BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI PRAKTIK HYBRID CONTRACT PADA AKAD MURABAHAH DAN WAKALAH DI KJKS BMT BAHTERA PEKALONGAN
A. Praktik Akad Murabahah dan Wakalah di KJKS BMT Bahtera Pekalongan KJKS BMT Bahtera Pekalongan merupakan suatu lembaga koperasi yang legal menangani penghimpunan dana maal (harta) untuk Islam meliputi zakat, infaq, dan shadaqah dan juga menangani jasa keuangan (tamwil) yang meliputi simpanan dan pembiayaan. Produk pembiayaan yang adapada BMT Bahtera meliputi akad jual beli yang menghasilkan produk murabahah, salam, istishna’; akad sewa menyewa yang menghasilkan produk berupa ijarah dan ijarah muntahiya bit tamlik (ijarah wa iqtina); akad bagi hasil yang menghasilkan produk mudharabah, musyarakah, muzzaroah, dan musaqah; akad pinjaman yang bersifat sosial (tabarru’) berupa qardh dan qardhul hasan. Salah satu produk pembiayaan dan merupakan bagian dari baitul maal yang ada di BMT Bahtera adalah pembiayaan dengan menggunakan akad murabahah. Murabahah merupakan salah satu skim fiqh yang paling populer digunakan oleh Lembaga Keuangan Syariah. Bank syariah atau BMT pada umumnya mengadopsi murabahah untuk memberikan pembiayaan jangka pendek kepada para
68
69
anggota guna pembelian barang meskipun mungkin si anggota tidak memiliki uang untuk membayar. Untuk mengajukan pembiayaan murabahah di BMT Bahtera Pekalongan dilakukan apabila adanya permohonan dari calon anggota dan BMT hanya akan memberikan fasilitas pembiayaan yang diajukan secara tertulis, baik untuk pembiayaan baru, penambahan pembiayaan, atau perpanjangan. Adapun mekanismenya adalah sebagai berikut: a. Yang harus dilakukan calon anggota 1) Calon anggota datang langsung ke BMT 2) Calon anggota menyampaikan maksud kedatangannya 3) Mengisi berkas permohonan pembiayaan yaitu berupa : a) Formulir permohonan pembiayaan b) Mengisi surat persetujuan suami istri atas permohonan pembiayaan c) Mengisi surat kuasa untuk menjual apabila seorang anggota tidak dapat memenuhi kewajibannya. 4) Seorang calon anggota menandatangani formulir permohonan pembiayaan yang telah diisi, selanjutnya diserahkan kepada petugas BMT 5) Persyaratan yang harus dipenuhi pemohon pembiayaan berupa : a) Menyerahkan foto copy KK b) Menyerahkan foto copy KTP suami-istri
70
c) Surat Nikah d) Laporan keuangan 3 bulan terakhir e) Rekening telepon, PAM, Listrik f) Menyerahkan foto copy surat-surat agunan jika berupa kendaraan bermotor dilampirkan: foto copy BPKB dan STNK, gesekan nomor angka, dan gesekan nomor mesin. Dalam hal agunan milik orang lain harus ada Surat Kuasa bermaterai cukup dan bukti pembayaran PBB tahun terakhir. b. Bagian Pembiayaan 1) Mempersiapkan formulir pembiayaan yang harus disii oleh pemohon pembiayaan. 2) Menerima formulir permohonan yang telah diisi dan telah ditandatangani oleh pemohon pembiayaan. 3) Mencatat permohonan pembiayaan tersebut ke dalam buku register, dicatat berdasarkan urutan tanggal penerimaan dan memberikan nomor registernya pada permohonan pembiayaan tersebut. 4) Melakukan penelitian yaitu dengan menyurvey ke rumah/tempat usaha dan agunannya apakah layak untuk mendapat pembiayaan atau tidak. Kemudian membuat rekomendasi sebagai laporan kepala operasional apakah pembiyaan tersebut diterima ataukah tidak.
71
5) Setelah survey dilakukan kemudian bagian tugas pembiayaan adalah untuk menganalisis persyaratan-persyaratan yang masuk. Dari analisis tersebut akan menjadi acuan apakah layak untuk mendapatkan pembiayaan atau tidak. Dan agunan yang masuk dijadikan
pengikatan
atas
pembiayaan
tersebut
agar
anggota
pembiayaan mempunyai kewajiban untuk mengembalikan atas pembiayaan tersebut. Untuk menganalisis seorang anggota pembiayaan dapat dilakukan dengan 5C yaitu: a) Character, bagaimana karakter/watak dari anggota tersebut. b) Capacity, kemampuan anggota tersebut untuk menyelesaikan pembiayaan. c) Capital, bagaimana pemodalan/pendapatan anggota tersebut d) Conditional, bagaimana kondisi/keadaan anggota saat pembiayaan tersebut. e) Collateral, bagaimana kondisi dan nilai barang yang dijadikan agunan. Setelah data-data nasabah terkumpul, BMT Bahtera melakukan analisa pembiayaan dengan standar prosedur operasional BMT Bahtera pekalongan. Setelah selesai dianalisa, data diserahkan kepada kepala operasional untuk dikomitekan untuk menghasilkan keputusan disetujui atau tidaknya pmbiayaan yang diajukan anggota. Apabila pengajuan pembiayaan disetujui, anggota diundang datang ke BMT Bahtera untuk menandatangani akad dan mencairkan dana sesuai
72
kebutuhan. Setelah anggota menerima pencairan pembiayaan, anggota diwajibkan membayar biaya administrasi yang telah ditentukan BMT Bahtera. Adapun nominal pembiayaan yang diberikan kepada anggota minimal Rp. 500.000,00 dan maksimal sampai pada batas BMPP (Batas Maksimal Pemberian Pembiayaan) oleh KJKS BMT Bahtera, untuk tahun 2015 sejumlah Rp. 1.250.000.000,00 Pelaksanaan pembiayaan murabahah di BMT Bahtera sebenarnya menggunakan dua cara yaitu pertama pembiayaan murabahah murni dan yang kedua pembiayaan murabahah bil wakalah. Pembiayaan murabahah murni adalah pembiayaan yang dilakukan dengan akad murabahah saja tanpa diikuti dengan akad lain, sedangkan pembiayaan murabahah bil wakalah adalah pembiayaan yang dilakukan dengan akad murabahah yang kemudian diikuti dengan akad wakalah untuk melengkapinya agar sesuai dengan prinsip syariah. Namun yang paling sering digunakan di BMT Bahtera adalah pembiayaan murabahah yang disertai akad wakalah yaitu upaya pemberian kekuasaan kepada anggota pembiayaan untuk membeli barang yang diinginkan secara mandiri. Atau lebih jelasnya kita lihat skema pembiayaan murabahah dan wakalah di bawah ini :
73
Skema Pembiayaan Murabahah dan Wakalah dalam teori Fiqh Muamalah 1. Negosiasi & Persyaratan WAKALAH
BMT BAHTERA
ANGGOTA 5. Akad Murabahah
2.Konfirmasi
3. Beli barang
Pemasok/ penjual 4. Kirim barang & dokumen Gambar 1.3 Keterangan : 1. BMT dan anggota melakukan negosiasi dan persyaratan. 2. BMT melakukan konfirmasi pembelian barang ke supplier. Dalam hal ini, BMT dapat dikatakan sudah memiliki barang secara sah. 3. BMT mewakilkan kepada anggota untuk membeli barang atas nama BMT setelah dana ditransfer ke Rekening anggota pembiayaan. 4. Barang dikirim beserta dokumen dari supplier ke anggota. 5. BMT dan anggota melakukan akad murabahah. Namun, kenyataan yang terjadi di BMT Bahtera adalah sebagai berikut:
74
Skema Pembiayaan Murabahah dan Wakalah di KJKS BMT Bahtera Pekalongan 1 BMT BAHTERA
Negosiasi dan persyaratan Akad Murabahah
ANGGOTA
2 3
wakalah
Beli barang SUPPLIER
5 4
Kirim barang & dokumen Gambar 1.4 Pertama-tama, anggota mengajukan permohonan untuk membeli kain mori dengan akad murabahah. Setelah dianalisa dan BMT menyetujuinya, pihak BMT memberikan surat wakalah yang berfungsi sebagai surat kuasa dari pihak BMT kepada anggota untuk dapat membeli sendiri kain mori tersebut kepada supplier. Dalam hal ini pembiayaan murabahah dari BMT kemudian ditransfer ke nomor rekening anggota atau diberikan secara tunai. Setelah membeli kain mori, supplier mengirimkan kepada anggota (pembeli). Kemudian anggota memberikan kuitansi bukti pembelian barang kepada BMT, sebagai bukti bahwa anggota telah benar-benar membeli barang yang tercantum dalam perjanjian. Sebagai jaminan pembiayaan adalah surat BPKB, sertifikat tanah/rumah atau hal lain yang telah ditentukan oleh BMT. Selanjutnya, anggota melakukan
75
pembayaran kepada BMT secara cicilan sesuai dengan jangka waktu dan ketentuan yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Dapat disimpulkan bahwa alur proses pemberian pembiayaan murabahah dan wakalah adalah sebagai berikut. Pengumpulan data &Permohonan pembiayaan
Analisa Data
Persetujuanpe mbiayaan
Bayar cicilan
Gambar 1.5 Dari keterangan skema di atas dapat dilihat bahwa BMT disini berposisi sebagai pemberi pinjaman/penyedia dana bukan sebagai penjual karena pada waktu akad murabahah dilaksanakan barang belum sepenuhnya menjadi milik BMT. Apabila kita lihat dalam syarat-syarat murabahah itu sendiri bahwa barang yang ditransaksikan harus sepenuhnya dalam kepemilikan, tidak boleh menjual sesuatu yang belum dimiliki atau dikuasai. Sedangkan konsep wakalah yang diterapkan dalam sistem murabahah di BMT Bahtera Pekalongan bertujuan untuk membantu atau memudahkan anggota agar dapat membantu hak kepemilikan atas suatu barang yang dikehendaki anggota. Dengan mendapatkan tambahan modal yang dialokasikan dari BMT kepada anggota lewat transfer atau secara tunai kepada anggota, anggota dapat memenuhi kebutuhan akan pembelian suatu barang dengan segera.
76
Adapun dalam menentukan standar keuntungan murabahahBMT Bahtera Pekalongan setara dengan 2% untuk keuntungan ke dalam maksutnya perhitungan yang diterapkan oleh pihak BMT Bahtera Pekalongan yang dinominalkan bukan dalam bentuk prosentase. Standar keuntungan tersebut bukan merupakan bunga yang seperti ditetapkan di bank konvensional, namun besarnya profit yang harus dibayarkan anggota setelah melalui kesepakatan kedua belah pihak. Adapun lama pembiayaan yang diberikan sekitar 36 bulan (3 tahun). Dalam hal perhitungan keuntungan pembiayaan murabahah BMT Bahtera Pekalongan dengan cara sistem flat (margin merata tetap). Margin Keuntungan Flat adalah perhitungan margin keuntungan terhadap nilai harga pokok pembiayaan secara tetap dari satu periode ke periode lainnya. Formula Flat AP = P/n AM = P x m AP = Angsuran Pokok
n = tahun
AM = Angsuran Margin
m = margin (%) perbulan
P = Pokok Contoh : Bapak Achmad Rozi mengajukan pembiayaan murabahah ke BMT Bahtera Pekalongan untuk pembelian kain mori dengan harga Rp. 5.000.000,00 dengan margin keuntungan BMT 2% selama 18 bulan
77
dan BMT Bahtera Pekalongan memberi kuasa kepada Bapak Achmad Rozi untuk mewakili atas pembelian barang tersebut kemudian terjadilah akad murabahah. Angsuran Pokok (AP)
= Pokok : JangkaWaktu = Rp. 5.000.000,00 : 18 = Rp.
Angsuran Margin
277.778,00/bulan
= Pokok x Margin = Rp. 5.000.000,00 x 2% = Rp.
Total Angsuran
100.000,00/bulan
= AP + AM = Rp.
277.778,00 + Rp. 100.000,00
= Rp.
377.778,00/bulan
Jadi angsuran yang harus dibayar oleh Bapak Achmad Rozi adalah sebesar Rp.377.778,00/bulan. Dan angsuran ini tetap selama jangka waktu yang disepakati.
B. ANALISIS PRAKTIK HYBRID CONTRACT PADA AKAD MURABAHAH DAN WAKALAH Murabahah yang dilakukan di BMT Bahtera Pekalongan merupakan akad jual beli dengan sistem pembayarannya diangsur (kredit). Akad ini dilakukan untuk pengadaan barang yang dibutuhkan anggota. Secara umum murabahah mempunyai kesamaan syarat dan rukun jual beli tunai, hanya saja ada beberapa persyaratan khusus di
78
dalamnya, seperti tidak diperbolehkannya adanya perubahan harga dikemudian hari apabila harga awal telah disepakati bersama. Praktik hybrid contract yang diterapkan di BMT Bahtera Pekalongan bertujuan untuk membantu anggota agar dapat memiliki barang yang dikehendaki anggota. Dengan mendapatkan dana yang dialokasikan dari BMT kepada anggota lewat transfer atau secara langsung kepada anggota, dan anggota dapat membeli kebutuhan akan pembelian suatu barang dengan segera. Lebih lanjut, ketika kita berbicara tentang pembiayaan murabahah dengan wakalah yang diterapkan di BMT Bahtera Pekalongan, kita akan menemukan beberapa keganjalan, diantaranya : Pertama, membayar harga barang kepada anggota, baik itu dalam pembayaran tunai atau transfer pada rekening miliknya, dan hanya memberikan kuitansi pembelian dari pihak supplier atas nama BMT serta harga barangnya. Hal itu tanpa melalui transaksi jual beli langsung antara pihak BMT dan supplier. Kedua, penandatanganan akad jual beli murabahah bersamaan waktunya dengan akad perjanjian untuk membeli barang. Hal itu dilangsungkan ketika barang yang dipesan belum ada dan BMT belum memilikinya. Sehingga dapat dikatakan tidak sesuai dengan teori fiqh muamalah mengenai transaksi murabahah bahwa hak menjual merupakan hak turunan dari kepemilikan. Hybrid contract yang diterapkan di BMT Bahtera Pekalongan pada akad murabahah dan wakalah tersebut dapat dikatakan merupakan
79
salah satu jenis hybrid contract Akad Terkumpul (al-‘uqud almujtami’ah). Dikatakan terkumpul karena akad murabahah terjadi bersamaan dengan akad wakalah. Dalam hal ini BMT Bahtera Pekalongan, dimana BMT yang memberikan kekurangan dana anggota belum menjadi pemilik atas barang, karena barang yang menjadi obyek masih berada di tangan (dalam kekuasaan) supplier, dimana BMT tidak memiliki hubungan dengan supplier dan belum mengetahui secara pasti tentang kondisi barang yang diinginkan anggota. Dapat dikatakan bahwa barang yang akan diperjualbelikan antara anggota dan BMT bersifat tidak ada, karena barang tersebut berada di tangan supplier yang tidak memiliki hubungan dengan BMT ataupun anggota saat akad wakalah dilaksanakan. Jual beli semacam ini dapat dikategorikan jual beli gharar (ba’i al-gharar). Jual beli gharar tidak sah baik itu yang berbentuk barang ‘iqar (yang tidak bergerak) atau yang dapat dipindahkan, baik itu yang dapat dihitung kadarnya ataupun tidak. Dengan berdalil kepada riwayat Ahmad, Al-Baihaqi dan Ibnu Hibban dengan sanad yang hasan, bahwa Hakim bin Hizam berkata :
ّ س ْو َل َ ْْئَا ْ ب ُُُْ ْو َا ََ َ ا يَ ِّ ِل ِا ِْ َْ َا و َْا يَ ّْ ُْ ُم ؟ نِ َذن ْ َللا نِ ي ْ ْا ن َ ََِ ََْيْت ْ ِْ ََِ ُ يَا َر ْ ََِلَ بَعِ ْه ُ َتِ ىت بَ ْبع ُ ه Artinya : “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku membeli barang jualan, apakah yang halal dan apa pula yang haram daripadanya untukku ?” Rasulullah bersabda : “jika kamu telah membeli sesuatu, maka janganlah kau jual sebelum ada di tanganmu”.
80
Akad semacam ini sebenarnya menyalahi Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI). Dalam Fatwa tersebut dinyatakan bahwa penjualan yang menggunakan sistem murabahah, harus berdasarkan pada dasar adanya pembelian barang oleh pihak BMT dan atas namanya, kemudian setelah pihak BMT memiliki barang tadi dan ada dalam tanggungannya, ia boleh melakukan penjualan kembali kepada pihak lain dengan cara murabahah, sehingga dengan itu kepemilikan barang tersebut bisa berpindah dari pihak BMT kepada pihak lain (pembeli/anggota).1 Artinya bahwa transaksi penjualan yang telah dijelaskan sebelumnya benar-benar terjadi atas barang milik BMT yang dibelinya dari pihak supplier dengan cara sah, kemudian barang tersebut berpindah dari kepemilikian BMT ke kepemilikan anggota dengan transaksi jual beli yang menggunakan sistem murabahah. Jadi, jual beli tersebut bukan sekedar mendapatkan pinjaman uang tunai
dengan menggunakan kedok formalitas
murabahah tapi benar-benar melalui cara jual beli. Artinya, akad murabahah terjadi apabila akad jual beli secara wakalah dimana BMT Bahtera mewakilkan kepada anggota untuk membeli barang sudah terjadi sehingga BMT telah terlebih dahulu memiliki barang yang diinginkan oleh anggota.Dengan kata lain Hybrid Contract yang seharusnya dilakukan oleh BMT adalah dalam bentuk Akad Bergantung /Akad Bersyarat (al-‘uqud al-mutaqabilah) 1
Ichwan Sam, Hasanuddin, dkk, Himpunan Fatwa Keuangan Syariah Dewan Syariah Nasional MUI, (Jakarta: Erlangga, 2014), hlm. 64
81
artinya akad murabahah bergantung pada akad Jual beli secara wakalah. Adapun kelebihan dan kekurangan yang ditimbulkan dari praktik hybrid contract pada akad murabahah dan wakalah adalah Kelebihan : 1. Mempercepat proses transaksi/dropping pembiayaan. 2. Membangun trust (kepercayaan) yang tinggi antara anggota dengan BMT untuk menjadi wakil BMT membeli barang sesuai keinginan anggota. 3. Membangun kejujuran dan kedisiplinan anggota pembiayaan untuk mentasyarufkan uang pembiayaan sesuai dengan tujuan awal yang tercantum saat permohonan pembiayaan diajukan, yang dibuktikan dengan kuitansi dari hasil pembelian barang yang dimaksud. Kekurangan : a. Kemungkinan terjadinya penyelewengan dana pembiayaan tidak digunakan untuk membeli barang pada permohonan pembiayaan. b. Kemungkinan terjadinya anggota tidak memberikan kuitansi kepada pihak BMT walaupun dana pembiayaan telah dibelikan barang sesuai pada permohonan pembiayaan. c. Model akad wakalah menjadi salah satu alternatif yang sebenarnya barang yang dibeli oleh anggota dalam akad murabahah harus disediakan oleh BMT.2
2
Hasil wawancara dengan Bapak Moh.Isro’i, S.Ag.MM (Manajer Marketing), BMT BahteraPekalongan, padaSeptember 2015