ANALISIS MINAT JAMAAH MASJID TERHADAP PENYAMPAIAN KHUTBAH JUMAT DI KECAMATAN TALAGA JAYA KABUPATEN GORONTALO Erwin Jusuf Thaib, SS.M.Ag. Fakultas Ushuluddin dan Dakwah IAIN Gorontalo
[email protected] Abstrak Khutbah Jumat adalah salah satu ibadah yang ditetapkan oleh syariat Islam yang dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan shalat Jumat. Secara syariat, ibadah dimaksudkan sebagai sarana pengabdian manusia kepada Sang Pencipta, demikian halnya deagan shalat dan khutbah Jumat. Akan tetapi selain untuk memenuhi untutan syariat, khutbah Jumat juga memiliki misi sosial yaitu sebagai media edukasi bagi masyarakat khususnya dalam bidang sosial keagamaan. Namun dalam kenyataannya, banyak pelaksanaan khutbah Jumat yang tidakmenarik minat jamaah untuk mengikutinya. Inilah masalah pokok mengapa khutbah Jumat gagal membawa misi perubahan di masyarakat. Tulisan ini mengemukakan bahwa pelaksanaan khutbah Jumat di masjidmasjid yang ada di Kecamatan Talaga Jaya sudah berjalan baik dan sesuai dengan standar agama, namun masih ada beberapa kekurangan khususnya dalann bidang manajerial kegiatan masjid, termasuk di dalamnya khutbah Jumat, yang belum dikelola secara baik dan butuh perbaikan. Menyangkut minat jamaah untuk mendengarkan penyampaian khutbah Jumat pada umumnya masih sangat besar, akan tetapi kondisi ini juga bersifat relatif dalam pengertian sangat ditentukan oleh para pelaku khutbah seperti khatib, cara penyampaian, serta materi yang diangkat. Sepanjang khatibnya berkualitas maka khutbah akan selalu menarik untuk diikuti, demikian pula sebaliknya. Kata kunci: Khutbah, Jumat, Minat A. Pendahuluan Professor Max Muller dalam salah satu sesi kuliahnya didepan kalangan missionaris di Westminster Abbey pada Desember 1893 mengungkapkan suatu pandangan yang pada dasarnya membagi beberapa agama besar di dunia kepada dua bagian besar yaitu agama dakwah dan agama non dakwah. Yang termasuk agama dakwah adalah agama Kristen, Islam, dan Budha. Adapun agama non dakwah adalah agama Yahudi,
75
Analisis Minat Jamaah Masjid terhadap Penyampaian Khutbah Jumat
Brahma, dan Zoroaster. Lebih lanjut Prof. Muller memberikan batasan tentang apa yang dimaksud dengan agama dakwah yaitu agama yang di dalamnya ada upaya menyebarluaskan kebenaran dan mengajak orang-orang yang belum mempercayainya dianggap sebagai tugas suci oleh para pendirinya dan para penggantinya.1 Ada beberapa hal dari batasan di atas yang tampaknya perlu dikritisi atau perlu penjelasan yang lebih jauh lagi misalnya terkait dengan apa yang dimaksud dengan "kebenaran" serta "golongan yang belum percaya”. Hal ini menjadi penting mengingat bahwa batasan ini lahir dari suatu forum yang ekslusif. Batasan di atas juga perlu ditinjau kembali terkait dengan relevansinya dengan keadaan sekarang, terutama menyangkut posisi agamaagama modem dalam pembagian di atas. Karna keadaan atau berbagai alasan lain, agama dakwah bisa menjadi agama non dakwah, demikian juga sebaliknya. Kondisi seperti ini, adalah seperti yang terjadi dengan keberadaan agama Yahudi yang telah menjadi agama missi di Amerika. Meskipun demikian batasan ini dapat memberikan gambaran bahwa ada semangat dasar yang melandasi gerakan dakwah di mana saja dan kapan saja. Semangat memperjuangkan kebenaran agama inilah yang tak pernah padam dari jiwa para penganut agama, sehingga kebenaran itu dapat berwujud dalam pikiran, kata-kata, dan perbuatan. Semangat yang tidak menimbulkan rasa puas penganutnya sampai dia berhasil menanamkan nilainilai kebenaran apa yang mereka yakini sebagai kebenaran diterima oleh semua manusia. Semangat memperjuangkan kebenaran agama ini pulalah yang telah merangsang kaum Muslimin untuk menyampaikan ajaran-ajaran Islam kepada penduduk dari setiap negeri yang mereka masuki atau mereka tinggali, karena hal ini merupakan kewajiban agama bagi pemeluknya di mana kegiatan penyebaran agama ini secara teknis dalam Islam disebut dengan tablig arau dakwah Islamiyah.2 Secara jujur harus diakui bahwa hampir setiap agama di dumia memiliki agresivitas ajaran yang meniscayakan pemeluknya untuk menyiarkan kebenaran dan keimanan kepada orang lain.3 Agama Islam memandang setiap pemeluknya sebagai dai bagi dirinya sendiri dan juga bagi orang lain. Hal ini dikarenakan agama Islam tidak menganut keberadaan hirarki religius, dan hal ini konsekwensinya 1
Thomas Walker Arnold, The Preaching of Islam, diterjemahkan oleh H. Nawawi Rambe dengan judul Sejarah Da’wah Islam (Cet. III, Jakarta: Widjaya; 1985) h. 1 2 Sayyid Qutb, Fiqih Dakwah (Jakarta: Pustaka Amani; 1995) h. 164 3 Abd. Rahim Ghozali dalam Audio (Ed.) Atas Nama Agama (Bandung: Pustaka Hidayah; 1998) h. 1
76
http://journal.iaingorontalo.ac.id/indek.php/ma
Erwin Jusuf Thaib
adalah setiap Muslim harus bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri di hadapan Allah swt. Meskipun demikian, karena ajaran Islam bersifat universal serta ditujukan kepada seluruh umat manusia, maka kaum Muslim memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa ajarannya sampai kepada seluruh manusia di sepanjang sejarah dalam hidup dan kehidupannya.4 Bagi orang yang beriman kepada Allah swt, hidup yang diberikan kepada makhluk-Nya adalah anugerah yang harus tetap disyukuri. Hidup dan kehidupan akan tetap dialami oleh setiap individu dalarn masyarakat. Kegagalan dan kesuksesan akan selalu berganti. Krisis berbagai dimensi akan menjadi bunga-bunga kehidupan, baik itu di tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Hal ini menjadi lebih semarak dewasa ini, karena ikut dimeriahkan oleh arus komunikasi massa yang semakin modern dan mengglobal. Bagi kaum beragama khususnya Islam percikan untaian kalimat ajaran Islam, hendaknya menjadi penawar (syifa) untuk mengatasi kegoncangan kehidupan. oleh karena itu, dakwah Islamiyah memiliki peranan yang sangat besar dalam menstabilkan kehidupan masyarakat. Akan tetapi, sebagian da'i atau mubalig tidak berperan sebagaimana mestinya, justru menambah beban dan memperuncing situasi, dengan tablig yang tidak Islami. Tuduhan kafir terhadap sesama Muslim sering terlontar antar sesama mubalig. Atau sering juga ada mubalig yang karena ingin dikagumi, akhirnya hanya berperan sebagai pelawak yang sentuhan nasehatnya hanya masuk ke telinga kanan dan keluar kembali di telinga kiri. Padahal istilah tabligh berarti perkataan yang menyentuh hati dan merangsang pengamalan.5 Dalam Al-Qur'an dengan tegas Allah berfirman: §¯¬¨ <Ój¯ W -Y×SV ×1¯J¦ÁÝ5U ßB¯Û ×1ÈN #ÉXT ×1ÀIÕÀ°ÃTX × \ Artinya: " Dan nasehatilah merekq dan sampaikanlah kepada mereka kalimat yang memberi bekas di hati mereka" (QS. An-Nisa: 63)6 Ayat di atas telah memberikan pedoman dan menjadi prinsip utama tablig yang disampaikan oleh Nabi Muhammad saw bersama para sahabat dan pengikutnya, sehingga Islam dengan cepat berkembang dengan baik ke seluruh penjuru dunia.7 4
Alwi Shihab, Islam Inklusif, Menuju Sikap Terbuka Dalam Beragama (Cet. VI, Bandung: Mizan; 1999) h. 252 5 Mochtar Husein, Tablig Yang Baik (Makassar: Dar Al-Hukama’; 2000) h. 1 6 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Semarang: CV Toha Putra, 1989) h. 70 7 Ulil Amri Syafri, et.al., Da’wah, Mencermati Peluang dan Problematikanya (Jakarta: STID Mohammad Natsir Press; 2007) h. 16 Jurnal Madani, Vol 4. No 1. Juni 2014( ISSN: 2087-8761)
77
Analisis Minat Jamaah Masjid terhadap Penyampaian Khutbah Jumat
Prinsip tablig itu diakui oleh sebagian penulis di Barat, di antaranya Lippinan yang mengatakan: “ Islam digerakkan bukan dengan pedang tapi dengan tutur kata yang bergairah dan keteladanan, akhirnya dapat mencapai wilayah-wilayah di Asia, Afrika, Eropa dan Amerika tanpa mengenal kekuasaan pusat missionaris.”8 Salah satu aspek tablig yang sangat penting dalam dakwah adatah khutbah, khususnya khutbah Jumat. Sudah tidak diragukan lagi bahwa khutbah Jumat sangat penting bagi pembinaan kehidupan beragama dan kemasyarakatan Karena di samping merupakan suatu bentuk ibadah ritual, khutbah Jumat juga berfungsi untuk mencerdaskan umat, meningkatkan pengetahuan dan wawasan keagamaan, serta menjadi sarana dakwah yang efektif dan efisien. Dengan kata lain khutbah merupakan media yang sangat stategis untuk menyampaikan nasihat, gagasan, dan informasi sosial keagamaan, dan untuk menyampaikan ide-ide pembaharuan demi kemajuan umat. Lebih-lebih perkembangan khutbah dewasa ini, dimana kehidupan modern dengan problem-problem kontemporernya kian menuntut agar para khatib dan mubalig mampu menjawab tantangan-tantangan aktual yangdihadapi oleh masyarakat. Masyarakat Islam dewasa ini adalah masyarakat multi nilai. Dalam pengertian bahwa begitu banyak nilai yang masuk ke dalam sistem kehidupan masyarakat melalui perangkat media komunikasi elektronik menyebabkan terdapat begitu banyak pengaruh bagi kehidupan masyarakat.9 Nilai-nilai ini bisa jadi menyebabkan pengaruh yang kurang baik bagi masyarakat. Fakta ini menyebabkan harus bisa dirumuskannya suatu pendekatan dakwah melalui khutbah Jumat yang lebih bisa memberikan jalan yang memungkinkan masyarakat untuk bisa memperoleh kekuatan untuk menyaring dan melawan berbagai pengaruh negatif tersebut. Gambaran masyarakat multi nilai sebagaimana yang dikemukakan di atas dapat ditemukan juga di Kecamatan Talaga Jaya. Kecamatan ini merupakan daerah baru hasil pemekaran dari Kecamatan Telaga yang secara demografis dihuni oleh mayoritas masyarakat yang beragama Islam yang sudah pasti merupakan lahan yang subur bagi gerakan dakwah Islamiyah. Masyarakat di sana meskipun tinggal di pedesaan, namun karena kedekatan letak geografis dengan pusat Kota Gorontalo, sehingga mereka bisa dengan mudah menerima pengaruh modernisasi dari perkotaan. Terlebih lagi hal ini diperkuat dengan telah adanya jaringan televisi kabel yang melayani masyarakat di Kecamatan Talaga Jaya sehingga berbagai nilai yang diterima oleh masyarakat di pedesaan sudah hampir tidak ada bedanya dengan apa 8 9
Mochtar Husein, op.cit. h. 2. M. Munir dan Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah (Jakarta: Kencana; 2006) h.
89
78
http://journal.iaingorontalo.ac.id/indek.php/ma
Erwin Jusuf Thaib
yang diterima masyarakat perkotaan. Kondisi di atas menuntut adanya pendekatan keagamaan yang mampu memperkuat mentalitas masyarakat agar mereka mampu menangkal pengaruh buruk dari nilai-nilai yang diterima masyarakat. Salah satu hal yang bisa diandalkan adalah khutbah Jumat yang secara rutin dilaksanakan setiap minggunya agar pelaksanaan khutbah Jumat itu tidak hanya meqiadi formalitas semata, maka harus diupayakan agar pelaksanaannya bemranfaat. Untuk itulah maka perlu dicarikan jalan agar bagaimana pelaksanaan khutbah Jumat itu efektif sebagai media dakwah.Topik inilah yang menjadi permasalahan utama dalam tulisan ini. B. Khutbah Jumat Sebagai Media Dakwah Upaya penyebaran agama pada dasarnya merupakan satu bagian yang pasti ada dalam kehidupan umat beragama. Dalam ajaran agama Islam, hal ini disebut dengan dakwah, hal ini merupakan suatu kewajiban yang dibebankan oleh agama kepada setiap pemeluknya, setidaknya kewajiban berdakwah ini dilakukan kepada diri sendiri dan keluarga serta kerabat dekat. Dengan demikian, maka dakwah dalam agama Islam mempunyai basis personal yang cukup kuat dalam pribadi setiap pemeluknya.10 Dakwah adalah seruan atau ajakan kepada keinsafan, atau bisa jugadisebut sebagai upaya mengubah suatu situasi kepada situasi yang lebih baik dan sempurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat. Perwujudan dakwah bukan sekadar usaha peningkatan pemahaman keagamaan dalam tingkah laku dan pandangan hidup saja, tetapi menuju sasaran yang lebih luas lagi.11 Salah satu media dakwah yang sudah sering digunakan sejak masa awal Islam adalah khutbah, khususnya khutbah Jumat. Semasa Rasulullah saw masih hidup, beliau senantiasa menjadi khatib dalam berbagai kesempatan, baik itu dalam sholat Id, sholat dua hari raya maupun kesempatan lainnya. Bahkan Rasulullah saw juga mengumumkan perpisahannya dengan umat Islam ketika beliau menjadi khatib wukuf ibadah haji yang disebut dengan Haji Wada.12 Sejak saat itu, khutbah khususnya khutbah Jumat telah menjadi media peayampaian nilai-nilai ajaran Islam kepada masyarakat. Rasulullah saw memupuk keimanan kaum muslimin yang masih muda pada saat itu melalui mimbar khutbah. Hal ini menjadi sangat penting karena dalam Islam, iman dipandang sebagai potensi rohani atau bawaan yang harus 10
Barmawi Umary, Azas-azas Ilmu Dakwah (Solo: Ramadhany; 1987) h. 54 HM Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an (Bandung: Mizan; 1997) h. 194 12 Muhammad Husain Haekal, Hayatu Muhammad (Jakarta: Panjimas; 1987) h. 11
235 Jurnal Madani, Vol 4. No 1. Juni 2014( ISSN: 2087-8761)
79
Analisis Minat Jamaah Masjid terhadap Penyampaian Khutbah Jumat
dikembangkan dan ditingkatkan aktualisasinya dalam bentuk amal saleh sehingga dapat dicapai prestasi rohani dalam hal ini keimanan dalam bentuk takwa. Ibaratrya siswa yang sedang menempuh pendidikan di suatu sekolah, sebenamya mereka telah memiliki potensi yang harus diaktualkan dalam kegiatan-kegiatan belajar. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa khutbah Jumat adalah laksana madrasah ruhaniyah (sekolah pendidikan rohani) bagi kaum muslimin yang dilaksanakan secara rutin setiap hari Jumat.13 Melalui perantaraan mimbar Jumat umat Islam memperoleh pengajaran tentang Islam dari para khatib. Kenyataan ini menunjukkan bahwa khutbah Jumat menjadi salah satu media dakwah yang menyebarkan ajaran ajaran Islam kepada masyarakat. C. Syarat Rukun Khutbah Khutbah Jumat merupakan pidato keagamaan yang termasuk tuntunan ibadah formal kepada Allah swt. Berbeda dengan pidato atau ceramah agama pada umumnya, khutbah diikat oleh syarat dan rukun yang wajib dipenuhi dalam pelaksanaannya. Di samping itu, ditetapkan juga adanya sunah-sunah dan etika khutbah yang perlu diperhatikan guna mencapai kesempurnaannya. Sebagaimana ketentuan yang telah ditrutunkan oleh Nabi Muhanrmad saw. Di dalam praktek khutbah yang sudah dijalankan oleh para khatib sejak dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw sendiri ialah begitu ia naik ke mimbar ia menghadapkan mukanya ke arah jamaah untuk mengucapkan salam lalu duduk. Seketika itu muazin mengumandangkan azan hingga selesai, kemudian khatib berdiri menyampaikan khutbah pertama. Saat khutbah pertama selesai, khatib segera duduk dengan tenang antara dua khutbah, selama kira-kira satu kali bacaan surat Al-Ikhlas. Kemudian khatib berdiri lagi khutbah kedua sampai akhir, dan ditutup dengan doa dan salam.14 Adapun syarat-syarat khutbah Jurnat adatah sebagai berikut: 1. Khutbah dimulai sesudah matahari tergelincir. 2. Khatib harus suci dari hadas dan nqiis. 3. Khatib harus menutup auratnya dengan pakaian yang suci. 4. Tertib, baik rukun-rukun mauput jarak waktu antara dua khutbah dan antara shalat Jumat harus berurutan.15 Sedangkan rukun-rukun khutbah Jumat adalah: 1. Hamdalah mengucapkan puji-pujian kepada Allah swt. 13
Muhaimin, Tema-tema Pokok Dakwah Islamiyah di Tengah Transformasi Sosial (Surabaya: Karya Abditama; 1999) h. 1-2 14 Muhammad Khalil Al-Khathib, Khutbah-khutbah Rasulullah (Jakarta: Darul Falah; 2003) h. viii 15 Ikatan Masjid Indonesia, Serial Khutbah Jumat Edisi No. 72 (Jakarta: IKMI; 1987) h. 35
80
http://journal.iaingorontalo.ac.id/indek.php/ma
Erwin Jusuf Thaib
2. 3. 4. 5. 6.
Mengucapkan syahadatain (dua kalimat syahadat) At-Tasliyah membaca salawat atasNabi Muhammad saw. At-Taushiyah berwasiat takwa dan memberi nasehat. Membaca ayat Al-Qur'an pada salah satu kedua khutbah. Berdoa yaitu mohon petunjuk dan ampunan bagi seluruh orang mukmin 7. Berdiri bila mampu 8. Duduk sejenak di antara dua khutbah.16 Adapun sunah-sunah khutbah meliputi: 1. Khatib memberi salam dengan berdiri menghadap jamaah lalududukdi atas mimbar, 2. Khutbah disampaikan dengan bahasa yang fasih dan sederhana tidak terlalu panjang dan tidak terlalu singkat. 3. Bersuara keras dan jelas. 4. Khatib bersikap tenang tidak terlalu banyak menggerakkan anggota badan. 5. Membaca surat Al-Ikhlas ketika duduk di antara dua khutbah. 6. Khutbah dilakukan di atas mimbar atau podium yang agak tinggi sehingga mudah dilihat oleh parajamaah.17 Keseluruhan rangkaian antara syarat, rukun, dan sunat-sunat khutbah Jumat harus bisa dipenuhi terutama syarat dan rukunnya demi keabsahan darikhutbah Jumat sebagai bagan dari ibadah ritual dalam Islam. Adapun sunah- sunah khutbah, juga seyogianya harus diikuti karena begitulah NabiMuharnmad saw telah mencontohkannya demi menjaga kesakralan darikhutbah Jumat itu sendiri. D. Khutbah Jumat Yang Efektif Kutbah Jumat yang dilaksanakan setiap minggu tentu mengharapkan adanya efektifitas dalam arti akan maurpu memberi hasil yang maksimal kepada para jamaahnya. Khutbah akan dinilai efektif dan berhasil baik apabila bisa rnenggugah perasaan dan mendatangkan kesejukan di hati jamaah, serta memberi inspirasi bagi akal pikiran dan menambah semangat mereka untuk beramal saleh dan menjauhi kemungkaran, sesuai dengan ajaran agama yang dikhutbahkan.18 Untuk membuahkan khutbah yang efektif sebagaimana yang diungkapkan di atas peranan seorang khatib sangat menentukan. Apalagi selain kriteria tersebut, khutbah baru bisa dikatakan efektif bila benar-benar dapat memberi motivasi kepada para jamaah untuk berlomba ke arah 16
Ibid. h. 37 Ibid. 18 Ikatan Masjid Indonesia, op.cit. h. 46 17
Jurnal Madani, Vol 4. No 1. Juni 2014( ISSN: 2087-8761)
81
Analisis Minat Jamaah Masjid terhadap Penyampaian Khutbah Jumat
kebajikaa serta mampu menimbulkan budaya kreatif guna meningkatkan kualitas hidup mereka. Dan selain kredibilitas khatibnya, keefektifan khutbahnya juga akan mudah dicapai apabila didukung dengan teknikteknikyang baik. Misalnya topik dan tema sangat menarik. Bahasa yang digunakan sederhana dan mudah dipahami, sesuai dengan daya tangkap jamaah. Di samping itu, uraian yang disampaikan mencerminkan kepentingan bersama dalam rangka meningkatkan kualitas iman dan takwa serta meningkatkan wawasan keagamaan dan kecerdasan jamaah. Sehingga bisa dirasakan, khutbah tersebut kaya dengan ide-ide yang aktual, nasihat, bimbingan, dan saran yang sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zarnan. Di samping itu agar penyampaian khutbah dapat mencapai efektifitas dan berdaya guna yang tinggi, maka khatib perlu melakukan pendekatan kepada para jamaah sesuai dengan tiggi rendahnya intelektualitas mereka. Misalnya melakukan pendekatan intelektual pada materi khutbah yangdisampaikan, bila tingkat pendidikan dan pengetahuan jamaahnya relatif tinggi. Tapi bila sebaliknya tentu pendekatan perasaan dan emosi kejiwaan justru akan lebih cocok untuk diterapkan. Dan yang perlu diperhatikan sungguh-sungguh oleh khatib, bahwa di hadapan jamaah yang bagaimanapun corak karakter dan tingkat pendidikan atau status sosial mereka, jangan sampai khatib mengesampingkan pendekatan moral. Nilainilai moral dan akhlak harus senantiasa mewarnai uraian materi khutbah, karena pada umumnya seluruh hadirin sudah siap mental untuk menerima bimbingan mental spiritual. Hal lain yang juga harus diperhatikan, bahwa kepada jamaah yang jumlahnya besar, seorang khatib lebih tepat berbicara dengan sasaran perasaan dari pada logika Sebaliknya bila jumlahnya terbatas maka akan lebih efektif bila khatib berbicara dengan sasaran pikiran dari pada perasaan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada prinsipnya khutbah yang efektif ialah khutbah yang memenuhi semua persyaratan syariat dan benar-benar bisa menjadi siraman rohani jamaah, menyejukkan dan menetramkan hati mereka. Dalam hal ini, materi khutbah aspek basyiran wa nadziran, yaitu memberi kabar gembira bagi orang-omng yang berbuat bailk dan mengingatkan betapa berat ancarnan siksa terhadap orang yang berbuat dosa. Materi khutbah juga harus dilengkapi dengan aspek da'iyan wa sirojan, yaitu mengajak ke jalan Allah, dan memberikan keterangan kepada jamaah bahwa yang benar itu adalah benar serta harus diikuti dan yang salah itu adalah salah dan harus ditinggalkan. E. Kriteria Khatib Yang Ideal Ada kecenderungan dari sementara orang yang sengaja berpindahpindah masjid setiap melaksanakan sholat Jumat. Alasannya supaya dia
82
http://journal.iaingorontalo.ac.id/indek.php/ma
Erwin Jusuf Thaib
menemukan khatib yang dianggapnya mampu memberikan nuansa baru dalarn khutbahnya. Lebih dari pada itu, dia juga tidak ingin langkahnya datang dan duduk di masjid itu hanya untuk mengantuk gara-gara khatibnya membosankan dan sama sekali tidak menggairahkan. Untuk menjadi khatib yang ideal ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi yakni: 1. Salam pertama khatib harus mampu menarik simpati jamaah. 2. Khatib harus mtlmpu mempresentasikan dirinya sebagai pribadi yang menarik simpatik dan berwibawa di hadapan jamaah melalui penampilan yang sopan dan rapi. 3. Menyampaikan materi khutbah dengan penuh perasaan dan adanya keterlibatan hati sang khatib terhadap persoalan yang diajukan kepada jamaah sebab hal ini bisa membawa pengaruh kejiwaan yang besar bagi para jamaah. 4. Mampu menyajikan materi khutbah yang menarik, yang dianalisis dengan pendekatan ilmu yang mendalam dengan mengangkat contoh-contoh yang aktual 5. Khatib mampu memperkaya materi dengan anekdot-anekdot seperti kisah-kisah sederhana tentang keteladanan Nabi,sufi, atau tokohtokoh ulama 6. Khatib mampu menyimpulkan inti-inti khutbah melalui poin-poin yang mudah diingat di akhir khutbahnya.19 Dengan berbagai kriteria di atas, maka para khatib dalam penyampaian khutbahnya akan mampu menarik perhatian jamaah sehingga misi penyampaian khutbah Jumat akan mencapai sasarannya. F. Materi Khutbah Salah satu aspek yang sangat menentukan sukses tidaknya pelaksanaan khutbah Jumat adalah materi yang disajikan. Materi yang baik akan menarik minat jamaah masjid untuk memperhatikan apa yang disampaikan oleh khatib. Sebaliknya materi yang tidak menarik akan menimbulkan kebosanan jamaah dan menyebabkan mereka tidak suka mendengarkan khutbah bahkan cenderung mengantuk. Untuk itulah ada beberapa hal yang harus diperhatikanterkait dengan materi khutbah yaitu: l. Topik dan Tema Khutbah Pemilihan topik dan tema khutbah biasanya berkaitan dengan masalah yang tengah hangat di masyarakat, juga situasi di tempat khutbah dilaksanakan dan juga karakteristik jamaah masjid. Dengan mengetahui halhal seperti itu, tema dan materi khutbah dapat dipersiapkan dengan matang dan disesuaikan dengan kebutuhan, dan juga bahan-bahan pun dapat 19
Achmad Suyuti, Jadilah Khatib Yang Kreatif dan Simpatik (Jakarta: Pustaka Amani ; 1995) h. 8-9 Jurnal Madani, Vol 4. No 1. Juni 2014( ISSN: 2087-8761)
83
Analisis Minat Jamaah Masjid terhadap Penyampaian Khutbah Jumat
dipilihkan dari topik pembicaraan masyarakat yang lagi hangat dan segar. Dengan demikian, tema khutbah selalu terfokus pada satu atau dua masalah pokok saja dan yang penting isi, gagasan dan pesan-pesan khutbah mampu menyentuh kebutuhan hati nurani jamaah. Materi khutbah akan sangat menarik bila ia bisa mencerminkan keinginan dan kepentingan jamaah. Untuk itu khatib harus pintar memilih tema dan topik yang tepat. Dan tentunya dibutuhkan juga adanya keluasan wawasan dan latar belakang pengetahuan sang khatib tentang topik yang dipilihnya itu, sekalipun disiplin ilmu yang dikuasainya tentu akan tetap dominan mewarnainya. Seorang ahli fiqih misalnya pasti akan lebih cenderung mengangkat topik yang berorientasi pada hukum dari pada ketauhidan. Hal ini dikarenakan khatib memiliki latar belakang pengetahuan tentang ilmu fiqih. Begitu pula khatib dari kalangan intelektual, tentu akan lebih senang mengaitkan topik dan materikhutbahnya dengan masalah ibadah sosial yang ada relevansinya dengan bidang ilmu yang dikuasainya. Di samping hal-hal di atas, sesungguhnya materi khutbah Jumat sama dengan materi dakwah pada umumnya, yakni seperti apa yang dikemukakan oleh Al-Qur'an yang berkisar pada tiga masalah pokok yaitu aqidah, syariah dan muamalah, serta cocok dengan metode, media, dan obyek yang dituju. Hal ini dimaksudkan agar dapat mencapai efektivitas pelaksanaan khutbah Jumat. Secara lebih spesifik lagi, pemilihan tema dan topik khutbah harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Dalam memilih tema khutbah, maka para khatib harus mengambil tema yang bersifat konsumtif yakni tema khutbah yang disampaikan itu harus betul-betul dirasakan sebagai kebutuhan jamaah yang mendesak. Dengan demikian ada relasi yang menghubungkan antara khatib dan jamaah. Sebagai contoh yang praktis misalnya bila khatib berkhutbah di depan kalangan petani maka sebaiknya tema yang diangkat adalah bagaimana agama berbicara pertanian, etika petani, yang bisa diperkaya dengan contoh-contoh aktual. Hal yang sama bisa diterapkan pada kelompok masyarakat yang lain. b. Tema khutbah harus bersifat "up to date", dalam arti bersifat kekinian. Tema yang sesuai dengan zaman. Hal ini bukan berarti bahwa tema khutbah harus hanyut oleh arus zaman yang terkadang bersifat destruktif akan tetapi harus mampu memberikan landasan moral dan etika terhadap perilaku masyarakat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tema khutbah tidak harus diarahkan untuk melawan perkembangan zaman akan tetapi harus diarahkan agar bagaimana agama mampu memberi arah moral bagi kemajuan zaman ini. c. Tema khutbah haruslah bersifat "sensitive matter". Hal ini berarti bahwa tema khutbah yang diangkat harus dapat membangkitkan gairah dan
84
http://journal.iaingorontalo.ac.id/indek.php/ma
Erwin Jusuf Thaib
semangat bagi para jamaah untuk melaksanakan apa yang disampaikan oleh khatib. Dengan tema khutbah seperti ini, maka diharapkan khutbah Jumat memiliki aspek praktikal yang sangat besar karena dipraktekkan oleh sejumlah besar jamaah yang mengikuti khutbah Jumat. d. Tema khutbah yang diangkat harus bersifat lebih (memiliki nilai tambah) khususnya untuk pengetahuan keagamaan para jamaah. Atau bila tidak, maka sekurang-kurangnya bersifat memberi penyegaran terhadap pengetahuan yang sudah diketahui jamaah, tetapi dengan tambahan informasi yang lebih baru. Dengan demikian khutbah Jumat memiliki nilai edukatif bagi umat Islam setiap minggunya.20 Dengan dukungan topik atau tema khutbah yang sesuai, dan didukung oleh penyampaian khutbah yang sesuai dengan prinsip-prinsip retorika dakwah yang tepat, maka penyampaian khutbah Jumat niscaya akan memiliki pengaruh yang signifikan bagi pembinaan umat Islam. 2. Bobot Materi Khatib yang kurang kreatif cenderung selalu menganggap jamaah itu bodoh dan selalu menganggap mereka tidak bisa tanggap bila disuguhi materi khutbah yang membutuhkan renungan dan pemikiran. Itulah yang selalu dijadikan alasan keengganan dan kemalasan mereka untuk menyusun materi khutbah yang berbobot dan kontekstual. Padahal bobot materi suatu khutbah yang salah satu kriteria untuk meningkatkan kuatitas dau efektifitas khutbah. Secara umum dalam khutbah Jumat hendaknya khatib cukup membawakan ayat-ayat Al-Qur'an dan hadis-hadis yang berisi peringatan, anjuran dan laranga-larangan agama, kemudian diuraikan dengan bahasa yang sederhana sesuai dengan tingkat kecerdasan jamaah dan situasi masyarakatnya, tanpa harus dilengkapi dengan kajian-kajian ilmiah yang mendalam. Namun, meskipun pada asalnya penyampaian khutbah itu sudah dibiasakan sederhana dan singkat saja, tetapi guna mengimbangi perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan taraf keagarnaan yang ada dalam khutbah dapat saja dipertajam dengan gagasan-gagasan atau pemikiran-pemikiran aktual yang berkaitan dengan pemecahan problem kontemporer. Tentu cara ini sangat membutuhkan daya renungan dan kematangan intelektual sang khatib, di samping itu menuntut keseriusan hadirin di dalam rnengikuti khutbah. Namun, asalkan materi yang bermuatan analisis itu dikemas dengan bahasa yang sederhana dan populer sehingga bisa terurai secara jelas, gamblang, dan sistematis, maka isi khutbah tentu akan bisa diterima oleh 20
M. Syafaat Habib, Pedoman Dakwah dan Khutbah (Jakarta: Widjaya; 1992)
h. 101 Jurnal Madani, Vol 4. No 1. Juni 2014( ISSN: 2087-8761)
85
Analisis Minat Jamaah Masjid terhadap Penyampaian Khutbah Jumat
jamaah, mudah dipahami dan enak didengar. Bahkan dengan tehnik-tehnik tertentu khatib dengan materi khutbah kontemporer itu akan mampu membuat khutbahnya mengesankan dan berpengaruh di hati jamaah. 3. Fokus Materi khutbah selain harus diperhatikan pemilihan tema dan judulnya agar sesuai dengan situasi dan kondisi jamaah, juga harus benar benar terfokus. Karena para jamaah sudah pasti menuntut khutbah yang efektif dan efisien, yang padat dan mengenai sasaran, dan bukan khutbah yang panjang dan melantur-lantur, sehingga tidak mengarah kepada satu topik yang jelas. Memang khutbah Jumat itu memiliki persyaratan mutlak yang tidak bisa ditinggalkan dan harus dibacakan oleh khatib yaitu bacaan hamdalah, shalawat Nabi, ayat zuci Al-Qura'an, nasihat, dan doa. Namun tidak berarti masing-masing bacaan rukun itu harus dipanjangkan, tapi bisa dipendekkan atau disederhanakan supaya efisien. Khutbah yang jelas dan mengenai sasaran, bukan berarti harus panjang lebar uraiannya. Bukanlah jaminan, bahwa khutbah yang panjang dan menguraikan berbagai hal secara lengkap, dengan sendirinya menjadi jelas dan dipahami jamaah. Dalam kenyataannya khutbah yang dikategorikan jelas justru khutbah yang sederhana, padat isinya dan terfokus. Semakin fokus materi khutbah, akan semakin memudahkan jamaah untuk menangkap pesan-pesan khutbah tersebut, dan mudah terekam dalam benak mereka. Itulah salah satu cara agar khutbah itu efektif yaitu uraiannya benarbenar terfokus. Semakin terfokus suatu khutbah, semakin mudah dicerna dan cepat mencapai sasaran. Dan untuk mencapai khutbah yang simpeldan terfokus itu, khatib harus mernbatasi kecenderungannya melantur ke manamana. Sebab, sering dijumpai adanya khatib -terutama yang membawakan khutbah tanpa teks- yang kurang kontrol waktu, sehingga kadang-kadang khutbahnya berlangsung selama 30 menit dengan fokus masalah yang tidak jelas, berputar-putar tanpa sasaran. Jika seperti ini yang terjadi, dapat dipastikan khutbah akan terasa hambar. Akibahya, khutbah tidak didengarkan, dan bisa juga ditinggal tidur oleh jamaahnya. Oleh karena itu kalau seorang khatib tidak cukup mampu bicara secara efektif, lebih baik dia membatasi waktu dan tidak perlu memaksakan diri memperpanjang bicara. Karena memang harus dibedakan antara khutbah dan ceramah. Khutbah Jumat, tidak perlu panjang-panjang, bahkan merupakan sunnah Nabi Muhammad saw untuk memendekkan khutbah Jumat. 4. Dialogis Khutbah Jumat akan mencapai hasil seperti yang diharapkan, jika isi
86
http://journal.iaingorontalo.ac.id/indek.php/ma
Erwin Jusuf Thaib
dan pesan-pesan khutbah yang dibawakan oleh khatib tidak menimbulkan dikotomi yang cenderung memisahkan agama dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Khutbah yang materinya sesuai dengan konteks perkembangan dan peduli terhadap problem kontemporer, tentu akan bisa mempertemukan hubungan agama, ilmu, dan teknologi secara harmonis. Hanya yang menjadi persoalan adalah, sejauh mana kemampuan khatib untuk dapat meyakinkan jamaah tentang hakikat keharmonisan hubungan agama, ilmu dan teknologi yang sudah berabad-abad tidak bisa dipertemukan itu. Upaya seperti ini membutuhkan suatu pendekatan khutbah yang benifat dialogis. Pendekatan khutbah yang dialogis, yakni yang bersifat terbuka dan komunikatif merupakan salah satu kebutuhan utama khutbah di era modern ini. Khutbah yang dialogis menuntut cara berkhutbah yang tidak lagi bersifat searah seperti yang terlihat dari kebanyakan khatib selama ini yang seakanakan bicara dengan dirinya sendiri, baik dalam gaya penampilannya yang tidak ekspresif maupun materi khutbatrnya yang tidak aspiratif Sehingga apa yang diinginkan oleh khatib dan apa yangdinginkan jamaah tidak ada benang merah atau titik temunya Khutbah yang dialogis mengarah pada terjatinnya komunikasi dua arah antara khatib dan jamaah. Meski bukan berarti bahwa khutbah Jumat perlu ada materi yang didialogkan dengan tanya jawab langsung antara sang khatib dengan jamaah. Khutbah Jumat yang dialogis dapat dilakukan misalnya dengan cara memberi peluang jamaah untuk menyampaikan usul kepada khatib tentang yang perlu dibahas sesuai dengan kebutuhan mereka Dari uraian ini terlihat bahwa khutbah Jumat yang dialogis dapat diupayakan dengan berbagai cara tanpa dialog langsung. Seorang khatib yang berbicara dengan intonasi menarik disertai apresiasi dan mimik muka serta tekanan suara yang sesuai dengan materi, dapat dikategorikan sebagai gaya khutbah yang dialogis. Khatib yang berkhutbah dengan cara seperti ini akan nampak benar-benar sedang berbicara dengan jamaah, seolah ia mengajak hadirin untuk bersama-sama berfikir dan merenungkan materi yang tengah dibicarakan, tidak berkesan hanya bicara untuk diri sendiri, tanpa peduli akan adanya respon jamaah yang dihadapi. Sehingga dapat disimpulkan, bahwa khutbah sebagai salah satu bentuk sosialisasi agama harus tampil dengan bobot materi yang dikemas secara dialogis, dan teknik penyajian yang dialogis pula. Karena hanya khutbah yang dialogislah yang akan mampu menarik perhatian jamaah. G. Bahasa Khutbah Bahasa dalam khutbah sangat penting artinya untuk menarik perhatian para jamaah. Susunan bahasa yang indah dan bisa memberi kesan puitis akan memiliki kelebihan tersendiri. Namun bahasa yang indah baru akan punya makna yang besar, apabila dibawakan oleh khatib yang Jurnal Madani, Vol 4. No 1. Juni 2014( ISSN: 2087-8761)
87
Analisis Minat Jamaah Masjid terhadap Penyampaian Khutbah Jumat
menguasai intonasi dan vokalyang memenuhi persyaratan. Bisa saja terjadi, khatib yang memiliki bahasa indah tapi tak kuasa memikat jamaah karena dia mengucapkannya dengan vokal yang lemah dan intonasi yang monoton, tanpa ada variasi tinggi rendahnya suara. Seorang khatib dalam menguraikan isi khutbah hendaknya menggunakan bahasa yang fasih, sederhana dan rasional, serta memenuhi aturan tata bahasa yang benar. Bahasa khutbah harus mengutamakan istilahistilah sederhana, populer, dan mudah dimengerti oleh jamaah. Ungkapanungkapannya singkat, padat, dan tidak berulang-ulang serta tidak berbelit. Dan tidak menutup kemungkinan disisipkan dalam bahasa khutbah berupa bahasa daerah masyarakat setempat sebagai variasi dan untuk memperjelas keterangan. Setiap khatib sudah seharusnya mengetahui dan memahami bahwa kata punya aturan dan makna tertentu yang masing-masing bisa memperkaya khutbah. Karena itulah maka seorang khatib dituntut untuk banyak mernbaca. Dengan banyak membaca maka seorang khatib akan memiliki perbendaharaan kata-kata yang luas. Semua itu bila diterapkan akan makin memperkaya bahasa khutbah secara tepat, tentu akan lebih memikat jamaah dan membuat mereka lebih serius untuk merenungkan apa yang mereka dengar dari isi penyampaian khutbah. Hal ini semakin menpertegas pentingnya bahasa yang tepat dalam penyampaian khutbah Jumat. Oleh karena itu, seorang khatib harus jeli memilih kata yang tepat dan pandai merangkai kalimat yang mudah dipahami oleh jamaah, serta bisa merasakan keindahannya. Di samping itu dalam menyusun khutbah khatib harus berpijak pada kaidah bahasa yang baik dan benar, walaupun sebagai upaya menjadikan khutbah itu tetap komunikatif terutama bagi jamaah awam, tentunya nuansa bahasa percakapan tetap dipilih sebagai corak dan gayanya. Selain itu sedapat mungkin dihindari penggunaan istilah-istilah ilmiah dan kata-kata asing yang sulit dipahami, kecuali kalau memang sangat dibutuhkan. Itupun perlu diberi penjelasan tambahan. Sebab pada umumnya jamaah, bagaimanapun juga mereka akan lebih menyukai khutbah yang bahasanya sederhana lugas dan tidak berbelit-belit. Sebaliknya khutbah yang bahasanya acak-acakan, penuh dengan pengulangan kalimat pasti jamaah akan kesal dan bosan bahkan tidak mustahil akan menyinggung perasaan mereka. Dalam perspektif ilmu retorika, bahasa yang digunakan dalam pidato atau khutbah harus memiliki dua makna yakni: 1. Makna Denotatif, yakni suatu kata yang dipilih untuk menunjukkan makna sesungguhnya dari benda yang diwakili oleh kata tersebut. Mengucapkan sebuah kata denotatif maka berarti kata tersebut mau menerangkan, mengemukakan, dan menunjukkan pada hal itu sendiri.
88
http://journal.iaingorontalo.ac.id/indek.php/ma
Erwin Jusuf Thaib
Dengan pemilihan kata yang bersifat denotatif maka seseorang pembicara inginmenyampaikan sesuatu secara jujur dan apa adanya. 2. Makna Konotatif kebalikan dari kata denotatif adalah kata yang bersifat konotatif. Kata yang bersifat konotatif adalah kata yang memiliki makna yang samar dan terkadang tidak mewakili benda yang diucapkan. Kata-kata seperti ini cenderung ingin mengibaratkan dan mencontohkan sesuatu dengan meminjamkata-kata yang lain. Kedua model kata di atas, harus digunakan sebagai bagian dari bahasa khutbah. Untuk menekankan sebuah kebenaran dan ketegasan, maka sang khatib harus menggunakan kata-kata yang bersifat denotatif. Karena kebenaran yang disampaikan harus jelas dan tegas, agar para jamaah tidak berpersepsi lain, selain apa yang diharapkan oleh bahasa khutbah tersebut. Sementara itu, kata-kata yang bersifat konotatif juga harus digunakan dalam khutbah Jumat untuk memperindah penyampaian, serta menguatkan memori jamaah serta pesan yang disampaikan melalui perumpamaan, hal ini tidak mengherankan karena sumber-sumber hukum Islam seperti Al-Qur’an dan hadis Nabi Muhmmad saw banyak juga yang menggunakan kata-kata yang bersifat konotatif untuk memperkuat penyampaian pesan-pesan agama Islam kepada seluruh umat manusia. Dengan pemilihan kata-kata yang tepat, maka penyampaian khutbah Jumat akan lebih menarik sehingga apa yang menjadi misi dari khutbah Jumat akan bisa dicapai. H. Gambaran Pelaksanaan Khutbah Jumat di Kecamatan Talaga Jaya Khutbah Jumat pada hakikatnya merupakan ritual yang telah ditetapkan Islam sebagai bagian dari ibadah sholat Jumat. Oleh karena itu, pelaksanaan khutbah Jumat merupakan sebuah aktivitas rutin yang dilaksanakan setiap hari Jumat di semua tempat di mana terdapat komunitas orang Islam di sana. Kondisi seperti ini dapat juga ditemukan di seluruh desa di Kecamatan Talaga Jaya yang mungkin seluruh penduduknya adalah umat Islam. Setiap hari Jumat di semua masjid di Kecamatan Talaga Jaya pasti dilaksanakan sholat Jumat beserta khutbah Jumat yang menyertainya. Meskipun demikian, masih terdapat beberapa masalah dalam pelaksanaannya, sebagaimana yang dikatakan oleh para jamaah, khususnya hal yang berkaitan dengan khatib. Adanya harapan besar yang disematkan jamaah di pundak para khatib, karena dari merekalah para jamaah mengharapkan adanya tambahan pengetahuan agama dari penyampaian khutbah Jumat tersebut, oleh karena itu para khatib harus mengimbanginya dengan senantiasa meningkatkan diri dengan meningkatkan pengetahuan dan profesionalitasnya agar senantiasa bisa menjawab tuntutan masyarakat. Salah satu aspek yang menentukan baik atau tidaknya pelaksanaan khutbah Jumat adalah keberadaan jadwal khutbah yang memungkinkan terjadinya pergiliran khatib setiap Jumatnya. Karena biar sebagus apapun penyampaian Jurnal Madani, Vol 4. No 1. Juni 2014( ISSN: 2087-8761)
89
Analisis Minat Jamaah Masjid terhadap Penyampaian Khutbah Jumat
khutbah oleh sang khatib bila hanya dia terus yang khutbah sudah pasti akan menirnbulkan kebosanan bagi para jamaah. Meskipun demikian, jamaah juga mengapresiasi yang dilakukan oleh Badan Takmirul Masjid. Hal itu merupakan sebuah gambaran positif tentang bagaimana Badan Takmirul Masjid menghidupkan masjid dengan menyusun jadwal khutbah Jumat yang bagus, sehingga khutbah Jumat bisa berjalan dengan baik. Akan tetapi kondisi tidak berlaku umum, karena setelah ditelusuri ternyata tidak semua masjid memiliki jadwal khutbah Jumat yang baik. Dari penelusuran yang telah dilakukan dengan para jamaah masjid di lima desa se Kecamatan Talaga Jaya terungkap bahwa pelaksanaan sholat dan khutbah Jumat sudah berjalan sebagaimana mestinya dalam pengertian bahwa hal itu .sudan sesuai dengan apa yang disyariatkan oleh agama Islam. Meskipun demikian karena khutbah Jumat tidak hanya ditujukan untuk menggugurkan kewajiban syariat semata, akan tetapi lebih jauh lagi ditujukan untuk membina dan meningkatkan pemahaman masyarakat akan agamanya, maka perlu dilakukan beberapa perbaikan agar bisa memenuhi kedua tujuan di atas. Dari beberapa kekurangan yang telah ditemukan di atas, terutama penjadwalan khatib setiap Jumatnya, menurut analisis penulis hal ini antara lain disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut: 1. Kurang berperannya para pegurus Badan Takmirul Masjid. Bisa jadi kurangnya peranan ini lebih disebabkan pengalaman dalam organimsi, sehingga posisi sebagai pengurus Badan Takmirul Masjid hanyalah sebuah posisi formalitas memenuhi struktur atau juga penghargaan terhadap para sesepuh di lingkungan masjid tersebut. Dengan kondisi seperti ini sudah dapat dipastikan bahwa Badan Takmirul Masjid tidak dapat diharapkan perannya untuk dapat mengelola masjid secara maksimal dalam penyelenggaraan sholat dan khutbah Jumat. 2. Masalah ini biasanya juga dipengaruhi oleh status masjid di desa itu. Biasanya masjid yang memiliki status sebagai masjid Jami atau masjid induk desa biasanya terkelola dengan baik, sebaliknya masjid selain masjid Jami, baik buruknya pengelolaan, khususnya mengenai khutbah Jumat sangat ditentukan oleh peranan Badan Takmirul Masjid dan para jamaahnya. 3. Ketiadaan jadwal khutbah Jumat ini bisa jadi juga dipengaruhi oleh faktor ekonomi dalam pengertian bahwa jadwal khutbah Jumat yang diterbitkan oleh Badan Takmirul Masjid akan memiliki konsekwensi finansial, sementara mereka tidak punya kemampuan untuk rnemenuhinya. Oleh karena itu maka pelaksanaan khutbah Jumat tidak dibuatkan jadwalnya dan hanya dibiarkan saja berjalan secara alamiah apa adanya. 4. Masih adanya anggapan dari sebagian pengurus Badan Takmirul Masjid, terutama dari kalangan tua yang konservatif bahwa seluruh
90
http://journal.iaingorontalo.ac.id/indek.php/ma
Erwin Jusuf Thaib
penyelenggaraan ritual ibadah di masjid tidak boleh dibayar dengan urang karena dilarang mencari nafkah atas narna agama dan juga apabila amalan itu sudah disertai dengan pembayaran maka tidak adalagi pahalanya. Pemahaman ini menyebabkan tidak adanya inovasi dalam peneyelenggaraan masjid, dan lebih banyak mengandalkan cara cara tradisional sehingga kurang maksimal dalam upaya memakmurkan masjid. 5. Ketidak pedulian masyarakat terhadap masjid, menyebabkan segala hal yang dilakukan demi upaya penyelenggaraan ibadah di masjid kurang berjalan maksimal karena tidak adanya peranan masyarakat didalamnya. Hal ini menyebabkan masjid hanya berperan sebagai sarana ibadah ritual semata dan nyaris tidak punya fungsi sosial lagi. Apa yang telah diungkapkan di atas merupakan kendala-kendala yang berkaitan dengan upaya pengelolaan masjid yang berkaitan langsung dengan pelaksanaan khutbah Jumat. Meskipun secara umum pelaksanaan khutbah Jumat di masjid-masjid di Kecarnatan Talaga Jaya sudah berjalan baik, akan tetapi kendala-kendala yang muncul dalam pelaksanaannya harus dieliminir semaksimal mungkin agar tujuan dari pelaksanaan khutbah Jumat itu bisa tercapai. I. Minat Jamaah Masjid Terhadap Penyampaian Khutbah Jumat di Kecamatan Talaga Jaya Seringkali terlihat dalam suatu momen khutbah Jumat ketika khatib sedang menyampaikan khutbahnya tampak ada sebagian jamaahyang hanya duduk di serambi rnasjid dan hanya sibuk bercerita dengan temannya tanpa menghiraukan penyampaian khutbah Jumat. Bisa jadi mereka tidak menyadari arti penting khutbah Jumat bagi kesempurnaan ibadah sholat Jumat itu sendiri. Atau juga karena disebabkan oleh khutbah Jumat itu sendiri yang tidak menarik minat para jamaah untuk mengikutinya. Hal seperti ini sudah sering ditemui, termasuk di masjid-masjid di Kecamatan Talaga Jaya. Masalah keberminatan ini memang dipengaruhi banyak hal, akan tetapi suatu hal yang pasti bahwa minat para jamaah untuk mengikuti penyampaian khutbah Jumat menunjukkan kualitas khatib atau materi yang disampaikan. Di masjid-masjid di wilayah Kecamatan Talaga Jaya pada umumnya para jamaah masih lebih berminat untuk mendengarkan penyampaian khutbah Jumat dari pada mengabaikannya. Ungkapan-ungkapan para jamaah menunjukkan bahwa pada umumnya mereka masih berniat mengikuti penyampaian khutbah Jumat. Akan tetapi ketertarikan ini ditambah dengan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh khatib seperti harus mampu mencari cara penyampaian khutbah Jumat yang menarik, tidak berkhutbah dalam waktu yang terlalu Jurnal Madani, Vol 4. No 1. Juni 2014( ISSN: 2087-8761)
91
Analisis Minat Jamaah Masjid terhadap Penyampaian Khutbah Jumat
lama, serta mampu menyajikan materi yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan para jamaah. Semua persyaratan ini pada dasarnya adalah tantangan bagi para khatib agar senantiasa meningkatkan kualifikasi dirinya sehingga menjadi khatib yang simpatik dan menarik. Hal ini juga menunjukkan adanya kerinduan para jamaah akan suguhan khutbah Jumat yang berkualitas agar mereka memperoleh nilai tambah setiap selesai mengikuti sholat dan khutbah Jumat. Untuk lebih meningkatkan minat para jemaah masjid di Kecamatan Talaga Jaya terhadap penyampaian khutbah Jumat, pada umumnya para jamaah memberikan saran dan masukan agar pelaksanaan khutbah Jumat senantiasa menarik minat para jamaah. Hal ini sebagaimana yang telah diungkapkan oleh seorang jamaah di atas menjadi persyaratan mutlak yang harus dipunyai oleh seseorang sebelum naik ke mimbar khutbah. Penguasaan Al-Qur'an dan hadis sangat diperlukan, demikian pula dengan pemahaman akan syarat dan rukun khutbah. Hal ini mutlak harus diketahui demi menjaga keabsahan dari khutbah Jumat itu sendiri sebagai sebuah ibadah. Untuk lebih meningkatkan kualitas dari para khatib, peran pemerintah juga sangat diharapkan. Peranan Kementerian Agama memang sangat diharapkan dalam meningkatkan kualifikasi dan kemampuan para khatib yang ada dipedesaan. Karena harus disadari bahwa para khatib ini juga adalah ujung tombak pembinaan mental masyarakat yang menjadi tanggung jawab dari Kementerian Agama. Karena bila semakin baik kualias para khatib maka mereka akan semakin mampu menarik minat para jamaah untuk mengikuti penyampaian khutbah Jumat, sehingga ibadah sholat Jumat beserta khutbahnya tidak hanya sukses memenuhi kewajiban syariat tapi juga sukses memenuhi tanggung jawab sosialnya yaitu mendidik dan mengembangkan mentalitas masyarakat ke arah yang lebih baik. Dari sernua uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pada umumnya para jamaah rnasjid di Kecamatan Talaga Jaya masih berminat untuk mengikuti penyampaian khutbah Jumat. Akan tetapi mereka mengharapkan adanya perbaikanperbaikan terutama dari sisi khatibnya, cara menyampaikan khutbahnya serta materi yang disajikan agar semakin baik dari waktu ke waktu. Dengan demikian banyak hal yang bisa mereka peroleh dari penyampaian khutbah Jumat terutama bertambahnya ilmu pengetahuan dan wawasan mereka tentang seluk beluk agama Islam. J. Penutup Pelaksanaan khutbah Jumat di masjid-masjid di wilayah Kecamatan Talaga Jaya sudah berjalan baik, dalam pengertian sudah mernenuhi syaratsyarat sebagaimana yang telah ditetapkan agama. Meskiprm demikian tetap banyak kekurangan yang masih harus diperbaiki misalnya penyusunan jadwal khutbah yang belum merata di seluruh masjid, maksimalisasi peran
92
http://journal.iaingorontalo.ac.id/indek.php/ma
Erwin Jusuf Thaib
Badan Takmirul Masjid, masjid yang tidak memiliki dana untuk penyelenggaraan kegiatan masjid termasuk juga khutbah Jumat, serta ketidakpedulian masyarakat terhadap masjid itu sendiri. Minat jamaah masjid di wilayah Kecamatan Talaga Jaya untuk mendengarkan penyampaian khutbah Jumat masih sangat besar. Meskipun demikian para jamaah mengharapkan adanya perbaikan dan peningkatan kualitas khatib, cara penyampaian khutbah yangbaik serta pemilihan materi khutbah yang sesuai dengan kebutuhan jamaah, sehingga mereka merasa ada kaitan antara materi yang disampaikan dengan masalah kehidupan yang mereka hadapi. Selain itu mereka berharap agar pemerintah khususnya Kementerian Agama agar berperan aktif dalam pembinaan khatib. DAFTAR PUSTAKA Al-Khathib, Muhammad Khalil Khutbah-khutbah Rasulullah (Jakarta: Darul Falah; 2003) Arnold, Thomas Walker, The Preaching of Islam, diterjemahkan oleh H. Nawawi Rambe dengan judul Sejarah Da’wah Islam (Cet. III, Jakarta: Widjaya; 1985) Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Semarang: CV Toha Putra, 1989) Ghozali, Abd. Rahim dalam Audio (Ed.) Atas Nama Agama (Bandung: Pustaka Hidayah; 1998) Habib, M. Syafaat, Pedoman Dakwah dan Khutbah (Jakarta: Widjaya; 1992) Haekal, Muhammad Husain, Hayatu Muhammad (Jakarta: Panjimas; 1987) Husein, Mochtar, Tablig Yang Baik (Makassar: Dar Al-Hukama’; 2000) Ikatan Masjid Indonesia, Serial Khutbah Jumat Edisi No. 72 (Jakarta: IKMI; 1987) Muhaimin, Tema-tema Pokok Dakwah Islamiyah di Tengah Transformasi Sosial (Surabaya: Karya Abditama; 1999) Munir, M. dan Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah (Jakarta: Kencana; 2006) Qutb, Sayyid, Fiqih Dakwah (Jakarta: Pustaka Amani; 1995) h. 164 Shihab, Alwi, Islam Inklusif, Menuju Sikap Terbuka Dalam Beragama (Cet. VI, Bandung: Mizan; 1999) Shihab, HM Quraish, Membumikan Al-Qur’an (Bandung: Mizan; 1997
Jurnal Madani, Vol 4. No 1. Juni 2014( ISSN: 2087-8761)
93
Analisis Minat Jamaah Masjid terhadap Penyampaian Khutbah Jumat
Suyuti, Achmad, Jadilah Khatib Yang Kreatif dan Simpatik (Jakarta: Pustaka Amani ; 1995) Syafri, Ulil Amri, et.al., Da’wah, Mencermati Peluang dan (Jakarta: STID Mohammad Natsir Press; 2007)
Problematikanya
Umary, Barmawi, Azas-azas Ilmu Dakwah (Solo: Ramadhany; 1987)
94
http://journal.iaingorontalo.ac.id/indek.php/ma