ANALISA DAN EVALUASI STRUKTUR BANGUNAN GEDUNG MINI SWALAYAN ”CHANDRA LODRY” TENTENA Yoppy Soleman1) 1) Staf Pengajar Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sintuwu Maroso dan Pengkaji Teknis Bangunan Gedung Bidang Cipta Karya Dinas PU Abstract—Analisa dan evaluasi desain bangunan gedung mini swalayan ini bertujuan untuk mengetahui: 1. mutu beton dan mutu pendetailan konstruksi; 2. keandalan struktural bangunan terhadap beban layan dan beban horizontal (gempa). Bangunan mini-swalayan Chandra Lodry adalah suatu portal terbuka beton bertulang biasa yang memiliki iregularitas secara vertikal (loncatan bidang muka) dengan jumlah lantai sebanyak 3. Sebagai bangunan yang direncanakan untuk publik maka berdasarkan ketentuan dalam undang-undang bangunan gedung, bangunan ini termasuk yang harus dikaji keandalannya paling tidak dalam segi keamanan secara struktural. Tiga prosedur akan dilaksanakan yaitu: 1. Pemeriksaan/Inspeksi Struktur; 2. Uji Mutu Beton (Schmidt-Hammer Test); dan 3. Analisis Model Struktur (dengan Aplikasi Software SAP2000 v14 dan ETABS v9.72).
1. 2. 3.
4.
Undang-undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung; Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2005 tentang Bangunan Gedung; Peraturan Menteri PU No. 29 Tahun 2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung; Peraturan Menteri PU No. 26 Tahun 2007 tentang Pedoman Tim Ahli Bangunan Gedung.
Salah satu substansi utama dari peraturan-peraturan pembangunan gedung sebagaimana tersebut di atas berbunyi sbb: “Pengkajian secara teknis untuk menyimpulkan kesesuaian pemenuhan persyaratan keandalan bangunan gedung dalam rencana teknis terhadap ketentuan tentang: 1) Persyaratan keselamatan a) Kemampuan mendukung beban muatan yang dapat menjamin keandalan: (1) Struktur yang kuat/kokoh, stabil dalam memikul beban atau kombinasi beban; (2) Terhadap pengaruh-pengaruh aksi akibat beban muatan tetap atau beban sementara dari gempa dan angin; dan (3) Struktur yang daktail”
Analysis and design evaluation of this mini-market building aim to know: 1. the Quality of the concrete and construction detailing; 2. the realiability of building structure against serviceability and horizontal loads (earthquake). A Chandra Lodry mini-supermarket building is a ordinary concrete open-frame structure that contains irregularities vertically with a total floor as much as 3. As the building is planned for the public so under the provisions of the building code/standard, the buildings is included which should be reviewed at least in terms of reliability of structural safety. Three procedures will be implemented, i.e.: 1. examination/inspection of the structure; 2. concrete quality test (Schmidt-Hammer test); and 3. Analysis of structure model (by using SAP2000 v14 and ETABS v9.72 application softwares)
Dengan demikian salah satu prinsip pembangunan gedung menurut peraturan bangunan di Indonesia adalah harus memenuhi persyaratan keandalan, dan sebagai bagian terpenting dari keterandalan bangunan gedung adalah keandalan secara struktural. Keandalan struktural didefinisikan sebagai kapasitas elemen struktural bangunan gedung secara keseluruhan maupun secara parsial (pondasi, sloof, kolom, balok, plat, dinding, rangka atap dan elemen struktural lainnya) untuk memikul pembebanan maksimum selama umur rencana atau masa pakai bangunan tanpa mengalami kegagalan atau keruntuhan secara tibatiba, baik yang bersifat lokal di titik-titik tertentu maupun keruntuhan total keseluruhan bangunan. Hal ini bertujuan untuk menjamin keselamatan penghuni atau pemakai bangunan. Perlu ditekankan disini bahwa standar perencanaan struktur/konstruksi beton yang dirujuk dalam peraturan perundangan di atas
Kata Kunci — inspeksi bangunan, analisis model struktur, SAP2000, ETABS, mini-swalayan tentena, portal terbuka beton bertulang
I. PENDAHULUAN
Pemeriksaan
terhadap bangunan perlu dilakukan terutama sekali pada bangunan gedung yang berfungsi untuk melayani kepentingan umum (termasuk fungsi hunian dan fungsi usaha). Dasar hukum untuk mempraktekkan hal ini sudah cukup jelas yaitu substansi pasal-pasal dan ayat dari peraturan perundangan berikut ini:
1
Data Umum Bangunan
tidak mengharuskan adanya sejarah/riwayat korban jiwa (ada korban jiwa dulu sebelum implementasi), melainkan merujuk kepada SNI (Standar Nasional Indonesia) yaitu peraturan zonasi dalam SNI-031726-2002, peraturan perencanaan struktur beton dalam SNI-03-2847-2002, peraturan pembebanan gedung dalam PPTIUG 83 dan PMI 1970. Maka dalam keandalan struktural tersebut akan terdapat 4 komponen utama yang perlu dinilai yaitu stabilitas, kekuatan, kekakuan dan duktilitas.
Gedung mini swalayan Chandra Lodry merupakan bangunan perniagaan yang berlokasi di jalan Jendral Sudirman, Kelurahan Tentena, Kecamatan Pamona Puselemba, Kabupaten Poso. Bangunan merupakan struktur portal terbuka beton bertulang biasa dan dikonstruksi pada tahun 2011 - 2012. Secara keseluruhan bangunan mempunyai luas total 1092.60 meter2, dengan data sbb:
Untuk menilai keandalan struktural bangunan maka dilakukan pemeriksaan, analisa dan evaluasi model struktur dan konstruksi Bangunan Gedung Mini Swalayan Chandra Lodry, Tentena. Pengkajian teknis ini terdiri atas 3 bagian, sbb:
1. Pemeriksaan/Inspeksi Struktur; 2. Uji Mutu Beton (Schmidt-Hammer Test); 3. Analisis Model Struktur (SAP2000, ETABS).
Luas Lantai 1 = 394.20 m2 Luas Lantai 2 = 446.40 m2 Luas Lantai 3 = 252.00 m2 Tinggi bangunan dari taraf penjepitan lateral (bagian depan) = 10.50 meter Tinggi bangunan dari taraf penjepitan lateral (bagian belakang) = 12.50 meter
Massa bangunan terdiri dari 1 blok dengan iregularitas vertikal (loncatan bidang muka) pada lantai 2 ke lantai 3. Juga terdapat diskontinuitas struktural diantara kolom dan balok sloof lantai dasar seluas (2.67x14.60 m2).
II. PEMERIKSAAN/INSPEKSI STRUKTUR
2
Gambar 1.a – f. Foto gedung mini swalayan Chandra Lodry dari berbagai arah. (a-b) Tampak Depan; (c) Perspektif Depan; (d) Perspektif Belakang; (e-f) Tampak Belakang.
Persoalan Fundamental Struktural
kolom pada 11 join akan menyebabkan kolomkolom tersebut hanya dapat memikul beban aksial saja, dan praktis tidak dapat memikul momen lentur dan gaya geser. Pada situasi tidak terjadi beban puncak kondisi ini tidak berbahaya, tetapi pada keadaan kombinasi beban puncak (akibat beban hidup: berat barang, berat partisi dan orang/pengunjung dan terjadi gempa bumi kuat) maka kondisinya menjadi sangat kritis dan berbahaya. Kondisi ini menciptakan suatu titik lemah struktural yang akan berakibat fatal atau terjadi keruntuhan bangunan apabila suatu pengaruh beban gempa bumi kuat yang setara dengan percepatan tanah dasar di atas 0.20g (≈ 0.25g) melanda kawasan Pamona Puselemba.
Dari inspeksi telah ditemukan beberapa kesalahan fundamental dalam struktur bangunan yang ditinjau. Persoalan yang paling krusial adalah terdapatnya diskontinuitas dalam hubungan (join) balok – kolom pada 11 dari 28 kolom struktur. Persoalan kedua adalah pergeseran as – as pada beberapa kolom atau sumbu pusat kolom tidak linear. Persoalan ketiga adalah stabilitas lereng dimana telapak pondasi (poer plaat) menumpu.
Diskontinuitas Struktural Diskontinuitas konstruksi beton bertulang pada bangunan dapat ditemukan pada 11 kolom struktural dan balok sloof pada perimeter (keliling) kanan dan perimeter belakang. Terputusnya (diskontinu) hubungan balok –
Gambar 2.a – b. Diskontuinitas konstruksi/struktur beton bertulang yang terjadi antara kolom dan balok sloof perimeter kanan dan belakang
3
Gambar 3. Kolom-kolom dan balok sloof yang diskontinu (terputus)
Gambar 4. Tiga titik sambungan balok-kolom (join) yang terputus (diskontinu)
Selanjutnya pemeriksaan desain struktur dilanjutkan dengan perhitungan kontrol ketebalan minimum pelat dan dimensi balok-balok utama untuk membatasi besar defleksi beton bertulang. Data Teknis Bangunan
Jarak antar portal, Arah-X Arah-Y Jumlah trave
: 2,70 - 5,30 meter : 3,60 - 5,50 meter : 6 Trave (arah-X) : 3 Trave (arah-Y) Fungsi bangunan : Perdagangan (Mini Swalayan) Kuat tekan rencana beton ( fc’ r) : K-175 ≈ fc’ = 15 Mpa Tegangan Luluh Tulangan Ulir : 300 MPa Tegangan Luluh Tulangan Polos : 240 MPa Beban Hidup lantai Toko (qLL) : 250 kg/m2 Koefisien reduksi beban hidup untuk Zona 4 dan kondisi tanah sedang= 0,50 Berat satuan spesi/ adukan (s) = 21 kg/m 2 Berat keramik (gk) = 24 kg/m 2 Berat satuan eternit dan penggantung (g e) = 18 kg/m 2 Berat volume beton bertulang (b) = 23,54 kN/m3 Berat sendiri asbes = 11 kg/m 2 Berat satuan rangka atap baja ringan = 10 kg/m2 Berat satuan penutup atap multiroof = 11 kg/m2
Kontrol Dimensi Balok Utama (Gelagar/Girder)
Balok Induk (Gelagar) Arah SG-X (Sumbu Global-X) Bentang maksimum : 5,3 m = 530 cm 4
1 1 L 530 53 cm 10 10 dipakai h = 40 cm 1 1 bmin = x h h 55 27,5 cm 2 2 dipakai b = 30 cm
hmax =
Balok Induk Arah SG-Y (Sumbu Global-Y) Bentang maksimum : 5,5 m = 550 cm hmax =
1 1 L 550 55 cm 10 10
dipakai h = 40 cm
2 2 h 45 30 cm 3 3 dipakai b = 30 cm
bmax = x h
Kontrol Ketebalan Pelat Lantai (Beam-Slab Structure) Tabel 1. Tebal minimum balok non-prategang atau pelat satu arah bila lendutan tidak dihitung (pasal 11.5. SNI-03-2847-2002)
5
Tabel 2. Lendutan izin maksimum (pasal 11.5. SNI-03-2847-2002)
Gambar 5.1. Denah panel Slab Lantai Dasar (± 0.00 m) 6
Gambar 5.2. Denah Panel Slab dan Bukaan Lantai 2 (+3.25 m)
Gambar 5.3. Denah Panel Slab dan Bukaan Lantai 3 (+6.50 m)
Diketahui tebal pelat digunakan, t = 100 mm
●► Perhitungan Tebal Plat untuk bentangan maksimum - Plat Lantai Panel 1 f’c = 15,0 Mpa ; dimensi balok induk SG-X = 30/40 (digunakan) fy = 300 Mpa ; dimensi balok induk SG-Y = 30/40 (digunakan) Lx = 530 cm Ly = 550 cm Metoda Perencanaan Langsung: tebal plat digunakan, t = 100 mm 7
30\40 30\40
Ly = 550 cm
Lx = 530 cm
Ln
Sn
β
o K balok
K plat α balok
o K balok
K plat α balok αm
= Ly – b = 550 – 2 ( ½ * 30 ) = 520 cm = 5200 mm = Lx – b = 530 – 2 ( ½ * 30 ) = 500 cm = 5000 mm =
Ln = Sn
520 = 1,04 < 2 , berlaku aksi plat 2 arah 500
1 3 1 bh 35 553 12 12 = 808,8 cm 3 Lx 600 1 3 1 bh 600 103 = 12 12 83, 3 cm 3 Lx 600 K balok X 808,8 = 9,71 K plat X 83,3
1 3 1 bh 30 453 = 12 12 464,9 cm 3 Ly 490 1 3 1 bh 490 103 12 12 = 83,3 cm 3 Ly 490 K balok Y 464,9 = 5,58 K plat Y 83,3 =
Balok X Balok Y 9,71 5,58 7,64 2 2
untuk αm > 2,0 menurut SNI 03 – 2847 – 2002 pasal 11.5.3.3, maka tebal plat minimum
h min
fy 240 Ln 0,8 5700 0,8 1500 1500 = 115,81 mm 36 9 36 9 *1, 250
Tebal pelat tidak boleh kurang dari 116 mm (pelat dengan balok-balok tepi); Plat Lantai Panel 2 f’c fy
= 18,6 Mpa = 240 Mpa
; dimensi balok induk SG-X = 35/55 ; dimensi balok induk SG-Y = 30/45 8
Lx = 600 cm Ly = 355 cm Metoda Perencanaan Langsung: asumsi tebal plat konsultan, t = 100 mm
30\45 35\55
Ly = 355 cm
Lx = 600 cm
Ln
Sn
β
= Lx – b = 600 – 2 ( ½ * 30 ) = 570 cm = 5700 mm = Ly – b = 355 – 2 ( ½ * 35 ) = 320 cm = 3200 mm =
Ln = Sn
570 = 1,78 < 2 , termasuk plat 2 arah 320
untuk αm > 2,0 menurut SNI 03 – 2847 – 2002 pasal 11.5.3.3, maka tebal plat minimum fy 240 Ln 0,8 5700 0,8 1500 1500 h min = 105, 2 mm 36 9 36 9 *1,78 Tebal pelat tidak boleh kurang dari 106 mm (pelat dengan balok-balok tepi);
Maka tebal plat minimum, t plat minimum ≥ 116 mm.
III. UJI MUTU BETON (SCHMIDT-HAMMER TEST) Gambar 6.1.
Sampel No. 3 Sampel No. 2 Sampel No. 1
9
Gbr. 6.2. Titik pengambilan sampel 1, join Kolom Dasar
Gbr.6.3. Titik pengambilan sampel 2, join Balok Sloof
Gbr.6.4. Titik pengambilan sampel 3, Kolom Dasar di Belakang Bangunan
o 1. RC Column B4 K1, 35x35 cm, a = 0o 2. RC Beam B3, 25x40 cm, a = 0
32,0 34,0 36,0 30,0 35,0 21,0 33,0 24,0 32,0 30,8
24,0 28,0 34,0 30,0 29,0 30,0 30,0 33,0 25,0 29,2
3. RC Beam B4, 25x40 cm, a = 0o 39,0 38,0 37,0 36,0 39,0 40,0 38,0 40,0 38,0 38,3
Korelasi Data RN dan Estimated Compressive Strength
No. Sampel 1 2 3
RN 30,8 29,2 38,3
10
fc' (MPa) 20,6 18,6 31,4
2
K (kg/cm ) 253 228 385
halaman 4. Untuk meninjau pengaruh pembebanan gempa bumi maka zonasi gempa di kawasan Pamona Puselemba sengaja diturunkan intensitasnya satu tingkat dari zona 4 ke zona 3. Hal ini dilakukan oleh karena kawasan Pamona Puselemba secara defacto tidak mempunyai sejarah kegempaan yang signifikan dalam 100 tahun terakhir. Berdasarkan pasal 5.5.1. SNI-1726-2002 untuk sistem struktur portal terbuka tahan momen, kekakuan penampang kolom dan balok struktural direduksi dengan faktor-faktor sebagaimana tabel di bawah ini, Tabel 3. Inersia efektif penampang (pers. 13 SNI-032847-2002) Gambar 6.5. Data karakteristik material beton yang diinput dalam analisis struktur (SAP2000 V14) fc’=18 MPa
IV. ANALISIS MODEL STRUKTUR Analisis model struktur untuk bangunan yang ditinjau menggunakan aplikasi SAP2000 v14 dengan data perencanaan teknis sebagaimana diberikan pada Untuk peninjauan beban gempa lateral, beban-beban hidup dianggap akan mengalami pengurangan dan
harus direduksi dengan faktor-faktor sebagaimana tabel tersebut
Tabel 4. Koefisien reduksi beban hidup (PBI-1989)
94
o
96
o
98
o
100
o
102
o
104
o
106
o
108
o
110
o
112
o
114
o
116
o
118
o
120
o
122
o
124
o
126
o
128
o
130
o
132
o
134
o
136
o
138
o
140
o
10 o
8
o
6
o
4
o
2
o
0
o
2
o
4
o
6
o
10 o
0
80
200
400
8
o
6
o
4
o
2
o
0
o
Kilometer
Banda Aceh 1
2
3
4
5
6
5
4
3
2
1
Manado Ter nate
Pekanbar u
1 Samarinda
2
1 Padang 5
6 4
3
4
Palu
2
3
3
Manokwari Sorong
4
Biak
Jambi Palangkaraya
5
2
Jayapura
6
1
Banjarmasin
Palembang
5
Bengkulu
Kendari
Ambon 4
1
Tual
Bandung Semarang Garut Tasikmalaya Solo Jogjakarta
Sukabumi o
1
6
o
8
o
Surabaya 3 Blitar Malang Banyuwangi
Cilacap
o
2
2
Jakarta
4
3
Makasar
Bandarlampung
8
2o
5
Denpasar
Mataram
4 Merauke 5 6
10 o
5
10 o
Kupang
4
Wilayah
1
: 0,03 g
Wilayah Wilayah
2
: 0,10 g
3
: 0,15 g
Wilayah
4
: 0,20 g
Wilayah Wilayah
5
: 0,25 g
6
: 0,30 g
3 2
12 o
14 o
12 o
1
14 o
16 o
16 o 94
o
96
o
98
o
100
o
102
o
104
o
106
o
108
o
110
o
112
o
114
o
116
o
118
o
120
o
122
o
124
o
126
o
128
o
130
o
132
o
134
o
136
o
138
o
140
o
Gambar 2.1. Wilayah Gempa Indonesia dengan percepatan puncak batuan dasar dengan perioda ulang 500 tahun
11
Gambar 8. a-b. Spektrum Respons Gempa Zona 4 dan Zona 3 dari SNI-1726-2002 (Wilayah Kab. Poso termasuk Zona 4, tetapi defacto tidak ada sejarah sejarah kegempaan yang signifikan dalam 100 tahun terakhir maka intensitas gempa diturunkan satu level).
Gambar 9. Respons spektra gempa rencana zona 3 yang diaplikasikan dalam SAP2000 V14
Mengacu pada SNI 2847-2002, maka kombinasi pembebanan berikut diaplikasikan:
1.4 DL 1.2 DL + 1.6 LL
Untuk mensimulasikan arah pengaruh gempa rencana yang sembarang terhadap struktur gedung, pengaruh pembebanan gempa dalam arah utama harus dianggap efektif 100% dan harus dianggap terjadi bersamaan dengan pengaruh pembebanan gempa dalam arah tegak lurus pada arah utama pembebanan tetapi dengan efektifitas hanya 30%.
Kombinasi Pembebanan Gempa
1.2 DL + 1.0 LL + 1.0 EX + 0.3 EY 1.2 DL + 1.0 LL + 1.0 EX - 0.3 EY
Kombinasi Pembebanan Gravitasi
12
1.2 DL + 1.0 LL - 1.0 EX + 0.3 EY 1.2 DL + 1.0 LL - 1.0 EX - 0.3 EY 1.2 DL + 1.0 LL + 0.3 EX +1.0 EY 1.2 DL + 1.0 LL + 0.3 EX -1.0 EY 1.2 DL + 1.0 LL - 0.3 EX +1.0 EY 1.2 DL + 1.0 LL - 0.3 EX -1.0 EY 0.9 DL + 1.0 EX + 0.3 EY 0.9 DL + 1.0 EX - 0.3 EY
0.9 DL - 1.0 EX + 0.3 EY 0.9 DL - 1.0 EX - 0.3 EY 0.9 DL + 0.3 EX +1.0 EY 0.9 DL + 0.3 EX -1.0 EY 0.9 DL - 0.3 EX +1.0 EY 0.9 DL - 0.3 EX -1.0 EY
Gambar 10.1. Dagram Momen Lentur Portal 1 (Y=0.00 m) akibat Kombinasi Pembebanan 3, 4, 5 dan 6
Gambar 10.2. Dagram Gaya Geser Portal 1 (Y=0.00 m) akibat Kombinasi Pembebanan 3, 4, 5 dan 6
13
Gambar 10.3. Dagram Momen Lentur Portal 2 (Y=3.61 m) akibat Kombinasi Pembebanan 3, 4, 5 dan 6
Gambar 10.4. Dagram Gaya Geser Portal 2 (Y=3.61 m) akibat Kombinasi Pembebanan 3, 4, 5 dan 6
Gambar 10.5. Dagram Momen Lentur Portal 3 (Y=9.13 m) akibat Kombinasi Pembebanan 3, 4, 5 dan 6 14
Gambar 10.6. Dagram Gaya Geser Portal 3 (Y=9.13 m) akibat Kombinasi Pembebanan 3, 4, 5 dan 6
ETABS V9 – Pengenaan beban mati akibat berat material dinding bata susunan ½ batu pada sloof (tie beam, balok pengikat) beton bertulang masing-masing 5 kN/m untuk bukaan dinding 40% perimeter luar, 7 kN/m untuk bukaan dinding < 10% perimeter luar, 5 kN/m untuk bukaan dinding 40% bagian dalam, 6 kN/m untuk bukaan 20% bagian dalam, dan 4 kN/m untuk bukaan dinding > 50% bagian dalam.
15
ETABS V9 – Pengenaan beban mati akibat berat material dinding bata susunan ½ batu pada balok 350x450 mm dan 350x650 mm beton bertulang masing-masing 6 kN/m untuk bukaan dinding 40% perimeter luar, 7.5 kN/m untuk bukaan dinding < 10% perimeter luar, 5 kN/m untuk bukaan dinding 40% bagian dalam, dan 7.5 kN/m untuk bukaan < 10% bagian dalam.
ETABS V9 – Pengenaan beban hidup lantai kantor 2.5 kN/m2 (250 kg/m2) pada pelat lantai tingkat Detail Tulangan Balok dan Kolom
Konfigurasi 1: Kolom Perimeter 350/350 Data-data desain Tinggi kolom (h) Lebar balok (b) Selimut beton (p)
: 350 mm : 350 mm : 40 mm 16
Diameter tulangan longitudinal Diameter tulangan transversal Mutu tulangan utama (fy) Mutu beton (f’c)
: 16 mm (Baja Polos, BjTP240) : 8 mm (Baja Polos, BjTP240) : 240 MPa (Baja Polos, BjTP240) : 18.6 MPa
Gambar Detail Tulangan Kolom Perimeter 350/350 :
Konfigurasi 2: Balok Perimeter 300/450 Data-data desain Tinggi balok (h) : 450 mm Lebar balok (b) : 300 mm Selimut beton (p) : 40 mm Diameter tulangan longitudinal : 12 mm (Baja Ulir, BjTD410) Diameter tulangan transversal : 6 mm (Baja Polos, BjTP240) Mutu tulangan utama (fy) : 240 MPa (Baja Polos, BjTD240) Mutu beton (fc) : 18.6 Mpa
Gambar Detail Tulangan Balok Perimeter 300/450:
Gambar Detail Tulangan Balok Konfigurasi 3:
17
Gambar Detail Tulangan Balok Konfigurasi 4:
Gambar Detail Tulangan Balok Konfigurasi 5:
Gambar Detail Tulangan Kolom 250/250
puncak (akibat beban hidup: berat barang, berat partisi dan orang/pengunjung dan terjadi gempa bumi kuat) maka kondisinya menjadi sangat kritis dan berbahaya. 2. Ketebalan pelat lantai beton bertulang terpasang kurang memenuhi nilai minimum tebal pelat dua arah (two-way slab) berdasarkan direct-design method. Ketebalan pelat lantai t minimum = 116 mm (t terpasang = 100 mm).
V. KESIMPULAN 1. Terdapat titik lemah struktural dalam menahan gaya lateral atau horizontal akibat terdapat diskontinuitas konstruksi beton bertulang pada 11 kolom struktural dan balok sloof pada perimeter (keliling) kanan dan perimeter belakang. Pada situasi tidak terjadi beban puncak kondisi ini tidak berbahaya, tetapi pada keadaan kombinasi beban 18
3. Pendetailan tulangan pelat lantai tidak memenuhi ketentuan standar pendetailan konstruksi, atau telah terjadi banyak kesalahan dalam proses perakitan/pemasangan lapisan tulangan lentur pelat. Lapis tulangan positif dan lapis tulangan negatif tidak diposisikan dengan baik. Dua faktor ini (poin 2 dan 3) berkontribusi pada kurangnya kekakuan pelat atau pelat melendut. 4. Dari pengetesan 3 titik sampel dapat dianggap bahwa: kuat tekan (compressive strength) kolom dasar bangunan, fc’= 20 Mpa ≈ K250 Kuat tekan (compressive strength) balok lantai dasar berkisar fc’=18 – 31 Mpa ≈ K225 – K380 Dengan demikian secara umum mutu campuran beton cukup memenuhi (dapat mencapai tingkat kekuatan beton normal). 5. Bangunan mini-swayalan ini harus diberikan perkuatan dan penyanggaan (retrofitting & strengthening) untuk dapat memikul beban-layan biasa (service loads) dengan aman dan nyaman. 6. Apabila tidak diberikan retrofitting & strengthening (khususnya pada joint balok-kolom lantai dasar) maka bangunan ini secara teknis sangat beresiko mengalami kegagalan geser pada titik-titik pertemuan balok-kolom dan kolom ke kolom lainnya (joint failure) serta memicu keruntuhan lantai dasar (base-story failure). Mekanisme ini sangat mungkin terjadi pada bangunan apabila pada kondisi beban ultimit gravitasi (wD = 1.2 wL + 1.6 wL) secara simultan mengalami percepatan horizontal tanah dasar maksimum (PGA = peak ground accelleration) pada pondasi akibat gempa intensitas maksimum zona 3 sebesar 0.25g.
REFERENSI 1. ATC-40 (1996). SEISMIC EVALUATION And RETROFIT Of CONCRETE BUILDINGS, Volume 1 - Appendices. California Seismic Safety Commission (CSSC), Redwood City, California – USA.
2. Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1987 ... Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (SKBI-1.3.5.3-1987); 3. Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung (SNI-03-1726-2002) 4. Standar Tata Cara Perhitungan Beton Untuk Bangunan Gedung (SNI-03-2847-2002) 5. Undang-undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung; 6. Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2005 tentang Bangunan Gedung; 7. Peraturan Menteri PU No. 29 Tahun 2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung; 8. Peraturan Menteri PU No. 26 Tahun 2007 tentang Pedoman Tim Ahli Bangunan Gedung.
19
STRUCTURAL EVALUATION OF SELF-SUPPORTING TOWER Yoppy Soleman1) 1) Staf Pengajar Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sintuwu Maroso dan Pengkaji Teknis Bangunan Gedung Bidang Cipta Karya Dinas PU
1)
Kata Kunci —steel structure design, space truss design, GMD siemens-telkom qz = Velocity pressure ( Pa ) GH = Gust response factor ( 1.00 Kz 1.25 ) CF = Structure force coefficient AE = Effective projected area of structural component in one face ( m2 ) AG = Gross area of one tower face ( m2 ) Kz = Exposure coefficient ( 1.00 Kz 2.58 ) V = Basic wind speed for the structure location ( m/s ) z = Height above average ground level to midpoint of the section ( m ) h = Ttotal height of structure ( m ) e = Solidity ratio AF = Projected area of flat structural component in one face of the section (m2) DF = Wind direction factor 1.00 for square cross section and normal wind direction 1.00 + 0.75e for square cross section and 450 wind direction
I. DESIGN SPECIFICATION 1.1. Design Standard 1) The design basis of the tower applied is EIA Standard EIA-222-E “Structural Standards for Steel Antenna Tower and Antenna Supporting Structure”. The fabrication and materials of the tower will be according to the relevant Indonesian Standard. 2) The self supporting tower has square cross sections. 3) All the legs and bracings are made of equals legs angles steel. 4) All the connections in the field are made with Steel Bolts, each fitted with one spring washer and nut. 1.2. Tower Structure Design Condition 1) Tower height : 42.0 meter ( location : Limboto, North Sulawesi ) 2) Maximum wind velocity (V) : V = 120 km/hour = 33.33 m/sec. 3) Existing antennas loading ( see the drawing attachment ) : 2 (two) Planar type antennas at 42.0 m 1 (one) Planar type antennas at 38.0 m 1 (one) Paraboloid grid antennas 1.20 diameter at 35.0 m 1 (one) Paraboloid grid antennas 1.20 diameter at 42.0 m 4) Proposed antennas loading ( see the drawing attachment ) : 1 (one) Paraboloid solid antenna 1.2 diameter at 38.0 m 1.3. Loads 1) Dead load Dead load is weight of tower, antenna, ladder, platform etc. 2) Wind load on tower structure Wind load calculation method on the tower and appurtenances are as follows F = qz . GH . CF . AE and not to exceed 2 . qz . GH. AG qz = 0.613 . KZ . V2 Kz = ( z / 10 )2/7 GH = 0.65 + 0.60 / ( h / 10 )1/7 CF = 4.0 e2 – 5.9 e + 4.0 ( square cross section ) CF = 3.4 e2 – 4.7 e + 3.4 ( triangular cross section ) e = AF / AG AE = DF . AF Where : F = Horizontal wind force ( N )
3) Wind load on Antenna Wind load calculation method on the parabolic antenna is as follow : Fa = Ca x A x Kz x GH x V2 Fs = Cs x A x Kz x GH x V2 Kz = ( z /10 ) 2/7 GH = 0.65 + 0.60 / (h/10) 1/7 Where : Fa = Axial Force (lb) Fs = Side Force (lb) Ca = Wind load coefficient for axial Cs = Wind load coefficient for side Kz = Exposure coefficient ( 1.00 Kz 2.58 ) z = Height above average ground level to midpoint of the section (m) h = Total height of the structure (m) A = Normal projected area of Antenna V = Wind velocity ( m/s ) 4) Load combination Herewith the following combinations are used below : a) DL + WL at 0 degree direction (with weight of existing antenna) b) DL + WL at 45 degree direction (with weight of existing antenna) c) DL + WL at 0 degree direction (with weight of existing + proposed antenna) d) DL + WL at 45 degree direction (with weight of existing + proposed antenna) Where : DL = Dead load weight of the structure and appurtenances. 20
WL = Design wind load on antenna at above direction.
Description
1.4. Allowable unit stress The unit stresses in the structures members do not exceed the allowable unit stresses for the materials as specified in the AISC Standard (American Institute of Steel Construction Standard) 1. Tension : Ft = 0.60 Fy ( kg/cm2 ) 2. Shear : Fv = 0.40 Fy ( kg/cm2 ) 3. Compression i) On the gross section of axially loaded compression members when kl/r is less than Cc : (kl/r)2 [ 1 - ----------] Fy 2Cc2 Fa = -----------------------------------------------(kg/cm2 ) 5/3 + [3/8(kl/r)]/8Cc - [(kl/r)3/8Cc3]
Bj – 41 SS – 41
Tensile Strength ( kg/cm2 ) 4100 4100
Minimum Yield Point Fy ( kg/cm2 ) 2500 2500
2) Bolts Description A – 325 Bolts
Ft ( kg/cm2 ) 3900
Fv Friction Type ( kg/cm2 ) 1230
Fv Bearing Type ( kg/cm2 ) 1476
3) Concrete Design compressive strength of concrete (f’c) at 28 days. K - 175 f’c = 175 kg/cm2 4) Reinforcement steel U - 24 Fy = 2400 kg/cm2
22E Where: Cc = --------Fy
1.6. Structural Analysis The purpose of the structural analysis is to find the joint translations and the design axial loads in all members of the tower. Load is applied and separate load cases combined to give the most severe design conditions at various section. The structural calculation is made using SAP 90 (Structural Analysis Program 90). The program will perform the static analysis of a space truss of arbitrary geometry by the stiffness method. The truss may be subjected to loads consisting of forces acting on the joints in any directions in space. The program output consists of the joint translations, the member forces and the support reactions. The program input contains : a. Structure title b. Loading system : number of static analysis that applied to the structure. c. Group of data corresponding to the properties of the mathematical model of truss and the applied joint load : Group 1 : Joint coordinates Group 2 : Support joint restraints Group 3 : Material and member data Group 4 : Joint loads Group 5 : Loading combinations The location of the joints in any structure are expressed as coordinates in a global right hand othogonal XYZ coordinate system. For the space structures the Z axis is oriented in the vertical direction positive upward, with the X and Y axes oriented in the major directions of the structure.
ii) On the gross section of axially loaded compression members, when kl/r exceeds Cc : 122 E Fa = --------------- ( kg/cm2 ) 23(kl/r)2 4. Bending Tension and compression on extreme fibers : Fb = 0.66 Fy ( kg/cm2 ) 5. Tension on bolts : Ft = 0.60 Fy ( kg/cm2 ) 6. Shear on bolts : Ft = 0.30 Fy ( kg/cm2 ) 7. Bearing on bolts : Ft = 1.20 Fu ( kg/cm2 ) 8. The maximum slenderness ratio (kl/r) are as follows : kl/r = 120 for compression members of legs kl/r = 150 for compression members of diagonals kl/r = 200 for tension members Notations : Ft = Allowable tensile stress ( kg /cm2 ) Fy = Minimum yield point ( kg /cm2 ) Fv = Allowable shear stress ( kg /cm2 ) Fa = Allowable compressive stress ( kg /cm2 ) k = Effective length factor l = Actual unbraced length of member ( cm ) r = Governing radius of gyration ( cm ) Cc = Column slenderness ratio E = Modulus of elascity of steel = 2,100,000 kg/cm2 Fb = Allowable bending stress ( kg /cm2 ) Fu = Minimum tensile strength ( kg /cm2 )
Z+ Y+
1.5. Materials Steel materials to be used for the towers and appurtenances conform to the relevant Indonesian Standards and/or Japanese Industrial Standard. 1) Steel Structural
0 21
X+
SF = Wt . / H > 1.5 Where : SF = Safety factor Wt =Total vertical load includes reaction, weight of foundation and weight of soil (kg) = Coefficient of soil friction H = Horisontal loads ( kg ) 1.5 = Allowable safety factor
Global Axis All applied joint loads, joint displacement and reactions are expressed as component in the global coordinate system. Force component and translation components are positive if they act in the positive direction of an axis. The member forces and support reactions for both conditions, tower with existing antennas and tower with existing and proposed antennas, are attached in computer output. 1.7. Design Calculation Of Foundation The calculation of foundation consists of design and control of foundation. Control of foundation includes : 1) Control of stability for uplift force : Sf = W1 / T > 2.0 Where : W1 = Weight of foundation and soil ( kg ) T = Uplift force ( kg ) 2.0 = Allowable safety factor
II. STRUCTURAL CALCULATION The structural analysis is made using SAP 90. Input and output program is shown as attachment.
Deflection, sway and twist are calculated as follows : a. Deflection : Dxn : Joint displacement at a point n Dxn’ : Joint displacement at a point n’
2) Control of bearing capacity of soil : Wt M F = -------- + --------------- < Q ( kg/m2) A 1/6.A . B Where : Wt = Total vertical load includes support reaction, weight of foundation and weight of soil (kg) M = Moment load ( horisontal loads x height of foundations ) ( kgm ) A = Area of the foundation base ( width x length of foundation ) (m2) B = Width of the foundation base ( m ) Q = Allowable bearing capacity of soil.
Dxn – Dxn’
3) Control of sliding force : b. Sway angle= arc tan ( --------------------------------------------------------- ) Distance between point n and point n’ Dxn – Dxn’ = arc tan ( ---------------------------------------------------------- ) Distance between point n and point n’ Dxn’ = 5.8865 cm Tower without proposed antenna d = 250 cm a. Deflection = 6.4177 cm b. Dxn = 5.2096 cm Sway angle = arc tan (( 5.8865 – 5.2096 ) / 250 ) = 0.1551 degree c. Dxn = 5.8865 cm Dxn’ = 6.4173 cm d = 300 cm Twist angle = arc tan (( 6.4173 – 5.8865 ) / 300 ) = 0.1014 degree Dxn’ = 5.9388 cm Tower with proposed antenna d = 250 cm a. Deflection = 6.5947 cm b. Dxn = 5.2534 cm Sway angle = arc tan (( 5.9388 – 5.2534 ) / 250 ) = 0.1570 degree c. Dxn = 6.4763 cm Dxn’ = 5.9388 cm d = 300 cm Twist angle = arc tan (( 6.4763 – 5.9388 ) / 300 ) = 0.1027 degree c. Twist angle
1)
2)
support
22
Sway and twist at 120 km/hour wind velocity without proposed antennas as follows : Actual Allowable Deflection (cm) 6.4177 42 Sway angle (degree) 0.1551 0.5 Twist angle (degree) 0.1014 0.5 Sway and twist at 120 km/hour wind velocity with proposed antennas as follows : Actual Allowable Deflection (cm) 6.5947 42 Sway angle (degree) 0.1570 0.5 Twist angle (degree) 0.1027 0.5
III.
= 2016 – 222.40 = 1793.60 kg Fts > Ft ---------------use Ft = Fts = 1440 kg/cm2 ft = T / A = 20621.09 / 17.1 = 1205.91 kg/cm2 < Ft ……… Ok !
FOUNDATION ANALYSIS
3.1. Column Anchorage Bolt Calculation
b.
1) Steel Bar Bj 37 ---------Fy = 2400 kg / cm2 2 ) Notation : Fy Fv Ft Fts
= Yield strength of steel = Allowable shear strength of anchor bolt = Allowable tensile stress of anchor bolt = Allowable tensile stress for bolt subject to combine tension and stress Fcv = Allowable bond stress of concrete fv = Actual shear stress of anchor bolt ft = Actual tensile stress of anchor bolt f’c = Compressive strength of concrete A = Total area of anchor bolt P = Total compression of tower base per one leg T = Total uplift force at tower base per one leg S = Total shear force at tower base per one leg Le = Required embeded length of anchor bolt in concrete
Required embedded length of anchor bolt : Fcv = 0.53 f’c = 0.53 175 = 7.0 kg/cm2 Le = T / ( Fcv x 6 x x d ) = 20621.09 / ( 7 x 6 x 3.14 x 1.905 ) = 82.1 cm Use Le = 85 cm
3 ) Maximum forces at tower base a. Tower with existing antenna : T = 21110 – 488.09 = 20621.91 kg S = 2377 kg b. Tower with existing and proposed antenna : T = 21110 – 488.09 = 20621.09 kg S = 2387 kg
3.2. Column Base Plate 1) Steel : Bj – 37 Fy = 2500 kg/cm2 Concrete : K – 175 Fp = 0,35 f’c = 0,35 x 175 = 61.25 kg/cm2 2) The formula to calculate column base plate is shown as follows : Ar = P / Fp ( m2 ) Ab Ar then check fp Fp Ab = B x B t = ( 6M / Fb )½ Fb = 0.75 Fy = 0.75 x 2500 = 1875 kg/cm2 Where : P = Total compression at tower base per one leg ( kg ) Ar = Required area of column base plate ( m2 )
4 ) Allowable tensile stress of anchor bolts Fv = 0.3 Fy = 0.3 x 2400 = 720 kg/cm2 Ft = 0.6 Fy = 0.6 x 2400 = 1440 kg/cm2 a.
Tower with existing antenna : Number of anchor bolt = 6 ¾ “ A = 6 x ( 0.25 x 1.9052 ) = 6 x 2.85 = 17.1 kg/cm2 fv = S / A = 2377 / 17.1 = 139.0 kg/cm2 < Fv ………….Ok ! Fts = 1.4 Ft – 1.6 fv 1440 ) – ( 1.6 x 139.0 )
= ( 1.4 x
= Designed area of column base plate ( m2 ) = Length of base plate ( cm ) = Actual bearing pressure ( kg/cm2 ) = Allowable bearing strength stress ( kg/m2 ) = Required thickness of base plate ( cm, mm) = Moment at the edge of base plate ( kgm, kgcm) = Allowable bending stress of base plate ( kg/cm2 ) Ab B fp Fp tp M
Fb
Tower with existing and proposed antenna : Number of anchor bolt = 6 ¾ “ ----- A = 17.1 cm2 fv = S / A = 2387 / 17.1 = 139.59 kg/cm2 < Fv ……………. Ok ! Fts = ( 1.4 x 1440 ) – ( 1.6 x 139.59 ) = 2016 – 223.344 = 1792.656 kg/cm2 Fts > Ft ---------------use Fts = Ft = 1440 kg/cm2 ft = T / A = 20621.09 / 17.1 = 1205.91 kg/cm2 < Ft ……… Ok ! Keep using anchor bolt 6 ¾ “
Fy f’c m fb
= Yield strength of steel ( kg/cm2 ) = Compressive strength of concrete ( kg/cm2 ) = Distance from steel structural to the edges of base plate ( cm ) = Bending stress ( kg/cm2 )
The calculation is shown as follows below : 23
check the stress : fb = ( 6M / tp2 )= (6 x 1946.78 / 2.52 ) = 1868.91 kg/cm2 < Fb 2 (1875 kg/cm )………….Ok ! Keep using column base plate : 600 mm x 600 mm x 25 mm 800
a. Tower without proposed antennas Column base plate area The existing column base plate : 600 mm x 600 mm x 25 mm Maximum compression force ( P ) = 26980 kg Applied load at support join = 488.09 kg P Total = 26980 + 488.09 = 27468.09 kg A = 60 x 60 = 3600 cm2 fp = P / A = 26980 / 3600 = 7.494 kg/cm2 < Fp …………. Ok !
3.3. Design and Control Of Foundation 3.3.1. Tower with existing antennas 1) Design load : H = 2377
Column base plate thickness Use m = (60 – 15) / 2 cm = 22.5 cm M = ½ q m2 = ½ x 7.494 x 22.52 = 1896.92 kgcm check the stress : fb = ( 6M / tp2 )= (6 x 1896.92 / 2.52 ) = 1821.042 kg/cm2 < Fb 2 (1875 kg/cm )………….Ok ! b. Tower with proposed antennas Maximum compression force ( P ) = 27200 kg Applied load at support join = 488.09 kg P Total = 27200 + 488.09 = 27688.09 kg fp = P / A = 27688.09 / 3600 = 7.691 kg/cm2 < Fp …………. Ok !
kg
(max horizontal reaction ) (max vertical reaction ) (max uplift reaction ) (dead load at support join )
V
= 26980 kg
T
= 21110 kg
V1
= 488.09 kg
P
= V + V1 = 26980 +
Tt
= T – V1 = 21110 –
488.09 = 27468.09 kg 488.09 = 20621.91 kg
From data above the design foundation will be checked for uplift force, bearing capacity of soil and horizontal loads (sliding). Design of foundation :
Column base plate thickness Use m = (60 – 15) / 2 cm = 22.5 cm M = ½ q m2 = ½ x 7.691 x 22.52 = 1946.78 kgcm
200
Ground Level 1950
Soil
2850
700
3000
2) Check stability for uplift force Concrete volume ( Vc ) : Pedestal column : 0.80 x 0.80 x 2.15 Footing : 3.0 x 3.0 x 0.70
M = 2.377 x 2.85 Z = Section modulus of footing base 3 = 1.376 Z =m3.0 x 3.0 x 3.0 / 6 = 4.500 m3 3 = 6.300 fe =mCompressive stress of footing base 3 = 7.676 A =mArea of foundation base = 3.00 x 3.00= 9.00m2 m3 fe = 71.970/ 9.0 + 6.774 / 4.5 = 7.999 t/m2 > 2.67 t/m2………….Fail = 44.5024 t The dimension of foundation is designed based on the nomogram. As shown in calculation above, the bearing capacity of soil is unable to support the existing tower. In fact, the soil is bearable. Possibly this is due to the difference in type and dimension between the existing tower foundation and the designed foundation above.
Soil volume for anti uplifting ( Vs ) : Vs = (( 3.0 x 3.0 ) – ( 0.80 x 0.80 )) x 1.95= 16.30 Weight of concrete and soil : W1 = W+ Ws = 7.676 x 2.4 + 16.30 x 1.6 S.F = W1 / T = 44.502 / 21.110 = 2.11 > 2.0 ………………..Ok ! 3 ) Bearing capacity of soil The allowable bearing capacity of soil is 0.267 kg/cm2 = 2.67 t/m2 ( Bearing capacity data was gathered from Tower Name / Date Plate )
5) Factor of safety against sliding Wt = 71.970 t = 71.970 H =t 2.377 t
4 ) Check of compressive force Wt = 44.502 + 27.468 24
= 6.774
= Coefficient of friction = 0.45 SF = Wt x / H = 71.970 x 0.45 / 2.377 = 13.62 > 1.50 …………. Ok !
3.3.2.
Tower with existing and proposed antennas 1) Design load : V T V1 P
H
= 2387 kg (max horizontal reaction)
= 27200 kg (max vertical reaction) = 21160 kg (max uplift reaction ) = 488.09 kg (dead load at support join) = V + V1 = 27200+ 488.09 = 27688.09 kg Tt
= T – V1 = 21160 –
488.09 = 20671.09 kg
2) Check stability for uplift force Concrete volume ( Vc ) : Pedestal column : 0.80 x 0.80 x 2.15= 1.376m3
Footing : 3.0 x 3.0 x 0.70
= 6.300 = 7.676
Soil volume for anti uplifting ( Vs ) : Vs = (( 3.0 x 3.0 ) – ( 0.80 x 0.80 )) x 1.95= 16.30 m3 Weight of concrete and soil : W+ Ws = 7.676 x 2.4 + 16.30 x 1.6 S.F = W1 / T = 44.502 / 21.160 = 2.103 > 2.0 ………………..Ok ! 3 ) Bearing capacity of soil The allowable bearing capacity of soil is kg/cm2 = 2.67 t/m2
0.267
m3 m3
W1 = = 44.502 Z t= Section modulus of footing base Z = 3.0 x 3.0 x 3.0 / 6 fe = Compressive stress of footing base
A = Area of foundation base = 3.00 x 3.00= 9.00m2 fe = 72.190/ 9.00 + 6.803 / 4.500= 8.022 t/m2 > 2.67 t/m2………….Fail = 72.190 t = 6.803 tm
4 ) Check of compressive force Wt = 44.502 + 27.688 M = 2.387 x 2.85
5) Factor of safety against sliding Wt = 72.190 t H = 2.387 t = Coefficient of friction = 0.45 SF = Wt x / H = 72.190 x 0.45 / 2.387 = 13,61 > 1.50 …………. Ok !
IV.
CONCLUSION AND RECOMMENDATION
We have carefully analysed the existing tower of
-
Additional force at the tower base (maximum)
Limboto structure for the proposed additional antenna at
due to the proposed antennas is less than 2.10 %
120 km/hr wind velocity. The following major
of support reaction at tower without proposed
conclusions have been drawn from this analysis :
antennas.
-
The existing tower has strength enough to
-
support the existing configuration and the
to resist the uplift and shear forces.
proposed antennas at 120 km/hr maximum wind
-
velocity. -
The designed foundation has strength enough
The designed foundation has not strength enough to resist the compressive force. It
The anchor bolt and the base plate has strength
means that the bearing capacity of soil is unable
enough to resist the forces at support joint.
to support the structure. This is, possibly, due to the difference in type and dimension between 25
= 4.500
the existing tower foundation and the designed
-
foundation.
The minimum required of bearing capacity to support the tower with existing and proposed antennas is about 8.0 t/m2.
REFERENSI
[1] Rene Amon, Bruce Knobloch, Atanu Mazumder, 2002, ”Perencanaan Konstruksi Baja Untuk Insinyur dan Arsitek 2”, PT. Pradnya Paramita, Jakarta. [2] Salmon, Charles G, Thon E Jhonson, 2000, ”Struktur Baja Desain dan Perilaku”, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. [3] Gunawan R, (1987), Tabel Profil Konstruksi Baja, Kanisius, Jakarta
26
PENILAIAN KEANDALAN DAN REKOMENDASI PENANGANAN BLOK BANGUNAN BELAKANG PENGADILAN NEGERI POSO KLAS IB Yoppy Soleman1) 1) Staf Pengajar Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sintuwu Maroso dan Pengkaji Teknis Bangunan Gedung Bidang Cipta Karya Dinas PU
1)
Kata Kunci —keandalan bangunan, pn poso, kabupaten poso, analisa komponen bangunan
I. PENDAHULUAN
Februari 2014, dibawah ini diberikan hasil penilaian keandalan blok bangunan belakang Pengadilan Negeri Klas IB Poso, sbb:
Berdasarkan hasil peninjauan tim Fakultas Teknik Universitas Sintuwu Maroso, Poso, pada tanggal 26
II. INTERPRETASI TINGKAT KEANDALAN BANGUNAN
Struktural Sub Sistem No. Struktural 1.
2.
3.
4.
Persentase Tingkat Kerusakan 50%
Kuda-kuda atap
Rangka Plafon dan lapis penutup seng
50%
Pondasi
50%
Dinding tembok Bata
50% ½
Klasifikasi Tingkat Kerusakan, Komentar Kerusakan sedang s.d. kerusakan berat disebabkan dekomposisi material dan kelembaban. Sebagian bidang atap terkena bidang tapak bangunan baru Kerusakan sedang s.d. kerusakan berat disebabkan disebabkan dekomposisi material akibat usia pemakaian dan kelembaban. Sebagian bidang rangka dan lapis plafon terkena bidang plafon bangunan baru Kerusakan sedang s.d. kerusakan berat disebabkan penurunan tanah dasar, akibat pembebanan dan pengaruh kelembaban. Sebagian pondasi terkena tapak pondasi bangunan baru. Kerusakan sedang s.d. kerusakan berat disebabkan penurunan kualitas material akibat paparan air (pengaruh cuaca), dan akibat pembebanan. Sebagian 27
Rencana Penanggulangan
Rehabilitasi berat atau rekonstruksi
Rehabilitasi berat atau rekonstruksi
Rehabilitasi berat atau rekonstruksi
Rehabilitasi berat atau rekonstruksi
bidang dinding ½ bata terkena tapak bangunan baru 5. Kolom Beton 50% Kerusakan sedang akibat Bertulang dan penurunan tumpuan, Rehabilitasi berat atau Sloof penurunan kualitas rekonstruksi material akibat usia, pembebanan dan pengaruh cuaca. Sebagian kolom tulangan praktis terkena bidang tapak bangunan baru Kerusakan sedang s.d. Kusen Pintu kerusakan berat pada Rehabilitasi berat atau dan Jendela, sebagian besar bagian rekonstruksi Ventilasi kusen pintu/jendela dan ventilasi disebabkan 6. 55% dekomposisi material akibat usia pemakaian dan kelembaban. Sebagian kusen pintu dan jendela terkena bidang bangunan baru Kerusakan sedang s.d. kerusakan berat pada sebagian lapisan penutup Rehabilitasi berat atau Lantai lantai akibat penurunan rekonstruksi tanah dasar, keretakan, 7. 46% erosi, penurunan kualitas material akibat usia dan pemakaian (aus). Sebagian lantai terkena tapak bangunan baru Sistem Proteksi Gempa (Merujuk standar SNI-1726-2002, Zona 4) Sub Sistem Estimasi Tingkat No. Ketahanan Ketahanan Komentar Rencana Penanggulangan Gempa Gempa 1. Pondasi Tanah dasar Untuk bangunan kantor Analisa dan perkuatan dianggap cukup tidak bertingkat biasa fondasi dan sloof keras dengan tinggi dinding (strengthening and bata tidak melebihi 3.00 retrofitting) meter kekuatan pondasi diasumsikan cukup memenuhi 2. Dinding ½ Kurang Kurang andal dalam Pemeriksaan kekuatan Bata memenuhi menahan beban gempa dinding bata dengan inspeksi visual, tes karbonasi lapisan plester dan Schmidt-Hammer Test, Perkuatan dinding bata (strengthening) melalui pelapisan/penambalan spesi/plesteran, menambah dimensi/ketebalan dinding dan atau rekonstruksi bagianbagian yang rusak. 3. Kolom Beton Kolom praktis Cukup andal dalam Schmidt-Hammer Test dan Bertulang cukup memenuhi menahan beban gempa perbaikan sedang lapisan 28
tetapi perlu dites kekuatannya
4.
Balok Sloof
Balok Sloof Praktis cukup memenuhi
Cukup andal dalam menahan beban gempa tetapi perlu dites kekuatannya
5.
Join BalokKolom dan Sambungan Dinding
Tidak memenuhi
Tidak menggunakan detail penulangan tahan gempa
selimut beton (strengthening and retrofitting) dengan standar proteksi gempa mengacu pada UU BG No.28/2008 dan SNI-17262002 Perkuatan balok sloof dan balok ring (strengthening and retrofitting) dengan standar proteksi gempa mengacu pada UU BG No.28/2008 dan SNI-1726-2002 Perkuatan join (strengthening and retrofitting) dengan pendetailan tulangan join balok-kolom
Sistem Proteksi Kebakaran (Merujuk Permen PU No. 25 Tahun 2008 tentang RISPK) Sub Sistem Estimasi Tingkat No. Proteksi Ketahanan thd. Komentar Rencana Penanggulangan Kebakaran Bahaya Kebakaran 1. Jenis material Sebagian besar Kusen pintu dan jendela Konstruksi rangka atap konstruksi material tidak (bukaan-bukaan), kudamenggunakan material baja bangunan memenuhi, kuda dan rangka plafon ringan, lapis plafon dan rentan serta plafon terbuat dari lisplank menggunakan mengalami material dasar kayu yang material asbes atau gypsum kebakaran merupakan bahan bakar bagi api/panas (bahan mudah terbakar) 2. Alat Pemadaman Tidak ada Tidak ada alat Pengadaan Api Ringan pemadaman api ringan (Tabung (tabung APAR) APAR) Utilitas (berdasarkan tinjauan tim Fakultas Teknik Unsimar Poso) Sub Sistem Persentase Keterangan Tingkat No. Utilitas Tingkat Kekurangan Rencana Penanggulangan Kekurangan 1. Kamar 0% Jumlah cukup memenuhi mandi/WC kebutuhan Perbaikan sedang 2. Sarana air 0% Cukup memenuhi bersih kebutuhan 3. Sarana 50% Rusak Sedang Perbaikan saluran, pembuatan pengerukan, penambalan air kotor keretakan (limbah) 4. Septic Tank 0% 5. Listrik 0% Cukup memenuhi kebutuhan Arsitektural Sub Sistem Persentase Klasifikasi Tingkat No. Arsitektural Tingkat Kekurangan Rencana Penanggulangan Kekurangan 1. Luas Total Blok 50% Luasan Total Blok Penambahan atau perluasan Bangunan Bangunan Kantor ruangan 29
Kantor
2.
Ukuran Ruangan
50%
3.
Luas Halaman, Parkir Elevasi Lantai Bangunan
0%
4.
0 cm
±100.00 m 2 tidak memenuhi standar luas ruangan kantor. Ukuran ruangan tidak memenuhi persyaratan minimal sebesar 9.6-10,0 m2/staf, dsb. Luas halaman dan parkir memenuhi Elevasi lantai memenuhi
Rasio luas ruangan terhadap jumlah pegawai tidak memenuhi Luas halaman parkir kendaraan sudah memenuhi Luas halaman parkir kendaraan sudah memenuhi
konstruksi permanen susunan tembok bata ½ batu dan rangka beton bertulangan praktis sloof – kolom – ringbalk.
III. ANALISA Blok bangunan bagian belakang Gedung Kantor Pengadilan Negeri Klas IB Poso merupakan Luas lantai bangunan (1 x 32,00) + (1 x 32,00) + (1 x 32,00) + (1 x 4,00) = 100,00 m 2 Bangunan dikonstruksi pada 1992, maka berdasarkan standar umur rencana bangunan permanen, secara teknis bangunan akan mencapai batas minimum usia pakai pada 2017 dan maksimum pada tahun 2042 (standar umur rencana bangunan permanen minimum 25 Tahun dan maksimum 50 Tahun menurut SKBI-1987, SKSNI-1991, SNI-2002, PP No. 36/2005 dan Permen PU No. 48/2007).
merata) yang signifikan yang diobservasi (pada komponen lantai). Juga dapat diobservasi bahwa mutu pelaksanaan konstruksi bangunan secara umum cukup baik. Blok Bangunan yang ditinjau mengalami dampak pekerjaan pembersihan area pekerjaan dari kegiatan konstruksi gedung baru kantor PN Poso (bangunan bertingkat). Untuk menentukan keandalan dan dimensi bangunan maka diadakan pengukuran dan pemeriksaan visual pada komponen-komponen pondasi, kolom tulangan praktis, sloof tulangan praktis, dinding bata ½ batu, kusen pintu dan jendela, plafon, rangka kuda-kuda, lapis penutup seng dan lantai.
Blok bangunan bagian belakang Gedung Kantor Pengadilan Negeri Klas IB Poso terletak di atas tanah alas fondasi jenis tanah medium (kepadatan sedang), dan relatif cukup homogen sehingga tidak ada penurunan diferensial (penurunan fondasi yang tidak
Gbr. 1 – 2. Anggota tim dari Fakultas Teknik Unsimar Poso sedang melaksanakan pekerjaan inspeksi dan pemeriksaan blok bangunan belakang gedung kantor PN Poso.
30
Gbr. 3 – 4. Tampak bagian bangunan dengan kerusakan terparah (sisi barat) yaitu lantai keramik dan sebagian dinding bata ½ batu yang terkena dampak pekerjaan pembersihan area (pembongkaran sebagian) dalam kegiatan konstruksi gedung baru tahun 2013.
Gbr. 5 – 6. Dinding bata ½ batu yang mengalami karbonasi akibat terpapar cuaca dan pengaruh kelembaban.
Gbr. 7 – 8. Tampak lapis penutup dan rangka plafon yang mengalami kerusakan akibat dekomposisi material dan pengaruh kelembaban.
31
Gbr. 9 – 12. Tampak lapis penutup atap, rangka kuda-kuda dan listplank yang mengalami kerusakan akibat usia pemakaian, dekomposisi material dan pengaruh kelembaban.
Komponen-komponen bangunan dengan penurunan fungsi 40% s.d. 60% pada empat komponen yaitu sebagian dinding bata ½ batu, kusen pintu dan jendela, rangka dan lapis penutup plafon, dan rangka dan lapis penutup atap. Penyebab penurunan fungsi komponen bangunan adalah:
Klas IB Poso ini diperkirakan memiliki kapasitas menengah terhadap beban horizontal akibat gempa bumi yang mungkin terjadi di masa datang karena sekalipun struktur tanah dasarnya (fondasi) cukup baik namun sistem perkuatan dinding batanya masih belum memadai apabila ditinjau dari syarat-syarat teknis atau standar ketahanan gempa untuk zona 3-4 (wilayah Kabupaten Poso). Yang termasuk komponen struktural adalah struktur penopang bangunan (fondasi), balok pengaku (sloof dan ringbalk), kolom, balok dan pelat (termasuk luifel), dan balok lintel (pengaku dinding dan ringbalk).
1. Dekomposisi material akibat usia pemakaian; 2. Deformasi akibat pembebanan dan pembongkaran sebagian; 3. Pengaruh kelembaban (cuaca). Secara struktural (proteksi gempa), blok bangunan bagian belakang Gedung Kantor Pengadilan Negeri
32
Tabel Penilaian Keandalan Komponen Bangunan No. Komponen Prosentase Nilai Komponen Keandalan 1. Pondasi 10% 60% 2. Struktur Kolom, Sloof 30% 50% 3. Lantai 10% 50% 4. Dinding/Rangka 15% 50% 5. Plafon 7% 20% 6. Atap 10% 30% 7. Utilitas 10% 50% 8. Finishing 8% 30% Jumlah 100% -
Angka Keandalan 0,0600 0,1500 0,0500 0,0750 0,0140 0,0300 0,0500 0,0240 0,4530
lapis penutup dan rangka kuda-kuda, kusen pintu dan jendela, lapis dan rangka penutup plafon dan lisplank, dan lapis finishing. 4. Apabila bangunan direkonstruksi atau dibangun baru maka proses perencanaan atau desain terutama harus memperhatikan dan menerapkan kriteria struktural dan keamanan untuk bangunan kantor pemerintah (proteksi gempa dan kebakaran), yaitu SNI-03-1726-2002, SNI-032487-2002, SNI-03-1726-2000.
IV. KESIMPULAN, PERKIRAAN DERAJAT KERUSAKAN, ANGKA KEANDALAN DAN REKOMENDASI KESIMPULAN: 1. Sub-sub sistem fisik atau komponen-komponen blok bangunan bagian belakasng Gedung Kantor PN Klas IB Poso memiliki tingkat kerusakan yang bervariasi, namun secara umum fungsi bangunan berada dalam kondisi rusak sedang s.d. rusak berat, dan memerlukan rehabilitasi tingkat sedang hingga rehabilitasi berat dengan nilai maksimum 60%. Tetapi secara struktural (aspek ketahanan gempa dan proteksi kebakaran), komponenkomponen fisik blok bangunan permanen Gedung Kantor PN Klas IB Poso berada dalam kondisi tidak andal, dengan sisa angka keandalan 45.30%. 2. Ketidakfungsionalan dan ketidakandalan komponen-komponen fisik blok bangunan permanen Gedung Kantor PN Klas IB Poso diakibatkan terutama oleh penurunan kualitas material bangunan selama masa pemakaian atau usia bangunan, penurunan kualitas material akibat mengalami deformasi, pengaruh kelembaban dan infiltrasi air. 3. Apabila bangunan direhabilitasi sedang-berat pada taraf 60% maka prioritas perbaikan komponen terdapat pada: dinding bata ½ batu,
DERAJAT KERUSAKAN: Secara fungsional, derajat kerusakan bangunan sebesar 54.70% atau rusak sedang-berat.
ANGKA KEANDALAN: Secara struktural (lihat tabel penilaian keandalan komponen), blok bangunan permanen Gedung Kantor PN Klas IB Poso termasuk kategori tidak andal dengan perkiraan angka keandalan bangunan sebesar 45.30%. REKOMENDASI: Direkomendasikan untuk rekonstruksi atau pembangunan baru dengan luas total blok minimum 200 m2.
[5] Permen PU no. 6 tahun 2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) [6] Permen PU no. 25 tahun 2008 tentang Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK); [7] Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1987 ... Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (SKBI-1.3.5.3-1987); [8] Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung (SNI-03-1726-2002)
REFERENSI [1] Undang-undang no. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung; [2] Undang-undang no. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang; [3] PP no. 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang no. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung; [4] Permen PU no. 45 tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara; . 33
INSPEKSI BANGUNAN GEDUNG ASRAMA PUTRI SINTREN UNIVERSITAS GADJAH MADA, KABUPATEN SLEMAN - DIY Yoppy Soleman 1) 1) Staf Pengajar Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sintuwu Maroso dan Pengkaji Teknis Bangunan Gedung Bidang Cipta Karya Dinas PU Kata Kunci —inspeksi bangunan, ugm yogyakarta, portal beton bertulang orang perlu difasilitasi dengan menyiapkan asrama sedemikian sehingga pembangunan asrama putri ini akan meringankan biaya hidup bagi para mahasiswa dari luar Kota Sleman dan Yogyakarta, dan pada akhirnya dapat menunjang pelaksanaan kegiatan pendidikan.
I. PENDAHULUAN Gedung Asrama Mahasiswa Putri Santren Universitas Gadjah Mada – Yogyakarta mulai dikonstruksi pada tahun 2014 dan rencana penyelesaian pada 24 Juli 2015 dengan luas keseluruhan lantai 10.168 m 2. Bahwa jumlah mahasiswa Universitas Gadjah Mada Yogyakarta yang pada tahun 2015 berjumlah 59.600
Gambar 1. Tampak Depan Rencana Gedung Aspuri Santren – UGM Yogyakarta Sedangkan pada Tahun Anggaran 2015 ini komponen konstruksi yang harus diselesaikan hingga 24 Juli 2015 adalah pekerjaan kolom struktural lantai dasar beton precast-in-place, pekerjaan kolom struktural lantai 2 s.d. lantai 5, pekerjaan balok struktyral beton bertulang precast-in-place lantai 1 s.d. lantai 5, pekerjaan dinding geser (shear-wall) arah Timur-Barat sebanyak 8 (delapan) segmen, pekerjaan pelat lantai beton bertulang precast-in-place lantai 1 s.d. lantai 5,
Bahwa daya tampung asrama yang ada pada saat ini masih jauh dari kebutuhan mahasiswa dimana maksimal daya tampung sebesar 12.100 mahasiswa dari sejumlah 59.600 mahasiswa Universitas Gadjah Mada. Sepanjang 40 hari kerja pada Tahun 2014 telah diselesaikan pekerjaan pembongkaran bangunan lama, pekerjaan pondasi poer plat, pekerjaan perbaikan tanah dasar bawah pondasi dan pekerjaan balok sloof. 34
pekerjaan pelat kantilever precast-in-place lantai 1 s.d. lantai 4, pekerjaan dinding batako lantai 1 s.d. lantai 5, pekerjaan tangga beton bertulang, pekerjaan balok lintel, pekerjaan lantai, pekerjaan finishing, pekerjaan elektrikal, pekerjaan mekanikal . Kegiatan konstruksi harus dapat diselesaikan hingga batas akhir rencana Serah Terima Pekerjaan Pertama (SPTS, PHO) pada tanggal 24 Juli 2015.
Plafond Hunian : - Lantai 1 s/d 4 Beton Expose - Lantai 5 & Lobby Rangka
II. DATA BANGUNAN
Water Proofing : - KM/WC Tahap 1 : Bitumen Coating Tahap 2 : Liquid Coating - Dak Atap : Membrane - Ground Tank : Liquid Coating anti asam & toxic Pengecatan : - Dinding Luar : Weater Shield ex. Jotun - Dinding Dalam & plafon: Acrilic Emulsion ex. Jotun Kusen : - Aluminium uk. 1.5” x 3” ex Aleksindo - Pintu PVC untuk kamar mandi - Kaca bening tebal 5 mm & kaca es tebal 3 mm ex. Asahimas
- Dinding KM/WC - Lantai KM/WC - Pantry
Data umum pembangunan Asrama Mahasiswa Putri Santren UGM Sleman Jogjakarta adalah sebagai berikut: 1. Nama Proyek : Pembangunan Asrama Mahasiswa Putri Santren UGM Sleman Jogjakarta 2. Lokasi Proyek : Kampus UGM-Sleman 3. Jumlah Gedung : 2 Block 4. Konsultan Perencana : PT. Delta Decon-Bekasi 5. MK Pusat : PT. Nusa Gala SaranaJakarta 6. MK Wilayah : PT. Sarana Budi Prakarsa Ripta-Semarang 7. Kontraktor Pelaksana : PT. Margusta Bangun Perkasa-Bandung 8. Waktu Pelaksanaan : 240 hari 9. Nilai Kontrak : Rp. 27.9 Milyar
Dinding : Batako Standard Plester Aci Luar dalam Keramik : - Hunian & Selasar = 30 x 30 cm putih
= 20 x 25 cm warna = 20 x 20 cm Corak warna = 20 x 20 cm Warna
Metal Furing ditutup calsiboard
4. Pekerjaan Mekanikal & Elektrikal Air Bersih : - Ground Water Tank = 1 unit per block - Torn Air 3 unit per block Kap. 4000 liter Air Bekas & Kotor : - Kloset duduk per hunian - Septic tank Bio 2 unit per block Kap. 15 m3/hari
Data Teknis 1. Pekerjaan Struktur Bawah Pondasi : Minipile uk. 25 x 25 cm kedalaman ± 8 meter sistem pemancangan dengan hidrolik Pile Cap & Tie Beam : Mutu Beton K-350 Sistem Konvensional 2. Pekerjaan Struktur Atas Kolom dan Balok : Mutu Beton K-350 Sistem Precast – Pabrikasi di Lapangan Shearwall dan Tangga : Mutu Beton K350 Sistem Konvensional Plat Lantai : Mutu Beton K-450 Sistem Precast – dikirim dari pabrikan. Atap : Rangka baja Ringan metal zink alum atap metal berpasir. 3. Pekerjaan Arsitektur
- Sumur resapan 2 unit per block kap. 5 m3 / hari
- Grease trap di dapur umum tiap lantai KWh Meter : Panel disatukan dan menjadi tanggung jawab pengelola Penangkal petir 1 unit per block radius minimum 80 m Instalasi pemadam kebakaran dilengkapi dengan Diesel Fire Pump & Jocky Pump dan untuk luar bangunan dilengkapi pilar hidrant & siemess conector Deteksi kebakaran dengan Heat detector yang ditempatkan di masing-masih hunian Pada setiap lantai di tempatkan Fire extinghuiser 2.5 kg
b. BLOCK 2 Lantai 1 : area pengelola Lantai 2 s.d. 5 : 23 hunian per lantai + 1 dapur umum Total hunian : 92 unit
5. Jumlah Hunian a. BLOCK 1 : Lantai 1 : 8 unit hunian untuk difable Lantai 2 s.d. 5 : 23 hunian per lantai + 1 dapur umum Total hunian : 100 unit
35
LOKASI PEKERJAAN
Gambar 2. a-b. Peta Lokasi Pekerjaan Pembangunan Gedung Asrama Mahasiswa Puteri Santren, Jalan Gambir, Pedukuhan Karangasem, Desa Catur Tunggal, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
36
Gg
Gbr. 3.a-b. Denah Lantai 1 dan Lantai 2 Gedung Asrama Mahasiswa Putri UGM
37
Gbr. 4. Potongan 1-1III. ANALISA DAN PEMBAHASAN
Proses Pembangunan adalah kegiatan mendirikan bangunan gedung yang diselenggarakan melalui tahap perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi dan pengawasan konstruksi/manajemen konstruksi (MK), baik merupakan pembangunan baru, perbaikan sebagian atau seluruhnya, maupun perluasan bangunan gedung yang sudah ada, dan/atau lanjutan pembangunan bangunan gedung yang belum selesai, dan/atau perawatan (rehabilitasi, renovasi, restorasi). Berdasarkan definisi tersebut, pembangunan mencakup seluruh tahapan dari perencanaan sampai dengan berfungsinya suatu gedung. Dalam pekerjaan pembangunan juga meliputi pekerjaan perawatan gedung bangunan negara.
setelah diperbaiki masih dapat berfungsi dengan baik sebagaimana mestinya. Penentuan tingkat kerusakan adalah setelah berkonsultasi dengan Instansi Teknis setempat yang bertanggung jawab terhadap pembinaan bangunan gedung. Pemeliharaan Bangunan Dalam proses pemeliharaan bangunan, terdapat tiga kategori yaitu : 1. Rehabilitasi, yaitu memperbaiki bangunan yang telah rusak sebagian dengan maksud menggunakan sesuai dengan fungsi tertentu yang tetap, baik arsitektur maupun struktur bangunan gedung tetap dipertahankan seperti semula, sedang utilitas dapat berubah. 2. Renovasi, yaitu memperbaiki bangunan yang telah rusak berat sebagian dengan maksud menggunakan sesuai fungsi tertentu yang dapat tetap atau berubah, baik arsitektur, struktur maupun utilitas bangunannya 3. Restorasi, yaitu memperbaiki bangunan yang telah rusak berat sebagian dengan maksud menggunakan untuk fungsi tertentu yang dapat tetap atau berubah dengan tetap mempertahankan arsitektur bangunannya sedangkan struktur dan utilitas bangunannya dapat berubah.
Perawatan bangunan adalah usaha memperbaiki kerusakan yang terjadi agar bangunan dapat berfungsi dengan baik sebagaimana mestinya. Perawatan bangunan dapat digolongkan sesuai dengan tingkat kerusakan pada bangunan yaitu: 1) Perawatan untuk tingkat kerusakan ringan; 2) Perawatan untuk tingkat kerusakan sedang; 3) Perawatan untuk tingkat kerusakan berat.
Tingkat Kerusakan Bangunan Yang dimaksud dengan Kerusakan bangunan adalah tidak berfungsinya bangunan atau komponen bangunan akibat penyusutan/berakhirnya umur bangunan, atau akibat ulah manusia atau perilaku alam seperti beban fungsi yang berlebih, kebakaran, gempa bumi, atau sebab lain yang sejenis. Intensitas kerusakan bangunan dapat digolongkan atas tiga tingkat kerusakan, yaitu:
Kegagalan Bangunan Hasil proses pekerjaan kontruksi yang telah diserahkan, karena kualitas atau hal lainnya, bisa terjadi kegagalan bangunan. Kegagalan bangunan adalah keadaan bangunan, yang setelah diserahterimakan oleh penyedia jasa kepada pengguna jasa, menjadi tidak berfungsi baik secara keseluruhan maupun sebagian dan/atau tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak kerja konstruksi atau pemanfaatannya yang menyimpang sebagai akibat kesalahan penyedia jasa dan/atau pengguna jasa. Masa kegagalan bangunan adalah sepuluh tahun. Apabila hasil pekerjaan kontruksi yang telah diserahkan oleh penyedia jasa kontruksi terjadi penyimpangan yang disebabkan karena kesalahan pihak penyedia, maka penyedia jasa kontruksi
a.
Kerusakan ringan, Kerusakan ringan adalah kerusakan terutama pada komponen non-struktural, seperti penutup atap, langitlangit, penutup lantai dan dinding pengisi. b. Kerusakan sedang, Kerusakan sedang adalah kerusakan pada sebagian komponen non struktural, dan atau komponen struktural seperti struktur atap, lantai, dll. c. Kerusakan berat, Kerusakan berat adalah kerusakan pada sebagian besar komponen bangunan, baik struktural maupun non-struktural yang apabila 38
harus bertanggung jawab terhadap akibat yang disebabkan kegagalan bangunan tersebut.
6. Peraturan Menteri PU No. 45 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara; 7. Peraturan Menteri PU No. 24 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemeliharaan dan Perawatan Bangunan Gedung.
Dasar Hukum dan Standar Teknis Penyelenggaraan Bangunan Gedung Negara Pemeriksaan terhadap bangunan perlu dilakukan terutama sekali pada bangunan gedung negara/pemerintah yang berfungsi untuk melayani kepentingan umum (fungsi pemerintahan, sosial budaya dan keagamaan). Dasar hukum untuk mempraktekkan hal ini sudah cukup jelas yaitu substansi pasal-pasal dan ayat dari peraturan perundangan berikut ini:
Salah satu prinsip pembangunan gedung menurut peraturan bangunan di Indonesia adalah harus memenuhi persyaratan keandalan, dan sebagai bagian terpenting dari keterandalan bangunan gedung adalah keandalan secara struktural. Keandalan struktural didefinisikan sebagai kapasitas elemen struktural bangunan gedung secara keseluruhan maupun secara parsial (pondasi, sloof, kolom, balok, plat, dinding, rangka atap dan elemen struktural lainnya) untuk memikul pembebanan maksimum selama umur rencana atau masa pakai bangunan tanpa mengalami kegagalan atau keruntuhan secara tiba-tiba, baik yang bersifat lokal di titik-titik tertentu maupun keruntuhan total keseluruhan bangunan. Hal ini bertujuan untuk menjamin keselamatan penghuni atau pemakai bangunan.
1. Undang-undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung; 2. Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2005 tentang Bangunan Gedung; 3. Peraturan Presiden No. 73 Tahun 2011 tentang Pembangunan Bangunan Gedung Negara; 4. Peraturan Menteri PU No. 29 Tahun 2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung; 5. Peraturan Menteri PU No. 26 Tahun 2007 tentang Pedoman Tim Ahli Bangunan Gedung;
39
INSPEKSI BANGUNAN Terhadap PEMENUHAN STANDAR DAN PERSYARATAN TEKNIS BANGUNAN GEDUNG BERTINGKAT BANYAK PADA ZONASI GEMPA III 1.a. Perubahan Kekakuan Sistem Struktural akibat Pengaruh Kekakuan Dinding Geser tidak diperhitungkan
Gbr. 5.a-b. Sistem Struktur Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) menurut SNI1726-2002 dapat mempunyai suatu tingkat duktilitas sebesar = 5.2 dan faktor reduksi gempa R = 8.5. Untuk Sistem struktur portal/rangka precast in-place dalam konstruksi Aspuri UGM ini diperoleh = 4.43 dan R = 7.26 (berdasarkan pengujian Puslitbangkim – Bandung), tetapi akibat penggunaan dinding geser (shear-wall) pada sisi tangga (sumbu lemah/sumbu pendek bangunan) maka duktilitas struktur akan 40
berkurang oleh karena terjadi peningkatan kekakuan) pada sumbu Y-Y bangunan. 1.b. Sistem Penahan Lateral/Gempa Dinding Geser (Shear Wall) untuk meningkatkan kekuatan struktural.
41
Gbr. 6.a-b. Penggunaan dinding geser menurut SNI-1726-2002 akan meningkatkan kekakuan lateral, tetapi sekaligus akan mengurangi keliatan/duktilitas struktur. Direkomendasikan kepada Konsultan Perencana untuk menghitung kembali faktor duktilitas dan faktor reduksi gempa R.
Inspeksi No. 1 Kesimpulan Inspeksi No. 1: Pengaruh peningkatan kekakuan struktur akibat dinding geser (shear wall) belum diperhitungkan dalam tes kinerja struktural sedemikian sehingga faktor duktilitas = 4.43 dan faktor reduksi gempa R = 7.26 mungkin tidak akan bisa dicapai dalam suatu kejadian gempa yang real. Rekomendasi Inspeksi No. 1: Konsultan melakukan perhitungan kembali (analisis struktur) terhadap pengaruh dinding geser pada faktor duktilitas struktural bangunan. 2. Segregasi Beton akibat Pelaksanaan Pengecoran yang Kurang Baik
Gbr. 7. Tampak suatu balok grid dengan arah sumbu panjang X-X yang mengalami segregasi campuran beton. Hal ini diakibatkan oleh proses pengecoran yang kurang baik. Solusi: Menutup rongga-rongga/lubang dengan campuran beton silika untuk bahan grouting atau dengan menggunakan campuran beton normal setelah sebelumnya permukaan beton dilumuri alcabond (bahan perekat).
Inspeksi No. 2 (lihat Gbr. 7) Catatan: Definisi F Fungsional dengan tanpa indikasi kerusakan TD Tidak Ditemukan TI Tidak dapat Diinspeksi karena alasan keamanan atau keterbatasan alat ukur/instrumen NF Rusak Ringan atau Tidak Berfungsi Penuh dan memerlukan perbaikan atau perawatan 42
RB Rusak Berat atau Cacat Berat yang memerlukan penggantian atau rekonstruksi. Tidak berfungsi sama sekali
F
TD TI NF RB
2. Segregasi Beton Bertulang Precast-in-Place Lantai II, Balok Grid Kesimpulan Inspeksi No. 2: Mutu coran balok beton bertulang precast lantai 2 (join balok-grid) tidak memenuhi persyaratan mutu minimum beton bertulang dalam SNI-03-1726-2002 dan SNI-03-28472002. Rekomendasi Inspeksi No. 2: Perbaikan lubang/rongga dengan bahan pengisi dari semen grouting sika dan alcabond
3. Retak Vertikal Dinding Pengisi Batako
43
Gambar 8. a - c. Retak vertikal dinding bata Ruang Kamar. Penjalaran retak dimulai dari sisi atas dinding.
Inspeksi No. 3 Catatan: Definisi F Fungsional dengan tanpa indikasi kerusakan TD Tidak Ditemukan TI Tidak dapat Diinspeksi karena alasan keamanan atau keterbatasan alat ukur/instrumen NF Rusak Ringan atau Tidak Berfungsi Penuh dan memerlukan perbaikan atau perawatan RB Rusak Berat atau Cacat Berat yang memerlukan penggantian atau rekonstruksi. Tidak berfungsi sama sekali
F
TD TI NF RB
1. Dinding Pembatas Ruangan bagian Utara: Pasangan Batako komposisi campuran 1 : 5 (semen, pasir) dengan acian.
Retak vertikal tak-beraturan yang dimulai pada sisi atas dinding (pertemuan dengan balok) ke arah bawah bangunan pada zona pertemuan balok precast dan susunan batako dengan lebar retak < 1.0 mm akibat kombinasi 4 hal: 1. Defleksi pelat beton bertulang bawah dinding akibat creep (rangkak); 2. Defleksi minor pada balok/gelagar di bawah (tumpuan) dan balok ring di atas dinding akibat creep (rangkak); 44
3. Celah ekspansi (untuk pemuaian, pergerakan, pergeseran) pada bidang sentuh balok atap (ring balk) dan sisi atas dinding kurang memadai; 4. Dinding bata lemah dalam memikul tegangan akibat gaya vertikal dan horizontal karena tidak ada perkuatan rangka pengaku berupa balok latei (lintel) horizontal pada bidang dinding dengan luas > 9 m2 Celah ekspansi, baik horizontal maupun vertikal dapat digunakan untuk mengakomodasi pergerakan akibat deformasi elastik, rangkak (creep), susut (shrinkage) dan mencegah retak, khususnya untuk dinding bata dengan lebar lebih dari 5 meter. Untuk dinding bata sisip (brick infill) dengan bentangan lebih dari pada kerangka struktur beton bertulang disarankan untuk menempatkan celah ekspansi horizontal minimum ¼ inci (=6.4 mm) diantara struktur dan sisi atas dinding. Celah ekspansi dapat diisi dengan mortar lentur atau styrofoam.
Celah di
Balok Struktur
Dinding non-struktur
Bukaan Pintu
Kolom Struktur
Gbr. 9. Join (pertemuan) balok struktur dan sisi atas dinding dengan bukaan dan celah ekspansi horizontal (garis kuning putus-putus).
45
4. Pemilihan Titik Perlubangan yang tepat pada Balok Konsol/Kantilever
Gambar 10. a -b. Tampak Balok-balok Konsol/kantilever yang dilubangi untuk Melalukan pipa suplai air bersih diameter 2 inci. Lokasi lubang sudah sangat tepat sebab nilai kapasitas momen penampang minimum 46
5. Penggunaan Balok Latei/Lintel untuk Perkuatan Dinding pada daerah bukabukaan pintu dan jendela
Gbr. 11.a-b. Confined Brick Wall Construction (Konstruksi Dinding Bata Tercekat). Konstruksi dinding bata dicekat dengan kolom praktis dan balok horizontal (latei) terutama untuk perkuatan (retrofit) guna mencegah kegagalan geser dinding tembok. Konstruksi ini juga akan mencegah penjalaran keretakan 47
6. Posisi titik-titik pengankatan balok beton precast yang tidak simetris
Gbr. 12.a-b. Posisi titik-titik pengangkatan balok beton precast tidak simetris dan berisiko lebih besar untuk lepas dan membahayakan 48
7. Retak Diagonal Sudut Dinding Batako
Gbr. 13. Retak diagonal dinding sudut
Inspeksi No. 4 F TD TI NF RB
Fungsional dengan tanpa indikasi kerusakan Tidak Ditemukan Tidak dapat Diinspeksi karena alasan keamanan atau keterbatasan alat ukur/instrumen Rusak Ringan atau Tidak Berfungsi Penuh dan memerlukan perbaikan atau perawatan Rusak Berat atau Cacat Berat yang memerlukan penggantian atau rekonstruksi. Tidak berfungsi sama sekali
F
TD TI NF RB
1. Dinding Pembatas Ruangan bagian Utara Ruang Sidang Biasa: Pasangan Bata ½ Batu, komposisi campuran 1 : 5 (semen, pasir) dengan acian.
Retak Dinding diagonal, lebar ≈ 1.2 mm akibat kombinasi 3 hal: 1. Defleksi pelat beton bertulang bawah dinding akibat creep (rangkak); 2. Defleksi minor pada balok/gelagar bawah dinding akibat creep (rangkak); 3. Dinding bata lemah dalam memikul tegangan akibat gaya vertikal dan horizontal 49
IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan: 1. Keretakan dinding batako pada 2 titik pada konstruksi bangunan gedung Asrama Mahasiswa Putri Santren sangat berkaitan dengan struktur pendukung atau penyokong bangunan yaitu sistem kolom-balok-pelat lantai precast-in-place non monolitik. 2. Pola-pola keretakan dinding berhubungan dengan mekanisme gaya tarik (tensile force) dan tarik-lentur (flexural-tensile force). 3. Penyebab Utama keretakan dinding ada tiga, yaitu: - Defleksi beton pelat lantai-balok precast-inplace pendukung dinding akibat proses rangkak (creep); - Transfer beban mati dari berat balok ringpelat precast atas dinding, dan, - Deformasi elastik sistem balok-pelat lantai akibat peningkatan beban mati lantai. 4. Penyebab Minor dalam keretakan dinding adalah susut volume atau susut pengeringan (shrinkage) spesi semen atau mortar.
Rekomendasi Penanganan/Teknik Perbaikan: 1. Untuk menjamin keamanan dan keselamatan struktur selama umur rencana pemakaian 25 tahun maka harus dilakukan perkuatan (retrofitting) dinding susunan batu bata yang mengalami retak-retak dengan menggunakan cara penanganan yang sesuai standar konstruksi bangunan gedung ( lihat Gbr. 13.a-c dan 14.a-c ) 2. Untuk retak dengan lebar kurang dari 0.4 mm boleh tidak menggunakan metoda pengupasan dengan kawat anyam tetapi harus menggunakan mortar khusus perbaikan dinding/beton, sejenis Sikatop 121/Mortar Acian Putih TR30.
Gambar 13. a - c. Suatu retak vertikal –horiizontal selebar ≈ 1 mm pada dinding bata dekat bukaan 50 jendela
Cara Penanganan/Perbaikan/Perkuatan
Gambar 14. a - d. Cara penanganan retak dinding: 1. Pengupasan selebar 5 cm seluruh lapis plester pada jalur retak hingga mencapai sisi samping batu bata; 2. Area yang dikupas dibersihkan dari kotoran/debu sehingga garis-garis retak dapat terlihat dengan jelas; 3. Pasangkan kawat anyam 10mm x 10mm atau 12mmx12mm dengan cara dipaku pada beton spesi/bata; 4. Sesudah area kupasan dilembabkan/dibasahi dan didiamkan selama beberapa menit, plester kembali jalur kupasan retak beton dengan campuran mortar 1 PC: 4 Ps; 5. Biarkan plesteran mengering selama min. 7 hari sebelum diaci/ plamir, kemudian aplikasi cat dasar dan cat finishing.
51
.
Gbr. 2. Potongan 1-1-
52
REFERENSI [1] Undang-undang no. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung; [2] Undang-undang no. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang; [3] PP no. 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang no. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung; [4] Permen PU no. 45 tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara; [5] Permen PU no. 6 tahun 2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) [6] Permen PU no. 25 tahun 2008 tentang Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK); [7] Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1987 ... Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (SKBI-1.3.5.3-1987); [8] Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung (SNI-03-1726-2002)
53
PENILAIAN KEANDALAN, INSPEKSI VISUAL, ANALISIS KOMPONEN DAN REKOMENDASI PENANGANAN BANGUNAN GEDUNG UTAMA PASAR SENTRAL POSO
Yoppy Soleman1) Staf Pengajar Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sintuwu Maroso dan Pengkaji Teknis Bangunan Gedung Bidang Cipta Karya Dinas PU 1)
Kata Kunci —keandalan bangunan, pasar sentral poso, analisa komponen bangunan
I. PENDAHULUAN bangunan Gedung Utama Pasar Sentral Poso, Jl. Pulau Sabang, sbb:
Berdasarkan hasil peninjauan tim Fakultas Teknik Universitas Sintuwu Maroso pada tanggal 26 dan 27 November 2015, dibawah ini diberikan hasil penilaian keandalan dan inspeksi teknis
Struktural (berdasarkan tinjauan tim Fakultas Teknis Unsimar Poso) Sub Sistem No. Struktural 1.
2.
3.
Kuda-kuda dan rangka atap Rangka dan lapis plafon dan lapis penutup seng
Kolom Struktural Beton Bertulang
Persentase Tingkat Kerusakan 30 - 45%
15 – 70%
15 – 65%
Klasifikasi Tingkat Kerusakan, Komentar Penurunan kualitas akibat lamanya usia pemakaian, dekomposisi/lapuk akibat kelembaban dan deformasi akibat beban/tekanan angin. Kualitas pekerjaan rangka dan lapis plafon bermutu baik. Penurunan mutu lapis penutup atap tersebar merata dengan intensitas 45-60%, sebaliknya lokasi dan derajat kerusakan lapis plafon tersebar secara tidak merata atau sangat bervariasi. Kerusakan disebabkan penurunan kualitas material akibat usia pemakaian, akibat pengaruh mutu lapisan penutup atap atau pelat beton (rembesan air) dan penyebab mekanis. Tingkat kerusakan plafon ruangan dalam (toko) jauh lebih rendah daripada bagian luar (teras) Sebagian besar plafon ruangan dalam toko di lantai satu telah direhabilitasi secara swadaya. Sekitar setengah luasan plafon di area teras bangunan lantai dua dalam kondisi rusak sedang (30-45%), 1/3 lainnya dalam kondisi rusak berat (>65%) dan 1/6 sisanya dalam kondisi rusak ringan (15%). Kondisi plafon ruangan dalam toko/los juga bervariasi, tetapi pada umumnya lebih baik. Sebagian besar yang telah direhab dalam kondisi baik (kerusakan <15%). Kualitas pekerjaan beton bertulang cukup memenuhi standar mutu yang disyaratkan sehingga elemen kolom struktural hanya sebagian kecil yang mengalami degradasi kekuatan setelah 33 tahun usia pemakaian. Dari total 480 kolom beton bertulang dengan dimensi 50x30 cm dan 40x20 cm, hanya terdapat ± 5 kolom yang kritis atau telah mengalami retak struktur + pecah selimut beton +, spalling (lepas-lepas) + dekomposisi besi tulangan, kemudian terdapat sekitar 20 kolom lainnya yang mengalami lepas selimut beton pada zona penjepitan lateral dan daerah join kolom-balok. Secara umum 1/20 dari seluruh kolom-kolom non-infills (tanpa dinding bata sisip) rusak berat (65%), dan 19/20 sisanya dalam kondisi rusak ringan s.d. rusak sedang. Kolomkolom yang mempunyai bidang sentuh dinding bata pada umumnya hanya mengalami kerusakan ringan, kecuali 2 – 3 kolom di titik-titik tertentu yang bertepapatan harus menahan getaran dari beban dinamik lantai atas dan kemungkinan terjadinya
54
Rencana Penanggulangan Apabila diperlukan: Rehabilitasi sedang Apabila diperlukan: Rehabilitasi sedang – Rehabilitasi Berat/Rekonstruksi
Apabila diperlukan: Rehabilitasi ringan (sebagian besar) Rehabilitasi berat (5% dari jumlah)
4.
Balok Struktural Beton Bertulang
10 – 25%
5.
Pelat (Slab) Beton Bertulang
15 – 45%
6.
Dinding Tembok Bata
10 – 20% ½
7.
Pondasi
8.
Kusen Pintu Jendela, Ventilasi, Bukaan
9.
10 – 30%
penurunan diferensial pada pondasi. Penyebab utama kerusakan pada 5% kolom-kolom dengan intensitas kerusakan berat adalah aksi gaya lateral + pembebanan dinamik akibat operasi mesinmesin. Penyebab lainnya adalah benturan mekanis dan ruda paksa. Kualitas pekerjaan konstruksi beton bertulang bermutu baik sehingga tidak ada elemen balok yang mengalami degradasi kekuatan yang signifikan. Dari 748 bentangan balok-balok struktural di lantai 1 dan lantai 2 hanya satu atau dua yang mengalami retak, spalling (lepas selimut beton). Lokasi dengan tingkat kerusakan ringansedang berada di lajur belakang bangunan balok tumpuan lantai dekat tangga. Sebagian besar balok-balok struktural di perimeter (keliling) bangunan hanya mengalami karbonasi lapis plesteran, bukan kerusakan struktural. Kerusakan yang cukup signifikan justru dideteksi pada balokbalok ornamen dan atau balok latei, dimana 25% mengalami retak. Dari 390 panel pelat berukuran 4x4 m dan 4x2 m, hanya terdapat 5 titik yang kritis akibat pembebanan dinamik (getaran mesin). Lokasi panel pelat dengan tingkat kerusakan sedangberat berada di lajur tengah pelat lantai (slab). Tingkat kerusakan dinding tembok bata sisip (brick masonry infills) berkisar rusak ringan (<10%) hingga rusak sedang minor (20%). Kualitas pekerjaan konstruksi bermutu baik sehingga hanya sebagian sangat kecil dari dinding tembok yang rusak secara signifikan.Tembok dinding bata sisip bagian dalam umumnya hanya mengalami rusak ringan. Penurunan diferensial pondasi hanya terjadi di sebagian sangat kecil (beberapa titik) di lajur tengah bangunan. Tingkat kerusakan berkisar rusak ringan, dan hanya beberapa titik tertentu saja yang rusak sedang.
15 – 65%
Sebagai elemen non-struktural, kusen pintu dan jendela telah mengalami banyak modifikasi (perubahan) oleh penyewa/pemilik kios/los pasar selain penurunan mutu akibat dekomposisi bahan kayu. Tingkat kerusakan kusen pintu dan jendela berkisar 15 -75%
30 – 65%
Kerusakan ringan s.d. kerusakan berat yang cukup merata tersebar pada area teras perimeter/keliling bangunan pada lapis penutup lantai akibat penurunan mutu yang disebabkan kelembaban (air, sampah, jamur dan lumut), akibat pemakaian (keausan, erosi, abrasi), dan penurunan kualitas material akibat lama usia pemakaian
Lantai
Apabila diperlukan: Rehabilitasi ringan (sebagian besar) Rehabilitasi sedang
Apabila diperlukan: Rehabilitasi ringan (sebagian besar) Rehabilitasi sedang Apabila diperlukan: Rehabilitasi ringan – Rehabilitasi Sedang
Apabila diperlukan: Rehabilitasi ringan – Rehabilitasi sedang Apabila diperlukan: Rehabilitasi ringan – Rehabilitasi berat Apabila diperlukan: Rehabilitasi sedang – Rehabilitasi berat/rekonstruksi
Sistem Proteksi Gempa – Struktur (Merujuk standar SNI-1726-2002, Zona 4) Sub Sistem No. Ketahanan Gempa 1.
Pondasi
2.
Dinding ½ Bata Sisip (Brick Masonry Infills) Kolom
3.
Estimasi Tingkat Ketahanan Gempa
Komentar
Rencana Penanggulangan
Tanah dasar dianggap cukup keras. Pondasi cukup memenuhi
Untuk analisis secara presisi memerlukan full detail investigations (penyelidikan skala penuh). Tetapi, secara umum, dengan metoda rapid visual screening ditemukan bahwa pada umumnya pondasi cukup memenuhi standar kekuatan tumpuan.
Apabila diperlukan: perkuatan fondasi dan sloof (strengthening and retrofitting)
Memenuhi sebagian besar persyaratan
Digunakannya kolom praktis, balok sloof dan balok ring, tetapi defisien dalam balok lintel/latei pada bukaan pintu dan jendela
Apabila diperlukan: perkuatan dinding (strengthening and retrofitting) menggunakan balok lintel
Memenuhi
Cukup andal dalam menahan beban
Apabila diperlukan: analisa
55
Beton Bertulang dan Kolom Praktis
persyaratan SKBI 1983, memenuhi sebagian persyaratan SNI-17262002 Balok Sloof cukup memenuhi
gempa apabila menggunakan pedoman SKBI-1983 tetapi tetapi perlu penyelidikan mendalam untuk verifikasi kekuatan berdasarkan SNI-1726-2002. Dipastikan tidak andal apabila berdasar pada SNI-1726-2012
dan tes Schmidt-Hammer , perbaikan lapisan selimut beton, strengthening and retrofitting) dengan standar proteksi gempa mengacu pada UU BG No.28/2008, SNI-1726-2002 dan revisi SNI-1726-2012
Berdasarkan rapid visual screening cukup andal dalam menahan beban gempa tetapi memerlukan full-detail investigations untuk hasil analisis presisi
Apabila diperlukan: analisa dan kemudian perkuatan balok sloof dan balok ring (strengthening and retrofitting) dengan standar proteksi gempa mengacu pada UU BG No.28/2008 dan SNI-1726-2002/2012 Apabila diperlukan: analisa dan kemudian perkuatan balok sloof dan balok ring (strengthening and retrofitting) dengan standar proteksi gempa mengacu pada UU BG No.28/2008 dan SNI-1726-2002/2012 Apabila diperlukan: analisa dan kemudian perkuatan join (strengthening and retrofitting) dengan pendetailan tulangan join balok-kolom
4.
Balok Sloof
5.
Balok Struktural Beton Bertulang
Memenuhi persyaratan kekuatan SKBI-1983
Berdasarkan rapid visual screening cukup andal dalam menahan beban gempa tetapi memerlukan full-detail investigations untuk hasil analisis presisi
6.
Join BalokKolom dan Sambungan Dinding
Memenuhi sebagian persyaratan SNI-17262002
Belum mengikuti keseluruhan pedoman pendetailan tulangan join balok-kolom
Sistem Proteksi Gempa – Simetri (Merujuk standar SNI-1726-2002, Zona 4) 1.
Iregularitas Horizontal
2.
Iregularitas Vertikal
3.
StrongColumn Weak Beam
Secara horizontal denah bangunan kurang simetris, denah bentuk L Secara vertikal denah bangunan simetris Kapasitas tahanan momen kolom-kolom dasar sesuai persyaratan
Arah eksitasi dan pemencaran gaya gempa lateral agak berbeda antara sub-blok kanan dan sub-blok kiri
Distribusi gaya gempa lateral sepanjang elemen bersifat proporsional, tinggi lantai 1 dan 2 sama
Membuat celah (gap) pemisah selebar 20 cm antara sub-blok bangunan kanan dan sub-blok bangunan kiri -
Resiko keruntuhan akibat mekanisme kegagalan kolom dasar dapat dihindarkan
-
Sistem Proteksi Kebakaran (Merujuk UU BG No. 28/2002, PP BG No. 36/2005, Permen PU No. 25/2008) Sub Sistem No. Proteksi Kebakaran
1.
Jenis material konstruksi bangunan
2.
Alat Pemadaman Api Ringan
Estimasi Tingkat Ketahanan thd. Bahaya Kebakaran Sebagian material tidak memenuhi, rentan mengalami kebakaran Tidak tersedia
Komentar
Rencana Penanggulangan
Kusen pintu dan jendela (bukaan-bukaan), kuda-kuda dan rangka plafon serta plafon terbuat dari material dasar kayu yang merupakan bahan bakar bagi api/panas (bahan mudah terbakar)
Apabila diperlukan: konstruksi rangka atap dan kuda-kuda menggunakan material baja ringan, lapis plafon dan lisplank menggunakan material asbes atau gypsum
Tidak ada alat pemadaman api ringan yang portable (tabung APAR)
Apabila diperlukan: Pengadaan
(Tabung APAR Foam)
Utilitas (berdasarkan tinjauan tim teknis Bidang Cipta Karya Dinas P.U. Poso) Sub Sistem
Persentase
Keterangan Tingkat Kekurangan 56
No. Utilitas 1. 2. 3.
4.
5. 6.
Kamar mandi/WC Sarana air bersih Sarana pembuatan air kotor (limbah) Sarana Pengelolaan Limbah (Sampah) Padat Septic Tank Listrik
Tingkat Kekurangan 50%
Rencana Penanggulangan Sarana Kamar Mandi/WC tidak sebanding dengan jumlah pengguna
Apabila diperlukan: pengadaan sarana KM.WC
50%
Sarana Air Bersih tidak sebanding dengan volume yang diperlukan
100%
Sarana pembuatan air kotor (limbah) rusak, mampet, tersumbat
Apabila diperlukan: pengadaan sarana air bersih Apabila diperlukan: pembuatan SPAL
50%
Kantong/Kotak Sampah jumlahnya kurang dan Kapasitas Tempat Pembuangan Sementara (TPS) tidak sebanding dengan volume sampah yang dihasilkan
Apabila diperlukan: penambahan kantong/kotak sampah dan TPS
-
-
Cukup memenuhi kebutuhan
-
50% 0%
Arsitektural (berdasarkan tinjauan tim teknis Cipta Karya Dinas P.U. Poso) Sub Sistem No. Arsitektural 1.
2. 3.
4.
Luas Total Blok Bangunan Kantor Ukuran Ruangan Luas Halaman, Parkir Elevasi Lantai Bangunan
Persentase Tingkat Kekurangan
Klasifikasi Tingkat Kekurangan
0%
Luasan Total Bangunan Gedung Pasar 2 = 5415.2 m
-
0%
Ukuran ruangan/kios: 2 masing-masing: 7 x 4 = 28.0 m ,
-
0%
Tidak dinilai
-
± ….. cm
Elevasi Lantai 10,0 meter dpl
-
Rencana Penanggulangan
III. ANALISA 51.20 m2 (lihat Tabel 2). Bangunan dikonstruksi pada 1982, maka berdasarkan standar umur rencana bangunan permanen, secara teknis bangunan akan mencapai batas minimum usia pakai pada 2007 (standar umur rencana bangunan permanen minimum 25 Tahun dan maksimum 50 Tahun menurut SKBI-1987, SKSNI-1991, SNI-2002, PP No. 36/2005 dan Permen PU No. 48/2007).
Bangunan Gedung Utama Pasar Sentral Poso adalah suatu blok bangunan kurang simetris yang diklasifikasikan sebagai konstruksi portal beton bertulang biasa dengan dinding tembok bata ½ batu sisip (reinforced concrete frame buildings with brick-wall infills). Komponen struktural utama adalah susunan kolom dan balok dengan pelat lantai beton bertulang yang dicor monolit. Luas masing-masing lantai = 2.682 m2, luas total = 5.364 m2 dan luas tangga =
57
Gbr. 1.a-b. Site Plan Pasar Sentral Poso dengan batas-batas lahan (garis putih). Luas lahan = 33.614.0 m2. Skala ± 1 : 2000.
Nomor
Tabel 1. Estimasi Penggunaan Ruang (existing) Lahan Pasar Sentral Poso ORGANISASI RUANG
EXISTING 2 (m )
BATASAN 2 (m )
Keterangan Referensi
1
Luas Lahan
33614.0
33614.0
Sertifikat tanah, KIB C
2
Luas Lantai Dasar Bangunan Gedung Utama (Bertingkat) + 34 Unit Los Terbuka dan Kios milik Pemerintah + 3 Unit Pos Jaga + Bangunan Kios/Los/Toko Permanen & Semi Permanen, PKL milik Masyarakat
19967.4
20168.4
Estimasi/Survey Lapangan
3
Luas Total Lantai Bangunan
22606.2
26891.2
Estimasi/Survey Lapangan
4
Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
0.59
0.60
Perda RTRW Poso No. 8 Tahun 2012
5
Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
0.67
1.20
Perda RTRW Poso No. 8 Tahun 2012
58
Gbr. 2. Site Plan Pasar Sentral Poso dengan Blok Bangunan Gedung Utama (Blok Bertingkat Lantai 1 & 2, diarsir) seluas = 5.415.2 m2. Skala 1 : 1100.
isi geografik: 23’ 31.657” LS 0 45’ 4.323” BT levasi: 10.0 meter dpl.
F Posisi geografik: 0 -1 23’ 31.136” LS 0 120 45’ 4.651” BT Elevasi: + 10.0 meter dpl.
B Posisi geografik: 0 -1 23’ 32.560” LS 0 120 45’ 5.655” BT Elevasi: + 10.0 meter dpl.
E Posisi geografik: 0 -1 23’ 31.867” LS 0 120 45’ 5.752” BT Elevasi: + 10.0 meter dpl.
59
D Posisi geografik: 0 -1 23’ 31.170” LS 0 120 45’ 8.929” BT Elevasi: + 10.0 meter dpl.
A Posisi geografik: 0 -1 23’ 31.854” LS 0 120 45’ 9.025” BT Elevasi: + 10.0 meter dpl.
Gbr. 3. Aerial View Pasar Sentral Poso dan 6 koordinat geografik Bangunan Gedung Utama Pasar Sentral Poso (diarsir). Skala 1 : 1100
Gbr. 4. Dimensi dasar Bangunan Gedung Utama. Skala 1 : 963
Tabel 2. Perhitungan Luasan Bangunan Gedung Utama (Blok Bertingkat Lantai 1 & 2) dan Tangga 2
Bentuk Bangun Datar. Satuan (m, m ) Bidang Bangunan: Trapezium
Bidang Tangga: T-Simetrik
Dimensi
Sub Blok Kanan
Sub Blok Kiri
Tangga Depan 1
Tangga Belakang
Tangga Samping Ka
Tangga Samping Ki
Panjang
106.0
50.0
8.0
8.0
6.0
6.0
18.0
18.0
11.6
11.6
0.0
0.0
102.0
40.0
19.6
19.6
6.0
6.0
18.0
18.0
Luas Lantai 1
1872.0
810.0
Luas Lantai 2
1872.0
810.0
Lebar Panjang Lebar
Luas Tangga
51.2
5415.2
Total Luas Bangunan + Tangga
Kios-kios atau gerai pada Bangunan gedung utama Pasar Sentral Poso berfungsi sebagai tempat perdagangan rupa-rupa barang, mulai dari bahan mentah (mis: telur, beras, gula), bahan makanan jadi, alat-alat rumah tangga, kain, pakaian, sepatu, barang elektronik, obat-obatan, kosmetika, servis eletronik, jasa-jasa dan lain-lain. Dengan dioperasikannya pasar sentral Kabupaten Poso yang baru di jalan Pangeran Diponegoro, Kelurahan Kawua, maka seluruh kegiatan di dalam Sentral Poso yang lama (terletak di jalan Pulau Sumatera) harus dipindah atau berangsur-angsur dipindah. Kapasitas lahan dan ruang (bangunan, jalan, ruang terbuka) dari Pasar Sentral Poso yang
lama ini dianggap sudah tidak dapat memenuhi volume kegiatan (overload), termasuk juga dampak lingkungannya. Seluruh bangunan dan lahan Pasar Sentral Poso yang lama (jl. Pulau Sumatera) telah mempunyai bangunan dan lahan pengganti di Pasar Sentral Poso Kawua (jl. Pangeran Diponegoro). Area Pasar Sentral Poso yang lama ini akan terkena rencana planologi Kota Poso yang baru atau Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kota Poso, dimana area eks pasar sentral akan dibuat Ruang Terbuka Hijau (RTH) berupa taman kota. Dengan demikian blok bangunan gedung utama Pasar Sentral Poso 60
ini tidak dipertahankan dihapuskan/dibongkar.
atau
akan
Dalam halaman 9 s.d. halaman 17 di bawah ini diberikan visual screening investigation dan sejumlah analisis/kajian teknis.
61
Gbr. 5.a – b. Tampak depan Bangunan Gedung Utama sisi kiri (a) dan sisi kanan (b) Pasar Sentral Poso. Berdasarkan inspeksi visual disimpulkan bahwa secara struktural bangunan hampir secara keseluruhan intak (utuh) dan tiada terdapat tanda-tanda keruntuhan setempat atau kegagalan kolom-kolom lantai bawah atau simpangan lateral > 0.5% atau lendutan yang ekstrim selama 33 tahun usia pemakaian. Hal ini menandakan mutu pekerjaan beton bertulang (massa beton + luas tulangan + mutu baja tulangan + pendetailan) tergolong cukup baik. Beberapa kolom- struktural di lantai 1 & 2 retak, lepas dan spalling karena proses kimiawi agregat-silika-alkali, korosi tulangan, benturan mekanis dan gaya gempa lateral minor selama perioda 1983 – 2006 (lihat Gbr. 7 – 17)
62
Gbr. 6.a – e. Tampak belakang Bangunan Gedung Pasar Sentral Poso. Pada elemen struktural yaitu kolom, balok dan pelat luifel, kerusakan yang dominan adalah noda-noda lembab akibat jamur dan lumut (lihat garis merah putus- putus) dan benturan mekanis (lihat garis oranye putus-putus). Tipe kerusakan ketiga adalah voids atau rongga (lihat garis kuning putus-putus). Tipe kerusakan beton berupa spalling atau lepas selimut (lihat garis biru putus-putus) hanya terjadi pada sebagian kecil elemen (lihat Gbr. 7.a-b). Dari inspeksi ini disimpulkan bahwa mutu pekerjaan struktur tergolong baik, hanya sangat kurang dalam upaya perawatan.
Concrete Spalling
Gbr. 7.a – b. Tampak bagian bawah kolom beton bertulang di lantai dasar yang mengalami kerusakan intensif akibat spalling (selimut beton lepas, beton terkelupas dalam). Indikasi penyebab kerusakan dari dua sampel ini ada tiga kemungkinan, yaitu (1) kombinasi gaya gempa lateral + benturan mekanis (ruda paksa); (2) benturan mekanis + reaksi kimiawi alkali-silika-agregat; (3) perusakan yang disengaja (beton dipaku/di lubangi secara paksa dengan martil) + aksidental loadings.
Proses reaksi alkali agregat Proses korosi tulangan
63
Gbr. 8.a – b. Tampak bagian bawah kolom beton bertulang di lantai tingkat yang mengalami kerusakan ringan akibat spalling (selimut beton lepas) yang baru pada gambar (a), dan telah berlangsung lama pada gambar (b). Pada gambar (b) terlihat bahwa massa beton telah mengalami perubahan warna abu-abu menjadi putih akibat reaksi alkali-silika agregat, dan proses korosi baja tulangan yang dipercepat oleh ekspos cuaca dan kelembaban. Berdasarkan intensitas korosi beton dan reaksi alkali agregat bisa disimpulkan bahwa mutu campuran beton kolom-kolom lantai dasar lebih baik daripada kolom-kolom di lantai tingkat. Gaya aksial
Gbr. 9.a – b. Tampak kolom beton bertulang di lantai dasar yang mengalami split/pecah geseraksial yang lebih intensif (gambar a), ringan (gambar b), dan kolom yang mengalami spalling/cracking. Kerusakan pada gambar a dan b disebabkan oleh suatu pembebanan aksidental beban aksial + momen dan karena adanya pergerakan struktur. Dari inspeksi visual dapat disimpulkan bahwa mutu pekerjaan beton (tipe agregat, proporsi semen dan kepadatan campuran/permeabilitas) kolomkolom lantai dasar lebih baik daripada kolom- kolom lantai tingkat
Proses korosi intensif (sudah lama)
64
Gbr. 10.a – c. Tampak kolom beton bertulang internal (kolom sebelah dalam) dengan dinding bata sisip di lantai tingkat yang mengalami beberapa tipe penurunan mutu atau kerusakan yaitu: lepas selimut atau spalling, cracking, disintegration dan korosi tulangan. Berdasarkan kenyataan bahwa tulangan baja pada dasar kolom-kolom tersebut telah mengalami proses korosi yang lama maka penyebab dari tipe penurunan mutu sedemikian yaitu: (1) mutu agregat kurang baik dan menyebabkan reaksi alkali-silika agregat berlangsung lebih cepat (dibanding kolom-kolom dasar); (2) pekerjaan cor beton kurang padat (menghasilkan beton berpori /permeabilitas tinggi); (3) adanya pergerakan lateral minor akibat gempa (selama 1983 – 2006).
Retak akibat Pergerakan Lateral (Gempa)
= arah pergerakan lateral 65
Gbr. 11.a – e. Tampak kolom-kolom beton bertulang di lantai tingkat bangunan Pasar Sentral Poso. Kolom-kolom dalam gambar di atas mengalami retak (cracking) pada bagian dasar atau zona yang sangat dekat dengan titik pertemuan balok-kolom atau join. Maka penyebab dari retak sedemikian adalah (1) pekerjaan cor beton kurang padat (menghasilkan beton berpori/permeabilitas tinggi); (2) pergerakan lateral minor akibat gempa (selama 1983 – 2006).
66
Gbr. 12.a – h. Tampak bagian bawah balok-balok struktural beton bertulang di lantai tingkat (a – c) dan lantai dasar (d – h). Delapan titik pengamatan di atas mewakili kondisi balok-balok sruktural pada bangunan. Semua balok dalam sampel di atas dalam keadaan utuh (intak) dan hampir tidak mengalami defisiensi kekuatan kecuali defisiensi yang diakibatkan reaksi kimiawi di dalam massa beton berupa reaksi alkali-silika-agregat dan proses korosi beton yang memang pasti terjadi tetapi kecepatan normal yang jauh lebih lambat (hanya 1/1000) daripada beberapa kolom-kolom struktural yang telah terekspos cuaca luar.
Gbr. 13. Tampak bagian bawah balok struktural dekat tangga belakang. Balok ini merupakan salah satu dari hanya dua balok struktural yang mengalami retak selimut, spalling dan korosi tulangan. Tingkat penurunan mutu balok jauh lebih kecil daripada rata-rata penurunan mutu kolom, dengan hanya satu atau dua elemen balok struktural saja yang mengalami retak dan spalling.
67
Gbr. 14.a – c. Tampak bagian bawah pelat beton tangga samping kanan (gambar a dan c), gambar b adalah bagian atas aptrede/antrede tangga ini. Pelat lantai tangga mengalami spalling selimut beton dan korosi.
Gbr. 15. a - b. Tampak bagian bawah tangga belakang (a) dan bagian atas (b). Serat beton bagian bawah tangga telah mengalami retak, spalling (lepas selimut) dan proses korosi yang dipercepat oleh karena ekspos terhadap kelembaban.
68
Dinding susunan bata ½ batu dan ringbalk belum mengalami defisiensi mutu yang signifikan
Gbr. 16. a - d. Tampak 6 sampel dinding susunan ½ bata (dinding sisip/brick-wall infills) dan balok pengikat tembok (ringbalk). Keadaan umum dinding pengisi atau dinding sisip ini masih sangat baik dan belum mengalami defisiensi mutu yang signifikan selama 33 tahun pemakaian. Sebagian besar dinding telah diberikan perawatan finishing/cat.
69
Gbr. 17.a – b. Visual screening kondisi lantai Tangga Samping Kiri (a – b) dan Tangga Depan (c – d) Pasar Sentral Poso. Kondisi lantai tangga mengalami penurunan mutu disebabkan kelembaban (air, sampah, jamur dan lumut), akibat pemakaian proses erosi, abrasi, cavitasi dan retak permukaan (ubin semen) yang normal sebagai konsekuensi usia pemakaian 33 tahun. Penurunan mutu (ubin semen) lantai berkisar 30 – 65%.
Dari pengukuran, investigasi visual dan analisa pada komponen-komponen kolom struktur beton bertulang, balok struktur beton bertulang, pelat lantai beton bertulang, pelat tangga beton bertulang, dinding susunan tembok ½ batu, ringbalk beton bertulang, rangka kuda-kuda kayu, lapis plafon dan lantai ubin semen disimpulkan :
baik daripada komponen struktur di lantai atas, khususnya dalam kualitas agregat dan permeabilitas campuran beton; 5. Defisiensi struktural bangunan existing tidak kritis kecuali bila desain dan konstruksinya dinilai berdasarkan SNI-031726-2012. Secara struktural (proteksi gempa), bangunan ini diperkirakan memiliki kapasitas menengah atau keandalan menengah terhadap beban horizontal akibat gempa bumi yang mungkin terjadi di masa datang. Beberapa kolom struktural telah mengalami retak, spalling dan korosi sehingga mereduksi kapasitas geser lateral. Pondasi bangunan terletak di atas permukaan yang relatif keras dan stabil sehingga tidak terdeteksi adanya differential settlement. Mutu pekerjaan dinding bata cukup memadai apabila ditinjau dari syarat-syarat teknis atau standar ketahanan gempa untuk zona 3 (wilayah Kabupaten Poso) SKBI-1987.
1. Struktur bangunan masih intak (utuh) dan masih dapat memikul beban layanan statik sekurang-kurangnya 5 tahun lagi tanpa perlakuan perawatan khusus; 2. Apabila diberikan rehabilitasi struktural (recovery) atau perawatan khusus maka bangunan masih dapat memikul beban layan selama sekurangnya 15 tahun; 3. Mayoritas dekomposisi material selama 33 tahun usia pemakaian bersifat kimiawi yaitu bersumber dari reaksi alkali agregat silika dan kelembaban (temperatur, curah hujan dan air permukaan); 4. Komponen struktur lantai bawah mempunyai kualitas pekerjaan yang lebih Tabel Penilaian Keandalan Komponen Bangunan
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
IV.
Komponen Pondasi Struktur Kolom Lantai Dinding/Rangka Plafon Atap Utilitas Finishing Jumlah
Prosentase Komponen 10% 30% 10% 15% 7% 10% 10% 8% 100%
Nilai Keandalan 60% 30% 70% 50% 50% 50% 30% 50% -
Angka Keandalan 0,0600 0,0900 0,0700 0,0750 0,0350 0,0500 0,0300 0,0400 0,4500
1. Sub-sub sistem fisik atau komponenkomponen Bangunan Gedung Utama Pasar Sentral Poso memiliki tingkat kerusakan yang sangat bervariasi, mulai dari klasifikasi rusak ringan (< 15%) untuk komponen dinding pengisi hingga rusak sedang mayor (65%,
KESIMPULAN, PERKIRAAN ANGKA KEANDALAN DAN REKOMENDASI
KESIMPULAN: 70
limit atas) pada beberapa kolom struktural tertentu dan lapis penutup plafon. Dengan demikian, secara ideal komponen-komponen fisik Bangunan Gedung Utama Pasar Sentral Poso berada dalam kondisi tidak andal, dengan sisa angka keandalan sebesar 52.80%. 2. Elemen struktur bangunan utama yaitu kolomkolom lantai dasar dalam kondisi cukup baik dan tidak mengalami defisiensi kekuatan yang serius, terlebih lagi balok-balok struktural kesemuanya dalam kondisi yang masih laik fungsi. Kolom-kolom di lantai tingkat yang pada umumnya mengalami defisiensi mutu (kekuatan) yang lebih besar daripada kolomkolom lantai dasar oleh karena tidak dikerjakan dengan kualitas yang sama dengan kolom-kolom lantai dasar. Namun demikian, pada semua kasus, elemen-elemen struktural tersebut sebenarnya masih dapat direcovery (dipulihkan) kekuatannya dan kemudian diberikan perkuatan atau penyanggaan (strengthening & retrofitting) terutama untuk memenuhi standar ketahanan gempa yang telah direvisi dalam SNI-03-1726-2002. 3. Ketidakfungsionalan dan ketidakandalan komponen-komponen fisik bangunan Pos Jaga Pasar Sentral Poso diakibatkan terutama oleh penurunan kualitas material bangunan selama masa pemakaian atau 33 tahun usia bangunan, penurunan kualitas material akibat mengalami berbagai proses fisika-kimiawi di dalam massa beton, pengaruh kelembaban + infiltrasi air, deformasi mekanis dan gempa lateral. 4. Apabila Bangunan Gedung Utama Pasar Sentral Poso dapat disetujui untuk penghapusan aset atau pembongkaran maka area bekas tapak bangunan dapat dimanfaatkan untuk penataan taman dan halaman dengan merujuk kepada dokumen RTBL (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan) Rencana Tata Ruang Wilayah Kota/Kabupaten Poso.
dengan perkiraan sisa angka keandalan bangunan sebesar 52.80%. REKOMENDASI: Secara struktural, bangunan masih digunakan untuk kegiatan perniagaan perbaikan tingkat sedang, tetapi diperlukan maka Bangunan Gedung (Bertingkat) Pasar Sentral Poso ini direkomendasikan untuk penghapusan/pembongkaran.
dapat dengan apabila Utama dapat proses
REFERENSI [1] Undang-undang no. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung; [2] Undang-undang no. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang; [3] PP no. 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang no. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung; [4] Permen PU no. 45 tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara; [5] Permen PU no. 6 tahun 2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) [6] Permen PU no. 25 tahun 2008 tentang Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK); [7] Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1987 ... Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (SKBI-1.3.5.3-1987); [8] Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung (SNI-03-1726-2002)
DERAJAT KERUSAKAN: Secara fungsional, derajat kerusakan bangunan sebesar 47.20% atau rusak sedang medium hingga rusak sedang mayor. ANGKA KEANDALAN: Secara struktural (lihat tabel 1, penilaian keandalan komponen), Bangunan Gedung Utama Pasar Sentral Poso termasuk kategori tidak andal
71
LAPORAN PENILAIAN KEANDALAN, ANALISA KOMPONEN DAN REKOMENDASI PENANGANAN BANGUNAN ASRAMA PERAWAT DAN BLOK RUANG PERAWATAN VIP RSUD POSO Yoppy Soleman 1) Staf Pengajar Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sintuwu Maroso dan Pengkaji Teknis Bangunan Gedung Bidang Cipta Karya Dinas PU 1)
Kata Kunci —keandalan bangunan, RSUD Poso, analisa komponen bangunan
I.
Perawat dan Ruang Perawatan VIP RSUD Poso yang terletak dalam kompleks rumah sakit di Jalan Jend. Sudirman No. 33, Kelurahan Lombugia, Kecamatan Poso Kota Utara, sbb:
PENDAHULUAN
Berdasarkan hasil peninjauan dan visual screening tim Fakultas Teknik Unsimar Poso pada tanggal 16 Nopember 2015, dibawah ini diberikan hasil penilaian keandalan dan kajian teknis blok bangunan Asrama
II.
INTERPRETASI TINGKAT KEANDALAN BANGUNAN
A. Bangunan Asrama Perawat
Struktural (berdasarkan tinjauan tim Fakultas Teknik Unsimar Poso) Sub Sistem No. Struktural 1.
Kuda-kuda dan rangka atap
Persentase Tingkat Kerusakan 45%
Rangka, lapis plafon dan lapis penutup seng
45%
3.
Pondasi
20%
4.
Dinding tembok ½ Bata Kolom dan Sloof Praktis Beton Bertulang
30%
2.
5.
6.
Kusen Pintu dan Jendela,
30%
35%
Klasifikasi Tingkat Kerusakan, Komentar Penurunan kualitas akibat lamanya usia pemakaian, dekomposisi/lapuk akibat (cuaca) kelembaban dan deformasi akibat beban/tekanan angin. Penurunan mutu lapis penutup atap tersebar tidak merata dengan intensitas 30-60%. Sementara, lokasi dan derajat kerusakan lapis plafon juga tersebar secara tidak merata. Kerusakan disebabkan penurunan kualitas material akibat usia pemakaian, akibat pengaruh mutu lapisan penutup atap (rembesan air) dan penyebab mekanis. Kerusakan ringan disebabkan pembebanan dan pengaruh kelembaban . Kerusakan sedang disebabkan penurunan kualitas material akibat paparan air (pengaruh cuaca). Kerusakan sedang – berat penurunan tumpuan, penurunan kualitas material akibat usia, pembebanan dan pengaruh cuaca. Kerusakan sedang pada sebagian kusen pintu/jendela dan ventilasi disebabkan dekomposisi material akibat usia pemakaian dan kelembaban.
72
Rencana Penanggulangan
Apabila diperlukan: Rehabilitasi sedang – Rehabilitasi berat Apabila diperlukan: Rehabilitasi sedang – Rehabilitasi berat
Apabila diperlukan: Rehabilitasi ringan Apabila diperlukan: Rehabilitasi sedang Apabila diperlukan: Rehabilitasi sedang
Apabila diperlukan: Rehabilitasi sedang
Ventilasi
7.
Lantai
25 %
Kerusakan sedang pada sebagian lapisan penutup lantai akibat erosi, penurunan kualitas material akibat usia dan pemakaian (aus).
Apabila diperlukan: Rehabilitasi sedang
Sistem Proteksi Gempa (Merujuk standar SNI-1726-2002, Zona 4) Sub Sistem No. Ketahanan Gempa
Estimasi Tingkat Ketahanan Gempa
Komentar
Rencana Penanggulangan
1.
Pondasi
Tanah dasar dianggap cukup keras. Pondasi cukup memenuhi
Untuk bangunan asrama tidak bertingkat biasa dengan tinggi dinding bata tidak melebihi 3.50 meter kekuatan pondasi diasumsikan cukup memenuhi
Apabila diperlukan: perkuatan fondasi dan sloof (strengthening and retrofitting)
2.
Dinding ½ Bata
Tidak Memenuhi
Penuaan material, batubata, spesi dan lapis plester
3.
Kolom Beton Bertulang
Kolom praktis tidak memenuhi
Tulangan praktis terpasang kurang memenuhi
4.
Balok Sloof
Balok Sloof Praktis kurang memenuhi
Kurang andal dalam menahan beban gempa tetapi perlu dites kekuatannya
5.
Join BalokKolom dan Sambungan Dinding
Tidak memenuhi
Tidak menggunakan detail (tulangan) penulangan tahan gempa
Apabila diperlukan: perkuatan dinding (strengthening and retrofitting) menggunakan balok lintel Apabila diperlukan: analisa dan tes Schmidt-Hammer , perbaikan lapisan selimut beton, strengthening and retrofitting) dengan standar proteksi gempa mengacu pada UU BG No.28/2008 dan SNI-1726-2002 Apabila diperlukan: analisa dan kemudian perkuatan balok sloof dan balok ring (strengthening and retrofitting) dengan standar proteksi gempa mengacu pada UU BG No.28/2008 dan SNI1726-2002 Apabila diperlukan: analisa dan kemudian perkuatan join (strengthening and retrofitting) dengan pendetailan tulangan join balok-kolom
Sistem Proteksi Kebakaran (Merujuk Permen PU No. 25/2008 tentang RISPK) Sub Sistem No. Proteksi Kebakaran
1.
Jenis material konstruksi bangunan
2.
Alat Pemadaman Api Ringan
Estimasi Tingkat Ketahanan thd. Bahaya Kebakaran Sebagian material tidak memenuhi, rentan mengalami kebakaran Tidak tersedia
Komentar
Rencana Penanggulangan
Kusen pintu dan jendela (bukaan-bukaan), kuda-kuda dan rangka plafon serta plafon terbuat dari material dasar kayu yang merupakan bahan bakar bagi api/panas (bahan mudah terbakar)
Apabila diperlukan: konstruksi rangka atap dan kuda-kuda menggunakan material baja ringan, lapis plafon dan lisplank menggunakan material asbes atau gypsum
Tidak ada alat pemadaman api ringan yang portable (tabung APAR)
Apabila diperlukan: Pengadaan
(Tabung APAR)
Utilitas (berdasarkan tinjauan tim Fakultas Teknik Unsimar Poso) Sub Sistem No. Utilitas
Persentase Tingkat Kekurangan
Keterangan Tingkat Kekurangan
73
Rencana Penanggulangan
1. 2. 3.
4. 5.
Kamar mandi/WC Sarana air bersih Sarana pembuatan air kotor (limbah) Septic Tank Listrik
0%
Terdapat 2 KM/WC dari 4 yang dibutuhkan untuk ± 20 penghuni
-
0%
Cukup Memenuhi
50%
Kurang memenuhi
Apabila diperlukan: perbaikan sarana/jaringan air bersih Apabila diperlukan: perbaikan SPAL
0% 0%
Tidak diperiksa
Cukup Memenuhi Asumsi: Cukup Memenuhi
Daya Listrik tidak diperiksa
Arsitektural (berdasarkan tinjauan tim Fakultas Teknik Unsimar Poso) Sub Sistem No. Arsitektural 1.
2. 3.
4.
Luas Total Blok Bangunan Asrama Ukuran Ruangan Luas Halaman, Parkir Elevasi Lantai Bangunan
Persentase Tingkat Kekurangan
Klasifikasi Tingkat Kekurangan
Rencana Penanggulangan
0%
Luasan Ruangan Dalam = 220.0 2 m ; Luas Lantai total Bangunan = 2 240.0 m
Memenuhi standar luas ruangan
0%
-
0%
Memenuhi
Memenuhi standar luas ruangan -
± 0 cm
Memenuhi
-
B. Blok Ruang Perawatan VIP
Struktural (berdasarkan tinjauan tim Fakultas Teknis Unsimar Poso) Sub Sistem No. Struktural 1.
Kuda-kuda dan rangka atap
Persentase Tingkat Kerusakan 35%
Rangka, lapis plafon dan lapis penutup seng
40%
3.
Pondasi
20%
4.
Dinding tembok ½ Bata Kolom dan Sloof Praktis Beton Bertulang
30%
2.
5.
30%
Klasifikasi Tingkat Kerusakan, Komentar Penurunan kualitas akibat lamanya usia pemakaian, dekomposisi/lapuk akibat (cuaca) kelembaban dan deformasi akibat beban/tekanan angin. Penurunan mutu lapis penutup atap tersebar tidak merata dengan intensitas 30-60%. Sementara, lokasi dan derajat kerusakan lapis plafon juga tersebar secara tidak merata. Kerusakan disebabkan penurunan kualitas material akibat usia pemakaian, akibat pengaruh mutu lapisan penutup atap (rembesan air) dan penyebab mekanis. Kerusakan ringan disebabkan pembebanan dan pengaruh kelembaban . Kerusakan sedang disebabkan penurunan kualitas material akibat paparan air (pengaruh cuaca). Kerusakan sedang – berat penurunan tumpuan, penurunan kualitas material akibat usia, pembebanan dan pengaruh cuaca.
74
Rencana Penanggulangan
Apabila diperlukan: Rehabilitasi sedang Apabila diperlukan: Rehabilitasi sedang – Rehabilitasi berat
Apabila diperlukan: Rehabilitasi ringan Apabila diperlukan: Rehabilitasi sedang Apabila diperlukan: Rehabilitasi sedang
6.
7.
Kusen Pintu dan Jendela, Ventilasi Lantai
45%
30 %
Kerusakan sedang pada sebagian bagian kusen pintu/jendela dan ventilasi disebabkan dekomposisi material akibat usia pemakaian dan kelembaban.
Kerusakan sedang pada sebagian lapisan penutup lantai akibat erosi, penurunan kualitas material akibat usia dan pemakaian (aus).
Apabila diperlukan: Rehabilitasi sedang – Rehabilitasi berat
Apabila diperlukan: Rehabilitasi sedang
Sistem Proteksi Gempa (Merujuk standar SNI-1726-2002, Zona 4) Sub Sistem No. Ketahanan Gempa
Estimasi Tingkat Ketahanan Gempa
Komentar
Rencana Penanggulangan
1.
Pondasi
Tanah dasar dianggap cukup keras. Pondasi cukup memenuhi
Untuk bangunan perawatan tidak bertingkat biasa dengan tinggi dinding bata tidak melebihi 3.50 meter kekuatan pondasi diasumsikan cukup memenuhi
Apabila diperlukan: perkuatan fondasi dan sloof (strengthening and retrofitting)
2.
Dinding ½ Bata
Tidak Memenuhi
Penuaan material, batubata, spesi dan lapis plester
3.
Kolom Beton Bertulang
Kolom praktis tidak memenuhi
Tulangan praktis terpasang kurang memenuhi
4.
Balok Sloof
Balok Sloof Praktis kurang memenuhi
Kurang andal dalam menahan beban gempa tetapi perlu dites kekuatannya
5.
Join BalokKolom dan Sambungan Dinding
Tidak memenuhi
Tidak menggunakan detail (tulangan) penulangan tahan gempa
Apabila diperlukan: perkuatan dinding (strengthening and retrofitting) menggunakan balok lintel Apabila diperlukan: analisa dan tes Schmidt-Hammer , perbaikan lapisan selimut beton, strengthening and retrofitting) dengan standar proteksi gempa mengacu pada UU BG No.28/2008 dan SNI-1726-2002 Apabila diperlukan: analisa dan kemudian perkuatan balok sloof dan balok ring (strengthening and retrofitting) dengan standar proteksi gempa mengacu pada UU BG No.28/2008 dan SNI1726-2002 Apabila diperlukan: analisa dan kemudian perkuatan join (strengthening and retrofitting) dengan pendetailan tulangan join balok-kolom
Sistem Proteksi Kebakaran (Merujuk Permen PU No. 25/2008 tentang RISPK) Sub Sistem No. Proteksi Kebakaran
1.
Jenis material konstruksi bangunan
2.
Alat Pemadaman Api Ringan
Estimasi Tingkat Ketahanan thd. Bahaya Kebakaran Sebagian material tidak memenuhi, rentan mengalami kebakaran Tersedia
Komentar
Rencana Penanggulangan
Kusen pintu dan jendela (bukaan-bukaan), kuda-kuda dan rangka plafon serta plafon terbuat dari material dasar kayu yang merupakan bahan bakar bagi api/panas (bahan mudah terbakar)
Apabila diperlukan: konstruksi rangka atap dan kuda-kuda menggunakan material baja ringan, lapis plafon dan lisplank menggunakan material asbes atau gypsum
Memenuhi persyaratan minimum proteksi kebakaran
(Tabung APAR)
75
-
Utilitas (berdasarkan tinjauan tim Fakultas Teknik Unsimar Poso) Sub Sistem No. Utilitas 1. 2. 3.
4. 5.
Kamar mandi/WC Sarana air bersih Sarana pembuatan air kotor (limbah) Septic Tank Listrik
Persentase Tingkat Kekurangan 0%
Keterangan Tingkat Kekurangan
Rencana Penanggulangan
Terdapat 6 KM/WC dari 6 yang dibutuhkan untuk 1 keluarga
-
0%
Cukup Memenuhi
50%
Kurang memenuhi
Apabila diperlukan: perbaikan sarana/jaringan air bersih Apabila diperlukan: perbaikan SPAL
0% 0%
Tidak diperiksa
Cukup Memenuhi
Daya Listrik tidak diperiksa
Dianggap Memenuhi
Arsitektural (berdasarkan tinjauan tim Fakultas Teknik Unsimar Poso) Sub Sistem No. Arsitektural 1.
2. 3.
4.
Persentase Tingkat Kekurangan
Luas Total Blok Bangunan Ruang Perawatan VIP Ukuran Ruangan
0%
III.
Rencana Penanggulangan
Luasan Ruangan Dalam = 270.0 2 m ; Luas Lantai total Bangunan = 2 300.0 m
Memenuhi standar luas ruangan VIP RS Tipe-C
Memenuhi standar luas ruangan
0%
Standar Luas minimal Ruang 2 Perawatan VIP = 18.0 m /tempat tidur Memenuhi
± 0 cm
Memenuhi
-
0%
Luas Halaman, Parkir Elevasi Lantai Bangunan
Klasifikasi Tingkat Kekurangan
-
1991, SNI-2002, PP No. 36/2005 dan Permen PU No. 48/2007).
ANALISA
Bangunan ini terletak di atas tanah alas fondasi jenis medium (kepadatan sedang) lempung kepasiran, dan cukup homogen sehingga praktis tidak terjadi penurunan atau kerusakan pondasi (lajur) dan dinding pengisi ½ bata yang signifikan selama jangka 20 tahun usia pemakaian.
A. Bangunan Asrama Perawat Asrama Perawat RSUD Poso adalah suatu blok hunian yang diperuntukkan bagi tenaga perawat sebagai tempat tinggal temporer dalam pelaksanaan tugas di rumah sakit. Berbeda dengan “Ruang Perawat” yang merupakan bagian dari ruang medik, suatu bangunan “Asrama Perawat” seperti ini tidak termasuk dalam instalasi ruang medik. Blok bangunan asrama ini merupakan konstruksi permanen susunan tembok bata ½ batu (brick masonry building) dengan rangka bangunan serta rangka kusen pintu dan jendela terbuat dari kayu. Luas lantai bangunan = 240.0 m2. Bangunan dikonstruksi pada 1996 (usia bangunan 20 tahun), maka berdasarkan standar umur rencana bangunan permanen, secara teknis bangunan akan mencapai batas minimum usia pakai pada 2016 dan maksimum pada tahun 2021 (standar umur rencana bangunan permanen minimum 20 Tahun dan maksimum 25 Tahun menurut SKBI-1987, SKSNI-
Agak identik dengan kantin rumah sakit, blok asrama perawat bukan merupakan instalasi yang krusial dalam suatu rumah sakit (lihat instalasi krusial, Tabel 1, Kebutuhan Minimal Luas Ruangan). Dengan berjalannya waktu, semakin banyak tersedia perumahan, kos-kosan dan asrama. Sedemikian, sehingga keberadaan asrama perawat RSUD Poso ini telah menjadi kurang urgen. Pertimbangan lainnya adalah telah terdapatnya ruangan untuk perawat bertugas dalam tiap bagian/ruangan medik. Dalam upaya peningkatan mutu, kuantitas dan kapasitas pelayanan rujukan tingkat pertama, pihak RSUD Poso 76
harus menambah luasan untuk ruang perawatan, terutama untuk masyarakat pasien golongan ekonomi lemah. Dengan demikian, asrama perawat RSUD Poso ini akan terkena rencana pembongkaran atau penghapusan bangunan guna alih fungsi tapak bangunan menjadi blok bangunan bertingkat untuk ruang perawatan klas III .
Bangunan ini terletak di atas tanah alas fondasi jenis medium (kepadatan sedang) lempung kepasiran, dan cukup homogen sehingga praktis tidak terjadi penurunan atau kerusakan pondasi (lajur) dan dinding pengisi ½ bata yang signifikan selama jangka 20 tahun usia pemakaian. Berbeda dengan bangunan kantin dan asrama perawat, ruang perawatan VIP RSUD Poso ini tergolong instalasi yang harus ada dalam suatu rumah sakit TipeC (lihat instalasi krusial, Tabel 1, Kebutuhan Minimal Luas Ruangan). Terdapat perioda atau saat-saat tertentu misalnya suatu keadaan wabah dimana RSUD Poso mengalami over-capacity (daya tampung pasien terlampaui). Akibatnya, sebagian pasien harus ditempatkan di ruangan yang tidak semestinya yaitu di lorong-lorong rumah sakit. Dalam upaya menambah kapasitas pelayanan, pihak RSUD Poso harus menambah luasan untuk ruang perawatan, terutama untuk golongan pasien ekonomi lemah. Tata letak rencana pembangunan ruang perawatan yang baru (Klas III) tumpang-tindih dengan tapak blok bangunan ruang perawatan VIP existing. Dengan demikian, ruang perawatan VIP RSUD Poso ini akan terkena rencana pembongkaran atau penghapusan bangunan guna alih fungsi tapak bangunan menjadi blok bangunan bertingkat untuk ruang perawatan klas III .
B. Blok Ruang Perawatan VIP Ruang Perawatan VIP adalah suatu blok rawat-inap rumah sakit yang diperuntukkan bagi pasien yang memerlukan asuhan dan pelayanan keperawatan dan pengobatan secara berkesinambungan lebih dari 24 jam dengan tingkat pelayanan dan penyediaan fasilitas tertinggi yang ada. Salah satu parameter utama ruangan VIP adalah luasan kamar minimum sebesar 18.0 m2/bed, dengan 1 bed (=tempat tidur) untuk tiap kamar. Blok ruangan VIP ini merupakan konstruksi permanen susunan tembok bata ½ batu (brick masonry building) dengan rangka bangunan serta rangka kusen pintu dan jendela terbuat dari kayu. Luas total lantai bangunan = 300.0 m2. Bangunan dikonstruksi pada 1996 (usia bangunan 20 tahun), maka berdasarkan standar umur rencana bangunan permanen, secara teknis bangunan akan mencapai batas minimum usia pakai pada 2016 dan maksimum pada tahun 2021 (standar umur rencana bangunan permanen minimum 20 Tahun dan maksimum 25 Tahun menurut SKBI1987, SKSNI-1991, SNI-2002, PP No. 36/2005 dan Permen PU No. 48/2007).
Tabel
1. Kebutuhan Minimal Luas Ruangan pada Ruang Rawat Inap Nama Ruang
1
Luas (+)
Satuan
Ruang Perawatan : VIP
18
m /tempat tidur
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Kelas I Kelas II Kelas III Ruang Pos perawat Ruang Konsultasi. Ruang Tindakan. Ruang administrasi Ruang Dokter. Ruang perawat. Ruang ganti/Locker Ruang kepala rawat inap. Ruang linen bersih. Ruang linen kotor.
12 10 7.2 20 12 24 9 20 20 9 12 18 9
m /tempat tidur 2 m /tempat tidur 2 m /tempat tidur 2 m 2 m 2 m 2 m 2 m 2 m 2 m 2 m 2 m 2 m
12 13 14 15
Spoelhoek Kamar mandi/Toilet Pantri. Ruang Janitor/service
9 25 9 9 77
2 2
2
m 2 m 2 m 2 m
16 17
Gudang bersih Gudang kotor
2
m 2 m
18 18
Blok Asrama Perawat RSUD Poso Posisi geografik: 0 -1 22’ 55.1” LS 0 120 45’ 33.8” BT Elevasi Lantai: + 13.0 m dpl.
Gbr. 1.a-b. Aerial View Blok Bangunan Asrama Perawat RSUD Poso (diarsir) dan posisi geografik bangunan. Skala 1 : 500
N o m o r
Tabel 2. Estimasi Penggunaan Ruang (existing) Lahan Blok Asrama Perawat RSUD Poso ORGANISASI RUANG
EXISTING (m2)
BATASAN (m2)
Keterangan Referensi
14784.0
14784.0
Sertifikat tanah, KIB C
240.0
8870.4
Estimasi/Survey Lapangan
5789.0
8870.4
Estimasi/Survey Lapangan
1
Luas Lahan
2
Luas Lantai Dasar Blok Asram a Perawat RSUD Poso
3
Luas Total Lantai Bangunan Y ang Ada
4
Koefisie n Dasar Bangunan (KDB)
0.39
0.60
Perda RTRW Poso No. 8 Tahun 2012
5
Koefisie n Lantai Bangunan (KLB)
0.39
1.20
Perda RTRW Poso No. 8 Tahun 2012
Berdasarkan Tabel 2 (komposisi penggunaan ruang), besaran KDB dan KLB total tapak bangunan rumah sakit (termasuk asrama perawat) masih memenuhi harga/batas maksimum koefisien sesuai Perda RTRW Poso No. 8 Tahun 2012.
Selain tidak krusial dan juga telah menjadi kurang urgen pada masa sekarang, rencana pembongkaran/penghapusan bangunan asrama juga telah mengalami penurunan fungsi komponen bangunan. 78
Blok Ruang Perawatan VIP RSUD Poso Posisi geografik: 0 -1 22’ 56.2” LS 0 120 45’ 33.9” BT Elevasi Lantai: + 13.0 m dpl.
Gbr. 2.a-b. Aerial View Blok Ruang Perawatan VIP RSUD Poso (diarsir) dan posisi geografik bangunan. Skala 1 : 500
Nomor
Tabel 3. Estimasi Penggunaan Ruang (existing) Lahan Blok Ruang Perawatan VIP RSUD Poso ORGANISASI RUANG
EXISTING 2 (m )
BATASAN 2 (m )
Keterangan Referensi
14784.0
14784.0
Sertifikat tanah, KIB C
300.0
8870.4
Estimasi/Survey Lapangan
5789.0
8870.4
Estimasi/Survey Lapangan
1
Luas Lahan
2
Luas Lantai Dasar Blok Ruang Perawatan VIP RSUD Poso
3
Luas Total Lantai Bangunan Yang Ada
4
Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
0.39
0.60
Perda RTRW Poso No. 8 Tahun 2012
5
Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
0.39
1.20
Perda RTRW Poso No. 8 Tahun 2012
79
Berdasarkan Tabel 1 (komposisi penggunaan ruang), besaran KDB dan KLB total luas dasar bangunan (termasuk ruang perawatan VIP) masih memenuhi harga/batas maksimum koefisien sesuai Perda RTRW Poso No. 8 Tahun 2012.
Dalam halaman 80 - 82 di bawah ini diberikan visual screening dan sejumlah analisis/kajian teknis.
\ \ 80
Gbr. 3. a - f. Tampak dinding susunan bata yang mengalami kerusakan berupa retak lentur dan geser akibat beban dan penurunan pondasi. Gambar d-e, dinding bata ½ batu ini telah mengalami karbonasi dan serangan sulfat, yaitu perubahan kimiawi material plester menjadi bahan mirip kapur yang lunak dan rapuh (lepas-lepas). Derajat kekerusakan ± 30%. Gbr. f. Pelapukan/dekomposisi listpank & plafon.
Gbr. 4. a-b.
Visual screening kondisi lantai keramik bangunan ruang perawatan VIP yang mengalami penurunan mutu akibat lamanya usia pemakaian, proses erosi, abrasi, cavitasi dan retak permukaan yang normal sebagai konsekuensi usia pemakaian 20 tahun. Derajat kerusakan ± 30%.
81
Gbr. 4. a - c. Rangka kusen kayu dan pintu panel ini telah mengalami kerusakan mekanis akibat lamanya usia Penyebab pemakaian penurunan fungsi komponen bangunan dan proses sebagaimana dipresentasikan dalam beberapa gambar pelapukan. Derajat kerudi atas adalah: sakan ± 30%.
terhadap beban horizontal akibat gempa bumi yang mungkin terjadi di masa datang karena sistem perkuatan dinding batanya masih belum memadai apabila ditinjau dari syarat-syarat teknis atau standar ketahanan gempa untuk zona 3-4 (wilayah Kabupaten Poso). Yang termasuk komponen struktural adalah struktur penopang bangunan (fondasi), balok pengaku (sloof dan ringbalk), kolom, balok dan pelat (termasuk luifel), dan balok lintel (pengaku dinding dan ringbalk).
1. Dekomposisi alami material akibat usia pemakaian; 2. Kerusakan yang bersifat kimiawi akibat reaksi sulfat; 3. Kerusakan akibat kelembaban; 4. Kerusakan akibat gesekan; 5. Pengaruh muai-susut dan pergerakan tanah. Secara struktural (proteksi gempa), Blok Bangunan Ruang Perawatan VIP RSUD Poso ini diperkirakan memiliki kapasitas rendah atau keandalan rendah
Tabel 4.a. Penilaian Keandalan Komponen Bangunan Asrama Perawat RSUD Poso No. Komponen Prosentase Nilai Angka Komponen Keandalan Keandalan 1. Pondasi 10% 80% 0.080 2. Kolom Beton Bertulang, Sloof 30% 70% 0.210 3. Lantai 10% 70% 0.070 4. Dinding 15% 65% 0.098 5. Plafon 7% 50% 0.035 6. Atap 10% 50% 0.050 7. Utilitas 10% 40% 0.040 8. Finishing 8% 20% 0.016 Jumlah 100% 0.599 Tabel 4.b. Penilaian Keandalan Komponen Blok Bangunan Ruang Perawatan VIP RSUD Poso No. Komponen Prosentase Nilai Angka Komponen Keandalan Keandalan 1. Pondasi 10% 80% 0.080 2. Kolom Beton Bertulang, Sloof 30% 70% 0.210 3. Lantai 10% 70% 0.070 4. Dinding 15% 65% 0.098 5. Plafon 7% 70% 0.049 6. Atap 10% 55% 0.055 7. Utilitas 10% 50% 0.050 8. Finishing 8% 20% 0.016 Jumlah 100% 0.628
82
perencanaan atau desain bangunan pengganti, terutama harus memperhatikan dan menerapkan kriteria struktural dan keamanan untuk bangunan negara/pemerintah (proteksi gempa dan kebakaran), yaitu SNI-03-1726-2002, SNI-032487-2002, SNI-03-1726-2000, serta serta aspekaspek aksesibilitas dan kesehatan bangunan dan lingkungan, sebagaimana yang diberikan dalam undang-undang dan pedoman teknis bangunan gedung negara (UU BG No. 28 Tahun 2002, PP No. 36 Tahun 2005, Permen PU No. 29 Tahun 2006, Permen PU No. 45 Tahun 2007, petunjuk teknis kementrian kesehatan, dll.).
V. KESIMPULAN, PERKIRAAN DERAJAT KERUSAKAN, ANGKA KEANDALAN DAN REKOMENDASI A. Asrama Perawat RSUD Poso KESIMPULAN:
1. Komponen-komponen Bangunan Asrama Perawat RSUD Poso memiliki tingkat kerusakan yang bervariasi, namun secara umum fungsi bangunan berada dalam kondisi rusak sedang limit atas, dan memerlukan rehabilitasi tingkat sedang sebesar ± 41.0%. Secara keandalan struktural dan pemenuhan syarat keselamatan bangunan (aspek ketahanan gempa dan proteksi kebakaran), komponen-komponen fisik blok bangunan Asrama Perawat ini berada dalam kategori tidak andal, dengan sisa angka keandalan 59.90%. 2. Ketidakfungsionalan dan ketidakandalan komponen-komponen fisik blok bangunan Asrama Perawat RSUD Poso terutama disebabkan oleh penurunan kualitas material bangunan selama masa pemakaian atau usia bangunan, penurunan kualitas material akibat pelapukan alamiah dan akibat pengaruh kelembaban (ekspos terhadap cuaca). 3. Apabila Asrama Perawat RSUD Poso ini dapat disetujui untuk penghapusan aset maka proses
DERAJAT KERUSAKAN: Secara fungsional, derajat kerusakan bangunan sebesar 40.10% atau rusak sedang mayor (limit atas). ANGKA KEANDALAN: Secara struktural (lihat tabel penilaian keandalan komponen), blok bangunan Asrama Perawat RSUD Poso ini termasuk kategori tidak andal dengan perkiraan angka keandalan bangunan sebesar 59.90%. REKOMENDASI: Direkomendasikan untuk penghapusan Bangunan Asrama Perawat RSUD Poso guna pengalihan fungsi tapak/lahan bangunan menjadi Ruang Perawatan Klas III. proses perencanaan atau desain bangunan pengganti, terutama harus memperhatikan dan menerapkan kriteria struktural dan keamanan untuk bangunan negara/pemerintah (proteksi gempa dan kebakaran), yaitu SNI-03-1726-2002, SNI-03-2487-2002, SNI-03-1726-2000, serta serta aspek-aspek aksesibilitas dan kesehatan bangunan dan lingkungan, sebagaimana yang diberikan dalam undang-undang dan pedoman teknis bangunan gedung negara (UU BG No. 28 Tahun 2002, PP No. 36 Tahun 2005, Permen PU No. 29 Tahun 2006, Permen PU No. 45 Tahun 2007, petunjuk teknis kementrian kesehatan, dll.).
B. Blok Ruang Perawatan VIP RSUD Poso KESIMPULAN: 1. Komponen-komponen Bangunan Ruang Perawatan VIP RSUD Poso memiliki tingkat kerusakan yang bervariasi, namun secara umum fungsi bangunan berada dalam kondisi rusak sedang, dan memerlukan rehabilitasi tingkat sedang sebesar 37.20%. Secara keandalan struktural dan pemenuhan syarat keselamatan bangunan (aspek ketahanan gempa dan proteksi kebakaran), komponen-komponen fisik blok bangunan Ruang Perawatan VIP ini berada dalam kategori tidak andal, dengan sisa angka keandalan 62.80%. 2. Ketidakfungsionalan dan ketidakandalan komponen-komponen fisik blok bangunan Ruang Perawatan VIP RSUD Poso terutama disebabkan oleh penurunan kualitas material bangunan selama masa pemakaian atau usia bangunan, penurunan kualitas material akibat pelapukan alamiah dan akibat pengaruh kelembaban (ekspos terhadap cuaca). 3. Apabila Blok Ruang Perawatan VIP RSUD Poso ini dapat disetujui untuk penghapusan aset maka
DERAJAT KERUSAKAN: Secara fungsional, derajat kerusakan bangunan sebesar 37.20% atau rusak sedang. ANGKA KEANDALAN: Secara struktural (lihat tabel penilaian keandalan komponen), blok bangunan Ruang Perawatan VIP RSUD Poso ini termasuk kategori tidak andal dengan perkiraan angka keandalan bangunan sebesar 62.80%. REKOMENDASI: Direkomendasikan untuk penghapusan Blok Bangunan Ruang Perawatan VIP RSUD Poso guna pengalihan 83
fungsi tapak/lahan bangunan menjadi Ruang Perawatan Klas III. Untuk standar perkuatan bangunan, lihat Lampiran A dan Lampiran B
(Rekomendasi Standar Perkuatan Konstruksi …., hal. 84 - 87).
Lampiran A: Rekomendasi Standar Perkuatan Konstruksi Bangunan Gedung Tak Bertingkat dengan Dinding Pengisi Susunan Bata (Masonry Infilled Building Frame).
Gbr. 9.a. Skematik Perkuatan bangunan gedung konstruksi susunan bata dengan tulangan praktis (PPTIUG-83, SKBI-1987, SKSNI-1991, PBI-1989, SNI-2002, Puslitbang PU)
Gbr. 9.b. Detail balok lintel
Gbr. 9.c. Detail balok ring
84
Gbr. 9.d. Detail Hubungan Kolom - Balok ring Gbr. 9.e. Detail Penulangan Kolom dan Sloof
Lampiran B: Rekomendasi Pendetailan Struktur Portal Beton Bertulang Bertingkat untuk Zona Gempa 4, 5, 6.
Gbr. 10a. Tulangan pengurung sejarak min. 300 mm dalam tapak fondasi
Gbr. 9.c. Pengangkuran batang tulangan balok pada join luar
Gbr. 10.b. Fondasi telapak individual menggunakan balok pengikat Gbr. 10.d. Panjang sambungan lewatan balok
Gbr. 10.e. Detail penulangan balok
85
Gbr. 10.f. Detail penulangan geser (tranversal) balok
Gbr. 10.g. Detail penulangan geser/ tranversal kolom
Gbr. 10.h. Detail penulangan kolom dan join
86
Gbr. 10.i. Detail sambungan lewatan tulangan longitudinal
Gbr.10.j. Detail kait simpul tulangan join pada portal
REFERENSI [1] Undang-undang no. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung; [2] Undang-undang no. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang; [3] PP no. 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang no. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung; [4] Permen PU no. 45 tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara; [5] Permen PU no. 6 tahun 2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) [6] Permen PU no. 25 tahun 2008 tentang Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK); [7] Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1987 ... Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (SKBI-1.3.5.3-1987); [8] Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung (SNI-03-1726-2002)
87
88