Hubungan Karakteristik Pasien, Perilaku Beresiko dan Infeksi Menular Seksual dengan Kejadian HIV/AIDS di Klinik VCT (Voluntary Counselling and Testing) Puskesmas Cikarang Kecamatan Cikarang Utara Kabupaten Bekasi Tahun 2013
Eulis Mar’atul Kamilah, Sutanto Priyo Hastono 1. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia 2. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia Email :
[email protected]
Abstrak Acquired Immune Deficiency Sindrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus tersebut merusak kekebalan tubuh manusia dan menyebabkan turunnya atau hilangnya daya tahan tubuh sehingga mudah terjangkit penyakit infeksi .Hubungan seks yang tidak aman, penggunaan jarum suntik yang tidak steril dan secara bergantian,transfusi darah yang terinfeksi HIV,dan penularan ibu yang terinfeksi HIV ke anak yang dikandungnya merupakan faktor resiko yang dapat menularkan HIV dari satu orang ke orang lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan karakteristik pasien yang terdiri dari jenis kelamin, umur, status kawin, pendidikan, pekerjaan , dan perilaku beresiko serta IMS dengan kejadian HIV/AIDS di Klinik VCT Puskesmas Cikarang Kecamatan Cikarang Utara Kabupaten Bekasi. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari data kunjungan pasien yang melakukan VCT ( Voluntary Counselling and Testing) dari bulan Januari – Desember 2013. Desain penelitian menggunakan desain potong lintang (cross sectional) dengan jumlah sampel sebanyak 587 orang. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara univariat, bivariat dan multivariat. Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui gambaran karakteristik pada setiap variabel yang diteliti. Sedangkan analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Adapun analisis multivariate digunakan untuk melihat faktor yang paling dominan yang berhubungan dengan kejadian HIV/AIDS. Uji statistic yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji chi-squre untuk bivariat dan regresi logistic ganda untuk multivariat. Hasil analisis menunjukkan persentase pasien yang mengalami kejadian HIV positif di Klinik VCT Puskesmas Cikarang pada Tahun 2013 sebesar 12,4 %. Variabel yang berhubungan bermakna dengan dengan kejadian HIV adalah variabel status kawin (p= 0,012) dan status IMS (p=0,012). Variabel yang paling dominan berhubungan dengan kejadian HIV adalah status bercerai dengan OR 5,3. Untuk mencegah terjadinya HIV/AIDS maka penulis menyarankan untuk selalu menggunakan kondom pada saat melakukan perilaku seks beresiko juga disarankan untuk melakukan pemeriksaan IMS untuk mencegah terjadinya penularan HIV/AIDS. Kata Kunci : pasien klinik VCT; perilaku beresiko; kejadian HIV/AIDS
Relations Patient Characteristics, Risk Behaviors and Sexually Transmitted Infections With the incidence of HIV / AIDS at VCT Clinic Health Center Cikarang Bekasi District of North Cikarang year 2013 Abstract Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) is a collection of symptoms that are caused by the Human Immunodeficiency Virus (HIV). This virus damages the immune humans and cause a decrease or loss of endurance, so to infection and illness. Unsafe sex, use of unsterile needles and in turn, HIV-infected blood transfusions, and transmission of HIV-infected mother to child it contains a risk factor that can transmit HIV from one person to another. This study aims to determine the relationship of patient characteristics consisting of gender, age, marital status, education, occupation, and risk behavior and STI incidence of HIV / AIDS in the health center VCT Clinic Cikarang Bekasi. The data used in this study is a secondary data derived from traffic data of patients undergoing VCT (Voluntary Counselling and Testing) of the month from January to December 2013. Study design using cross-sectional design (cross-sectional) with a total sample of 587 people. The data
Hubungan karakteristik…, Eulis Mar Atul Kamilah, FKM UI, 2014
were then analyzed using univariate, bivariate and multivariate analyzes. Univariate analysis was conducted to determine the characteristic features of each variable studied. While the bivariate analysis was conducted to determine the relationship between the independent variables and the dependent variable. The multivariate analysis is used to see the most dominant factors associated with the incidence of HIV / AIDS. Statistical tests used in this study is the chi-square test for bivariate and multiple logistic regression for multivariate analyzes. The analysis showed the percentage of patients who experienced a positive HIV incidence in Cikarang VCT clinic at the health center in 2013 of 12.4%. Variables significantly associated with the incidence of HIV is variable marital status (p = 0.012) and the status of STI (p = 0.012). The most dominant variables associated with HIV incidence is divorced marital status with OR of 5.3. To prevent HIV / AIDS, the authors suggest to always use a condom when doing risky sexual behavior are also advised to check the IMS to prevent the transmission of HIV / AIDS. Keywords: VCT clinic patients; risk behavior; the incidence of HIV / AIDS
Pendahuluan Acquired Immune Deficiency Sindrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus tersebut merusak kekebalan tubuh manusia dan menyebabkan turunnya atau hilangnya daya tahan tubuh sehingga mudah terjangkit penyakit infeksi (Depkes RI,2003). Hubungan seks yang tidak aman, penggunaan jarum suntik yang tidak steril dan secara bergantian,transfusi darah yang terinfeksi HIV,dan penularan ibu yang terinfeksi HIV ke anak yang dikandungnya merupakan faktor resiko yang dapat menularkan HIV dari satu orang ke orang lain (Depkes RI,2006). Menurut data dari Kemenkes RI (2013) sampai dengan tahun 2005 jumlah kasus HIV yang dilaporkan sebanyak 859, tahun 2006 7195 kasus,kemudian tahun 2007 sebanyak 6048 kasus, pada tahun 2008 ada 10362 kasus, tahun 2009 ada 9.793 kasus, tahun 2010 sebanyak 21.591 kasus, tahun 2011 sebanyak 21.031 kasus dan pada tahun 2012 yaitu 21.511 kasus. Jumlah kumulatif HIV yang dilaporkan sampai bulan September 2013 sebanyak 118.787 kasus. Jumlah infeksi HIV yang tertinggi terdapat di DKI Jakarta yaitu 27.207 kasus disusul Jawa Timur sebanyak 15.233 kasus, Papua sebanyak 12.687 kasus, kemudian Jawa barat sebanyak 9.267 kasus dan Bali sebanyak 7922 kasus (Kemenkes RI, 2013). Adapun persentase faktor resiko tertinggi terdapat pada hubungan seks beresiko heteroseksual sebanyak 51,7 %, penggunaan jarum suntik tidak steril pada penasun yaitu 11,6 % dan LSL ( Lelaki Seks Lelaki)sebanyak 10,6 % (Kemenkes,2013). Seperti telah diketahui bahwa Jawa Barat menduduki urutan ke 4 secara nasional dalam jumlah kasus infeksi HIV yaitu sebanyak 7.621 kasus sampai bulan Maret 2013, kemudian meningkat menjadi 8161 kasus sampai bulan Juni dan bertambah lagi menjadi 9.267 kasus sampai dengan September 2013.
Pada tahun 2012 Kota Bekasi menempati
urutan pertama dalam penambahan jumlah kasus HIV yaitu sebanyak 384 kasus sedangkan
Hubungan karakteristik…, Eulis Mar Atul Kamilah, FKM UI, 2014
Kabupaten Bekasi mempunyai jumlah kasus HIV sebanyak 108 kasus (Dinkes Propinsi Jawa Barat, 2012). Puskesmas Cikarang merupakan salah satu dari 3 puskesmas yang mempunyai Klinik VCT dan juga klinik IMS. Klinik ini berdiri sejak tahun 2006. Dari tahun 2010 jumlah pasien yang positif HIV mengalami peningkatan. Pada tahun 2009 jumlah pasien Klinik VCT sebanyak 23 orang dan yang positif HIV 3 orang atau sekitar 13 %. Tahun 2010 Jumlah pasien sebanyak 559 orang dan 3,9 % positif HIV. Jumlah pasien di klinik VCT tahun 2011 adalah 481 orang dan sebanyak 28 atau sekitar 5,8 % positif HIV. Kemudian Pada tahun 2012 jumlah pasien yang datang dan diperiksa HIV sebanyak 472 orang dengan 51 atau 10,8 % positif HIV. Sedangkan pada tahun 2013 pasien yang datang sebanyak 583 orang dimana 73 orang atau 12,4 % positif HIV. Dari data dii atas dapat dilihat bahwa persentase jumlah pasien yang positif HIV mengalami peningkatan terutama dari tahun 2010. Persentase tahun 2010 sebanyak 3,9 %, kemudian naik menjadi 5,8 % pada tahun 2011,selanjutnya meningkat lagi pada tahun 2012 menjadi 10,8 % dan pada tahun 2013 naik menjadi 12,4 %. Dengan melihat trend dari jumlah pasien HIV yang terus meningkat selama 3 tahun terakhir maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Hubungan Karakteristik Pasien, Perilaku Beresiko dan Infeksi Menular Seksual dengan Kejadian HIV/AIDS dii Klinik VCT (Voluntary Counselling and Testing) Puskesmas Cikarang Kecamatan Cikarang Utara Kabupaten Bekasi. Tinjauan Teoritis AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome .”Acquired” artinya tidak diturunkan, tetapi ditularkan dari satu orang ke orang lainnya. “Immune” adalah system daya tangkal atau kekebalan tubuh terhadap penyakit. “Deficiency” artinya tidak cukup atau kurang sedangkan “Syndrome” adalah kumpulan tanda dan gejala penyakit. AIDS adalah bentuk lanjut dari infeksi HIV (Depkes RI,2006). Virus HIV adalah retrovirus yang termasuk golongan virus RNA yaitu virus yang menggunakan RNA sebagai molekul pembawa informasi genetic.Virus HIV pertama kali ditemukan pada Januari 1983 oleh Luc Montaigner di Perancis pada seorang pasien limfadenopati. Oleh karena itu kemudian dinamakan LAV (Lymph Adenopathy Virus). HIV dapat ditemukan pada dan diisolasikan dari sel limfosit T, limfosit B sel makrofag (di otak dan paru) dan berbagai cairan tubuh. Akan tetapi sampai saat ini hanya darah dan air mani yang jelas terbukti sebagai sumber penularan serta ASI yang mampu menularkan HIV dari ibu ke bayinya (Depkes RI, 2003).
Hubungan karakteristik…, Eulis Mar Atul Kamilah, FKM UI, 2014
Konseling dan Testing Sukarela yang dikenal sebagai Voluntary Counselling and Testing (VCT) merupakan salah satu strategi kesehatan masyarakat dan sebagai pintu masuk ke seluruh layanan kesehatan HIV/AIDS berkelanjutan. Konseling dalam VCT adalah kegiatan konseling yang menyediakan dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan HIV/AIDS, mencegah penularan HIV, mempromosikan perubahan perilaku yang bertanggung jawab, pengobatan ARV dan memastikan pemecahan berbagai masalah terkait dengan HIV/AIDS (Depkes RI,2008). Faktor-faktor yang berhubungan dengan HIV/AIDS 1.
Umur Umur memiliki hubungan yang erat dengan kematangan berfikir seseorang,dimana umur ini akan mempengaruhi perilaku seseorang dalam melakukan sesuatu. Orang dengan umur yang lebih dewasa akan mempunyai perilaku seksual yang berbeda dengan umur remaja. Menurut Kemenkes kejadian HIV/AIDS lebih banyak terjadi pada kelompok usia dewasa. Sampai akhir tahun 2012 tercatat 73,7 % kasus HIV terjadi pada umur 25-49 tahun, 15 % pada umur 20-24 tahun dan 4,5 % terjadi pada umur > 50 tahun (Kemenkes,2012)
2.
Jenis Kelamin Menurut M. Subuh, perwakilan Direktur Jendral Penanggulangan Penyakit Menular dan Lain-lain, Departemen Kesehatan kebanyakan yang orang terkena HIV adalah kelompok heteroseksual yang disebabkan oleh berganti pasangan, dibandingkan penggunaan napza. Oleh karena itu jumlah penderita HIV/AIDS lebih banyak lakilaki daripada perempuan. Faktor yang membuat angka HIV/AIDS rendah pada perempuan karena perempuan lebih rajin menggunakan pengaman atau kondom dibandingkan laki-laki (Tempo, 2012). Berdasarkan laporan perkembangan HIV/AIDS di Indonesia,Triwulan III tahun 2013 rasio HIV antara laki-laki dan perempuan adalah 3 : 1. Ini menunjukkan bahwa jumlah penderita HIV yang berjenis kelamin laki-laki 3 kali dari jumlah penderita HIV yang berjenis kelamin Perempuan.(Kemenkes RI, 2013).
3.
Status Perkawinan Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kementrian Hukum dan HAM tahun 2010,menunjukkan laki-laki yang belum pernah menikah beresiko dua kali dari pada laki-laki yang sudah menikah untuk terinfeksi HIV & AIDS.Perempuan yang berstatus cerai beresiko 4 kali daripada perempuan yang tidak bercerai untuk terinfeksi HIV dan AIDS (Nurhalina, 2012).
Hubungan karakteristik…, Eulis Mar Atul Kamilah, FKM UI, 2014
4.
Pendidikan Penelitian di Afrika dan Asia dengan metode cross sectional (2010) menunjukkan bahwa tingkat pendidikan memiliki hubungan dengan tingkat pengetahuan dan perilaku beresiko tertular HIV (Nurhalina,2012). Menurut Sudrajat A dalam Annisa H (2013) pendidikan merupakan mitra yang sangat penting sebagai tolak ukur dalam menentukan status sosio ekonomi seseorang. Selain itu pendidikan juga berperan dalam tindakan yang akan dilakukan oleh seseorang termasuk dalam upaya pencegahan HIV/AIDS. Suatu studi yang pernah dilakukan menemukan bahwa seseorang yang berpendidikan tinggi akan lebih rendah kerentanannya terhadap resiko terinfeksi HIV dan AIDS dibandingkan mereka yang berpendidikan rendah maupun putus sekolah. Melalui pendidikan di sekolah, generasi muda akan mendapat kepercayaan diri,status sosial serta membantu mengendalikan diri mereka terhadap terhadap pilihan apapun yang berkaitan dengan hubungan pribadi (Annisa H, 2013).
5.
Pengetahuan Penelitian yang telah dilakukan oleh Lily Syarif dalam Nurhalina (2012) menunjukkan bahwa seseorang yang mempunyai tingkat pengetahuan mengenai HIV/AIDS kurang mempunyai resiko tertular HIV/AIDS 6,9 kali lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang mempunyai tingkat pengetahuan baik. Hasil dari Survei Terpadu Biologi dan Perilaku (STBP) 2011 menunjukkan kelompok beresiko yang memiliki pengetahuan komprehensif paling tinggi berdasarkan indikator Millenium Development Goal’s (MDGs) tentang HIV/AIDS adalah
kelompok
Wanita Penjual Seks Langsung (WPSL) yaitu sebesar 89 %, sedangkan kelompok yang memiliki pengetahuan komprehensif paling rendah adalah kelompok remaja sebesar 22 % (Nurhalina,2012). 6.
Pekerjaan Penelitian yang dilakukan oleh Aula R (2011) terhadap LSL menunjukkan ada hubungan antara sumber pendapatan dengan kejadian IMS pada LSL di Tangerang, Jogyakarta dan Makassar tahun 2009. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa sumber pendapatan dari gaji karyawan, pekerja bebas, bekerja di salon/panti, uang saku pelajar dan menjual seks mempunyai tingkat resiko yang lebih rendah dibandingkan pekerjaan lainnya seperti pedagang, pemulung, tukang pijat, wiraswasta , pengamen, dan lain lain (Meiliyana,2014).
Hubungan karakteristik…, Eulis Mar Atul Kamilah, FKM UI, 2014
7.
Kelompok resiko Menurut WHO (2003) yang disebut kelompok beresiko HIV adalah kelompok populasi dengan “risk behavior” yaitu : a.
Wanita Penjaja Seks (WPS) Langsung adalah wanita yang secara terbuka sebagai penjaja seks komersial.
b.
WPS Tidak Langsung adalah wanita yang beroperasi secara terselubung sebagai penjaja seks komersial,yang biasanya bekerja pada bidang-bidang pekerjaan tertentu.
c.
Pria Potensial Resti,ditentukan dengan pendekatan jenis pekerjaan yaitu sopir truk (mereka yang bekerja sebagai sopir truk antar kota),tukang ojek, pelaut (mereka yang bekerja sebagai anak buah kapal barang atau muatan), Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM).
d.
Waria adalah kependekan dari wanita-pria, yang berarti pria yang berjiwa dan bertingkah laku, serta mempunyai perasaan seperti wanita.
e.
Lelaki suka Seks dengan Lelaki (LSL) adalah pria yang mengakui dirinya sebagai orang yang biseksual/homoseksual.
f.
Pengguna napza suntik (penasun) adalah mereka yang adiksi napza yang disuntikkan.
g.
Remaja Sekolah
h.
Narapidana adalah pria dan wanita yang sudah divonis menjalani hukuman berada di lapas /rutan yang ada di Indonesia.(Nurhalina, 2012).
8.
Perilaku beresiko Penularan HIV kebanyakan terjadi melalui perilaku manusia, sehingga menempatkan individu pada keadaan yang rentan terinfeksi. Perilaku beresiko terutama jika melakukan hubungan seksual yang tidak terlindungi, baik secara vaginal maupun anal dengan pasangan berganti maupun yang tetap, dan atau bergantian menggunakan alat suntik pada pengguna NAPZA suntik
9.
Status IMS Infeksi Menular Seksual (IMS) atau Penyakit Menular Seksual (PMS) adalah penyakit yang salah satu penularannya melalui hubungan seksual.Jika kita melakukan hubungan seks beresiko,maka kita dapat terkena penyakit kelamin atau infeksi menular seksual ini (FHI,1997).
Hubungan karakteristik…, Eulis Mar Atul Kamilah, FKM UI, 2014
Metode Penelitian Jenis penelitian menggunakan rancangan potong lintang
( Cross sectional), yaitu
melihat hubungan exposure dengan masalah kesehatan secara bersamaan. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diambil dari data kunjungan pasien VCT yang datang ke klinik VCT Puskesmas Cikarang dari bulan Januari sampai Desember 2013. Populasi dari penelitian ini adalah semua pasien yang datang ke Klinik
VCT
Puskesmas Cikarang dari Bulan Januari – Desember 2013. Sampel pada penelitian ini adalah pasien yang memenuhi kriteria inklusi. Besar sampel adalah seluruh pasien yang memenuhi kriteria inklusi (datang ke klinik VCT dan melakukan konseling serta melakukan tes HIV dan memiliki form VCT lengkap ) yang berjumlah 587 orang. Metode pengambilan sampel adalah menggunakan metode total sampling yaitu mengambil semua sampel yang memenuhi kriteria. Pengolahan data yang dilakukan terdiri dari entry data, cleaning, recoding dan skoring. Selanjutnya dilakukan analisis data univariat,bivariat dan multivariat. Hasil Penelitian Hasil dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Analisis Univariat Tabel 1.
Karakteristik Pasien Berdasarkan Kejadian HIV di Klinik VCT Puskesmas Cikarang Tahun 2013
Dari tabel 5.1 dapat dilihat bahwa dari 587 pasien yang datang dan diperiksa di Klinik VCT selama tahun 2013 ternyata sebesar 12,4 % terinfeksi HIV positif dan pasien dengan HIV negatif sebesar 87,6 %.
Hubungan karakteristik…, Eulis Mar Atul Kamilah, FKM UI, 2014
Tabel 2.
Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin,Golongan Umur dan Pendidikan di Klinik VCT Puskesmas Cikarang Tahun 2013
Tabel 2 menunjukkan bahwa pasien yang datang ke klinik VCT puskesmas Cikarang pada tahun 2013 paling banyak laki laki yaitu sebesar 77,3 % dan dari golongan umur 20-24 tahun yaitu sebanyak 35,8 %. Pendidikan terakhir yang ditempuh oleh pasien di klinik VCT yang paling banyak adalah SMA sebanyak 55,5 %. Tabel 3.
Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Status Kawin dan jenis pekerjaan di Klinik VCT Puskesmas Cikarang Tahun 2013
Hubungan karakteristik…, Eulis Mar Atul Kamilah, FKM UI, 2014
Distribusi pasien berdasarkan status kawin pada tabel 3 menunjukkan bahwa sebesar 56,9 % responden mempunyai status belum /tidak kawin sedangkan pasien dengan status cerai sebanyak 16 %. Berdasarkan jenis pekerjaan sebanyak 43,1 % bekerja sebagai pedagang,karyawan dan wiraswasta serta guru,dan yang paling sedikit bekerja sebagai petani dan buruh yaitu 2,7 %. Tabel 4.
Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Perilaku Beresiko di Puskesmas Cikarang Tahun 2013
Dari tabel 4 dapat dilihat bahwa
kelompok
Klinik VCT
resiko paling banyak yang
datang ke Klinik VCT adalah kelompok resiko gay yaitu sebesar 46,5 %. Perilaku beresiko paling tinggi yang dilakukan oleh pasien adalah anal seks beresiko yaitu sebesar 48,2 % . Tabel 5.
Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Status IMS di Klinik VCT Puskesmas Cikarang Tahun 2013
Dari hasil analisis dapat dilihat persentase responden yang status IMSnya negatif sebesar 63,7 % sedangkan yang tidak periksa sebesar 12,3 %.
Hubungan karakteristik…, Eulis Mar Atul Kamilah, FKM UI, 2014
2.
Analisis Bivariat Tabel 6.
Hubungan Karaktersitik Pasien (Jenis kelamin,umur,status kawin,pendidikan dan pekerjaan) dengan kejadian HIV/AIDS di Klinik VCT Puskesmas Cikarang Tahun 2013
Berdasarkan tabel 6 sebanyak 13,2 % pasien yang berjenis kelamin laki-laki mengalami kejadian
HIV positif
dan
persentase pasien
perempuan yang mengalami kejadian HIV positif
berjenis kelamin
sebesar 9,8 %. Hasil uji Chi
Square menunjukkan ternyata tidak ada hubungan antara jenis kelamin
dengan
kejadian HIV (nilai-p=0,370). Dari hasil analisis bivariat dapat dilihat persentase
pasien
yang masuk
kelompok umur < 20 tahun dan mengalami kejadian HIV positif yaitu sebesar 12,1 % sedangkan
pasien dengan umur 20-24 tahun mengalami HIV positif sebanyak
12,9 %. umur 25-30 tahun yang mengalami kejadian HIV positif sebesar 13,8 % dan umur > 30 tahun yang mengalami HIV positif sebesar 11,0 %. Berdasarkan hasil uji chi square ternyata
tidak ada hubungan antara umur dengan kejadian HIV
( p= 0,9) . Persentase tertinggi pasien yang mengalami kejadian HIV positif terdapat pada kelompok status tidak/belum kawin yaitu sebesar 17,4 % disusul status cerai sebesar 11,7 % dan persentase paling kecil yaitu berstatus kawin sebesar 2,5 %. Hasil
Hubungan karakteristik…, Eulis Mar Atul Kamilah, FKM UI, 2014
uji chi square menunjukkan ada hubungan antara status perkawinan dengan kejadian HIV. Nilai OR
8,1
dan 5,1
dapat diinterpretasikan
perkawinannya belum /tidak kawin
bahwa pasien
yang status
mempunyai kecenderungan untuk mengalami
kejadian HIV positif sebesar 8,1 kali lebih tinggi dibandingkan dengan responden yang
berstatus kawin
(nilai-p=0,000).Sedangkan pasien dengan status cerai
mempunyai resiko mengalami kejadian HIV positif sebesar 5,1 kali lebih tinggi dibandingkan pasien dengan status kawin (nilai p =0,006). Dari tabel 6 dapat dilihat bahwa sebanyak 7,8 % pasien yang berpendidikan rendah mengalami kejadian HIV positif dan persentase pasien dengan tingkat pendidikan menengah
yang mengalami kejadian HIV positif sebesar
10 %
sedangkan pasien dengan pendidikan tinggi yang mengalami kejadian HIV positif sebesar 15 %. Berdasarkan hasil uji chi square ternyata tidak ada hubungan antara pendidikan dengan kejadian HIV dimana nilai p valuenya sebesar 0,07 . Persentase tertinggi pasien yang mengalami kejadian HIV positif terdapat pada kelompok pekerjaan dengan resiko rendah yaitu sebesar 15,2 % , sedangkan pasien yang tidak bekerja mengalami kejadian HIV positif sebesar 13 % dan pasien yang bekerja dengan jenis pekerjaan kelompok resiko tinggi , sebanyak 8,2 % mengalami kejadian HIV positif. Berdasarkan hasil uji chi square ternyata
tidak
ada hubungan antara pekerjaan dengan hasil tes HIV ( p value = 0,075) . Tabel 7.
Hubungan Perilaku Resiko dengan Kejadian HIV di Klinik VCT Puskesmas Cikarang Tahun 2013
Berdasarkan tabel 7
dapat dilihat bahwa
sebanyak 13,1 % mengalami kejadian
pasien kelompok resiko tinggi
HIV positif
sedangkan
pada pasien
kelompok resiko rendah sebanyak 5,9 %. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara kelompok resiko dengan kejadian HIV ( nilaip = 0,182).
Hubungan karakteristik…, Eulis Mar Atul Kamilah, FKM UI, 2014
Dari Tabel 7 dapat dilihat persentase
pasien yang tidak melakukan seks
beresiko sebanyak 5,5 % mengalami kejadian HIV positif dan pada pasien yang melakukan vaginal seks beresiko sebanyak 6 % mengalami kejadian HIV positif sedangkan pasien yang melakukan anal seks beresiko 19,4 % mengalami kejadian HIV positif. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan antara perilaku beresiko dengan kejadian HIV. Nilai OR 1,11 dan 4,18 dapat diinterpretasikan bahwa pasien yang melakukan vaginal seks beresiko mempunyai kecenderungan untuk mengalami HIV positif sebesar 1,11 kali lebih tinggi dibandingkan dengan pasien yang tidak melakukan seks beresiko (nilai-p=0,871).Sedangkan pasien yang melakukan anal seks beresiko mempunyai resiko mengalami HIV positif sebesar
4,18
kali lebih tinggi
dibandingkan pasien yang tidak melakukan seks beresiko.(nilai p =0,02) Tabel 8.
Hubungan Status IMS dengan Kejadian HIV di Klinik Tahun 2013
Persentase
VCT Puskesmas Cikarang
pasien yang tidak periksa IMS dan mengalami kejadian HIV
positif yaitu sebesar 22,2
% ,sedangkan persentase pasien yang melakukan
pemeriksaan IMS dan hasilnya negatif serta mengalami kejadian HIV positif yaitu 9,6 % . Adapun
pasien yang melakukan pemeriksaan IMS serta hasilnya positif
sebanyak 14,9 % mengalami kejadian HIV positif. . Hasil uji chi square menunjukkan ada hubungan antara status IMS dengan hasil tes HIV (p value = 0,007). Nilai OR 1,6 dan 2,7 dapat diinterpretasikan bahwa pasien
yang melakukan pemeriksaan IMS dan hasilnya positif
mempunyai
kecenderungan untuk menderita HIV sebesar 1,6 kali lebih tinggi dibandingkan dengan responden yang melakukan pemeriksaan IMS dan hasilnya negatif (nilaip=0,092).Sedangkan pasien yang resiko menderita HIV sebesar
tidak melakukan pemeriksaan IMS mempunyai 2,7 kali lebih tinggi dibandingkan pasien yang
melakukan pemeriksaan IMS dan hasilnya negatif (nilai p =0,003).
Hubungan karakteristik…, Eulis Mar Atul Kamilah, FKM UI, 2014
3.
Analisis Multivariat Analisis multivariat bertujuan untuk mengetahui variabel
yang paling
dominan diantara variabel-variabel yang diteliti. Tabel 9.
Model Awal Multivariat
Dari pemodelan di atas dapat kita lihat ada 4 variabel yang p valuenya > 0.05 sehingga harus dikeluarkan dari model. Variabel-variabel yang harus dikeluarkan adalah pendidikan , pekerjaan dan kelompok resiko dan perilaku beresiko yang terbesar adalah pendidikan, sehingga pemodelan selanjutnya variabel pendidikan dikeluarkan dari model. Setelah variabel pendidikan dikeluarkan dari model selanjutnya dilihat apakah ada perubahan nilai OR > 10 % , apabila ada maka variabel tersebut harus dimasukkan kembali ke dalam model. Setelah variabel pendidikan berturut-turut variabel yang dikeluarkan adalah kelompok resiko, pekerjaan dan perilaku beresiko. Setiap mengeluarkan satu variabel harus dilihat perubahan nilai OR. Apabila tidak ada perubahan nilai OR yang > 10 % maka variabel tersebut dapat dikeluarkan dari pemodelan.
Hubungan karakteristik…, Eulis Mar Atul Kamilah, FKM UI, 2014
Tabel 10. Model Akhir multivariat
Dari analisis multivariat ternyata variabel yang berhubungan bermakna dengan kejadian HIV/AIDS adalah variabel status kawin dan status IMS.Sedangkan variabel pekerjaan, kelompok resiko dan perilaku beresiko sebagai confounding. Hasil analisis menunjukkan variabel yang paling dominan berhubungan dengan kejadian HIV adalah variabel yang mempunyai OR paling tinggi yaitu status cerai dengan OR 5,3. Odds Rasio ( OR ) pada status cerai sebesar 5,3 artinya pasien yang statusnya cerai akan mengalami HIV positif sebesar 5,3 lebih tinggi dibanding pasien yang menikah setelah dikontrol variabel status IMS, pekerjaan, kelompok resiko dan perilaku beresiko. Odds Ratio ( OR ) pada status tidak / belum menikah sebesar 3,9 artinya pasien yang belum/tidak menikah akan mengalami HIV positif sebesar 3,9 lebih tinggi dibanding pasien yang menikah setelah dikontrol variabel status IMS, pekerjaan, kelompok resiko dan perilaku beresiko. Dari hasil analisis didapatkan Odds Rasio ( OR ) pada status tidak periksa IMS sebesar 2,4 artinya pasien dengan status tidak periksa IMS akan mengalami HIV positif sebesar 2,4 kali lebih tinggi
dibanding pasien dengan status
IMS
negative setelah dikontrol variabel status kawin, perilaku beresiko, pekerjaan dan
Hubungan karakteristik…, Eulis Mar Atul Kamilah, FKM UI, 2014
kelompok resiko. Odds Rasio ( OR ) pada status IMS positif sebesar 1,4 artinya pasien dengan status IMS positif akan mengalami HIV positif sebesar 1,4 kali lebih tinggi dibanding pasien dengan status IMS negative setelah dikontrol variabel status kawin, perilaku beresiko, pekerjaan dan kelompok resiko. Pembahasan Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antar status kawin dengan kejadian HIV dengan p value sebesar 0.000. OR yang didapat menunjukkan orang dengan status menikah belum/tidak menikah mempunyai kecenderungan untuk menderita HIV sebesar 8,1 kali lebih tinggi dibanding orang yang sudah menikah,sedangkan orang yang cerai mempunyai kecenderungan menderita HIV sebesar 5,1 kali lebih tinggi dibanding orang yang sudh menikah. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Roza (2013) dimana dalam penelitiannya tidak ada hubungan antara status kawin dengan kejadian HIV . Hasil penelitian Jayanti (2008) juga menunjukkan bahwa kejadian HIV positif banyak dialami oleh responden dengan status tidak menikah yaitu sebesar 54 % kemudian menikah sebesar 38 % dan cerai sebesar 8%. Pada penelitian yang dilakukan oleh kementrian Hukum dan HAM (2010), diperoleh hasil bahwa laki-laki yang belum pernah menikah mempunyai peluang untuk terinfeksi HIV dan AIDS 2 x lebih besar dibanding laki-laki yang menikah. Adapun perempuan yang bersatus cerai mempunyai peluang 4 x lebih tinggi untuk terinfeksi HIV dan AIDS dibanding perempuan yang tidak cerai (Nurhalina,2012). Menurut Laily dalam Pawiro (2013) mereka yang sudah menikah memiliki ketergantungan secara biologis dan psikologis untuk melakukan aktivitas seksual secara rutin sehingga menyebabkan pasangan yang menikah/kawin dapat memenuhi biologis pada pasangannya, dibandingkan pada mereka yang tidak memiliki pasangan hidup. Mereka yang tidak memiliki pasangan hidup akan lebih beresiko terjadi penularan HIV atau IMS lainnya dikarenakan kecenderungan berganti-ganti pasangan. Uji statistik menunjukkan ada hubungan antara perilaku beresiko dengan kejadian HIV di klinik VCT Puskesmas Cikarang dimana p valuenya sebesar 0.000. Perilaku beresiko di sini dikelompokkan menjadi hubungan seks vaginal beresiko,hubungan seks anal beresiko dan tidak melakukan hubungan seks beresiko. Pasien yang melakukan hubungan seks anal
Hubungan karakteristik…, Eulis Mar Atul Kamilah, FKM UI, 2014
beresiko 3,7 kali lebih tinggi untuk mengalami kejadian HIV positif dibanding pasien yang tidak melakukan perilaku seks beresiko. Pada penelitian yang dilakukan oleh Jayanti (2008) terdapat hubungan antara jenis tingkat resiko bergantian peralatan suntik,hubungan seks vaginal dan transmisi ibu ke anak dengan kejadian HIV/AIDS.sementara pada jenis tingkat resiko hubungan seks anal dan transfuse darah tidak ada hubungan (Roza,2013) Risiko tertinggi terinfeksi HIV adalah penggunaan jarum suntik bergantian untuk menyuntik narkoba bersama dengan seseorang yang terinfeksi HIV. Bila kita memakai jarum suntik bergantian, ada kemungkinan yang sangat tinggi bahwa darah orang lain akan dimasukkan pada aliran darah kita. Virus hepatitis juga dapat tertular dengan penggunaan jarum suntik bergantian. Risiko tertinggi terinfeksi HIV yang berikutnya adalah dengan hubungan seks tanpa kondom. Hubungan seks anal (melalui dubur) paling berisiko. Lapisan dubur adalah sangat tipis. Lapisan tersebut sangat mudah dirusakkan saat berhubungan seks. Kerusakan tersebut memudahkan HIV masuk ke tubuh. Pasangan atas (“top” atau yang memasukkan) dalam hubungan seks anal tampaknya kurang berisiko. Hubungan seks vagina menimbulkan risiko tertinggi yang berikutnya. Lapisan vagina lebih kuat dibandingkan lapisan dubur, tetapi tetap rentan terhadap infeksi. Juga lapisan ini dapat dirusakkan oleh kegiatan seks; hanya dibutuhkan luka yang tidak kasatmata. Risiko penularan meningkat bila adanya radang atau infeksi pada vagina (Yayasan Spiritia,2014). Status IMS mempunyai hubungan yang bermakna (p = 0,011) dengan kejadian HIV. Pasien yang tidak melakukan pemeriksaan IMS akan mempunyai resiko lebih tinggi untuk mengalami kejadian HIV positif dibanding responden yang memeriksakan IMS. Ini dapat terjadi karena orang yang tidak memeriksakan IMS tidak tahu bahwa kemungkinana mereka sebenarnya telah terinfeksi penyakit IMS sehingga mereka melakukan perilaku beresiko tanpa pengaman yang pada akhirnya merugikan mereka karena mereka bisa saja tertular HIV. Perlukaan pada kelamin karena adanya IMS dapat mempermudah seseorang tertular HIV saat berhubungan seks tanpa pengaman. Data eipidemiolgi menunjukkan bahwa ada ‘sinergi epidemiologi’ antara Infeksi Menular Seksual (IMS) dan penularan HIV. Penularan HIV akan meningkat 10 kali pada pasien IMS dan pasien terinfeksi HIV sedangkan pada pasien HIV positif memiliki resiko
Hubungan karakteristik…, Eulis Mar Atul Kamilah, FKM UI, 2014
lebih tinggi terinfeksi dengan IMS lain. Perilaku seks resiko tinggi dan penggunaan narkoba merupakan dua penyebab utama IMS dan infeksi HIV ( Henrica Teja,Rowawi R,et al, 2012). Pada penelitian yang dilakukan oleh Henrica Teja,Rowawi,et al (2012) terhadap 81 pasien HIV di Klinik Teratai RS Hasan Sadikin, didapat hasil sebanyak 14 orang pasien positif C. Trachomatis yang merupakan salah satu infeksi menular seksual. Dari 14 pasien tersebut 10 orang berusia 25-35 tahun dan berjenis kelamin laki-laki. Menurut Laksana (2010) peradangan dan ulkus pada penderita IMS meningkatkan kerentanan terhadap infeksi HIV,karena rusaknya barier mukosal memudahkan masuknya virus HIV ke dalam pembuluh darah. IMS biasanya tidak bergejala terutama pada wanita sehingga kadang kadang orang enggan untuk memeriksakan IMS karena tidak ada keluhan yang dialaminya. Karena IMS sering tidak dirasakan / tidak menunjukkan gejala, sehingga penting sekali untuk melakukan pemeriksaan secara rutin di tempat pelayanan / klinik IMS(FHI,1997). Hasil analisis Multivariat menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan bermakna dengan kejadian HIV/AIDS adalah status kawin dan status IMS.Sedangkan variabel yang paling dominan berhubungan dengan kejadian HIV adalah status cerai karena mempunyai Odds Rasio (OR) paling tinggi yaitu 5,3 yang artinya pasien yang status kawinnya cerai akan mengalami kejadian HIV positif
5,3 kali lebih tinggi dibandingkan pasien dengan status
menikah setelah dikontrol variabel perilaku beresiko, status IMS, pekerjaan dan kelompok resiko. Kesimpulan Berdasarkan Hasil penelitian yang dilakukan di Klinik VCT puskesmas Cikarang diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1.
Persentase responden yang mengalami kejadian HIV positif di Klinik VCT Puskesmas Cikarang pada Tahun 2013 sebesar 12,4 %
2.
Variabel yang mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian HIV adalah status kawin dan status IMS.
3.
Variabel yang mempunyai hubungan yang tidak bermakna dengan kejadian HIV adalah jenis kelamin, umur, pendidikan dan pekerjaan , kelompok resikodan perilaku beresiko.
4.
Variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap kejadian HIV adalah status kawin.
Hubungan karakteristik…, Eulis Mar Atul Kamilah, FKM UI, 2014
Saran 1.
Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa variabel paling dominan berhubungan dengan kejadian HIV adalah status kawin dimana status belum/tidak kawin dan cerai mempunyai resiko mengalami HIV lebih tinggi dibanding yang menikah dan ini biasanya berkaitan dengan perilaku seksual beresiko yang dilakukan , maka disarankan dalam melakukan perilaku seksual beresiko agar menggunakan kondom sehingga dapat mencegah terjadinya penularan HIV/AIDS.
2.
Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan pintu masuk terjadinya HIV/AIDS. Hasil dalam penelitian inipun menunjukkan bahwa ada hubungan antara status IMS dengan kejadian HIV/AIDS. Untuk itu disarankan agar semua pasien yang datang ke klinik VCT dan memeriksakan status HIVnya diperiksa juga IMSnya meskipun pasien tidak meminta karena kebanyakan IMS itu tidak bergejala atau tidak ada keluhan.
3.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui variabel variabel lain yang mungkin berhubungan dengan kejadian HIV yang belum diteliti pada penelitian ini.
Daftar Referensi Annisa H,Tiur. (2013). Gambaran dan Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Keajadian HIV Pada Wanita Penjaja Seks Komersial (WPSTL) Di Kota Batam dan Kota Denpasar (Hasil Analisis Data Sekunder Survei Terpadu Biologis Dan Perilaku Kementrian Kesehatan Tahun 2011 (Skripsi). Depok: FKM UI. Aula R, N. (2009). Faktor faktor yang Berhubungan dengan Infeksi menular Seksual pada Lelaki Suka Lelaki di Tangerang, Yogyakarta dan Makasar tahun 2009 (Aspek Rekam Medis pada Analisis Data STBP 2009 (skripsi). Depok: FKM UI. Depkes RI. (2006). Modul Pelatihan Konseling dan Tes Sukarela HIV. Jakarta. Depkes RI. (2003). Pedoman Nasional Perawatan,Dukungan dan Pengobatan bagi ODHA. Jakarta. Depkes RI. (2008). Pedoman Pelayanan Konseling dan Testing HIV/AIDS Secara Sukarela (Voluntary Counselling And Testing). Jakarta. Dinkes Jabar. (2012). Profil Kesehatan Propinsi Jawa Barat. Bandung.
Hubungan karakteristik…, Eulis Mar Atul Kamilah, FKM UI, 2014
Ditjen PP & PL. (2014). Laporan Perkembangan HIV/AIDS Triwulan III, Tahun 2013. Jakarta: Kemenkes RI. Feilicia Henrica Teja, R. R. (2013). Chlamydial Infection Prevalence In Human Immunodeficiency Virus Patient. International Journal of Integrated Health Sciences , 42-8. FHI Indonesia. (2007). Standard Operasional Prosedur Klinik VCT Layanan Mandiri. Jakarta: FHI. FHI. (1997). Lembar Balik Konseling Infeksi Menular Seksual. Jakarta: Depkes RI. Jayanti, E. (2008). Deskripsi Dan Faktor yang Berpengaruh Terhadap Status HIV Pada Pengguna Klinik-Klinik Layanan Tes HIV Di DKI Jakarta Dan Bali Tahun 2007 (Analisis Data Sekunder Uji Coba Surveilans Pasif HIV tahun 2006-2007,Departemen Kesehatan Republik Indonesia)Skipsi. Depok: FKM UI. Kemenkes RI. (2013). Laporan Perkembangan HIV/AIDS Trimester III Tahun 2013. Retrieved Mei 12, 2014, from http://www.spiritia.or.id Laksana. (2010). Faktor-faktor Resiko Penularan HIV/AIDS Pada Laki-laki Dengan Orientasi Seks Heteroseksual dan Homoseksual di Purwokerto. Purwokerto: Mandala of Health. Meiliyana. (2014). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian HIV (+) Pada Kalangan Lelaki Suka Lelaki (LSL) di Indonesia Tahun 2011 (Analisis Data STBP Tahun 2011(Skripsi). Depok: FKM UI. Nurhalina. (2012). Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian HIV (+) Pada Kalangan Pengguna Narkotika Suntik di Indonesia Tahun 2011 (Analisis Data STBP Tahun 2011 (Thesis). Depok: FKM UI. Pawiro, S. S. (2013). Hubungan Jumlah Pasangan Seks Anal dengan Kejadian Proktitis Gonore dan atau Proktitis Klamidia pada Lelaki Seks Lelaki di Jakarta, Bandung dan Surabaya (Analisis Data Sekunder Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku Tahun 2011(Thesis). Depok: FKM UI. Roza, J. (2013). Faktor Yang Berhubungan Dengan Status HIV Klien VCT (Voluntary Counseling and Testing HIV) di RSUD Mandau Kabupaten Bengkalis Tahun 2012(Skripsi). Depok: FKM UI. Tempo. (2012). HIVAIDS Lebih Banyak Diderita Laki-laki. Retrieved Mei 4, 2014, from http://www.tempo.com Yayasan Spiritia. (2014). Lembaran Informasi HIV. Retrieved Mei 5, 2014, from http://spiritia.or.id
Hubungan karakteristik…, Eulis Mar Atul Kamilah, FKM UI, 2014
Hubungan karakteristik…, Eulis Mar Atul Kamilah, FKM UI, 2014