan tingkat suku bunga SBI terhadap belum optimalnya penyaluran kredit, serta untuk mengetahui pengaruh faktor internal perbankan seperti CAR, NPL, ROA, dan BOPO terhadap belum optimalnya penyaluran kredit. Variabel penyaluran kredit yang belum optimal tersebut dengan menggunakan variabel LDR. Pengaruh secara simultan dengan menggunakan uji F menunjukkan hasil bahwa variabel DPK, suku bunga SBI, CAR, NPL, ROA, dan BOPO secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap LDR. Hasil perhitungan dengan menggunakan aplikasi Eviews 5.0 pada lampiran B menunjukkan nilai probabilitas F-hitung sebesar 0,0000. Perbandingan probabilitas F-hitung dengan tingkat signifikan α = 1% menyatakan bahwa probabilitas F-hitung kurang dari tingkat signifikan (0,0000 < 0,01) yang berarti bahwa variabel bebas DPK, suku bunga SBI, CAR, NPL, ROA, dan BOPO secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap LDR. Pengujian asumsi klasik pada uji multikolinearitas diperoleh dari perhitungan korelasi parsial antar variabel. Dugaan terjadi multikolinearitas apabila nilai korelasi parsial antar variabel bebas ≥ 0,8. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa korelasi parsial antar variabel bebas < 0,8, maka dalam model empiris penelitian ini tidak terdapat multikolinearitas. Uji autokorelasi menunjukkan hasil model empiris pada penelitian mengalami gejala autokorelasi, dugaan tersebut muncul dengan hasil perhitungan yang membandingkan nilai probabilitas chi square kurang dari tingkat signifikan dengan α=1% (0,0000 < 0,01). Gejala autokorelasi disembuhkan dengan mengestimasi model empiris pada NeweyWest dan menghasilkan estimasi baru namun nilai koefisien-koefisien variabel sama dengan nilai koefisien estimasi sebelumnya. Uji heteroskedastisitas dalam penelitian diperoleh nilai 251
Sebastiana V dan Faiz Afandi, Analisis Penawaran Kredit Bank Umum
probabilitas chi square lebih dari tingkat signifikan dengan α=1% (0,033064 > 0,01) maka model dalam penelitian ini bebas dari gejala heteroskedastisitas. Uji normalitas menunjukkan residual hasil regresi mempunyai distribusi normal. Berdasarkan uji statistik Jarque-Bera maka dapat dilihat bahwa nilai probability sebesar 0,057371 lebih besar dari nilai tingkat signifikan dengan α=1% (0,057371 > 0,01). Pengujian variabel DPK, suku bunga SBI, CAR, NPL, ROA, dan BOPO secara parsial dengan menggunakan uji t. Hasil perhitungan dapat dilihat pada lampiran B. Variabel bebas yang mempunyai nilai probabilitas t-hitung kurang dari tingkat signifikan (α=1%) adalah variabel yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel terikat LDR, dan sebaliknya apabila variabel bebas yang mempunyai nilai probabilitas t-hitung lebih dari tingkat signifikan (α=1%) adalah variabel yang tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat LDR. Variabel-variabel bebas yang berpengaruh signifikan adalah variabel DPK, suku bunga SBI, dan NPL. Nilai probabilitas t variabel-variabel tersebut kurang dari tingkat signifikan (α=1%) yakni sebesar (0,0000 < 0,01), (0,0000 < 0,01), (0,0000 < 0,01). Variabelvariabel bebas yang tidak berpengaruh signifikan adalah variabel CAR, ROA, dan BOPO. Nilai probabilitas t-hitung variabel-variabel tersebut lebih dari tingkat signifikan (α=1%) yakni sebesar (0.3329 > 0,01), (0.0564 > 0,01), (0.0388 > 0,01). Hasil pengujian statistik diperoleh nilai koefisien determinasi berganda (R2) sebesar 91,18% yang berarti bahwa variasi atau presentase perubahan nilai LDR dipengaruhi oleh variabel DPK, suku bunga SBI, CAR, NPL, ROA, dan BOPO sebesar 91,18% dan sisa 8,82% dipengaruhi oleh faktor lain. a) Pengaruh DPK terhadap LDR Dana Pihak Ketiga (DPK) mempunyai hubungan yang positif dan signifikan terhadap nilai LDR yang berarti bahwa semakin besar DPK maka akan meningkatkan nilai LDR. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal yang menyatakan DPK berpengaruh positif terhadap LDR. Dana Pihak Ketiga yang berhasil dihimpun oleh bank umum dapat dijadikan sebagai kapasitas kredit (lending capacity). Hasil analisis dalam penelitian ini sama sesuai dengan teori bahwa semakin tinggi DPK maka semakin tinggi pula penyaluran kredit dan naiknya nilai LDR. Hasil estimasi sesuai dengan penelitian terdahulu yaitu penelitian yang dilakukan oleh Agung dkk (2001), Pratama (2010), Harmanta dan Ekananda (2005), Zulverdi dkk (2004), dan Zainury dkk (2002) yang menyatakan DPK berpengaruh positif terhadap penyaluran kredit. b) Pengaruh Suku Bunga SBI terhadap LDR Suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) mempunyai hubungan positif terhadap LDR yang berarti bahwa semakin tinggi tingkat suku bunga SBI maka akan meningkatkan nilai LDR. Hasil analisis juga menyatakan bahwa tingkat suku bunga SBI berpengaruh signifikan terhadap LDR. Hipotesis awal yang menyebutkan bahwa suku bunga SBI berpengaruh negatif terhadap LDR ternyata tidak terbukti. Teori yang menyatakan tingkat suku bunga SBI semakin tinggi akan mengakibatkan turunnya LDR ternyata tidak sesuai dengan hasil penelitian kali ini. Hasil analisis dalam penelitiann ini sejalan dengan penelitian terdahulu yaitu penelitian yang dilakukan oleh Pratama (2010) yang menyatakan suku bunga SBI berpengaruh positif terhadap penyaluran kredit, dan berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Harmanta dan Ekananda (2005) yang menyatakan tingkat suku bunga SBI berpengaruh negatif terhadap LDR.
252
Jurnal ISEI, Volume 2 Nomor 2, Oktober 2012
Fenomena credit crunch yang terjadi pasca krisis ekonomi tahun 1997 mengakibatkan dana-dana perbankan banyak tidak tersalurkan kepada sektor riil sebagai kredit. Hal ini terjadi karena ketakutan perbankan pada debitur yang gagal bayar dan mengakibatkan tingginya angka NPL. Tingginya angka NPL pada saat itu terpaksa menggerus modal perbankan dan akhirnya banyak bank yang dilikuidasi. Prinsip kehati-hatian perbankan menjadi sangat prudent dengan mengurangi jumlah kredit kepada masyarakat, namun perbankan tetap terpaksa untuk memenuhi biaya operasional dan biaya kredit, sehingga perbankan harus mendapatkan sumber penghasilan baru untuk memenuhi kewajibannya. Dana perbankan yang seharusnya dikucurkan sebagai kredit akhirnya disimpan dalam bentuk SBI yang dirasa aman dan tetap memberikan sumber pendapatan bagi perbankan. Terbukti nilai LDR menunjukkan angka yang sangat kecil pada masa setelah krisis. Penelitian yang dilakukan Harmanta dan Ekananda (2005) mendukung fenomena adanya credit crunch dengan hasil pengaruh negatif suku bunga SBI terhadap penyaluran kredit. Hal ini menandai bahwa semakin tinggi tingkat suku bunga SBI maka perbankan cenderung menaruh dana mereka dalam bentuk SBI dan mengurangi jumlah kreditnya. Perbandingan penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Pratama (2010) dengan periode tahun 2005-2010 menunjukkan hasil yang berbeda dibandingkan dengan penelitian Harmanta dan Ekananda (2005) dengan menggunakan periode 1997-2004. Hasil penelitian Pratama (2010) menunjukkan tingkat suku bunga SBI berpengaruh positif terhadap penyaluran kredit. Tingkat suku bunga SBI yang semakin tinggi ternyata memacu penyaluran kredit semakin tinggi pula. Adapun penelitian kali ini adalah mempunyai hipotesis tingkat suku bunga SBI berpengaruh negatif terhadap LDR. Hipotesis ini dikemukakan karena asumsi yang digunakan adalah fenomena credit crunch yang ditandai dengan rendahnya nilai LDR di bawah ketentuan minimum Bank Indonesia. Hasil ananlisis pada periode 2005-2010 ternyata menunjukkan hasil suku bunga SBI berpengaruh positif terhadap LDR dan sama dengan hasil penelitian Pratama (2010). Seiring dengan selalu tumbuh positif nilai LDR sepanjang tahun 2005-2010 pada fenomena empiris ternyata membuat suku bunga SBI berpengaruh positif pula terhadap LDR. Semakin tinggi suku bunga SBI ternyata memacu penyaluran kredit dan meningkatkan nilai LDR. Suku bunga SBI yang tinggi ternyata dapat merangsang minat masyarakat untuk untuk menyimpan dana mereka dalam perbankan, sehingga DPK menjadi naik karena tingkat suku bunga deposito juga menjadi tinggi. Kondisi DPK yang tinggi menciptakan sejumlah kapasitas kredit yang besar pula. Dampak pengaruh positif DPK terhadap LDR pada Pembahasan 4.3.1 ternyata dapat memacu pertumbuhan kredit menjadi meningkat. Tingkat suku bunga SBI memang dapat memberikan pengaruh pada penentuan suku bunga deposito dan suku bunga kredit. Sesuai dengan teori penawaran barang dimana biaya kredit adalah harga dan penyaluran kredit adalah jumlah barang yang ditawarkan pada kurva penawaran. Tingkat suku bunga SBI yang tinggi dapat mempengaruhi naiknya suku bunga deposito dan suku bunga kredit. Tingginya suku bunga kredit dapat meningkatkan penyaluran kredit dan akhirnya dapat meningkatkan LDR.
253
Sebastiana V dan Faiz Afandi, Analisis Penawaran Kredit Bank Umum
c) Pengaruh CAR terhadap LDR Capital Adequecy Ratio (CAR) mempunyai pengaruh positif terhadap LDR. Hasil analisis ini menyatakan CAR berhubungan positif dengan LDR sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Agung dkk (2001) yang menyatakan rasio modal terhadap aset berpengaruh positif terhadap penawaran kredit. Analisis ini berbeda dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Pratama (2010) yang menyatakan CAR berpengaruh negatif dengan penawaran kredit. Hasil analisis kali ini sesuai dengan konsep hubungan CAR terhadap LDR yang menyatakan hubungan positif CAR terhadap LDR. Kondisi CAR pasca krisis tahun 1997 mengalami perbaikan karena adanya program rekapitalisasi perbankan nasional oleh pemerintah. Krisis 1997 membuat perbankan yang tergerus modal minimumnya karena tingginya angka NPL. Setelah program rekapitalisasi maka kondisi CAR perbankan nasional menjadi pulih kembali dengan nilai rata-rata 20%. Bank cenderung lebih percaya diri ketika mempunyai tingkat modal minimum yang tinggi, dan dapat memberikan sinyal positif pada berbagai pihak khususnya pada nasabah untuk menyimpan dana mereka dalam bank. Kondisi demikian dapat memberikan peluang yang besar dalam penyaluran kredit dan dapat meningkatkan nilai LDR. d) Pengaruh NPL terhadap LDR Hasil analisis penelitian ini adalah Rasio Non Performing Loan (NPL) mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap LDR. Penelitian pada variabel ini sesuai dengan konsep hubungan NPL berpengaruh negatif terhadap LDR. Analisis pengaruh rasio NPL terhadap LDR sejalan dengan penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh Agung dkk (2001), Pratama (2010), Harmanta dan Ekananda (2005), Zulverdi dkk (2004) yang menyatakan rasio NPL berhubungan negatif dan signifikan terhadap penyaluran kredit. Analsis penelitian berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Zainuri dkk (2002) yang menyatakan rasio NPL memiliki hubungan positif dan signifikan. Secara umum pada saat dan pasca krisis ekonomi tahun 1997 pada setiap penelitian menyatakan bahwa pengaruh NPL berpengaruh negatif terhadap penyaluran kredit dan LDR. Angka NPL yang tinggi maka akan menurunkan kredit yang ditawarkan dan menurunkan nilai LDR, sedangkan nilai NPL yang rendah akan meningkatkan penyaluran kredit dan LDR. Tahun 2000 terbukti dengan nilai NPL yang tinggi sebesar 20,09% mengakibatkan turunnya jumlah kredit yang disalurkan dan nilai LDR. perbankan masih takut menyalurkan kredit karena risiko gagal bayar debitur masih tinggi. Tahun 2005 nilai NPL sebesar 7,56% dan cenderung turun sampai tahun 2010 sebesar 2,56%. Seiring dengan penurunan NPL maka jumlah kredit yang ditawarkan naik dan nilai LDR juga naik. e) Pengaruh ROA terhadap LDR Berdasarkan hasil analisis dalam penelitian ini maka diperoleh informasi bahwa rasio ROA berpengaruh negatif terhadap LDR, hasil tersebut tidak sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa rasio ROA berpengaruh positif dengan LDR. Konsep hubungan ROA terhadap LDR menyatakan ROA berpengaruh positif ternyata tidak sesuai dengan hasil analisis penelitian ini. Fenomena tersebut terjadi karena berawal dari tingginya nilai NPL (Sipahutar, 2007:56). Ketika nilai NPL merangkak naik maka nilai ROA menjadi menurun, hal ini terjadi karena perbankan rela mengurangi laba demi biaya kredit macet dan biaya penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP). Nilai ROA masih berada di atas ketentuan minimal 254
Jurnal ISEI, Volume 2 Nomor 2, Oktober 2012
Bank Indonesia sebesar 1,5%. Nilai DPK yang cenderung naik dan mempengaruhi kenaikan penyaluran kredit dan LDR namun nilai ROA cenderung stagnan atau kadang menurun pada saat NPL naik, sehingga nilai ROA berpengaruh negatif terhadap dan LDR. f) Pengaruh BOPO terhadap LDR Hasil analisis BOPO berpengaruh negatif terhadap LDR sesuai dengan konsep hubungan BOPO yang berpengaruh negatif terhadap LDR. Rasio BOPO adalah untuk menilai sejauh mana tingkat efisiensi perbankan. Semakin tinggi rasio BOPO maka tingkat efisiensi perbankan menjadi rendah dan sebaliknya. Secara umum rasio BOPO di atas angka 80% sedangkan bank dikatakan sehat harus mempunyai tingkat efisiensi atau rasio BOPO maksimal 80% (Rivai dkk, 2007). Tingginya nilai rasio BOPO menunjukkan besarnya beban operasional atau kecilnya pendapatan operasional. Persoalan kredit bermasalah atau tingginya nilai NPL mempengaruhi nilai NPL menjadi tinggi pula. Pendapatan dari kredit yang seharusnya diterima perbankan tidak jadi diterima secara optimal karena adanya risiko gagal bayar debitur yang tercermin pada setiap nilai NPL yang tinggi.
5. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan, maka dapat dirumuskan beberapa kesimpulan sebagai berikut : a) Dana Pihak Ketiga (DPK) berpengaruh signifikan dan mempunyai hubungan positif terhadap LDR. Apabila DPK mengalami kenaikan maka LDR juga akan mengalami kenaikan. Penelitian pada variabel ini sejalan dengan semua penelitian-penelitian terdahulu. b) Suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) berpengaruh signifikan dan mempunyai hubungan yang positif terhadap LDR. Apabila suku bunga SB mengalami kenaikan maka akan mempengaruhi kenaikan LDR. Hal ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Pratama (2010). c) Capital Adequecy Ratio (CAR) tidak berpengaruh signifikan dan mempunyai hubungan yang positif terhadap LDR. Apabila CAR mengalami kenaikan maka akan mempengaruhi kenaikan LDR. Analisis dalam penelitian sama dengan penelitian terdahulu oleh Juda Agung dkk (2001) yang menyatakan rasio modal terhadap aset berpengaruh positif terhadap penawaran kredit. d) Rasio Non Performing Loan (NPL) berpengaruh signifikan dan mempunyai hubungan negatif dengan LDR. Apabila rasio NPL mengalami kenaikan maka akan menurunkan LDR. Penelitian pada variabel ini sejalan dengan semua penelitian-penelitian terdahulu kecuali penelitian yang dilakukan oleh Zainuri dkk (2002). e) Rasio Return on Assets (ROA) tidak berpengaruh signifikan dan mempunyai hubungan negatif dengan LDR artinya semakin tinggi rasio ROA maka akan menurunkan LDR. f) Rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) tidak berpengaruh signifikan dan mempunyai hubungan negatif dengan LDR artinya semakin tinggi rasio BOPO maka akan menurunkan LDR. 255
Sebastiana V dan Faiz Afandi, Analisis Penawaran Kredit Bank Umum
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian ini, maka dapat saran sebagai implikasi kebijakan : a) Bank Indonesia selaku otoritas moneter di Indonesia hendaknya meningkatkan tugas pengawasan terhadap bank-bank umum di Indonesia demi menjaga kelangsungan hidup bank umum dan kepercayaan masyarakat. Bank Indonesia bisa lebih tegas terhadap ketentuan-ketentuan yang diberlakukan kepada bank umum seperti tetap memberlakukan standar minimal CAR sebesar 8%, standar maksimal rasio NPL sebesar 5%, dan standar LDR berkisar 78% - 100% pada saat ini. Mengawasi ketentuan kehati-hatian bank umum dalam menjalankan usahanya, kegiatan ini dilakukan dengan cara selalu meminta laporan keuangan untuk mengawasi kinerja bank umum yang salah satunya adalah memantau perkembangan rasio ROA dan rasio BOPO bank umum. Seiring membaik berkembangnya nilai DPK dan penyaluran kredit yang semakin meningkat setiap waktu dan nilai LDR yang semakin naik meskipun belum mencapai 78%. Bank Indonesia bisa membuat ketentuan yang berisi mewajibkan bank umum menyalurkan kredit dengan batas minimal LDR sebesar 78%. Apabila bank umum tidak bisa optimal dalam penyaluran kredit dengan nilai LDR di bawah 78% maka Bank Indonesia dapat memberikan sanksi yang masuk di dalam ketentuan tersebut. b) Sejalan dengan tumbuhnya DPK dan penyaluran kredit setelah krisis, pemerintah hendaknya tidak lengah atas keberhasilan upaya restrukturisasi perbankan di Indonesia yang mengalami pemulihan dan berjalan ke arah yang lebih baik sampai saat ini. Pemerintah hendahnya masih dan akan selalu menjamin kewajiban bank umum atau simpanan masyarakat secara menyeluruh demi menjaga kepercayaan masyarakat. Hal ini dilakukan agar masyarakat dapat menaruh dana ke sistem perbankan. Pemerintah harus dapat menciptakan iklim usaha yang kondusif agar para pengusaha atau debitur dapat menjalankan usaha dengan baik. Usaha yang baik tersebut akan menyebabkan kondisi neraca perusahaan debitur menjadi stabil dan dapat membayar kewajibannya pada perbankan. c) Lembaga bank umum mempunyai fungsi intermediasi dengan core bussines mengumpulkan dana masyarakat sebagai DPK dan mendistribusikan dana tersebut sebagai kredit kepada sektor riil. Lembaga perbankan sebagai lembaga yang usahanya berorientasi profit hendaknya jangan mencari keuntungan melalui penyaluran dana dalam bentuk SBI. Fungsi intermediasi harus dijalankan dengan optimal melaui penyaluran kredit dengan pencapaian LDR sampai 78%. Inovasi dan fasilitas produk perbankan khususnya simpanan perlu ditingkatkan guna menghimpun dana masyarakat dan bisa tetap menjaga kepercayaan masyarakat dengan baik. Tingkat efisiensi bank umum harus ditingkatkan dengan nilai rasio BOPO maksimal 80% demi meningkatkan penyaluran kredit kepada sektor riil.
256
Jurnal ISEI, Volume 2 Nomor 2, Oktober 2012
Daftar Bacaan Afiff, F., Yoso, A., Rosti, S., Lely, S., D., Iwan, M.. 1996. Strategi dan Operasional Bank. Bandung: PT Eresco Agung, Kusmiarso, Pramono, Hutapea, Prasmuko, dan Prastowo. 2001. Credit Crunch di Indonesia Setelah Krisis Fakta, Penyebab dan Implikasi Kebijakan. Jakarta : Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia. Bank Indonesia. 2006. Statistik Perbankan Indonesia. Vol. 5, No. 1, Desember 2006. Jakarta : Bank Indonesia Bank Indonesia. 2008. Statistik Perbankan Indonesia. Vol. 6, No. 1, December 2007. Jakarta : Bank Indonesia Bank Indonesia. 2009. Statistik Perbankan Indonesia. Vol. 7, No. 1, December 2008. Jakarta : Bank Indonesia Bank Indonesia. 2010. Statistik Perbankan Indonesia. Vol. 8, No. 1, December 2009. Jakarta : Bank Indonesia Bank Indonesia. 2011. Statistik Perbankan Indonesia. Vol: 9 No. 1 Desember 2010. ISSN: 2086-2954. Jakarta : Bank Indonesia Bank Indonesia. 1999. Laporan Tahunan 1998/1999. Jakarta : Bank Indonesia Bank Indonesia. 2005. Laporan Tahunan 2005. Jakarta : bank Indonesia Cambazoğlu, B. dan Güneş, S. 2011. Did Credit Crunch cause a Collapse in Private Investment?: Turkey Case. International Journal of Economics and Finance Studies Vol 3, No 2, 2011 ISSN: 1309-8055 Djumena, Erlangga. 2011. BI Tolak Obligasi Rekap Jadi Kredit. Kompas [serial online].http://nasional.kompas.com/read/2011/03/20/1151594/bi.tolak.obli gasi.rekap.jadi.kredit. [20 Maret 2011] Gujarati, D.. 2003. Basic Econometrics. 4th Ed. McGraw-Hill Harmanta dan Ekananda, 2005. Disintermediasi Fungsi Perbankan di Indonesia Pasca Krisis 1997: Faktor Permintaan atau Penawaran Kredit. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Juni 2005 Indroes, F., N. dan Sugiarto.2006.Manajemen Risiko Perbankan. Yogyakarta:Graha Ilmu. 257
Sebastiana V dan Faiz Afandi, Analisis Penawaran Kredit Bank Umum
Manurung, J. dan Haymans M., A., . 2008. Ekonomi Keuangan dan Kebijakan Moneter. Jakarta : Salemba Empat Marsuki. 2005. Analisis Perekonomian Nasional dan Internasional. Jakarta: Mitra Wacana Media Nuryakin dan Warjiyo. 2006. Perilaku Kredit Bank di Indonesia : Kasus Pasar Oligopoli Periode Januari 2001 – Juli 2005. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2006 Pratama, B., A.. 2010. Analisis faktor - faktor yang mempengaruhi Kebijakan penyaluran kredit perbankan (Studi pada Bank Umum di IndonesiaPeriode Tahun 2005 - 2009). Thesis. Universitas Diponegoro Sipahutar, M. A.. 2007. Persoalan-Persoalan Perbankan Indonesia. Jakarta: Gorga Media Soekra, Herlianto M., Amrozy, Susilorini, Lestari Y.S., Padoli, Binhadi, Firmansyah, dan Rasyid.2008. Bangkitnya Perekonomian Asia Timur Satu Dekade setelah Krisis. Jakarta: Bank Indonesia dan PT Elex Media Komputindo Supramono, G.. 2009. Perbankan dan Masalah Kredit. Jakarta: Rineka Cipta. Syarifuddin, F., Ariyanti D., dan Matondang, S., P.. 2007. Peningkatan Akses Sektor Riil Terhadap Sumber Pembiayaan dalam Rangka Percepatan Pertumbuhan Ekonomi. Proceeding Round Table Discussion. Jakarta: Bank Indonesia Rinaldy, E.. 2008. Membaca Neraca Bank. Jakarta : Indonesia Legal Centre Publishing Rosadi, D.. 2010. Analisis Ekonometrka dan Runtun Waktu Terapan dengan R, Aplikasi untuk Bidang Ekonomi, Bisnis, dan Keuangan. Yogyakarta: Andi Offset Wardhono, A.. 2004. Mengenal Ekonometrika Teori dan Aplikasi, edisi pertama. Zainuri; Tatang, A., G.; dan Kamarul I. 2002. Hambatan-hambatan Penyaluran Kredit Perbankan kepada Sektor Riil di Wilayah Kerja Bank Indonesia Jember. Jember: Bank Indonesia Jember dan Universitas Jember Zulverdi, Muttaqin, dan Prastowo. 2004. Fungsi Intermediasi Perbankan dan Fenomena Undisbursed Loan, Faktor Penyebab dan Implikasi Kebijakan. Jakarta : Direktorat Ekonomi dan Kebijakan Ekonomi Bank Indonesia
258