AALISIS PARTISIPASI EKOOMI PEREMPUA DEGA METODE REGRESI LOGISTIK BIER BIVARIAT 1
Sayyida dan 2Ismaini Zain
1
Mahasiswa S2 Jurusan Statistik FMIPA ITS Surabaya 2 Jurusan Statistik FMIPA ITS Surabaya 1 e-mail :
[email protected], 2
[email protected] Abstract. Half of Indonesia's population are women so that women's participation will affect economic growth. Economic growth in East Java is higher than the national economic growth. Individual national economic development can be seen from the employment and working hours. From SUSENAS East Java in 2009, women were more likely to work in the non-agricultural sector with the normal working hours (35 hours or more per week). With logistic regression analysis, employment and hours worked is the dependent variable and seven independent variables such as age, education level, household status, area of residence, marital status, willingness to work, and membership status in the household. Independent variables, which significantly affect employment and hours worked were age, educational level, household status, area of residence, and marital status. Keywords: logistic regression, bivariate, employment, women, working hours 1. Pendahuluan Salah satu indikator keberhasilan pembangunan khususnya pembangunan ekonomi secara agrigat dapat dilihat dari tingkat partisipasi tenaga kerja (TPAK). Namun secara individu dapat dilihat dari lapangan kerja dan jam kerja. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, 50 persen penduduk Indonesia adalah perempuan sehingga partisipasi ekonomi perempuan akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Tahun 2008, pertumbuhan ekonomi Jawa Timur 0,08 persen lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional. Permasalahan besar yang dihadapi perempuan antara lain memilih apakah dia mau bekerja, menikah atau sekolah (Sheran, 2006). Di Korea, partisipasi ekonomi tenaga kerja perempuan belum menikah lebih besar dari lakilaki tapi partisipasi ekonomi tenaga kerja perempuan menikah lebih kecil daripada laki-laki (Lee, 2007). Penduduk Indonesia yang bekerja di sektor pertanian pada awal tahun 2000-an berkisar 45 persen dan mengalami penurunan di akhir tahun 2000-an yang berkisar 42 persen. Menurut BPS Jatim (2010), hampir semua sektor lapangan pekerjaan di Jawa Timur mengalami peningkatan kecuali bidang pertanian mengalami penurunan 3,03 persen. Pada tahun yang sama, penduduk yang bekerja disektor non pertanian sebesar 84,8 persen dan penduduk yang bekerja dengan jam kerja normal (diatas 35 jam per minggu) sebesar 66,95 persen. Jika dilihat dari sisi pendidikan, penduduk yang bekerja dengan pendidikan SD ke bawah sebesar 55 persen, diploma sebesar 1,62 persen dan sarjana 4,55 persen. Beberapa teori mengatakan ekonomi pembangunan biasanya disertai dengan perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian.
1
Dalam periode 1971-1980, proporsi kesempatan kerja sektor (pertanian) mengalam penurunan yang cukup besar (dari 67,2 persen pada tahun 1971 menjadi 56,3 persen pada tahun 1980), sebaliknya sektor Non Pertanian mengalami peningkatan. (Mantra, 2000). Menurut Evans and Kelley (2007), partisipasi angkatan kerja perempuan, meningkat tajam selama tahun 1980 dan 1990-an. Meningkatnya pendidikan perempuan serta berkurangnya kesuburan secara substansial meningkatkan partisipasi tenaga kerja perempuan dan jam kerjanya. Menurut Kodiran, dkk (2001), salah satu faktor penyebab partisipasi perempuan dibidang ekonomi adalah kemiskinan, sebagai pihak kedua dalam rumah tangga yang bertanggung jawab untuk mencari nafkah, ternyata perempuan mempunyai rata-rata jam kerja lebih tinggi dibanding laki-laki. Menurut Ratnasari, dkk (2009), lapangan pekerjaan perempuan secara signifikan dipengaruhi oleh jumlah jam kerja. Disini penulis akan menganalisis partisipasi ekonomi perempuan yang mengkaitkan status pekerjaan dengan jam kerja seperti yang pernah dilakukan oleh Evan dan Kelley (2007) di Australia. Faktor-faktor penentu yang dipakai disesuaikan dengan data SUSENAS dan metode yang digunakan adalah analisis regresi logistik biner bivariat. Dalam makalah ini lapangan pekerjaan dan jam kerja belum dianalisis secara bivariat. 2. Analisis Regresi Logistik Regresi logistik merupakan metode yang menghubungkan antara variabel dependen/respon yang bersifat kategorik dengan variabel independent/prediktor. Dari banyaknya kategori pada variabel respon, regresi logistik dibagi menjadi regresi logistik biner/dikotomus jika terdiri dari dua kategori, regresi logistik multinomial jika terdiri lebih dari dua kategori. Jika ditinjau dari banyaknya variabel respon, regresi logistik bisa dibagi menjadi regresi logistik univariat jika terdiri satu variabel respon dan regresi logistik multivariat jika terdiri lebih dari satu variabel respon. Khusus regresi logistik multivariat yang terdiri dari dua kategori disebut regresi logistik bivariat. Menurut Casella and Berger (2002) dan Agresti, 2004 , apabila diambil n buah variabel random Y1,…,Yn yang saling independen, maka Yi ~ Binomial (n,p). sebagai contoh dalam pemilihan lapangan pekerjaan pertanian dan non pertanian dinotasikan dengan 0 dan 1 merupakan variabel random bernouli dengan rata-rata sebagai berikut. Ε ( Y ) = 1 × P ( Y = 1) + 0 × P ( Y = 0 ) = P ( Y = 1) . (1) Apabila dikaitkan dengan p buah variabel independen X1, X2, … ,Xp, maka persamaan (1) dinotasikan dengan π(x). Nilai π(x) mencerminkan keterikatan pada nilai variabel independen x = (x1,x2 ,...,xp ) . Untuk model biner, model regresinya adalah sebagaimana persamaan (2). Ε (Y ) = π(x ) = α + β x (2) Persamaan (2) disebut model probabilitas linier. Model yang menyatakan hubungan antara x dan π ( x ) disebut fungsi regresi logistik sebagaimana persamaan (3). ex p ( α + β x ) π(x ) = 1 + ex p ( α + β x ) (3)
2
Model regresi logistik disebut juga model logit. Casella and Berger (2002) mengatakan bahwa metode estimasi yang biasanya dipakai adalah Metode Maximum Likelihood.
3. Model Regresi Logistik Biner Bivariat Model regresi logistik dengan variabel respon yang terdiri dari dua kategori disebut model regresi logistik biner/dikotomus. Model regresi logistik biner dengan dua variabel respon disebut model regresi logistik biner bivariat. Misalkan terdapat 2 variabel respon random bivariat Y1 dan Y2 yang masingmasing bernilai 0 dan 1. Jika kedua respon berkorelasi maka terdapat empat level pasangan respon biner tersebut yang selanjutnya dapat di labelkan dengan (1,1) untuk Y1 = 1 dan Y2 = 1 , (1,0) untuk Y1 = 1 dan Y2 = 0, (0,1) untuk Y1 = 0 dan Y2 = 1, dan (0,0) untuk Y1 = 0 dan Y2 = 0. Peluang dari empat level pasangan respon biner tersebut dapat dituliskan dalam Tabel 1. Table 1 menunjukkan bahwa variabel random bivariat mempunyai probabilitas masing-masing sebagai berikut:
π11 = Pr(Y1 =1,Y2 =1) π01 = Pr(Y1 = 0,Y2 =1)
π10 = Pr(Y1 =1,Y2 = 0) π00 = Pr(Y1 = 0,Y2 = 0)
Dan peluang marjinal untuk Y1 dan Y2 dinotasikan dengan π1 = (Y1 = 1) dan
π2 = (Y2 = 1) . Jika terdapat p buah variabel bebas x1, x2,…, xp maka dapat dituliskan nilai π1(x) dan π1(x) sebagai berikut. Tabel 1 Probabilitas dari Pengamatan Bivariat Y2 Y2 = 1 Y2 = 0 Total Y1 Y1 = 1 Y1 = 0 total
π10 π11 π1 π00 π01 1-π1 π2 1-π2 1 exp(β 01 + β11 x1 + ... + βp1x p ) π1 (x) = 1 + exp(β01 + β11 x1 + ... + βp1x p ) exp(β02 + β12 x1 + ... + βp2 x p ) π2 (x) = 1 + exp(β02 + β12 x1 + ... + βp2 x p )
(4) Selanjutnya model regresi logistik biner bivariat dapat dituliskan dalam persamaan logit π1(x) dan logit π2(x) (Cox, Snell, 1996, Ratnasari, dkk, 2009). Menurut Dobson (1993), Johnson dan Wichern (2007) serta McCullagh dan Nelder (1997) metode estimasi yang digunakan adalah metode maximum likelihood, dengan fungsi likelihood sebagai berikut. n
ℓ (β ) = ∏ π i (Y11 , Y10 , Y01 , Y00 ) i =1
(5)
Pendugaan parameter diperoleh dengan memaksimumkan fungsi likelihood yang secara matematis dapat diperoleh dari logaritma fungsi likelihood yang kemudian disebut log likelihood L(β) = ln[ℓ(β)] . Untuk mencari nilai β, maka fungsi
3
likelihood L(β) diturunkan terhadap β0 dan β1 dan hasilnya disamakan dengan nol yang kemudian diperoleh persamaan baru yang disebut persamaan likelihood. Standat deviasi diperoleh dari turunan kedua fungsi log natural likelihood yang disamakan dengan nol. Karena persamaan likelihood tidak linier, maka untuk memperoleh nilai dugaan harus dilakukan iterasi newton raphson. Untuk mengetahui parameter dalam model berpengaruhi secara signifikan atau tidak, dilakukan pengujian parameter secara individu dan serentak. Menurut Hosmer and Lemeshow (1989), pengujian individu untuk masing-masing parameter bisa diuji menggunakan uji Wald dengan uji hipotesis sebagai berikut. H0 : βrs=0 H1 : βrs≠0 ; r=1,2 dan s=1,2,…,k
⌢ βrs ⌢ Dengan statistik uji: W = SE(βrs )
(6)
W mengikuti distribusi normal standat, sehingga tolak H0 jika W > Zα/2. Karena derajat bebasnya lebih dari satu maka uji serentak menggunakan metode likelihood ratio test dengan uji hipotesis sebagai berikut. H0 : β11= β12=…= β1k= β21= β22=…= β2k=0 H1 : paling sedikit ada satu βrs ≠0 dengan r=1,2 dan s=1,2,…,k Dengan statistik uji sebagai berikut.
⌢ L(ω) G = −2ln ⌢ L(Ω)
(7)
Dimana, n
L(ω) = ∏ f (yi ; β01 , β02 ) i =1
n
L(Ω) = ∏f (yi ; β) i =1
G mengikuti distribusi Chi-Square sehingga tolak H0 jika G < χα2 ,v dengan v adalah derajat bebas.
4. Ketenagakerjaan Istilah tenaga kerja tidaklah identik dengan angkatan kerja. Tenaga kerja (man power) adalah besarnya bagian dari penduduk yang dapat diikutsertakan dalam proses ekonomi. Badan Pusat Statistik (BPS) mengambil kelompok umur 15 tahun keatas sebagai kelompok penduduk usia kerja. Definisi angkatan kerja (labor force) di Indonesia, adalah penduduk berumur 15 tahun keatas yang secara aktif melakukan kegiatan ekonomi, terdiri dari penduduk yang bekerja, mempunyai pekerjaan tetap tetapi sementara tidak bekerja dan tidak mempunyai pekerjaan sama sekali tetapi mencari pekerjaan secara aktif . Bekerja adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan seseorang dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan paling sedikit satu jam secara tidak terputus setiap hari selama seminggu (Mantra, 2000). Selain bekerja diberbagai sektor, angkatan kerja yang bekerja mempunyai jam kerja yang bervariasi. Dalam istilah BPS dikenal dengan jam
4
kerja normal dan tidak normal. Jam kerja normal jika 35 jam atau lebih setiap minggu dan tidak normal jika kurang dari 35 jam perminggu. Bouer mengatakan bahwa penentuan utama yang mempengaruhi pembangunan ekonomi adalah bakat, kemampuan, kualitas, kapasitas dan kecakapan, sikap, adat istiadat, nilai, tujuan dan motivasi serta struktur politik dan lembaga. Sedangkan Fei-Renis berasumsi bahwa: 1) kelebihan tenaga kerja dari sektor pertanian dapat ditarik tanpa mengurangi output, dan 2) realokasi tenaga kerja akan menciptakan surplus dibidang pertanian dan akan menciptakan dan untuk investasi. Dua asumsi tersebut selanjutnya dikenal dengan surplus labor theory (Suryana, 2000). Berdasarkan pada teori alokasi waktu menurut Becker (1991) dan Tansel (2001), partisipasi tenaga kerja perempuan merupakan gabungan proses dari rumah tangga, alokasi waktu pekerjaan rumah, pekerjaan diluar rumah dan waktu luang untuk pribadi. Sehingga tingkat partisipasi tenaga kerja perempuan ditinjau dari jam kerja dapat dituliskan sebagai berikut: Y1 = f(Xi,Zj ) Dengan Y1 = tingkat partisipasi tenaga kerja Xi = variabel-variabel karakter individu dan rumah tangga Zj = variabel-variabel kondisi pasar tenaga kerja Secara individu, tingkat partisipasi ekonomi perempuan dapat dilihat dari partisipasi ekonomi perempuan dan jam kerja yang dipengaruhi peningkatan pendidikan, latar belakang keluarga dan umur yang dapat diestimasi dengan regresi logistik dengan jam kerja merupakan jumlahan dari variabel-variabel prediktornya, secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut: Y2 = f(Ak,Bl) Dimana Y2 = jam kerja Ak = variabel-variabel latar belakang keluarga Bl = variabel-variabel lingkungan keluarga (Evans and Kelley, 2007).
5. Faktor-Faktor Penentu Faktor-faktor penentu yang mempengaruhi partisipasi ekonomi perempuan sesuai dengan penelitian terdahulu dapat diuraikan dalam skema antara variabel-variabel seperti Gambar 1. Dari Gambar 1 dapat dilihat bahwa partisipasi ekonomi perempuan berhubungan dengan jam kerja dan dipengaruhi oleh umur, pendidikan, status perkawinan, kemiskinan, tempat tinggal, keinginan untuk bekerja dan status keanggotaan dalam rumah tangga sesuai penelitianpenelitian yang telah dilakukan sebelumnya.
5
Gambar 1 Proposisi antara variabel dalam penelitian
pendidikan
umur Sheran 2006 Ratnasari 2009 Evans dan Kelley 2007
Ratnasari 2009 Bukit and Bakit dalam Fadah 2004 Shera 2006 Evans dan Kelley 2007
Kemiskinan
Status perkawinan Ratnasari 2009 Bukit and Bakit dalam Fadah 2004 Shera 2006 Evans dan Kelley 2007 Lee 2007 Eliana dan Ratina 2007 Eliana dan Retina 2007 Evans dan Kelley 2007 Purwaningsih dan Murtiningsih 2006
Eliana dan Retina 2007 Ratnasari 2009 Kodiran 2001 Evans dan Kelley 2007 Fadah dan Yuswanto 2004 Purwaningsih dan Murtiningsih 2006 Kodiran 2001
Evans dan Kelley 2007 Purwaningsih dan Murtiningsih 2006
PARTISIPASI EKONOMI
Ratnasari 2009 Bukit and Bakit dalam Fadah 2004
JAM KERJA
Purwaningsih dan Murtiningsih 2006
Eliana dan Ratina 2007
T.Tinggal
Evans dan Kelley 2007
Evans dan Kelley 2007
Keinginan bekerja
Status keanggotaan dlm RT
6.
Data Variabel-variabel yang digunakan sebagai variabel penelitian mengacu pada kuesioner Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang diselenggarakan oleh Badan Pusat Statistika (BPS) Jawa Timur tahun 2009 dengan unit pengamatan individu dengan total responden 107.057 responden. Data yang digunakan dibatasi khusus angkatan kerja perempuan usia kurang dari 65 tahun, hal ini mengacu pada hasil penelitian Kelly and Evans (2002) yang menghasilkan tingkat partisipasi angkatan kerja usia 65 tahun sampai 69 tahun tidak pernah lebih dari 5 persen sehingga tidak terlalu mempengaruhi keterlibatan angkatan kerja. 7. Diskripsi karakteristik Setelah dilakukan screening atau penyaringan data, dari total responden, 51,05 persen adalah perempuan. Sedangkan perempuan yang merupakan angkatan kerja sebesar 67,39 persen. Namun tidak semua angkatan kerja perempuan tersebut bekerja, 44,02 persen diantaranya tidak bekerja dan 1,47 persen yang lainnya bekerja namun seminggu terakhir sebelum dilakukan survey tidak melakukan pekerjaan dan tidak tercatat data banyaknya jam kerja. Sehingga hanya 54,51 persen yang bekerja hingga waktu survey. Persentase partisipasi ekonomi perempuan berdasarkan lapangan kerja dan jam kerja dapat dilihat dalam gambar 2.
6
Gambar 2. Persentase Perempuan Bekerja Sesuai Lapangan Kerja dan Jam Kerja
Umur
Tabel 2. Persentase Karakteristik Partisipasi Perempuan Lapangan Kerja (%) Jam Kerja (%) Variabel Non tdknorma Pertanian total Normal pertanian l 15-24 23.43 76.57 100 61.32 38.68 25-49 36.68 63.32 100 56.83 43.17 50-64 49.89 50.11 100 48.72 51.28
total 100 100 100
Tingkat pendidikan
tidak sekolah SD-SMP SMA PT
62.74 40.94 6.68 1.15
37.26 59.06 93.32 98.85
100 100 100 100
42.61 54.84 72.13 70.03
57.39 45.16 27.87 29.97
BLT
BLT Non BLT
58.45 30.97
41.55 100 69.03 100
45.65 58.95
54.35 100 41.05 100
Tempat tinggal
Perkotaan Pedesaan
10.03 58.30
89.97 100 41.70 100
70.33 44.84
29.67 100 55.16 100
Status Perkawinan
Belum kawin Kawin Cerai
11.92 41.53 40.12
88.08 100 58.47 100 59.88 100
70.75 53.25 55.81
29.25 100 46.75 100 44.19 100
Keinginan Kerja
Ya Tidak
38.78 38.25
61.22 100 61.75 100
40.31 55.72
59.69 100 44.28 100
38.16 38.27
61.84 100 61.73 100
56.62 55.35
43.38 100 44.65 100
Keanggotaan Kepala RT RT bukan KRT
7
100 100 100 100
Berdasarkan lapangan pekerjaan dan jam kerja, karakteristik perempuan di Jawa Timur sesuai data Susenas tahun 2009 sebagaimana Tabel 2 yang menunjukkan bahwa semakin muda usia perempuan, dia akan cenderung bekerja di sektor non pertanian dengan jam kerja normal. Begitu juga sebaliknya, semakin tua usia perempuan tersebut, cenderung bekerja di sektor pertanian dengan jam kerja yang tidak normal. Secara detail, usia muda yaitu 15 sampai 24 tahun, dalam hal ini usia belajar, lebih dominan bekerja di sektor non pertanian dengan jam kerja normal. Usia produktif, 25 sampai 49 tahun, sama dengan usia muda yaitu lebih banyak yang bekerja disektor nonpertanian dengan jam kerja normal namun kecenderungannya lebih rendah. Sedangkan usia lanjut, 50 sampai 64 tahun, hampir seimbang antara yang bekerja di sektor pertanian maupun non pertanian dan juga jam kerja normal maupun tidak normal. Dari segi pendidikan, semakin tinggi tingkat pendidikan seorang perempuan dia akan cenderung bekerja di sektor non pertanian dengan jam kerja normal. Perempuan yang tidak berijazah formal lebih banyak bekerja disektor pertanian dengan jam kerja tidak normal, perempuan yang berijazah sekolah dasar (SD dan SMP), hampir setengah bekerja disektor pertanian dengan jam kerja tidak normal, namun perempuan yang berpendidikan lebih tinggi yaitu SMA maupun perguruan tinggi hampir semuanya bekerja disektor nonpertanian dengan jam kerja normal. Kalau kita perhatikan lebih detail, hanya satu persen dari perempuan yang berpendidikan perguruan tinggi yang bekerja di sektor pertanian. Perempuan yang berasal dari keluarga penerima BLT lebih banyak bekerja di sektor pertanian dengan jam kerja yang tidak normal sedangkan perempuan yang berasal dari keluarga bukan penerima BLT lebih banyak bekerja di sektor nonpertanian dengan jam kerja normal. Hampir semua perempuan yang bertempat tinggal dikota bekerja disektor non pertanian dengan jam kerja normal sedangkan yang bertempat tinggal di desa lebih setengah dari mereka bekerja disektor pertanian dengan jam kerja tidak normal. Dilihat dari status perkawinan, hampir semua perempuan yang belum kawin bekerja disektor nonpertanian dengan jam kerja normal. Sedangkan perempuan yang kawin dan perempuan yang cerai lebih setengah dari mereka bekerja disektor nonpertanian dengan jam kerja normal pula. Lebih setengah dari perempuan yang punya keinginan kerja atau tidak sama-sama bekerja di sektor non pertanian. Namun untuk jam kerja, perempuan yang punya keinginan bekerja, lebih dari setengah diantaranya bekerja dengan jam kerja tidak normal dan lebih setengah dari perempuan yang tidak ingin untuk bekerja, bekerja dengan jam kerja normal. Tidak seperti yang diperkirakan oleh penulis, ternyata secara diskriptif ditunjukkan bahwa keanggotaan dalam rumah baik sebagai kepala rumah tangga atau anggota rumah tangga mempunyai kecenderungan yang sama yaitu bekerja di sektor non pertanian dengan jam kerja normal.
8. Pemodelan Regresi Logistik Biner Univariat Pengujian secara Parsial Analisis regresi logistik biner univariat pada partisipasi ekonomi perempuan di Jawa Timur secara parsial sebagaimana dalam Tabel 3. Untuk mengetahui seberapa besar kecenderungan variabel independent terhadap terhadap lapangan kerja atau terhadap jam kerja, dapat dilihat dari odds ratio atau rasio
8
kecenderungan dimana dalam Tabel 3 ditulis dengan Exp(β). Secara lengkap untuk masing-masing variabel dijelaskan berikut ini. Tabel 3 Analisis Regresi Logistik Biner Univariat secara parsial Lapangan Kerja Jam Kerja Variabel β exp(β) β exp(β) Umur constant 1.184* - 0.461* 3.269 0.631 25-49 0.186* - 0.638* 0.528 1.204 50-64 - 1.180* 0.512* 0.307 1.668 tinggkat constant - 0.521* 0.298* 0.594 1.347 pendidikan SD-SMP - 0.492* 0.888* 2.430 0.612 SMA 3.158* - 1.249* 23.514 0.287 PT 4.977* - 1.147* 145.002 0.318 BLT constant - 0.341* 0.175* 0.711 1.191 Non BLT - 0.537* 1.143* 3.136 0.585 Tempat constant 2.194* - 0.863* 8.972 0.422 tinggal Pedesaan - 2.529* 1.070* 0.080 2.915 Status constant - 0.883* 2.000* 7.390 0.413 perkawinan Kawin 0.753* - 1.658* 0.191 2.124 Cerai - 1.599* 0.650* 0.202 1.915 Keinginan constant 0.457* 0.393* 1.579 1.481 bekerja Tidak - 0.623* 0.022 1.023 0.537 keanggotaan constant 0.483* - 0.267* 1.620 0.766 dalam RT bukan KRT - 0.005 0.995 0.055 1.057 Keterangan : *Signifikan pada α = 5% Umur berpengaruh signifikan terhadap lapangan kerja. Jika variabel lain dalam model diasumsikan konstan kecuali variabel umur, maka perempuan pada kelompok umur 25-49 tahun mempunyai resiko bekerja disektor non pertanian 0,528 kali kelompok umur 15-24 tahun dan kelompok umur 50-64 tahun mempunyai resiko bekerja disektor non pertanian 0,307 kali kelompok umur 1524 tahun. Dengan kata lain, perempuan pada kelompok umur 25-49 tahun mempunyai resiko bekerja disektor pertanian 1,894 kali kelompok umur 15-24 tahun dan kelompok umur 50-64 tahun mempunyai resiko bekerja disektor non pertanian 3,257 kali kelompok umur 15-24 tahun. Umur juga berpengaruh signifikan terhadap jam kerja. Jika variabel lain dalam model diasumsikan konstan kecuali variabel umur, maka perempuan kelompok umur 25-49 tahun mempunyai resiko bekerja dengan jam kerja kurang dari 35 jam perminggu adalah 1,204 kali kelompok umur 15-24 tahun. dan perempuan kelompok umur 50-64 tahun mempunyai resiko bekerja dengan jam kerja kurang dari 35 jam perminggu adalah 1,668 kali kelompok umur 15-24 tahun. Pendidikan berpengaruh signifikan terhadap lapangan kerja dan juga jam kerja. Jika variabel lain dianggap konstan kecuali pendidikan, maka resiko
9
perempuan bekerja di sektor non pertanian, jika tingkat pendidikan SD-SMP 2,430 kali dibandingkan perempuan yang tidak berpendidikan formal, tingkat pendidikan SMA 23,514 kali perempuan yang tidak berpendidikan formal, dan jika tingkat pendidikan perguruan tinggi lebih besar 154,002 kali dari pada perempuan yang tidak berpendidikan formal. Sedangkan resiko perempuan bekerja dengan jam kerja kurang dari 35 jam perminggu, jika tingkat pendidikan SD-SMP 0,612 kali dibandingkan perempuan yang tidak berpendidikan formal, tingkat pendidikan SMA 0,287 kali perempuan yang tidak berpendidikan formal, dan jika tingkat pendidikan perguruan tinggi lebih besar 0,318 kali dari pada perempuan yang tidak berpendidikan formal. Dengan kata lain, resiko perempuan bekerja dengan jam kerja 35 jam atau lebih perminggu, jika tingkat pendidikan SD-SMP 1,634 kali dibandingkan perempuan yang tidak berpendidikan formal, tingkat pendidikan SMA 3,484 kali perempuan yang tidak berpendidikan formal, dan jika tingkat pendidikan perguruan tinggi lebih besar 3,144 kali dari pada perempuan yang tidak berpendidikan formal. Status rumah tangga berpengaruh signifikan terhadap lapangan kerja dan jam kerja. Jika variabel lain dianggap konstan kecuali status rumah tangga, maka perempuan yang berasal dari keluarga tidak miskin mempunyai resiko bekerja di sektor non pertanian 3,136 kali dibandingkan perempuan yang berasal dari keluarga miskin. Perempuan yang berasal dari keluarga tidak miskin mempunyai resiko bekerja dengan jam kerja kurang dari 35 jam perminggu 0,585 kali dibandingkan perempuan yang berasal dari keluarga miskin. Tempat tinggal berpengaruh signifikan terhadap lapangan kerja dan jam kerja. Jika variabel lain dianggap konstan kecuali tempat tinggal, perempuan yang tinggal di desa mempunyai resiko bekerja disektor nonpertanian 0,08 kali dan resiko bekerja dengan jam kerja kurang dari 35 jam perminggu 2,915 kali dibandingkan perempuan yang tinggal di kota Status perkawinan berpengaruh signifikan tehadap lapangan kerja dan jam kerja. Jika variabel lain dianggap konstan kecuali status perkawinan, maka resiko bekerja disektor nonpertanian dari perempuan kawin adalah 0,191 kali dan perempuan cerai 0,202 kali dibandingkan perempuan yang belum kawin. Dari segi jam kerja, resiko bekerja dengan jam kerja kurang dari 35 jam perminggu untuk perempuan kawin adalah 2,124 kali dan perempuan cerai 1,915 kali dibandingkan perempuan yang belum kawin. Keinginan kerja tidak berpengaruh secara signifikan terhadap lapangan kerja namun berpengaruh signifikan terhadap jam kerja. Jika variabel lain dianggap konstan kecuali keinginan kerja, perempuan yang tidak punya keinginan kerja bekerja mempunyai resiko bekerja dengan jam kerja kurang dari 35 jam perminggu 0,537 kali perempuan yang punya keinginan kerja. Sedangkan Keanggotaan dalam rumah tangga tidak berpengaruh baik terhadap lapangan kerja atau jam kerja. Dari uraian diatas, secara parsial dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap lapangan kerja adalah umur, tingkat pendidikan, status rumah tangga, tempat tinggal dan status perkawinan. Sedangkan yang berpengaruh terhadap jam kerja adalah umur, tingkat pendidikan, status rumah tangga, tempat tinggal, status perkawinan, dan keinginan untuk bekerja.
10
Pengujian secara overall Analisi regresi logistik biner univariat secara overall pada partisipasi ekonomi perempuan di Jawa Timur ditunjukkan dalam Tabel 4. Tabel 4. Analisis Regresi Logistik Biner Univariat secara overall Lapangan Kerja Jam Kerja Variabel β exp(β) β exp(β) Constant 1.718* 5.572 0.165 1.179 Umur 25-49 - 0.095 0.909 - 0.168* 0.845 50-64 - 0.274* 0.760 - 0.027 0.973 tinggkat SD-SMP 0.705* 2.024 - 0.364* 0.695 Pendidikan SMA 10.540 - 0.773* 0.461 2.355* PT 4.194* 66.296 - 0.622* 0.537 BLT Non BLT 0.475* 1.608 - 0.177* 0.838 t.tinggal Pedesaan - 2.111* 0.121 0.829* 2.290 Status Kawin - 0.878* 0.416 0.454* 1.575 Perkawinan Cerai - 0.565* 0.569 0.225* 1.252 Keinginan bekerja Tidak 1.237 - 0.750* 0.472 0.212 keanggotaan RT Bukan KRT - 0.238* 0.788 0.066 1.069 Keterangan : *Signifikan pada α = 5% Berdasarkan Tabel 4 dapat disimpulkan bahwa secara serentak semua faktor mempengaruhi lapangan pekerjaan kecuali keinginan kerja dan semua faktor mempengaruhi jam kerja kecuali keanggotaan rumah tangga. Sehingga dapat ditulis model untuk lapangan kerja π 1 ( x ) dan jam kerja π 2 ( x ). ex p gˆ 1 ( x ) π1 ( x ) = 1 + expgˆ 1 ( x ) exp gˆ 2 ( x ) π2 (x ) = 1 + expgˆ 2 ( x ) Dengan
gˆ1 ( x) = 1, 718 − 0, 274 X 1(2) + 0, 705 X 2(1) + 2, 355 X 2(2) + 4,194 X 2(3) + 0, 475 X 3(1) − 2,111X 4(1) − 0,878 X 5(1) − 0, 565 X 5(2) − 0, 238 X 7(1)
gˆ 2 ( x) = 0,165 − 0,168 X 1(1) − 0,364 X 2(1) − 0, 773 X 2(2) − 0, 622 X 2(3) − 0,177 X 3(1) + 0,829 X 4(1) + 0, 454 X 5(1) + 0, 225 X 5(2) − 0, 750 X 6(1)
Uji korelasi antara lapangan kerja dan jam kerja menunjukkan nilai -0,393 yang berarti terdapat korelasi antara lapangan kerja dan jam kerja, sehingga dalam kasus ini dapat digunakan analisis regresi logistik biner bivariat.
11
9. Kesimpulan Perempuan Indonesia cenderung bekerja di sektor nonpertanian dengan jam kerja 35 jam keatas perminggu. Secara deskriptif, semakin muda usianya, tingkat pendidikan yang semakin tinggi, berasal dari keluarga yang tidak miskin (bukan penerima BLT), tinggal di kota, dan belum menikah, akan meningkatkan kecenderungan perempuan untuk bekerja disektor non pertanian dengan jam kerja 35 jam keatas perminggu. Secara univariat, faktor-faktor yang secara parsial berpengaruh signifikan terhadap lapangan kerja adalah umur, tingkat pendidikan, kemiskinan, tempat tinggal, dan status perkawinan. Namun yang berpengaruh signifikan terhadap jam kerja adalah umur, tingkat pendidikan, kemiskinan, tempat tinggal, status perkawinan dan keinginan bekerja. Secara bersama-sama, faktor-faktor tersebut tetap berpengaruh kecuali keanggotaan dalam rumah tangga yang ikut mempengaruhi lapangan kerja.
12
DAFTAR PUSTAKA Agresti.A. (1990). Categorical Data Analysis, John Wiley and Sons, Inc., New York. Badan Pusat Statistik (2007), Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia februari 2007, Berita Resmi Statistik, No. 28/05/Th. X, 15 Mei 2007, BPS, Jakarta. --------, (2010), Keadaan Ketenagakerjaan Jawa Timur februari 2010, Berita Resmi Statistik, No. 29/05/35/Th. VIII, 10 Mei 2010, BPS provinsi Jawa Timur. Berik, G. dan Bilginsoy, C. (2000), “Tipe of Work Matters: Women’s Labor Force Participation and The Child Sex Ratio in Turkey”, World Development, Vol.28, No.5, Hal.861-878. Casella, G. and Berger, R.L. (2002), Statistik Inference, Duxbury Thomson Learning, USA Cox, D.R. and Snell, E.J. (1996), Analysis of Binary Data, Chapman dan Hall, London. Dobson, A.J. (1993), An Introduction To Generalized Linear Models, Chapman And Hall Medical, London. Eliana, N. dan Ratina, R. (2007), Factor-Faktor yang Mempengaruhi Curahan Waktu Kerja Wanita pada PT. Agricinal Kelurahan Bentuas Kecamatan Palaran Kota Samarinda, EPP, vol.4 no.2, 2007, 8-14. Evans, M.D.R., and Kelley, J. (2007), Trends in Women’s Labor Force Participation in Australia: 1984 – 2002, Social Science Research 37 (2008) 287-310. Fadah, I dan Yuswanto, I.B. (2004), Karakteristik Demografi dan Sosial Ekonomi Buruh Wanita Serta Kontribusinya terhadap Pendapatan Keluarga, Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol.6, no.2, September 2004, 137-147. Hosmer, D.W and Lemeshow, S. (1989), Applied Logistic Regression, John Wiley and Sons, Inc., New York. Johnson, R.A and Winchern, D.W. (2007), Applied Multivariate Statistical Analysis, Prentice Hall, United Stated. Kodiran, dkk. (2001), Peningkatan Partisipasi Wanita dan Pengembangan Hubungan Industrial yang berwawasan Gender di Kawasan Timur Indonesia (KTI), Jurnal Penelitian VII/3. Lee, B.S., Jang,S. and Sakar, J. (2007), “Women’s Labor Force Participation and Marriage: The Case of Korea”, Journal of Asian Economics, Vol. 19, hal. 138-154. Mantra, I. B. (2000), Demografi Umum, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. McCullagh, P. and Nelder, J.A. (1997), Generalized Linier Models, second edition, Chapman and Hall, London. Purwaningsih, Y. dan Murtiningsih (2006), Determinan Jam Kerja para Pekerja di Propinsi Jawa Tengah, Empirika, Vol. 19, No.1 Ratnasari, V., Zain, I., dan Salamah, M. (2009), Pemetaan Potensi Ekonomi Perempuan pada Rumah Tangga Miskin (RTM) dan Bukan RTM, Lembaga Penelitian Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Sheran, M. (2006), The Career and Family Choices of Women: A Dynamic Analysis of Labor Force Participation, Schooling, Marriage, and Fertility Decisions, Review of economic dynamics, Vol.10, no. 367-399.
13