Analisa Pengaruh Media Quench
ANALISA PENGARUH MEDIA QUENCH TERHADAP KEKUATAN TARIK BAJA AISI 1045 Yose Rizal ABSTRAK Salah satu tujuan proses perlakuan panas pada baja adalah untuk pengerasan (hardening), yaitu proses pemanasan baja sampai suhu di daerah atau diatas daerah kritis disusul dengan pendinginan yang cepat dinamakan quench, (Djafrie, 1995). Akibat proses hardening pada baja, maka timbulnya tegangan dalam (internal stress), yang akan menaikkan kekerasan namun terkadang mengakibatkan baja menjadi getas (britlle), terutama pada baja karbon tinggi. Penelitian ini membahas sejauh mana variasi media pendingin berpengaruh terhadap peningkatan kekuatan tarik baja karbon medium (AISI 1045). Sehingga bila diketahui tingkat perbandingan kekuatan tariknya dan kesesuainya terhadap aplikasi dan kegunaannya, maka dapat diambil suatu keputusan untuk menggunakan proses quench pada media yang tepat, agar menghemat waktu dan biaya produksi. Pengkajian lebih lanjut dampak dari faktor perbedaan media quench,dapat dilakukan melalui pengujian bahan. Pengujian bahan yang digunakan adalah pengujian kekuatan tarik. Dari hasil pengujian didapat kekuatan terhadap beban tarik yang paling tinggi diperoleh pada perlakuan quench mengunakan media pendingin oli SAE 40 sebesar 189 kN.Rendahnya kekuatan terhadap beban tarik dengan perlakuan celup cepat mengunakan media air kemungkinan karena adanya retak yang diakibatkan laju pendiginan yang cepat. Kata Kunci : Media Queching, Kekuatan Tarik, Baja AISI 1045 ABSTRACT One purpose of the heat treatment process is for hardening steel (hardening), which is the process of heating the steel to a temperature at or above the county critical areas followed by rapid cooling called quench, (Djafrie, 1995). Due to the steel hardening process, the onset voltage in the (internal stress), which will increase the violence but sometimes resulted in steel becomes brittle (britlle), particularly at high carbon steel. This study discusses the extent to which variations in the cooling medium effect on the increase in tensile strength of medium carbon steel (AISI 1045). So if known level of its strength and kesesuainya comparison to the application and its use, it can be taken a decision to use the quench process in the right media, in order to save time and cost of production. Further assessment of the impact factor differences quench media, can be done through testing of materials. The test material used is testing the tensile strength. From the results obtained testing the tensile strength of the highest load obtained in the treatment medium quench oil cooler using SAE 40 at 189 kN. The low tensile strength of the load with rapid immersion treatment using aqueous media because of the possibility of cracking caused pendiginan rapid pace. Keywords: quench media, tensile strenght, AISI1045 steel 1.
PENDAHULUAN Baja karbon salah satu logam yang umum dan banyak digunakan terutama untuk membuat alat-alat perkakas, alat-alat pertanian, komponenkomponen otomotif, konstruksi, pemipaan, alatalat rumah tangga. Dalam aplikasi pemakaiannya, semua baja akan terkena pengaruh gaya luar berupa tegangan-tegangan gesek, tarik maupun tekan sehingga menimbulkan deformasi atau perubahan bentuk. Usaha menjaga baja agar lebih Teknik Mesin Universitas Pasir Pengaraian
tahan gesekan, tarikan atau tekanan adalah dengan cara mengeraskan baja tersebut, yaitu salah satunya dengan perlakuan panas (heat treatment). Proses ini meliputi pemanasan baja pada suhu tertentu, dipertahankan pada waktu tertentu dan didinginkan pada media pendingin tertentu pula. Perlakuan panas mempunyai banyak tujuan, diantaranya untuk meningkatkan keuletan, menghilangkan tegangan internal, menghaluskan butir kristal, meningkatkan kekerasan, Page 183
meningkatkan tegangan tarik logam dan sebagainya, tujuan ini akan tercapai seperti apa yang diinginkan jika memperhatikan parameter yang mempengaruhinya, seperti suhu pemanasan dan media pendingin yang digunakan. Tujuan Penelitian Dari berbagai rangkaian percobaan,didapat suatu tujuan dari penelitian ini yaitu: 1. Mengetahui pengaruh media quench terhadap kekuatan tarik baja karbon AISI 1045 2. Mengetahui perubahan sifat mekanik yaitu struktur kekuatan tarik AISI 1045 akibat proses quench dengan media yang berbeda melalui diagram hasil uji tarik. 3. Memberi tambahan wawasan terhadap pemilihan material logam dan proses perlakuan panasnya untuk komponenkomponen mesin terutama yang mensyaratkan keuletan dalam penggunaannya, seperti poros, roller, perkakas potong, konstruksi mesin dan lainlain. Analisis pengaruh media quench terhadap kekuatan tarik baja karbon medium AISI 1045 setelah proses perlakuan panas meliputi beberapa kegiatan berikut : 1. Mencatat hasil uji kekuatan tarik awal spesimen penelitian sebagai acuan perbandingan hasil kekuatan tarik. 2. Melakukan proses laku panas terhadap tiga buah spesimen baja AISI 1045 (spesimen A, B, dan C) pada tempertaur 845oC yang kemudian ditahan pada temperatur tersebut selama 1 jam. 3. Setelah proses penahanan pemanasan selama satu jam, ketiga spesimen di-quench pada tiga media berbeda yaitu air, oli SAE 50W dan oli SAE 40W. 4. Mencatat hasil uji tarik hasil pengujian kekerasan akhir spesimen setelah di-quench. 5. Menganalisa bentuk perpatahan uji tarik. Baja dapat diklasifikasikan berdasarkan: 1. Komposisi, seperti kandungan karbon (baja karbon/ non alloy), baja paduan rendah (low alloy), baja paduan (alloy steels) 2. Metode manufakturnya, seperti baja tungku konverter, tungku induksi, atau metoda electro slag remelting. Page 184
3.
Aplikasi atau karakteristik utama, seperti baja struktural, baja perkakas, baja tahan karat, baja tahan panas. 4. Proses pengerjaan akhir, seperti rol panas, roll dingin, pengecoran, rol dengan pengontrolan dan pengontrolan pendinginan. 5. Bentuk produk, seperti bar, pelat, strip, tabung, atau bentung struktural. 6. Proses oksidasi, seperti rimmed, killed, semi killed, dan capped steel. 7. Mikrostruktur, seperti feritik, perlitik, martensitik dan austenitik. 8. Tingkat kekuatan, seperti pada standar ASTM (American Society for Testing and Material). 9. Perlakuan panas, seperti annealing, quenching dan tempering, pendinginan udara (nomalizing), dan proses thermochemical. 10. Gambaran kualitas dan klasifikasinya, seperti kualitas tempa dan kulitas komersial. Berdasarkan kandungan karbon, baja dibagi menjadi tiga macam:baja karbon-rendah (C< 0,2%), karbon-sedang (C 0,2 – 0,5 %) dan baja karbon-tinggi (C > 0,5 %) (3). Baja karbon-rendah (C < 0,2%) yang disempurnakan diproduksi dengan deoksidasi atau “killing” baja dengan Al atau Si, atau dengan penambahan Mn untuk memperhalus ukuran butir. Namun, sekarang ditambahkan sejumlah kecil Nb (< 1%) yang mengurangi kadar karbon dengan membentuk partikel NbC. Partikel tersebut tidak saja memnghambat pertumbuhan butir, tetapi juga meningkatkan kekuatan dengan pengerasan-persipitasi butir ferit. Sistem Penomoran Pada Standar AISI/SAE (AmericanIron and Steel Institut/ Society of Automotive Engineers) Standar AISI/SAE menggunakan empat digit dalam sistem penomoran untuk mengenali baja karbon dan baja paduan berdasarkan standar komposisi kimia (grade).Dalam sistem penomoran atau kode yang digunakan dalam standar AISI memiliki arti tertentu, misal 10xx, angka 10 menyatakan baja karbon.Sedangkan dua angka terkahir, xx digunakan untuk menyatakan jumlah kandungan karbon perseratus persen, dalam rentang beberapa poin. Sebagai contoh baja karbon dengan kandungan 0,45 % dinamakan
JURNAL APTEK Vol. 6 No. 2 Juni 2014
Analisa Pengaruh Media Quench
1045 dalam standar AISI, sedangkan rentang kadar karbonnya sebesar 0,43 - 0,48 %. Baja karbon resulfurisasi ditandai dengan nomor seri 11xx, baja karbon resulfurisasi dan rephosporisasi dengan seri 12xx dan baja dengan kandungan mangan antara 0,9 – 0,5 % tanpa unsur paduan lainnya memiliki nomor seri 15xx. Untuk baja paduan, dua angka pertama dalam penomoran menggambarkan unsur paduan utama pada material, dimana angka pertama sebagai grup paduan. Sebagai contoh pada seri baja 43xx, mengandung 1,6 – 2,0 % Ni, 0,5 – 0,8 Cr dan 0,2 – 0,3 % Mo disebut sebgai baja paduan Cr Ni Mo. Huruf B ditambahkan antara digit kedu dan ketiga jika mengandung boron (antara 0,003 dan 0,005%) dan huruf L jika mengandung lead (timah) antara 0,15 – 0,35 %. Huruf M digunakan untuk penandaan baja berdasarkan kualitas, huruf E untuk baja tungku induksi, dan huruf H untuk baja yang membutuhkan pengerasan. Selengkapnya klasifikasi penomoran AISI ada pada tabel 1 berikut: Sifat mekanik Sifat mekanik adalah sifat yang menyatakan kemampuan suatu material / komponen untuk menerima beban, gaya dan energi tanpa menimbulkan kerusakan pada material/komponen tersebut. Sifat sifat dari suatu materiel adalah sebagai berikut: 1. Kekuatan (strength) 2. Kekakuan (stiffness) 3. Kekenyalan (elasticity) 4. Plastisitas (plasticity) 5. Keuletan (ductility) 6. Ketangguhan (toughness) 7. Kegetasan (brittleness) 8. Kelelahan (fatigue) 9. Melar (creep) 10.Kekerasan (hardness) Pengujian Tarik Pengujian tarik yang dilakukan pada suatu material padatan (logam dan nonlogam) dapat memberikan keterangan yang relatif lengkap mengenai perilaku material tersebut terhadap pembebanan mekanis, sebagai berikut : A. Batas proporsionalitas (proportionality limit) Merupakan daerah batas dimana tegangan dan regangan mempunyai hubungan proporsionalitas satu dengan lainnya. Setiap Teknik Mesin Universitas Pasir Pengaraian
penambahan tegangan akan diikuti dengan penambahan regangan secara proporsional dalam hubungan linier σ = Eε (bandingkan dengan hubungan y = mx; dimana y mewakili tegangan; x mewakili regangan dan m mewakili slope kemiringan dari modulus kekakuan). Titik P pada Gambar 1 di bawah ini menunjukkan batas proporsionalitas dari kurva tegangan-regangan.
Gambar 1. Kurva tegangan-regangan dari sebuah benda uji terbuat baja ulet
B. Batas elastis (elastic limit) Daerah elastis adalah daerah dimana bahan akan kembali kepada panjang semula bila tegangan luar dihilangkan. Daerah proporsionalitas merupakan bahagian dari batas elastik ini. Selanjutnya bila bahan terus diberikan tegangan (deformasi dari luar) maka batas elastis akan terlampaui pada akhirnya sehingga bahan tidak akan kembali kepada ukuran semula. C. Titik luluh (yield point) dan kekuatan luluh (yield strength) Titik ini merupakan suatu batas dimana material akan terus mengalami deformasi tanpa adanya penambahan beban. Tegangan (stress) yang mengakibatkan bahan menunjukkan mekanisme luluh ini disebut tegangan luluh (yield stress). Titik luluh ditunjukkan oleh titik Y pada Gambar 1.di atas. Gejala luluh umumnya hanya ditunjukkan oleh logamlogam ulet dengan struktur kristal BCC dan FCC yang membentuk interstitial solid solution dari atom-atom carbon, boron, hidrogen dan oksigen. Interaksi antara dislokasi dan atom-atom tersebut menyebabkan baja ulet eperti mild steel menunjukkan titik luluh bawah (lower yield point) dan titik luluh atas (upper yield point).
Page 185
D. Kekuatan tarik maksimum (ultimate tensile strength) Merupakan tegangan maksiumum yang dapat ditanggung oleh material sebelum terjadinya perpatahan (fracture).Nilai kekuatan tarik maksimum σ uts ditentukan dari beban maksium Fmaks dibagi luas penampang awal Ao. Pada bahan ulet tegangan maksimum ini ditunjukkan oleh titik M (Gambar 1) dan selanjutnya bahan akan terus berdeformasi hingga titik B. E. Kekuatan Putus (breaking strength) Kekuatan putus ditentukan dengan membagi beban pada saat benda uji putus (Fbreaking) dengan luas penampang awal Ao.Untuk bahan yang bersifat ulet pada saat beban maksimum M terlampaui dan bahan terus terdeformasi hingga titik putus B maka terjadi mekanisme penciutan (necking) sebagai akibat adanya suatu deformasi yang terlokalisasi. F. Keuletan (ductility) Keuletan merupakan suatu sifat yang menggambarkan kemampuan logam menahan deformasi hingga terjadinya perpatahan. Sifat ini , dalam beberapa tingkatan, harus dimiliki oleh bahan bila ingin dibentuk (forming) melalui proses rolling, bending, stretching, drawing, hammering, cutting dan sebagainya. Pengujian tarik memberikan dua metode pengukuran keuletan bahan yaitu: • Persentase perpanjangan (elongation) Diukur sebagai penambahan panjang ukur setelah perpatahan terhadap panjang awalnya. Elongasi, ε (%) = [(Lf-Lo)/Lo] x 100% (1.2) Dimana S Lf adalah panjang akhir dan Lo panjang awal dari benda uji. • Persentase pengurangan/reduksi penampang (Area Reduction) Diukur sebagai pengurangan luas penampang (cross-section) setelah perpatahan terhadap luas penampang awalnya.Reduksi penampang R (%) = [(Ao-Af)/Ao] x 100% (1.3)S G. Modulus elastisitas (E) Modulus elastisitas atau modulus Young merupakan ukuran kekakuan suatu material.Semakin besar harga modulus ini maka semakin kecil regangan elastis yang terjadi pada suatu tingkat pembebanan tertentu, atau dapat dikatakan material tersebut semakin Page 186
kaku (stiff).Pada grafik tegangan-regangan (Gambar 1.1 dan 1.2), modulus kekakuan tersebutdapat dihitung dari slope kemiringan garis elastis yang linier. Perlakuan Panas (Heat Treatment) Tujuan utama dari perlakuan panas adalah: 1. Memperlunak (to soften), 2. Menghilangkan tegangan sisa (to stress relieve) 3. Melakukan homogenisasi (to homogenize) 4. Meningkatkan ketangguhan (to toughten) 5. Memperkeras (to harden) 6. Menambahkan unsur kimia melalui permukaan 7. Meningkatkan sifat fisik Quenching Menurut Edih Supardi (1999) dasar pengujian pengerasan pada bahan baja yaitu suatu proses pemanasan dan pendinginan untuk mendapatkan struktur keras yang disebut martensit. Martensit yaitu fasa larutan padat lewat jenuh dari karbon dalam sel satuan tetragonal pusat badan atau mempunyai bentuk kristalBodyCentered Tetragonal (BCT) Makin tinggi derajat kelewatan jenuh karbon, maka makin besar perbandingan satuan sumbu sel satuannya, martensit makin keras tetapi getas.Martensit adalah fasa metastabil terbentuk dengan laju pendinginan cepat, semua unsur paduan masih larut dalam keadaan padat.Pemanasan harus dilakukan secara bertahap (preheating) dan perlahan-lahan untuk memperkecil deformasi ataupun resiko retak.Setelah temperatur pengerasan (austenitizing) tercapai, ditahan dalam selang waktu tertentu (holding time) kemudian didinginkan cepat. Media pendingin yang lazim digunakan untuk mendinginkan spesimen pada proses pengerasan baja yang akan digunakan yaitu Oli Mesran SAE 40, dengan alasan media pendingin tersebut digunakan sesuai dengan kemampuannya untuk memperoleh hasil yang diharapkan. Penggunaan pelumas sebagai media pendingin akan menyebabkan tibulnya selaput karbon pada spesimen tergantung dari besarnya viskositas pelumas. Atas dasar tujuan untuk memperbaiki sifat baja tersebut, maka peneliti memilih
JURNAL APTEK Vol. 6 No. 2 Juni 2014
Analisa Pengaruh Media Quench
perlakuan panas temper dengan quenching media Oli Mesran SAE 40. Media pendingin yang digunakan dalam proses perlakuan panas antara lain :Air; Minyak; Udara; dan Garam. Kemampuan suatu jenis media dalam mendinginkan spesimen bisa berbedabeda, perbedaan kemapuan media pendingin di sebabkan oleh temperatur, kekentalan, kadar larutan dan bahan dasar media pendingin. Pelumas adalah minyak yang mempunyai sifat untuk selalu melekat dan menyebar pada permukaan-permukaan yang bergeser, sehingga membuat pengausan dan kenaikan suhu kecil sekali (Soedjono, 1978).viskositas Oli, dan bahan dasar Oli membawa pengaruh dalam mendinginkan sepesimen.
Tempat Penelitian Proses pembuatan specimen dan proses perlakuan panas dilakukan di Laboratorium Teknik STTP Pekanbaru. Pengujian kekuatan tarik dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin Universitas Islam Riau (UIR) Pekanbaru. Material dan Dimensi Spesimen Bahan yang dipilih dalam penelitian ini adalah baja karbon menengah baja AISI 1045 dengan kadar karbon 0,43 – 0, 48 %C. Baja karbon ini dibentuk menjadi spesimen kekuatan tarik, kekerasan, ketangguhan, muai panas dan struktur mikro.
2. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian mengikuti diagram alir seperti pada gambar dibawah ini. Tahap Persiapan Studi literatur
Survey lapangan
Persiapan spesimen Gambar 3. Dimensi specimen uji Tarik
Pemotongan dan Pembubutan specimen Uji kekuatan Tarik Awal Spesimen Proses Perlakuan Panas (Heat treatment) Proses Quenching
Spesimen B: Quench media air
Spesimen C: Q. media oli SAE 50
Dimana r = 30 mm ; p = 10 mm ; d = 12 mm ; m = 10 mm ; D = 18 mm ; Lo = 60 mm ; h = 50 mm ; Lt = 200 mm Spesimen pengujian tarik (gambar 3.1) mengacu pada specimen berpenampang bulat menggunakan standard pengujian ASTM E8 A48 dengan jumlah 9 buah yang terdiri dari 3 buah pembanding utama (raw material),3 buah sebagai kontrol quenching dan 3 buah sebagai kontrol tempering.
Spesimen D: Q. media oli SAE 40
Uji Kekuatan Tarik Pengolahan data Pembahasan& Analisa data
Kesimpulan & Saran Selesai Gambar 2. Skema metodologi penelitian
Gambar 4. Spesimen uji tarik hasil pemesinan
Alat Percobaan Media Celup Proses celup cepat menggunakan tiga media yaitu:
kaliatan/keuletan yang ditunjukan dengan adanya prosen perpanjangan (elongation) dan prosen kontraksi atau reduksi penampang (reduction of area) Hasil pengujian tarik ditunjukan dalam tabel di bawah ini: Tabel 3. Hasil Pengujian Tarik.
Keterangan: : Pjg. Awal spesimen (mm) Lo ∆L : Pertambahan panjang spesimen (mm) : Beban luluh spesimen (KN) Pu : Py Kekuatan tarik Spesimen (KN) 200 180 160 Beb an tarik (Kn )
Komposisi Kimia (%) Spesimen AISI 1045 C 0,453 0.43 – 0.50 Mn 0,639 0.60 – 0.90 P 0,o12 0.04 (max) S 0,014 0.05 (max) Si 0,207 Ns Cr 0,076 Ns Ni 0,056 Ns Mo 0,019 Ns Cu Ns Al Ns V Ns W Ns Fe Balance Rem 1. Media celup air dengan temperatur kamar sekitar 25 – 28oC 2. Media celup oli pelumas SAE 40 3. Media celup oli pelumas SAE 50 Elemen
140 120 100 80 60 40 20 0 standart
air
SAE40
SAE50
Gambar 8. Grafik hubungan kekuatan tarik spesimen terhadap variasi quenching
Grafik ini menjelaskan bahwa pengaruh guench air bahwa beban tarik menjadi lebih kecil dari raw material dikarenakan laju pendinginan cepat yang memungkinkan terjadinya keretakan pada spesimen hal ini mengakibatkan beban tarik menjadi terlihat lebih rendah dari raw material. Sedangkan proses pendinginan SAE 40 dan 50 menunjukan perubahan beban tarik menjadi lebih besar.
Gambar 5. Alat uji tarik
Alat Uji tarik Teknik Pengumpulan Data Hasil pengujian komposisi kimia menggunakan data Teguh P, peneliti sebelumnya dengan material yang sama seperti terlihat pada tabel 2. Tabel 2. Analisa komposisi kimia raw material
Data Pengujian Tarik Pengujian tarik dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat mekanis dari material dalam penelitian ini. Hasil pengujian tarik berupa parameter kekuatan tarik (ultimatestrength) maupun luluh (yield strength), parameter
Page 188
P ertam b ah an P anjang (m m )
25
20
15
10
5
0 standart
air
SAE40
SAE50
Gambar 9. Grafik beban luluh spesimen terhadap variasi media quenching
Beban luluh menunjukan proses terjadinya depormasi plastik yang terjadi pada spesimen akibat diberikanya beban tarik.
JURNAL APTEK Vol. 6 No. 2 Juni 2014
Analisa Pengaruh Media Quench
P e rtam b ah an P a n jan g (m m )
25
20
15
10
5
(a) (b)
0 standart
air
SAE40
SAE50
Gambar 10. Grafik pertambahan panjang spesimen terhadap variasi media quenching.
Dari grafik ini terlihat bahwa pertambahan panjang spesimen dari variasi pendinginan yang diberikan menujukkan sifat mekanik spesimen bertambah keras, dan getas hal ini terlihat pada dari diagram dimana pertambahan panjang pada dari raw material lebih panjang dibandingkan pada spesimen yang diberikan perlakuan quench. Penampang patah uji tarik Raw Material quench dengan perbesaran 150 kali penampang patahannya berbentuk partial cup-cone (datar) dengan tekstur berbutir kasar menandakan tidak adanya perpanjangan keuletan (getas) dengan kekerasan yang tinggi. Spesimen dengan quenching yang menggunakan Oli SAE 40 dengan pembesaran 150 kali memberikan gambaran bentuk patahan jenis cup cone. Perbedaan diantara raw material dengan quench terletak pada tekstur specimen quench yang cenderung lebih kasar dan rata menanadakan adanya perpanjangan atau sedikit liat.
(c) Gambar 12. Bentuk patahan quench media air (a).Tampak atas (b). Tampak samping (c). Tampak miring
(a) (b)
(c) Gambar 13. Bentuk patahan quench media oli SAE 40 (a).Tampak atas (b). Tampak msamping (c). Tampak miring
(a) (b)
(a) (b)
(c) (c)
Gambar 14. Bentuk patahan quench media oliSAE50 (a).Tampak atas (b). Tampak samping (c). Tampak miring
Gambar 11. Bentuk patahan Raw material tampak samping (a).Tampak samping (b). Tampak miring (c). Tampak atas Teknik Mesin Universitas Pasir Pengaraian
Page 189
Hardening (dengan strain rate rendah) dan tempering (dalam durasi tertentu) dapat meningkatkan kekuatan logam.Yaitu yield strength (kekuatan luluh) dan ultimate strength (kekuatan maksimum). Dari hasil pengujian yang telah dilakukan terdapat perbedaan pada bentuk penampang patah pada rawmaterials, air, udara, SAE40, SAE 50 quench. Hasil pengujian tarik meghasilkan bentuk dan patahan hampir sama. 4.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Kekuatan terhadap beban tarik yang paling tinggi diperoleh pada perlakuan quench mengunakan media pendingin oli SAE 40 sebesar 189 kN. 2. Rendahnya kekuatan terhadap beban tarik dengan perlakuan celup cepat mengunakan media air kemungkinan karena adanya retak yang diakibatkan laju pendiginan yang cepat. 3. Penampang patahan raw materials berbentuk cup-cone,sedangkan bentuk flat datardidapatkan pada proses quenching. DAFTAR PUSTAKA R. Djoko Andrijono (2005).” Jurnal Ilmu – Ilmu Teknik DIAGONAL.” Unmer Malang. Sudjana (1989). “ Desain Dan Analisa Eksperimen”, Bandung. Sriati Djapri (1987).” Metalurgi Mekanik”. Jakarta : Penerbit Erlangga. Suprapti (1989).“ Surabaya.
Pengetahuan
Bahan”.
ITS
Suheni (2003).” Jurnal IPTEK Volume 5 Nomor 3.” Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya. Wahid Suherman(1988).” Ilmu Logam 1.” Institut Teknologi Surabaya.
Page 190
JURNAL APTEK Vol. 6 No. 2 Juni 2014