5. PERANCANGAN MODEL MANAJEMEN RISIKO PADA INVESTASI AGROINDUSTRI 5.1 Pemodelan Sistem Pelaku utama dalam agroindustri lada putih adalah petani, pengolah, pedagang dan eksportir, pemerintah pusat, pemerintah daerah, asosiasi, lembaga keuangan, serta lembaga penelitian. Kebutuhan pelaku tertera pada Tabel 18. Tabel 18. Analisa Kebutuhan No
Pelaku
Aspek
Kebutuhan
1
Petani
Bahan Baku
Ketersediaan sarana produksi pertanian Ketersediaan benih unggul Ketersediaan teknologi budidaya Pelatihan dan Pendampingan Informasi harga Respon harga terhadap peningkatan mutu produk Kondisi jaringan jalan usahatani Kebijakan adopsi dan diseminasi teknologi Suku bunga yang rendah Skim pendanaan yang sesuai Pinjaman Peningkatan peran institusi ekonomi Bahan baku sesuai standar Ketersediaan alat perontok, alat pengupas, alat pengering, dan alat sortasi lada Pelatihan dan pendampingan Pemasaran yang terintegrasi Informasi harga Respon harga terhadap peningkatan mutu produk Kondisi jaringan jalan usahatani Infrastruktur energi Iklim usaha Kebijakan peningkatan investasi Kebijakan pengembangan jaringan usaha Kebijakan pemberdayaan UKM Suku bunga yang rendah Skim pendanaan yang sesuai Pinjaman Peningkatan peran institusi ekonomi di daerah Mutu produk yang sesuai persyaratan Informasi harga Iklim usaha Kebijakan peningkatan investasi Kebijakan pengembangan jaringan usaha Suku bunga yang rendah Pinjaman Model pengembangan rantai nilai Model pendanaan Dukungan penguatan kelembagaan Kebijakan pengembangan jaringan usaha Kebutuhan pendanaan Dukungan penjaminan pemerintah daerah Informasi kelayakan investasi agroindustri Informasi dan perilaku risiko investasi agroindustri Informasi model proses adopsi teknologi
Teknologi Pemasaran Infrastruktur Kebijakan Pendanaan
2
Agroindustri
Kelembagaan Bahan Baku Teknologi Pemasaran Infrastruktur Kebijakan
Pendanaan
3
Pedagang dan Eksportir
Kelembagaan Produk Pemasaran Kebijakan Pendanaan
4
Pemerintah
5
Asosiasi
6
Lembaga keuangan
Klaster Komoditas Pendanaan Kelembagaan Kebijakan Pendanaan
7
Lembaga Penelitian
Teknologi
97
Agroindustri memiliki kebutuhan dalam proses pengadaan aset pencipta daya saing yaitu sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya teknologi, sumberdaya finansial, dan sumberdaya informasi.
Pedagang dan eksportir
memiliki kebutuhan pendanaan dan dukungan kebijakan yang berfungsi dalam mengatur dan mendukung proses pengembangan agroindustri. Pemerintah memiliki kebutuhan dalam bentuk ketersediaan data dan informasi tentang model pengembangan agroindustri lada.
Melalui hal ini,
pemerintah dapat menetapkan kebijakan dan menyediakan dukungan fasilitas yang sesuai. Bagi lembaga keuangan, dukungan akan diberikan dalam bentuk pendanaan. Oleh karena itu dibutuhkan informasi kelayakan investasi, serta jenis dan perilaku risiko.
Bagi lembaga penelitian, dukungan bagi pengembangan
agroindustri lada akan diberikan dalam bentuk penyediaan dan diseminasi teknologi yang sesuai kebutuhan. Pengembangan agroindustri diharapkan dapat meningkatkan pencapaian mutu, pangsa pasar, keuntungan, dan keberlanjutan. Dalam proses pencapaian tersebut, pelaku dihadapkan pada keterbatasan kepemilikan asset, yaitu teknologi, pengetahuan dan ketrampilan, informasi pasar, infrastruktur perekonomian perdesaan, dan modal, yang dibutuhkan bagi penciptaan daya saing. Sebagai akibatnya proses peningkatan mutu, proses pencapaian efisiensi biaya, dan proses peningkatan keberlanjutan, tidak berjalan optimal. Oleh karena itu diperlukan investasi
yang
memungkinkan
pelaku
untuk
melakukan
pengembangan
agroindustri. Membangun kemandirian untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat lokal, bagi setiap kabupaten/kota khususnya dan propinsi merupakan keharusan dan tuntutan semua elemen dalam melaksanakan semangat UU 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Salah satu cara mencapainya dapat melalui pengembangan ekonomi berbasis komoditas unggulan sebagai suatu instrumen kebijakan. ekonomi
daerah
Hal ini bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan
yang
kesejahteraan masyarakat.
pada
akhirnya
berdampak
kepada
peningkatan
Lada putih sebagai komoditas unggulan daerah
diharapkan dapat berperan sebagai penggerak utama (prime mover) dalam pembangunan ekonomi daerah. 98
Akar permasalahan utama rendahnya kinerja agroindustri adalah keterbatasan sumberdaya finansial. Agroindustri pada sebagian besar komoditas didominasi UKM. Isu dominan yang muncul dalam pembiayaan UKM antara lain unit usaha dianggap tidak layak secara bisnis, kurang informasi, tidak memiliki agunan, agunan yang ada tidak mencukupi, serta berbagai permasalahan legalitas. Pada kegiatan agroindustri sebagai sebuah kegiatan ekonomi yang berbasis pertanian, hal ini diperburuk oleh tingginya risiko yang dihadapi dalam proses produksi. Berbagai upaya untuk menumbuhkembangkan agroindustri terlihat dari komitmen pemerintah melalui peningkatan peran perbankan dalam kegiatan investasi dan pembiayaan. Pada penerapannya hal ini masih terkendala pada permasalahan usaha yang umumnya masih masuk dalam kategori belum bankable, terutama dikaitkan dengan ketentuan prudential banking yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Investasi merupakan langkah strategis dalam proses pengembangan agroindustri lada putih. Melalui kegiatan investasi dimungkinkan tersedianya aset daya saing dan penerapan proses penciptaan daya saing. Kedua hal ini akan menentukan pengembangan agroindustri dalam proses pencapaian pencapaian mutu dan mutu produk yang optimal. Mengingat lada merupakan komoditas ekspor, maka pencapaian kuantitas dan mutu ini akan menentukan juga pasar pangsa lada di pasar dunia. Pencapaian kinerja ini memberikan keuntungan yang signifikan yang dapat digunakan sebagai sumber pendanaan bagi kegiatan investasi selanjutnya. Keputusan dalam kegiatan investasi dipengaruhi oleh risiko yang melekat pada kegiatan tersebut. Hal ini menyebabkan diperlukan adanya pengelolaan risiko yang dilakukan secara menyeluruh dan berkelanjutan. Pengelolaan risiko memungkinkan sumberdaya dapat tersedia secara memadai, proses produksi pada sistem agroindustri berjalan dengan baik, serta produk yang dihasilkan dapat memenuhi kebutuhan konsumen. Melalui pengelolaan risiko dan penyediaan aset penciptaan daya saing, maka diharapkan akan terjadi pencapaian kuantitas dan mutu produk yang optimal. Diagram lingkar sebab akibat dari berbagai fenomena yang terjadi pada sistem agroindutri tersebut tertera pada Gambar 27.
99
Gambar 27. Diagram Lingkar Sebab Akibat
Diagram input output pada sistem manajemen risiko investasi agroindustri disajikan pada Gambar 28. Sistem manajemen risiko pada investasi agroindustri lada memungkinkan terjadinya pemanfaatan input terkendali untuk mencapai tujuan terjadinya investasi. Melalui kegiatan investasi ini maka diharapkan akan tercapai peningkatan kuantitas dan mutu produk yang pada akhirnya akan meningkatkan daya saing.
Melalui sistem manajemen risiko pada investasi
agroindustri diharapkan akan mampu menjalankan transformasi input menjadi output yang diharapkan.
Sistem yang berjalan dengan baik diharapkan akan
meningkatkan daya tarik investasi, terhindarnya penahanan produk pada pasar dunia, dan pencapaian efisiensi yang dinyatakan dalam bentuk biaya.
100
Gambar 28. Diagram Input Output
5.2 Sistem Penunjang Keputusan Manajemen Risiko pada Investasi Agroindustri Sistem Penunjang Keputusan Sistem Manajemen Risiko Terpadu pada Investasi Agroindustri dengan nama SMART INVEST, terdiri dari empat subsistem yaitu; subsistem manajemen basis data, subsistem manajemen basis model, subsistem pengolahan terpusat, dan subsistem manajemen dialog (Gambar 29).
Uraian deskripsi, kebutuhan hardware dan software, prosedur instalasi,
struktur program, serta prosedur pengoperasian tertera pada Lampiran 5. SPK ini merupakan SPK dengan tipe model driven yang memungkinkan dilakukan analisis dan simulasi. SPK ini menggunakan data input dan data hasil analisis yang disediakan oleh pembuat keputusan untuk membantu para pengambil keputusan dalam menganalisis.
Terdapat sebelas jenis data yaitu:
bobot pakar, bobot komponen risiko, tingkat keparahan, tingkat kejadian, tingkat pendeteksian, nilai kerentanan (vulnerability), kemampuan pengelolaan risiko, 101
bobot instrumen pengelolaan risiko, nilai bobot kelompok risiko, input analisis finansial, serta nilai indikator peubah.
Gambar 29. Kerangka Sistem Penunjang Keputusan Manajemen Risiko pada Investasi Agroindustri
Subsistem manajemen basis data, melalui subsistem pengolahan terpusat, terkoneksi dengan model perhitungan yang digunakan di dalam SPK ini. Sumber data untuk permodelan ini berasal dari sub-sistem manajemen basis data, dimana hasil dari perhitungan pemodelan akan disimpan kembali ke sub-sistem ini. Basis model berisi model kuantitatif yang berfungsi untuk mengelola model agar dapat digunakan untuk melakukan analisis dan perhitungan komputatif pada proses pengambilan keputusan. Pengelolaan meliputi aktivitas untuk menyimpan, menghubungkan dan mengakses model. Subsistem manajemen basis model terdiri dari delapan jenis model yaitu: Pembobotan Pakar, 102
Pembobotan Komponen Risiko, Penilaian Risiko, Agregasi Nilai Risiko, Analisis Kapasitas Pengelolaan Risiko, Analisis Instrumen Pengeloaan Risiko, Analisis Finansial, dan Simulasi Kelayakan Investasi. Sistem pengolahan terpusat adalah koordinator dan pengendali dari operasi SPK secara menyeluruh dan berfungsi menjaga keterkaitan antar sistem yang ada. Sistem ini menerima masukan basis data, basis model dan manajemen dialog dalam bentuk baku serta menghasilkan keluaran sistem yang dikehendaki. Sistem manajemen dialog adalah bagian sistem penunjang keputusan yang berkomunikasi langsung dengan pengguna. Sistem ini berfungsi menerima masukan dan memberi keluaran yang dikehendaki oleh pengguna. Pengguna SPK, yaitu pelaku sistem komoditas lada, investor, dan pemerintah, dapat menggunakan SPK melalui media berupa grafik atau interface pengguna konvensional melalui sub sistem manajemen dialog. Pelaku pada sistem komoditas lada, investor, dan pemerintah merupakan pengguna SPK.
Bagi investor, SPK dapat memberikan gambaran mengenai
kelayakan investasi dan pengaruh risiko terhadap kelayakan investasi.
Bagi
pelaku pada sistem komoditas lada, SPK dapat memberikan gambaran nilai risiko dan pengelolaan risiko terpadu.
Bagi pemerintah, SPK dapat memberikan
panduan dalam penyusunan instrumen pengelolaan risiko sebagai bentuk dukungan fasilitas dari pemerintah dan stakeholder lain.
5.3 Identifikasi Risiko Keberhasilan pengembangan agroindustri berbasis alat dan mesin pertanian dipengaruhi oleh aspek kelembagaan pasca panen, aspek teknis, aspek ekonomi, aspek sosial, dan aspek ergonomis (Ditjen PPHP 2007). Pada aspek agroindustri, fokus analisis risiko adalah perihal yang berkaitan dengan aspek teknis, sedangkan aspek kelembagaan dianalisis pada bagian terpisah. Identifikasi risiko pada agroindustri lada dilakukan dengan menganalisis risiko berdasarkan sumbernya. Risiko tersebut terdiri dari risiko akibat kegagalan perangkat keras (hardware failure), kegagalan perangkat lunak (software failure), kegagalan kelembagaan (organizational failure), dan kegagalan sumberdaya manusia (human failure) (Haimes 2009) dalam kaitannya dengan pencapaian 103
parameter mutu yang terdapat pada SNI 01-0004-1995, ISO 959-2, dan Standar Mutu IPC. Berdasarkan sifat produk yang dihasilkan, risiko pada agroindustri lada dipengaruhi oleh risiko yang terjadi pada rantai sebelumnya.
Hal ini
menunjukkan adanya transmisi risiko pada rantai nilai komoditas lada. Oleh karena itu diperhitungkan risiko pada aspek budidaya dan pemasaran. Identifikasi pada aspek lain dilakukan dengan menggunakan risiko pada konsep pertanian (Miller et al. 2004), agribisnis (Angelucci dan Conforti 2010), atau rantai pasok (Kim et al. 2004). Terdapat enam jenis risiko merupakan penambahan jenis risiko berdasarkan sifat spesifik dari sistem komoditas yang menjadi obyek kajian. Risiko tersebut yaitu risiko lokasi lahan dan risiko daya dukung lingkungan pada aspek budidaya, risiko Indikasi Geografis, risiko subtitusi produk, dan risiko persaingan pada aspek pemasaran, serta risiko ketergantungan antar pelaku pada aspek kelembagaan. Identifikasi risiko dapat dilihat dari bagaimana struktur dan dinamika rantai nilai pada suatu komoditas. Hal ini didasarkan kepada kondisi dimana kinerja rantai nilai sistem komoditas dipengaruhi struktur dan dinamika rantai nilai. Risiko sistem komoditas lada terdiri dari risiko pada aspek agroindustri, budidaya, pemasaran, kelembagaan, dan finansial (Gambar 30).
Gambar 30. Taksonomi Risiko Investasi Agroindustri Lada 104
Risiko pada aspek agroindustri adalah tidak tercapainya standar mutu lada putih. Standar mutu tersebut antara lain dinyatakan dengan: warna, kadar air, kerapatan massa, lada berjamur, lada enteng, lada berjamur, escherichia coli, serta salmonella, lada terserang serangga, kotoran mamalia, kandungan lada hitam, lada enteng, dan kandungan bahan asing.
Bentuk kegagalan dan dampak
kegagalan pada agroindustri tertera pada Tabel 19. Tabel 19. Risiko pada Aspek Agroindustri Nama Risiko 1. Lada tercampur 2. Lada keabu-abuan 3. Kontaminasi perendaman 4. Lada pecah 5. Kontaminasi pencucian 6. Kadar air
7. Serangga ditemukan 8. Kotoran 9. Jamur
10. Aroma 11. Kadar atsiri
Bentuk Kegagalan (Failure Mode) Mesin perontok: alat pemisah tidak bekerja dengan baik Metode perendaman: lama perendaman tidak sesuai dengan kekerasan kulit buah Air: air yang digunakan dalam perendaman tidak bersih dan tanpa penggantian air Mesin pengupas: ukuran alat pemisah tidak sesuai dengan ukuran lada Air: air yang digunakan untuk pencucian tidak bersih dan tidak mengalir Alat Pengering Bak: pemanas tidak bekerja optimal Metode pengeringan: pengeringan tidak dilakukan dalam beberapa tahap Pengendalian suhu: suhu melebihi 60oC. Metode Penjemuran: penjemuran pada ruang terbuka tanpa rak penjemuran Metode Penjemuran: penjemuran pada ruang terbuka tanpa rak penjemuran Metode Pengeringan: Kadar air setelah pengeringan masih tinggi Ruang penyimpanan: ruang penyimpanan tidak disertai dengan ventilasi yang baik Metode Penyulingan: tidak sesuai prosedur. Alat suling: alat suling tidak dapat mengekstrak dengan optimal Metode Penyulingan: tidak sesuai prosedur.
Dampak Kegagalan (Failure Effect) Buah lada tercampur dengan tangkai lada Lada berwarna Keabu-Abuan Kontaminasi buah lada dengan e coli atau salmonella Penurunan Aroma Lada Lada Pecah Kontaminasi buah lada dengan e coli atau salmonella Kadar air lebih tinggi dari yang dipersyaratkan
Serangga ditemukan Kotoran ditemukan Biji lada terkena serangan jamur
Aroma lada berkurang Kadar Atsiri rendah
105
Risiko yang terjadi pada setiap tahapan pengolahan adalah: (1) tahap perontokan: lada tercampur, (2) tahap perendaman:
lada
keabu-abuan,
kontaminasi, (3) tahap pengupasan: lada pecah, (4) tahap pengeringan (pengeringan bak dan penjemuran): kadar air, serangga ditemukan, dan kotoran, jamur, (5) tahap sortasi: lada tercampur, serta (6) penyulingan: penurunan aroma, penurunan kadar atsiri.
Penurunan aroma juga terjadi sebagai akibat dari
pencemaran yang terjadi pada tahap perendaman. Risiko yang terjadi pada aspek budidaya yaitu: hama penggerek batang, hama penghisap buah, hama penghisap bunga, penyakit busuk pangkal batang, penyakit kuning, dan penyakit kerdil atau keriting. Selain itu juga terdapat risiko cuaca, lokasi lahan, dan lingkungan. Bentuk kegagalan dan dampak kegagalan pada aspek budidaya tertera pada Tabel 20. Tabel 20. Risiko pada Aspek Budidaya Nama Risiko
Deskripsi
Efek
Transmisi Efek
12. Hama Penggerek Batang
Larva hama penggerek batang merusak cabang dan batang. serangga dewasa menyerang bagian tanaman seperti pucuk, bunga, dan buah.
Serangan penggerek batang menurunkan mutu dan kuantitas produksi Pada tingkat serangan berat, dapat menyebabkan kematian tanaman.
13. Hama Penghisap Buah
Penghisap buah pada stadia nimfa maupun serangga dewasa menghisap cairan buah.
14. Hama Penghisap Bunga
Penghisap bunga pada stadia nimfa maupun dewasa dapat merusak bunga dan tandan bunga.
15. Penyakit Busuk Pangkal Batang
Penyakit busuk pangkal batang disebabkan oleh serangan jamur phytopthora capsici yang dapat menyerang seluruh
Bila menyerang buah muda menyebabkan tandan buah banyak kosong, sedangkan bila menyerang buah tua menyebabkan buah menjadi hampa, kering, dan gugur. Serangan ringan menyebabkan tandan rusak, salah bentuk, dan buah hanya sedikit. Serangan berat menyebabkan seluruh bunga rusak, tangkai hitam, dan gugur sebelum waktunya. Penyakit busuk pangkal batang dapat menyebabkan kematian tanaman dalam waktu singkat. Serangan jamur
Serangan HPT dapat menyebabkan penurunan produktivitas yang secara spesifik akan menurunkan kuantitas buah lada. Hal ini menyebabkan penurunan ketersediaan buah lada yang akan diolah. Kondisi ini akan menyebabkan terjadinya idle capacity yang pada akhirnya akan menyebabkan penurunan tingkat penerimaan.
106
Serangan HPT juga dapat menurunkan mutu buah lada. Hal ini akan menyebabkan terjadinya peningkatan kerusakan biji lada selama pengolahan sehingga menurunkan penerimaan.
Tabel 20 (Lanjutan) Nama Risiko
16. Penyakit Kuning
17. Penyakit Kerdil/ Keriting
18. Cuaca
19. Lokasi lahan
20. Daya Dukung Lingkun gan
Deskripsi
Efek
bagian tanaman. Serangan yang paling membahayakan apabila terjadi pada pangkal batang atau akar. Gejala serangan dini sulit diketahui. Gejala yang tampak seperti kelayuan tanaman menunjukkan serangan telah lanjut. Penyakit Kuning disebabkan oleh tidak terpenuhinya berbagai persyaratan agronomis serta serangan cacing halus (Nematoda). Penyakit ini menyerang akar tanaman lada, ditandai menguningnya daun lada, akar rambut mati, membusuk dan berwarna hitam. Penyakit kerdil/keriting tidak mematikan tanaman tetapi menghambat pertumbuhan tanaman, sehingga menjadi kerdil dan menurunkan produktivitas.
sangat mudah menyebar.
Pertanaman lada membutuhkan iklim dengan curah hujan yang merata sepanjang tahun, Kelembaban udara 7090%, dengan suhu maksimum 340C dan suhu minimum 200C. Lokasi lahan terpencar Jarak Lokasi lahan berjauhan Peraturan pemerintah daerah tentang pembukaan tambang inkonvensional telah menyebabkan perluasan timah rakyat yang sangat cepat.
Transmisi Efek
Luka akibat serangan nematode akan memudahkan terjadinya infeksi jamu F. oxysporum. Selain itu dapat menyebabkan tanaman peka terhadap kekeringan dan kekurangan unsur hara.
Tanaman yang terserang ringan tetap dapat berproduksi tetapi tandan buahnya menjadi pendek, tandan buah tidak penuh, dan ukuran buah lebih kecil. Pada tanaman yang terserang berat, tanaman menjadi sangat kerdil dan tidak berbuah. Curah hujan yang tinggi saat musim pembungaan menyebabkan tanaman lada gagal berbuah.
Kendala teknis operasional
Daya dukung lingkungan yang rendah menyebabkan penurunan produktivitas tanaman
Ketersediaan buah lada
Biaya trasportasi dan waktu pengumpulan buah lada akan menyebabkan peningkatan biaya pengolahan Perubahan lingkungan makro akan menyebabkan penurunan produktivitas sehingga menurunkan ketersediaan buah lada yang akan diolah
107
Risiko risiko cuaca, lokasi lahan, dan lingkungan merupakan risiko yang secara spesifik terjadi pada pengembangan komoditas lada di Kepulauan Bangka Belitung. Perubahan cuaca yang terjadi memberikan pengaruh yang signifikan pada proses pembuahan dan penjemuran lada.
Selain itu lokasi kebun lada
terpencar dengan jarak lokasi kebun yang berjauhan. perkembangan
kebijakan
wilayah,
peraturan
pemerintah
Ditinjau dari sisi daerah
tentang
pembukaan tambang inkonvensional telah menyebabkan perluasan timah rakyat yang sangat cepat yang kemudian berpengaruh terhadap pengembangan areal lada. Hama penggerek batang (Lophobarispiperis) merupakan hama yang paling merugikan. Larvanya menggerek batang dan cabang, yang pada serangan berat dapat menyebabkan kematian tanaman. Serangga dewasa menyerang pucuk, bunga, dan buah sehingga dapat menurunkan produksi dan mutu buah. Hama penghisap bunga (Diconocoris hewetti) pada stadia nimfa maupun dewasa dapat merusak bunga dan tandan bunga. Serangan ringan menyebabkan tandan rusak, salah bentuk, dan buah sedikit, sedangkan serangan berat menyebabkan seluruh bunga akan rusak, tangkai bunga menjadi hitam dan akhirnya bunga gugur sebelum waktunya. Hama ini juga memakan buah muda. Hama penghisap buah (Dasynus piperis) pada stadium nimfa maupun dewasa menghisap cairan buah. Serangan pada buah muda menyebabkan tandan buah banyak yang kosong, sedangkan pada buah tua mengakibatkan buah hampa, kering, dan gugur (IPC 2010; BBPTP 2008; Balittro 2005). Penyakit busuk pangkal batang, yang disebabkan oleh jamur Phytophthora capsici, merupakan penyakit yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan kematian tanaman dalam waktu singkat.
Jamur P.capsici dapat menyerang
seluruh bagian tanaman lada, namun serangan yang paling membahayakan yaitu pada pangkal batang atau akar. Gejala serangan dini sulit diketahui, sedangkan gejala serangan lanjut berupa tanaman layu. Bila dalam kebun terdapat tanaman yang sakit, dalam 1-2 bulan kemudian penyakit akan menyebar ke tanaman di sekitarnya. Penyakit akan lebih cepat menyebar pada musim hujan, terutama pada pertanaman lada yang disiang bersih.
Penyakit kuning banyak dijumpai di
Bangka dan Kalimantan. Penyebabnya sangat kompleks, yaitu nematoda 108
Radopholus similis dan Meloidogyne incognita, jamur Fusarium oxysporum, serta kesuburan dan kelembapan tanah rendah. Serangan nematoda R. similis dan M. incognita berlangsung secara bersamaan. Luka akibat serangan nematoda akan memudahkan infeksi jamur F. oxysporum, serta menyebabkan tanaman peka terhadap kekeringan dan kekurangan unsur hara. Gejalanya penyakit kuning yaitu daun menjadi kuning, kaku tergantung tegak lurus, serta daun sangat rapuh sehingga mudah gugur. Secara bertahap, cabang akan gugur dan akhirnya tanaman gundul. Pada bagian akar, sebagian akar rambut rusak akibat serangan R. similis dan terdapat bintil-bintil akar akibat serangan M. incognita.
Penyakit
kerdil atau keriting disebabkan oleh virus seperti pepper yellow mottle virus (PYMV) dan cucumber mosaic virus (CMV).
Penyakit ini tidak mematikan
tanaman, tetapi menghambat pertumbuhan sehingga tanaman kerdil dan produksi menurun. Penyakit kerdil ditandai dengan munculnya daun-daun muda yang abnormal, berukuran lebih kecil, sering kali bergelombang atau belang. Pada serangan berat, pertumbuhan ruas memendek sehingga tanaman kerdil. Sering pula pertumbuhan cabang menjadi berlebihan dengan daun kecil atau tidak berdaun. Tanaman yang terserang ringan tetap dapat berproduksi, tetapi tandan buah menjadi pendek dan tidak penuh. Ukuran buah lebih kecil dari buah normal. Bila terserang berat, tanaman menjadi sangat kerdil dan tidak berbuah. Tanaman yang telah menunjukkan gejala penyakit ini, walaupun masih dalam stadium ringan, tidak dapat menjadi sumber bibit. Selain oleh serangga vektor (Aphis sp., Planococcus citri, dan Ferrisia sp.), penyakit juga dapat menyebar melalui alat pertanian (IPC 2010; BBPTP 2008; Balittro 2005). Cuaca adalah kondisi udara di suatu tempat pada saat yang relatif singkat, yang meliputi kondisi temperatur, kelembaban dan tekanan. Iklim adalah kondisi udara disuatu wilayah pada periode waktu yang tertentu dan relatif lama. Risiko cuaca terjadi sebagai akibat perubahan curah hujan, suhu, kelembaban, angin. Tanaman lada tumbuh dengan baik pada daerah dengan ketinggian mulai dari 0700 m dpl dengan curah hujan dari 2.000-3.000 mm per tahun, merata sepanjang tahun dan mempunyai hari hujan 110-170 hari per tahun, serta musim kemarau hanya 2-3 bulan per tahun. Kelembaban udara 70-90% selama musim hujan,
109
dengan suhu maksimum 340C dan suhu minimum 200C. Perubahan pada kondisi tersebut akan mengakibatkan tidak optimalnya produksi dan mutu lada. Pemerintah daerah Bangka Belitung telah mengeluarkan peraturan daerah tentang pembukaan tambang inkonvensional. Hal ini menyebabkan perluasan tambang timah rakyat yang sangat cepat, sehingga menyebabkan berkurangnya ekosistem hutan.
Pengurangan ekosistem hutan menyebabkan terjadinya
ketidakseimbangan sistem alam, yang pada akhirnya menurunkan daya dukung lingkungan terhadap pertanamana lada. Lokasi pertanaman lada menyebar pada areal pertanian yang ada. Pertanaman lada pada suatu hamparan sangat jarang dijumpai.
Akibat yang
ditimbulkan dari kondisi ini terhadap agroindustri lada yaitu adanya sebaran konsentrasi buah lada yang akan diolah, sehingga diperlukan waktu dan biaya transportasi yang semakin besar. Risiko harga merupakan risiko dalam aspek pemasaran yang memberikan pengaruh penting dalam pengembangan komoditas (Angelucci dan Conforti 2010; Miller 2004). Dalam konteks pengembangan komoditas lada putih, maka risiko pada aspek pemasaran juga meliputi risiko indikasi geografis, subtitusi produk, persaingan. Risiko tersebut merupakan isu dominan yang terjadi dalam sistem komoditas lada putih.
Bentuk kegagalan dan dampak kegagalan pada aspek
pemasaran tertera pada Tabel 21. Risiko harga terjadi sebagai akibat perubahan harga lada secara tajam. Ketidakpastian dalam perkembangan harga akan mempengaruhi keputusan para pelaku ekonomi dalam melakukan perencanaan kegiatan produksi, konsumsi, dan distribusi. Penurunan harga lada secara tajam akan mempengaruhi pendapatan petani yang kemudian akan mempengaruhi kemampuan petani dalam proses penanaman selanjutnya dan kemampuan petani dalam pembayaran jasa pengolahan. Indikasi Geografis merupakan komponen Hak Kekayaan Intelektual yang memberikan perlindungan terhadap lada putih muntok sebagai komoditas perdagangan yang terkait erat dengan Bangka Belitung sebagai tempat asal produk barang. Hal ini mengacu kepada UU No.15 tahun 2001 tentang Merek dan PP No. 51 2007 tentang Indikasi Geografis. Indikasi geografis mensyaratkan 110
pencapaian mutu dan nilai tambah produk melalui serangkaian proses yang telah ditetapkan.
Indikasi Geografis mengharuskan dipenuhinya input, proses, dan
output sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Tabel 21. Risiko pada Aspek Pemasaran Nama Risiko
Deskripsi
Efek
Transmisi Efek
21. Harga
Risiko yang terjadi sebagai akibat perubahan harga lada secara tajam
Pada saat harga lada rendah, pemeliharaan kebun cenderung minimum sehingga sebagian besar kebun rusak dan produktivitas menurun, terjadi konversi ke tanaman lain, atau petani yang menjadi penambang timah.
22. Indikasi Geografis
Risiko indikasi geografis merupakan ketidakmampuan sistem produksi lada di Bangka Belitung dalam menghasilkan lada putih dengan spesifikasi mutu yang ditetapkan dan dalam menjalani proses yang dipersyaratkan. Risiko subtitusi produk merupakan beralihnya konsumen terhadap lada hitam sebagai akibat dari ketersediaan produk, harga produk, atau kemudahan pembelian produk. Risiko tingkat persaingan menunjukkan adanya pengalihan dominasi pasar
Jika input, proses, dan output sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. tidak dapat dipenuhi, maka indikasi geografis atas lada putih (muntok white pepper) dapat dicabut.
Penurunan kuantitas buah lada menimbulkan kapasitas pengolahan tidak terpenuhi, sehingga terjadi penurunan penerimaan. Dari sisi petani, penurunan kuantitas dan mutu lada akan menyebabkan penurunan penerimaan petani sehingga menurunkan kemampuan pembayaran jasa pengolahan lada Pencabutan indikasi geografis akan menurunkan kemampuan pengembangan merek produk sehingga mempengaruhi tingkat kepercayaan produk di pasar.
23. Subtitusi Produk
24. Tingkat Persaingan
Pengalihan pembelian kepada lada hitam akan menurunkan pangsa pasar lada putih.
Persaingan antar negara produsen lada di pasar dunia sangat tinggi, terutama sejak Vietnam memasuki pasar dan terus mengembangkan areal dan memperbaiki sistem budidaya dan pengolahannya.
Penurunan pangsa pasar menyebakan penurunan pendapatan petani, yang pada akhirnya akan menurunkan kemampuan pembayaran jasa pengolahan buah lada Peningkatan persaingan menyebakan penurunan pendapatan petani, yang pada akhirnya akan menurunkan kemampuan pembayaran jasa pengolahan buah lada
Risiko indikasi geografis dinyatakan dalam bentuk ditariknya indikasi geografis lada putih muntok akibat ketidakmampuan menghasilkan lada putih 111
dengan spesifikasi mutu yang ditetapkan dan ketidakmampuan menjalani proses menghasilkan lada putih seperti yang dipersyaratkan. Pencabutan ini merupakan ancaman yang dapat mengganggu pengembangan merek produk (product branding) di pasar dunia. Secara teori, permintaan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti: harga, produk, selera, dan pendapatan.
Risiko subtitusi produk adalah risiko
perpindahan pilihan konsumen dari lada putih ke lada hitam. Subtitusi lada putih terhadap lada hitam dimungkinkan terjadi karena rasa dan aroma yang dimiliki. Rasa pedas dipengaruhi oleh kandungan piperin, sedangkan aroma dipengaruhi oleh kandungan minyak atsiri. Komposisi pada kedua jenis lada tersebut berbeda. Risiko persaingan menunjukkan peningkatan tekanan akibat dari perbaikan kinerja pada negara produsen lain. Kinerja pengembangan komoditas dapat dinyatakan dalam pencapaian mutu, pangsa pasar, keuntungan, dan keberlanjutan. Risiko persaingan ditunjukkan oleh penurunan pangsa pasar pada pasar dunia. Pada kerangka manajemen rantai pasok (supply chain management), risiko rantai pasok dibagi menjadi dua, yaitu risiko eksternal dan risiko internal. Risiko eksternal merupakan risiko yang dihadapi oleh unit usaha berkaitan dengan jalannya sistem rantai pasok, yang terdiri dari risiko kerjasama, risiko keputusan manajemen, risiko pembagian informasi, risiko penjadwalan (Kim et al. 2004). Berdasarkan hal tersebut maka risiko yang terjadi pada aspek kelembagaan yaitu: risiko kerjasama, ketergantungan, manajemen operasional, dan informasi. Bentuk kegagalan dan dampak kegagalan pada aspek pemasaran tertera pada Tabel 22. Kerjasama antar pelaku dalam rantai nilai dipengaruhi oleh: kepentingan pelaku, konflik antar pelaku, dan koordinasi antar pelaku.
Risiko kerjasama
merupakan risiko hilangnya kesepakatan pencapaian tujuan bersama antar pelaku pada rantai nilai.
Hilangnya kerjasama antar pelaku pada rantai nilai akan
menyebabkan tidak efektif atau bahkan terputusnya rantai produksi. Risiko ketergantungan antar pelaku dalam rantai nilai adalah seberapa besar pelaku pada rantai nilai saling membutuhkan pelaku pada rantai yang lain dalam proses pengadaan bahan baku, produksi, dan pemasaran produk yang dihasilkan. Ketergantungan dapat terjadi sebagai akibat dari kebutuhan bersama 112
terhadap teknologi, pengetahuan, keberlanjutan, modal, dan inovasi (Ziggers dan Trienekens 1999). Risiko ketergantungan antar pelaku dalam proses pengolahan lada menjadi faktor yang harus diperhitungkan, karena proses pengolahan lada masih dimungkinkan dilakukan individual di tingkat petani secara tradisional. Tabel 22. Risiko pada Aspek Kelembagaan Nama Risiko
Deskripsi
Efek
Transmisi Efek
25. Kerjasama
Kerjasama antar pelaku dalam rantai nilai dipengaruhi oleh: kepentingan antar pelaku, konflik antar pelaku, dan koordinasi antar pelaku. Risiko kerjasama merupakan risiko hilangnya kesepakatan pencapaian tujuan bersama antar pelaku pada rantai nilai akibat tersebut diatas. Risiko ketergantungan antar pelaku dalam rantai nilai adalah seberapa besar pelaku pada rantai nilai saling membutuhkan pelaku pada rantai yang lain dalam proses pengadaan bahan baku, produksi, dan pemasaran produk yang dihasilkan. Risiko penjadwalan berkaitan dengan waktu panen dan pengolahan yang bersamaan sehingga terjadi penumpukan buah lada
Hilangnya kerjasama antar pelaku pada rantai nilai akan menyebabkan tidak efektif atau bahkan terputusnya rantai produksi
Terputusnya rantai produksi akan mengakibatkan gangguan kelangsungan pengolahan lada.
Ketergantungan antar pelaku yang rendah pada situasi proses adopsi yang belum berjalan, akan menyebabkan petani memilih mengolah lada secara tradisional. Waktu panen dan pengolahan yang bersamaan mengharuskan pengolahan dalam jumlah besar yang melebihi kapasitas mesin sehingga terjadi penumpukan buah lada Tidak adanya proses akuisisi dan transfer informasi antar anggota akan menyebabkan penurunan keuntungan atau penurunan tingkat keamanan rantai pasok. Hal ini disebabkan oleh
Hal ini akan menyebabkan kapasitas pengolahan yang rendah, sehinga menyebabkan penurunan penerimaan
26. Ketergantungan antar pelaku
27. Jadwal operasional
28. Informasi
Risiko yang berkaitan dengan informasi adalah tentang penyebaran informasi dan pemanfaatan informasi.
Waktu panen yang bersamaan dapat menyebabkan keterlambatan pengolahan sebagai akibat dari jumlah lada diolah yang melebihi kapasitas pengolahan mesin. Informasi yang tidak terbagi secara simetri akan menyebabkan gangguan pada rantai nilai. Hal ini berkaitan dengan keputusan pada setiap rantai yang akan mempengaruhi rantai lainnya.
Manajemen operasional yang berkaitan dengan panjadwalan memegang peranan penting dalam proses penciptaan mutu produk dan kelangsungan 113
produksi. Risiko penjadwalan berkaitan dengan waktu panen dan pengolahan yang bersamaan sehingga terjadi penumpukan buah lada. Risiko yang berkaitan dengan informasi adalah tentang penyebaran dan pemanfaatan informasi. Rendahnya proses akuisisi dan transfer informasi antar anggota akan mengakibatkan terjadinya penurunan keuntungan atau penurunan tingkat keamanan rantai pasok. Risiko yang terjadi pada aspek finansial yaitu: risiko suku bunga, nilai tukar, kredit, serta likuiditas. Bentuk kegagalan dan dampak kegagalan pada aspek finansial tertera pada Tabel 23. Tabel 23. Risiko pada Aspek Finansial Nama Risiko
Deskripsi
Efek
29. Suku Bunga
Risiko suku bunga adalah risiko yang timbul karena nilai relatif aktiva berbunga, seperti pinjaman atau obligasi, akan memburuk karena peningkatan suku bunga. Risiko kerugian pada saat terjadinya apresiasi (kenaikan) atau depresiasi (penurunan) mata uang asing yang disebabkan oleh adanya posisi transaksi yang masih terbuka.
Kenaikan suku bunga akan mengakibatkan peningkatan kewajiban dari pinjaman yang harus dibayar. Kenaikan nilai tukar akan menyebabkan penurunan penerimaan petani yang kemudian menyebabkan penurunan kemampuan petani dalam merawat kebun. Hal ini kemudian akan mempengaruhi jumlah lada yang diolah. Kegagalan pembayaran oleh pihak ketiga akan mengakibatkan terganggunya pembiayaan internal dan operasional unit usaha. Penurunan kemampuan pembayaran kewajiban akan mempengaruhi kelangsungan operasional pengolahan lada.
30. Nilai tukar
31. Kredit
Risiko yang timbul sebagai akibat dari pengguna jasa yang diberi keringanan pembayaran gagal memenuhi kewajiban untuk membayar pinjaman
32. Likuiditas
Risiko dimana unit usaha tidak memiliki uang tunai atau aktiva jangka pendek yang dapat diuangkan segera dalam jumlah cukup untuk memenuhi kewajiban pembayaran
Risiko suku bunga adalah risiko yang timbul karena nilai relatif aktiva berbunga, seperti pinjaman atau obligasi, yang memburuk karena peningkatan suku bunga. Risiko kredit adalah risiko yang timbul sebagai akibat dari pengguna jasa, yang diberi keringanan pembayaran, gagal memenuhi kewajiban untuk membayar pinjaman. Risiko likuiditas adalah risiko dimana unit usaha tidak memiliki uang tunai atau aktiva jangka pendek, yang dapat diuangkan segera, dalam jumlah cukup untuk memenuhi kewajiban pembayaran. 114
Perbedaan harga lada putih pada tingkat produsen dan konsumen ditentukan oleh biaya transportasi, tarif impor, pajak ekspor, serta nilai tukar mata uang. Faktor lain yang memberikan pengaruh adalah kebijakan perdagangan yang lain yang dikeluarkan oleh negara eksportir maupun importir. Sebagai produk komoditas ekspor, perdagangan lada dipengaruhi oleh nilai tukar yang berlaku. Risiko nilai tukar merupakan risiko kerugian pada saat terjadinya apresiasi (kenaikan) atau depresiasi (penurunan) mata uang asing disebabkan oleh adanya posisi transaksi yang masih terbuka.
5.4 Penilaian Risiko Penilaian risiko dilakukan terhadap sistem komoditas secara keseluruhan. Penilaian dilakukan untuk mendapatkan prioritas risiko yang paling kritis yang dapat menyebabkan tidak tercapainya kinerja investasi agroindustri lada. Penilaian risiko dilakukan dengan pendekatan Analisis Risiko dan FMEA. Pada Analisis Risiko dilakukan penilaian terhadap kejadian (occurrence) dan keparahan (severity) dari setiap faktor risiko, sedangkan pada FMEA, selain hal tersebut, juga dilakukan penilaian terhadap tidak terdeteksinya faktor risiko (detection). Keparahan (severity) menggambarkan konsekuensi atas kegagalan yang terjadi, kejadian (occurrence) menggambarkan kemungkinan atau frekuensi terjadinya kegagalan,
dan
deteksi
(detection)
menggambarkan
kemungkinan
tidak
terdeteksinya kegagalan sebelum dampak dari efek kegagalan tersebut terjadi. Pendekatan FMEA digunakan pada analisis risiko aspek agroindustri. Analisis FMEA yang digunakan adalah FMEA berbasis proses dimana analisis meliputi permasalahan yang terjadi selama proses pengolahan berlangsung. Pada aspek budidaya, pemasaran, finansial, serta kelembagaan, analisis dilakukan terhadap kejadian (occurrence) dan keparahan (severity). Hal ini didasarkan pada kondisi dimana fungsi risiko tidak dipengaruhi oleh tingkat pendeteksian atau pendeteksian dilakukan pelaku lain, metode yang digunakan pada keempat aspek ini adalah Risk Analysis dimana risiko merupakan fungsi dua dimensi dari occurrence (O) dan severity (S).
115
Penilaian faktor dilakukan dengan menggunakan pendekatan fuzzy. Hal ini didasarkan kepada adanya kebutuhan pengukuran secara linguistik sebagai upaya untuk menangkap pengetahuan responden atas faktor tertentu. Selain itu, nilai kriteria menjadi lebih realistis apabila dinyatakan secara kualitatif atau dengan menggunakan istilah linguistik. Faktor harga, pangsa pasar, suku bunga, dan nilai tukar merupakan faktor yang memiliki nilai historis. Penilaian pada faktor ini dilakukan dengan meminta pendapat pakar berdasarkan data yang ada atau gambaran situasi yang sesungguhnya terjadi. Pengembangan lebih lanjut dapat dilakukan apabila nilai risiko adalah berbasis data dan berbasis pengetahuan. Pada hal ini diperlukan kombinasi metode penilaian risiko yang dinyatakan secara linguistik berbasis pengetahuan dan berbasis nilai yang diturunkan dari data deret waktu (time series). Metode yang dapat digunakan adalah kombinasi metode fuzzy logic dengan metode Autoregressive Moving Average (ARIMA). 5.4.1 Pembobotan Pakar Pembobotan pakar dilakuan untuk memberikan nilai terhadap pakar berdasarkan tingkat kepercayaannya.
Metode yang digunakan adalah logika
Fuzzy dengan metode Fuzzy Weighted Average.
Tahapan diawali dengan
melakukan fuzzifikasi kriteria pemilihan dan menentukan model fungsi keanggotaan fuzzy (membership function) seperti tertera pada Tabel 24. Tabel 24. Skala Penilaian Pembobotan Pakar Skala Linguistik
Nilai Fuzzy
Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah
(0.75, 1, 1) (0.5, 0.75, 1) (0.25, 0.5, 0.75 (0, 0.25, 0.5) (0, 0, 0.25)
Tahapan selanjutnya adalah defuzzifikasi. Input dari proses defuzzifikasi adalah suatu himpunan fuzzy yang diperoleh dari komposisi aturan-aturan fuzzy, sedangkan output yang dihasilkan merupakan suatu bilangan pada domain 116
himpunan fuzzy tersebut. Teknik defuzzifikasi yang digunakan adalah metode center of area (COA) atau disebut juga metode centroid, dimana solusi crisp diperoleh dengan cara mengambil titik pusat daerah fuzzy.
Rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut: ................................ ................................ .... (6)
=
dimana: wpi = bobot pakar ke-i api = titik bawah TFN pakar ke-i bpi = titik tengah TFN pakar ke-i cpi = titik atas TFN pakar ke-i
Hasil yang telah diperoleh dari tahap defuzzifikasi, kemudian dilakukan normalisasi nilai. Hal ini dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: =
................................ ................................ ........... (7)
dimana: wnpi = bobot ternormalisasi pakar ke-i w pi = bobot pakar ke-i
5.4.2 Pembobotan Komponen Risiko Pembobotan komponen risiko dilakukan untuk memberikan nilai terhadap komponen risiko, yaitu occurrence, severity, dan detection, berdasarkan tingkat kepentingannya. Metode yang digunakan logika Fuzzy dengan metode Fuzzy Weighted Average yang terdiri dari langkah seperti pada pembobotan pakar. Rumus yang digunakan pada tahap defuzifikasi bagi komponen occurrence adalah sebagai berikut:
=
................................ ........................... (8)
=
................................ ........................... (9)
=
................................ ............................ (10)
=
................................ ............................. (11)
117
dimana: waO = bobot occurrence berdasarkan nilai titik bawah TFN wbO = bobot occurrence berdasarkan nilai titik tengah TFN wcO = bobot occurrence berdasarkan nilai titik atas TFN aOpi = nilai titik bawah TFN nilai occurrence pakar ke-i bOpi = nilai titik tengah TFN nilai occurrence pakar ke-i cOpi = nilai titik atas TFN nilai occurrence pakar ke-i wO = nilai occurrence
Rumus yang digunakan pada tahap defuzifikasi bagi komponen severity adalah sebagai berikut: =
................................ .......................... (12)
=
................................ .......................... (13)
=
................................ ............................ (14) ................................ ............................... (15)
=
dimana: waS = bobot severity berdasarkan nilai titik bawah TFN wbS = bobot severity berdasarkan nilai titik tengah TFN wcS = bobot severity berdasarkan nilai titik atas TFN aSpi = nilai titik bawah TFN nilai severity pakar ke-i bSpi = nilai titik tengah TFN nilai severity pakar ke-i cSpi = nilai titik atas TFN nilai severity pakar ke-i wS = bobot severity
Rumus yang digunakan pada tahap defuzifikasi bagi komponen detection adalah sebagai berikut: =
................................ ......................... (16)
=
................................ ......................... (17)
=
................................ .......................... (18)
=
................................ ............................. (19)
dimana: waD = bobot detection berdasarkan nilai titik bawah TFN wbD = bobot detection berdasarkan nilai titik tengah TFN wcD = bobot detection berdasarkan nilai titik atas TFN aDpi = nilai titik bawah TFN nilai detection pakar ke-i bDpi = nilai titik tengah TFN nilai detection pakar ke-i cDpi = nilai titik atas TFN nilai detection pakar ke-i wD = bobot detection
118
Pada risiko dengan fungsi komponen yang terdiri dari occurrence, severity dan detection, normalisasi nilai dilakukan dengan cara menjadikan penjumlahan ketiga bobot tersebut menjadi 100%.
Rumus yang digunakan adalah sebagai
berikut: =
................................ ............................... (20)
=
................................ ............................... (21)
=
................................ ............................... (22)
dimana: wn1O = bobot Occurrence 1 wn1S = bobot Severity 1 wn1D = bobot Detection 1 w O = bobot Occurrence wS = bobot Severity wD = bobot Detection
Pada risiko dengan fungsi komponen yang terdiri dari occurrence dan severity, normalisasi nilai dilakukan dengan cara menjadikan penjumlahan kedua bobot tersebut menjadi 100%. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: =
=
dimana: wn2O = bobot Occurrence 2 wn2S = bobot Severity 2 wO = bobot Occurrence wS = bobot Severity
5.4.3 Perhitungan Nilai Risiko Nilai risiko dipengaruhi oleh komponen risiko dan bobot penilai. Langkah perhitungan nilai risiko yaitu melakukan fuzzifikasi kriteria pemilihan, dan menentukan model fungsi keanggotaan fuzzy (membership function) seperti tertera pada Tabel 25.
119
Tabel 25. Skala Penilaian Pembobotan Komponen Risiko Skala Linguistik
Nilai Fuzzy
Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah
(8, 9, 10, 10) (6, 7, 8, 9) (4, 5, 6, 7) (2, 3, 4, 5) (1, 1, 2, 3)
Perhitungan diawali dengan melakukan agregasi nilai occurrence, severity dan detection. Perhitungan nilai occurrence dilakukan dengan rumus sebagai berikut:
=
................................ ................................ .......................... (25)
=
+
+
............................. (26)
=
+
+
............................. (27)
=
+
+
............................... (28)
=
+
+
............................ (29)
dimana: aO = nilai occurrence berdasarkan nilai titik bawah TFN bO = nilai occurrence berdasarkan nilai titik tengah1 TFN cO = nilai occurrence berdasarkan nilai titik tengah2 TFN dO = nilai occurrence berdasarkan nilai titik atas TFN aOpi = nilai titik bawah TFN nilai occurrence oleh pakar ke-i bOpi = nilai titik tengah1 TFN nilai occurrence oleh pakar ke-i cOpi = nilai titik tengah2 TFN nilai occurrence oleh pakar ke-i dOpi = nilai titik atas TFN nilai occurrence oleh pakar ke-i w npi = bobot ternormalisasi pakar ke-i O = nilai occurrence risiko
Perhitungan agregasi nilai severity dilakukan dengan rumus sebagai berikut: =
120
................................ ................................ ............................ (30)
=
+
+
............................... (31)
=
+
+
............................... (32)
=
+
+
................................ . (33)
=
+
+
.............................. (34)
dimana: aS = nilai severity berdasarkan nilai titik bawah TFN bS = nilai severity berdasarkan nilai titik tengah1 TFN cS = nilai severity berdasarkan nilai titik tengah2 TFN dS = nilai severity berdasarkan nilai titik atas TFN aSpi = nilai titik bawah TFN nilai severity oleh pakar ke-i bSpi = nilai titik tengah1 TFN nilai severity oleh pakar ke-i cSpi = nilai titik tengah2 TFN nilai severity oleh pakar ke-i dSpi = nilai titik atas TFN nilai severity oleh pakar ke-i w npi = bobot ternormalisasi pakar ke-i S = nilai severity
Perhitungan agregasi nilai detection dilakukan dengan rumus sebagai berikut: ................................ ................................ .......................... (35)
= =
+
+
............................. (36)
=
+
+
.............................. (37)
=
+
+
............................... (38)
=
+
............................. (39)
+
dimana: aD = nilai detection berdasarkan nilai titik bawah TFN bD = nilai detection berdasarkan nilai titik tengah1 TFN cD = nilai detection berdasarkan nilai titik tengah2 TFN dD = nilai detection berdasarkan nilai titik atas TFN aDpi = nilai titik bawah TFN nilai detection oleh pakar ke-i bDpi = nilai titik tengah1 TFN nilai detection oleh pakar ke-i cDpi = nilai titik tengah2 TFN nilai detection oleh pakar ke-i dDpi = nilai titik atas TFN nilai detection oleh pakar ke-i w npi = bobot ternormalisasi pakar ke-i S = nilai detection
Perhitungan Nilai Risiko dengan dengan menggunakan pendekatan Fuzzy Risk Priority Number yang telah disempurnakan dengan memasukkan bobot pakar dan bobot komponen risiko.
Hal ini dilakukan dengan menggunakan rumus
sebagai berikut: ((
)
) ................................ ...... (40)
= ((
)
)
((
)
)
= ((
)
)
((
)
) ................................ ............................... (41)
dimana: NRi = nilai risiko faktor risiko ke-i ORi = nilai occurrence faktor risiko ke-i
121
SRi = nilai severity faktor risiko ke-i DRi = nilai detection faktor risiko ke-i w n1O = bobot Occurrence 1 wn1S = bobot Severity 1 wn1D = bobot Detection 1 w n2O = bobot Occurrence 2 wn2S = bobot Severity 2
5.4.4 Agregasi Nilai Risiko Agregasi nilai risiko merupakan penggabungan nilai risiko secara keseluruhan untuk memperoleh gambaran nilai total risiko dan memperkirakan statusnya.
Agregasi nilai risiko dilakuan dengan mengikuti langkah sebagai
berikut: 1. Menghitung Bobot Risiko Kelompok.
Hal ini dilakuan dengan
fuzzifikasi kriteria pemilihan dan menentukan model fungsi keanggotaan fuzzy (membership function). Model fungsi keanggotaan fuzzy yang digunakan adalah triangular fuzzy number (TFN) dengan nilai pada kisaran 0-1. Kemudian dilanjutkan dengan defuzzifikasi dan normalisasi nilai.
Rumus yang digunakan dalam perhitungan
adalah sebagai berikut:
=
................................ ................................ ..................... (42)
=
................................ ................................ ............. (43)
=
................................ ................................ ............. (44)
=
................................ ................................ ............... (45)
dimana:
wki = bobot kelompok risiko ke-i
aki = nilai bobot kelompok ke-i berdasarkan nilai titik bawah TFN bki = nilai bobot kelompok ke-i berdasarkan nilai titik tengah TFN cki = nilai bobot kelompok ke-i berdasarkan nilai titik atas TFN akipi = nilai titik bawah TFN nilai bobot kelompok ke-i oleh pakar ke-i bkipi = nilai titik tengah TFN nilai bobot kelompok ke-i oleh pakar ke-i ckipi = nilai titik atas TFN nilai bobot kelompok ke-i oleh pakar ke-i
122
2. Menghitung Nilai Risiko Total. Nilai Risiko Total dianalisis dengan memperhitungkan nilai bobot kelompok dan nilai risiko kelompok. Rumus yang digunakan dalam perhitungan nilai risiko kelompok adalah sebagai berikut:
dimana:
=
................................ ................................ (46)
=
................................ ................................ (47)
=
................................ ............................... (48)
=
................................ ................................ (49)
=
................................ ............................... (50)
NRki = nilai risiko faktor risiko kelompok ke-i
Perhitungan nilai risiko total dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: = dimana:
(
) ................................ ............ (51)
NRtotal = Nilai Risiko Total
3. Menilai Status Risiko Status risiko ditetapkan dengan menggunakan aturan sebagai berikut: If 0
123
5.5 Pengelolaan Risiko Pengelolaan risiko pada investasi agroindustri lada merupakan upaya untuk mengurangi peluang munculnya kejadian (occurrence), mengurangi tingkat keparahan (severity), atau keduanya.
Hal ini merupakan pendekatan yang
digunakan pada penelitian ini yang dinyatakan sebagai uraian yang melekat pada setiap risiko. 5.5.1 Pengelolaan Risiko pada Aspek Agroindustri Pada kegiatan pengolahan lada yang dilakukan secara tradisional, dibutuhkan waktu yang lebih lama dalam proses pengerjaannya, selain itu hasil yang diperoleh juga lebih rendah. Pengolahan secara mekanis kemudian menjadi langkah strategis untuk mengatasi hal tersebut, namun demikian dibutuhkan modal awal yang besar pada tahap awal. Pemilihan pengolahan secara mekanis juga mensyaratkan adanya manajemen pemeliharaan dan pengadaan suku cadang yang baik. Pada pengolahan secara mekanis, penggunaan tenaga kerja relatif lebih sedikit, namun demikian pelatihan merupakan persyaratan penting dalam upaya mengoperasikan dan menyesuaikan operasional mesin untuk mencapai hasil yang maksimal. Tenaga operator yang handal diharapkan dapat membantu pencapaian efisiensi potensial alat dan mesin, serta dapat memelihara operasional alat dan mesin sampai umur ekonomisnya. Pengelolaan risiko yang dapat dilakukan pada aspek agroindustri tertera pada Tabel 26.
Pengelolaan risiko yang bersifat ex ante yaitu melakukan
pencegahan melalui pengelolaan sumber risiko baik yang berasal dari kesalahan SDM, mesin, atau pemilihan dan penerapan metode. Pengelolaan dapat dilakukan dengan pemeliharaan alat dan mesin, meningkatkan kemampuan operator, dan memperbaiki metode pengolahan. Selain itu juga perlu dilakukan pengembangan kapasitas sumberdaya manusia seperti pelatihan dan magang pada unit agroindustri yang telah berjalan, demonstrasi dan pendampingan penggunaan alat dan mesin pengolahan lada. Ditinjau dari sisi teknis, perlu dilakukan penyediaan peralatan penunjang, penyediaan suku cadang, dan perbengkelan. Pengelolaan risiko yang bersifat ex post yaitu perbaikan mesin dan peralatan, serta penyempurnaan metode pengolahan. 124
Perbaikan ini akan
disesuaikan
dengan
perkembangan
kebutuhan
pengguna
dengan
mempertimbangkan efisiensi dan biaya yang harus dikeluarkan. Tabel 26. Pengelolaan Risiko pada Aspek Agroindustri Nama Risiko
Pengelolaan Risiko
1.
Lada tercampur
1.
2.
Lada keabu-abuan
3.
Kontaminasi perendaman Lada pecah
4.
5. 6.
7.
Kontaminasi pencucian Kadar air
8.
Serangga ditemukan Kotoran
9.
Jamur
10. Aroma
11. Kadar atsiri
Menyediakan mesin perontok yang memiliki alat pemisah sesuai dengan karakteristik fisik buah lada 2. Menggunakan mesin perontok sesuai dengan SOP. 3. Pencatatan kegiatan operasional mesin perontok 4. Perawatan dan perbaikan mesin secara berkala Melakukan perendaman pada periode waktu yang sesuai dengan kekerasan kulit buah lada Menggunakan air yang bersih dengan penggantian air yang dilakukan secara periodik pada bak perendaman 1. Menyediakan mesin pengupas dengan ukuran alat pemisah kulit buah dari bijinya sesuai dengan ukuran lada 2. Menggunakan mesin pengupas sesuai dengan SOP. 3. Pencatatan kegiatan operasional mesin pengupas 4. Perawatan dan perbaikan mesin secara berkala Menggunakan air yang bersih dan mengalir 1.
Melakukan pengeringan pada interval waktu yang memadai dengan suhu yang sesuai 2. Menggunakan mesin pengering sesuai dengan SOP. 3. Pencatatan kegiatan operasional mesin pengering 4. Perawatan dan perbaikan mesin secara berkala Penjemuran pada ruang terbuka dilakukan dengan menggunakan rak penjemuran Penjemuran pada ruang terbuka dilakukan dengan menggunakan rak penjemuran Menerapkan metode pengeringan sesuai SOP 2. Menyediakan ruang penyimpanan dengan ventilasi yang baik 1. Menyediakan alat penyuling sesuai kebutuhan 2. Menerapkan metode penyulingan sesuai SOP Pencatatan kegiatan operasional alat penyuling Perawatan dan perbaikan alat secara berkala 1. Menyediakan alat penyuling sesuai kebutuhan 2. Menerapkan metode penyulingan sesuai SOP 3. Pencatatan kegiatan operasional alat penyuling 4. Perawatan dan perbaikan alat secara berkala
5.5.2 Pengelolaan Risiko pada Aspek Budidaya Pengelolaan risiko pada aspek budidaya terdiri dari kegiatan yang bersifat pencegahan yang dilakukan sebelum risiko terjadi atau kegiatan perbaikan yang dilakukan setelah risiko terjadi. Pengelolaan risiko yang bersifat pencegahan merupakan perbaikan penerapan teknik budidaya anjuran sesuai spesifikasi lokasi. Pengelolaan risiko pada aspek budidaya tertera pada Tabel 27. 125
Tabel 27. Pengelolaan Risiko pada Aspek Budidaya Nama Risiko 12. Hama Penggerek Batang
13. Hama Penghisap Buah
14. Hama Penghisap Bunga
15. Penyakit Busuk Pangkal Batang
16. Penyakit Kuning
17. Penyakit Kerdil/ Keriting
18. Cuaca
19. Lokasi lahan
20. Daya Dukung Lingkungan
126
Pengelolaan Risiko Menerapkan budidaya lada anjuran yang dilakukan melalui: seleksi bahan tanaman yang sehat, penggunaan tajar hidup, saluran drainase, pemangkasan sulur cacing dan sulur gantung yang tidak berguna, pemupukan, pengendalian hayati, penyiangan terbatas, pemanfaatan agen hayati dan konservasinya, serta pagar keliling. Pengendalian dilakukan dengan menggunakan pestisida kimiawi jika populasi hama tinggi, diikuti pengendalian secara hayati menggunakan musuh alaminya. Menerapkan budidaya lada anjuran yang dilakukan melalui: seleksi bahan tanaman yang sehat, penggunaan tajar hidup, saluran drainase, pemangkasan sulur cacing dan sulur gantung yang tidak berguna, pemupukan, pengendalian hayati, penyiangan terbatas, pemanfaatan agen hayati dan konservasinya, serta pagar keliling. Pengendalian dilakukan dengan menggunakan pestisida kimiawi jika populasi hama tinggi, diikuti pengendalian secara hayati menggunakan musuh alaminya. Menerapkan budidaya lada anjuran yang dilakukan melalui: seleksi bahan tanaman yang sehat, penggunaan tajar hidup, saluran drainase, pemangkasan sulur cacing dan sulur gantung yang tidak berguna, pemupukan, pengendalian hayati, penyiangan terbatas, pemanfaatan agen hayati dan konservasinya, serta pagar keliling. Pengendalian dilakukan dengan menggunakan pestisida kimiawi jika populasi hama tinggi, diikuti pengendalian secara hayati menggunakan musuh alaminya. Menerapkan budidaya lada anjuran yang dilakukan melalui: seleksi bahan tanaman yang sehat, penggunaan tajar hidup, saluran drainase, pemangkasan sulur cacing dan sulur gantung yang tidak berguna, pemupukan, pengendalian hayati, penyiangan terbatas, pemanfaatan agen hayati dan konservasinya, serta pagar keliling. Pengendalian dilakukan dengan menggunakan pestisida kimiawi jika intensitas serangan penyakit tinggi, diikuti pengendalian secara hayati menggunakan musuh alaminya. Menerapkan budidaya lada anjuran yang dilakukan melalui: seleksi bahan tanaman yang sehat, penggunaan tajar hidup, saluran drainase, pemangkasan sulur cacing dan sulur gantung yang tidak berguna, pemupukan, pengendalian hayati, penyiangan terbatas, pemanfaatan agen hayati dan konservasinya, serta pagar keliling. Pengendalian dilakukan dengan menggunakan pestisida kimiawi jika intensitas serangan penyakit tinggi, diikuti pengendalian secara hayati menggunakan musuh alaminya. Menerapkan budidaya lada anjuran yang dilakukan melalui: seleksi bahan tanaman yang sehat, penggunaan tajar hidup, saluran drainase, pemangkasan sulur cacing dan sulur gantung yang tidak berguna, pemupukan, pengendalian hayati, penyiangan terbatas, pemanfaatan agen hayati dan konservasinya, serta pagar keliling. Pengendalian dilakukan dengan menggunakan pestisida kimiawi jika intensitas serangan penyakit tinggi, diikuti pengendalian secara hayati menggunakan musuh alaminya. 1. Mengembangkan sistem deteksi dini perubahan cuaca dan meningkatkan akses penggunaan informasi cuaca terhadap pengambilan keputusan budidaya lada. 2. Membangun infrastruktur dan menerapkan manajemen praktis dalam merespon perubahan cuaca. Meningkatkan efektifitas sistem transportasi produk pertanian melalui: pemilihan alat transportasi yang sesuai dengan jumlah, jarak, dan kondisi jalan kebun lada serta mengintegrasikan keputusan transportasi ke dalam sistem agroindustri lada 1. Kesinergian dan fokus kebijakan pemerintah 2. Penerapan penilaian dampak dan pengawasan lingkungan secara berkala
Pengelolaan risiko yang disebabkan oleh organisme pengganggu tanaman dapat dilakukan melalui kegiatan pencegahan dan kegiatan penanganan. Pengendalian terpadu yang dianjurkan meliputi teknik budidaya, serta pengendalian secara hayati dan kimiawi. Pengelolaan risiko yang bersifat ex ante dilakukan dengan cara menerapkan budidaya lada anjuran yang dilakukan melalui: seleksi bahan tanaman yang sehat, penggunaan tajar hidup, pembuatan saluran drainase, pemangkasan sulur cacing dan sulur gantung yang tidak berguna, pemupukan, pengendalian hayati, penyiangan terbatas, pemanfaatan agen hayati dan konservasinya, serta pembuatan pagar keliling. Pengelolaan risiko yang bersifat ex post dilakukan dengan menggunakan pestisida atau agensi hayati.
Pengendalian menggunakan pestisida kimiawi
dilakukan jika populasi hama atau intensitas serangan penyakit tinggi, diikuti pengendalian secara hayati menggunakan musuh alaminya. Agensi hayati yang digunakan diantaranya pasteuria penetrans untuk pengendalian penyakit kuning, jamur trichoderma harzianum untuk mengendalikan penyakit busuk pangkal batang, jamur beuveria bassiana mengendalikan hama penghisap bunga dan buah lada.
Penggunaan pestisida nabati untuk mengendalikan hama tanaman lada
antara lain ekstrak biji bengkuang, tepung cengkeh, ekstrak biji mimba dan ekstrak akar tuba. Apabila dijumpai tanaman yang dicurigai terkena BPB maka tanaman tersebut dan tanaman di sekitarnya diberi fungisida sistemik atau disiram bubur bordo. Pengelolaan risiko yang timbul sebagai akibat perubahan cuaca adalah dengan melakukan pencegahan dalam bentuk pengembangan sistem deteksi dini perubahan cuaca dan meningkatkan akses penggunaan informasi cuaca terhadap pengambilan keputusan. Selain itu, dapat dilakukan pembangunan infrastruktur dan menerapkan manajemen praktis dalam merespon perubahan cuaca. Pengelolaan risiko yang timbul sebagai akibat dari lokasi kebun yang terpencar adalah dengan meningkatkan efektifitas sistem transportasi produk. Pemilihan sarana transportasi perlu memperhatikan: waktu pengangkutan, frekuensi, kehandalan pemenuhan jadwal dan waktu tempuh, kemampuan menangani pengangkutan, biaya, serta jaminan atas barang.
Oleh karena itu
pengelolaan risiko diterapkan melalui pemilihan alat transportasi yang sesuai 127
dengan jumlah, jarak, dan kondisi jalan kebun lada serta mengintegrasikan keputusan transportasi ke dalam sistem agroindustri lada. Dukungan lingkungan yang rendah menyebabkan penurunan produktivitas tanaman dan mutu lada.
Pengelolaan risiko dapat dilakukan dalam bentuk
penerapan kesinergian dan fokus kebijakan pemerintah, serta penerapan penilaian dampak dan pengawasan lingkungan secara berkala. 5.5.3 Pengelolaan Risiko pada Aspek Pemasaran Pengelolaan risiko pada aspek pemasaran sebagian besar merupakan upaya mencegah atau meminimalisasi dampak bila risiko terjadi. Pengelolaan risiko yang dapat dilakukan pada aspek pemasaran tertera pada Tabel 28. Tabel 28. Pengelolaan Risiko pada Aspek Pemasaran Nama Risiko
Pengelolaan Risiko
21. Harga
Penerapan skema non pasar, skema pasar, atau kombinasi keduanya. Skema non pasar antara lain upaya untuk meningkatkan dan mempertahakan mutu lada melalui kegiatan produksi. Skema pasar antara lain kontrak berjangka atau Sistem Resi Gudang 1. Pengembangan sistem jaminan mutu melalui pengadaan fasilitas, peralatan, dan sistem manajemen pendukung bagi uji mutu lada. 2. Pengembangan sistem akreditasi bagi penilai (assessor) pemberi sertifikasi (certifiers), penguji (tester), dll. 3. Pengembangan sistem inspeksi pengadaan input, budidaya, pengolahan, pengemasan, dan pengangkutan. 4. Penerapan sistem manajemen usaha termasuk pencatatan dan penelusuran produk (product traceability). Penerapan sistem produksi yang berkelanjutan dan penerapan bauran pemasaran yang sesuai. Bauran pemasaran dilakukan melalui: (1) menciptakan produk yang dengan standar mutu yang disertai jaminan mutu dan kontinuitas pasokan; (2) menetapkan harga yang yang kompetitif; (3) menerapkan promosi yang membangun komunikasi informasi yang persuasif tentang produk agar mempengaruhi pembelian; (4) menerapkan pemilihan tempat, sebagai fungsi dari saluran pemasaran, cakupan pasar, transportasi, dan manajemen persediaan, untuk menyampaikan produk kepada konsumen. 1. Peningkatan nilai tambah untuk menghasilkan produk yang unik atau berbeda dengan tujuan untuk memenuhi atau melampaui atribut yang diharapkan konsumen. Peningkatan nilai tambah dilakukan melalui perubahan atau penambahan mutu, fungsi, bentuk, tempat, waktu dan kemudahan mendapatkan 2. Penerapan strategi ceruk pasar (niche market), yaitu strategi menjadi pemimpin pasar di pasar yang kecil. Hal ini dilakukan dengan menciptakan spesialisasi dalam bentuk spesialisasi produk, spesialisasi geografis, spesialisasi harga dan mutu, spesialisasi pelanggan, spesialisasi pelayanan, spesialisasi pemakai akhir, spesialisasi pesanan, spesialisasi produk atau lini produk, spesialisasi saluran pemasaran, atau spesialisasi ukuran pelanggan.
22. Indikasi Geografis
23. Subtitusi produk
24. Persaingan
128
Pengelolaan risiko harga pada sistem komoditas lada dapat dilakukan melalui skema non pasar, skema pasar, atau kombinasi keduanya. Skema non pasar antara lain upaya untuk meningkatkan dan mempertahakan mutu lada melalui kegiatan produksi.
Pada skema pasar dikenal instrumen kontrak ke
depan, kontrak berjangka, opsi, swap dan bond. Kontrak berjangka adalah suatu perjanjian yang mengikat secara hukum di antara dua pihak untuk membeli atau menjual komoditi dalam jumlah, mutu, jenis dan tempat tertentu yang telah ditetapkan. Transaksi menyepakati suatu harga untuk komoditi tertentu untuk penyerahan di kemudian hari. Kontrak berjangka dilakukan oleh eksportir tetapi dengan pola hubungan kerjasama dengan petani yang terputus. Hal ini mengakibatkan manfaat hedging dalam menghindarkan dari kemungkinan turunnya harga komoditi pada saat panen atau yang disimpan di gudang tidak apat dinikmati oleh petani. Hedging juga dapat melindungi terhadap turunnya nilai persediaan dan melindungi eksportir dari kenaikan harga komoditi yang telah dikontrak mereka untuk penyerahan kemudian namun belum dibeli. Perdagangan komoditi merupakan bidang yang memerlukan intensitas kredit yang tinggi. Hal ini merupakan kendala di negara berkembang. Pada sisi lain, petani menghadapi masalah untuk akses kredit.
Selain itu akses pada
informasi juga tidak mudah sehingga mengakibatkan harga tidak transparan. Sistem Resi Gudang merupakan langkah strategis untuk mengatasi permasalahan tersebut. Resi gudang yaitu suatu tanda bukti penyimpanan barang yang dapat digunakan sebagai agunan, karena tanda bukti tersebut dijamin dengan adanya persediaan komoditi tertentu dalam pengawasan suatu gudang.
Resi gudang
merupakan instrumen keuangan yang dapat diperjualbelikan, dipertukarkan, digunakan sebagai agunan untuk memperoleh kredit, serta dapat diterima sebagai alat pembayaran dalam perdagangan derivatif seperti penyerahan produk di pasar berjangka. Permendag No. 26/M-DAG/PER/6/2007 Tahun 2007, tentang barang yang dapat disimpan di gudang dalam penyelenggaraan Sistem Resi Gudang yaitu: Gabah, Beras, Jagung, Kopi, Kakao, Lada, Karet, Rumput Laut. Sistem Resi Gudang pada komoditas lada hanya diterapkan lada hitam di Lampung. Melalui 129
penerapan Sistem Resi Gudang pada komoditas lada, diharapkan dapat mengatasi risiko dan mempermudah akses pembiayaan. Resi gudang, sebagai instrumen pengelolaan risiko, dapat memperpanjang masa penjualan hasil produksi petani.
Resi gudang dapat digunakan untuk
mendapatkan pembiayaan yang bersumber dari kredit bank atau green clause letter of credit. Penyebab petani kecil tidak dapat menyediakan agunan adalah karena tidak memiliki aset yang dapar digunakan sebagai agunan.
Hal ini
biasanya diatasi dengan menawarkan hasil panen mereka sebagai agunan. Resi gudang diperoleh dengan cara menyerahkan hasil panen ke gudang-gudang yang ditetapkan. Dengan resi gudang tersebut, petani dapat memperoleh kredit. Kredit yang diperoleh dapat mencapai 80-90% dari nilai agunan dan dengan tingkat bunga murah. Pemegang resi gudang dapat memperoleh sumber kredit dari luar negeri yang kadang-kadang biaya bunganya lebih rendah. Kredit akan lebih mudah diperoleh khususnya untuk komoditi ekspor seperti kopi, lada, atau tembakau. Green clause letter of credit memberikan kewenangan pada pembeli di luar negeri untuk memberikan kredit kepada eksportir atas sebagian dari nilai produk yang akan diekspornya, dengan syarat eksportir mengirimkan resi gudang yang memuat informasi tentang jumlah barang dan rencana tanggal pengapalan. Mekanisme ini bertujuan untuk membantu eksportir dalam memperoleh dana pada masa pasca panen dan kredit tersebut jatuh tempo pada saat komoditi di ekspor ke negara tujuan beberapa bulan kemudian. Risiko indikasi geografis merupakan ketidakmampuan sistem produksi lada di Bangka Belitung dalam menghasilkan lada putih dengan spesifikasi mutu yang ditetapkan dan ketidakmampuan menjalani proses menghasilkan lada putih seperti yang dipersyaratkan.
Pengelolaan risiko dapat dilakukan melalui: (1)
pengembangan sistem jaminan mutu melalui pengadaan fasilitas, peralatan, dan sistem manajemen pendukung bagi uji mutu lada, (2) pengembangan sistem akreditasi bagi penilai (assessor), pemberi sertifikasi (certifiers), atau penguji (tester). (3) pengembangan sistem inspeksi pengadaan input, budidaya, pengolahan, dan pengemasan, dan (4) penerapan sistem manajemen usaha termasuk pencatatan dan penelusuran produk (product traceability). 130
Subtitusi lada putih terhadap lada hitam dimungkinkan terjadi karena rasa dan aroma yang dimiliki oleh keduanya.
Risiko subtitusi produk merupakan
beralihnya konsumen terhadap lada hitam sebagai akibat dari ketersediaan produk, harga produk, atau kemudahan pembelian produk. Preferensi konsumen terhadap lada putih atau lada hitam sangat dipengaruhi oleh selera. Hal ini tidak terlepas dari sifat keduanya. Dalam pengolahan lada putih, kulit lada dikupas sehingga komponen pada lada putih berbeda dengan lada hitam. Lada putih mengandung kadar serat yang lebih kecil dan kadar pati yang lebih tinggi daripada lada hitam. Kadar minyak atsiri lada putih lebih sedikit dari lada hitam. Pengelolaan risiko subtitusi produk dilakukan dengan penerapan sistem produksi yang berkelanjutan dan penerapan bauran pemasaran yang sesuai. Bauran pemasaran dilakukan melalui: (1) menciptakan produk yang dengan standar mutu yang disertai jaminan mutu dan kontinuitas pasokan, (2) menetapkan harga yang yang kompetitif, (3)
menerapkan promosi yang
membangun komunikasi informasi yang persuasif tentang produk agar mempengaruhi pembelian, serta (4) menerapkan pemilihan tempat, sebagai fungsi dari saluran pemasaran, cakupan pasar, transportasi, dan manajemen persediaan, untuk menyampaikan produk kepada konsumen. Persaingan antar negara produsen lada di pasar dunia sangat tinggi, terutama sejak Vietnam memasuki pasar.
Hal ini terkait dengan strategi
pengembangan areal serta perbaikan sistem budidaya dan pengolahannya. Pengelolaan risiko persaingan dapat dilakukan melalui strategi menciptakan nilai, yaitu kegiatan yang dilakukan untuk menghasilkan produk yang unik atau berbeda dari produk yang selama ini ada dengan tujuan untuk memenuhi atau melampaui atribut yang diharapkan oleh konsumen. Peningkatan nilai tambah dapat dicapai melalui perbaikan dan peningkatan: mutu (quality), fungsi (functionality), bentuk (form), tempat (place), waktu (time), dan kemudahan mendapatkan (ease of possession). Peningkatan nilai tambah melalui kegiatan penciptaan nilai pada lada didefinisikan sebagai kegiatan pemberian input dan penyelenggaraan proses lanjutan dengan tujuan untuk menghasilkan lada dalam bentuk, fungsi, kemudahan mendapatkan. Jenis lada pada strategi ini antara lain: lada yang diberi 131
perlakuan untuk perubahan ukuran, lada yang diberi perlakuan untuk meningkatkan mutu, lada yang diberi input tambahan dan proses lanjutan, lada yang diberi proses pengolahan lanjutan untuk menghasilkan produk dalam bentuk dan fungsi yang berbeda seperti: minyak lada, oleoresin, serta lada yang diberi kemasan tertentu untuk memperluas pasar. Pada sisi pemasaran, pengelolaan risiko persaingan dilakukan dengan menerapkan Penerapan strategi ceruk pasar (niche market), yaitu strategi menjadi pemimpin pasar di pasar yang kecil. Hal ini dilakukan dengan menciptakan spesialisasi, misalnya spesialisasi produk, spesialisasi geografis, spesialisasi harga dan mutu, spesialisasi pelanggan, spesialisasi pelayanan, spesialisasi pemakai akhir, spesialisasi pesanan, spesialisasi produk atau lini produk, spesialisasi saluran pemasaran, atau spesialisasi ukuran pelanggan.
5.5.5 Pengelolaan Risiko pada Aspek Kelembagaan Pengelolaan risiko pada aspek kelembagaan merupakan upaya penguatan sinergi para pelaku yang terlibat dalam sistem komoditas. Pengelolaan risiko yang dapat dilakukan pada aspek kelembagaan tertera pada Tabel 29. Tabel 29. Pengelolaan Risiko pada Aspek Kelembagaan Nama Risiko
Pengelolaan Risiko
25. Kerjasama
Perbaikan kerjasama melalui: penguatan hubungan kerjasama yang telah ada, perubahan perilaku tentang kompetisi, pengembangan kemampuan keahlian dan kompetensi bisnis, serta peningkatan kemampuan pengambilan keputusan 1. Penguatan rantai nilai melalui: perbaikan mutu produk dan memasuki lini produk yang lebih tinggi untuk mendapatkan nilai tambah yang semakin besar, investasi teknologi baru untuk memperbaiki proses dan efisiensi rantai, serta menerapkan fungsi baru pada rantai untuk meningkatkan kinerja pada setiap aktivitas 2. Penerapan sistem insentif terhadap perbaikan mutu 1. Peningkatan efektivitas operasi mesin dan peralatan yang dilakukan melalui penggunaan mesin dan peralatan sesuai dengan SOP, serta perawatan dan perbaikan mesin secara berkala. 2. Pada jangka panjang, dapat dilakukan penambahan kapasitas mesin melalui pembelian mesin baru . Pengelolaan risiko dilakukan melalui perbaikan sistem pembagian informasi yang meliputi: struktur pembagian informasi, obyek data yang dibagikan, dan model aliran informasi. Perbaikan pada ketiga aspek ini akan mengungkit peningkatan efisiensi dan efektivitas kolaborasi antar pelaku.
26. Ketergantungan antar pelaku
27. Jadwal operasional
28. Informasi
132
Kerjasama antar pelaku dalam rantai nilai dipengaruhi oleh: kepentingan antar pelaku, konflik antar pelaku, dan koordinasi antar pelaku. Risiko kerjasama merupakan risiko hilangnya kesepakatan pencapaian tujuan bersama antar pelaku pada rantai nilai akibat tersebut diatas.
Pengelolaan risiko kerjasama dapat
dilakukan melalui penguatan hubungan kerjasama yang telah ada, perubahan perilaku tentang kompetisi, pengembangan kemampuan keahlian dan kompetensi bisnis, dan peningkatan kemampuan pengambilan keputusan. Rendahnya ketergantungan antar pelaku menyebabkan pelaku dapat melakukan aktivitas pada seluruh mata rantai secara individual. Petani dapat kembali melakukan pengolahan secara tradisional sehingga berdampak negatif terhadap keberadaan agroindustri lada dan misi untuk meningkatan mutu lada. Kerjasama dapat ditingkatkan dengan cara penguatan rantai nilai melalui: perbaikan mutu produk dan memasuki lini produk yang lebih tinggi untuk mendapatkan nilai tambah yang semakin besar, investasi teknologi baru untuk memperbaiki proses dan efisiensi rantai, serta menerapkan fungsi baru pada rantai untuk meningkatkan kinerja pada setiap aktivitas rantai. Selain itu risiko dapat diminimalisasi melalui penerapan sistem insentif terhadap perbaikan mutu. Risiko penjadwalan berkaitan dengan waktu panen dan pengolahan yang bersamaan sehingga terjadi penumpukan buah lada. Waktu panen dan pengolahan yang bersamaan mengharuskan dilakukannya pengolahan dalam jumlah besar yang melebihi kapasitas mesin. Apabila kapasitas tidak sesuai dengan jumlah lada yang diolah, maka akan terjadi penumpukan buah lada. Pengelolaan risiko dapat dilakukan dengan cara meningkatkan efektivitas operasi mesin dan peralatan yang dilakukan melalui penggunaan sesuai dengan SOP serta perawatan dan perbaikan mesin secara berkala. Pada jangka panjang, pengelolaan risiko dapat dilakukan dengan penambahan kapasitas mesin melalui pembelian mesin baru. Risiko informasi yaitu risiko yang berkaitan dengan terhentinya proses penyebaran informasi dan pemanfaatan informasi antar pelaku pada rantai nilai. Hilangnya penyebaran dan pemanfaatan informasi akan menyebabkan penurunan penurunan tingkat keamanan rantai nilai. Pengelolaan risiko dilakukan melalui perbaikan sistem pembagian informasi yang meliputi: struktur pembagian informasi, obyek data yang dibagikan, dan model aliran informasi. Perbaikan 133
pada ketiga aspek ini akan mengungkit peningkatan efisiensi dan efektivitas kolaborasi antar pelaku. 5.5.6 Pengelolaan Risiko pada Aspek Finansial Pengelolaan risiko pada aspek finansial merupakan upaya mengantisipasi terjadinya risiko tersebut atau upaya untuk mengetahui lebih dini perubahan yang terjadi.
Risiko suku bunga dan risiko nilai tukar merupakan risiko pada
lingkungan makro yang berpengaruh terhadap aktivitas rantai nilai. Pengelolaan risiko yang dapat dilakukan pada aspek finansial tertera pada Tabel 30. Tabel 30. Pengelolaan Risiko pada Aspek Finansial Nama Risiko
Pengelolaan Risiko
29. Suku Bunga
Penerapan sistem pengelolaan keuangan yang efektif dengan sistem akuntansi biaya yang dapat memberikan informasi dini terhadap perubahan suku bunga dan implikasinya Penerapan sistem pengelolaan keuangan yang efektif dengan sistem akuntansi biaya yang dapat memberikan informasi dini terhadap perubahan nilai tukar dan implikasinya Peningkatan kerjasama dan pengembangan mekanisme pembayaran yang berbasis kemampuan dan jadwal produksi. Penerapan sistem perencanaan dan pengelolaan keuangan yang baik agar unit usaha memiliki uang tunai atau aktiva jangka pendek yang dapat diuangkan segera dalam jumlah cukup untuk memenuhi kewajiban pembayaran pada saat yang telah disepakati.
30. Nilai tukar 31. Kredit 32. Likuiditas
Risiko kredit merupakan risiko yang timbul sebagai akibat dari pengguna jasa yang diberi keringanan pembayaran gagal memenuhi kewajiban untuk membayar pinjaman. Hal ini dapat diatasi dengan kerjasama dan pengembangan mekanisme pembayaran yang berbasis kemampuan dan jadwal produksi. Risiko likuiditas merupakan risiko yang timbul sebagai akibat dari unit usaha tidak memiliki uang tunai atau aktiva jangka pendek yang dapat diuangkan segera dalam jumlah cukup untuk memenuhi kewajiban pembayaran. Hal ini dapat diatasi melalui perbaikan sistem perencanaan dan pengelolaan keuangan. Risiko suku bunga adalah risiko yang timbul karena nilai relatif aktiva berbunga, seperti pinjaman atau obligasi, akan memburuk karena peningkatan suku bunga.
Risiko kerugian pada saat terjadinya apresiasi (kenaikan) atau
depresiasi (penurunan) mata uang asing yang disebabkan oleh adanya posisi 134
transaksi yang masih terbuka. Pengelolaan risiko yang dapat dilakukan adalah menerapkan sistem pengelolaan keuangan yang efektif dengan sistem akuntansi biaya yang dapat memberikan informasi dini terhadap perubahan suku bunga atau nilai tukar dan implikasinya. 5.6 Analisis Instrumen Pengelolaan Risiko 5.6.1 Penilaian Kemampuan Pengelolaan Risiko Kemampuan pengelolaan risiko diukur dengan memberikan nilai pada risiko berdasarkan ketersediaan sumberdaya yang dimiliki, akses terhadap sumberdaya yang dibutuhkan, ketepatan waktu atas kepemilikan sumberdaya yang dibutuhkan, serta efektivitas sumberdaya dalam mengatasi permasalahan yang ada. Nilai yang diberikan antara 1-10, dimana nilai semakin besar nilai, maka semakin kemampuan dalam pengelolaan risiko. 5.6.2 Penilaian Kerentanan (vulnerability) Penilaiaan
tingkat
kerentanan
(vulnerability)
dilakukan
dengan
membandingkan nilai risiko dan nilai kemampuan pengelolaan risiko. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: =
................................ ............ (52)
Besarnya perbedaan nilai risiko dan nilai kemampuan risiko menunjukkan besarnya nilai kerentanan (vulnerability), yang kemudian dipetakan ke dalam radar chart. 5.6.3 Penilaian Instrumen Pengelolaan Risiko Penilaian instrumen pengelolaan risiko dilakukan dengan menggunakan AHP.
Analisis diawali dengan penilaian jenis instrumen pengelolaan risiko.
Dimana untuk setiap jenis instrumen dilakukan perbandingan berpasangan dengan mengisikan matriks perbandingan berpasangan. Contoh matriks perbandingan berpasangan tertera pada Gambar 31 dengan skala penilaian tertera pada Tabel 31.
135
Gambar 31. Matriks Perbandingan Berpasangan Analisis Instrumen Pengelolaan Risiko Adopsi Adopsi
Manajemen
Finansial
Infrastruktur
Kebijakan
Kemitraan
1
2
1/6
1/7
1/8
1
1/2
1
1/7
1/8
1/6
1
Finansial
6
7
1
1/8
3
6
Infrastruktur
7
8
8
1
2
4
Kebijakan
8
6
1/3
½
1
4
Kemitraan
1
1
1/6
¼
1/4
1
Manajemen
Tabel 31. Angka Skala Saaty Tingkat Kepentingan
Definisi
1 3 5 7 9 2, 4, 6, 8 Resiprokal
Sama penting Perbedaan penting yang lemah antara yang satu terhadap yang lain Sifat lebih pentingnya kuat Menunjukkan sifat sangat penting Ekstrim penting Nilai tengah diantara dua penilaian Jika komponen i, dibandingkan dengan j, mendapat nilai bukan nol, maka j jika dibandingkan dengan i, mempunyai nilai kebalikannya
Setelah pengisian matriks perbandingan berpasangan, kemudian dilakukan penilaian konsistensi, dimana semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan kriteria yang logis.
Langkah
terakhir yaitu penggabungan nilai yang dilakukan dengan menggunakan persamanaan geometric mean. Jumlah matriks perbandingan berpasangan adalah 96 buah dan 32 buah matriks sebagai matriks gabungan, dimana setiap matriks menunjukkan analisis instrumen untuk setiap risiko. 5.7 Analisis Finansial 5.7.1 Analisis Kelayakan Investasi Asumsi yang menjadi dasar perhitungan diperlukan dalam menghitung perkiraan biaya.
Asumsi-asumsi tersebut antara lain asumsi produksi,
pembiayaan, pinjaman dan angsuran, serta penyusutan.
Asumsi produksi
berkaitan dengan kapasitas mesin, periode pengolahan, rendemen, upah pengolahan, dan nilai produk samping.
Asumsi pembiayaan memberikan
informasi mengenai persentase modal sendiri dan pinjaman. Asumsi pinjaman 136
dan angsuran berkaitan dengan nilai bunga dan periode pinjaman.
Asumsi
penyusutan berkaitan dengan penyusutan bangunan, mesin dan peralatan yang dinyatakan dalam umur ekonomi dan nilai sisa. Sumber pembiayaan investasi terdiri dari pinjaman bank dan modal sendiri. Dana pinjaman merupakan pinjaman sumber dana yang berasal dari bank konvensional. Jenis pinjaman yang diberikan oleh bank konvensional yaitu kredit investasi dengan nilai bunga dan mekanisme pembayaran tertentu. Biaya investasi yaitu biaya yang diperlukan pada saat akan mendirikan usaha. Biaya ini terdiri dari biaya modal tetap dan biaya modal kerja. Modal tetap terdiri dari: biaya tanah dan bangunan, biaya mesin dan peralatan, biaya fasilitas, dan biaya pra operasi. Modal kerja merupakan dana yang dibutuhkan dalam menjalankan perusahaan sebelum perusahaan menerima pendapatan atas penjualan. Besarnya biaya produksi per tahun yang dibutuhkan pada unit pengolahan lada putih terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap terdiri dari biaya penyusutan, biaya tenaga kerja tidak langsung, biaya pemeliharaan bangunan dan mesin, pajak, serta biaya penanganan limbah. Biaya variabel terdiri dari biaya bahan pembantu, energi, pengangkutan, dan biaya tenaga kerja langsung. Pendapatan usaha pengolahan lada diperoleh dari jasa pengolahan dan hasil samping berupa tangkai dan lada enteng yang disuling. Perhitungan kelayakan investasi mengacu kepada proyeksi rugi lada dan aliran arus kas. Proyeksi rugi laba digunakan untuk mengetahui tingkat profitibilitas suatu usaha. Aliran kas bersih merupakan selisih kas masuk dengan kas keluar. 5.7.2 Simulasi Kelayakan Investasi berbasis Risiko Risiko dapat mempengaruhi kelayakan investasi. Pada agroindustri lada, risiko yang terjadi dapat mempengaruhi tiga komponen yaitu: jasa pengolahan, jumlah lada diolah, dan rendemen. Jasa pengolahan menggambarkan kemampuan pembayaran atas penggunaan mesin dan peralatan pengolah lada. Jumlah lada diolah merupakan banyaknya lada yang dapat dioleh dengan menggunakan mesin dan peralatan pengolah lada. Rendemen menggambarkan efisiensi kemampuan pengolahan lada. 137
Simulasi dilakukan dengan memperhitungkan agregasi nilai keparahan (severity) kelompok dan menghitung nilai keparahan (severity) tertimbang berdasarkan bobot kelompok yang telah diperhitungkan sebelumnya.
Nilai
keparahan (severity) kelompok dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
dimana:
=
................................ ................................ ............... (53)
=
................................ ................................ ............ (54)
=
................................ ................................ ............ (55)
=
................................ ................................ ............ (56)
=
................................ ................................ ............ (57)
Skn = nilai severity kelompok ke-n NSRi = nilai severity risiko ke-i
Nilai total severity dihitung dengan melakukan normalisasi nilai dengan rumus sebagai berikut: = dimana:
................................ ................................ ....... (58)
Sn = nilai severity ternormalisasi wnKi = nilai bobot kelompok ke-i
Besarnya pengaruh yang diberikan terhadap komponen kelayakan investasi dilakukan dengan menjaring penilaian pakar. Penilaian pakar kemudian dihitung sebagai bobot pengaruh tertimbang yang akan menentukan besarnya nilai pengaruh yang dihitung berdasarkan nilai keparahan (severity) agregat. Skala yang digunakan tertera pada Tabel 25. Perhitungan nilai pengaruh terhadap jasa pengolahan dilakukan dengan rumus sebagai berikut:
= 138
................................ ................................ ............ (59)
=
................................ ................................ ............. (60)
=
................................ ................................ .............. (61) ................................ ................................ ........................ (62)
=
dimana: aj = nilai jasa pengolahan berdasarkan nilai titik bawah TFN bj = nilai jasa pengolahan berdasarkan nilai titik tengah TFN cj = nilai jasa pengolahan berdasarkan nilai titik atas TFN ajpi = nilai jasa pengolahan berdasarkan nilai titik bawah TFN oleh pakar ke-i bjpi = nilai jasa pengolahan berdasarkan nilai titik tengah TFN oleh pakar ke-i cjpi = nilai jasa pengolahan berdasarkan nilai titik atas TFN oleh pakar ke-i j = nilai jasa pengolahan
Perhitungan nilai pengaruh terhadap jumlah lada diolah dilakukan dengan rumus sebagai berikut: =
................................ ................................ ........... (63)
=
................................ ................................ ............ (64)
=
................................ ................................ ............ (65)
=
................................ ................................ ..................... (66)
dimana: aq = nilai jumlah lada diolah berdasarkan nilai titik bawah TFN bq = nilai jumlah lada diolah berdasarkan nilai titik tengah TFN cq = nilai jumlah lada diolah berdasarkan nilai titik atas TFN aqpi = nilai jumlah lada diolah berdasarkan nilai titik bawah TFN oleh pakar ke-i bqpi = nilai jumlah lada diolah berdasarkan nilai titik tengah TFN oleh pakar ke-i cqpi = nilai jumlah lada diolah berdasarkan nilai titik atas TFN oleh pakar ke-i q = nilai jumlah lada diolah
Perhitungan nilai pengaruh terhadap rendemen dilakukan dengan rumus sebagai berikut: =
................................ ................................ ........... (67)
=
................................ ................................ ............ (68)
=
................................ ................................ ............. (69)
=
................................ ................................ ....................... (70) 139
dimana: ar = nilai rendemen berdasarkan nilai titik bawah TFN br = nilai rendemen berdasarkan nilai titik tengah TFN cr = nilai rendemen berdasarkan nilai titik atas TFN arpi = nilai rendemen berdasarkan nilai titik bawah TFN oleh pakar ke-i brpi = nilai rendemen berdasarkan nilai titik tengah TFN oleh pakar ke-i crpi = nilai rendemen berdasarkan nilai titik atas TFN oleh pakar ke-i r = nilai rendemen
Nilai pengaruh kemudian dihitung dengan melakukan normalisasi nilai dengan rumus sebagai berikut: =
................................ ................................ .......................... (71)
=
................................ ................................ ......................... (72)
=
................................ ................................ ......................... (73)
dimana: jn = nilai jasa pengolahan ternormalisasi qn= nilai jumlah lada diolah ternormalisasi rn = nilai rendemen ternormalisasi j = nilai jasa pengolahan q= nilai jumlah lada diolah r = nilai rendemen
Perhitungan persentase pengaruh ditetapkan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: =
................................ ................................ ................... (74)
=
................................ ................................ ................. (75)
=
................................ ................................ ................... (76)
dimana: jp = nilai jasa pengolahan dalam persentase qp= nilai jumlah lada diolah dalam persentase rp = nilai rendemen ternormalisasi dalam persentase jn = nilai jasa pengolahan ternormalisasi qn= nilai jumlah lada diolah ternormalisasi rn = nilai rendemen ternormalisasi Sn= Nilai Severity ternormalisasi
Berdasarkan nilai persentase yang diperoleh dari perhitungan tersebut, kemudian dilakukan analisis perubahan terhadap faktor-faktor yang diduga memiliki pengaruh secara langsung terhadap faktor perubah. Risiko yang terjadi 140
berpengaruh terhadap jasa pengolahan lada. Perhitungan besarnya nilai pengaruh terhadap jasa pengolahan dilakukan dengan menggunakan rumus: =
................................ ................................ ................ (77)
dimana: JP t0 = nilai jasa pengolahan awal jp = nilai jasa pengolahan dalam persentase JP t1 = nilai jasa pengolahan dipengaruhi risiko
Besarnya jumlah lada yang diolah akan berpengaruh terhadap jumlah bahan baku yang diolah dan produk samping yang dihasilkan. Analisis dilakukan dengan menggunakan rumus: =
................................ ................................ ............. (78)
=
................................ ................................ ............... (79)
dimana:BBjt0 = nilai bahan baku awal BBt1 = nilai bahan baku dipengaruhi risiko PTt0 = nilai produk tambahan awal PTt1 = nilai produk tambahan dipengaruhi risiko qp= nilai jumlah lada diolah dalam persentase
Analisis perubahan nilai rendemen dilakukan dengan menggunakan rumus: =
................................ ................................ ................... (80)
dimana: Rt0 = nilai rendemen awal Rt1 = nilai rendemen dipengaruhi risiko rp = nilai rendemen ternormalisasi dalam persentase
Berdasarkan perubahan nilai jasa pengolahan, jumlah lada diolah, dan nilai rendemen, maka akan diketahui perubahan kinerja investasi yang dinyatakan dalam nilai IRR, NPV, Net B/C ratio, dan Pay Back Period. Informasi mengenai perubahan kinerja investasi ini kemudian diperbandingkan dengan kinerja investasi potensial dalam bentuk grafik.
141