Bab 1: 1.1
Pendahuluan
Latar Belakang
Pemerintah Republik Indonesia telah memberlakukan kebijakan mengenai pembangunan sanitasi sebagai bagian dari strategi nasional mengenai sanitasi dan higenitas untuk dapat diterapkan didalam kegiatan sehari-hari. Tujuan dari strategi nasional sanitasi ini untuk memberi arahan dan mendukung pemerintah daerah dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan serta evaluasi program sanitasi di daerah untuk dapat meningkatkan derajat kesehatan dan kualitas hidup masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa urusan kesehatan dan sektor sanitasi menjadi urusan wajib Pemerintah, Provinsi dan Kabupaten/Kota. Target pembangunan sanitasi oleh pemerintah Pusat telah tertuang dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010, Tanggal 20 Januari 2010 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010 – 2014 adalah sbb : Air Limbah Stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS) hingga akhir tahun 2014 : Cakupan layanan sistem off-site 10%: 5% sistem terpusat + 5% sistem komunal Cakupan sistem on-site 90%. Persampahan Tersedianya akses terhadap pengelolaan sampah bagi 80% rumah tangga di daerah perkotaan. Drainase Menurunnya luas genangan sebesar 22.500 Ha di 100 kawasan strategis perkotaan Terkait dengan target internasional dibidang sanitasi, maka pembangunan bidang sanitasi mengacu kepada Target Millenium Development Goals (MDG’S) bidang sanitasi dan penyehatan lingkungan, dimana untuk capaian dibidang sanitasi dan penyehatan lingkungan pada tahun 2015 terdapat dalam : 1. Goal 6 : Memerangi HIV / AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya Target 8 : Mengendalikan penyakit malaria dan tuberkulosis dan mulai menurunnya jumlah kasus baru malaria dan tuberkulosis pada tahun 2015. Indikator : a. Prevalensi malaria per 1.000 penduduk (2,35) b. Prevalensi tuberkulosis per 100.000 penduduk ( 221) c. Angka penemuan pasien tuberkulosis BTA positif baru (%) sebesar 90% d. Angka keberhasilan pengobatan tuberkulosis (%) sebesar 88% 2. Goal 7 : Menjamin kelestarian lingkungan hidup Target 10 : Menurunkan hingga separuhnya proporsi rumah tangga tanpa akses terhadap sumber air minum yang aman dan berkelanjutan serta fasilitas sanitasi dasar pada 2015. Indikator : a. Proporsi penduduk dengan akses air minum layak Target MDGs – Kota: 57,5% Desa: 61,6%, Total: 60,3% b. Proporsi penduduk dengan akses sanitasi dasar 62,4% Sehubungan dengan kebutuhan untuk meningkatkan kapasitas peran Pemerintah Kabupaten Pati dalam pembangunan dibidang sanitasi dan agar mampu membuat peta kondisi sanitasi, merancang
kebutuhannya, implementasi, operasi dan pemeliharaan, serta monitoring dan evaluasi, maka Pemerintah Kabupaten Pati, melalui surat minat No. ..................... mengajukan untuk dapat mendapatkan pendampingan Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) tahun 2012. Berkenaan dengan hal tersebut, maka perlu disusun buku putih sanitasi untuk mendapatkan profil dan harapan masyarakat Kab. Pati, tentang pengelolaan sanitasi, khususnya air limbah rumah tangga, drainase, persampahan dan higiene, yang dilakukan oleh Pemerintah Kab. Pati melalui Pokja Sanitasi, fihak swasta dan masyarakat. Selain itu, buku putih ini nantinya akan menjadikan dasar dalam penyusunan dokumen strategi sanitasi Kabupaten Pati (SSK).
1.2 Landasan Gerak 1.2.1 Pengertian Dasar Sanitasi dan Higiene Menurut WHO, definisi sanitasi adalah usaha pengendalian faktor-faktor lingkungan fisik manusia yang mungkin menimbulkan atau dapat menimbulkan hal-hal yang merugikan bagi perkembangan fisik, kesehatan dan daya tahan hidup manusia. Ruang lingkup pembahasan sanitasi di Kabupaten Pati adalah sbb : A. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan Promosi Higiene Definisi higiene menurut Soebagio Reksosoebroto, adalah usaha kesehatan preventif atau pencegahan penyakit yang menitik beratkan kegiatannya baik pada usaha kesehatan perorangan maupun kepada usaha kesehatan lingkungan fisik dimana orang berada. Adapun ruang lingkup pembahasan higiene dalam buku putih sanitasi Kabupaten Pati adalah sbb : 1. Pola hidup bersih dan sehat (PHBS)
PHBS adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan dapat berperan aktif dalam kegiatan – kegiatan kesehatan dan berperan aktif dalam kegiatan–kegiatan kesehatan di masyarakat. Dalam buku putih sanitasi ini, yang akan dilakukan kajian mengenai PHBS adalah untuk tatanan rumah tangga dan sekolah, dikarenakan di tempat inilah yang dianggap mempunyai titik rawan dalam pengelolaan kesehatan lingkungan. PHBS di rumah tangga PHBS di rumah tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar tahu, mau dan mampu melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat, untuk mencapai Rumah Tangga Sehat. Rumah Tangga Sehat adalah rumah tangga yang melakukan 10 (sepuluh) PHBS di Rumah Tangga, yaitu : 1. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan 2. Memberi ASI ekslusif 3. Menimbang bayi dan balita 4. Menggunakan air bersih 5. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun 6. Menggunakan jamban sehat 7. Memberantas jentik di rumah 8. Makan buah dan sayur setiap hari 9. Melakukan aktivitas fisik setiap hari 10. Tidak merokok di dalam rumah Bagaimana upaya penerapan 10 (sepuluh) indikator PHBS di tingkat rumah tangga, tentu sangat tergantung dengan kesadaran dan peran serta aktif masyarakat dilingkungan tempat tinggalnya
masing-masing, sebab upaya mewujudkan lingkungan yang sehat akan menunjang pola perilaku kehidupan rakyat yang sehat secara berkelanjutan.
PHBS di sekolah PHBS di sekolah adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan oleh peserta didik, guru dan masyarakat lingkungan sekolah atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran, sehingga secara mandiri mampu mencegah penyakit, meningkatkan kesehatannya, serta berperan aktif dalam mewujudkan lingkungan sehat. Ada beberapa indikator yang dipakai sebagai ukuran untuk menilai PHBS di sekolah yaitu : 1. Kebersihan kuku 2. Tidak merokok 3. Kesehatan gigi dan mulut 4. Memakai alas kaki 5. Kelengkapan UKS dan P3K 6. Memiliki kader kesehatan sekolah 7. Melaksanakan dana sehat 8. Melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) 9. Menggunakan air bersih 10. Menggunakan jamban sehat 11. Menggunakan tempat sampah 12. Warung sekolah yang bersih dan sehat
2. Promosi kesehatan ...........................
B. Air Limbah Domestik Limbah domestik adalah limbah yang berasal dari aktifitas keseharian manusia, yang berasal dari dapur, kamar mandi, cucian, limbah bekas industri rumah tangga dan kotoran manusia. Sistem pengelolaan air limbah rumah tangga dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1. Sistem setempat (on site), air limbah (black dan grey water) langsung diolah setempat di dalam properti (lahan) milik pribadi dengan teknologi semisal tangki septik. 2. Sistem terpusat (off site), di mana air limbah dialirkan melalui perpipaan ke instalasi pengolahan air limbah (IPAL). 3. Komunal, merupakan modifikasi dari kedua sistem yang ada.
C. Persampahan Definisi sampah menurut UU No. 18 Tahun 2008, sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan atau proses alam yang berbentuk padat. Adapun kegiatan penanganan sampah adalah : 1. Pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah dan / atau sifat sampah; 2. Pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu; 3. Pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir; 4. Pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah; dan/atau 5. Pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman. Berdasarkan cara pengoperasiannya, ada beberapa metode pemrosesan akhir sampah, yaitu sebagai berikut :
TPA Controlled Landfill
TPA Controlled Landfill merupakan sarana pengurugan sampah yang bersifat antara, sebelum mampu melaksanakan operasi sanitary landfill. Penutupan sampah dengan tanah penutup dilakukan setiap 7 hari sekali.
TPA Sanitary Landfill.
TPA sanitary landfill merupakan sarana pengurugan sampah ke lingkungan yang disiapkan dan dioperasikan secara sistematis. Dengan penyebaran dan pemadatan sampah pada area pengurugan dan penutupan sampah setiap hari. Penutupan sampah dengan tanah penutup juga dilakukan setiap hari.
D. Drainase lingkungan Drainase yang dimaksud dalam buku putih ini adalah drainase permukaan (surface drainase), yaitu sistem drainase yang terletak dipermukaan tanah, baik yang terbentuk secara alamiah maupun buatan, untuk mengalirkan air hujan , buangan air kotor dari pemukiman, pabrik, limbah cair industri maupun limpasan air permukaan. Adapun tujuan pengelolaan drainase ini adalah : Untuk meningkatkan kesehatan lingkungan permukiman Pengendalian kelebihan air permukaan dapat dilakukan secara aman, lancar dan efisien serta sejauh mungkin dapat mendukung kelestarian lingkungan Dapat mengurangi / menghilangkan genangan – genangan air yang menyebabkan bersarangnya nyamuk malaria dan penyebab penyakit – penyakit lain, seperti demam berdarah, desentri serta penyakit lain yang disebabkan kurang sehatnya lingkungan permukiman. Untuk memperpanjang umur ekonomis sarana prasarana fisik, antara lain jalan, kawasan permukiman, kawasan perdagangan dari kerusakan akibat tidak berfungsinya sarana drainase. E. Komponen Terkait Sanitasi 1. Pengelolaan air bersih
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 492/MENKES/PER/IV/2010, tentang persyaratan kualitas air minum, yang dimaksud dengan air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Sistem pelayanan air minum, secara umum terdiri dari :
Sistem non perpipaan tidak terlindungi Sistem non perpipaan terlindungi Perpipaan
2. Air limbah industri rumah tangga Pada dasarnya, limbah cair yang dihasilkan oleh fasilitas komersial dan jasa sama dengan limbah cair rumah tangga. Limbah ini sebagian besar bersumber dari WC, kamar mandi, cucian pakaian, dapur (penyiapan makanan), ditambah limbah yang dihasilkan karena fungsi khusus, sesuai dengan industri yang dilakukannya. Namun karakteristik dan kuantitas limbah industri rumah tangga tentu saja berbeda. Karenanya, penting disadari bahwa tingkat pencemaran dari masing-masing produk tadi berbeda-beda, sehingga perlu pengolahan yang berbeda-beda pula. Memisahkan air limbah dari sumber yang berbeda adalah sangat penting. Tujuannya untuk memastikan agar pengolahannya lebih sederhana, dengan tetap mengupayakan pemenuhan standar baku mutu yang ditetapkan. Perencanaan pengolahan air limbah untuk kegiatan/usaha non-permukiman patut diperhatikan karena beberapa faktor. Pertama, jumlah dan kategori kegiatan/usaha cukup banyak dan beragam. Di tempattempat ini, bercampurnya beragam limbah yang berasal dari berbagai kegiatan/usaha lain menghasilkan karakteristik limbah yang semakin kompleks. Kedua, banyak faktor yang tidak kasat mata tetapi sangat mempengaruhi pemilihan sistem dan teknologi. Yang terakhir, membuat perancangan tidaklah
mudah, karena ternyata sulit menyajikan data karakterisasi dalam satuan yang mudah diterapkan namun tetap akurat. Dalam pengolahan air limbah industri dikenal 3 parameter utama yaitu : 1. Oksigen terlarut (OT) atau Dissolved Oxygen (DO) Oksigen merupakan parameter yang sangat penting dalam air. Sebagian besar makhluk hidup dalam air membutuhkan oksigen untuk mempertahankan hidupnya, baik tanaman maupun hewan air, bergantung kepada oksigen yang terlarut. Ikan merupakan makhluk air dengan kebutuhan oksigen tertinggi, kemudian invertebrata, dan yang terkecil kebutuhan oksigennya adalah bakteri. Keseimbangan oksigen terlarut (OT) dalam air secara alamiah terjadi secara bekesinambungan. Mikoorganisme sebagai makhluk terkecil dalam air, untuk pertumbuhannya membutuhkan sumber energi yaitu unsur karbon (C) yang dapat diperoleh dari bahan organik yang berasal dari tanaman, ganggang yang mati, maupun oksigen dari udara. 2. Kebutuhan Oksigen Biologis (KOB) atau Biologycal Oxygen Demand (BOD)
Biological Oxygen Demand (BOD) atau kebutuhan oksigen biologis (KOB) menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh mikroorganisme hidup untuk memecah atau mengoksidasi bahan organik dalam air. 3. Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK) atau Chemical Oxygen Demand (COD).
Erat kaitannya dengan BOD adalah COD. Dalam bahan buangan, tidak semua bahan kimia organik dapat diuraikan oleh mikroorganisme secara cepat. Bahan organik dalam air bersifat: Dapat diuraikan oleh bakteri (biodegradasi) dalam waktu lima hari Bahan organik yang tidak teruraikan oleh bakteri dalam waktu lima hari Bahan organik yang tidak mengalami biodegradasi 3. Limbah medis
Limbah medis bisa didefinisikan sebagai segala sesuatu hasil buangan dari kegiatan-kegiatan medis. Berdasarkan Peraturan Departemen Kesehatan RI yang dikeluarkan tahun 2002, berdasarkan tingkat bahaya yang terkandung di dalam limbah medis tersebut dan seberapa besar volume buangan tersebut, limbah medis dikategorikan menjadi beberapa jenis, antara lain sebagai berikut : Limbah benda tajam, seperti pecahan gelas, jarum suntik, pipet dan alat medis lainnya yang tajam, Limbah farmasi meliputi obat-obat kadaluarsa, obat yang dibuang oleh lembaga resmi maupun masyarakat perorangan baik karena tidak terpakai lagi maupun tidak sesuai dengan spesifikasi yang diperlukan, Limbah kimia, yaitu limbah yang dihasilkan dalam tindakan medis tertentu baik di laboratorium maupun di dalam ruang operasi, Limbah patologi, yaitu limbah yang berasal dari jaringan tubuh yang terbuang pada saat operasi bedah maupun otopsi, Limbah infeksius yaitu limbah yang berasal dari pasien yang memerlukan penanganan khusus atau pasien yang memerlukan isolasi akibat penyakit menular, Limbah radioaktif. Jenis limbah ini bisa berasal dari penggunaan medis atau pun riset di laboratorium yang berkaitan dengan zat-zat radioaktif. Penangan limbah medis memang memerlukan perhatian khusus, terutama harus memperhatikan jenis-jenisnya. Jika penanganan limbah rumah tangga hanya dibedakan ke dalam sampah organik dan anorganik, atau sampah kering dan sampah basah, maka penanganan limbah medis harus dibedakan ke dalam tiga kelompok yaitu limbah cair, limbah infeksius dan limbah noninfeksius. Masing-masing kelompok limbah medis tersebut memerlukan penanganan sendiri-sendiri.
1.2.2. Wilayah Kajian Buku Putih Sanitasi Dalam penyusunan perencanaan pembangunan sanitasi, tentunya tidak dapat dilakukan secara parsial, baik dilihat dari wilayah kerja maupun subsektor yang akan dilakukan. Oleh karena itu, berdasarkan kesepakatan Pokja Sanitasi Kabupaten Pati, pelaksanaan wilayah kajian dalam penyusunan Buku Putih Sanitasi (BPS) maupun Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) adalah seluruh desa / kelurahan di Kabupaten Pati, yang terdiri dari 21 Kecamatan dan 406 desa / kelurahan. Diharapkan dengan dilakukannya kajian disemua desa / kelurahan, dapat memberikan gambaran yang utuh mengenai kondisi resiko sanitasi di masing – masing wilayah, sehingga data yang diperoleh nantinya akan dapat digunakan untuk menyusun kebijakan dalam pembangunan dibidang sanitasi atau kebijakan lainnya. Adapun jangka waktu buku putih sanitasi Kabupaten Pati adalah 5 (lima) tahun dan setelah itu akan dilakukan review terhadap pemutakhiran data sanitasi. 1.2.3. Visi dan Misi Kabupaten Pati Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Pati untuk periode tahun 2005 – 2025, maka telah ditatapkan visi dan misi pembangunan di Kabupaten Pati sebagai berikut : A. Visi Berdasarkan potensi daerah yang dimiliki Kabupaten Pati saat ini, tantangan yang dihadapi dalam kurun waktu dua puluh tahun mendatang, juga dengan memperhatikan modal dasar yang dimilki oleh Kabupaten Pati seperti yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dirumuskan visi pembangunan daerah Kabupaten Pati Tahun 2005 - 2025 : ” PATI BUMI MINA TANI SEJAHTERA ” Visi pembangunan daerah tahun 2005-2025 mengarah pada pencapaian cita-cita dan harapan masyarakat Kabupaten Pati yang harus dapat diukur guna mengetahui tingkat kemandirian, kemajuan, kesejahteraan dan keberhasilan yang ingin dicapai. Oleh karena itu, perlu kiranya diberikan pengertian makna visi secara utuh sebagai berikut : Pati Pati, adalah daerah otonom dengan kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas - batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bumi Bumi, merupakan satu kesatuan wilayah dengan potensi alam dan keanekaragaman hayati serta budaya sebagai modal dasar pembangunan daerah. Mina Mina, mempunyai arti filosofi yang menggambarkan dinamika kehidupan masyarakat yang memilki potensi wilayah perikanan laut dan perikanan darat yang potensial untuk diolah dan dikembangkan. Tani Tani, merupakan gambaran masyarakat dalam mengolah potensi sumber daya alam di bidang pertanian, perkebunan maupun kehutanan dengan tetap menjaga kelestarian alam. Sejahtera Merupakan kondisi kemakmuran suatu masyarakat yang terpenuhi kebutuhan ekonomi (materiil), sosial maupun spirituil, dengan ditandai adanya peningkatan pendapatan
perkapita yang tinggi, menurunnya tingkat pengangguran, menurunnya jumlah penduduk miskin, meningkatnya kualitas sumberdaya manusia, meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM), meningkatnya perlindungan dan kesejahteraan sosial, keluarga kecil berkualitas, pemuda dan olahraga, terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender, tersedianya infrastruktur yang memadai, meningkatnya profesionalisme aparatur yang mampu mendukung pembangunan daerah. B. Misi Untuk mencapai visi pembangunan daerah sebagaimana tersebut diatas ditempuh melalui 6 (enam) misi pembangunan daerah sebagai berikut : 1. Mewujudkan SDM yang berkualitas dan berbudaya. Kondisi kehidupan masyarakat ini ditandai dengan meningkatnya karakter masyarakat yang berperilaku agamis, beraklak mulia dan bermoral berdasarkan falsafah Pancasila yang mampu menumbuhkan semangat gotong royong, yang berbudi luhur dengan tetap melestarikan kearifan budaya lokal, bersikap kompetitif dan dinamis, sehingga tercipta kondisi asah, asih dan asuh yang mampu mengayomi rasa aman dan damai serta dengan tetap meningkatkan konsistensi penegakan hukum. 2. Mewujudkan pertumbuhan ekonomi berbasis pertanian dan perikanan serta pemanfaatan SDA dan IPTEK dengan menjaga kelestarian lingkungan hidup yang berkelanjutan. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya pengelolaan potensi sumber daya alam sektor pertanian, perikanan dan pertambangan serta pengembangan IPTEK yang mampu menumbuhkan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) sebagai komponen pendukung dalam peningkatan perekonomian daerah berwawasan lingkungan. 3. Mewujudkan tata pemerintahan yang baik didukung kompetensi dan profesionalisme aparatur, bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Yang ditandai dengan semakin meningkatnya kinerja tata pemerintahan (good governance) yang selalu memenuhi etos kerja partisipasi yang aspiratif, konsistensi peraturan perundangan, transparansi, responsif, demokratis, proporsional yang tidak diskriminatif, efektif dan akuntabel, sehingga terwujud perilaku yang terpuji dengan mengedepankan peningkatan kualitas pelayanan publik yang berorientasi pada terciptanya keberhasilan otonomi daerah yang seimbang dan mampu menumbuhkan kemandirian daerah yang mendapat dukungan dari segenap pemangku kepentingan (stakeholders). 4. Mewujudkan prasarana dan sarana yang memadai untuk mendukung pengembangan wilayah dan pertumbuhan ekonomi yang berorientasi ekonomi kerakyatan. Yang ditandai dengan meningkatnya kelestarian lingkungan hidup yang berkelanjutan dan mitigasi sebagai dasar dalam pembangunan prasarana dan sarana, sehingga dapat meningkatkan aksesbilitas dan mobilitas faktor-faktor pendukung berkembangnya aktivitas produksi dan mampu membuka isolasi daerah serta mengembangkan kawasan strategis dan cepat tumbuh, sesuai RTRW yang telah ditetapkan. 5. Mewujudkan iklim investasi yang kondusif bagi pengembangan dunia usaha guna mendorong daya saing daerah. Yang ditandai dengan adanya reformasi perijinan investasi yang responsif penuh dengan kemudahan baik dari aspek prosedur, waktu maupun aspek finansial, sehingga terciptanya iklim investasi yang kondusif, yang mampu membuka peluang usaha dan meningkatkan daya saing daerah. 6. Mewujudkan pengembangan pariwisata yang berbasis budaya lokal.
Yang ditandai dengan pengembangan eksistensi budaya daerah dan nilai-nilai tradisional, peningkatan sarana prasarana potensi obyek wisata yang dikelola dan proporsional. Hal tersebut perlu adanya dukungan masyarakat yang mendasarkan pada kearifan lokal. 1.2.4
Penataan Ruang Penataan ruang pada dasarnya merupakan kegiatan untuk mengatur ruang agar aktivitas kehidupan manusia dan lingkungan alam di sekitarnya berkembang secara harmonis dan bersifat lestari. Di sini terdapat dua hal pokok yang perlu mendapatkan perhatian secara serius, yaitu, Pertama, adanya tiga unsur penting dalam penataan ruang, yaitu, manusia beserta aktivitasnya, lingkungan alam sebagai tempat, dan pemanfaatan ruang oleh manusia di lingkungan alam tersebut. Kedua, proses pemanfaatan ruang haruslah bersifat terbuka, berkeadilan, memiliki perlindungan hukum dan mampu memenuhi kepentingan semua pihak (petaruh/stakeholder) secara terpadu dan berdayaguna serta serasi. Berkenaan dengan hal tersebut, maka telah ditetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Pati No. 5 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pati Tahun 2010 – 2030, dengan tujuan terwujudnya Kabupaten Pati sebagai Bumi Mina Tani, berbasis keunggulan pertanian dan industri yang berkelanjutan. Untuk mendukung tujuan tersebut, telah ditetapkan kebijakan penataan ruang Kabupaten Pati, yang akan dilakukan melalui : a. Kebijakan pengembangan struktur ruang, melalui : Penetapan hirarki sistem perkotaan dan dan kawasan layanannya, dalam rangka menciptakan hubungan kota-desa; dan Pengembangan prasarana wilayah yang mampu mendorong pertumbuhan wilayah dan distribusi produk-produk ekonomi lokal. b. Kebijakan pola ruang Membagi ruang wilayah pembangunan Daerah sesuai dengan karakteristik perkembangan dan permasalahan yang dihadapi, meliputi wilayah bagian utara dan wilayah bagian selatan. Mengembangkan pusat pelayanan baru yang mampu menjadi simpul distribusi dan pemasaran untuk beberapa Kecamatan yaitu Kawasan Ibukota Kecamatan Jakenan, Kawasan Perkotaan Kayen, Kawasan Perkotaan Pati, Kawasan Perkotaan Tayu, dan Kawasan Perkotaan Juwana (JAKATINATA). Mengoptimalkan peran ibukota Kecamatan Sukolilo, ibukota Kecamatan Tambakromo, ibukota Kecamatan Winong, ibukota Kecamatan Pucakwangi, ibukota Kecamatan Jaken, ibukota Kecamatan Batangan, ibukota Kecamatan Gabus, ibukota Kecamatan Gembong, Tlogowungu, ibukota Kecamatan Wedarijaksa, ibukota Kecamatan Trangkil, ibukota Kecamatan Margoyoso, ibukota Kecamatan Gunungwungkal, ibukota Kecamatan Cluwak, dan ibukota Kecamatan Dukuhseti sebagai pusat pelayanan kecamatan, serta sebagai simpul distribusi dan pemasaran produk-produk ekonomi. Mengembangkan sistem interaksi antar ruang wilayah terutama untuk meningkatkan intensitas kegiatan perekonomian daerah.
1.3
Maksud dan Tujuan
Maksud penyusunan Buku Putih Sanitasi Kabupaten Pati adalah untuk memetakan situasi sanitasi Kabupaten Pati berdasarkan kondisi aktual saat ini. Untuk mendapatkan gambaran yang utuh mengenai kondisi sanitasi di Kabupaten Pati, dilakukan pemetaan yang mencakup aspek – aspek sbb : 1. Aspek teknis, meliputi : Persampahan Air limbah rumah tangga
Drainase lingkungan Higiene Air bersih 2. Aspek non-teknis, meliputi : Keuangan, Kelembagaan, Pemberdayaan masyarakat, Perilaku hidup bersih dan sehat, Keterlibatan para pemangku kepentingan secara lebih luas. Dan aspek-aspek lainnya yang mendukung. Adapun tujuan disusunnya Buku Putih Sanitasi Kabupaten Pati adalah : 1. Menjadi database sanitasi di Kabupaten Pati yang lengkap, aktual, dapat dipertanggungjawabkan dan disepakati seluruh SKPD dan pemangku kepentingan terkait pembangunan sanitasi, yang mampu menggambarkan: Profil terkini situasi sanitasi di Kabupaten Pati Kebutuhan layanan sanitasi dan peluang pengembangan di masa mendatang. Usulan/rekomendasi awal terkait peluang pengembangan layanan sanitasi. 2. Dasar bagi penyusunan dokumen Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) di Kabupaten Pati.
1.4
Metodologi
Dalam Penyusunan Buku Putih akan disajikan beberapa hal yang berkaitan dengan pendekatan dan metodologi yang digunakan dalam penyusunan buku putih sanitasi, dimana prosesnya dapat digambarkan melalui tiga tahap sebagai berikut : 1. Penetapan Lingkup Buku Putih Penetapan lingkup ini sangat penting untuk memastikan pemahaman yang baik tentang pengertian Buku Putih dan memahami tujuan disusunnya buku Putih. Tahap ini merupakan proses konsolidasi awal bagi Pokja untuk menyepakati beberapa hal sebagai berikut : a. Jenis informasi dan sumbernya b. Cakupan wilayah pemetaan c. Metoda analisis d. Pembagian tugas dan pelaporan e. Jadwal kerja penyusunan Buku Putih. 2. Pemetaan Situasi Sanitasi Pemetaan situasi sanitasi dalam penyusunan buku putih sanitasi dilakukan dengan melakukan olah data, baik berasal dari data yang telah ada (data sekunder) maupun mencari data baru yang lebih up to date dengan melakukan study dan kunjungan lapangan (data primer). a. Pemetaan situasi sanitasi berdasarkan data sekunder Pemetaan secara cepat dapat dilakukan melalui pengumpulan dan analisis data sekunder yang dihimpun dari berbagai sumber data seperti SKPD, BPS, PDAM, dokumen-dokumen yang ada di Kabupaten Pati (laporan penelitian, dokumen perencanaan), pemerintah pusat, publikasi media, atau dari lembaga lain, dengan langkah – langkah sbb : Pengumpulan data sekunder. Verifikasi kebenaran data. Ini bisa dilakukan dengan cross-check dengan data dari sumber lain.
Konsolidasi dan Penyusunan data secara sistematis, untuk selanjutnya Pokja akan menyepakati hasil verifikasi dan penyusunan data tersebut. Analisis data untuk memetakan situasi sanitasi, baik aspek teknis maupun aspek non-teknis.
b. Pemetaan situasi sanitasi berdasarkan data primer Untuk mempertajam pemetaan situasi sanitasi di Kabupaten Pati, Pokja perlu memutakhirkan datanya melalui pengumpulan data primer melalui beberapa kajian / studi sbb : Study EHRA Study Environmental Health Risk Assessment (EHRA) atau study penilaian resiko kesehatan lingkungan, adalah sebuah survey partisipatif di tingkat kabupaten untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku higinitas pada skala rumah tangga. Karena informasi diperoleh secara langsung (primer) dari masyarakat, maka EHRA jelas akan melengkapi dan mempertajam data sekunder yang telah dimiliki Pokja. Metode yang digunakan dalam survey EHRA adalah dengan metode wawancara dan pengamatan langsung berbasis rumah tangga, dimana respondennya adalah perempuan. Sudy SSA Study Sanitation Supply Assessment (SSA) atau studi penyedia layanan sanitasi dimaksudkan untuk mengetahui partisipasi sektor swasta dan masyarakat dalam penyediaan produk dan layanan sanitasi. Hal ini sangat berguna untuk menyusun strategi pelibatan sektor swasta dan masyarakat pada saat penyusunan perencanaan kegiatan. Metode yang digunakan dalam studi ini adalah wawancara dan kunjungan lapangan. Studi Komunikasi dan Pemetaan Media Studi komunikasi dan pemetaan media dimaksudkan untuk mengukur potensi dan peluang kegiatan komunikasi kebijakan dan pembangunan terkait sanitasi. Kajian ini sangat berguna untuk memetakan saluran komunikasi yang efektif bagi penyusunan strategi komunikasi di Kabupaten Pati, advokasi, mobilisasi sosial, komunikasi program dan perubahan perilaku. Metode yang digunakan dalam study ini adalah wawancara dan kunjungan lapangan. Study Keuangan Materi study keuangan ini meliputi semua pembiayaan dibidang sanitasi yang berasal dari keuangan pemerintah dan non pemerintah (swasta dan masyarakat) dengan menggunakan metode kajian pustaka menggunakan dokumen pembiayaan yang ada. Fokus Pemetaan keuangan dalam konteks ini adalah keuangan pemerintah yang disajikan dalam APBD serta dokumen resmi lainnya di pemerintah. Melalui APBD dapat diketahui arah kebijakan daerah dalam periode tertentu, kecenderungan perilaku pemerintah, serta prioritas dan konsistensi pelaksanaan program dari waktu ke waktu. Melalui study keuangan akan dapat diketahui prosentase pembiayaan disektor sanitasi terhadap seluruh belanja dalam APBD. Hal ini penting untuk melihat seberapa besar kemauan dan kemampuan pemerintah daerah dalam melakukan investasi dibidang sanitasi.
Study kelembagaan Pokja Sanitasi melakukan analisis terhadap aspek kelembagaan dan peraturan yang berkaitan dengan bidang sanitasi, dengan melakukan diskusi kelompok terarah yang membahas regulasi yang telah ada dan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi yang melekat di masing – masing SKPD. Dalam pembahasan tersebut, Pokja dibagi ke dalam beberapa fungsi, di antaranya fungsi perencanaan, implementasi – fisik maupun non-fisik, pengawasan, serta
monitoring dan evaluasi. Selain itu perlu dibahas juga keterkaitan kerja antar SKPD dalam menjalankan fungsi-fungsi tersebut. Penetapan Area Berisiko Sanitasi Penetapan area berisiko sanitasi merupakan salah satu keluaran (rekomendasi) penting dalam Buku Putih. Penetapan area berisiko didasarkan pada hasil survei EHRA, persepsi SKPD dan data sekunder. Peta area berisiko bisa menjadi acuan dasar dalam penentuan lokasi prioritas pembangunan sanitasi.
Hasil dari pemetaan secara cepat ini adalah : Potret umum kondisi sanitasi di Kabupaten Pati (termasuk kawasan berisiko sanitasi) Hal-hal yang masih perlu dilengkapi untuk mempertajam pemetaan situasi sanitasi cepat ini agar penyusunan Buku Putih lebih berkualitas. 3. Konsep dan Finalisasi Buku Putih Untuk menjadi sebuah dokumen yang menggambarkan profil sanitasi di Kab. Pati, perlu disusun sebuah alur pikir yang akan menjadi dasar bagi penyusunan buku putih sanitasi di Kab. Pati. Untuk melaksanakan hal tersebut, Pokja Sanitasi Kab. Pati membentuk tim teknis yang beranggotakan perwakilan dari SKPD atau stakeholder yang berkaitan dengan pengelolaan sanitasi. Tim teknis inilah yang nantinya akan menyepakati outline buku putih sanitasi. Data yang telah terkumpul akan disusun oleh tim teknis menjadi draft buku putih sanitasi melalui serangkaian penguatan dan rapat kerja dengan melibatkan fihak – fihak yang berkepentingan. Setiap tahap dari penyusunan draft buku putih sanitasi tersebut akan dilakukan pembahasan oleh semua anggota Pokja Sanitasi untuk mendapatkan masukan dari anggota Pokja sanitasi yang lain. Untuk menjamin kualitas buku putih sanitasi Kab. Pati, Pokja sanitasi akan melakukan konsultasi dengan tim pengarah dan Pokja Propinsi, agar mendapatkan masukan dan perbaikan sesuai dengan standard yang dipersyaratkan. Draft buku putih sanitasi yang telah dibahas oleh anggota Pokja sanitasi berdasarkan masukan dari tim pengarah dan Pokja propinsi, untuk selanjutnya akan dilakukan uji publik untuk mendapatkan masukan dari SKPD maupun fihak – fihak diluar pemerintahan. Hasil dari uji publik tersebut akan dijadikan dasar dalam finalisasi Buku Putih Sanitasi, yang akan dilaksanakan oleh tim teknis Pokja Sanitasi Kab. Pati.
1.5
Dasar Hukum dan Kaitannya Dengan Dokumen Perencanaan Lain
A. Dasar Hukum Di dalam penyusunan Buku Putih Sanitasi Kabupaten Pati, akan berpijak pada peraturan perundang-undangan yang berlaku di tingkat pusat, propinsi maupun daerah. Dalam penyusunan buku putih sanitasi di Kabupaten Pati didasarkan pada aturan-aturan dan produk hukum yang meliputi : Undang-Undang 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1966 Tentang Hygiene 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Pemukiman 3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. 4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. 5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air 6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
7. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antar Pemerintah Pusat dan Daerah. 8. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 .......................... Peraturan Pemerintah Republik Indonesia 1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1982 Tentang Pengaturan Air. 2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1990 Tentang Pengendalian Pencemaran Air 3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 Tentang Sungai. 4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. 5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. ................................ Peraturan Presiden Republik Indonesia 1. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014. ..................................
Keputusan Presiden Republik Indonesia 1. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2000 Tentang Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. 2. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 123 Tahun 2001 Tentang Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air. 3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2002 Tentang Perubahan atas Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 123 Tahun 2001 Tentang Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air .................................. Keputusan Menteri 1. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 35/MENLH/7/1995 tentang Program Kali Bersih. 2. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2001 tentang Jenis Usaha dan atau kegiatan yang wajib dilengkapi degan AMDAL 3. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu air Limbah Domestik. 4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1205/Menkes/Per/X/2004 tentang Pedoman Persyaratan Kesehatan Pelayanan Sehat Pakai Air (SPA). ................................... Petunjuk Teknis 1. Buku A, Pengenalan Program dan Pembentukan Pokja Sanitasi, Tim Teknis Pembangunan Snaitasi (TTPS), 2010.
2. Buku B, Penilaian dan Pemetaan Situasi Sanitasi Kota, Tim Teknis Pembangunan Snaitasi (TTPS), 2010. 3. Buku C, Penyusunan Dokumen Strategi Sanitasi Kota, Tim Teknis Pembangunan Snaitasi (TTPS), 2010. 4. Buku referensi, Opsi Sistem dan Teknologi Sanitasi, Tim Teknis Pembangunan Sanitasi (TTPS), 2010. ........................................... Peraturan Daerah Kabupaten Pati ..................................
Peraturan Bupati Kabupaten Pati ...................................................
B. Kaitan Dengan Dokumen Perencanaan Lain Buku Putih Sanitasi akan menyediakan data dasar mengenai profil, situasi sanitasi dan kebutuhan sanitasi di Kabupaten Pati berbasis Desa/Kel. Dalam kaitannya dengan dokumen perencanaan lainnya di Kabupaten Pati, Buku Putih Sanitasi ini diposisikan sebagai acuan penyusunan strategi sanitasi tingkat Kabupaten (SSK) maupun dalam penyusunan perencanaan pembangunan dibidang sanitasi lainnya. Untuk dapat memantau perkembangan pelaksanaan program sanitasi di Kabupaten Pati, maka Pokja sanitasi akan membuat Laporan Sanitasi Tahunan yang merupakan gabungan laporan Tahunan SKPD terkait bidang sanitasi dan status program sanitasi lainnya. Laporan sanitasi tahunan akan menjadi lampiran buku putih sanitasi tahun 2012, dan hasil laporan tahunan tersebut dapat dijadikan bahan revisi buku putih sanitasi, sehingga Pokja sanitasi dapat mengetahui perkembangan dari profil sanitasi di Kab. Pati setiap tahunnya.