MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA ---------------------
RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 16/PUU-VIII/2010 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN, UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2005 JO.UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2004, JO. UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DAN UNDANGUNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 ACARA PEMERIKSAAN PENDAHULUAN (I)
JAKARTA SENIN, 29 MARET 2010
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 10/PUU-VIII/2010 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Jo. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004, Jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON -
Hery Wijaya. ACARA Pemeriksaan Pendahuluan (I) Senin, 29 Maret 2010, Pukul 10.00 – 10.34 WIB Ruang Sidang Panel Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3)
Hamdan Zoelva, S.H., M.H. Dr. Harjono, S.H., M.CL Dr. Muhammad Alim, S.H., M.Hum
Ida Ria Tambunan, S.H.
(Ketua) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
1
Pihak yang Hadir: Kuasa Hukum Pemohon: -
M. Farhat Abbas, S.H., M.H. Rachmat Jaya, S.H., M.H.
2
SIDANG DIBUKA PUKUL 10.00 WIB 1.
KETUA: HAMDAN ZOELVA, S.H., M.H.
Assalamualaikum wr.wb.
Sidang Panel Perkara Nomor 16/PUU-VIII/2010 saya buka dan dinyatakan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X
Saudara Pemohon sebelum kita melanjutkan persidangan saya minta untuk memperkenalkan diri termasuk prinsipalnya kalau ada, silakan. 2.
KUASA HUKUM PEMOHON: RACHMAT JAYA, S.H., M.H.
Bissmillahirahmanirahim Assalamualaikum wr.wb.
Selamat siang salam sejahtera untuk kita semua. Yang Terhormat Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, nama saya Rachmat Jaya selaku Kuasa Hukum dari Pemohon dari kantor hukum Farhat Abas, S.H., M.H. Di belakang saya adalah asisten-asisten dari kantor Farhat Abbas, terima kasih. 3.
KETUA: HAMDAN ZOELVA, S.H., M.H. Baik, Saudara Pemohon, Saudara mengajukan pengujian Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Mahkamah Agung dan Undang-Undang Hukum Acara Pidana, khususnya mengenai permohonan peninjauan kembali yang hanya bisa diajukan satu kali. Saya minta Saudara secara ringkas pokok-pokoknya saja menyampaikan isi permohonan ini terutama tentang Indentitas dan kedudukan Pemohon, dan hak-hak konstitusional apa saja yang dirugikan karena adanya permohonan ini kemudian pokok-pokok mengenai alasan permohonan, dan terakhir mengenai apa yang Saudara minta yaitu dalam bagian posita. Saya persilakan.
4.
KUASA HUKUM PEMOHON: RACHMAT JAYA, S.H., M.H. Terima kasih Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi.
3
Pertama-tama saya perlu sampaikan bahwa memang secara akademis baik memorie van toetlichting juga mengatur tidak secara jelas dinyatakan bahwa ini terjadi kontradiksi antara PK, baik dalam kasus perdata maupun dalam kasus pidana sendiri. Kenyataannya bahwa praktik dilapangan PK bisa di (…..) 5.
KETUA: HAMDAN ZOELVA, S.H., M.H. Langsung saja ke substansinya (…..)
6.
KUASA HUKUM PEMOHON: RACHMAT JAYA, S.H., M.H. Ya sebentar, nanti saya arahkan ke sini Majelis. Jadi PK terjadi dua kali termasuk prinsipal Pemohon sendiri ada PK yang dilakukan yang dilakukan PK di atas PK. Di satu sisi di dalam undang-undang itu dinyatakan bahwa Putusan PK tidak dapat di PK, tapi kenyataannya yang terjadi bahwa Surat Edaran dari Mahkamah Agung, yang menyatakan bahwa PK dengan pokok persoalan yang sama dapat diajukan oleh sebab itu dengan diajukannya PK ini maka secara konstitusional merugikan pihak dari prinsipal itu sendiri Pemohon dan prinsipalnya sendiri Pak Herry Wijaya selaku orang yang dikenai dengan adanya PK ini. Kalau menurut undang-undang, PK ini tidak bisa dilakukan tetapi adanya surat edaran yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung RI sehingga PK ini dapat dilakukan, ini yang kami tangkap, yang terjadi dimana ini diseluruh Indonesia yang terjadi.
7.
KETUA: HAMDAN ZOELVA, S.H., M.H. Suara rekaman tidak terdengar (…..)
8.
KUASA HUKUM PEMOHON: RACHMAT JAYA, S.H., M.H. Untuk membedakan apakah ini menyangkut pribadi atau person atau badan hukum ini sangat susah untuk membedakannya. Oleh karena yang bersangkutan sendiri selaku kedudukannya selaku direktur apakah ini dia pribadi ataukah dia perorangan?
9.
KETUA: HAMDAN ZOELVA, S.H., M.H. Ini ada dua yang berbeda Saudara, kalau memang perorangan yang mau mengajukan tegas perorangannya, kalau memang badan hukum yang mengajukan tegas badan hukumnya, karena kedua-duanya dimungkinkan oleh Undang-Undang Mahkamah Konstitusi bisa perorangan warga Indonesia, bisa badan hukum publik, bisa badan hukum privat, ini saya tanya ini perorangannya atau badan hukumnya?
4
10.
KUASA HUKUM PEMOHON: RACHMAT JAYA, S.H., M.H. Ini perorangan Majelis.
11.
KETUA: HAMDAN ZOELVA, S.H., M.H. Perorangan? Memang dia yang dirugikan? Oleh orang yang tidak bisa mengajukan PK itu? Kalau saya baca ini kabur begitu, yang diterangkan adalah badan hukumnya dimana dalam permohonan kasasi, PK dan seterusnya tidak bisa diajukan, lho kok larinya ke perorangan, ini mana yang benar? Itu dipastikan dulu. Ini coba dibaca lagi itunya, siapa yang bikin permohonan ini?
12.
KUASA HUKUM PEMOHON: M. FARHAT ABBAS, S.H., M.H. Yang Mulia, perlu kami jelaskan memang dalam pengajuan permohonan ini, disamping perorangan memang beliau adalah merupakan direktur dari badan usaha…., Yang Mulia, dalam permohonan yang kami ajukan ini Hery Wijaya sebagai direktur utama. Mungkin nanti dalam perbaikan ini kami lebih pertajam lagi, memang di samping sebagai individu, pribadi dia juga sebagai Direktur di PT. Harangganjang mungkin kami akan lebih pertajam lagi tentang kerugiannya karena dimungkinkan untuk mengajukan sebagai legal standing dalam kerugian yang dialami oleh PT. Harangganjang. Karena akibat Majelis Hakim Mahkamah Agung dalam Perkara Nomor 1 tidak mempertimbangkan Putusan PK Pidana dan PK TUN itu sehingga klien kami dikalahkan. Oleh karena itu untuk koreksi selanjutnya karena ketentuan pasal (….)
13.
KETUA: HAMDAN ZOELVA, S.H., M.H. Yang dikalahkan itu PT-nya kan? PT. Harangganjang itu kan? Itu yang dikalahkan kan?
14.
KUASA HUKUM PEMOHON: M. FARHAT ABBAS, S.H., M.H. Ya, PT. Harangganjang.
15.
KETUA: HAMDAN ZOELVA, S.H., M.H. Jadi kan bukan itunya, pihak Pemohon PK-nya, bukan si pribadinya?
16.
KUASA HUKUM PEMOHON: M. FARHAT ABBAS, S.H., M.H. Pribadinya sebagai Direktur Utama di PT. Harangganjang.
5
17.
KETUA: HAMDAN ZOELVA, S.H., M.H. Ya, kalau dia selaku direktur utama dia tidak sebagai pribadi. Karena dia selaku direktur utama dia bertindak untuk dan atas nama PTnya. Kira-kira begitulah bayangan siapa? Apa yang benar ini? Atau memang pribadinya yang betul karena kalau dia betul bertindak dan untuk atas nama berarti bukan dia sendiri. Berarti PT-nya. Karena Dirut itu dalam akte perseroan dimanapun selalu mewakili perseroan. Saya kira itu mungkin nanti ada dari hakim yang lain, silakan.
18.
HAKIM ANGGOTA: DR. HARJONO, S.H., M.CL Baik ya tolong Pemohon, kuasa hukumnya tadi Anda sudah bicara tentang perbaikannya. Oleh karena itu saya juga masuk mengarah kepada perbaikan. Bicara persoalan legal standing persyaratan pertama yang harus dipenuhi adalah kualifikasi Pemohon ketentuan Pasal 51. Itu ada disebut perorangan, (Pasal) 51 tadi menyebut beberapa masyarakat hukum adat, kesatuan masyarakat hukum adat, badan hukum publik atau privat dan lembaga negara. Di dalam persoalan legal standing ini, kemudian tidak hanya memenuhi kualifikasi itu tapi juga ada kerugian yang ditimbulkan oleh berlakunya undang-undang yang dimohonkan pengujian. Bisa memang tadi direktur, perorangan tapi harus jelas. Direktur apakah termasuk perorangan ataukan termasuk badan hukum? Kalau dari segi siapa yang mewakili itu direktur ya orang kan? Orang itu mungkin bisa masuk perorangan, tapi kalau kita bicara hak siapa yang diwakili direktur itu apa hak orangnya atau hak PT-nya. Kalau hak PT-nya berarti dia mewakili PT-nya, itukan bisa beda antara badan hukum orang dan badan hukum PT, dibedakan atas dasar harta kekayaan siapa sih yang menjadi masalah itu, itu harta kekayaan PT-nya atau harta kekayaan perorangannya itu kan jelas. Direkturnya Satu yaitu orang juga dia juga, tapi kemudian dia bertindak atas hak-hak sebagai orang yang dirugikan atau hak-hak dari PT. Itulah baru bisa menentukan legal standing, ini yang bisa saya sampaikan supaya nanti jelas-jelas berkaitan dengan kerugian konstitusional Anda. Oleh karena itu tadi Majelis Hakim menyatakan dalam kasus yang Anda sebutkan tadi, itu hak siapa yang dirugikan? Hak PT ataukah hak si A atau siapa tadi yang jadi direkturnya itu. Kalau objeknya sama mungkin itu mobil, tapi mobil itu punya perorangan atau punya PT itu kan bisa dibedakan kalau dia memasalahkan punya PT dia sebagai badan hukum privat. Itu menyangkut Pasal 51 dan kemudian legal standing. Kalau melihat kasus yang dihadapi dalam persoalan peradilan, maka yang dikhawatirkan oleh Pemohon ini adalah keadaan dimana putusan yang sudah dijatuhkan dalam tingkat PK itu kemudian diperiksa
6
kembali, itu masalahnya? Diperiksa dua kali iya kan? Kalau itu yang ditakutkan kenapa justru Pasal 24, 66, 268 dari Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman dari Undang-Undang Mahkamah Agung, dari Kitab Undang-Undang Acara Pidana itu kok yang dimasalahkan? Karena dua kalinya yang Anda takutkan itu, itu bukan karena pasal-pasal itu. Pasal itu kan jelas, Undang-undang Mahkamah Agung “terhadap putusan peninjauan kembali tidak dapat dilakukan peninjauan kembal”i ya kan? Jadi ketakutan Anda tidak akan terjadi kalau undang-undang itu dilaksanakan ya atau ndak? 19.
KUASA HUKUM PEMOHON: M. FARHAT ABBAS, S.H., M.H. Yang Mulia.
20.
HAKIM ANGGOTA: DR. HARJONO, S.H., M.CL Ya.
21.
KUASA HUKUM PEMOHON: M. FARHAT ABBAS, S.H., M.H. Kalau uji materiil Pasal 2 bukan kita takutkan bisa dua kali justru kita dalam permohonan ini minta bisa dua kali.
22.
HAKIM ANGGOTA: DR. HARJONO, S.H., M.CL Oh, bisa dua kali.
23.
KUASA HUKUM PEMOHON: M. FARHAT ABBAS, S.H., M.H. Ya, jangan satu kali, minta boleh dua kali.
24.
HAKIM ANGGOTA: DR. HARJONO, S.H., M.C Tadi saya tanya bahwa Anda dikhawatirkan akan ada putusan kedua, katanya, iya?
25.
KUASA HUKUM PEMOHON: M. FARHAT ABBAS, S.H., M.H. Karena kita mengalami kerugian berarti kan keputusan itu sudah final tidak bisa diganggu gugat, karena keadilan kita sebagaimana (...)
26.
HAKIM ANGGOTA: DR. HARJONO, S.H., M.CL Jadi Anda sebagai pihak yang mengajukan PK untuk kedua kali?
7
27.
KUASA HUKUM PEMOHON: M. FARHAT ABBAS, S.H., M.H. PK dua kali.
28.
HAKIM ANGGOTA: DR. HARJONO, S.H., M.CL Oke, itu yang harus dijelaskan ya? Karena terkesan tadi dari keterangan singkatnya tadi, Anda yang menginginkan supaya PK itu hanya terjadi satu kali. Oleh karena itu tolong nanti disampaikan ya pada saat bicara legal standing posisi Pemohon ini sebagai apa? Posisi Pemohon ini bagaimana dengan Pasal 24 itu? Apakah posisinya menjadi tertutup dengan Pasal 24, padahal Pemohon menginginkan untuk yang dua kalinya bukan begitu? Lalu Pasal 24 ini akan diuji dengan pasal berapa di UndangUndang Dasar? Pasal 1 ayat (3) iya kan? “Negara Indonesia adalah negara hukum.” Apa ada persoalan berkaitan langsung bahwa kalau ketentuan itu hanya membatasi satu kali, pembatasan satu kali itu bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) yang menyatakan ”negara Indonesia adalah negara hukum.” Anda mintanya dua kali boleh tapi pasal-pasal tadi hanya menutup, hanya menyediakan satu kali PK pada saat pasal itu menyediakan satu kali PK, Anda dasarkan bahwa Pasal itu bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar. “Negara Indonesia adalah negara hukum.” Bagaimana Anda mengkontruksi pembatasan PK hanya satu kali itu bertentangan dengan negara hukum? Itu fungsi dari pasal Undang-Undang Dasar yang kemudian digunakan untuk sebagai penguji, batu penguji bagi undang-undang. Kalau Anda sudah beri alasan mungkin yang diperlukan adalah penajaman alasan itu. Tapi kalau belum diberi alasan hakim akan melihat alasannya apa? Itu Pasal 1 ayat (3). Demikian juga dengan Pasal 24 ayat (1) “kekuasaan kehakiman
merupakan kekuasaan yang merdeka guna menegakan hukum dan keadilan.” Ada persoalan tidak ini dengan pasal Undang-Undang Dasar
itu kemudian ternyatan PK-nya hanya satu kali? Apakah satu kali itu kemudian bertentanga dengan persoalan kekuasaan kehakiman yang merupakan kekuasaan merdeka? Apakah hanya satu kali itu kemudian membatasi kemerdekaan kekuasaan kehakiman? Apakah dengan satu kali itu membatasi penyelengaraan penegakkan hukum dan keadilan? Itu pun harus diberi alasan. Pasal 27 ayat (1) menyatakan “setiap warga negara bersamaan
kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya.” Adakah itu
dilanggar Pasal 27 itu dengan cara memberikan PK hanya satu kali, 28D juga begitu. “Setiap orang berhak atas pengakuan, perlindungan dan
kepastian hukum yang adil dan perlakuan yang sama di depan hukum.” Pasal-pasal yang Anda sebut ini harus dibuktikan dengan dasar alasan Anda bahwa pasal Undang-Undang Dasar tersebut sudah dilanggar atau
8
akan terlanggar dengan ketentuan Pasal 24 ayat (2). Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman (Pasal) 66 ayat (1), Undang-Undang tentang Mahkamah Agung 268, Undang-Undang tentang Acara Pidana, itu yang diperlukan oleh hakim untuk memeriksa dalil-dalil Anda bahkan kalau diperlukan nanti untuk membuktikan itu diperlukan saksi atau ahli untuk membuktikan bahwa pasal itu yang Anda tunjuk taedi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar, itu inti dari permohonan. Oleh karena itu, kalau kemudian itu ditata ulang permohonan itu, saya kira itulah yang penjadi fokusnya. Kalau Anda mengharapkan bahwa itu tidak ditutup satu kali, maka petitum Anda sudah benar, tinggal alasan Anda saja nanti aka dinilai oleh hakim. Itu saja yang bisa saya sampaikan. 29.
HAKIM ANGGOTA: DR. MUHAMMAD ALIM, S.H., M.HUM. Terima kasih Baspak Ketua. Saya lihat di petitum saudara di halaman 12 Anda juga menyinggung Pasal 28D ayat (1) sebagai batu uji terhadap pasal yang Anda mohonkan pengujian? Oleh sebab itu adalah kepastian hukum yang adil, kan begitu. Pasal 28 itu adalah masalah kepastian hukum yang adil, biar kita baca. “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang samam di hadapan hukum.” Mungkin yang dikemukakan oleh Bapak-
Bapak Hakim tadi dipertajam juga dengan aspek ini. Karena justru barangkali ini yang lebih tersorot kepada.., merupakan batu uji yang paling utama barangkali ya sehubungan dengan ini, yang lain itu mungkin seperti negara hukum dan lain-lain itu persoalan kedudukan. Nah, kalau saya hubungkan dengan pasal yang Anda mohon, perlakuan di halaman 9 angka 10. Di situ kan Saudara mengatakan bahwa kalau PK ini hanya satu kali kan Saudara merasa tidak adil, kan begitu? Barangkali itu juga bisa dipertajam atau mungkin dianalisa. Bagaimana kalau yang memohon itu yang lain lagi? Umpamanya dalam perkara perdata, yang si A sudah PK satu kali atau katakanlah penggugat sudah PK sekali, tapi tergugat belum pernah PK. Mungkin itu bisa dijadikan alasan, supaya ada persamaan kedudukan di muka hukum antara yagn penggugat dan tergugat. Tapi kalau dua-duanya, kalau dia umpamanya penggugat dua kali dia terus PK, apa itu bisa tidak bertentangan dengan kepastian hukum, sudah selesai kok dia. Dan kalau kepastian hukum yang adil, kalau yang satu diberikan kesempatan, yang lain juga diberi kesempatan. Tetapi dengan hubungan yang Saudara uji itu Pasal 268 kalau tidak salah ya, Pasal 268 ayat (3) KUHAP, ini kan Saudara masukan juga ada satu yang sedikit agak mengganjal saya atau saya mau pertanyakan. Kalau Pasal 268 ayat (3) “permintaan suatu putusan hanya dapat dilakukan satu kali saja,” ini dalam perkara pidana kan begitu. Tetapi coba Saudara hubungkan dengan Pasal 263, di situ
9
lebih fatal lagi. Pasal 263 ayat (1) “terhadap putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap kecuali putusan biasa terlepas dari dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya hanya bisa yang di PK., dan haya sekali. Sedangkan penuntut umum tidak boleh, ini kalau menurut bunyi pasal ini. Mungkin itu bisa Anda konstruksikan dalam kaitannya dengan kepastian hukum yang adil. Kok hanya terdakwa dan ahli warisnya kok jaksa tidak boleh, padahal ya mungkin barangkali dalam praktiknya bagaimana-bagaimana. Mungkin hal ini bisa Saudara elaborasi juga dalam permohonan Saudara. Artinya begini, kalau keadilan mau dikehendaki dua kali, kalau ini hanya bisa satu kali dan hanya satu pihak, yaitu terdakwa atau ahli warisnya, kan begitu. Sedangkan penuntut umum sama sekali tidak boleh, menurut KUHAP ini lho. Sedangkan Anda menghendaki boleh dua kali. Kalau dua kali, orang itu juga, orang itu juga. Bukan berarti dua kali artinya satu kali kesempatan untuk penggugat, satu kali kesempatan untuk tergugat. Kalau dia boleh dua kali, apa lagi kalau lebih dari dua kali, lantas bagaimana? Kalau ini dicabut berartikan harus ada ketentuan, tidak terbatas jadi artinya. Kalau satu kali tidak boleh dan tidak ditentukan harus dua kali ya mungkin dia menjadi tidak terbatas. Jadi maju lagi, kalah lagi, maju lagi, kalau lagi, akhirnya tidak berakhir. Nanti dipikirkan, karena ini bagaimana pun, ini hanya nasihat, itu semuanya tergantung kepada Saudara. Terima kasih Bapak Ketua. 30.
KETUA: HAMDAN ZOELVA, S.H., M.H. Baik, terima kasih Pak Alim. Pertama, tolong dilihat kembali yang legal standing. Dipastikan betul karena ini berbeda, dan implikasinya berbeda. Jadi kalau perorangan kaitan apakah dia menderita kerugian secara perorangan, kerugian konstitusional maksudnya. Kalau kemudian PT secara tegas saja PT-nya. Karena PT-nya yang dalam kaitan dengan perkara ini yang telah nyata menderita kerugian konstitusional dalam perkara PK yang Saudara ajukan ini. Ini tidak masalah menurut hukum acara di Mahkamah Konstitusi, apakah perorangan atau PT kedua-duanya Persoalannya adalah siapa yang secara memiliki legal standing. konstitusional dirugikan, ini perlu dipertegas. Kemudian teknis penulisan undang-undang, saya minta dituliskan lengkap lembaran negara dengan tambahan lembaran negaranya. Jadi undang-undang yang dimohonkan ini lembaran negara dan tambahan lembaran negaranya. Kemudian selanjutnya, saya ingin sedikit menambahkan apa yang disampaikan oleh Hakim Harjono dan Hakim Muhammad Alim. Ini yang diminta adalah PK yang satu kali ini bertentangan dengan konstitusi. Kalau saya membaca dari uraian Saudara Surat, Edaran Mahkamah Agung RI memungkinkan PK lebih dari satu kali, akan tetapi hanya
10
terbatas pada PK yang karena ada putusan yang lain yang saling bertentangan. Dikarenakan dua PK terhadap objek yang sama, yang saling bertentangan maka dalam dua perkara yang berbeda, maka bisa diajukan PK yang diajukan kembali untuk memastikan sebenarnya dimana yang benar antara dua putusan PK di dua perkara yang berbeda tetapi objeknya sama, kira-kira itulah apa yang dimaksud oleh Mahkamah Agung. Apakah Saudara menghendaki dibuka tanpa batasan seperti SEMA MA. Kalau SEMA MA membatasi hanya dalam kaitan dalam kasus yang demikian. Apakah yang demikian Saudara menghendaki dibuka sehingga PK dua kali dimungkinkan, kemudian yang merasa bersalah, merasa masih dilakukan tidak adil, dan meminta perlakuan yang sama untuk mengajukan PK kembali bisa kembali yang ketiga dan setelah itu Anda merasa lagi ada kelalaian terus lagi dan kapan selesainya ini kirakira apa yang pastinya ini menurut permohonan ini. Jadi sampai batasnya berapa kali PK itu, tolong ini juga untuk memberikan guidence nanti kepada Hakim Konstitusi sebenarnya Majelis nanti di pleno sebenarnya yang mana yang dikehendaki? Yang terakhir mengenai petitum, coba Saudara pikirkan kalau pasal-pasal PK ini dinyatakan bertentangan dengan konstitusi maka dimana lagi landasan untuk mengajukan PK, ini untuk memastikan dimana lagi landasannya kaitannya dengan yang tadi, PK-nya berapa kali yang dikehendaki? Saya kira demikian, ada respon, silakan. 31.
KUASA HUKUM PEMOHON: M. FARHAT ABBAS, S.H., M.H. Baik Yang Mulia. Dalam halaman 12 poin 19 bahwa “upaya hukum PK merupakan
upaya yang bersifat koreksi, memperbaiki kekeliruan nyata-nyata melanggar asas keadilan baik yang bersifat universal, sehingga dapat dilakukan upaya pemulihan hukum berdasarkan filosofi hukum, memberi keadilan dengan mengoreksi yang salah, upaya koreksi hanya dapat dilakukan peradilan tertinggi yang menjalankan pengawasan tertinggi terhadap jalannya peradilan.”
Kalau pengalaman dan kenyataan keluarnya Surat Edaran dari Mahkamah Agung RI Nomor 10 Tahun 2009 mungkin yang dimaksud awal oleh Mahkamah Agung itu dua putusan peradilan yang berbeda, mungkin ada putusan peradilan agama, sudah sampai PK tentang pembagian waris contohnya dengan pengadilan umum. Nah karena ada dua objek yang berbeda sehingga muncul seperti itu, ada juga kemungkinan yang dialami oleh klien kita ini karena berhadapan lawan kita ini dengan yang dikatakan mafia hukum Artalyta sehingga dua bulan setelah keluar surat edaran tersebut muncul yang namanya PK mungkin disalahgunakan dalam arti yang lain. Nah nanti bisa kita buktikan juga.
11
Kemudian pengertian daripada Surat Edaran Mahkamah Agung tersebut itu jelas-jelas boleh PK kedua kali bahkan memang di Mahkamah Agung itu ada PK empat kali. Tapi rata-rata putusan PK kedua, PK ketiga adalah kembali pada poin pertama surat edaran tersebut. Contoh Putusan Perkara Nomor 88 Tahun 2010 kemarin, yang diketuai oleh Pak Hatta Ali yaitu Putusan PK keempat dari Pengadilan Negeri Surabaya yaitu menguatkan PK ketiga yang mana PK ketiga membatalkan PK kedua dan menguatkan PK pertama. Jadi walaupun terjadi tetap saja kembali ke PK satu kali. Jadi walaupun benar mereka tidak mau peduli, mereka kembali padahal dalam undang-undang lain mereka selalu.., mungkin karena kebiasaan hakim mereka itu memang tujuan kami melakukan uji materiil ini untuk kepastian hukum. Jangan sampai dengan berlapis dan ganda untuk kepentingan lain khususnya dalam hal ini kita sangat dirugikan, betulbetul sudah menang dua kali PK ditunda pidana masih dikalahkan oleh Majelis yang diketuai oleh Abdul Kadir Mappong. Nah itu dalam Perkara Nomor 1. Oleh karena itu mungkin klien kami dan kami mohon keadilan kepada Yang Mulia. Terima kasih. 32.
KETUA: HAMDAN ZOELVA, S.H., M.H. Itu siapkan saja bukti-bukti itu termasuk PK yang empat kali, PK yang dua kali dan seterusnya. Dipersiapkan saja nanti dibawa ke persidangan. Dan untuk selanjutnya saya kira itu saja saran nasihat perbaikan dari kami dan Saudara memiliki waktu paling lambat 14 hari setelah sidang hari ini untuk memperbaiki putusan dan ini tentunya terserah kepada Saudara, karena ini adalah sidang panel untuk memberikan nasihat-nasihat mengenai kejelasan dari permohonan ini. Saudara bisa memanfaatkan waktu untuk memperbaiki permohonan ini dalam waktu paling lambat 14 hari, kalau sudah lewat maka perbaikan tidak akan diterima lagi dan kita terima apa adanya. Saya kira demikian. Baik, terima kasih dengan demikian saya tutup sidang perkara hari ini.
Assalamualaikum wr. wb.
KETUK PALU 3X
SIDANG DITUTUP PUKUL 10.34 WIB
12