!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
48,'/"+&& 8,'/"+&& Permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah selama ini Koperasikoperasi Sekunder baik Tingkat Nasional (Induk dan Gabungan) maupun Tingkat Propinsi (Pusat dan Gabungan) terus terbentuk dan bertumbuh dengan berbagai aktivitas. Namun sejauhmana eksistensi dan keterkaitan antara Koperasi Sekunder dengan Koperasi Primer anggotanya hingga sekarang belum diketahui pasti. Juga belum diketahui sejauhmana Koperasi Sekunder menjalankan fungsi-fungsinya kepada Koperasi Primer anggotanya, dan sebaliknya Koperasi Primer menjalankan kewajibannya kepada Koperasi Sekunder. Secara spesifik, permasalahan dalam penelitian ini adalah hanya mengetahui kondisi Koperasi Sekunder baik Tingkat Nasional maupun Tingkat Propinsi dan bagaimana hubungan atau keterkaitan antara Koperasi Sekunder dengan Koperasi anggotanya yang meliputi keterkaitan bisnis maupun aktivitas kelembagaan. Aspek yang diukur dalam penelitian ini mencakup aspek keragaan yang terdiri dari keragaan kelembagaan dan keragaan usaha, dan aspek keterkaitan antar koperasi. Ada tujuh variabel-variabel yang termasuk dalam aspek keragaan kelembagaan, sedangkan keterkaitan antara Koperasi Sekunder dengan Koperasi anggotanya dapat dilihat dari sejauh mana Koperasi Sekunder melaksanakan fungsi-fungsinya kepada Koperasi Primer anggota. Fungsifungsi dimaksud dikelompokkan menjadi (1) fungsi kelembagaan, (2) fungsi usaha, dan (3) fungsi penunjang. Fungsi-fungsi tersebut merupakan hasil diskusi para pakar koperasi (focus group discussion / FGD). Penelitian ini adalah penelitian survei dengan penarikan sampel berdasarkan metode Purposive Sampling. Responden penelitian ini adalah pengurus Koperasi Sekunder dan pengurus Koperasi Primer anggotanya. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari para responden melalui observasi dan wawancara langsung dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disusun secara terstruktur. Sedangkan data sekunder dikumpulkan dari Kementerian Koperasi dan UKM, BPS Tingkat Nasional dan Daerah, Dinas Koperasi Tingkat Propinsi dan Kabupaten, dan masing-masing koperasi. Data dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Untuk analisis keterkaitan dipergunakan metode kuantitatf yaitu metode Chi-Square (uji χ ), dengan uji siginifikansi dengan hipotesis nol/nihil (H0) dan hipotesis tandingan/alternatif (H1). H0 berarti tidak ada keterkaitan antara Koperasi Sekunder dengan Koperasi Primer anggota. H1 berarti ada 2 keterkaitan antara Koperasi Sekunder dengan Koperasi Primer anggota. H0 diterima bila χ ! 2 2 2 χ dan H0 ditolak atau terima H1 bila χ > χ α; dengan derajad bebas tertentu. Analisis dilanjutkan dengan uji keeratan hubungan dengan menggunakan koefisien kontingensi. Penelitian ini dilaksanakan pada 9 propinsi masing-masing : Jawa Timur, Jawa Tengah, DKI Jakarta, Sumatera Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Barat, dan Kalimantan Barat. Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari kajian tersebut antara lain : • Berdasarkan data pada Kementerian Koperasi dan UKM dan DEKOPIN, terdapat 53 Koperasi Sekunder Tingkat Nasional masih beroperasi secara hukum. Sesuai hasil penelitian, dari jumlah tersebut terdapat 56.60 % (30 koperasi) tidak aktif lagi dan juga tidak memiliki asset khususnya kantor, tanah dan bangunan, selebihnya sebanyak 43.40 % (23 koperasi) masih aktif. 2
•
Dari 23 Koperasi Sekunder Tingkat Nasional yang masih aktif, diambil sampel sebanyak 39.13 % atau 9 koperasi. Dari jumlah sampel ini, sebanyak 55.55 % atau lima koperasi menyelenggarakan Rapat Anggota Tahunan (RAT) setiap tahun dari tahun 2001 – 2005. Sedangkan empat koperasi lainnya hanya menyelenggarakan RAT sebanyak 2 tahun selama tahun 2001 – 2005.
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$& & & &
i
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"& •
Sesuai data BPS, populasi Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi pada 8 propinsi sampel kecuali DKI Jakarta, masing-masing Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Barat, NTT, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, NTB, dan Kalimantan Barat, sebanyak 351 koperasi. Dari populasi ini, 82.86 % (261 koperasi) masih aktif, dan 17.14 % tidak aktif. Dari koperasi aktif, terpilih 33 koperasi (12.64 %) sampel. Sebanyak 69.70 % (23 koperasi) sampel sudah memiliki gedung kantor berstatus milik sendiri, sisanya 30.30 % (10 koperasi) menempati gedung kantor berstatus pinjaman dan sewa.
•
Koperasi Sekunder Tingkat Nasional yang tidak aktif dan juga anggotanya tidak aktif berjumlah 28 koperasi atau 52.83 % dari total populasi (53 koperasi).
•
Koperasi Sekunder Tingkat Nasional aktif dan anggotanya juga aktif tetapi tidak ada keterkaitan diantara mereka sebanyak 33.33 % atau sebanyak 3 koperasi.
•
Koperasi Sekunder Tingkat Nasional aktif dan anggotanya tidak aktif berjumlah 0 (nol) % dari koperasi sampel.
•
Koperasi Sekunder Tingkat Nasional aktif dan anggotanya juga aktif dan ada keterkaitan diantara mereka namun keterkaitannya lemah sebanyak 11.11 % atau satu koperasi sampel.
•
Koperasi Sekunder Tingkat Nasional aktif dan anggotanya juga aktif, dan ada keterkaitan diantara mereka dan keterkaitan tersebut kuat, sebanyak 55.56 % atau 5 koperasi.
•
Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi aktif dan anggotanya juga aktif dan ada keterkaitan diantara mereka namun keterkaitannya lemah sebanyak 100 % atau seluruh koperasi sampel (33 koperasi).
•
Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi aktif dan anggotanya juga aktif, dan ada keterkaitan diantara mereka dan keterkaitan tersebut kuat, sebanyak 0 (nol) %.
•
Selama ini kegiatan pembinaan yang dilakukan pemerintah kepada koperasi lebih bertumpu kepada Koperasi Primer, sementara pembinaan kepada Koperasi Sekunder Tingkat Nasional dan Tingkat Propinsi masih terabaikan. Untuk mendorong pertumbuhan koperasi secara lebih baik dan untuk menjaga citra positif koperasi, pola pembinaan pemerintah perlu juga mencakup Koperasi Sekunder Tingkat Nasional dan Propinsi.
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$& & & &
ii
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
!"'"&7(%)"%'"/& (%)"%'"/ Dalam rangka perwujudan koperasi berkualitas sebagaimana dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2004-2009, maka diperlukan upaya peningkatan pembinaan dan pengembangan koperasi, baik koperasi primer maupun koperasi sekunder. Selama ini keberadaan koperasi sekunder baik tingkat nasional maupun tingkat propinsi masih belum banyak terungkap dan untuk itulah terpanggil untuk melakukan kajian tentang eksistensi koperasi sekunder dan keterkaitannya dengan anggota. Kajian yang bersifat eksploratif ini dilakukan oleh tim peneliti : Togap Tambunan, SE, MSi, Dr. Burhanuddin R., MA, Ir. Adolf B. Heatubun, MSi, dengan narasumber : Dr.Johnny W. Situmorang dan Rudi Faisal, SH. Tim tersebut beserta staf Asisten Deputi Urusan Penelitian Koperasi melakukan beberapa tahapan kegiatan pendahuluan secara intensif antara lain :
penyusunan
proposal dan pembahasan TOR serta pembuatan kuisioner, setelah itu kegiatan penelitian dilanjutkan oleh tim dengan survei dan pengambilan data, pengolahan dan analisis data serta penulisan laporan.
Hasil penelitian ini telah diseminarkan di Deputi Bidang
Pengkajian Sumberdaya UKMK, Kementerian Negara Koperasi dan UKM, yang dihadiri para pejabat dari unit-unit eselon satu Kementerian Negara Koperasi dan UKM
serta
instansi terkait. Pada kesempatan ini disampaikan terima kasih dan penghargaan kepada Tim Peneliti dan seluruh pihak yang turut mendukung terselenggaranya penelitian dan penyusunan laporan akhir penelitian ini. Semoga laporan ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
Jakarta, Desember 2006 Asisten Deputi Urusan Penelitian Koperasi
Dr. Ir. Pariaman Sinaga, MM
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
iii
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
8"9'"/&&:,$& ,$& Halaman ABSTRAK .......................................................................................................... KATA PENGANTAR ........................................................................................ DAFTAR ISI ....................................................................................................... DAFTAR TABEL .............................................................................................. DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................
i iii iv vi vii viii
I.
PENDAHULUAN ................................................................................... 1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1.2. Dimensi Permasalahan ............................................................... 1.3. Tujuan Kajian .............................................................................. 1.4. Ruang Lingkup .............................................................................
1 2 3 3 3
II.
KERANGKA PEMIKIRAN .....................................................................
4
III.
METODE KAJIAN ................................................................................ 3.1. Obyek Penelitian ......................................................................... 3.2. Prosedur Penelitian ..................................................................... 3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................... 3.4. Metode Penarikan Sampel ......................................................... 3.5. Metode Analisis Data ................................................................ 3.5.1. Analisis Deskriptif/Kualitatif ......................................... 3.5.2. Analisis Keterkaitan ..................................................... 2 3.5.2.1. Uji Chi Square (Uji χ ) ................................ 3.5.2.2. Uji Signifikansi ............................................ 3.5.2.3. Koefisien Kontingensi (C) ............................
7 7 7 7 7 8 8 9 10 11 12
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 4.1. Deskripsi Koperasi Sekunder dan Koperasi Primer Anggota .......................................................................... 4.1.1. Koperasi Sekunder Tingkat Nasional (Induk Koperasi) yang Aktif dan Tidak Aktif ..................................................................... 4.1.2. Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi ........................... 4.1.3. Koperasi Primer Anggota ............................................ 4.2. Analisis Keragaan Koperasi Sampel ......................................... 4.2.1. Keragaan Kelembagaan dan Usaha Koperasi Sekunder Tingkat Nasional (Induk Koperasi) ............................. 4.2.2. Keragaan Kelembagaan dan Usaha Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi .......................................................... 4.2.3. Keragaan Kelembagaan dan Usaha Koperasi Primer .......................................................... 4.3. Keterkaitan Koperasi Sekunder dengan Koperasi Anggotanya .................................................................................. 4.3.1. Keterkaitan Koperasi Sekunder Tingkat Nasional dengan Anggotanya .................................................... 4.3.2. Keterkaitan Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi dengan Koperasi Primer Anggotanya ......................... 4.3.2.1. Analisis Menurut Keseluruhan Fungsi ...... 4.3.2.2. Analisis Menurut Masing-masing Fungsi ...
13
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
13
20 22 24 25 43 70 82 83 87 87 99
iii
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
V.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI .................................................... 5.1. Kesimpulan .................................................................................. 5.1.1. Keragaan Koperasi ..................................................... 5.1.2. Keterkaitan Koperasi Sekunder dengan Anggotanya .. 5.2. Rekomendasi ............................................................................... 5.2.1. Umum ......................................................................... 5.2.2. Khusus ........................................................................
DAFTAR PUSTAKA
101 101 101 104 105 105 105
.......................................................................................
107
LAMPIRAN ........................................................................................................
108
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
iv
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
8"9'"/&&:";(5&&& ";(5&&& Halaman Tabel 1.
Jumlah dan Sebaran Sampel Penelitian .......................................
8
Tabel 2.
Nama-nama Koperasi Sekunder Tingkat Nasional (Induk Koperasi) yang terdaftar pada Kementerian Koperasi & UKM dan DEKOPIN ...................................................
14
Koperasi Sekunder Tingkat Nasional (Induk Koperasi) yang Masih Aktif ...........................................................................
17
Umur dan Pelaksanaan RAT Masing-masing Koperasi Sekunder Tingkat Nasional ..........................................................
18
Rata-rata Pertumbuhan Modal, Simpanan Anggota, dan Volume Usaha Induk Koperasi Selama Tahun 2001 – 2005 .............................................................................................
19
Jumlah Anggota Masing-masing Koperasi Induk, Pusat, dan Primer Anggota Tahun 2005 ................................................
21
Rata-rata Jumlah Volume Usaha, Modal Sendiri, Modal Luar dan SHU Koperesi Sekunder Tingkat Propinsi ....................
22
Rata-rata Jumlah Volume Usaha, Modal Sendiri, Modal Luar dan SHU Koperesi Primer Anggota .....................................
23
Jumlah dan Jenis Usaha Masing-masing Koperasi Sekunder Tingkat Nasional (Induk Koperasi) ..............................
27
Tabel 10. Keragaan Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi secara Umum ...........................................................................................
69
Tabel 11. Perkembangan Aspek-aspek Keragaan Koperasi Primer Anggota PUSKUD ...........................................................
72
Tabel 12. Perkembangan Aspek-aspek Keragaan Koperasi Primer Anggota GKSI Jateng .......................................................
73
Tabel 13. Perkembangan Aspek-aspek Keragaan Koperasi Primer Anggota PUSKOPDIT .....................................................
74
Tabel 14. Perkembangan Aspek-aspek Keragaan Koperasi Primer Anggota PUSKUD MINA .............................................................
75
Tabel 15. Perkembangan Aspek-aspek Keragaan Koperasi Primer Anggota PKP – RI .............................................................
76
Tabel 16. Perkembangan Aspek-aspek Keragaan Koperasi Primer Anggota PUSKOPPAS ................................................................
77
Tabel 17. Perkembangan Aspek-aspek Keragaan Koperasi Primer Anggota PUSKOPPONTREN .....................................................
78
Tabel 18. Perkembangan Aspek-aspek Keragaan Koperasi Primer Anggota PUSKSP .......................................................................
79
Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5.
Tabel 6. Tabel 7. Tabel 8. Tabel 9.
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
iv
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"& Tabel 19. Perkembangan Aspek-aspek Keragaan Koperasi Primer Anggota PUSKOPWAN ...............................................................
80
Tabel 20. Perkembangan Aspek-aspek Keragaan Koperasi Primer Anggota PUSKOPPOLDA ............................................................
81
Tabel 21. Perkembangan Aspek-aspek Keragaan Koperasi Primer Anggota PKSU ..............................................................................
82
Tabel 22. Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Fungsi-fungsi Keterkaitan Koperasi Sekunder Tingkat Nasional (Induk Koperasi) dengan Anggotanya ......................................................................
86
Tabel 23. Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Fungsi-fungsi Keterkaitan Koperasi Sekunder dengan Anggotanya ......................................
87
Tabel 24. Nilai Chi Square, Uji Signifikansi dan Koefisien Kontingensi Koperasi Sekunder Dianalisis menurut Keseluruhan Fungsi .........
88
Tabel 25. Fungsi-fungsi yang Paling Dominan Dilaksanakan Koperasi Sekunder .......................................................................................
91
Tabel 26. Nilai Chi Square, Uji Signifikansi dan Koefisien Kontingensi Koperasi Sekunder Dianalisis menurut Masing-masing Fungsi ...........................................................................................
100
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
v
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
8"9'"/&:"6;"/& "6;"/& & Gambar 1.
Jaringan dan Subsidiaritas Koperasi Sekunder dan Koperasi Primer Usaha Perikanan .............................................
5
Kerangka Pemikiran Keterkaitan Usaha dan Kelembagaan antara Koperasi Sekunder dan Koperasi Primer Anggotanya ....
6
Keragaan Kelembagaan dan Usaha Koperasi Sekunder Tingkat Nasional (Induk Koperasi)..............................................
26
Gambar 4.
Perkembangan Kelembagaan dan Usaha IKSP .........................
29
Gambar 5.
Perkembangan Kelembagaan dan Usaha INKOPANG ..............
30
Gambar 6.
Perkembangan Kelembagaan dan Usaha KJAN ........................
32
Gambar 7.
Perkembangan Kelembagaan dan Usaha INKOPPAS...............
34
Gambar 8.
Perkembangan Kelembagaan dan Usaha INKOWAN ................
36
Gambar 9.
Perkembangan Kelembagaan dan Usaha INKOPTI...................
38
Gambar 10. Perkembangan Kelembagaan dan Usaha INKUD ......................
39
Gambar 11. Perkembangan Kelembagaan danUsaha IKPI ...........................
41
Gambar 12. Perkembangan Kelembagaan dan Usaha GKSI ........................
42
Gambar 13. Keragaan Kelembagaan dan Usaha Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi ..........................................................................
44
Gambar 14. Perkembangan Kelembagaan dan Usaha PUSKUD ..................
47
Gambar 15. Perkembangan Kelembagaan dan Usaha GKSI Jateng.............
49
Gambar 16. Perkembangan Kelembagaan dan Usaha PUSKOPDIT ............
51
Gambar 17. Perkembangan Kelembagaan dan Usaha PUSKUD MINA ........
53
Gambar 18. Perkembangan Kelembagaan dan Usaha PKP-RI .....................
56
Gambar 19. Perkembangan Kelembagaan dan Usaha PUSKOPPAS ...........
57
Gambar 20. Perkembangan Kelembagaan dan Usaha PUSKOPPONTREN
58
Gambar 21. Perkembangan Kelembagaan dan Usaha PUSKSP ..................
59
Gambar 22. Perkembangan Kelembagaan dan Usaha PUSKOPWAN..........
61
Gambar 23. Perkembangan Kelembagaan dan Usaha PUSKOPPOLDA ......
64
Gambar 2.
Gambar 3.
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
vi
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
Gambar 24. Perkembangan Kelembagaan dan Usaha PUSKOP VETERAN
66
Gambar 25. Perkembangan Kelembagaan dan Usaha PKSU .......................
68
Gambar 26. Keragaan Kelembagaan dan Usaha Koperasi Primer Anggota Sampel dari Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi ......................
71
Gambar 27. Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Semua Fungsi Keterkaitan oleh Masing-masing Induk Koperasi dengan Anggotanya..........
85
Gambar 28. Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Masing-masing Fungsi Keterkaitan oleh Induk Koperasi dengan Anggotanya ................
86
Gambar 29. Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Masing-masing Fungsi Keterkaitan oleh Koperasi Sekunder Anggotanya ......................
89
Gambar 30. Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Masing-masing Fungsi Keterkaitan oleh Koperasi Sekunder Anggotanya ......................
90
Gambar 31. Trend Keterkaitan Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi dengan Koperasi Primer Anggota...............................................
99
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
vii
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
8"9'"/&:"6.$/"%&& "6.$/"%&& & Lampiran 1. Nama-nama Seluruh Koperasi Sampel ......................................
108
Lampiran 2. Nama-nama Koperasi Sekunder Tingkat Nasional (Induk Koperasi) yang Tidak aktif ...............................................
110
Lampiran 3. Hierarki Pembinaan Koperasi .....................................................
111
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
viii
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
8"9&&:;&&&7(%2"<151"%& (%2"<151"%& 1.1.
Latar Belakang Bentuk Koperasi Sekunder, secara normatif telah diatur dalam Undang-undang
Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian. Pasal 1 Undang-undang tersebut menyebutkan, Koperasi Sekunder adalah koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan koperasi. Secara lebih rinci dijelaskan pada bagian Penjelasan Pasal 15 bahwa ”Koperasi Sekunder meliputi semua koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan Koperasi Primer dan/atau Koperasi Sekunder berdasarkan kesamaan kepentingan dan tujuan efisiensi.” Koperasi Sekunder dapat didirikan oleh koperasi sejenis maupun koperasi berbagai jenis atau tingkatan. Pendirian Koperasi Sekunder dalam berbagai tingkatan selama ini dikenal dengan sebutan (1) Pusat, (2) Gabungan, dan (3) Induk. Selanjutnya, dalam Pasal 6 ayat (2) diatur tentang syarat pembentukan Koperasi Sekunder, yakni Koperasi Sekunder dibentuk oleh sekurang-kurangnya 3 (tiga) koperasi. Berdasarkan definisi dan syarat pembentukan tersebut, secara formal Koperasi Sekunder yang telah ada memiliki hierarki organisasi vertikal yang berbeda-beda antara Koperasi Sekunder yang satu dengan yang lainnya. Sebagian Koperasi Sekunder merupakan bentuk integrasi vertikal dengan tiga hierarki (Koperasi Primer, Pusat Koperasi dan Induk Koperasi), dan sebagian lainnya dengan dua hierarki (Koperasi Primer dan Pusat atau Gabungan Koperasi).
Koperasi-koperasi Sekunder ini terdiri atas sekumpulan
Koperasi Primer dari beragam jenis. Beberapa diantaranya dikenal dengan sebutan INKOPOL, INKOPAR, IKPRI, IKOPDIT, INKUD, IKPI, GKBI, GKSI, PUSKUD, PUSKOPDIT, PUSKOPTI, PUSKOPKAR, PUSKSP, dan lain-lain. Hingga saat ini tercatat sebanyak 156 buah Koperasi Sekunder di tingkat nasional (Jakarta) yang terdiri dari 63 buah Koperasi Sekunder dalam bentuk Induk, 7 buah berbentuk Gabungan, dan 142 buah lainnya dalam bentuk Pusat (Kementerian Koperasi dan UKM, 2005). Jumlah ini belum termasuk Koperasi Sekunder yang tersebar di setiap propinsi dan kabupaten di seluruh Indonesia. Secara konseptual, Koperasi Sekunder adalah sebuah bentuk kelembagaan koperasi yang terintegrasi dengan beberapa fungsi dan peran umum koperasi. Fungsi dan peran umum tersebut yang tertuang dalam Pasal 4 Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 adalah : (1) membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya, dan (2) memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai sokogurunya. Berdasarkan fungsi dan peran tersebut maka kehadiran sebuah koperasi akan menciptakan berbagai manfaat di dalam perekonomian. Keberadaan sebuah Koperasi !-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
1
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"& Sekunder akan menyertakan beberapa anggota koperasi baik Koperasi Primer ataupun Koperasi Sekunder. Pada sisi kelembagaan, akan tercipta suatu struktur kelembagaan yang bermanfaat bagi para koperasi anggotanya dan bagi pihak-pihak lain untuk memperoleh akses ke dalam usaha bisnis. Pada sisi produksi dan penciptaan kapasitas produksi nasional, kehadiran Koperasi Sekunder dan kelembagaannya akan turut berkontribusi meningkatkan produksi dan kapasitas produksi usaha koperasi anggotanya. Hal ini kemudian akan berkontribusi pada peningkatan kapasitas produksi nasional. Manfaat lain adalah terbuka akses para anggota dan masyarakat luas pada informasi, teknologi bisnis, peningkatan keterampilan, akses kepada pasar baik di dalam negeri maupun di luar negeri, peningkatan modal dan peningkatan pendapatan anggota koperasi. Semua manfaat tersebut diharapkan dapat disumbangkan oleh kehadiran Koperasi Sekunder. Secara normatif, fungsi sebuah Koperasi Sekunder yakni untuk membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi koperasi anggotanya adalah fungsi yang penting. Undang-undang Perkoperasian yang telah disebutkan secara eksplisit menyatakan bahwa Koperasi Sekunder adalah sebuah bentuk kelembagaan koperasi yang kuat dan terintegrasi. Kelembagaan koperasi tersebut diharapkan mampu untuk menjalankan fungsinya yakni membangun dan mengembangkan potensi ekonomi koperasi anggotanya. Dalam tataran praktis, Koperasi-koperasi Sekunder diharapkan mampu membentuk jaringan usaha dengan Koperasi-koperasi Primer dan mengembangkan kerjasama yang saling menguntungkan. Bagaimana sesungguhnya jaringan usaha yang terbentuk dan kerjasama yang dibangun ? Informasi dan data-data mengenai hal ini masih sangat terbatas.
1.2. Dimensi Permasalahan Sesuai landasan hukumnya, koperasi telah dianggap sebagai sebuah gerakan ekonomi rakyat maupun sebagai badan usaha yang berperan serta untuk mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur. Koperasi perlu membangun dirinya dan dibangun menjadi kuat dan mandiri berdasarkan prinsip-prinsip dan jati diri koperasi sehingga mampu berperan sebagai sokuguru perekonomian nasional. Landasan hukum ini telah menjadikan koperasi sebagai pilar ekonomi nasional. Oleh karena itu, sebagai pilar ekonomi, pengembangan koperasi baik pada waktu sekarang maupun pada waktu yang akan datang adalah hal yang mutlak dan masih diperlukan. Fungsi Koperasi Sekunder secara spesifik menurut Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 adalah (1) berfungsi sebagai jaringan untuk menciptakan skala ekonomis dan posisi tawar, dan (2) berfungsi sebagai ”subsidiaritas” dimana bisnis yang dilaksanakan anggota (Koperasi Primer) tidak dijalankan oleh Koperasi Sekunder sehingga tidak saling !-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
2
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"& mematikan. Juga menurut Undang-undang tersebut, Koperasi Sekunder didirikan oleh dan beranggotakan Koperasi Primer dan/atau Koperasi Sekunder berdasarkan kesamaan kepentingan dan tujuan efisiensi.” Koperasi Sekunder dapat didirikan oleh koperasi sejenis maupun koperasi berbagai jenis atau tingkatan. Koperasi Sekunder dibentuk oleh sekurang-kurangnya 3 (tiga) koperasi”. Undang-undang tersebut memberikan peluang kepada gerakan koperasi untuk mendirikan koperasi pada berbagai tingkatan sesuai kebutuhannya. Hal ini kemudian menyebabkan terbentuknya banyak Koperasi Primer dan Koperasi Sekunder. Selama ini Koperasi-koperasi Sekunder baik Tingkat Nasional (Induk dan Gabungan) maupun Tingkat Propinsi (Pusat dan Gabungan) terus terbentuk dan bertumbuh dengan berbagai aktivitas. Namun sejauhmana eksistensi dan keterkaitan antara Koperasi Sekunder dengan Koperasi Primer anggotanya hingga sekarang belum diketahui pasti. Juga belum ketahui sejauhmana Koperasi Sekunder menjalankan fungsifungsinya kepada Koperasi Primer anggotanya dan sebaliknya Koperasi Primer menjalankan kewajibannya kepada Koperasi Sekunder. Secara spesifik, permasalahan dalam penelitian ini adalah hanya mengetahui kondisi Koperasi Sekunder baik Tingkat Nasional maupun Tingkat Propinsi dan bagaimana hubungan atau keterkaitan antara Koperasi Sekunder dengan Koperasi anggotanya yang meliputi keterkaitan bisnis maupun aktivitas kelembagaan.
1.3.
Tujuan Kajian Tujuan dari kajian ini adalah : 1.
Mengetahui keragaan Koperasi Sekunder dan Koperasi anggotanya.
2.
Mengetahui
keterkaitan
antara
Koperasi
Sekunder
dengan
Koperasi
anggotanya.
1.4.
Ruang Lingkup Ruang lingkup kajian meliputi beberapa aspek antara lain : 1.
Identifikasi eksistensi Koperasi Sekunder Tingkat Nasional, Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi, dan Koperasi Primer anggota yang mencakup kelembagaan dan usaha.
2.
Analisis hubungan keterkaitan antara Koperasi Sekunder Tingkat Nasional dengan Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi, Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi dengan Koperasi Primer anggota.
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
3
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
8"9&&&::;&&&& "9&&&::;&&&&!(/"%)+"&&7(6$+$/"%& (6$+$/"%& Beberapa landasan penting yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 menyatakan bahwa (a) koperasi, baik sebagai gerakan ekonomi rakyat maupun sebagai badan usaha berperan serta untuk mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 dalam tata perekonomian nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi; dan (b) koperasi perlu membangun dirinya untuk menjadi kuat dan mandiri berdasarkan prinsip Koperasi sehingga mampu berperan sebagai sokoguru perekonomian nasional. Landasan ini memberikan kedudukan yang kuat bagi Koperasi Indonesia sebagai pilar pembangunan ekonomi nasional. Untuk mewujudkan kedudukan sentral koperasi tersebut adalah dengan melaksanakan fungsi secara nyata sebagai satu-satunya kunci bagi kesuksesan koperasi di dalam perekonomian nasional. Salah satu fungsi dan peran penting koperasi di dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 adalah membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya. Fungsi dan peran tersebut memperlihatkan bahwa ada keterkaitan antara potensi dan kemampuan ekonomi yang dimiliki para anggotanya yang perlu dikembangkan dengan potensi dan kemampuan yang dimiliki koperasi yang mewadahi mereka. Keterkaitan tersebut diharapkan dapat terjalin diantara Koperasi-koperasi Sekunder dan Koperasi-koperasi Primer sebagai anggotanya. Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat dikatakan bahwa Koperasi Sekunder memiliki bentuk koperasi yang khas. Sebagaimana diatur dalam Undang-undang Perkoperasian, Koperasi Sekunder tidak berbasis kepada orang (member based) melainkan pembentukannya didasarkan atas adanya kesamaan kebutuhan organisasi, yakni Koperasi Sekunder dibentuk oleh badan hukum Koperasi Primer. Berdasarkan basis pembentukannya, maka Koperasi Sekunder memiliki tiga azas yaitu : (1) efisiensi, (2) mutual (saling melengkapi), dan (3) kebersamaan. Koperasi Sekunder memiliki dua fungsi yaitu sebagai suatu jaringan dan sebagai subsidiaritas. Sebagai jaringan, Koperasi Sekunder diharapkan mampu menciptakan skala ekonomis dan posisi tawar bagi dirinya sendiri dan bagi Koperasi Primer anggotanya. Sedangkan fungsi subsidiaritas memiliki arti bisnis yang dilakukan anggotanya (Koperasi Primer) tidak dijalankan di tingkat Koperasi Sekunder, sehingga tidak saling mematikan. Secara garis besar, gambar berikut menyajikan sebuah contoh jaringan dan subsidiaritas Koperasi Sekunder – Koperasi Primer pada bidang usaha perikanan.
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
4
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
INDUK
PUSAT
• • •
Aktivitas : Pabrik jaring Pabrik pengalengan Ekspor.
• • • •
Aktivitas : Pabrik es Pemasaran antar daerah Pengadaan BBM Kebutuhan penolong.
Aktivitas :
KOPERASI PRIMER
• Penangkapan • Pengolahan garam • Pelelangan • Pengadaan BBM • Simpan pinjam
• Pabrik es • Produksi
Gambar 1. Jaringan dan Subsidiaritas Koperasi Sekunder dan Koperasi Primer Usaha Perikanan
Gambar di atas memperlihatkan keterkaitan antar kelembagaan Koperasi Sekunder – Primer dan keterkaitan di dalam usaha-usaha yang saling mendukung (backward and forward linkages).
Dari keterkaitan sesuai jaringan yang ada, masing-
masing pihak menerima manfaat yang dapat mendorong peningkatan dan pengembangan usaha secara lebih baik. Para anggota (Koperasi Primer) mendapat manfaat peningkatan keuntungan secara finansial, peningkatan produksi dari usaha-usaha yang dijalankan, adanya jaminan pasar bagi produknya, akses modal, teknologi dan manajemen yang lebih modern. Koperasi-koperasi sekunder mendapat manfaat sebagai pasar dan menerima input dari Koperasi Primer, dan berpeluang mengembangkan bisnis yang lebih tinggi tingkatannya sehingga dapat bersaing dengan bisnis non-koperasi. Selain itu manfaat umum baik bagi Koperasi Sekunder maupun Koperasi Primer adalah tercipta efisiensi usaha dan jaringan usaha yang kuat diantara mereka. Dengan demikian apabila Koperasi Primer berkembang maka Koperasi Sekunder juga akan dapat berkembang atau jika Koperasi Sekunder bertumbuh maka Koperasi anggotanya juga bertumbuh. Dalam rangka mewujudkan peran umum koperasi sebagai pilar ekonomi nasional, fungsi-fungsi Koperasi Sekunder sesuai landasan hukumnya mutlak perlu dilaksanakan. Koperasi-koperasi Sekunder yang memiliki kapasitas menjalankan fungsinya dengan baik dewasa ini masih sangat diperlukan guna mengembangkan dan memajukan perkoperasian di tanah air, dan secara khusus meningkatkan usaha dan memperkuat kelembagaan !-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
5
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"& koperasi primer. Koperasi-koperasi Sekunder dan Primer akan makin berkembang dan dapat bersaing secara kompetitif dengan bisnis swasta jika keterkaitan mereka terbangun dengan baik. Berdasarkan fungsi-fungsi tersebut dan arah pengembangan Koperasi Sekunder ke depan, maka sangat diperlukan adanya informasi yang akurat tentang eksistensi Koperasi Sekunder saat ini dan fungsi-fungsinya yang sedang dijalankan. Informasi ini begitu berharga untuk tujuan pengembangan perkoperasian ke depan dan peningkatan kinerja bisnis koperasi.
Juga informasi tersebut berguna bagi penetapan program
pembinaan dan kebijakan peningkatan usaha dan kelembagaan koperasi ke depan. Gambar 2 berikut menyajikan skema kerangka berpikir yang digunakan dalam kajian ini. UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 1992
KOPERASI SEBAGAI PILAR PEREKONOMIAN INDONESIA
F2
KOPERASI KOPERASI KOPERASI KOPERASI PRIMER PRIMER PRIMER PRIMER
F1
? KOPERASI SEKUNDER
?
OUTPUT : • Keragaan Koperasi Sekunder dan Koperasi anggotanya, • Keterkaitan antar Koperasi Sekunder dengan Koperasi anggotanya. Keterangan : = Arah pembentukan koperasi = Arah pelaksanaan fungsi dan kewajiban yang menunjukkan integrasi antar koperasi F1
= Pelaksanaan fungsi oleh Koperasi sekunder kepada koperasi primer
F2
= Pelaksanaan kewajiban oleh koperasi primer kepada koperasi sekunder
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Keterkaitan Usaha dan Kelembagaan antara Koperasi Sekunder dan Koperasi Primer Anggotanya. !-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
6
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
8"9&&&:::;&&&& "9&&&:::;&&&&<('-2(&&!"#$"%& "#$"%& Berdasarkan bentuk permasalahan, ruang lingkup dan tujuan penelitian, kajian ini dapat digolongkan sebagai kajian eksploratif dan kajian evaluatif. Metode survei adalah suatu metode yang dirancang untuk memperoleh informasi tentang status gejala pada saat penelitian dilakukan sehingga dapat diketahui kondisi variabel dalam suatu situasi tertentu (Babie, 1973). Pengetahuan atas kondisi peubah yang telah ditentukan tersebut akan bermanfaat untuk menjelaskan eksistensi suatu peubah atau keadaan, menjelaskan hubungan timbal-balik
antar peubah, menetapkan perubahan-perubahan keputusan ke
depan, membandingkannya dengan kondisi lain atau sebelumnya, dan untuk menilai efektifitas suatu kebijakan atau program, disamping untuk menguji suatu hipotesis (Ary, 1979). Sifat kajian ini ditujukan untuk menelaah perkembangan keragaan dan kinerja antara Koperasi Sekunder dan koperasi anggotanya.
3.1.
Obyek Penelitian Obyek penelitian ini mencakup : (1) Koperasi Sekunder Tingkat Nasional (Induk
Koperasi), (2) Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi (Pusat dan Gabungan), dan (3) Koperasi Primer Anggota.
3.2.
Prosedur Penelitian Langkah-langkah prosedur penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, data
sekunder dari instansi berwenang seperti Deputi Kelembagaan Kementerian KUKM dan Dekopin Pusat serta Dinas yang menangani pembinaan koperasi di Tingkat Propinsi, Kabupaten/Kota. Kedua, dilanjutkan observasi lapangan untuk memperoleh data primer Koperasi Sekunder Nasional, Koperasi Sekunder Propinsi dan Koperasi Primer anggota.
3.3.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada 9 propinsi yang memiliki Koperasi Sekunder
masing-masing : Jawa Timur, Jawa Tengah, DKI Jakarta, Sumatera Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Barat, dan Kalimantan Barat. Penelitian berlangsung selama tujuh bulan dari bulan Maret hingga September 2006.
3.4.
Metode Penarikan Sampel Penarikan sampel pada objek kajian dilakukan dengan metode Purposive
Sampling.
Berdasarkan propinsi yang telah ditentukan, kemudian dipilih Koperasi
Sekunder dan Primer anggota. Untuk DKI Jakarta, dipilih Induk Koperasi yang masih aktif !-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
7
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
berdasarkan data yang tersedia (23 koperasi). Secara kuantitatif, untuk menguji keterkaitan dengan koperasi anggotanya maka terpilih 9 Koperasi Sekunder Tingkat Nasional (Induk Koperasi) atau sebanyak 39.13 % dari populasi sebagai sampel. Sampel Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi dan Koperasi Primer anggota dipilih berdasarkan informasi dari Dinas Koperasi propinsi setempat. Koperasi Sekunder dimaksud adalah yang masih aktif dan memiliki keterkaitan dengan koperasi anggotanya. Pada Tabel 1, disajikan jumlah sampel terpilih dari Koperasi Sekunder baik Tingkat Nasional (Induk Koperasi) maupun Tingkat Propinsi dan Koperasi Primer anggota. Nama-nama koperasi sampel terlampir pada Lampiran 1. Tabel 1. Jumlah dan Sebaran Sampel Penelitian Jumlah Koperasi Sampel No.
Propinsi
Induk
Sekunder Tk. Prop
Primer Anggota
1
DKI Jakarta
9
-
-
2
Jawa Timur
-
4
12
3
Jawa Tengah
-
3
8
4
Sumatera Barat
-
4
15
5
NTT
-
5
21
6
Sulawesi Selatan
-
7
21
7
Sumatera Utara
-
4
11
8
NTB
-
4
13
9
Kalimantan Barat
-
2
6
9
33
107
Jumlah
Responden penelitian ini adalah pengurus Koperasi Sekunder dan pengurus Koperasi Primer anggotanya. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari para responden melalui wawancara langsung dengan menggunakan Daftar Pertanyaan yang telah disusun secara terstruktur. Sedangkan data sekunder dikumpulkan dari Kementerian Koperasi dan UKM, BPS Tingkat Nasional dan Daerah, Dinas Koperasi Tingkat Propinsi dan Kabupaten, dan masing-masing koperasi.
3.5.
Metode Analisis Data
3.5.1.
Analisis Deskriptif / Kualitatif Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif untuk menjelaskan
keragaan Koperasi Sekunder dan Koperasi anggotanya. Penelitian ini dapat juga dikatagorikan sebagai penelitian eksploratif dan evaluatif. Untuk mengetahui keragaan !-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
8
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
Koperasi Sekunder dan Koperasi Primer anggotanya secara keseluruhan (sesuai tujuan pertama), analisis difokuskan pada 2 (dua) aspek, yaitu pertama aspek kelembagaan dan kedua aspek usaha. Variabel-variabel yang termasuk dalam keragaan kelembagaan mencakup : (1) nomor dan tanggal badan hukum koperasi, (2) keanggotaan (jumlah anggota), (3) perangkat organisasi (jumlah pengurus, pengawas & karyawan), (4) unit usaha (jumlah & jenisnya), (5) asset fisik (jumlah & nilainya), (6) pelaksanaan RAT, dan (7) pelatihan yang dilaksanakan (untuk pengawas, pengurus, karyawan dan anggota). Sedangkan variabel-variabel yang termasuk keragaan usaha mencakup : (1) volume usaha, (2) SHU, (3) modal koperasi (modal sendiri & modal luar),
(4) transaksi usaha
(dengan anggota dan non anggota), (5) sumber bahan baku, (6) akses pasar, dan (7) biaya produksi. Data-data dikumpulkan dan dianalisis secara deskriptif kualitatif dan positioning. Pendiskripsian keragaan koperasi dapat ditampilkan dalam bentuk diagram dan tabulasi.
3.5.2.
Analisis Keterkaitan Peran Koperasi Sekunder dalam menunjang aktivitas koperasi anggotanya (tujuan
kedua) dapat dilihat dari keterkaitan diantara keduanya. Keterkaitan tersebut dapat dilihat dari sejauh mana Koperasi Sekunder melaksanakan fungsi-fungsinya kepada Koperasi Primer anggota yang dibinanya. Penelusuran mengenai keterkaitan antara Koperasi Sekunder dengan Koperasi Primer anggotanya atau sebaliknya dilakukan melalui berbagai fungsi yang dianggap selayaknya diterapkan oleh koperasi-koperasi tersebut. Fungsi-fungsi ini dihimpun dari hasil diskusi beberapa kali dengan para pakar koperasi (focus group discussion/FGD).
Penetapan
fungsi-fungsi
tersebut
berpedoman
pada
petunjuk
pemeringkatan koperasi berkualitas dan koperasi berprestasi pada Kementerian Koperasi dan UKM. Fungsi-fungsi tersebut dikelompokkan menjadi (1) fungsi kelembagaan, (2) fungsi usaha, dan (3) fungsi penunjang. Definisi fungsi adalah : A.
Kelembagaan FA1
: memberikan bimbingan dan advokasi keanggotaan
FA2
: memberikan masukan mengenai RAT (menghadiri, mengarahkan)
FA3
: ikut menyusun rencana kerja dan RAPB
FA4
: memberikan pelatihan manajerial koperasi
FA5
: menegakkan implementasi nilai-nilai koperasi
FA6
: memberikan pelatihan organisasi koperasi
FA7
: memberikan pelatihan keanggotaan koperasi
FA8
: mengadakan pertemuan khusus, ilmiah (seminar, lokakarya)
FA9
: membangun kerjasama antara koperasi anggota
FA10
: mengupayakan kemitraan dengan pihak ketiga
FA11
: mengadakan pertemuan secara periodik
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
9
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
B.
C.
FA12
: menghadiri RAT Koperasi Sekunder
FA13
: membagikan SHU kepada anggota
FA14
: memenuhi kewajiban (simpanan pokok, wajib, dll).
Usaha FB1
: membantu penyusunan business plan (rencana kerja)
FB2
: membantu dan membangun jaringan pemasaran
FB3
: membantu pengolahan/proses produksi
FB4
: membantu permodalan/pembiayaan produksi
FB5
: membantu promosi
FB6
: mengadakan temu usaha.
Penunjang FC1
: membantu administrasi bisnis (pembukuan, akuntansi, dll)
FC2
: membantu manajemen
FC3
: membantu sistem informas
FC4
: membantu penyebaran informasi
FC5
: membantu image (citra) koperasi.
Fungsi FA1, FA2, FA4 sampai FA11, FA13; FB1 sampai FB6 dan FC1 sampai FC5 dilaksanakan oleh Koperasi Sekunder kepada Koperasi Primer anggota, sedangkan fungsi F3, F12 dan F13 dilaksanakan oleh Koperasi Primer anggota kepada Koperasi Sekunder.
3.5.2.1. Uji Chi Square (Uji
χ2)
Keterkaitan antara Koperasi Sekunder dengan Koperasi anggotanya dianalisis dengan metode Chi-Square (uji
χ2 = !!
χ 2 ) dengan rumus sebagai berikut :
( f 0 − f h )2 fh
.......................................................... (1)
keterangan :
χ2
= Chi – Square
fo
= Frekuensi yang diperoleh dari sampel (hasil observasi)
fh
= Frekuensi yang diharapkan atau disebut juga frekuensi teoritis.
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
10
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
Chi-Square ( χ ) merupakan teknik statistik yang memungkinkan peneliti menilai 2
probabilitas memperoleh perbedaan frekuensi yang nyata dengan frekuensi yang diharapkan dalam kategori-kategori tertentu. Uji Chi-Square adalah uji independensi, dimana suatu variabel tidak dipengaruhi atau tidak ada hubungan dengan variabel lain. Untuk mendapatkan nilai Chi-Square, ditempuh beberapa langkah yakni (1) data frekuensi ditabulasi, (2) dihitung frekuensi yang diharapkan (frekuensi teoritis), dan (3) menghitung nilai Uji Chi-Square berdasarkan rumus (1).
Untuk menghitung nilai dari
frekuensi yang diharapkan (frekuensi teoritis), digunakan rumus pada persamaan (2).
fe =
(! f kolom) (! f baris ) Total
......................................... (2)
dimana : fe Σ f kolom
= Frekuensi yang diharapkan (frekuensi teoritis) = Jumlah frekuensi kolom
Σ f baris
= Jumlah frekuensi baris
Total
= Jumlah baris dan kolom (keduanya harus sama).
3.5.2.2. Uji Signifikansi Uji siginifkansi digunakan untuk menunjukkan bahwa apakah ada hubungan yang signifikan ataukah tidak antara satu variabel dengan variabel lainnya. Dalam penelitian ini, uji signifikansi digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan yang signifikan antara Koperasi Sekunder dengan Koperasi Primer anggotanya melalui fungsi-fungsi yang mereka lakukan. Hipotesis yang digunakan adalah hipotesis nol/nihil (H0) dan hipotesis tandingan/alternatif (H1). H0 berarti tidak ada keterkaitan antara Koperasi Sekunder dengan Koperasi Primer anggota. H1 berarti ada keterkaitan antara Koperasi Sekunder dengan Koperasi Primer anggota. Secara statistik dinyatakan bahwa : H0 diterima bila H0 ditolak atau terima H1 bila
: χ ! χ α; dengan derajad bebas tertentu 2 2 : χ > χ α; dengan derajad bebas tertentu. 2
2
Terima H0 memiliki arti tidak ada keterkaitan yang signifikan antara Koperasi Sekunder dengan Koperasi Primer anggotanya. Sebaliknya H0 ditolak atau terima H1 berarti ada keterkaitan yang signifikan antara kedua variabel. Nilai χ diperoleh dari hasil perhitungan 2
sesuai rumus chi square di atas. Sedangkan nilai χ2 α dengan derajad bebas tertentu
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
11
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
adalah nilai chi square statistik yang dapat dilihat pada tabel chi square standar. Derajad bebas (d.b) diperoleh dengan rumus : (Jumlah baris – 1) dikalikan (jumlah kolom – 1) Taraf signifikansi yang digunakan dalam penelitian ini adalah α
= 0.01 yang
memiliki arti kita percaya bahwa 99 % hasil uji yang kita peroleh adalah sangat akurat. Yakni jika sesuai hasil uji kita terima H1 maka berarti sebesar 99 % kita percaya bahwa terdapat hubungan yang sangat kuat antara Koperasi Sekunder dengan Koperasi Primer anggotanya. 3.5.2.3. Koefisien Kontingensi (C) Koefisien Kontingensi digunakan untuk mengukur derajat hubungan, asosiasi, atau dependensi dari klasifikasi-klasifikasi dalam Tabel Kontingensi. Derajat hubungan disini menunjukkan ada korelasi atau tidak antara kolom dan baris Tabel Kontingensi, dan apakah hubungan tersebut kuat atau tidak kuat. Rumus koefisien kontingensi adalah :
C=
χ2 χ2 +n
...........................................................................
(3)
dimana : C
= Koefisien kontingensi
χ2
= Nilai chi- square
n
= Besar sampel.
Nilai koefisien kontingensi (C) berkisar antara nol hingga satu. Jika C = 0 maka tidak terdapat keterkaitan antara Koperasi Sekunder dengan Koperasi Primer anggotanya. Jika C = 1 maka terdapat keterkaitan yang sangat kuat diantara keduanya, dan jika C > 0.5 maka terdapat keterkaitan antara keduanya dan keterkaitan tersebut dikatakan cukup kuat. Sedangan jika C < 0.5 maka terdapat keterkaitan antara keduanya namun keterkaitan tersebut lemah.
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
12
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
8"9&&&:;<&&&&=",$5&&2"%&& ",$5&&2"%&&7(69">","%& (69">","%& Analisis dan pembahasan yang tertuang dalam laporan ini diarahkan untuk menjawab kedua tujuan penelitian, yakni (1) mengetahui keragaan Koperasi Sekunder dan koperasi anggotanya, dan (2) mengetahui peran Koperasi Sekunder dalam menunjang aktivitas Koperasi anggotanya. Analisis dan pembahasan bersumber dari data yang mewakili 3 kelompok koperasi sampel. Masing-masing kelompok koperasi tersebut adalah (1) Koperasi Sekunder Tingkat Nasional (Induk Koperasi) sebanyak 9 koperasi, (2) Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi yang terdiri dari 12 jenis koperasi sebanyak 33 koperasi, dan Koperasi Primer anggota dari semua Koperasi Sekunder sebanyak 107 koperasi.
4.1. Deskripsi Keberadaan
Koperasi Sekunder dan Koperasi Primer
Anggota Pada masa Orde Baru banyak berita tentang keberhasilan koperasi. Koperasi berkembang secara melembaga di dalam setiap tingkatan ekonomi masyarakat. Koperasi tumbuh dimana-mana dan berhasil menyentuh secara luas banyak kepentingan masyarakat kecil. Akan tetap kini jaman berubah, tidak lagi terdengar keberhasilan spektakuler koperasi. Banyak berita muncul tentang kegagalan koperasi. Banyak koperasi merugi dan ditinggalkan para anggotanya, bahkan sering muncul pertanyaan apakah masyarakat
masih
berminat
untuk
berkoperasi?
Fenomena
ini
mungkin
tidak
menggembirakan tetapi itulah kenyataannya.
4.1.1. Koperasi Sekunder Tingkat Nasional (Induk Koperasi) yang Aktif dan Tidak Aktif Berdasarkan data yang ada pada Kementerian Negara Koperasi dan UKM dan DEKOPIN tahun 2006, terdapat 53 Koperasi Sekunder Tingkat Nasional yang masih beroperasi secara hukum. Koperasi-koperasi tersebut memiliki alamat yang jelas dengan kontak person yang dapat dihubungi. Data pada Tabel 2 menyajikan nama-nama dan alamat koperasi-koperasi yang terdaftar tersebut.
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
13
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
Tabel 2. Nama-nama Koperasi Sekunder Tingkat Nasional (Induk Koperasi) yang Terdaftar pada Kementerian Koperasi dan UKM dan DEKOPIN.
Induk Koperasi / Kop. No Sek. Tk. Nasional 1 GKBI 2 INKOPAL 3 INKUD 4 INKOVERI 5 IKKI
Alamat Wisma GKBI, Jl.Jend.Sudirman Lt.6, Jakatra Jl. Boulevard Barat, Kelapa Gading Jakarta Jl. Warung Buncit Raya 18-20, Jakarta Selatan Jl. Gajah Mada No.13 Lt.3/B-C, Jakarta Jl. Bungur Besar No. 54, Jakarta Pusat
6 INKOPPOL 7 INKOPABRI
Jl. Tambar No. 2, Jakarta Pusat Jl. Kebon Sirih No. 61 Jakarta Pusat Jl. Gunung Sahari Raya No. 84B 8 PUSKOPELRA Jakarta Jl. Warung Buncit Raya 18-20, Jakarta 9 AJINDO Selatan Jl. Lap. Roos No. 52, Tebet Jakarta 10 KOPINDO Pusat Komp. Triloka Blok A No.9B, Pancoran, 11 INKOPAU Jakarta Jl. RP Soeroso No. 21, Gondangdia 12 IKP – RI Lama Jakarta Jl. Letjen. S.Parman Kav.97, Jakarta 13 INKOPAD Barat 14 GKSI Jl. Prof.Dr.Soepomo No. 178 Jakarta 15 IKPI Jl. Ir. H.Juanda No. 2 Jakarta Pusat 16 INKOPTAMA Jl. Pinang No. 89 Pondok Labu Komp. Kalibata Indah, Jl.Manggis/Blok 17 KOPENAS C No.3 Jl. Darmawangsa Raya No. 18, Jakarta 18 KJAN Selatan Jl. Tebet Barat Dalam Raya No. 15 19 INKOPKAR Jakarta
Puskop Mabes 20 TNI Jl. Raya Bogor No. 1 Jakarta 21 INKOPPAS Jl. Sultan Agung Ruko No. 7 Jakarta 22 INKOPWAN 23 INKOTERPI 24 INKOPTI
Kontak Person H.SH.Johnson
5713434
Ibnu Amin
4516847
Herman YL Wutun H. Soetjipto Nisjwan Amin Broto Tanoyo Bahari M. Yahya
79191740 5731428 42870755 31931330/ 4233 3141506 4240162/2519
M. Mardjito
7919740
Agung Eko
8292755
Bangun Surartono
7990491
Koesmiyati W.
3100448
Prio Sadewo Yoyok Sunaryo Wibisono Wiyono Soewardi Soepardi
5658514 8301607 3451118 7691988
B.Yahya Suryanagara
8292755
Herman/Iyan
7261563
Andang Koesbandrio
8353631
Supandi Wirman Shahab
8096084 83703044
Jl. Darmawangsa Raya No. 18, Jakarta Selatan Endang Sutanto Yoyok Sunaryo Jl. Prof.Dr.Soepomo No. 178 Jakarta Jl. Buncit 8/Mamp. Prapatan 11 No.03, Jakarta H.Taufik Amin
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
Telepon
7394961 8305849 7943019
14
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
Induk Koperasi / Kop. No Sek. Tk. Nasional
Alamat
Kontak Person
Telepon
Ratu Plaza Office Tower Lt.8,
25 INKOPONTREN Jl.Jend.Sudirman, Jkt 26 INKOWAPI Jl. Kramat Raya No. 16 AD Jakarta 27 INKUKINDO 28 IKSP 29 INKOPANG 30 INKOJAM INKOPSYAH31 BMT 32 INKOPTAMI 33 INKOPUSMA 34 INKOPSIM 35 INKOPSI 36 INKOPETRI 37 KDI 38 IKKU DMI 39 INKOPINKRA 40 INKOPDIT 41 KBI KOPERASI 42 INSANI 43 IKSI 44 IKJKI 45 INKOBARA INKOMAS 46 BUMIPUTRA 47 48 49 50 51
Jl. S.Parman Kav 80. Slipi, Jakarta Barat Jl. MT. Haryono Kav 52-53 Jakarta Jl. Kyai Mada, No.62 Jakarta Jl. Raya Cibinong Km 39 Cibinong Bogor. Ruko Pomad, Jl.Raya Ps.Minggu, Km 17/12A Jl. Taman Wijaya Kusuma Km 94, Jakarta Jl. Sawo No. 1 Cipete, Jakarta Selatan Plaza DM Lt.9, Jl.Jend.Sudirman Kav.25 Jakarta Jl. Iskandarsyah Raya No.7 Jakarta Selatan Jl. Bukit Dieng Blok P No.3 Malang 65146 Komp. TNI AL Jl.P.Karya No. 4 Kodamar Jakut Jl. Taman Wijaya Kusuma Km 80, Jakarta Jl. Bandung Blok D No.248, Komp.Duren Jaya Bekasi Jl. Gunung Sahari III/7 Jakarta Jl. H.Zen Sarmili Kav.3 No.83, Ciracas Jakarta Timur Jl. RP Soeroso No. 21, Jakarta Pusat Jl. Sri Dewi Maschun, Jambi Jl. Masjid No.127 Duri Kelapa, Jakarta Ged.Perum Pekaka Lt.5, Jl.Angkasa Blok 9 Jakarta
Jl. Bakti I/I Blok S Keb.Baru Jakarta Selatan Ged. Golden Centrum, Jl.Majapahit INKOPI No.26 Blok UV Jkt KOPNAS Jl. Malawai XII - XIII/1 Jakarta Jl. Tegal Parang Selatan No. 99 INKOP RTMM Mampang Prapatan Jl. Bekasi Timur IV No.3A Jatinegara INKOPAN Jakarta Timur INKUKILINDO Jl. Pondok Gede No.21A, Jakarta
PUSAT 52 KOMEGORO Jl. Dewi Sartika No. 15 D-E 6 Jakarta IKPI Jl. Dr. Sahardjo No. 123, Jakarta 53 (Perdagangan) Selatan
Ai Al-Hasbi Iriantini
7235511/33 3920069
Lukmansyah H. H. Soepriyono Aip Syaraifudin
818978494 79191228 3158416/20
Hj.Hartati Sukarto
8752049
Soewondo
7916501
Muchrim Karim Kusnaedi, SE
5201573 5762746
H.A.Sidik Prawiranegara
5204609
Gito Yohannes/Ibu Tina
7396836
H.Hernowo,SE,MBA
(034)565338
Kol.Y.W.Kussoy
8161906705
Mahyudin Nawawi
34832932
M.Bachrudin Wahid Marliani
8809186 4214970
Hj.Ida Agus Sudono
8402007/5
Mamiet Maryono H.S.Djono Dr.Ali Mahsun
52992891 5762746 56966670
HM Husni
6540363
Suparwanto
7222601
Ir.Rudi J.Pesik Ir.Adji Gutomo/LP3I Irbar Masri Lili Wahid Johanes Simangkut Subagio Anam H.Sirajuddin Sewang
3501135/36 72787276 7949824 31908722 81316074661 8009650 8350656/57
Sumber : Deputi Kelembagaan, Kementerian Urusan Koperasi dan UKMK dan DEKOPIN, 2006.
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
15
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
Meskipun secara legalitas ke-53 koperasi pada Tabel 2 masih aktif, namun secara operasional tidaklah demikian. Sesuai hasil survei dari Asisten Deputi Urusan Penelitian Koperasi, Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK tahun 2006, hanya terdapat 25 Koperasi Sekunder Tingkat Nasional (Induk Koperasi) yang masih aktif. Sedangkan 33 koperasi lainnya tidak aktif lagi. Pada saat dilakukan survei ke alamat masing-masing koperasi, sebagian koperasi tidak ditemukan lagi kantornya, dan sebagian lainnya masih ada kantor tetapi tidak ada aktivitas apapun pada kantor tersebut. Ada kantor yang tidak ditemukan satupun pengurus koperasi berada disitu atau yang sementara sedang bekerja. Ada koperasi yang hanya tersisa papan namanya dan ada juga yang bangunan kantornya sudah digunakan untuk kegiatan lain. Informasi yang diperoleh pada saat survei bahwa sebagian koperasi telah pindah alamat. Setelah ditelusuri ke alamat tersebut ternyata tidak ditemukan lagi kantor koperasi yang bersangkutan maupun kegiatan yang dilakukan. Upaya lain dilakukan dengan menghubungi kontak person melalui telepon, namun tidak ada jawaban. Koperasi Sekunder yang tidak ditemukan lagi kantor maupun pengurusnya benar-benar tidak lagi aktif beroperasi secara rutin. Pada Tabel 3 disajikan nama-nama dan alamat Koperasi Sekunder Tingkat Nasional (Induk Koperasi) yang masih aktif. Beberapa kendala yang ditemukan pada saat pengumpulan data ialah Koperasikoperasi Sekunder Tingkat Nasional yang masih aktif tidak seluruhnya memberikan respon positif saat didatangi untuk diwawancarai. Banyak diantara koperasi tersebut tidak bersedia diwawancarai dan ada pula yang tidak memberikan data yang diperlukan. Alasan yang diberikan antara lain tidak ada waktu ataupun banyak kesibukan-kesibukan lain. Koperasi Sekunder Tingkat Nasional (Induk Koperasi) yang dapat diwawancarai dan berhasil mengembalikan kuisioner yang diberikan antara lain (1) Induk Koperasi Simpan Pinjam (IKSP), (2) Induk Koperasi Jasa Angkutan (INKOPANG), (3) Koperasi Jasa Audit Nasional (KJAN), (4) Induk Koperasi Pedagangan Pasar (INKOPPAS), (5) Induk Koperasi Wanita (INKOWAN), (6) Induk Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (INKOPTI), (7) Induk Koperasi Unit Desa (INKUD), (8) Induk Koperasi Perikanan Indonesia (IKPI), dan (9) Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI). Data ke-9 Koperasi Sekunder Tingkat Nasional (Induk Koperasi) inilah yang digunakan sebagai bahan analisis keragaan dan keterkaitan dengan koperasi anggota.
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
16
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
Tabel 3. Koperasi Sekunder Tingkat Nasional (Induk Koperasi) yang Masih Aktif. Induk Koperasi/Koperasi No. Sekunder Tk. Nasional 1 INKOPPOL 2 3
IKP – RI INKOPAD
4
INKOP RTMM
5 6
INKOPAN INKOPONTREN
7
INKOPANG
Alamat Jl. Tambak No. 2, Jakarta Pusat Jl. RP Soeroso No. 21, Gondangdia Lama Jakarta 10330 Jl. Letjen S.Parman Kav.97, Jakarta Barat Jl. Tegal Parang Selatan No. 99 Mampang Prapatan, Jaksel Ged. PBNU Lt IV, Jl. Kramat Raya No. 164 Jakarta Pusat Jl. Simpruk Golf IV / 104 Jakarta 12220
8 9
Jl. Kyai Maja, No.65 Blok IA, Jakarta Selatan Ruko Pomad, Jl.Raya Ps.Minggu, Km 17/12A INKOPSYAH-BMT Jakarta Selatan INKOPPAS Jl. Sultan Agung Ruko No. 7 Jakarta 12970
10 11
IKPI INKOPABRI
Jl. Ir. H.Juanda No. 2 Jakarta Pusat 10120 Jl. Kebon Sirih No. 61 Jakarta Pusat 10340
12 13
INKOPDIT INKOWAPI
Jl. Gunung Sahari III/11A Jakarta Pusat Jl. Kramat Raya No. 16 AD Jakarta 10420
14 15
IKSP INKOPTI
16
INKOPAL
17 18
INKUD INKOPAU
Jl. Raden Saleh No. 18 Jakarta Pusat Jl. Mampang Prapatan XI No.3, Jakarta Selatan Jl. Boulevard Barat, Depan Makro Kelapa Gading Jkt 14240 Graha Inkud, Jl. Warung Buncit Raya 18-20, Pejaten Jakarta 12510 Komp. Trikora Blok 9B, Pancoran, Jakarta Selatan
19
INKOPKAR
20
INKOPINKRA
21
KJAN
22 23
INKOWAN GKSI
Jl. Darmawangsa Raya No. 18, Jakarta Selatan Jl. Darmawangsa Raya No. 18, Keby.Baru, Jakarta Selatan Jl. Prof.Dr.Soepomo No. 178 Jakarta
24
GKBI
Wisma GKBI, Jl.Jend.Sudirman Lt.6, Jakatra
25
KOPINDO
Jl. Lap. Roos No. 52, Tebet Jakarta Pusat
Jl. Tebet Barat Dalam Raya No. 15 Jakarta 12810 Jl. Bandung Blok D No.248, Komp.Duren Jaya Bekasi Timur
Sumber : Survei lapangan, 2006.
Data tentang umur, pelaksanaan RAT dan jumlah anggota masing-masing Koperasi Sekunder Tingkat Nasional dapat dilihat pada Tabel 4.
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
17
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
Tabel 4. Umur, Pelaksanaan RAT, dan Jumlah Anggota Masing-masing Koperasi Sekunder Tingkat Nasional No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Induk Koperasi
Umur (thn)
RAT (kali)
IKSP INKOPANG KJAN INKOPPAS INKOWAN INKOPTI INKUD IKPI GKSI
9 9 22 9 16 9 28 60 27
5 2 2 2 2 5 5 5 5
2001 22 33 18 8 8 8 28 15 4
Jumlah Anggota / Tahun 2002 2003 2004 22 23 25 33 33 34 18 18 18 8 8 8 8 8 8 8 8 8 29 29 29 15 15 15 4 4 4
2005 26 36 18 8 8 8 29 15 4
Data pada Tabel 4 menunjukkan IKPI berusia 60 tahun, INKUD 28 tahun dan GKSI 27 tahun. Ketiga koperasi ini cukup mandiri dan memiliki berbagai asset fisik secara mandiri. Sedangkan KJAN dan INKOWAN yang masing-masing sudah berusia 22 dan 16 tahun namun hingga saat ini menempati gedung kantor yang berstatus pinjaman. IKSP, INKOPANG dan INKOPPAS telah memiliki gedung kantor sendiri, sedangkan kantor INKOPTI masih berstatus sebagai sewa. Dalam hal pelaksanaan RAT, selama 5 tahun terkahir (2001 – 2005) sebanyak 44.44
%
menyelenggarakan
RAT
sebanyak
dua
kali.
Sedangkan
55.55
%
menyelenggarakan RAT sebanyak 4 – 5 kali. Data ini memberikan petunjuk bahwa sebagian besar Koperasi Sekunder Tingkat Nasional sampel sudah beroperasi dengan baik. Bagi koperasi yang menyelenggarakan RAT dengan tidak rutin dapat berarti bahwa manajemen koperasi tidak berjalan dengan semestinya. Hal ini menunjukkan bahwa koperasi tersebut tidak menjalankan fungsinya dengan benar. Dalam hal jumlah anggota, KJAN, INKOPPAS, INKOWAN, INKOPTI, IKPI dan GKSI tidak mengalami perubahan anggota selama 5 tahun terkahir (2001 – 2005). Sedangkan IKSP, INKOPANG, dan INKUD mengalami pertambahan jumlah anggota yaitu masing-masing 4, 3 dan 1 koperasi selama 5 tahun terakhir. Sesuai kebutuhan modal untuk operasionalisasi koperasi, banyak diantara koperasi sampel tergantung kepada modal luar. Pertumbuhan modal dan simpanan anggota masing-masing Induk Koperasi dapat dilihat pada Tabel 5.
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
18
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"& Tabel 5. Rata-rata Pertumbuhan Modal, Simpanan Anggota dan Volume Usaha Induk Koperasi Selama Tahun 2001 – 2005 No.
Induk Koperasi
Pertumbuhan (%) Modal Sendiri
Simp. Pokok
Simp. Wajib
Modal Luar
Volume Usaha
1
IKSP
6.86
1.90
46.45
47.67
213.98
2
INKOPANG
2.58
4.17
-
-5.54
-11.03
3
KJAN
7.22
7.22
-
-
49.70
4
INKOPPAS
0.03
-
2.21
146.79
157.07
5
INKOWAN
-5.16
-
14.61
138.69
57.47
6
INKOPTI
-2.16
-0.18
16.73
51.96
-236.25
7
INKUD
-7.31
0.89
0.08
23.54
0.94
8
IKPI
7.65
-
6.44
-
12.49
9
GKSI
12.27
-
6.02
317.61
6.92
Modal sendiri koperasi terdiri dari simpanan pokok, simpanan wajib, simpanan lain-lain, penyisihan dan cadangan. Sedangkan modal luar terdiri dari kredit/hutang, subsidi, hibah, dan bantuan. Data Tabel 5 memperlihatkan rata-rata pertumbuhan modal luar semua koperasi sampel sangat besar dan positif kecuali INKOPANG yang mengalami pertumbuhan negatif sebasar 5.54 %. Ini menunjukkan rata-rata Induk Koperasi bergantung pada modal luar. Hal ini berarti pengurus koperasi dalam membiayai kegiatan koperasinya, lebih mengandalkan modal luar karena pertumbuhan modal sendiri sangat kecil bahkan minus. Usaha yang dilakukan pengurus dalam mencukupi kebutuhan modal adalah dengan jalan mengambil kredit/hutang. Rata-rata pertumbuhan modal sendiri INKOWAN, INKOPTI dan INKUD adalah negatif masing-masing sebesar 5.16 %, 2.16 %, dan 7.31 %. Ini menunjukkan bahwa kemampuan menambah modal sendiri dari dalam koperasi tidak cukup kuat. Karena itu Induk Koperasi bersangkutan bergantung pada modal luar. Rata-rata pertumbuhan simpanan pokok IKSP, INKOPANG, KJAN dan INKUD adalah positif. Sementara itu bagi INKOPTI, rata-rata pertumbuhannya negatif. Rata-rata pertumbuhan simpanan wajib semua koperasi mencapai nilai positif, dan IKSP mencapai angka pertumbuhan yang paling besar (46.45 %). Rata-rata pertumbuhan volume usaha semua koperasi adalah positif kecuali INKOPANG dan INKOPTI yang mencapai pertumbuhan negatif. IKSP mencapai angka pertumbuhan positif yang paling besar (213.98 %), sedangkan INKOPTI mengalami pertumbuhan negatif paling besar (236.25 %). Kendala-kendala yang dihadapi masing-masing koperasi sampel bervariasi. IKSP, INKOPANG dan INKOPTI mengalami kesulitan modal. Bagi INKOPTI, modal sangat diperlukan untuk membeli bahan baku. Kesulitan yang dihadapi KJAN adalah persaingan !-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
19
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"& dalam pasar bebas yang ketat sehingga ia membutuhkan bantuan fasilitasi dari pemerintah agar tetap berdiri. INKOPPAS menghadapi kesulitan dalam hal ketidakpercayaan anggota maupun berbagai pihak kepadanya. INKOPPAS juga meminta pemerintah untuk menunjuk koperasi sebagai leader dalam penyaluran kredit dana bergulir.
4.1.2. Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi Sesuai data yang terhimpun dari 33 sampel Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi, sebanyak 69.70 % dari sampel (23 koperasi) sudah memiliki gedung kantor berstatus milik sendiri. Sebanyak 24.24 % atau 8 koperasi menempati gedung kantor berstatus pinjaman, dan sebanyak 6.06 % atau 2 koperasi masih menempati gadung kantor dengan status kontrak. Dari segi usia, sebanyak 33.33 % koperasi berusia lebih dari 20 tahun, sebanyak 30.30 % berusia 10 sampai 20 tahun, dan sisanya 36.36 % berusia 3 sampai 9 tahun. Dari 33 koperasi sampel, sebanyak 54.55 % yang melakukan RAT setiap tahun dalam 5 tahun terakhir. Sedangkan yang melakukan RAT empat kali sebanyak 15.15 %, tiga kali sebanyak 12.12 %, dua kali sebanyak 6.06 %, satu kali sebanyak 6.06 %, dan yang tidak melakukan RAT sama sekali sebanyak
6.06 %. Data ini menunjukkan masih
cukup banyak Koperasi Sekunder yang menyeleggarakan RAT setiap tahun. Ini menunjukkan mereka cukup aktif dan tetap menjalankan ketentuan administrasi secara baik. Data yang terkumpul dari 8 propinsi sampel menunjukkan 4 propinsi masingmasing Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Barat dan Sumatera Barat hampir 90 % aktif menyelenggarakan RAT setiap tahun. Tiga propinsi masing-masing NTT, Sulawesi Selatan dan Sumatera Utara kurang dari 50 % Koperasi Sekundernya menyelenggarakan RAT setiap tahunnya selama 5 tahun terakhir. Sedangkan NTB 50 % Koperasi Sekundernya menyelenggarakan RAT setiap tahunnya selama 5 tahun terakhir. Bahkan masing-masing satu Koperasi Sekunder dari NTT, Sulawesi Selatan dan Sumatera Barat hanya menjalankan RAT satu kali selama 5 tahun terakhir. Dari sisi permodalan, hampir semua Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi mengeluhkan kekurangan modal untuk pembiayaan usahanya. Namun dengan segenap keterbatasan yang ada mereka tetap berusaha untuk tetap eksis menjalankan usaha yang ada. Rata-rata Koperasi Sekunder menghadiri RAT yang diselenggarakan Koperasi Primer anggotanya. Namun dalam hal kerjasama membangun jaringan usaha yang saling terkait dengan usaha anggotanya, jarang dilakukan. Ada beberapa Koperasi Primer sampel menyatakan tidak memperoleh informasi memadai dari Koperasi Sekunder dalam kegiatan pengembangan usaha dan informasi pasar. Pada Tabel 6 disajikan data jumlah anggota sampel Koperasi Sekunder Tingkat Nasional (Induk Koperasi), Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi (Pusat Koperasi), dan Koperasi Primer anggota dari Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi. !-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
20
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
Tabel 6. Jumlah Sampel dan Anggota Masing-masing Koperasi Induk, Pusat dan Primer Anggota Tahun 2005 SEKUNDER NASIONAL
SEKUNDER PROPINSI
No. Nama
Jlh Angg. (koperasi)
Nama
PRIMER KABUPATEN/KOTA
Jlh Sampel (unit)
Jlh Angg. (koperasi)
Nama
Jlh Sampel (unit)
Jlh Angg. (anggota)
1
IKSP
26
PUSKSP
2
22
KSP
7
246
2
INKOPANG
36
P.KOPPAS
1
8
KOPPAS
6
50
3
KJAN
18
P.KOPWAN
3
31
KOPWAN
5
469
4
INKOPPAS
8
PUSKUD
7
405
KUD
26
1299
5
INKOWAN
8
P.MINA
1
86
KUD MINA
2
3364
6
INKOPTI
8
GKSI
1
24
KUD SUSU
4
6421
7
INKUD
29
P.KOPDIT
3
60
KOPDIT
11
2434
8
IKPI
15
PKP - RI
6
143
KP - RI
24
481
9
GKSI
4
P.KOPONTREN
1
16
KOPONTREN
1
51
10
-
-
P.KOPOLDA
5
27
KOPPOLDA
11
512
11
-
-
PKSU
2
47
KSU
9
530
12
-
-
PKOP.VETERAN
1
12
-
-
-
Pada Tabel 7 disajikan rata-rata volume usaha, modal sendiri, modal luar, dan SHU Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi tahun 2001 – 2005.
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
21
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"& Tabel 7. Rata-rata Jumlah Volume Usaha, Modal Sendiri, Modal Luar dan SHU Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi No.
Koperasi Sekunder
Volume Usaha (Jt Rp)
Modal Sendiri (Jt Rp)
Modal Luar (Jt Rp)
SHU (Jt Rp)
1
PUSKUD
2680
9405
13686
166
2
GKSI
2169
3171
14382
75
3
P.KOPDIT
962
415
777
86
4
PUS.MINA
99
741
485
-27
5
PKP – RI
1656
721
309
54
6
P.KOPPAS
90
-
-
-
7
P.PONTREN
553
-
265
21
8
PUSKSP
321
66
73
21
9
P.KOPWAN
3513
477
5414
11
10
P. POLDA
381
754
73
170
11
P. VETERAN
36
259
-
8
12
PKSU
472
101
312
20
Pada Tabel 7, volume usaha PUSKOPWAN, PUSKUD, GKSI dan PKP-RI mencapai jumlah tertinggi. Untuk modal baik modal sendiri maupun modal luar, PUSKUD dan GKSI mencapai jumlah tertinggi. Sedangkan untuk jumlah SHU, PUSKOPPOLDA dan PUSKUD mencapai nilai tertinggi. Sementara itu, PUSKUD MINA mencapai rata-rata SHU negatif.
4.1.3.
Koperasi Primer Anggota Sebanyak 69.16 % Koperasi Primer sampel atau 74 koperasi sudah memiliki
gedung kantor berstatus milik sendiri. Sebanyak 10.28 % atau 11 koperasi menempati gedung kantor berstatus sewa, dan sebanyak 20.56 % atau 22 koperasi masih menempati gedung kantor dengan status pinjaman. Dari segi usia, sebanyak 39.25 % atau 42 koperasi berusia lebih dari 20 tahun. Juga sebanyak 39.25 % atau 42 koperasi berusia 10 sampai 20 !-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
22
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"& tahun, dan sisanya 21.49 % atau 23 koperasi berusia 3 sampai 9 tahun. Dari data ini, 78.50 % Koperasi Primer sampel sudah berusia lebih dari 10 tahun. Perkembangan Koperasi Primer anggota Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi dominan lebih baik. Dari 107 Koperasi Primer anggota, 59.81 % atau 64 koperasi melaksanakan RAT setiap tahunnya selama 5 tahun terakhir. Hanya 2.80 % atau 3 koperasi yang hanya melaksanakan RAT satu kali selama 5 tahun. Sisanya 37.38 % atau 40 koperasi menyelanggarakan RAT 2 – 4 kali. Ini menunjukkan pada umumnya semua Koperasi Primer anggota masih beroperasi secara aktif dan konsisten menjalankan RAT setiap tahunnya. Secara umum, Koperasi Primer sampel tetap memenuhi kewajiban mereka yakni membayar simpanan pokok dan wajib kepada Koperasi Sekunder. Kesulitan utama yang dihadapi Koperasi Primer adalah permodalan yang terbatas. Beberapa Koperasi Primer sampel yang bergerak pada bidang perdagangan mengeluhkan persaingan harga yang makin ketat dengan swalayan dan pasar modern yang ada. Kesulitan lainnya adalah mengenai kemampuan SDM pengurus koperasi yang belum baik. Ini adalah hambatan utama yang sering menyebabkan para anggota keluar dari keanggotannya. Rata-rata Koperasi Primer terjalin usahanya dengan Koperasi Sekunder hanya sebatas organisasi dan belum kepada pelaksanaan fungsi-fungsi secara nyata. Rata-rata koperasi Primer membutuhkan campur tangan pemerintah menangani permasalahan yang mereka hadapi mengenai bantuan permodalan, pembinaan dan pelatihan manajemen serta kerjasama dengan berbagai pihak. Pada Tabel 8 disajikan data rata-rata volume usaha, modal sendiri, modal luar, dan SHU kelompok Koperasi Primer anggota Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi Sampel. Tabel 8. Rata-rata Jumlah Volume Usaha, Modal Sendiri, Modal Luar dan SHU Koperasi Primer Anggota No.
KOPERASI PRIMER
Jumlah Anggota (org)
Modal Sendiri (Jt Rp)
Modal Luar (Jt Rp)
Total SHU (Jt Rp)
Volume Usaha (Jt Rp)
1
KUD
1299
11074
325
481
463
2
KUD SUSU
6421
2123
2725
63
8911
3
KOPDIT
2434
1803
815
63
730
4
KUD MINA
3364
258
15
28
24
5
KP – RI
481
808
106
142
1018
6
KOPPAS
50
960
70
1110
2301
7
K.PONTREN
51
70
600
-
11
8
KSP
246
466
404
231
607
9
KOPWAN
469
685
469
154
2757
10
K. POLDA
512
541
146
116
1002
11
KSU
530
384
66
83
153
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
23
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"& Pada Tabel 8. KUD SUSU, KUD MINA, KOPDIT, dan KUD mencapai jumlah anggota terbanyak. Untuk modal sendiri, KUD, KUD SUSU, dan KOPDIT mencapai modal sendiri paling besar. Sedangkan untuk modal luar, KUD SUSU mencapai nilai jauh lebih besar dibanding koperasi-koperasi lainnya. Untuk volume usaha, KUD SUSU, KOPWAN, KOPPAS, dan KP – RI mencapai nilai tertinggi dibanding koperasi lainnya. Untuk SHU, hanya KOPPAS yang mencapai nilai jauh di atas koperasi-koperasi lainnya.
4.2. Analisis Keragaan Koperasi Sampel Keragaan koperasi ditinjau dari dua sisi, yaitu (1) keragaan kelembagaan dan (2) keragaan usaha.
Keragaan kelembagaan mencakup : (1) identitas koperasi, (2)
keanggotaan, (3) perangkat organisasi (pengawas, pengurus, karyawan), (4) jumlah usaha, (5) jumlah asset fisik, dan (6) pelatihan yang dilaksanakan untuk pengawas, pengurus, karyawan dan anggota koperasi. Sedangkan keragaan usaha mencakup : (1) volume usaha, (2) biaya produksi, (3) SHU, (4) modal koperasi, (5) produktivitas, (6) transaksi usaha, (7) sumber bahan baku, dan (8) pangsa pasar. Jumlah item-item dari keragaan koperasi yang dicantumkan di atas cukup banyak. Dalam laporan penelitian ini tidak dibahas seluruh item-item tersebut, namun hanya dibahas beberapa aspek yang penting diataranya jumlah anggota, unit usaha, modal, volume usa, SHU dan produktivitas koperasi (Solvabilitas, Rentabilitas dan Likuiditas). Keragaan ditunjukkan secara rata-rata selama lima tahun yaitu tahun 2001 – 2005.
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
24
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
4.2.1. Keragaan Kelembagaan dan Usaha Koperasi Sekunder Tingkat Nasional
(Induk Koperasi) Gambar 3 berikut memperlihatkan keragaan Koperasi Sekunder Tingkat Nasional (Induk Koperasi). Masing-masing koperasi menunjukkan penampilan berbeda baik dalam hal jumlah anggota, jumlah pengurus, jumlah unit usaha, usia, jumlah pelaksanaan RAT, modal, volume usaha, SHU, dan rasio-rasio keuangan rata-rata selama 5 tahun (tahun 2001 – 2005). Perbedaan penampilan diantara masing-masing koperasi dilihat menurut urutan nilai terbesar hingga terkecil.
Jum lah Anggota Induk Kope rasi
Jum lah Pe ngurus Induk Kope rasi
138
13
37
9
26 INKOPTI KJAN INKOPANG INKUD INKOPPAS IKSP IKPI INKOWAN GKSI
24 15 8 4 Jumlah Koperasi
9
Nama Koperasi
Nama Koperasi
34 29
9 9
8 7 6 Orang
Jum lah Unit Us aha Induk Kope ras i
Us ia Induk Koperasi
9
60 28
3 3 2
INKUD IKPI GKSI KJAN INKOPANG INKOPPAS INKOPTI INKOWAN IKSP
2 1 1 1 Jumlah Unit
27
Nama Koperasi
Nama Koperasi
7
22 16 9 9 9 9 Tahun
Jum lah Pe lak s anaan RAT Induk KOpe ras i
239590 81568
5 5
2 2 2 Frekuensi (tahun)
GKSI IKPI INKUD IKSP INKOPTI INKOWAN INKOPPAS KJAN INKOPANG
Nama Koperasi
Nama Koperasi
5
4
IKPI INKUD GKSI KJAN INKOWAN INKOPTI INKOPPAS INKOPANG IKSP
Jum lah M odal Induk Kope ras i
5
2
INKUD KJAN INKOPPAS INKOPTI GKSI IKPI INKOPANG INKOWAN IKSP
8
16632 1638 747 322 298 279 170 Jt Rupiah
INKUD GKSI IKSP INKOPPAS INKOPTI KJAN INKOPANG INKOWAN IKPI
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
25
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
Rata-rata Pe rtum buhan Volum e Us aha Induk Kope rasi
Jum lah Volum e Usaha Induk Kope rasi
21984
213.98 157.07 57.47 49.70 12.49
Nama Koperasi
20532 2351 1262 298
INKUD IKSP IKPI GKSI INKOPANG INKOPTI KJAN INKOWAN INKOPPAS
228 186 54 39 Jt Rupiah
6.92 0.94 11.03236.25Persen
Rata-rata Solvabilitas Induk Kope rasi
Jum lah SHU Induk Kope ras i
3080.92
352
2612.15
112
20 4 1211043264554Jt Rupiah
IKSP IKPI KJAN INKOPANG INKOWAN GKSI INKOPPAS INKOPTI INKUD
375.65
Nama Koperasi
Nama Koperasi
25
181.33 124.92 119.02 0.00 0.00 0.08Persen
3157.08
57.67 15.99 Nama Koperasi
0.07
0.00 1.30-
952.71Persen
IKPI IKSP INKOWAN GKSI KJAN INKOPANG INKOPTI INKOPPAS INKUD
Nama Koperasi
426.74
1.64
0.00
INKOWAN GKSI INKOPPAS IKPI INKUD IKSP KJAN INKOPANG INKOPTI
Rata-rata Likuiditas Induk Koperasi
Rata-rata Rentabilitas Induk Koperasi
17.75-
IKSP INKOPPAS INKOWAN KJAN IKPI GKSI INKUD INKOPANG INKOPTI
118.50 96.15 88.02 63.97 0.00 0.00 0.80Persen
INKOWAN GKSI IKSP INKOPPAS IKPI INKUD KJAN INKOPANG INKOPTI
Gambar 3. Keragaan Kelembagaan dan Usaha Koperasi Sekunder Tingkat Nasional (Induk Koperasi).
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
26
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
Dari sisi jumlah anggota, INKOPTI memiliki anggota (Pusat Koperasi) jauh lebih banyak dibanding koperasi-koprerasi lainnya. Karena anggota koperasi INKOPTI adalah koperasi-koperasi sekunder baik pusat maupun tingkat propinsi maka jumlah anggota yang banyak ini menunjukkan ia memiliki jaringan yang luas dengan anggota di berbagai wilayah. Pada sisi pengurus, INKUD memiliki jumlah yang paling banyak (13 orang), disusul KJAN, INKOPPAS, INKOPTI dan GKSI sebanyak 9 orang. Pengurus IKPI dan INKOPANG berjumlah 8 orang, INKOWAN 7 orang dan IKSP 6 orang. Untuk jumlah unit usaha, INKUD memiliki 9 unit, IKPI 7 unit, dan semua koperasi lainnya memiliki 1 – 3 unit usaha. Jumlah dan jenis usaha masing-masing koperasi secara rinci disajikan pada Tabel 9.
Dari sisi usia, IKPI
memiliki umur paling tua (60 tahun), diikuti INKUD 28 tahun, GKSI 27 tahun, KJAN 22 tahun, INKOWAN 16 tahun. INKOPTI, INKOPANG, INKOPPAS dan IKSP berusia 9 tahun. Sedangkan pada pelaksanaan RAT, GKSI, IKPI, INKUD dan IKSP secara rutin melaksanakan RAT setiap tahun selama 5 tahun terakhir, disusul INKOPTI 4 kali dalam 5 tahun. Sedangkan INKOWAN, INKOPPAS, KJAN, dan INKOPANG hanya melaksanakan RAT 2 kali selama 5 tahun terakhir. Tabel 9. Jumlah dan Jenis Usaha Masing-masing Koperasi Sekunder Tingkat Nasional (Induk Koperasi) No. Induk Koperasi
Unit Usaha
Jenis Usaha Jasa audit keuangan, pendidikan & latihan, bimbingan & konsultasi.
1
KJAN
3
2
INKOPANG
2
Dealer pelumas, jasa & perdagangan umum
3
INKOPPAS
2
Perdagangan beras & gula, simpan pinjam
4
INKOPTI
1
Penyaluran kedele
5 6
INKOWAN IKSP
1 1
7
INKUD
9
8
IKPI
7
9
GKSI
3
Simpan pinjam Simpan pinjam Kedele, bt. bara, cengkeh, gula pasir, pupuk, kopi, SP, pengolahan kayu Pabrik pelampung, pemasaran BAP, ikan patin, pergudangan, alat perikanan, pelatihan TK, toko sarana Produksi dan pengolahan susu, pemasaran.
Dari sisi usaha, jumlah modal terbesar dimiliki oleh INKUD yang mencapai Rp. 239.6 milyar, diikuti GKSI Rp. 81.6 milyar, IKSP Rp. 16.6 milyar, dan INKOPPAS Rp. 1.6 milyar. Dari sisi volume usaha, 4 koperasi urutan teratas adalah INKUD Rp. 21.98 milyar, IKSP Rp. 20.53 milyar, dan IKPI Rp. 2.35 milyar. Sedangkan jumlah SHU terbesar dicapai oleh IKSP sebesar Rp. 352 juta, IKPI Rp. 112 juta, KJAN Rp. 25 juta, dan INKOPANG Rp. 20 juta. Terutama dengan melihat nilai SHU yang dicapai, maka dari sisi usaha, IKSP memiliki keragaan yang paling baik, diikuti oleh IKPI. Sedangkan INKOPTI dan INKUD adalah yang paling buruk yakni nilai SHU masing-masing mencapai angka negatif. !-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
27
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
Dari sisi rentabilitas, IKPI dan IKSP mencapai persentase yang paling tinggi. Rasio rentabilitas yang tinggi ini memiliki arti dari setiap seratus rupiah harta yang dimiliki, mampu menghasilkan nilai SHU sebesar nilai persentase masing-masing. Sedangkan pada solvabilitas dan likuiditas, INKOWAN dan GKSI mencapai persentase terbesar. Nilai solvabilitas dan likuiditas yang besar ini memiliki arti koperasi-koperasi tersebut memiliki kemampuan lebih baik dalam mengembalikan hutangnya. Keragaan Koperasi Sekunder Tingkat Nasional (Induk Koperasi) yang ditunjukkan di atas memperlihatkan koperasi-koperasi yang dominan menurut nilai fisik masing-masing variabel. Namun, keragaan koperasi dapat juga dilihat dari sisi perkembangannya dari tahun ke tahun. Pada sisi perkembangan ini dapat dilihat apakah suatu variabel yang disebutkan mengalami kecenderungan terus meningkat, menurun, atau bervariasi. Trend perkembangan Koperasi Sekunder Tingkat Nasional (Induk Koperasi) selama 5 tahun terakhir (tahun 2001 – 2005) disajikan berturut-turut di bawah ini.
1. Induk Koperasi Simpan Pinjam (IKSP) Perkembangan IKSP dalam 5 tahun terakhir ditunjukkan pada Gambar 4. Trend Anggota dan Pengurus & Pengawas IKSP 22
22
20
23
26
U n it
25 6
4
6
8
7
15
10
15
15
1
2
10 5
1
1
2001
2002
1
1
0 2001
2002
Jlh Unit Ush tetap (1)
2003 2004 2005 Tahun Angg. Pgrs/Pgw s
Unit Ush
Trend Modal Sendiri dan Modal Luar IKSP
57477
60000
Pelthn
30000
29448
J t R u p ia h
30561
20991
20000
40000 22722 23606
30000
10000
2005
Trend Volume Usaha IKSP
25000
50000
20000
2003 2004 Tahun Asset
35000
70000
Jt. Rp
14
12
U n it
30 25 20 15 10 5 0
Trend Unit Usaha, Asset Fisik & Pelatihan Internal IKSP
15000
15439 17399
2407
2523
18793
10000
2795
3051
3133
5000
2868
0
0
2001 2002 2003 2004 2005 M.Sndiri
Tahun M.Luar
2001
2002
2003 Tahun
2004
2005
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
28
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
Trend Solvabilitas, Rentabilitas & Likuiditas IKSP
Trend SHU IKSP 500
160
450
448
140
400 320 351
300 250
336
303
200
Persen
Jt. Rp
350
115
120
113
115
114
113
112
17
17
18
14
14
2001
2002
2003 Tahun
2004
2005
131
100 80 60
150 100
40
50
20
0
138
117
120
0
2001
2002
2003 Tahun
2004
2005
Solvablts
Rentablts
Gambar 4. Perkembangan Kelembagaan dan Usaha IKSP
Grafik diatas memperlihatkan bahwa selama 5 tahun, IKSP mengalami peningkatan secara mantap dalam jumlah anggota, jumlah asset fisik, jumlah pengurus dan pengawas, besar modal sendiri dan modal luar. Meskipun mengalami fluktuasi cukup besar, namun volume usaha dan SHU IKSP juga mengalami peningkatan pada tahun 2005. Dalam aspek produktivitas, IKSP mengalami peningkatan pada solvabilitas dan likuiditas sedangkan rentabilitasnya cenderung menurun. Trend meningkat pada jumlah anggota, pengurus dan pengawas, dan jumlah asset fisik menunjukkan bahwa ada peningkatan ukuran kelembagaan untuk menangani berbagai fungsi internal koperasi. Hal ini tentu berarti ada peningkatan secara fungsional pada manajemen koperasi. Pelaksanaan fungsi koperasi diantaranya juga ditunjukkan dengan adanya peningkatan pada jumlah pelatihan anggota, pengurus, pengawas dan karyawan koperasi. Semuanya ini menunjukkan IKSP mengalami perkembangan kelembagaan yang menuju pada peningkatan kemampuan yang lebih baik. Pada sisi keragaan usaha, perkembangan jumlah modal sendiri dan modal luar IKSP yang terus meningkat menunjukkan bahwa kemampuan permodalannya makin terus menguat. Hal ini berarti IKSP makin meningkat kemampuannya dalam membiayai usaha-usaha yang dijalankan. Peningkatan kemampuan permodalan tersebut diikuti pula dengan perkembangan SHU yang makin meningkat. Meskipun mengalami fluktuasi pada tahun 2002 sampai 2005, SHU IKSP tetap menunjukkan peningkatan. Peningkatan SHU menunjukkan IKSP mampu mencapai profit yang lebih tinggi dari tahun ke tahun. Keadaan ini terjadi sebagai realisasi usaha-usaha yang berjalan baik dan pencapaian volume usaha yang makin tinggi. Data laporan keuangan menunjukkan bahwa IKSP memiliki kemampuan keuangan yang baik. Trend solvabilitas dan likuiditas IKSP menunjukkan peningkatan dalam 5 tahun terakhir, sementara rentabilitas menunjukkan penurunan. Meskipun demikian nilai rentabilitas tersebut masih positif.
Solvabilitas dan likuiditas yang terus meningkat tersebut
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
29
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
memperlihatkan bahwa kemampuan IKSP dalam mengembalikan hutangnya semakin membaik. Sementara trend rentabilitas yang meskipun menurun tetapi masih positif menggambarkan bahwa kemampuan IKSP dalam menghasilkan keuangan bersih masih baik positif cukup tinggi. Yakni dari setiap Rp. 100 harta yang dimiliki mampu menghasilkan SHU sebesar Rp. 14,- sampai Rp. 18,-
2. Induk Koperasi Jasa Angkutan (INKOPANG) Perkembangan INKOPANG dalam 5 tahun terakhir disajikan pada Gambar 5. Trend Anggota, Pengurus & Pengawas INKOPANG
Tre nd Unit Usaha, Asse t Fis ik & Pelatihan Inte rnal INKOPANG
40 33
33
9
8
34
33
36 Unit
Unit
30 20 10
8
7
7
0 2001 2002 2003 2004 2005 Tahun Angg. Pgrs/Pgws
J u Rupiah
Jt. Rp
262
262
262
100 10
0
10
11
10
3
160 140
318
200
7 6 3
0
0
2001
2002
2
2
0
0
2003 2004 Tahun Unit Ush
2 0 2005 Asset
Trend Volum e Usaha INKOPANG
400 333
13 12
10
Pelthn
Trend Modal Sendiri dan Modal Luar INKOPANG
300
14 12 10 8 6 4 2 0
150
120 100 80 60
49 33
39
2003 Tahun
2004
40 20 0
11
2001 2002 2003 2004 2005 Tahun M.Sndiri M.Luar
2001
2002
54
2005
Jt. Rp
Trend SHU INKOPANG 35 30 25 20 15 10 5 0
33 22
24
18 3 2001
2002
2003 2004 Tahun
2005
Gambar 5. Perkembangan Kelembagaan dan Usaha INKOPANG
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
30
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
Selama 5 tahun terakhir INKOPANG sedikit mengalami peningkatan dalam jumlah anggota, jumlah asset fisik dan jumlah modal sendiri. Tetapi ia mengalami penurunan jumlah pengurus dan pengawas, jumlah unit usaha, tidak ada pelatihan kepada anggota, pengurus, pengawas dan karyawan. Penurunan cukup besar juga dialami pada modal luar, volume usaha dan SHU, dan tidak ada laporan tentang rasio keuangannya. Secara umum, INKOPANG mengalami penurunan baik dari keragaan kelembagaan maupun keragaan usaha. Pada satu sisi terdapat peningkatan jumlah anggota dan jumlah asset fisik untuk operasionalisasi koperasi. Tetapi peningkatan tersebut tidak disertai peningkatan para pengurus dan pengawas sebagai pelaksana fungsional koperasi, malahan sebaliknya jumlah pengurus dikurangi. Ini menunjukkan ada penciutan di dalam struktur kepengurusan koperasi yang kemudian berdampak pada pengurangan fungsi-fungsi yang dijalankan oleh pengurus. Hal ini semakin diperkuat dengan tidak adanya pelatihan-pelatihan bagi para pengurus, pengawas, anggota dan karyawan selama 5 tahun terakhir. Indikasi lain yang turut mendukung adalah jumlah unit usaha koperasi yang berkurang. Semua kondisi ini menunjukkan INKOPANG mengalami perkembangan kelembagaan yang berat dan menurun. Belum terlihat adanya tanda-tanda peningkatan yang berarti. Aspek-aspek keragaan usaha INKOPANG memperlihatkan bahwa jumlah modal luar koperasi terus mengalami penurunan sementara modal sendiri hanya memperlihatkan peningkatan kecil. Keadaan ini menjelaskan kemampuan pembiayaan koperasi tertekan cukup berat, dan akibatnya terlihat pada penurunan tajam SHU. Penurunan SHU menunjukkan INKOPANG mengalami penurunan pencapaian profit dibanding tahun-tahun sebelumnya, yang berarti usaha-usahanya tidak berjalan optimal.
Meskipun kemudian pada tahun-tahun
berikutnya SHU mulai menunjukkan perkembangan meningkat namun hasil ini masih berada di bawah pencapaian tahun 2001.
3. Koperasi Jasa Audit Nasional (KJAN) Berdasarkan data yang terkumpul, perkembangan KJAN dalam 5 tahun terakhir disajikan pada Gambar 6 berikut. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa jumlah anggota, jumlah pengurus dan pengawas, dan jumlah unit usaha KJAN adalah tetap. Jumlah asset fisik dan jumlah modal sendiri mengalami peningkatan sedangkan modal luar tidak ada data. SHU menunjukkan peningkatan tetapi data untuk tahun 2005 tidak tersedia. Begitu juga data pelatihan internal koperasi dan data-data rasio keuangan tidak tersedia. Berdasarkan data di atas, perkembangan yang tetap statis dialami oleh KJAN dalam hal jumlah anggota, pengurus dan pengawas, dan jumlah unit usaha. Kondisi ini menunjukkan bahwa dalam beberapa hal KJAN kemungkinan mengalami perkembangan yang tetap stabil atau normal meskipun tidak menunjukkan peningkatan jumlah anggota, pengurus dan pengawas dan jumlah unit usaha. Dalam hal demikian dikatakan KJAN mengalami perkembangan kelembagaan yang relatif baik atau normal. Sebaliknya keadaan di atas juga !-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
31
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
dapat menunjukkan bahwa KJAN dapat saja mengalami hambatan untuk berkembang lebih baik. Dengan kata lain perkembangannya “hidup segan mati tak mau.”
40 35 30 25 20 15 10 5 0
Trend Unit Usaha dan Asset Fisik KJAN (Pelatihan Internal tdk ada data)
14
37
9
37
37
9
9
12
37
37 9
10 Unit
Unit
Trend Jumlah Anggota, Pengurus dan Pengawas KJAN
9
12
3
3
3
2004
2005
6 3 3 2
Angg.
0 2001
2002
Pgrs/Pgws
2003 Tahun
Unit Ush
Asset
Trend Volume Usaha KJAN
Trend Modal Sendiri KJAN (Modal Luar tdk ada data)
350 300
400
288
310
J t R u p ia h
355
300 Jt. R p
12
12 11
10
4
2001 2002 2003 2004 2005 Tahun
200
8
333
100 0
200 150
216
100 50
0
316
250
106
107
2001
2002
0 2001
2002
2003 2004 Tahun
2005
2003
2004
Tahun
Trend SHU KJAN 60 48
50 Jt . Rp
40 32
30 20 10
11
9 0
0 2001
2002
2003 Tahun
2004
2005
Gambar 6. Perkembangan Kelembagaan dan Usaha KJAN
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
32
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
Hasil survei lapangan dan laporan dari KJAN menunjukkan selama 5 tahun terakhir RAT hanya dilakukan pada tahun 2001 dan 2002 sedangkan tahun 2003 sampai sekarang RAT tidak dilaksanakan lagi. Advokasi dan pendidikan secara vertikal hanya dilakukan selama tahun 1990 sampai 1995, dan sampai sekarang tidak pernah dijalankan lagi. Laporan tertulis dari KJAN sendiri menyebutkan bahwa ia menghadapi hambatan persaingan yang sangat ketat dalam menghadapi pasar bebas disamping persaingan antar Kantor Akuntan Publik yakni dalam perang tarif. Juga hambatan secara regulasi yakni pemerintah sedang menyusun RUU Akuntan Publik bahwa Kantor Akuntan Publik berbadan hukum koperasi tidak diijinkan lagi.
4. Induk Koperasi Pedagang Pasar (INKOPPAS) Secara umum INKOPPAS mengalami perkembangan kelembagaan yang tetap stabil dari tahun ke tahun. Namun ada juga aspek yang perkembangannya menurun. Untuk keragaan
usaha,
terdapat
aspek
yang
perkembangannya
meningkat,
ada
yang
perkembangannya tetap dan ada juga yang menurun. Pada Gambar 7 dapat dilihat perkembangan INKOPPAS dalam 5 tahun terakhir. Trend Unit Usaha dan Asset Fisik INKOPPAS (Pelatihan Internal tdk ada data)
TrendJumlahAnggota, Pengurus& PengawasINKOPPAS 9 8
26
26
26
26
26
7
8
8
8
8
8
2
2
2
2
2
6
Unit
5
13
6
13
6
6
Unit
30 25 20 15 10 5 0
4 3 2
2001 2002 2003 2004 2005 Tahun
1 0 2001
Angg.
Pgrs/Pgws
1451
693
100
693
694
694
694
427
Tahun
M.Sndiri
M.Luar
J t R u p ia h
1201
20 01 20 02 20 03 20 04 20 05
Jt. Rp
1543
2003
2004 2005 Tahun
Asset
Trend Volume Usaha INKOPPAS
Trend Modal Sendiri dan Modal Luar INKOPPAS
1800 1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0
2002
Unit Ush
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
84 50 26
27
10 2001
2002
2003 Tahun
2004
2005
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
33
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
Trend Solvabilitas, Rentabilitas & Likuiditas INKOPPAS
Trend SHU INKOPPAS 100
500
50 50
437
400 0 2002
2003
2004
2005
Jt. Rp
326
300
P e rs e n
2001 -50
200
-100 -97
-132
-118
-150
114 0
-17
0
-200
-100
-250
2001
2002
-14
87 -25
2003
2004
114 83 -15
2005
Tahun
-252 -300
126
100
100
Solvablts
Tahun
Rentablts
Likuidts
Gambar 7. Perkembangan Kelembagaan dan Usaha INKOPAS
Gambar 7 menunjukkan bahwa selama 5 tahun terakhir, INKOPPAS tidak mengalami perubahan pada jumlah anggota, jumlah asset fisik, dan jumlah unit usaha. Sementara jumlah pengurus dan pengawas memiliki perkembangan yang makin menurun. Sebaliknya tidak ada indikasi atau data tentang pelaksanaan pelatihan kepada anggota, pengurus dan pengawas, dan karyawan. Pada sisi usaha, modal luar INKOPPAS mengalami peningkatan yang sangat besar tetapi modal sendiri perkembangannya tetap statis. Trend volume usaha menurun namun kemudian meningkat lagi pada tahun 2005. Trend SHU INKOPPAS menurun drastis hingga mencapai negatif. Keadaan ini diikuti oleh penurunan solvabilitas, likuiditas dan rentabilitas. Rentabilitas bernilai negatif. Perkembangan yang statis selama 5 tahun dari jumlah anggota, jumlah asset fisik, dan jumlah unit usaha kemudian diikuti dengan penurunan jumlah pengurus dan pengawas serta tidak ada laporan tentang pelaksanaan pelatihan kepada anggota, pengurus, pengawas, dan karyawan menunjukkan bahwa INKOPPAS tidak mengalami perkembangan kelembagaan yang makin membaik. Keadaan ini menunjukkan tidak ada koordinasi internal koperasi yang memadai untuk mendorong adanya peningkatan fungsi-fungsi manajemen. Juga tidak ada akses untuk membuka peluang pengembangan usaha secara luas. Karena itu pada satu sisi sesuai data yang ada dapat dikatakan perkembangan INKOPPAS cukup stabil, tetapi pada sisi lain sebenarnya perkembangannya lebih cenderung menurun. Pada sisi keragaan usaha, pendanaan terhadap usaha-usaha berpotensi meningkat dilihat dari jumlah peningkatan modal luar dan modal sendiri yang stabil. Tetapi hasil akhir SHU yang menurun drastis sampai bernilai negatif menunjukkan usaha-usaha INKOPPAS mengalami kerugian besar. Hasil ini turut didukung oleh trend solvabilitas, rentabilitas dan likuiditas
yang
makin
menurun.
Perkembangan
menurun
solvabilitas
dan
likuiditas
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
34
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
menunjukkan kemampuan mengembalikan hutang dari INKOPPAS makin menurun. Namun kemampuan
tersebut
masih
positif
menunjukkan
bahwa
ia
tetap
masih
mampu
mengembalikkan hutangnya. Sedangkan trend rentabilitas yang menurun dan negatif menunjukkan bahwa dari setiap Rp. 100 harta yang dimiliki, INKOPPAS merugi sebesar Rp. 15,- sampai Rp. 25,-
5. Induk Koperasi Wanita (INKOWAN) Gambar 8 berikut memperlihatkan secara jelas perkembangan INKOWAN dalam 5 tahun terakhir. Data pada grafik tersebut menunjukkan jumlah anggota, jumlah pengurus dan pengawas, jumlah asset fisik, jumlah unit usaha dan jumlah pelatihan kepada anggota, pengurus, pengawas dan karyawan semuanya tetap selama 5 tahun. Sementara jumlah modal luar, SHU, solvabilitas, rentabilitas dan likuiditas pada umumnya mengalami peningkatan. Modal sendiri sedikit mengalami penurunan. Perkembangan yang tidak berubah-ubah atau tetap dari jumlah anggota menunjukkan bahwa selama 5 tahun terakhir tidak ada usaha dari pihak manajemen untuk mencari anggota baru. Jumlah pengurus dan pengawas yang tidak bertambah berarti tidak ada fungsi-fungsi koperasi yang diperluas karena memang kondisi koperasi tidak mengijinkan. Jumlah asset fisik yang juga tidak bertambah adalah mungkin disebabkan oleh keuangan koperasi tidak mendukung atau juga karena tidak ada kebutuhan. Jumlah unit usaha yang tidak bertambah tentu berkaitan dengan akses dan peluang kearah itu tidak tersedia dan tidak diupayakan. Keadaan-keadaan ini menunjukkan INKOWAN tidak memiliki dinamika untuk berkembang secara kelembagaan.
Dengan kata lain kelembagaan INKOWAN berada pada tahap
Trend Jumlah Anggota dan Pengurus INKOWAN 8 8 8 8 8.2 8 8 7.8 7.6 7.4 7 7 7 7 7.2 7 7 6.8 6.6 6.4 2001 2002 2003 2004 2005 Tahun
Angg.
Pgrs/Pgws
Trend Unit Usaha, Asset Fisik & Pelatihan Internal INKOWAN 2.5
2
2
1
1
2 Unit
Unit
perkembangan statis.
1.5
1
1
1
0
0
0
1 0.5 0 2001 2002 2003 2004 2005 Tahun Unit Ush Asset
Pelthn
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
35
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
Trend Solvabilitas dan Likuiditas INKOWAN
Trend SHU INKOWAN
7
4694
5000
5
4000 3000
3
4093
3904
P e rs e n
J t. R p
7 6 5 4 3 2 1 0
3893
3774
3576 3743 3706
3791
3576
2000 1000
0
1
2001
2002
2003
0 2004
2001 2002 2003 2004 2005
2005
Tahun
Tahun
Solvablts
Trend Volume Usaha INKOWAN
Trend Modal Sendiri dan Modal Luar INKOWAN 100
686 J t R u p ia h
80
J t. R p
800 700 600 500 400 300 200 100 100 65 0 2001
Likuidts
100
103
68
75
2002
2003 Tahun M.Sndiri
106
60
60 40
21
22
20
47
45 2004
91
75
0
2005
2001
2002
M.Luar
2003 Tahun
2004
2005
P erse n
Trend Rentabilitas INKOWAN
3 2.5 2 1.5 1 0.5 0
2.6
2.4
0.76
0.8 0
2001 2002 2003 2004 2005 Tahun
Gambar 8. Perkembangan Kelembagaan dan Usaha INKOWAN
Meskipun modal sendiri sedikit mengalami penurunan tetapi modal luar menunjukkan peningkatan yang sangat tinggi menunjukkan bahwa kemampuan INKOWAN dalam pendanaan usaha semakin kuat. Ini merupakan perkembangan yang potensial baik dari sisi !-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
36
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
usaha. Keadaan potensial ini turut ditunjukkan dengan makin meningkatnya volume usaha dan SHU selama 5 tahun terakhir. SHU yang makin meningkat memperlihatkan keuntungan koperasi juga makin meningkat yang berarti usaha-usaha yang dijalankan adalah feasible. Trend solvabilitas dan likuiditas yang makin meningkat dan memiliki nilai sangat tinggi menunjukkan kemampuan mengembalikan hutang INKOWAN sangat besar. Pada sisi lain meskipun mengalami fluktuasi, rentabilitas INKOWAN
masih menunjukkan kenaikan yang
positif. Ini menunjukkan ia masih menerima keuntungan dari setiap rupiah kekayaannya.
6. Induk Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (INKOPTI) Gambar 9 berikut menampilkan perkembangan INKOPTI selama 5 tahun terakhir. Gambar tersebut memperlihatkan bahwa selama 5 tahun jumlah anggota, jumlah pengurus dan pengawas, dan jumlah unit usaha yang dijalankan INKOPTI tidak mengalami penambahan. Sebaliknya jumlah asset fisik makin menurun, sementara INKOPTI tidak melaksanakan pelatihan terhadap anggota, pengurus, pengawas, dan karyawannya. Pada sisi usaha, jumlah modal sendiri mengalami trend menurun tetapi modal luarnya mengalami peningkatan. Perkembangan SHU selama 5 tahun terakhir hanya berfluktuasi di bawah nilai nol atau bernilai negatif, begitu juga dengan volume usaha. Solvabilitas, rentabilitas dan likuiditas INKOPTI berkembang menurun di bawah nilai nol atau bernilai negatif. Trend tetap pada jumlah anggota maupun jumlah pengurus dan pengawas menunjukkan tidak ada usaha dari pihak manajemen untuk mencari anggota baru dan tidak ada perluasan bagi fungsi-fungsi koperasi yang sudah ada. Kondisi ini sejalan dengan jumlah asset fisik yang makin menurun dan tidak dilaksanakannya pelatihan kepada anggota, pengurus, pengawas, dan karyawan. Semuanya menunjukkan bahwa INKOPTI secara kelembagaan tidak menunjukkan perkembangan yang makin meningkat melainkan cenderung stagnan dan menurun.
Trend Volume Usaha INKOPTI
Trend Modal Sendiri dan Modal Luar INKOPTI
800
600
600
623
663
663
92
76
132
663 563
400 200
132
131
0
J t R upiah
Jt. Rp
800
746 533
400 200 -136
0
2001 2002 2003 2004 2005 Tahun M.Sndiri M.Luar
2001
2002
2003
-200 Tahun
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
37
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
Trend Jumlah Anggota dan Pengurus & Pengawas INKOPTI
Trend Unit Usaha dan Asset Fisik INKOPTI
16
160
14
140 120
139
139
138
12
138
80 60
14
9
8
7
8 6
40
8
20
10
9
8
4
8
1
1
2
0
1
1
2003
2004
1
0
2001
2002
2003 Tahun
Angg
2004
2005
2001
Pgrs/Pgws
-5 0 -200 -300
2001
2002
2003
Tahun 2004
2005
Asset
32
35
2005
30 25
-119
20
-456
-400 -500 -600
15 10 5 0
-700
-713
-800 -900
Tahun
Trend Solvabilitas, Rentabilitas dan Likuiditas INKOPTI
Persen
-100
2002
Unit Ush
Trend SHU INKOPTI
Jt. Rp
14
10 Unit
Unit
100
138
-870
-5
17
0 2001
17 0.31 0 2002
-0.59 -3.9 2003
2004
-1 2005
-10 -12 -11 -13 -12 Tahun
-15
-1000
Solvablts
-11 -11
Rentablts
Gambar 9. Perkembangan Kelembagaan dan Usaha INKOPTI
Dari sisi keragaan usaha, modal sendiri mengalami penurunan tetapi modal luar menunjukkan peningkatan. Keadaan ini dapat menunjukkan modal INKOPTI relatif stabil yang berarti kemampuan pendanaan usaha tetap stabil. Akan tetapi trend SHU menunjukkan bahwa SHU berfluktuasi sangat tinggi di bawah nilai nol. Nilai SHU negatif ini sangat besar, dan menunjukkan INKOPTI mengalami kerugian besar dan usaha yang dijalankan tidak feasible. Dari sisi keuangan, nilai-nilai solvabilitas, rentabilitas dan likuiditas INKOPTI semuanya menurun dan mencapai nilai negatif. Artinya, kemampuan dalam mengembalikan hutang maupun kemampuan dalam menghasilkan keuangan bersih adalah negatif. Semua keadaan ini menunjukkan keragaan usaha INKOPTI adalah buruk.
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
38
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
7. Induk Koperasi Unit Desa (INKUD)
Gambar 10 berikut menampilkan perkembangan INKUD selama 5 tahun terakhir.
Trend Jum lah Anggota dan Pengurus & Pengaw as INKUD
Trend Unit Usaha dan Asset Fisik INKUD 40
35
29
28
29
29
29
23
23
8
9
9
9
9
2001
2002
2003
2004
2005
25
20 15
20 15
10
13
13
13
13
10
13
5
5
0
0 2001
Angg
2002
2003
2004 Tahun
2005
Pgrs/Pgw s
Unit Ush
Trend Modal Sendiri dan Modal Luar INKUD 450000 400000 350000 300000 250000 200000 150000 100000 50000 0
401655 214767 162719 210370 180803 7687
4620
5104
5113
2001
2002
2003
2004 2005 Tahun
M. Sendiri
Tahun
Asset Fisik
Trend Volum e Usaha INKUD
Jt Rupiah
Jt Rupiah
30
28
30
25
Unit
Orang/Unit
34
35
30
5113
50000 45000 40000 35000 30000 25000 20000 15000 10000 5000 0
44565
17794 17466 9150
2001
M. Luar
20946
2002
2003
2004
2005
Tahun
Trend Solvabilitas, Rentabilitas dan Likuiditas INKUD
Trend SHU INKUD 0
500
2001
0 -500
-42594 Persen
Jt Rupiah
-50000
2002 2003 2004 2005 -19511 -19882 -64381
-100000
-1000
190
171
109
124 118 50 2001 2002 2003 -321 -469
105
49
22 2004 -303
7 2005
-982
-1500 -2000
-150000 -176403
-2500 -3000
-2688
-200000
Tahun
Tahun
Solvablts
Rentablts
Likuidts
Gambar 10. Perkembangan Kelembagaan dan Usaha INKUD !-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
39
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
Gambar di atas memperlihatkan bahwa selama 5 tahun jumlah anggota, jumlah pengurus dan pengawas, dan jumlah unit usaha yang dijalankan INKUD relatif tetap, sedangkan jumlah asset fisik makin meningkat. Pada sisi usaha, jumlah modal sendiri mengalami trend menurun tetapi modal luarnya mengalami peningkatan besar. Perkembangan volume usaha selama 5 tahun terus mengalami penurunan, sedangkan SHU bernilai negatif dengan trend semakin besar mengalami kerugian. Trend solvabilitas dan likuiditas INKUD meskipun menurun namun tidak drastis dan masih bernilai positif. Sementara rentabilitasnya bernilai negatif dengan fluktuasi makin besar angka negatif tersebut. Trend SHU menunjukkan INKUD mengalami kerugian besar dan usaha yang dijalankan tidak feasible. Dari sisi keuangan sesuai nilai-nilai solvabilitas dan likuiditas, INKUD masih mampu dalam mengembalikan hutang, namun kemampuan dalam menghasilkan keuangan bersih adalah negatif. Semua keadaan ini menunjukkan keragaan usaha INKUD adalah cukup buruk.
8. Induk Koperasi Perikanan Indonesia (IKPI) Gambar 11 berikut menampilkan perkembangan IKPI selama 5 tahun terakhir. Gambar tersebut memperlihatkan bahwa selama 5 tahun jumlah anggota, jumlah pengurus dan pengawas, dan jumlah unit usaha yang dijalankan IKPI relatif tetap. Sedangkan jumlah asset fisik makin meningkat. Pada sisi usaha, jumlah modal sendiri mengalami trend meningkat. Perkembangan volume usaha selama 5 tahun terus mengalami peningkatan. Hal ini juga berlaku pada nilai SHU-nya dimana meskipun berfluktuasi, SHU terus menunjukkan peningkatan. Trend solvabilitas dan likuiditas IKPI terus mengalami peningkatan namun rentabilitasnya cenderung menurun tetapi masih bernilai positif.
Trend Jum lah Anggota dan Pengurus & Pengaw as IKPI
Trend Unit Usaha dan Asset Fisik IKPI
35 15
15
15
15
30 25
15 Unit
Unit/Orang
40 16 14 12 10 8 6 4 2 0
8
8
8
8
8
20 15 10 5
35 28
31
24
24
7
7
7
7
7
2001
2002
2003 Tahun
2004
2005
0 2001
2002
2003
2004
Tahun Angg
Pgrs/Pgw s
2005
Unit Ush
Asset Fisik
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
40
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
Trend Modal Sendiri IKPI (Modal Luar tidak ada data)
Trend Volum e Usaha IKPI 3000
250 2500 2605
150
184
167
167
191
143
100
Jt Rupiah
Jt Rupiah
200
1500
2769
1809
1822
2001
2002
2004
2005
1000
50
500 0
0 2001
2002
2003 Tahun
2004
2005
2003 Tahun
Tre nd Solvabilitas , Rentabilitas dan Lik uiditas IKPI
Trend SHU IKPI 300
160 144
140
250
139
120
128
100
Persen
Jt Rupiah
2750
2000
102
80
200 150 100
60 45
40
271.1 264.8
50
108.2 85.9
69.5
2001
0 2001
2002
2003 Tahun
2004
2002
2005 Solvablts
108.7
53.4
61.4
64.4
2003 Tahun
2004
2005
23.3
0
20
94.7
89.7
77.5
136.9
125.6
Rentablts
Likuidts
Gambar 11. Perkembangan Kelembagaan dan Usaha IKPI Trend makin meningkat dari volume usaha dan SHU menunjukkan bahwa IKPI cenderung mengalami keutungan dan usaha yang dijalankan dapat disebut sebagai feasible. Dari sisi keuangan sesuai nilai-nilai solvabilitas, likuiditas dan rentabilitas, IKPI masih mampu dalam mengembalikan hutang maupun memiliki kemampuan dalam menghasilkan keuangan bersih secara positif. Semuanya ini menunjukkan keragaan usaha IKPI adalah cukup baik.
9. Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) Gambar 12 berikut menampilkan perkembangan GKSI selama 5 tahun terakhir. Trend Unit Usaha dan Asset Fisik GKSI
Trend Jum lah Anggota dan Pengurus & Pengaw as GKSI 30
10
25
9
9
9
9
9
6 4 2
26
26
3
3
3
2003 Tahun
2004
2005
20 Unit
Orang/Unit
8
21
21
21
3
3
2001
2002
15 10
4
4
4
4
4
2001
2002
2003
2004
2005
5 0
0 Tahun Angg
Pgrs/Pgw s
Unit Ush
Asset Fisik
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
41
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
Trend Modal Sendiri dan Modal Luar GKSI
Trend Volum e Usaha GKSI
1600
70000
Jt Rupiah
30000
61809
42879
40983
36775
38082
20000 10000
800 600
0
2002
M.Sendiri
2003
2004
2005
2001
2002
Tahun
M.Luar
2003 Tahun
2004
2005
Trend Solvabilitas, Rentabilitas dan Likuiditas GKSI
Trend SHU GKSI 500
5000
397
4739.4 4000
300
3970.2
100 0
-71 2001
2002
2615.2
3000
99
2003
-200
2004
2005
Persen
200 Jt Rupiah
1211
1213
200
2589 2001
-100
1081
1000
400
5803
0
400
1314
1200 Jt Rupiah
59540 59645 59734
50000 40000
1492
1400
60000
742.1 1000
-120 0
-300 -363
-400
-1000
-500
1569.7
2000
257.9 169.9 -1.1 0.3 1.8 2001 2002 2003
993.8 92.9 43.3 -0.4 -0.2 2004 2005
Tahun
Tahun
Solvablts
Rentablts
Likuidts
Gambar 12. Perkembangan Kelembagaan dan Usaha GKSI
Gambar di atas memperlihatkan bahwa selama 5 tahun jumlah anggota, jumlah pengurus dan pengawas, dan jumlah unit usaha yang dijalankan GKSI relatif tetap, sedangkan jumlah asset fisik menunjukkan peningkatan. Pada sisi usaha, jumlah modal sendiri dan modal luar terus mengalami peningkatan. Perkembangan volume usaha GKSI pada tahun 2001 – 2002 menunjukkan peningkatan tajam, namun tahun 2003 mengalami penurunan dengan sedikit peningkatan pada tahun 2005. Sedangkan perkembangan SHU makin terus menurun dan mencapai nilai negatif pada tahun 2003 – 2005.
Trend solvabilitas, rentabilitas dan
likuiditas GKSI menunjukkan penurunan, namun solvabilitas dan likuiditas tetap bernilai positif sedangkan rentabilitas mencapai nilai negatif. Trend modal yang makin meningkat menunjukkan GKSI makin kuat dalam permodalannya. Sesuai besaran modal tersebut, GKSI lebih dominan dalam modal sendiri dibanding modal luarnya. Nilai SHU yang makin menurun dan negatif menunjukkan GKSI terus merugi dan usaha yang dijalankan disebut sebagai infeasible. Dari sisi keuangan sesuai nilai!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
42
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
nilai solvabilitas dan likuiditas menunjukkan GKSI masih mampu dalam mengembalikan hutang namun dari nilai rentabilitas, GKSI tidak memiliki kemampuan dalam menghasilkan keuangan bersih secara positif.
Semuanya ini menunjukkan keragaan usaha GKSI adalah makin
memburuk.
4.2.2. Keragaan Kelembagaan dan Usaha Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi Dari hasil survei lapangan pada 8 propinsi selain DKI masing-masing Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Barat, dan Kalimantan Barat, diperoleh 33 Koperasi Sekunder. Jumlah tersebut dibagi dalam 12 jenis koperasi masing-masing : (1) PUSKUD (Puskud Jatim, Jateng, Sumbar, NTT, Sulsel, Sumut, dan Kalbar);
(2) GKSI Jateng; (3) PUSKOPDIT (Puskopdit
Jateng, NTT, Sumut); (4) PUSKUD MINA (Puskud Mina Jatim); (5) PKP-RI (PKP Sumbar, NTT, Sulsel,
Sumut,
Lotim
dan
Lobar);
(6)
PUSKOPPAS
(Puskoppas
Sulsel);
(7)
PUSKOPPONTREN (Puskoppontren Sulsel); (8) PUSKSP (Puskospin Jatim, NTB); (9) PUSKOPWAN (Puskowan Jatim, Sumbar, Sulsel); (10) PUSKOPPOLDA (Puskoppolda Sumbar, NTT, Sulsel, Puskopad A’DAM VII/WRB, Sumut); (11) PUSAT KOPERASI VETERAN (Puskop Purnawirawan & Warakawuri TNI & Polri NTT), dan (12) PKSU (PKSU NTB dan Kalbar). Sesuai data yang terkumpul, sebagian Koperasi-koperasi Sekunder Tingkat Propinsi mengalami perkembangan yang makin maju, sebagian lagi tidak mengalami kemajuan berarti atau tetap statis dan sebagian lainnya malah mengalami perkembangan yang makin menurun. Keragaan kelembagaan masing-masing jenis koperasi dapat diikuti pada bagian-bagian berikut. Keragaan masing-masing Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi secara rata-rata selama 5 tahun menurut urutan nilai-nilai yang paling tinggi hingga terendah dapat dilihat pada Gambar 13. Dari sisi jumlah anggota, PUSKUD memiliki anggota (KUD) yang paling banyak, disusul PKP – RI. Sedangkan koperasi-koprerasi lainnya memiliki jumlah anggota lebih sedikit (kurang dari 100 unit). Pada jumlah unit usaha, PUSKUD, PUSKOPPOLDA dan PUSKUD MINA memiliki jumlah yang lebih banyak. Dari sisi usaha, jumlah modal dan volume usaha dari PUSKUD, GKSI Jateng dan PUSKOPWAN mencapai nilai terbesar. Namun pada nilai SHU, tiga koperasi yang mencapai nilai
yang paling besar adalah PUSKOPPAS,
PUSKOPPOLDA, dan PUSKUD. Meskipun dari modal PUSKUD memiliki modal yang paling besar namun nilai SHU-nya lebih rendah dibanding rata-rata yang dicapai oleh PUSKOPPAS dan PUSKOPPOLDA. Sementara itu PUSKUD MINA mengalami kerugian dimana SHU-nya bernilai negatif rata-rata dalam 5 tahun terakhir.
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
43
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
Nama Koperasi
Jumlah Anggota Koperasi PUSKUD PKP - RI Sekunder PUS.MINA 405 P.KOPDIT 143 86 PKSU 60 P.KOPWAN 47 P.POLDA 31 27 GKSI 24 PUSKSP 22 16 P.PONTREN 12 P.VETERAN 8 Jumlah Unit P.KOPPAS
Jumlah Unit Usaha Koperasi P. POLDA PUSKUD Sekunder PUS.MINA PKSU 7 7 GKSI 6 4 P.KOPWAN 3 PKP - RI 2 2 P.PONTREN 2 PUSKSP 2 1 P. VETERAN 1 P.KOPDIT Jumlah Unit P.KOPPAS
Jumlah Modal Koperasi Sekunder PUSKUD
Juml ah V o lume U saha Ko p er asi S ekund er
GKSI P.KOPWAN P.KOPDIT PUS.MINA PKP - RI P. POLDA PKSU P. VETERAN PUSKSP P.PONTREN P.KOPPAS
5891 1349 1225 974 965 410 259 138 Jt Rupiah
926 553 472 381 321 99 90 36 Jt Rupiah
Jumlah SHU Koperasi Sekunder
-27.02
P.KOPPAS P. POLDA PUSKUD P.KOPDIT GKSI PKP - RI P.PONTREN PUSKSP PKSU P.KOPWAN P. VETERAN PUS.MINA
Jt Rupiah
Rata-rata Tingkat Solvabilitas Koperasi Sekunder 547.60 411.41 P. VETERAN 331.24 PKP - RI 253.20 P. POLDA 156.65 PUS.MINA 152.74 P.KOPDIT 152.01 PUSKUD 123.67 P.KOPWAN GKSI 53.50 PUSKSP 27.87 PKSU P.PONTREN Persen P.KOPPAS
Nama Koperasi
Nama Koperasi
169.63 165.57 86.40 75.37 54.33 21.33 21.00 19.89 10.65 8.34 -
-
R a t a - r a t a T i ngk a t R e nt a bi l i t a s
R a t a - ra t a T ingk a t Lik uidit a s Ko pe ra s i S e k unde r
K ope r a s i Se k unde r
19.23
386.44
11.19 10.08 9.52 8.89 6.74 5.74 5.51 0.43 - 8.55
Persen
P.KOPWAN PUSKUD GKSI PKP - RI P.KOPDIT P.PONTREN PKSU P. POLDA PUS.MINA PUSKSP P.KOPPAS P. VETERAN
3513 2680 2169 1656
23633 17553
349.17
P. POLDA P.KOPWAN PUSKSP GKSI PKP - RI PUSKUD P.KOPDIT P. VETERAN PKSU P.PONTREN P.KOPPAS PUS.MINA
291.54 179.36 178.52 119.69 83.88 63.64 51.25 30.52 Persen
P. VETERAN PKP - RI P. POLDA P.KOPDIT PUS.MINA PUSKUD P.KOPWAN GKSI PUSKSP PKSU P.PONTREN P.KOPPAS
Gambar 13. Keragaan Kelembagaan dan Usaha Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi !-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
44
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
Dari sisi rasio keuangan, PUSKOP VETERAN, PKP – RI dan PUSKOPPOLDA mencapai nilai solvabilitas dan likuiditas yang lebih besar dibanding koperasi-koperasi lainnya. Nilai solvabilitas dan likuiditas yang lebih besar ini memiliki arti ketiganya memiliki kemampuan mengembalikan hutang yang lebih baik. Sedangkan untuk rasio rentabilitas, PUSKOPPOLDA, PUSKOPWAN, dan PUSKSP mencapai nilai lebih besar dibanding koperasi-koperasi lainnya. Nilai ini memiliki arti dari setiap seratus rupiah harta masingmasing koperasi, mampu menghasilkan nilai SHU sebesar nilai persentase masing-masing. Rentabilitas dari PUSKUD MINA bernilai negatif. Keragaan Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi sampel dapat juga dilihat menurut trend perkembangan dari tahun ke tahun selama 5 tahun terakhir (tahun 2001 – 2005). Trend perkembangan masing-masing koperasi tersebut disajikan berturut-turut di bawah ini.
1. PUSKUD Gambar 14 berikut memperlihatkan perkembangan PUSKUD masing-masing di Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sumatera Uatara, dan Kalimantan Barat selama 5 tahun terakhir. Trend Jum lah Anggota Puskud Jatim , Jateng, Sum bar, NTT, Sulsel, Sum ut & Kalbar
Trend Unit Usaha Puskud Jatim, Jateng, Sumbar, NTT, Sulsel, Sumut & Kalbar
800 701
701
567
567
700
Unit
500
701
567
567
567
14
438
438
438 387
387
387 300 291 286 200
13
13
11
11
11
9 8
8
8
8
8
6 5
5
5
3 2
3 2
5 4 3 2
5
3 2
2001
2002
2004
2005
10 387
8 6
321
317
286
286
438
438 387
314
314
11
286
286
4 2
138
138
139
139
160
2001
2002
2003 Tahun
2004
2005
Jatim Sulsel
Jateng Sumut
Sumbar Kalbar
3 2
0
0
Jatim Sulsel
NTT
2003 Tahun
Jateng Sumut
Sumbar Kalbar
NTT
Trend Modal Sendiri Puskud Sumbar, NTT, Sumut & Kalbar
Trend Modal Sendiri Puskud Jatim, Jateng & Sulsel
1200
30000
25122 25000
18323
17324
19337 21397
J t R p.
14976
15000
14838
14990
800
4221
829
766 682
400
4604
981
600
17086
10000 11534 5000
1104 1000
Jt R p
20000
13 11 10
12
400
100
701
U n it
600
701
2698 44
200
2005
0
6252
641
586 447 330 223
444 363 225
433 362
430 379 299
430 396
0 2001
2002
2003
2004
2001
Tahun
Jatim
Jateng
Sulsel
Sumbar
2002
2003 2004 Tahun NTT Sumut
2005 Kalbar
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
45
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
Trend Modal Luar Puskud Sumbar, NTT & Sum ut (Data Kalbar tidak ada)
Trend Modal Luar Puskud Jatim, Jateng & Sulsel
3000
80000
2776
70481 70000
2500
60000
Jt Rp
Jt R p
50000
40632 40000
30760
30673 30000
10000
23416
23808
21634 20000
2002
2003
2004
2139 1717
1417
575 613 75
75
2001
2002
75
75
2003 Tahun
2004
0
0 2001
2244
1000
14290
0
2148
2178
1500
500
23057 19108 22347 21793
16585
23241
2142
2106
2000
2005
2005
Tahun Jatim
Jateng
Sumbar
Sulsel
TrendSHUPuskudJatimdanJateng
Sumut
Trend SHU Puskud Sulsel
1500
600
1084
992
911
1000
369
400
919
710
Jt. Rp
200 0
62
22
0
-200
260
321
0
Jt. Rp
500
2001 2002 2003 2004 2005
-400 -600
-339
-500
Tahun
-562
-800
Jatim
Jateng
Tahun
Trend SHU Puskud Sum bar, NTT, Sum ut & Kalbar
Trend Solvabilitas Rentabilitas dan Likuiditas Puskud Jatim 300
250
274
222 153
150 81
100 50
51
0
36
-100
126
83 83 42
2001
156 157
21 2002
33
21
18 2003
250
215
269
33
200
150 100
124
50
2004
6
2005
121
117
130
4
3
4
109 3
0 2001
2002
-118
2003
2004
2005
Tahun
-150 Tahun Sumbar
255
224
200
165
Persen
187
200
-50
-245
-290
2001 2002 2003 2004 2005
Jt Rp
NTT
NTT
Solvablts
Sumut
Kalbar
Rentablts
Likuidts
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
46
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
Trend Solvabilitas, Rentabilitas dan Likuiditas Puskud Sumbar
Trend Solvabilitas, Rentabilitas dan Likuiditas Puskud NTT 300
18
270
16.5
16
250
232
14
11.8
10
Persen
Persen
12 8 6
4.1
4
0
2
0
150
147 100
1.2 1.24 1.34 0.59 0.7 1.3
50
0
0
2001
2002
2001
2002
2003 2004 Tahun
Solvablts Likuidts
2005
250
2003
Trend Solvabilitas, Rentabilitas dan Likuiditas Puskud Sulsel 250
219 178
200
162 100
133
119
175
136
Persen
169 139
150
1
0
2004
2005
2
147
2002
Solvablts
2003 Tahun
Rentablts
115
92
Solvablts
120 101
81
40 9.5
20 0
2003
2004
-16.5 2001
127
Rentablts
Likuidts
102
82 15.2
15.6
16
2003
2004
2005
-40
110.2
92.3
86.5
87.3
0.85
1.12
1.54
1.62
1.68
2001
2002
2003 Tahun
2004
2005
102.4
80
Rentabls
Likuidts
124.2 97.5
105.2
60 40
0
Tahun Solvablts
122.36
108.41
100
20 2002
2005
Trend Solvabilitas, Rentabilitas & Likuiditas Puskud Kalbar
120 124
60
-20
2002
140 114
0
Tahun
Likuidts
100 80
9.28 9.70
2001
P e rs en
120
35.55 7.74
0
Trend Solvabilitas, Rentabilitas & Likuiditas Puskud Sumut 140
121
100
0 2001
181
149
50 0
204
190
179
150
50 20
2005
Rentablts
204 200
2004
Tahun
Solvablts Likuidts
Rentablts
Trend Solvabilitas, Rentabilitas dan Likuiditas Puskud Jateng
Persen
3.68
1.71
0
0
0
P e rs e n
265
200
Solvablts
Rentablts
Likuidtas
Gambar 14. Perkembangan Kelembagaan dan Usaha PUSKUD
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
47
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
Berdasarkan Gambar 14 tersebut, jumlah anggota Puskud Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, dan Kalimantan Barat
masing-masing
mengalami perkembangan yang tetap dimana jumlahnya tidak berubah. Sedangkan Puskud Sumatera Barat dan NTT jumlah anggota keduanya mengalami peningkatan. Untuk unit usaha, Puskud Jawa Timur mengalami peningkatan jumlah unit usaha sebanyak 4 unit selama 5 tahun terakhir. Hal ini menunjukkan suatu prestasi yang menggembirakan dan menunjukkan bahwa kondisi usahanya feasible dan potensial untuk berkembang. Perkembangan jumlah unit usaha Puskud Jawa Tengah, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, dan Kalimantan Barat adalah tetap. Sedangkan NTT mengalami penurunan jumlah unit usaha. Gambaran data di atas dominan menunjukkan bahwa jumlah anggota dan jumlah unit usaha Puskud umumnya tetap dan juga meningkat. Secara umum keadaan ini adalah keadaan yang relatif stabil dan cenderung meningkat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
keragaan
kelembagaan
Puskud
adalah
relatif
stabil
yakni
menunjukkan
perkembagaan yang relatif tetap bahkan cenderung akan meningkat. Dari sisi usaha, diagram di atas memperlihatkan modal sendiri Puskud Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Barat, NTT, dan Kalimantan Barat mengalami peningkatan sementara modal sendiri Puskud Sulawesi Selatan dan Sumatera Utara mengalami penurunan. SHU ketujuh Puskud menunjukkan perkembangan bervariasi. Perkembangan SHU meningkat terjadi pada Puskud Jawa Tengah, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara dan Kalimantan Barat. Sedangkan trend menurun terjadi pada Puskud Jawa Timur dan NTT, namun nilai SHU keduanya masih positif, dan bahkan nilai SHU Puskud Jawa Timur masih mendekati nilai satu milyar rupiah. Trend solvabilitas, rentabilitas, dan likuiditas dari ketujuh Puskud bervariasi yakni ada yang meningkat dan ada yang menurun.
Namun secara umum nilai-nilai rasio
keuangan tersebut masih positif. Hal ini menunjukkan rata-rata kemampuan Puskud dalam mengembalikan hutang dan kemampuan menghasilkan keuangan bersih masih bernilai positif. Dari gambaran usaha tersebut dapat dikatakan bahwa keragaan usaha Puskud dari 7 perwakilan Puskud Propinsi adalah masih baik dan positif. Ini berarti usaha-usaha Puskud masih feasible.
2. Gabungan Koperasi Susu Indonesia Jateng Dari data yang terkumpul, sampel koperasi persusuan yang terpilih adalah Gabungan Koperasi Susu Jawa Tengah (GKSI Jateng). Perkembangan GKSI Jateng dalam 5 tahun terakhir ditunjukkan pada Gambar 15 berikut.
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
48
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"& Trend Jumlah Anggota dan Unit Usaha GKSI Jateng
Trend Modal Sendiri dan Modal Luar GKSI Jateng
30
25000
25
20000
22421 24
24
24
15
15000 10000
10 3
3
5
3
22240 22785
24
24
Jt. Rp
Unit
20
2784
3
3
5000
0
0 2001
2002
2003
Angg.
2004 Tahun
2005
2001
Unit Ush
2819
3199
3417
2003
2004 Tahun
3636
2181 2286 2002
M.Sndiri
2005
M.Luar
160 140 120 100 80 60 40 20 0
Trend Solvabilitas, Rentabilitas dan Likuiditas GKSI Jateng
200
142.79
98.28
68.15 48.80
18.83
2001 2002 2003 2004 2005 Tahun
Persen
Jt. Rp
Trend SHU GKSI Jateng
150
189 142 160
112
100
88.14 87.21
115
50
11.2
0
6.71
14.9 12.7
15
15.5
7.9
6.9
2001 2002 2003 2004 2005 Tahun Solvablts
Rentablts
Likuidts
Gambar 15. Perkembangan Kelembagaan dan Usaha GKSI
Diagram di atas menunjukkan jumlah anggota dan jumlah unit usaha GKSI Jateng selama 5 tahun terakhir adalah tetap. Sementara jumlah modal sendiri dan modal luar mengalami peningkatan. Peningkatan yang besar terjadi pada modal luar. SHU mengalami fluktuasi dimana semula meningkat tetapi kemudian menurun secara tajam dan meningkat kembali dengan besaran relatif lebih rendah dari posisi semula. Trend fluktuasi yang sama terjadi pada rasio-rasio keuangan yakni solvabilitas, rentabilitas, dan likuiditas yakni meningkat tetapi kemudian terus mengalami penurunan. Jumlah anggota dan jumlah unit usaha yang perkembangannya selama 5 tahun hanya tetap jumlahnya menunjukkan keragaan kelembagaan GKSI adalah relatif tetap. Dari sisi usaha, modal yang meningkat menunjukkan kemampuan pendanaan usaha koperasi semakin kuat. Meskipun demikian tidak diikuti oleh peningkatan SHU secara mantap. Ini menunjukkan lemahnya manajemen usaha yang mengakibatkan kerugian. Trend solvabilitas, rentabilitas dan likuiditas GKSI yang terus menurun menjelaskan tentang kemampuan dalam mengembalikan hutang dan kemampuan menghasilkan keuangan bersih yang makin menurun. Namun demikian penurunan nilai rasio-rasio tersebut masih berada pada level yang positif. Gambaran usaha ini memperlihatkan bahwa secara keseluruhan GKSI mengalami penurunan di dalam usahanya namun keadaan tersebut !-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
49
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"& belum menyebabkan kebangkrutan pada koperasi. Usaha-usaha GKSI masih berpeluang untuk bangkit kembali.
3. Pusat Koperasi Kredit (PUSKOPDIT) Tiga koperasi yang termasuk dalam Puskopdit disini adalah Puskopdi Bhakti Kita Jawa Tengah, Puskopdit Bekatigade Timor NTT, dan Puskopdit Sumatera Utara. Perkembangan ketiga Puskopdit ini selama 5 tahun terakhir ditunjukkan pada Gambar 16. Sesuai gambar tersebut, jumlah anggota Puskopdit Jawa Tengah mengalami peningkatan selama 5 tahun terakhir. Jumlah anggota Puskopdit NTT adalah tetap sementara anggota Puskopdit Sumatera Utara mengalami penurunan. Perkembangan unit usaha ketiga Puskopdit adalah tetap. Modal sendiri dan modal luar Puskopdit Jateng dan NTT mengalami trend meningkat cukup besar.
Trend Modal Sendiri dan Modal Luar Puskopdit Jateng
Trend Jum lah Anggota Puskopdit Jateng, NTT & Sum ut 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
88
91
1200
88
87
1121
81
54
55
58
40
40
40
40
671
556
600
471
400
40
418
200
2003 Tahun
Jateng
2004
2001 2002 2003 2004 2005 Tahun M.Sndiri M.Luar
2005
NTT
Sumut
Trend Solvabilitas, Rentabilitas dan Likuiditas Puskopdit Jateng
Trend SHU Puskopdit Jateng, NTT & Sum ut 600 522
500 300 182
100 0 -100
0 2001 -59
226
223
15
18
0 2002
32
46
2004
-80 2005
-92
-200
NTT
50
0
0
0
-0.97 -11.71
2001
2002
2003 Tahun
2004
0 -50
Sumut
133
100
Tahun Jateng
263 134
150
-6 2003
238
200 P ersen
300 200
300 250
400
512
470
269
183
0
2001 2002 !"#$%&'($%)#$*+(',-&. -$(+(-/$012
Jt Rp
1135
800 Jt. Rp
53
Un it
50
1000
Solvablts
Rentablts
2005 Likuidts
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
50
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0
Trend Modal Sendiri & Modal Luar Puskopdit Sum ut 120
2866
100
2537
80 1394
1281
Jt Rp
Jt. Rp
Trend Modal Sendiri dan Modal Luar Puskopdit Bekatigade Timor NTT
107
104
108
103
2
2
4
4
4
2001
2002
2003
2004
2005
60 40
713 0
104
744
465
20
1108
0
2001 2002 2003 2004 2005 Tahun
Tahun
Trend Solvabilitas, Rentabilitas dan Likuiditas Puskopdit Bekatigade Timor NTT 250 219 200 161 156 181 150 148 142 100 136 128 50 0
M.Sendiri
M.Luar
0
2.13
1.86
2.34
2.70
2001
2002
2003 Tahun
2004
2005
M.Luar
Trend Solvabilitas, Rentabilitas & Likuiditas Puskopdit Sum ut 250 178
200 Persen
P e rse n
M.Sndiri
150 100 50
135
143
136 169
128
135
130
29.47
27.2
21.89
2001
2002
2003 Tahun
193
183
12.04
15.99
2004
2005
0
Solvablts
Rentablts
Likuidts
Solvablts
Rentablts
Likuidts
Gambar 16. Perkembangan Kelembagaan dan Usaha PUSKOPDIT
Sedangkan untuk Puskopdit Sumut, modal sendiri cenderung menurun tetapi modal luar makin meningkat. Trend SHU Puskopdit Bekatigade NTT dan Sumut makin meningkat dengan stabil sementara SHU Puskopdit Jawa Tengah berfluktuasi cukup besar dan bernilai di bawah nol (negatif). Trend Solvabilitas dan likuiditas Puskopdit Jateng dan Sumut mengalami peningkatan dengan mantap tetapi rentabilitas keduanya cenderung makin menurun. Untuk Puskopdit Bekatigade NTT, solvabilitas dan likuiditas meningkat dengan cepat tetapi kemudian makin menurun. Meskipun menurun, nilai-nilai rasio tersebut masing-masing sangat tinggi dan bernilai positif. Gambaran data di atas menunjukkan bahwa ada kecenderungan peningkatan jumlah anggota sementara jumlah unit usaha ketiga Puskopdit tetap. Keadaan ini menunjukkan bahwa keragaan kelembagaan Puskopdit relatif stabil yakni menunjukkan perkembangan yang relatif tetap. Dari sisi usaha, Puskopdit Jateng dan NTT !-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
51
Trend SHU Puskopdit Jateng dan Bekatigade Timor NTT
100
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
50
memperlihatkan kenaikan modal yang cukup besar. Ini menunjukkan kemampuan permodalan keduanya semakin kuat. Tetapi SHU yang makin menurun dan bernilai negatif dari Puskopdit Jawa Tengah yang diikuti dengan nilai rentabilitas, yang makin menurun dan negatif menunjukkan bahwa kondisi usahanya tidak sehat dan potensial mengalami kerugian. Meskipun demikian ia masih mampu dalam hal mengembalikan hutang. Sedangkan bagi Puskopdit Bekatigade NTT dan Sumut, trend peningkatan SHU-nya yang semakin mantap diikuti oleh nilai-nilai solvabilitas, rentabilitas dan likuiditas yang positif menunjukkan keragaan usahanya baik dan potensial mengalami peningkatan.
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
52
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
4. PUSKUD MINA Koperasi Sekunder yang mewakili PUSKUD MINA hanya ada 1 (satu) koperasi, yaitu Puskud Mina Jawa Timur. Perkembangan Puskud Mina Jawa Timur selama 5 tahun terakhir ditunjukkan pada Gambar 17.
Trend Jumlah Anggota dan Unit Usaha Puskud Mina Jatim
Trend Modal Sendiri dan Modal Luar Puskud Mina Jatim
100
2000 1754
80 86
86
86
60
Jt. Rp
Unit
86
1500
86
40 5
20
7
7
5
500
7
0
0
254
312 228
144
244
555
Trend Solvabilitas, Rentabilitas dan Likuiditas Puskud Mina Jatim 600 543 500 455
Trend SHU Puskud Mina Jatim 64 23.19
400 2001 2002 2003 2004 2005 -36.5
Persen
Jt. Rp
787 854
2001 2002 2003 2004 2005 Tahun M.Sndiri M.Luar
2001 2002 2003 2004 2005 Tahun Unit Ush
Angg.
80 60 40 20 0 -20 -40 -60 -80 -100 -120
996
1000
200 100 0
-93.3
-92.5 Tahun
285
300
-100
254
140 132 77
70
-8
134
68.6
-11 1.17 0.07 -25 2001 2002 2003 2004 2005 Tahun Solvablts
Rentablts
Likuidts
Gambar 17. Perkembangan Kelembagaan dan Usaha PUSKUD MINA Jawa Timur
Puskud Mina Jawa Timur mengalami perkembangan jumlah anggota dan jumlah unit usaha selama 5 tahun terakhir. Modal sendiri dan modal luar menunjukkan perkembangan meningkat meskipun modal sendiri menunjukkan fluktuasi yang cukup besar. SHU memperlihatkan perkembangan yang makin meningkat meskipun tahun 2001 sampai tahun 2003 masih bernilai negatif. Nilai-nilai solvabilitas dan rentabilitas menunjukkan perkembangan meningkat, sedangkan likuiditas perkembangannya cukup berfluktuasi dan kemudian menurun namun masih bernilai positif.
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
53
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"& Keragaan yang ditunjukkan oleh Puskud Mina Jawa Timur sesuai data di atas adalah
bahwa
dari
sisi
keragaan
kelembagaan,
Puskud
Mina
memperlihatkan
perkembangan yang stabil. Tidak ada indikasi kuat tentang penurunan fungsi-fungsi kelembagaannya. Sementara data keragaan usaha menunjukkan dengan permodalan yang makin kuat, SHU yang makin meningkat dan rasio keuangan yang bernilai positif memberi indikasi keragaan usaha Puskud Mina Jawa Timur adalah baik. Keadaan usaha juga berpotensi makin membaik dan dapat mengalami peningkatan.
5. Pusat Koperasi Pegawai Republik Indonesia (PKP – RI) Sesuai data yang terkumpul ada 6 PKP yang mewakili PKP – RI masing-masing PKP Sumatera Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Lombok Timur (Lotim), dan Lombok Barat (Lobar).
Perkembangan keenam Koperasi Sekunder
tersebut dalam 5 tahun terakhir ditunjukkan pada Gambar 18. Pada gambar tersebut, jumlah anggota dari PKP Sumbar dan PKP
Lobar
mengalami penurunan, sedangkan untuk PKP NTT dan PKP Sulsel jumlah anggotanya adalah tetap, dan PKP Sumut dan PKP Lotim jumlah anggotanya meningkat. Jumlah unit usaha PKP NTT menunjukkan peningkatan dari 2 unit menjadi 4 unit, sedangkan untuk PKP Sumbar dan PKP Sumut jumlah unit usahanya tetap dan bagi PKP Lotim dan PKP Lobar, unit usaha keduanya mengalami penurunan. Tentang permodalan, modal sendiri PKP Sumbar, PKP Sulsel, PKP NTT dan PKP Lotim mengalami peningkatan selama 5 tahun terakhir. Sedangkan bagi PKP Sumut dan PKP Lobar, keduanya mengalami penurunan modal sendiri. Modal luar PKP NTT, PKP Lotim dan PKP Lobar mengalami peningkatan sementara bagi PKP Sulsel dan PKP Sumut sedikit mengalami penurunan. SHU keenam PKP menunjukkan perkembangan yang makin menurun. Likuiditas
dan
rentabilitas
PKP Sumbar
dan
PKP Sulsel
mengalami
perkembangan menurun tetapi solvabilitasnya menunjukkan adanya peningkatan. Untuk PKP NTT, PKP Sumut dan PKP Lobar, baik solvabilitas, rentabilitas maupun likuiditas ketiganya menunjukkan perkembangan makin meningkat. Sedangkan bagi PKP Sulsel dan PKP Lotim trend solvabilitas, rentabilitas dan likuiditasnya menunjukkan perkembangan menurun.
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
54
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
700 600 500 400 300 200 100 0
628 631
575 576 474
2001 2002 2003 2004 2005 Tahun
Trend Jumlah Anggota PKP NTT, Sulsel, Sumut, Lotim & Lobar 120 98 98 98 98 98 100 80 70 71 71 80 71 60 70 53 52 50 52 50 40 29 29 29 25 20 23 23 23 23 23 0 2001 2002 2003 2004 2005 Tahun NTT Sulsel Sumut Lotim Lobar
Unit
Unit
Trend Jumlah Anggota PKP Sumbar
Trend Modal Sendiri PKP Sumbar & Sulsel
5 4 3 2 1 0
4
4
4
3
3
2
2
4000
2
2
2
3801
3000 Jt Rp
Unit
Trend Unit Usaha PKP Sumbar, NTT, Sumut, Lotim & Lobar (Sulsel tdk ada data)
3086
2789 2474 531 531 636
2000 1000
1
1
1
NTT Lobar
Sumbar
95 51
Sumut
Lotim
156
150
120
100 50 0
2001 2002 2003 2004 2005 Tahun NTT
200 Jt Rp
Jt Rp
121
Sulsel
Trend Modal Luar PKP NTT, Sumut, Lotim & Lobar (Sumbar tdk ada data)
307 248 189 213 224 166 183 224 140 174 158 113 144 95 96 95 96
660
2001 2002 2003 2004 2005 Tahun
Trend Modal Sendiri PKP NTT, Sumut, Lotim & Lobar 350 300 250 200 150 100 50 0
649
0
2001 2002 2003 2004 2005 Tahun Sumbar Lotim
3333
51 12
53
61
102 89
102 73 57 1
53 1 1 0 0 2001 2002 2003 2004 2005 Tahun
NTT
Sumut
Lotim
Lobar
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
55
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
1400 1200 1000 800 600 400 200 0
Trend SHU PKP Sumut, Lotim & Lobar
1196 1238 967 748
736
195
250 200 150 100 50 0
Jt Rp
Jt Rp
Trend Modal Luar PKP Sulsel
129
2001 2002 2003 2004 2005 Tahun
520 304 310 388 10 7 18 3 2763 0 0 -4 0 2001 2002 2003 2004 2005
376 0
15 14
2003 2004 2005 Tahun Lotim Lobar
Sulsel
13.62 13.34 5.21
5.16
4.38
2003 2004 Tahun Rentablts
2005
250
115
13
12
185 36
510 213
Persen
300 230 227
219
216
168
100
107
91
94
0
16
16
88
50
27
Rentablts
Likuidts
150
0
0
0
0 2001 2002 2003 2004 Tahun Solvablts Rentablts
13 2001 2002 2003 2004 2005 Tahun
Solvablts
2002
223
200
510
396
Trend Solvabilitas, Rentabilitas dan Likuiditas PKP Sulsel
700
400
413
342 333
Solvablts
800 600
357 333
2001
Tahun NTT
600
468
200
Trend Solvabilitas, Rentabilitas dan Likuiditas PKP NTT
Persen
16 16
600
533
400
-654
Sumbar
0
2002
600
-1000
200
2001
20 15
118
800 Persen
Jt. Rp
-500
16 10
118
Trend Solvabilitas, Rentabilitas dan Likuiditas PKP Sumbar
1000
0
20 14
Sumut
Trend SHU PKP Sumbar, NTT dan Sulsel
500
155
Likuidts
0.025 2005 Likuidts
Trend Solvabilitas, Rentabilitas & Likuiditas PKP Lobar
Persen
400 300 200 100
305 234 270 231 6.21 7.24
303 183 175 9.19
275 8.26
315 287 6
0 2001 2002 2003 2004 2005 Tahun
Solvablts
Rentablts
Likuidts
Gambar 18. Perkembangan Kelembagaan dan Usaha PKP-RI
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
56
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
Berdasarkan data di atas, PKP NTT memperlihatkan keragaan kelembagaan yang cenderung meningkat, sementara PKP Sumbar menunjukkan keragaan kelembagaan yang berpeluang menurun, sedangkan PKP Sulsel tidak menunjukkan perkembangan yang jelas karena tidak ada trend jumlah unit usahanya. Secara umum, berdasarkan permodalan ketiga PKP yang makin meningkat, nilai-nilai SHU yang positif kecuali PKP Sulsel, dan rasio keuangan yang rata-rata masih bernilai positif maka dapat dikatakan ketiga PKP masih memperlihatkan keragaan usaha relatif masih feasible.
6. Pusat Koperasi Pedagang Pasar (PUSKOPPAS) Sampel yang terkumpul untuk Puskoppas hanya satu koperasi yakni Puskoppas Sulawesi Selatan. Perkembangan Puskoppas tersebut dalam 5 tahun terakhir ditunjukkan pada Gambar 19.
Unit
TrendJumlah Anggota Puskoppas Sulsel 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
8
8
8
8
8
2001
2002
2003 Tahun
2004
2005
Gambar 19. Perkembangan Kelembagaan dan Usaha PUSKOPPAS Data pada grafik di atas memperlihatkan hanya terdapat perkembangan tentang jumlah anggota dari Puskoppas Sulawesi Selatan dimana jumlah tersebut tetap selama 5 tahun.
7. Pusat Koperasi Pondok Pesantren (PUSKOPPONTREN) Jumlah anggota Puskoppontren yang terpilih dalam penelitian ini hanya satu koperasi. Gambar 20 menyajikan keragaan Puskoppontren (hanya satu sampel) dalam 5 tahun terakhir.
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
57
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
T r end Juml ah A ng g o t a d an U ni t U saha Pusko p p o nt r en Sulsel
Trend Modal Luar Puskoppontren Sulsel
20
400
2
2
2
2
300 225
200
250
320
100 0
0
0
20 03
2
15
20 02
5
15
17
20 01
10
17
17
Jt. Rp
Unit
15
20 05
2001 2002 2003 2004 2005 Tahun Angg. Unit Ush
20 04
0
Tahun
Jt. Rp
Trend SHU Puskoppontren Sulsel 30 25 20 15 10 5 0
25 18 0
21
0
2001 2002 2003 2004 2005 Tahun
Gambar 20. Perkembangan Kelembagaan dan Usaha PUSKOPPONTREN
Gambar di atas menunjukkan jumlah anggota Puskoppontren Sulawesi Selatan makin bertambah dan jumlah unit usaha selama 5 tahun terakhir adalah tetap. Modal luar juga menunjukkan peningkatan sementara modal sendiri tidak diberikan data. SHU mulamula meningkat namun cenderung menurun kembali. Berdasarkan data yang ada terlihat indikasi keragaan kelembagaan dapat saja meningkat dimana terdapat dinamika didalam jumlah anggota meskipun jumlah unit usahanya tetap. Peningkatan jumlah anggota menunjukkan adanya upaya memperluas kelembagaan yang ada. Dari sisi usaha, terdapat dua indikasi yang mendorong peningkatan usaha secara lebih baik yakni jumlah modal luar yang makin bertambah dan perkembangan yang meningkat dari SHU. Ini menunjukkan kondisi usaha berjalan baik dan berpeluang berkembang lebih besar ke depan.
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
58
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
7. Pusat Koperasi Simpan Pinjam (PUSKSP) PUSKSP diwakili oleh Pusat Koperasi Simpan Pinjam Jawa Timur dan NTB. Perkembangan koperasi tersebut 5 tahun terakhir ditunjukkan pada Gambar 21.
40 35 30 25 20 15 10 5 0
Trend Unit Usaha Puskospin Jatim & NTB 2.5
36
36
36
2 Unit
Unit
Trend Jumlah Anggota Puskospin Jatim & NTB
7 0
7
7
7
2003 Tahun
2004
2005
Jatim
75
75
Jt Rp
Jt Rp
75
20
100 80 60 40 20 0
0
T re nd S H U P us k o s pin J a t im & N T B
37
0
15 5
1
7
0 2001 2002 2003 2004 2005 T a hun
Jatim
NTB
Persen
21
20
0
80
80
80
56
56
56
50 56 0
80
30
10
0
Trend Solvabilitas, Rentabilitas & Likuiditas Puskospin NTB (Jatim tdk ada data)
50 47
1
2001 2002 2003 2004 2005 Tahun M.Sendiri M.Luar
2001 2002 2003 2004 2005 Tahun
40
1
Trend Modal Sendiri dan Modal Luar Puskospin NTB
40
0
0
NTB
80 75
2
2001 2002 2003 2004 2005 Tahun Jatim NTB
T re nd M o da l S e ndiri P us k o s pin J a t im ( M o da l Lua r t dk a da da t a )
60
1
0
2002
2
1 0.5
0
2001
2
2
1.5
60
49
40
47
20 0
0
1.3
57 52 8
56
65 54
39 5
26
2001 2002 2003 2004 2005 Tahun Solvablts Rentablts Likuidts
Gambar 21. Perkembangan Kelembagaan dan Usaha PUSKSP
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
59
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"& Diagram di atas memperlihatkan bahwa jumlah anggota maupun jumlah unit usaha Puskospin Jawa Timur dan NTB selama 5 tahun terakhir tidak mengalami perubahan. Keadaan yang sama juga terjadi pada modal sendiri Jatim yakni selama 5 tahun terakhir modal sendiri adalah tetap. Sedangkan untuk modal luar, tidak ada data. Untuk NTB, baik modal sendiri maupun modal luar menunjukkan trend meningkat. Dari sisi SHU, terlihat ada trend peningkatan pada kedua Puskospin. Mengenai solvabilitas, rentabilitas dan likuiditas, trend meningkat dialami oleh Puskospin NTB sedangkan bagi Jatim tidak tersedia data. Berdasarkan data di atas, terlihat tidak ada perkembangan kelembagaan berarti pada kedua Puskospin. Dalam hal ini Puskospin mengalami perkembangan yang relatif tetap atau tidak berubah. Dari sisi usaha, data yang tersedia menunjukkan permodalan Puskospin tidak mengalami penurunan dan juga ada perkembangan yang makin membaik pada SHU. Disini keragaan usaha yang ditunjukkan adalah ada perkembangan yang makin meningkat. Dalam hal ini perkembangan usaha yang ada masih dikategorikan baik.
8. Pusat Koperasi Wanita (PUSKOPWAN) Koperasi Sekunder yang mewakili Puskopwan ada 3, masing-masing Puskopwan Jawa
Timur,
Puskopwan
Sumatera
Barat
dan
Puskopwan
Sulawesi
Selatan.
Perkembangan ketiga Pusat Koperasi tersebut dalam 5 tahun terakhir ditunjukkan pada Gambar 22.
Trend Unit Usaha Puskopw an Jatim , Sum bar dan Sulsel
Trend Jumlah Anggota Puskopwan Jatim, Sumbar dan Sulsel
Unit
40 30
43 28
44
5
45
28
46 28
28
20 10
18
18
20
21
46 28 22
0
4
4
4
3 2
2
2
2
2
2
1
1
1
1
1
1 0
2001 2002 2003 2004 2005 Tahun Jatim Sumbar Sulsel
4
4 Unit
50
2001 2002 2003 2004 2005 Tahun Jatim
Sumbar
Sulsel
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
60
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
Trend Modal Sendiri Puskowan Sumbar (Modal Luar tdk ada data)
Trend Modal Sendiri dan Modal Luar Puskopwan Jatim
3.5
32092
30000
3.4
25000
3.3
20000
Jt. Rp
Jt. Rp
35000
11713
15000 10000
5699
0
885 2001
M.Sndiri
2051
1689
1105 2002
1375 2003
M.Luar
2005
2001
3
3
2002
2003 2004 Tahun
2005
Trend SHU Puskopwan Jatim dan Sulsel (Sumbar tdk ada data)
35 30
32
25 Jt. Rp
Jt. Rp
3
Tahun
42
19
20 13
15
21
10
10 10
13
15
5 2001
7 2002
2003
8
12
10
5
M.Luar
200
123
100
110
50
2 0
2002
2 1
2003 Tahun
Solvablts Likuidts
19
1 1
2004
Persen
142
177
1
2002
250
200
2001
2001
3
2
4
2003 2004 Tahun
2005
Sulsel
Trend Solvabilitas, Rentabilitas dan Likuiditas Puskopwan Sulsel
217
2
2
Jatim
250
150
2
0 2004 2005 Tahun
Trend Solbalitas, Rentabilitas dan Likuiditas Puskopwan Jatim
Persen
3
2.8 2004
134
M.Sndiri
0
3.1 2.9
Trend Modal Sendiri dan Modal Luar Puskopwan Sulsel 160 140 120 100 80 60 40 20 0
3.2 3
1629 2791
5000
3.4
230 167
165
1
165
176
150 130
100
131 112
50
2005
174
23
23.61 16.62 20.05
114 24.99
0 2001
Rentablts
Solvablts
2002
2003
Tahun
2004
Rentablts
2005 Likuidts
Gambar 22. Perkembangan Kelembagaan dan Usaha PUSKOPWAN
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
61
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
Data di atas memperlihatkan jumlah anggota dari Puskopwan Jawa Timur dan Sulawesi Selatan mengalami peningkatan, masing-masing 3 dan 4 anggota.
Jumlah
anggota Puskopwan Sumatera Barat tetap selama 5 tahun terakhir. Jumlah unit usaha Puskopwan Jawa Timur meningkat dari satu unit menjadi 4 unit sementara kedua Puskopwan lainnya jumlah unit usahanya tetap. Pada sisi modal, rata-rata modal sendiri maupun modal luar ketiga Puskopwan mengalami peningkatan. Namun tidak ada data mengenai modal luar Puskopwan Sumatera Barat. Trend SHU Puskopwan Jawa Timur dan Sulawesi Selatan menunjukkan perkembangan makin meningkat sementara data perkembangan SHU Puskopwan Sumatera Barat tidak tersedia. Bagi Puskopwan Jawa Timur, trend solvabilitasnya makin menurun, likuiditasnya menunjukkan peningkatan, dan rentabilitasnya tetap.
Untuk Puskopwan Sulawesi Selatan, trend solvabilitas dan
likuiditasnya menunjukkan perkembangan makin menurun tetapi trend rentabilitasnya makin meningkat. Keragaan jumlah anggota dan jumlah unit usaha ketiga Puskopwan yang tetap hingga
makin
meningkat
menunjukkan
bahwa
perkembangan
kelembagaannya
menunjukkan dinamika peningkatan. Secara kelembagaan kondisi ini menjamin adanya peningkatan pelaksanaan fungsi-fungsi koperasi dengan baik. Pada sisi usaha, perkembangan yang makin meningkat dari permodalan koperasi, juga perkembangan SHU yang mengalami peningkatan serta perkembangan nilai-nilai rasio keuangan yang meskipun menurun tetapi bernilai positif memperlihatkan bahwa posisi keuangan ketiga Puskopwan relatif masih kuat. Nilai-nilai solvabilitas dan likuiditas yang positif menunjukkan kemampuan Puskopwan mengembalikan hutang masih kuat. Sedangkan nilai rentabilitas yang masih positif memperlihatkan kemampuan menghasilkan keuangan bersih koperasi masih baik.
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
62
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
9. Pusat Koperasi POLDA (PUSKOPPOLDA) Koperasi
Sekunder
yang
mewakili
Puskoppolda
ada
5,
masing-masing
Puskopwan Sumatera Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara dan Puskopad Sulawesi Selatan. Perkembangan kelima Pusat Koperasi tersebut dalam 5 tahun terakhir ditunjukkan pada Gambar 23.
Trend Jum lah Anggota Puskoppolda Sum bar, NTT, Sulsel, Sum ut & Puskopad Sulsel
Trend Unit Usaha Puskoppolda Sum bar, NTT, Sulsel, Puskopad & Sum ut 18
60
16
50
14
55
55
55
56
56
31
32
32
20
12
10 0
20
22
23
23
13 14
12 0 2001
0 2002
Sumbar Puskopad
15
20
14
14
Unit
Unit
20
10
10
8
2004
2
2 2001
Sulsel
6
4
4
2005
2210
2205
17
7
7
5
4
6 4
5 4
4
3
3
3
3
2003 Tahun
2004
2005
2 2002
Sumbar Puskopad
Trend Modal Sendiri Puskoppolda Sumbar, NTT, Sulsel, Puskopad & Sum ut 2500
10 6
6
0 2003 Tahun NTT Sumut
12
12
12
40 30
15 13
NTT Sumut
Sulsel
Trend Modal Luar Poskoppolda NTT & Sulsel (Sumbar, Puskopad, Sumut tdk ada data)
2212
250
210
2000 Jt Rp
1500
1753
1689
1801
500
260 73 0 34 2001
427
377
417
430
70 41 2002
59
60
73
41 2003
46 2004
53 2005
Tahun Sumbar Puskopad
NTT Sumut
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
Jt R p
1607
1000
180
200
1863
150 100
54
50
60
15 0
0 2001
108
75
74
0 2002
2003
2004
2005
Tahun
Sulsel
NTT
Sulsel
63
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
Trend SHU Poskoppolda Sumbar, NTT, Sulsel, Puskopad & Sum ut
Trend Solvabilitas, Rentabilitas dan Likuiditas Puskoppolda Sumbar
400 300 200 150
198
197 188 118
50
31
143 112 58
122 20 0 2002
0 2001
181
233
179
Sumbar Puskopad
35 2003 Tahun NTT Sumut
130 25 24 14 2004
8
98
2
33 2005
287 149
136
156
163
49.58 2002
49.5 29.66 2003 2004 Tahun Rentablts
2004
Rentablts
2005 Likuidts
320 280 164
139
158
50
62.41
0
0
0
0
2005
2001
2002
Solvablts
2003 Tahun
4.39
3
1.12 2004 2005
Rentablts
Likuidts
Trend Solvabilitas, Rentabilitas & Likuiditas Puskoppolda Sum ut 1200
881
881
956
1000
673
571 549
709 437
709
454
800 Persen
800 P e rs e n
2003 Tahun
150
Likuidts
1000
366
200
10
10
2001
2002
Solvablts
6.23
13.03
15.5
2003
2004
2005
Tahun Rentablts
698
707
610
677
600 400
200 0
2002
200
Trend Solvabilitas, Rentabilitas dan Likuiditas Puskopad
400
2001
0.26
100
116 135
Solvablts
600
0.04
350 250
2001
0.11
Trend Solvabilitas, Rentabilitas dan Likuiditas Puskoppolda Sulsel
400
90.47
0.24
Solvablts
208
7.38
0.28
Sulsel
300
0
7.73
0
568
100
7.42
8.84
9.59
500
200
9.48
4
Persen
P e rs e n
600
9.25
8.61
6
Trend Solvabilitas, Rentabilitas dan Likuiditas Puskoppolda NTT
300
11.62
10
100 0
10.89
12
290
265
Persen
Jt R p
250
14
352
350
490 25.27
391
551
289
49 23.39 12.66
62.98
5.4
0
Likuidts
2001
2002
Solvablts
2003 Tahun Rentablts
2004
2005 Likuidts
Gambar 23. Perkembangan Kelembagaan dan Usaha PUSKOPPOLDA
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
64
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"& Gambar di atas menunjukkan jumlah anggota semua Puskoppolda dan Puskopad Sulawesi Selatan mengalami peningkatan. Untuk jumlah unit usaha, Puskoppolda NTT dan Puskopad
Sulawesi
Selatan
mengalami
perkembangan
yang
makin
meningkat,
Puskoppolda Sulawesi Selatan mengalami perkembangan yang tetap dan Puskoppolda Sumatera Barat dan Sumatera Utara mengalami perkembangan yang menurun. Perkembangan jumlah modal menunjukkan baik modal sendiri maupun modal luar dari Puskoppolda Sumatera Barat, NTT, Sulawesi Selatan dan Sumatera Utara menunjukkan peningkatan. Demikian juga Puskopad mengalami peningkatan modal sendiri namun perkembangan modal luar tidak ada datanya. Secara umum perkembangan SHU semua koperasi cukup fluktuatif.
Namun
semuanya menunjukkan peningkatan yang cukup besar. Perkembangan SHU yang paling besar dicapai oleh Puskopad Sulawesi Selatan (Rp 290 jt), diikuti oleh Puskoppolda Sumatera Barat (Rp. 181 jt), Puskoppolda Sulawesi Selatan (Rp. 98 jt), dan Puskopploda NTT (Rp. 33 jt). Grafik rasio keuangan masing-masing koperasi menunjukkan solvabilitas, rentabilitas dan likuiditas Puskopplolda Sumatera Barat,
NTT dan Sumatera Utara
mengalami perkembangan makin menurun sedangkan untuk Puskoppolda Sulawesi Selatan dan Puskopad Sulawesi Selatan menunjukkan perkembangan yang makin meningkat. Dari perkembangan jumlah anggota dan jumlah unit usaha yang rata-rata mengalami
peningkatan
maka
secara
keseluruhan
keragaan
kelembagaan
PUSKOPPOLDA menunjukkan trend meningkat. Hal ini akan ditandai dengan makin meningkatnya fungsi-fungsi yang terlaksana di dalam masing-masing koperasi contoh. Dari sisi usaha, jumlah permodalan yang makin meningkat dan menunjukkan kemampuan pendanaan koperasi yang semakin membaik diikuti dengan perkembangan SHU yang cenderung mengalami peningkatan serta trend solvabilitas, rentabilitas, dan likuiditas masing-masing koperasi yang bernilai di atas nol (positif) mengindikasikan bahwa keragaan usaha PUSKOPPOLDA secara umum adalah baik dan potensial untuk berkembang lebih baik lagi.
10. Pusat Koperasi Veteran Koperasi Sekunder yang terpilih sebagai sampel dari Koperasi Veteran ini adalah Pusat Koperasi Purnawirawan dan Warakawuri TNI & POLRI NTT. Perkembangan Pusat Koperasi ini dalam 5 tahun terakhir ditunjukkan pada
Gambar 24. Dari gambar itu dapat
dilihat bahwa jumlah anggota Puskop Purnawirawan mengalami peningkatan dari 12 anggota menjadi 14 anggota.
Jumlah unit usaha yang dijalankan tidak mengalami
penambahan. Jumlah permodalan koperasi mengalami peningkatan tetapi hanya untuk modal sendiri. Perkembangan modal luar tidak diketahui karena tidak tersedia data. SHU
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
65
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"& berfluktuasi namun akhirnya cenderung menurun dibanding tahun-tahun awal. Trend solvabilitas dan likuiditas makin meningkat tetapi rentabilitas sedikit mengalami penurunan.
14.5 14 13.5 13 12.5 12 11.5 11
Trend Modal Sendiri Puskop Purnawirawan NTT (Modal Luar tdk ada data)
14
12
12
2001
2002
Jlh Unit Ush tetap (1)
12
Jt. Rp
Unit
Trend Jumlah Anggota Puskop Purnawirawan NTT
12
2003 2004 Tahun
2005
12
Persen
Jt. Rp
10 8 6
8
6
4
6
2 0 2001
2002
2003 2004 Tahun
244
2002
268
2003 Tahun
295
2004
262
2005
Trend Solvabilitas, Rentabilitas dan Likuiditas Puskop Purnawirawan NTT 800
13
8
224
2001
Trend SHU Puskop Purnawirawan NTT 14
350 300 250 200 150 100 50 0
700 600 500 400 300 200 100 0
519
733
526 444 516
447
462 386
6.25
5.98
2001
2002
2005 Solvablts
300 5.20
337 4.77
5.33
2003 2004 Tahun
2005
Rentablts
Likuidts
Gambar 24. Perkembangan Kelembagaan dan Usaha PUSKOP VETERAN Berdasarkan perkembangan anggota yang menunjukkan peningkatan sementara dipihak lain jumlah unit usaha hanya tetap maka secara umum keragaan kelembagaan Puskop Purnawirawan dikatakan potensial dapat mengalami peningkatan dimasa depan. Pada sisi usaha, Puskop tersebut mengalami peningkatan kemampuan permodalan sehingga ia akan mampu mendanai usaha-usaha yang akan dikembangkannya. Dari teknis pelaksanaan usaha, penurunan SHU menunjukkan kondisi usaha yang tengah dijalankan tidak berada pada kondisi optimum. Hal ini didukung dengan trend rentabilitas yang sedikit mengalami penurunan. Namun demikian kodisi ini bukanlah kondisi yang merugi melainkan hanya berupa kondisi fluktuasi yang temporer yang dapat bangkit kembali. Perkembangan !-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
66
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"& solvabilitas dan likuiditas yang makin meningkat menunjukkan Puskop Veteran masih mampu dalam hal mengembalikan hutang.
11. Pusat Koperasi Serba Usaha (PKSU) Koperasi Sekunder yang terpilih sebagai sampel dari Koperasi Serba Usaha disini adalah PKSU dari NTB dan Kalimantan Barat. Perkembangan Pusat Koperasi ini dalam 5 tahun terakhir ditunjukkan pada Gambar 25. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa jumlah anggota kedua PKSU menunjukkan peningkatan. Namun jumlah unit usaha tidak mengalami perubahan. Permodalan kedua koperasi mengalami peningkatan baik modal sendiri maupun modal luarnya. Begitu juga dengan trend SHU dimana keduanya mengalami peningkatan. Trend solvabilitas, rentabilitas dan likuiditas kedua koperasi juga mengalami peningkatan.
Trend Jum lah Anggota PKSU NTB & Kalbar
Trens Unit Usaha PKSU NTB & Kalbar 7
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
6
92 Un it
Unit
72
69
64
21 0
0
2001
2002
6
5
84
6
14
6
1
1
1
2003
2004
2005
3
1
0
0
2001
2002
0 2003
2004
2005
Tahun
Tahun NTB
NTB
Kalbar
300
1600
264
250
Kalbar
Trend Modal Luar PKSU NTB & Kalbar
Trend Modal Sendiri PKSU NTB & Kalbar
1490
1400
211
1200
200
165 122
150
112
120
Jt Rp
Jt Rp
6
4
2
17
6
1000 800 600
100
400
50 0
6
4 0 2001
200
0
0
2002
2003 Tahun NTB
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
2004
Kalbar
2005
135 0
0 0
2001
50 0
2002
NTB
13 0
2003 Tahun
0 2004
2005
Kalbar
67
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
Tr e nd Solvabilitas , Re ntabilitas dan Lik uiditas PKSU NTB
Trend SHU PKSU NTT & Kalbar 35
29
25
19
20
Persen
Jt Rp
31
29
30
15
10
10
3
5 0
0 2001
0 2002
2003 Tahun NTT
2004
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
95 82
53 52
31 29 0
2005
2001
0
1.7
0.59
2002
2003 Tahun
2004
Solvablts Likuidts
Kalbar
0.10 2005
Rentablts
Trend Solvabilitas, Rentabilitas dan Likuiditas PKSU Kalbar 1.6
1.47
1.4
Persen
1.2
1.41
1 0.8 0.6 0.4 0.2 0
0.06 0
0
2001
2002
Solvablts
0 2003 Tahun Rentablts
0 2004
2005 Likuidts
Gambar 25. Perkembangan Kelembagaan dan Usaha PKSPU
Dari perkembangan jumlah anggota yang makin meningkat dan jumlah unit usaha yang tetap di atas maka secara keseluruhan keragaan kelembagaan PKSU menunjukkan trend stabil dan berpotensi dapat mengalami peningkatan. Dari sisi usaha, jumlah permodalan yang makin meningkat menunjukkan kemampuan pendanaan koperasi semakin membaik.
Juga perkembangan SHU dan trend solvabilitas, rentabilitas, dan
likuiditas masing-masing koperasi yang makin meningkat mengindikasikan bahwa keragaan usaha PKSU secara umum adalah baik dan sedang mengalami peningkatan. Secara keseluruhan keragaan Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi ditunjukkan pada Tabel 10 berikut.
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
68
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"& Tabel 10. Keragaan Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi secara Umum No. 1
2
4
NAMA KOPERASI
Jumlah Anggota
Unit Usaha
Modal Sendiri
Modal Luar
SHU
Solvabilitas
Rentabilitas
Likuiditas
PUSKUD JATIM
TTP
MKT
MKT
MKT
MRN
MKT
MRN
MKT
PUSKUD JATENG
TTP
TTP
MKT
MRN
MKT
MKT
MRN
MKT
PUSKUD SUMBAR
MKT
TTP
MKT
MKT
MKT
MKT
MKT
MKT
PUSKUD NTT
MKT
MKT
MKT
MRN
MRN
MKT
MKT
MKT
PUSKUD HASANUDDIN
TTP
TTP
MRN
MRN
MKT
MKT
MKT
MKT
PUSKUD SUMUT
TTP
TTP
MRN
MKT
MKT
MKT
MKT
MKT
PUSKUD KALBAR
MKT
TTP
MKT
MKT
MKT
MKT
MKT
MKT
GKSI GKSI JATENG
TTP
TTP
MKT
MKT
MRN
MRN
MRN
MRN
PUSKOPDIT PUSKOPDIT JATENG
MKT
TTP
MKT
MKT
MRN
MRN
MRN
MKT
PUSKOPDIT NTT
TTP
TTP
MKT
MKT
MKT
MKT
MKT
MRN
PUSKOPDIT SUMUT
MRN
TTP
MRN
MKT
MKT
MKT
MRN
MKT
TTP
MKT
MKT
MKT
MKT
MKT
MKT
MRN MRN
PUSKUD
PUSKUD MINA PUSKUD MINA JATIM
5
6
PKP - RI PKP SUMBAR
MRN
TTP
MKT
TAD
MRN
MKT
MRN
PKP NTT
TTP
MKT
MKT
MKT
MKT
MKT
MKT
MKT
GKPRI SULSEL
TTP
TAD
MKT
MRN
MRN
MRN
MKT
MRN
PKP SUMUT
MKT
TTP
TTP
MRN
MRN
MKT
MRN
MRN
PKP LOMBOK TIMUR
MKT
MRN
MKT
MKT
MKT
MKT
MRN
MKT
PKP LOMBOK BARAT
MRN
MRN
MRN
MRN
MRN
MRN
MRN
MRN
PUSKOPPAS PUSKOPPAS SULSEL
TTP
TAD
TAD
TAD
TAD
TAD
TAD
TAD
7
PUSKOPPONTREN PUSKOPPONTREN SULSEL
MKT
TTP
TAD
MKT
MRN
TAD
TAD
TAD
8
PUSKSP PUSKOSPIN JATIM
TTP
TTP
TTP
TAD
MKT
TAD
TAD
TAD
PUSKOSPIN NTB
TTP
TTP
TTP
MKT
MKT
MKT
MKT
MKT
PUSKOWANJATI
MKT
MKT
MKT
MKT
MKT
MRN
MKT
MKT
PUSKOPWAN SUMBAR
TTP
TTP
MKT
TAD
MRN
TAD
TAD
TAD
PUSKOWAN SULSEL
MN
TTP
MKT
MKT
MRN
MKT
MRN
MRN
9
10
11
12
PUSKOPWAN
PUSKOPPOLDA PUSKOPPOLDA SUMBAR
MKT
MRN
MKT
MKT
MKT
MRN
MRN
MRN
PUSKOPPOLDA NTT
MKT
MKT
MKT
MKT
MKT
MRN
MRN
MRN
PUSKOPPOLDA SULSEL PUSKOPAD A'DAM VII / WRB
MKT
TTP
MKT
MKT
MKT
MRN
MKT
MKT
MKT
MKT
MKT
TAD
MKT
MKT
MKT
MKT
PUKOPPOLDA SUMUT PUSAT KOPERASI VETERAN PUSKOP PURNAWIRAWAN & WARAKAWURI TNI & POLRI NTT
MKT
MRN
TTP
TAD
MRN
MKT
MRN
MRN
MKT
TTP
MKT
TAD
MRN
MKT
MRN
MKT
PKSU NTB
MRN
TTP
MRN
MKT
MKT
MKT
MRN
MKT
PKSU KALBAR
MKT
TTP
MKT
MKT
MKT
MKT
MKT
MKT
PKSU
Keterangan : TTP
= Tetap
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
MRN
= Menurun
KT = Meningkat
TAD
= Tidak ada data.
69
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
4.2.3.
Keragaan Kelembagaan dan Usaha Koperasi Primer
Koperasi Primer anggota Koperasi Sekunder yang terpilih dalam penelitian ini berjumlah 107 koperasi. Jumlah ini dikatagorikan menurut 12 jenis Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi dengan perincian sebagai berikut : (1) KUD, 26 koperasi; (2) KUD Susu, 4 koperasi; (3) KOPDIT, 11 koperasi; (4) KUD MINA, 2 koperasi; (5) KPRI, 24 koperasi; (6) KOPPAS, 6 koperasi; (7) KOPPONTREN, 1 koperasi; (8) KSP, 7 koperasi; (9) KOPWAN, 5 koperasi; (10) KOPPOLDA, 12 koperasi, dan (11) KSU, 9 koperasi. Pada umumnya sebagian Koperasi Primer mengalami perkembangan yang makin maju, sebagian lagi tidak mengalami kemajuan berarti atau tetap statis dan sebagian lainnya malah makin menurun. Keragaan kelembagaan dan usaha Koperasi Primer menurut jenis Koperasi Sekunder dibahas berturut-turut berikut ini. Keragaan masing-masing golongan koperasi secara rata-rata selama 5 tahun (tahun 2001 – 2005) menurut urutan nilai terbesar dapat dilihat pada Gambar 26 berikut.
Jumlah Pengurus Koperasi Primer Anggota Sampel
Jumlah Anggota Koperasi Primer Anggota Sampel KUD 6421 Nama Koperasi
2434 1299 530 512 481 469 246 51 50 Orang
SUSU KUD MINA KOPDIT KUD KSU K. POLDA KP - RI KOPWAN KSP K.PONTREN KOPPAS
14 11 10 Nama Koperasi
3364
7 7 7 Orang
Jumlah Unit Usaha Koperasi Primer Anggota Sampel
Jumlah Modal Koperasi Primer Anggota Sampel
9
3 3 3 2 2 2 2 Unit
KUD SUSU KUD MINA KUD KOPDIT K.PONTREN KSU KP - RI K. POLDA KSP KOPPAS KOPWAN
Nama Koperasi
5 4 4
9 8 8 8 8
KSP KOPWAN K.PONTREN KOPDIT K. POLDA KUD SUSU KP - RI KUD MINA KUD KOPPAS KSU
11399 4848 2618 1154 1030 913 871 688 670 450 273 Jt Rupiah
KUD KUD SUSU KOPDIT KOPWAN KOPPAS KP - RI KSP K. POLDA K.PONTREN KSU KUD MINA
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
70
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
Jumlah SHU Koperasi Primer Anggota Sampel
Jumlah Volume Usaha Koperasi Primer Anggota Sampel
KUD SUSU KOPWAN KOPPAS KP - RI K. POLDA KOPDIT KSP KUD KSU KUD MINA K.PONTREN
481
Jt Rupiah
1110 KOPPAS KUD KSP KOPWAN KP - RI K. POLDA KSU KUD SUSU KOPDIT KUD MINA K.PONTREN
Rata-rata Rentabilitas Koperasi Primer Anggota Sampel
417.84 404.50 K. POLDA 368.48 297.21 KSU KP - RI 207.68 KUD 168.86 KUD SUSU 159.46 KOPWAN 152.42 KSP 144.83 KOPPAS 109.24 KOPDIT KUD MINA Persen K.PONTREN
25.67 21.02 20.78 20.34 19.24 14.94 9.30 5.03 4.98 1.87
Nama Koperasi
Nama Koperasi
Rata-rata Solvabilitas Koperasi Primer Anggota Sampel
-
231 154 142 116 83 63 63 28 -
Nama Koperasi
Nama Koperasi
8911 2757 2301 1018 1002 730 607 463 153 24 11 Jt Rupiah
-
Persen
KP - RI KOPPAS K. POLDA KOPWAN KSP KSU KUD KOPDIT KUD MINA KUD SUSU K.PONTREN
Rata-rata Likuiditas Koperasi Primer Anggota Sampel
821.83 760.80 KSU Nama Koperasi
353.58 285.94 149.78 145.11 130.61 122.31 104.60 91.01 Persen
K. POLDA KP - RI KUD KOPWAN KUD SUSU KSP KOPDIT KUD MINA KOPPAS K.PONTREN
Gambar 26. Keragaan Kelembagaan dan Usaha Koperasi Primer Anggota Sampel dari Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
71
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"& Dari sisi jumlah anggota, KUD Susu memiliki anggota jauh lebih banyak diikuti, KUD MINA, KOPDIT, KUD, dan seterusnya. Pada sisi pengurus, KSP, KOPWAN, dan KOPPONTREN memiliki jumlah pengurus lebih banyak dibanding koperasi-koperasi lainnya. Untuk jumlah unit usaha, KSI memiliki jumlah yang lebih banyak (9 unit) diikuti masing-masing oleh KUD MINA dan KUD. Dari sisi modal, KUD memiliki modal terbesar mencapai Rp. 11,4 milyar jauh diatas koperasi-koperasi lainnya. Modal terbanyak kedua dicapai oleh KUD Susu disusul KOPDIT dan KOPWAN. Pada nilai volume usaha, KSI mencapai volume usaha terbesar disusul KOPWAN dan KOPPAS. Sedangkan nilai SHU terbesar dicapai oleh KOPPAS disusul KUD dan KSP. Sedangkan KUD MINA mencapai nilai SHU yang paling rendah. Dari sisi rasio keuangan, KOPPOLDA, KSU, KPRI, dan KUD mencapai nilai solvabilitas dan likuiditas yang lebih besar. Nilai solvabilitas dan likuiditas yang besar ini memiliki arti keempat koperasi tersebut memiliki kemampuan lebih baik dalam mengembalikan hutang. Sedangkan untuk rasio rentabilitas, 5 koperasi yang mencapai nilai paling besar adalah KPRI, KOPPAS, KOPPOLDA, KOPWAN, dan KSP. Nilai ini memiliki arti dari setiap seratus rupiah harta masing-masing koperasi, mampu menghasilkan nilai SHU sebesar nilai persentase masing-masing. Keragaan Koperasi Primer anggota sampel dapat juga dilihat menurut trend perkembangan rata-rata selama 5 tahun terakhir (tahun 2001 – 2005). Trend perkembangan masing-masing koperasi tersebut disajikan berurutan di bawah ini.
1. Koperasi Primer Anggota PUSKUD Jumlah Koperasi Primer anggota PUSKUD yakni Koperasi Unit Desa (KUD) yang terpilih adalah sebanyak 26 koperasi. Perkembangan koperasi-koperasi tersebut berbedabeda satu sama lain. Secara keseluruhan perkembangan KUD tersebut selama tahun 2001 – 2005 ditunjukkan pada Tabel 11 berikut ini. Tabel 11. Perkembangan Aspek-aspek Keragaan Koperasi Primer Anggota PUSKUD
No. 1
2
Aspek Keragaan Koperasi Aspek Kelembagaan a. Jumlah Anggota b. Jumlah Unit Usaha Aspek Usaha a. Modal Sendiri b. Modal Luar c. SHU d. Solvabilitas e. Rentabilitas f. Likuiditas
Jlh Kop. Primer 26
Perkembangan (%) MeTdk ada ningkat Tetap Menurun data 53.85 11.54
3.85 76.92
38.46 7.69
3.85 3.85
84.62 34.62 73.08 65.38 57.69 57.69
0 7.69 0 7.69 7.69 3.85
11.54 34.62 23.08 15.38 19.23 23.08
3.85 23.8 3.85 11.54 15.38 15.38
Sumber : Diolah dari data primer
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
72
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"& Data pada tabel di atas menunjukkan 53,85 % dari 26 Koperasi Primer anggota PUSKUD mengalami peningkatan jumlah anggota, 38,46 % mengalami penurunan anggota, 3,85 % mengalami perkembangan anggota tetap dan sisa 3,85 % tidak ada datanya. Mengenai perkembangan jumlah unit usaha sebanyak 76,92 % Koperasi Primer mengalami perkembangan jumlah unit usaha yang tetap atau tidak berubah selama 5 tahun, 11,54 % mengalami peningkatan jumlah unit usaha 7,69 % mengalami penurunan dan 3,85 % tidak ada datanya. Berdasarkan data di atas, lebih banyak Koperasi Primer yang mengalami peningkatan jumlah anggota (53,85 %) dan lebih banyak juga yang mengalami perkembangan jumlah unit usaha secara tetap (76,92 %). Data ini menunjukkan persentase terbesar dari Koperasi Primer anggota PUSKUD hanya lebih cenderung menambah jumlah anggota dan tidak dominan didalam menambah atau meningkatkan jumlah unit usahanya. Secara umum dikatakan bahwa keragaan kelembagaan Koperasi Primer anggota PUSKUD digolongkan statis dan kurang terdorong untuk berkembang. Pada aspek usaha, tabel di atas menunjukkan semua aspek memiliki nilai persentase yang sangat besar pada trend meningkat. Dengan demikian secara umum Koperasi Primer anggota PUSKUD memiliki keragaan usaha yang cerah yakni makin berkembang dan berpeluang mencapai produktivitas yang lebih tinggi.
2. Koperasi Primer Anggota GKSI Jateng Koperasi Primer anggota GKSI Jateng yang terpilih berjumlah 4 koperasi. Perkembangan koperasi-koperasi anggota selama 5 tahun terakhir ditunjukkan pada Tabel 12 berikut. Tabel 12. Perkembangan Aspek-aspek Keragaan Koperasi Primer Anggota GKSI Jateng No. 1
2
Aspek Keragaan Koperasi Aspek Kelembagaan a. Jumlah Anggota b. Jumlah Unit Usaha Aspek Usaha a. Modal Sendiri b. Modal Luar c. SHU d. Solvabilitas e. Rentabilitas f. Likuiditas
Trend (%) Jlh Kop. Primer 4
Meningkat
Tetap
Menurun
Tdk ada data
25 50
0 50
75 0
0 0
100 50 25 100 0 75
0 0 0 0 0 0
0 50 75 0 100 25
0 0 0 0 0 0
Sumber : Diolah dari data primer
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
73
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"& Pada aspek jumlah anggota, lebih banyak Koperasi Primer mengalami penurunan jumlah anggota (75%). Namun dalam hal unit usaha, 50% mampu menambah unit usaha baru sedangkan 50% lagi tetap dengan jumlah usaha yang ada. Data ini menunjukkan separuh dari Koperasi Primer anggota GKSI memiliki kemampuan ekspansi usaha meskipun banyak di antara mereka berkurang anggotanya. Dapat dikatakan bahwa keragaan kelembagaan Koperasi Primer anggota GKSI Jateng digolongkan sebagai berpotensi mampu berkembang di masa datang. Pada aspek usaha, semua Koperasi Primer anggota (100%) mengalami peningkatan modal sendiri. Separuh (50%) mampu meningkatkan modal luarnya tetapi 50% juga mengalami penurunan modal luar. Begitu juga semua Koperasi Primer anggota (100%) mengalami peningkatan solvabilitas dan 75% mengalami peningkatan likuiditas. Nilai-nilai ini menunjukkan lebih banyak Koperasi Primer mampu meningkatkan permodalannya yang mana hal ini diikuti dengan kemampuan mengembalikan hutang. Namun mengenai efisiensi usaha, banyak Koperasi Primer (75%) mengalami penurunan SHU, dan bahkan semuanya (100%) mengalami penurunan rentabilitas. Ini menunjukkan efisiensi usahanya menurun.
3. Koperasi Primer Anggota PUSKOPDIT Jumlah Koperasi Primer anggota PUSKOPDIT yang terpilih sebanyak 11 koperasi. Perkembangan koperasi-koperasi anggota tersebut selama 5 tahun terakhir ditunjukkan pada Tabel 13 berikut. Tabel 13. Perkembangan Aspek-aspek Keragaan Koperasi Primer Anggota PUSKOPDIT
No. 1
2
Aspek Keragaan Koperasi Aspek Kelembagaan a. Jumlah Anggota b. Jumlah Unit Usaha Aspek Usaha a. Modal Sendiri b. Modal Luar c. SHU d. Solvabilitas e. Rentabilitas f. Likuiditas
Jlh Kop. Primer
Trend (%) Meningkat
Tetap
Menurun
Tdk ada data
100 9,09
0 90,91
0 0
0 0
90,91 63,64 90,91 27,27 18,18 27,27
0 0 0 0 0 0
9,09 9,09 9,09 45,45 63,64 45,45
0 27,27 0 27,27 18,18 27,27
11
Sumber : Diolah dari data primer
Berdasarkan data di atas, semua Koperasi Primer (100%) mengalami peningkatan jumlah anggota. Demikian pula untuk jumlah unit usaha, semua Koperasi Primer (100%) mengalami perkembangan yang tetap pada jumlah unit usahanya. Data ini menunjukkan !-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
74
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"& semua Koperasi Primer anggota PUSKOPDIT lebih dominan menambah jumlah anggota dan tidak dominan didalam menambah atau meningkatkan jumlah unit usahanya. Pada aspek usaha, 90,91% Koperasi Primer anggota PUSKOPDIT mengalami peningkatan modal sendiri dan sebanyak 63,64% mengalami peningkatan modal luar. Data ini
menunjukkan
permodalannya.
mayoritas Namun
hal
Koperasi
Primer
ini
diikuti
tidak
anggota dengan
mampu peningkatan
meningkatkan kemampuan
mengembalikan hutang mereka karena sebanyak 54.44% Koperasi Primer mengalami penurunan solvabilitas dan likuiditasnya. Pada sisi SHU, 90,91% Koperasi Primer mampu mencapai nilai SHU yang semakin meningkat tetapi kemampuan tersebut tidak disertai peningkatan kemampuan menghasilkan keuangan bersih karena sebanyak 63,64% Koperasi Primer mengalami penurunan rentabilitasnya. Ini berarti banyak dari koperasi tersebut mengalami penurunan efisiensi usahanya.
4. Koperasi Primer Anggota PUSKUD MINA
Jumlah Koperasi Primer anggota PUSKUD MINA yang terpilih sebanyak 2 koperasi. Perkembangan koperasi-koperasi tersebut dalam 5 tahun terakhir ditunjukkan pada Tabel 14 berikut. Tabel 14. Perkembangan Aspek-aspek Keragaan Koperasi Primer Anggota PUSKUD MINA
No. 1
2
Aspek Keragaan Koperasi Aspek Kelembagaan a. Jumlah Anggota b. Jumlah Unit Usaha Aspek Usaha a. Modal Sendiri b. Modal Luar c. SHU d. Solvabilitas e. Rentabilitas f. Likuiditas
Trend (%) Jlh Kop. Tdk ada Primer Meningkat Tetap Menurun data 2 100 0 0 0 0 50 50 0 100 50 50 0 50 50
0 0 0 0 0 0
0 0 50 50 0 0
0 50 0 50 50 50
Sumber : Diolah dari data primer
Data Tabel 14 menunjukkan, semua Koperasi Primer (100%) mengalami peningkatan jumlah anggota. Tetapi pada jumlah unit usaha, 50% Koperasi Primer anggota mengalami perkembangan jumlah unit usaha yang tetap dan 50% lainnya mengalami penurunan. Data ini menunjukkan Koperasi Primer anggota PUSKUD MINA hanya berkembang dalam hal menambah jumlah anggota tetapi tidak atraktif dalam !-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
75
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"& perluasan usaha. Sesuai data yang ditunjukkan, terdapat kecenderungan hanya bertahan bahkan berpotensi mengalami kemunduran dalam pengembangan usaha-usaha baru. Pada keragaan usaha, sesuai data Tabel 14, kemampuan pemupukan modal dari Koperasi Primer makin meningkat tetapi tidak diikuti dengan makin kuatnya kemampuan mengembalikan hutang dilihat dari 50% Koperasi Primer mengalami penurunan solvabilitas dan hanya 50% meningkat dalam hal likuiditas. Pada sisi SHU, hanya 50% Koperasi Primer anggota yang mengalami peningkatan sedangkan 50% lainnya mengalami penurunan. Begitu juga dengan rentabilitas dari 50% Koperasi Primer yang mengalami peningkatan. Indikasi yang ditunjukkan disini adalah usaha-usaha Koperasi Primer anggota PUSKUD MINA tidak mengalami efisiensi dan kemungkinan semakin menurun.
5. Koperasi Primer Anggota PKP – RI Jumlah Koperasi Primer anggota PKP – RI yang terpilih sebanyak 24 koperasi. Perkembangan koperasi-koperasi tersebut selama 5 tahun terakhir ditunjukkan pada Tabel 15 berikut. Tabel 15. Perkembangan Aspek-aspek Keragaan Koperasi Primer Anggota PKP – RI
No. 1
Aspek Keragaan Koperasi Aspek Kelembagaan a. Jumlah Anggota b. Jumlah Unit Usaha Aspek Usaha a. Modal Sendiri b. Modal Luar c. SHU d. Solvabilitas e. Rentabilitas f. Likuiditas
2
Trend (%) Jlh Kop. Primer 24
Meningkat
Tetap
Menurun
Tdk ada data
50 8.33
8.33 87.50
37.50 4.17
4.17 0
100 58.33 87.50 37.50 45.83 41.67
0 8.33 0 0 0 0
0 16.67 12.50 45.83 37.50 41.67
0 25 0 16.67 16.67 16.67
Sumber : Diolah dari data primer
Dari data di atas, 52,94% Koperasi Primer anggota mengalami peningkatan jumlah anggota, 21,49% mengalami penurunan dan sebanyak 11,76% perkembangan jumlah anggotanya tetap. Pada sisi jumlah unit usaha, 88,24% Koperasi Primer anggota mengalami perkembangan yang tetap. Data-data ini memperlihatkan bahwa Koperasi Primer anggota PKP – RI agak berkembang dalam menambah jumlah anggota tetapi hanya mempertahankan jumlah usaha yang ada tanpa adanya upaya perluasan usaha-usaha baru. Pada sisi usaha, makin kuat kemampuan permodalan Koperasi Primer tetapi kemampuan mengembalikan hutang relatif tetap karena hampir seimbang antara jumlah !-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
76
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"& koperasi yang mengalami peningkatan kemampuannya dan yang mengalami penurunan kemampuannya. Sebanyak 82,35% Koperasi Primer anggota mengalami peningkatan SHU berarti usaha-usaha yang dijalankan umumnya menguntungkan Namun hanya 52,94% koperasi mengalami peningkatan rentabilitas, yang menunjukkan bahwa usaha-usaha Koperasi Primer anggota PKP – RI tidak begitu efisiensi.
6. Koperasi Primer Anggota PUSKOPPAS Jumlah Koperasi Primer anggota PUSKOPPAS yang terpilih sebanyak 6 koperasi. Perkembangan koperasi-koperasi tersebut secara keseluruhan selama 5 tahun terakhir ditunjukkan pada Tabel 16 berikut. Tabel 16. Perkembangan Aspek-aspek Keragaan Koperasi Primer Anggota PUSKOPPAS
No. 1
2
Aspek Keragaan Koperasi Aspek Kelembagaan a. Jumlah Anggota b. Jumlah Unit Usaha Aspek Usaha a. Modal Sendiri b. Modal Luar c. SHU d. Solvabilitas e. Rentabilitas f. Likuiditas
Trend (%) Jlh Kop. Primer 6
Meningkat
Tetap
Menurun
Tdk ada data
83.33 0
0 100
16.67 0
0 0
100 33.33 50 66.67 66.67 100
0 16.67 0 0 0 0
0 0 50 33.33 33.33 0
0 50 0 0 0 0
Sumber : Diolah dari data primer
Cukup banyak Koperasi Primer anggota PUSKOPPAS yakni 83,33% mengalami peningkatan jumlah anggota. Dalam hal jumlah unit usaha, semua koperasi (100%) mengalami perkembangan yang tetap. Disini, banyak dari Koperasi Primer anggota mampu dalam menambah jumlah anggotanya, tetapi di dalam jumlah unit usaha, tidak memiliki dinamika ekspansi usaha yakni tidak ada upaya perluasan pada usaha-usaha baru. Pada sisi usaha, kemampuan permodalan Koperasi Primer makin menunjukkan peningkatan dan ini diikuti dengan peningkatan kemampuan mengembalikan hutang. Secara keseluruhan, SHU mungkin tidak mengalami perkembangan meningkat dan cenderung tetap saja karena separuh (50%) Koperasi Primer mengalami peningkatan SHU dan 50 % lainnya mengalami penurunan SHU. Namun persentase rentabilitas menunjukkan bahwa koperasi-koperasi tersebut dominan didalam memperoleh kemampuan lebih tinggi menghasilkan keuangan bersih. Semuanya ini menunjukkan, secara fisik Koperasi Primer anggota PUSKOPPAS mengalami penurunan SHU tetapi usaha mereka masih efisien. !-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
77
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
7. Koperasi Primer Anggota PUSKOPPONTREN
Jumlah Koperasi Primer anggota PUSKOPPONTREN yang terpilih dalam penelitian ini hanya berjumlah satu koperasi. Perkembangan koperasi tersebut selama 5 tahun terakhir ditunjukkan pada Tabel 17 berikut.
Tabel 17. Perkembangan Aspek-aspek Keragaan Koperasi Primer Anggota PUSKOPPONTREN
No. 1
2
Aspek Keragaan Koperasi Aspek Kelembagaan a. Jumlah Anggota b. Jumlah Unit Usaha Aspek Usaha a. Modal Sendiri b. Modal Luar c. SHU d. Solvabilitas e. Rentabilitas f. Likuiditas
Trend (%) Jlh Kop. Primer 1
Meningkat
Tetap
Menurun
Tdk ada data
100 100
0 0
0 0
0 0
100 0 0 0 0 0
0 100 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
0 0 100 100 100 100
Sumber : Diolah dari data primer
Data pada Tabel 17 menunjukkan, secara kelembagaan Koperasi Primer anggota mengalami peningkatan pesat. Pada sisi usaha, kemampuan permodalan mereka cukup meningkat, tetapi tidak ada laporan mengenai perkembangan SHU dan kemampuan finansialnya. Karena itu keragaan usahanya tidak dapat dijelaskan secara baik.
8. Koperasi Primer Anggota PUSKSP Jumlah Koperasi Primer anggota PUSKSP yang terpilih sebanyak 7 koperasi. Perkembangan koperasi-koperasi tersebut selama 5 tahun terakhir ditunjukkan pada Tabel 18 berikut.
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
78
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"& Tabel 18. Perkembangan Aspek-aspek Keragaan Koperasi Primer Anggota PUSKSP Aspek Keragaan Koperasi
No.
Trend (%) Jlh Kop. Primer
Aspek 1 Kelembagaan a. Jumlah Anggota b. Jumlah Unit Usaha 2 Aspek Usaha a. Modal Sendiri b. Modal Luar c. SHU d. Solvabilitas e. Rentabilitas f. Likuiditas
Meningkat
Tetap
Menurun
Tdk ada data
100 25
0 75
0 0
0 0
100 25 75 25 0 25
0 25 0 0 0 0
0 50 25 50 75 50
0 0 0 25 25 25
7
Sumber : Diolah dari data primer
Data Tabel 18 menunjukkan semua (100%) Koperasi Primer anggota PUSKSP mengalami peningkatan jumlah anggota. Dalam hal jumlah unit usaha, 75% mengalami perkembangan yang tetap. Data ini menunjukkan banyak dari Koperasi Primer anggota mampu dalam menambah jumlah anggotanya, tetapi kurang mampu melakukan ekspansi usaha yakni penciptaan usaha-usaha baru. Pada sisi usaha, belum sepenuhnya Koperasi Primer mampu meningkatkan permodalannya karena masih 50% mengalami penurunan modal luar. Kekurang-mampuan ini diperkuat dengan sebanyak 50% dari mereka yang makin menurun kemampuan untuk mengembalikan hutang. Pada sisi lain, 75% Koperasi Primer anggota PUSKSP mengalami peningkatan SHU, tetapi 75% dari mereka mengalami penurunan rentabilitasnya. Ini berarti kemampuan menghasilkan keuangan bersih dari koperasi-koperasi tersebut makin menurun.
9. Koperasi Primer Anggota PUSKOPWAN Jumlah Koperasi Primer anggota PUSKOPWAN yang terpilih sebanyak 5 koperasi. Perkembangan koperasi-koperasi tersebut selama 5 tahun terakhir ditunjukkan pada Tabel 19 berikut.
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
79
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"& Tabel 19. Perkembangan Aspek-aspek Keragaan Koperasi Primer Anggota PUSKOPWAN
No. 1
2
Aspek Keragaan Koperasi Aspek Kelembagaan a. Jumlah Anggota b. Jumlah Unit Usaha Aspek Usaha a. Modal Sendiri b. Modal Luar c. SHU d. Solvabilitas e. Rentabilitas f. Likuiditas
Trend (%) Jlh Kop. Primer 5
Meningkat
Tetap
Menurun
Tdk ada data
80 0
0 100
20 0
0 0
100 60 80 60 40 40
0 0 0 0 0 0
0 0 20 40 60 60
0 40 0 0 0 0
Sumber : Diolah dari data primer
Sebanyak 80 % Koperasi Primer anggota PUSKOPWAN mengalami peningkatan jumlah anggota. Untuk jumlah unit usaha, semua koperasi (100%) mengalami perkembangan yang tetap. Banyak dari Koperasi Primer anggota baru mampu dalam menambah jumlah anggotanya, dan belum mampu melakukan ekspansi usaha yakni menambah unit-unit usaha baru. Pada keragaan usaha, Koperasi Primer menunjukkan kemampuan meningkatkan permodalannya namun belum menunjukkan peningkatan di dalam mengembalikan hutang. Mayoritas (80%) Koperasi Primer mengalami peningkatan SHU, tetapi tidak dibarengi dengan kemampuan menghasilkan keuangan bersih. Persentase rentabilitas menunjukkan 60% Koperasi Primer anggota PUSKOPWAN mengalami penurunan kemampuan menghasilkan keuangan bersih. Ini sebagai tanda bahwa usaha yang dijalankan makin menurun efisiensinya. 10. Koperasi Primer Anggota PUSKOPPOLDA Jumlah Koperasi Primer anggota PUSKOPPOLDA yang terpilih sebanyak
12
koperasi. Perkembangan koperasi-koperasi tersebut selama 5 tahun terakhir ditunjukkan pada Tabel 20 berikut.
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
80
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"& Tabel 20. Perkembangan Aspek-aspek Keragaan Koperasi Primer Anggota PUSKOPPOLDA
No. 1
2
Trend (%)
Aspek Keragaan Koperasi
Jlh Kop. Primer 11
Aspek Kelembagaan a. Jumlah Anggota b. Jumlah Unit Usaha Aspek Usaha a. Modal Sendiri b. Modal Luar c. SHU d. Solvabilitas e. Rentabilitas f. Likuiditas
Meningkat
Tetap
Menurun
Tdk ada data
72.73 9.09
0 81.82
18.18 9.09
9.090 0
100 27.27 100 54.55 45.45 63.64
0 9.09 0 0 0 0
0 27.27 0 36.36 45.45 27.27
0 36.36 0 9.09 9.09 9.09
Sumber : Diolah dari data primer
Data
pada
Tabel
20.
menunjukkan
72,73%
Koperasi
Primer
anggota
PUSKOPPOLDA mengalami peningkatan jumlah anggota. Dari jumlah unit usaha, 81,82% koperasi mengalami perkembangan yang tetap dan tidak ada yang mengalami peningkatan jumlah unit usahanya. Ini berarti Koperasi Primer anggota baru mampu dalam menambah jumlah anggotanya, dan belum mampu melakukan ekspansi usaha yakni menambah unitunit usaha baru. Pada keragaan usaha, Koperasi Primer anggota semuanya menunjukkan kemampuan meningkatkan modal sendiri tetapi hanya 27,27% mampu meningkatkan modal luarnya. Meskipun secara keseluruhan permodalan Koperasi-koperasi Primer cenderung meningkat tetapi relatif kurang dari separuh dari mereka yang meningkat kemampuan mengembalikan hutangnya. Umumnya semua (100%) Koperasi Primer mengalami peningkatan SHU, tetapi hanya 45,45% dari mereka yang mengalami peningkatan kemampuan menghasilkan keuangan bersih. Ini berarti hanya 45,45% Koperasi Primer anggota PUSKOPPOLDA yang mengalami efisiensi usaha.
11. Koperasi Primer Anggota PKSU Jumlah Koperasi Primer anggota PKSU yang terpilih sebanyak
9
koperasi.
Perkembangan koperasi-koperasi tersebut selama 5 tahun terakhir ditunjukkan pada Tabel 21 berikut.
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
81
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
Tabel 21. Perkembangan Aspek-aspek Keragaan Koperasi Primer Anggota PKSU
No. 1
2
Aspek Keragaan Koperasi Aspek Kelembagaan a. Jumlah Anggota b. Jumlah Unit Usaha Aspek Usaha a. Modal Sendiri b. Modal Luar c. SHU d. Solvabilitas e. Rentabilitas f. Likuiditas
Trend (%) Jlh Kop. Primer 9
Meningkat
Tetap
Menurun
Tdk ada data
66.67 55.55
0 22.22
33.33 22.22
0 0
100 88.89 66.67 22.22 22.22 33.33
0 0 0 0 0 11.11
0 0 33.33 33.33 33.33 11.11
0 11.11 0 44.44 44.44 44.44
Sumber : Diolah dari data primer
Data pada Tabel 21. menunjukkan 66,67% Koperasi Primer anggota PKSU mengalami peningkatan jumlah anggota. Dari jumlah unit usaha, 55,55% koperasi mengalami perkembangan yang meningkat sedangkan persentase yang sama (22,22%) mengalami jumlah unit usaha tetap dan menurun. Ini berarti Koperasi Primer anggota mampu dalam menambah jumlah anggotanya, dan juga mampu melakukan ekspansi usaha yakni menambah unit-unit usaha baru. Pada keragaan usaha, Koperasi Primer anggota semuanya menunjukkan kemampuan meningkatkan modal sendiri dan sejumlah 88,89 % mampu meningkatkan modal luarnya. Meskipun secara keseluruhan permodalan Koperasi-koperasi Primer cenderung meningkat tetapi relatif kurang dari setengah dari mereka tidak memiliki data. Sebanyak 66,67% Koperasi Primer mengalami peningkatan SHU dan sisanya (33,33%) mengalami penurunan SHU. Nilai rasio keuangan menunjukkan 22,22% dari Koperasi Primer memiliki kemampuan mengembalikan hutang dan menghasilkan pendapatan bersih. Sebaliknya lebih banyak yaitu 33,33% - 44,44% menurun kemampuan mengembalikan hutangnya dan kemampuan menghasilkan pendapatan bersih. Ini berarti lebih banyak Koperasi Primer anggota PKSU mengalami inefisiensi usaha.
Keterkaitan Koperasi Sekunder dengan Koperasi Anggotanya
Untuk mengetahui sejauh mana Koperasi Sekunder berperan menunjang aktivitas dan usaha-usaha Koperasi anggotanya maka perlu dibahas sejauh mana keterkaitan diantara mereka. Keterkaitan diantara Koperasi Sekunder dan Koperasi anggotanya dapat terwujud di dalam fungsi-fungsi yang dijalankan di antara mereka. !-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
82
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"& Keterkaitan diantara koperasi dibedakan atas dua kategori. Pertama, keterkaitan antara Koperasi Sekunder Tingkat Nasional (Induk Koperasi) dengan anggotanya. Kedua, keterkaitan antara Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi dengan Koperasi Primer anggota. Berikut ini disajikan pembahasan pada masing-masing bagian.
4.3.1.
Keterkaitan
Koperasi
Sekunder
Tingkat
Nasional
dengan
Anggotanya
Untuk mengetahui sejauhmana keterkaitan yang tercipta diantara Koperasi Sekunder Tingkat Nasional (Induk Koperasi) dengan anggotanya, maka perlu diketahui seberapa banyak fungsi yang dilaksanakan oleh Koperasi Sekunder tersebut kepada anggotanya. Berikut ini disajikan data hasil survei distribusi frekuensi pelaksanaan fungsifungsi keterkaitan Koperasi Sekunder Tingkat Nasional (Tabel 22). Pada tabel tersebut, nilai satu menunjukkan bahwa fungsi masing-masing (FA1 dan seterusnya) dilaksanakan oleh koperasi bersangkutan. Sedangkan nilai nol berarti fungsi dimaksud tidak dilaksanakan. Setelah nilai-nilai pada seluruh fungsi dijumlahkan, dihitung persentase frekuensi pelaksanaan semua fungsi oleh masing-masing koperasi dan persentase frekuensi pelaksanaan fungsi masing-masing oleh semua koperasi. Berdasarkan analisis pada Tabel 22. tersebut, dapat ditunjukkan distribusi frekuensi pelaksanaan semua fungsi keterkaitan dengan anggota oleh masing-masing koperasi dan distribusi frekuensi pelaksanaan masing-masing fungsi tersebut oleh semua koperasi (Gambar 27 dan Gambar 28).
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
83
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"& Tabel 22. Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Fungsi-fungsi Keterkaitan Koperasi Sekunder Tingkat Nasional (Induk Koperasi) dengan Anggotanya Pelaksanaan Fungsi-fungsi Integrasi Vertikal No.
Fungsi Integrasi
IKSP
INKOPANG
KJAN
INKOPPAS
INKOWAN
INKOPTI
INKUD
IKPI
GKSI
1
FA1
1
0
0
0
1
1
1
1
2
FA2
1
1
0
1
1
1
1
1
3
FA3
0
0
0
0
1
0
1
4
FA4
1
0
0
0
1
1
5
FA5
0
0
0
0
1
6
FA6
1
0
0
0
7
FA7
1
0
0
8
FA8
1
0
9
FA9
1
10
FA10
11
Jumlah
(%)
1
6
4.72
1
8
6.30
1
1
4
3.15
0
1
1
5
3.94
0
1
1
1
4
3.15
1
0
1
1
1
5
3.94
0
1
1
1
1
1
6
4.72
0
0
1
0
1
1
1
5
3.94
0
1
1
1
0
1
1
1
7
5.51
1
0
0
1
0
0
1
1
1
5
3.94
FA11
1
1
0
1
1
1
1
1
1
8
6.30
12
FA12
1
0
0
1
1
1
1
1
1
7
5.51
13
FA13
1
0
0
0
1
0
0
1
1
4
3.15
14
FA14
1
1
1
1
1
1
0
1
1
8
6.30
15
FB1
0
0
0
0
1
0
1
1
0
3
2.36
16
FB2
0
0
0
1
0
0
1
1
1
4
3.15
17
FB3
0
0
0
0
0
0
1
1
1
3
2.36
18
FB4
1
0
0
1
1
0
1
1
1
6
4.72
19
!"#$
0
1
0
0
0
0
1
1
1
4
3.15
20
FB6
1
0
0
1
0
0
1
1
1
5
3.94
21
FC1
1
0
0
0
1
0
1
1
1
5
3.94
22
FC2
0
0
0
1
1
0
1
1
1
5
3.94
23
!%&$
0
0
0
0
0
0
1
1
1
3
2.36
24
FC4
0
1
0
1
0
0
1
1
0
4
3.15
25
FC5
0
0
0
0
1
0
1
1
0
3
2.36
15
5
2
11
18
7
22
25
22
127
Jumlah % pelaks. fgs '()*(+,-*($$
60
20
8
44
72
28
88
100
88
11.81
3.94
1.57
8.66
14.17
5.51
17.32
19.69
17.32
100.00
Keterangan Fungsi-fungsi : A. Kelembagaan FA1 : memberikan bimbingan dan advokasi keanggotaan FA2 : memberikan masukan mengenai RAT (menghadiri, mengarahkan) FA3 : ikut menyusun rencana kerja dan RAPB Koperasi Sekunder FA4 : memberikan pelatihan manajerial koperasi FA5 : menegakkan implementasi nilai-nilai koperasi FA6 : memberikan pelatihan organisasi koperasi FA7 : memberikan pelatihan keanggotaan koperasi FA8 : mengadakan pertemuan khusus, ilmiah (seminar, lokakarya) FA9 : membangun kerjasama antara koperasi anggota FA10 : mengupayakan kemitraan dengan pihak ketiga FA11 : mengadakan pertemuan secara periodik FA12 : menghadiri RAT Koperasi Sekunder FA13 : membagikan SHU kepada anggota FA14 : memenuhi kewajiban. B. Usaha FB1 : membantu penyusunan business plan (rencana kerja) FB2 : membantu dan membangun jaringan pemasaran FB3 : membantu pengolahan/proses produksi FB4 : membantu permodalan/pembiayaan produksi FB5 : membantu promosi FB6 : mengadakan temu usaha. C. Penunjang FC1 : membantu administrasi bisnis (pembukuan, akuntansi, dll) FC2 : membantu manajemen FC3 : membantu sistem informasi FC4 : membantu penyebaran informasi !-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$& FC5 : membantu image (citra) koperasi.
84
100.00
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
Gam bar 27. Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Sem ua Fungsi Keterkaitan oleh Masing-m asing Induk Koperasi dengan Anggotanya 19.69 Nama Koperasi
17.32 17.32 14.17 11.81
IKPI GKSI INKUD INKOWAN
8.66
IKSP
5.51
INKOPPAS
3.94
INKOPTI
1.57
INKOPANG Persen
KJAN
Gambar 27 diatas menampilkan urutan dari koperasi yang melaksanakan fungsi keterkaitannya menurut besaran persentase frekuensi. Dapat dilihat bahwa secara frekuensi IKPI melaksanakan 19.69% fungsi-fungsi keterkaitan dari total pelaksanaan semua fungsi oleh semua koperasi. Berikutnya, GKSI dan INKUD melaksanakan sebanyak 17.32%, diikuti INKOWAN melaksanakan 14.17%, dan IKSP melaksanakan sebanyak 11.81%. Hasil ini menunjukkan bahwa kelima koperasi diatas adalah yang secara frekuensi paling banyak melaksanakan fungsi-fungsi keterkaitan dengan anggotanya. Koperasikoperasi lain seperti INKOPPAS, INKOPTI, INKOPANG, dan KJAN juga melaksanakan fungsi-fungsi tersebut namun dalam persentase yang lebih kecil, masing-masing 8.66%, 5.51%, 3.94, dan 1.57%. Semakin rendah persentase frekuensi tersebut, semakin sedikit jumlah fungsi-fungsi keterkaitan yang dilaksanakan oleh masing-masing koperasi. Beberapa indikasi yang dapat ditunjukkan adalah koperasi yang rendah persentasenya menunjukkan ia makin sedikit melaksanakan fungsi-fungsi keterkaitannya. Hal ini berarti koperasi bersangkutan mengabaikan tanggung jawabnya kepada koperasi anggotanya. Sesuai persentase frekuensi pelaksanaan fungsi keterkaitan di atas, KJAN hanya melaksanakan 1.57%. Persentase ini tergolong sangat rendah dibawah 5% dan berarti bahwa KJAN tergolong begitu rendah dalam menjalankan fungsinya kepada koperasi anggotanya. Gambar 28 menampilkan urutan dari fungsi keterkaitan yang secara frekuensi mencapai persentase paling banyak dilaksanakan oleh semua Koperasi Sekunder Tingkat Nasional (Induk Koperasi). Fungsi FA14, FA11 dan FA2 paling banyak dilaksanakan oleh semua koperasi (sebanyak 6.30%).
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
85
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
Gam bar 28. Dis tr ibus i Fr e k ue ns i Pe lak s anaan M as ingm as ing Fungs i ole h Induk Kope r as i de ngan Anggotanya 6.30 6.30 6.30 5.51 5.51 4.72 4.72 4.72 N am aK operasi
3.94 3.94 3.94 3.94 3.94 3.94 3.94 3.15 3.15 3.15 3.15 3.15 3.15 2.36 2.36 2.36 2.36 Persen
FA 14 FA 11 FA 2 FA 12 FA 9 FB4 FA 7 FA 1 FC2 FC1 FB6 FA 10 FA 8 FA 6 FA 4 FC4 FB5 FB2 FA 13 FA 5 FA 3 FC5 FC3 FB3 FB1
Fungsi-fungsi FA12 (Koperasi Anggota menghadiri RAT KS) dan FA9 (KS membangun kerjasama diantara koperasi anggotanya) masing-masing dilaksanakan sebanyak 5.51%. Fungsi-fungsi FB4 (KS membantu permodalan/pembiayaan produksi), FA7 (KS memberikan pelatihan keanggotaan koperasi), dan FA1 (KS memberikan bimbingan dan advokasi keanggotaan) masing-masing dilaksanakan sebanyak 4.72%. Empat fungsi yang paling rendah frekuensi pelaksanaannya adalah FC5 (KS membantu image/citra koperasi), FC3 (KS membantu sistem informasi), FB3 (KS membantu pengolahan/proses produksi), dan FB1 (KS membantu penyusunan business plan anggota) masing-masing hanya dilaksanakan sebanyak 2.36%. Hasil ini menunjukkan fungsi-fungsi spesifik dan penting untuk dilaksanakan dalam membangun keterkaitan dan menghidupi koperasi anggotanya relatif tidak dijalankan dengan semestinya.
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
86
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
4.3.2. Keterkaitan Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi dengan Koperasi Primer Anggotanya 4.3.2.1. Analisis menurut Keseluruhan Fungsi Koperasi Sekunder secara nyata dapat terkait dengan Koperasi Primer anggotanya jika dilihat dari sisi pelaksanaan fungsinya secara menyeluruh. Meskipun demikian, dapat saja Koperasi Sekunder tidak berfungsi sebagaimana mestinya jika diamati pelaksanaan fungsinya secara satu per satu. Pada Tabel 23 disajikan distribusi frekuensi pelaksanaan fungsi-fungsi keterkaitan Koperasi Sekunder dengan anggotanya, dan pada Tabel 24 disajikan nilai chi square menurut analisis keseluruhan fungsi integrasi. Tabel 23.
Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Fungsi-fungsi Keterkaitan Koperasi Sekunder dengan Anggotanya. (%)
JUMLAH BARIS
PKSU
PUSKOPPOLDA
PUSKOPWAN
PUSKSP
P.PON-TREN
PUSKOPPAS
PKP-RI
PUSKUD MINA
PUSKO-PDIT
GKSI
PUSKUD
FUNGSI INTEG-RASI FA1
13
3
5
2
14
1
1
1
2
2
9
53
5.71
FA2
17
4
7
2
16
1
1
2
4
7
4
65
7.00
FA3
8
2
2
1
9
1
0
2
2
5
6
38
4.09
FA4
8
3
7
1
12
1
1
2
4
4
6
49
5.27
FA5
7
0
5
1
5
0
1
1
4
3
5
32
3.44
FA6
7
2
6
0
11
1
1
1
3
3
5
40
4.31
FA7
5
0
6
0
9
1
1
2
3
1
5
33
3.55
FA8
6
2
6
0
7
0
1
1
2
1
5
31
3.34
FA9
9
2
4
1
4
1
1
0
2
4
5
33
3.55
FA10
6
3
5
0
4
0
1
3
2
1
6
31
3.34
FA11
15
4
6
1
10
1
0
3
4
4
8
56
6.03
FA12
22
4
8
2
17
6
1
4
4
9
6
83
8.93
FA13
10
4
6
1
13
0
1
1
3
4
8
51
5.49
FA14
22
4
8
2
16
6
1
4
4
9
4
80
8.61
FB1
2
1
6
0
6
0
0
2
3
3
4
27
2.91
FB2
2
3
4
0
2
0
0
1
1
1
4
18
1.94
FB3
0
0
1
0
0
0
0
1
1
0
5
8
0.86
FB4
3
3
4
0
8
0
1
2
3
1
2
27
2.91
FB5
0
0
2
0
0
0
0
1
1
0
4
8
0.86
FB6
1
1
3
0
6
0
0
1
1
0
4
17
1.83
FC1
3
1
6
0
8
0
0
1
3
30
4
56
6.03
FC2
4
0
6
0
8
0
0
1
3
2
4
28
3.01
FC3
3
0
6
0
6
0
0
1
3
2
4
25
2.69
FC4
4
0
2
0
5
0
0
1
3
2
4
21
2.26
FC5 Jlh Kolom
3
0
4
0
0
0
0
1
4
3
4
19
2.05
180
46
125
14
196
20
13
40
69
101
125
929
(%)
19.38
4.95
13.46
1.51
21.10
2.15
1.40
4.31
7.43
10.87
13.46
100
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
87
100
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"& Tabel 24. Nilai Chi Square, Uji Signifikansi dan Koefisien Kontingensi Koperasi Sekunder Dianalisis menurut Keseluruhan Fungsi Nilai Chi Square (χ2) = 304.04 Nilai Kritis Chi Square dengan derajad bebas = 240 dan pada α 0.01 adalah sebesar 99.44 Hasil
: χ hitung > χ tabel
Keputusan
: Tolak H0 atau terima H1
2
2
Kesimpulan : Koperasi Sekunder terkait dengan Koperasi Primer Anggotanya (menurut analisis keseluruhan fungsi keterkaitan). Nilai Koefisien Kontingensi = 0.497 artinya tingkat keterkaitan antara Koperasi Sekunder dengan Koperasi Primer Anggotanya tidak kuat (lemah).
Hasil analisis pada tabel di atas menunjukkan bahwa nilai chi square sangat besar yaitu sebesar 304.04. Sedangkan nilai kritis chi square pada α = 0.01 sesuai kurva normal adalah sebesar 99.44. Perbandingan antara keduanya menunjukkan bahwa nilai chi square hasil perhitungan lebih besar dari nilai kritis chi square. Ini berarti kita tolak hipotesis nol (H0) atau terima hipotesis alternatif (H1). Tolak hipotesis nol (H0) memiliki arti bahwa secara keseluruhan Koperasi Sekunder memiliki hubungan keterkaitan yang signifikan dengan Koperasi Primer anggotanya. Nilai koefisien kontingensi Koperasi Sekunder sesuai tabel di atas adalah hanya sebesar 0.497.
Artinya, ada keterkaitan antara Koperasi Sekunder
dengan Koperasi Primer anggotanya, namun tingkat keterkaitan (keeratan hubungan) keduanya lemah, yakni hanya sebesar 49.7 %. Secara statistik, kita telah menunjukkan bahwa ada keterkaitan antara Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi dengan Koperasi Primer anggotanya. Berikut itu ditunjukkan pelaksanaan fungsi-fungsi yang memperlihatkan keterkaitan tersebut pada Gambar 29 dan Gambar 30.
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
88
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"& Gambar 29. Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Semua Fungsi Keterkaitan oleh Koperasi Sekunder dengan Anggotanya 21.10 19.38 Koperasi Sekunder
13.46 13.46 10.87 7.43 4.95 4.31 2.15 1.51 1.40 Persen
PKP - RI PUSKUD PKSU P.KOPDIT P.POLDA P.KOPWAN GKSI PUSKSP P.KOPPAS PUS.MINA P.PONTREN
Dari Gambar 29. diatas dapat dilihat bahwa secara frekuensi PKP – RI melaksanakan 21.10% fungsi-fungsi keterkaitan dari total pelaksanaan semua fungsi oleh semua koperasi. Berikutnya, PUSKUD melaksanakan sebanyak 19.38% dan PKSU dan PUSKOPDIT masing-masing melaksanakan 13.46%. Hasil ini menunjukkan bahwa keempat koperasi diatas secara frekuensi paling banyak melaksanakan fungsi-fungsi keterkaitan dengan anggotanya. Tiga koperasi yang sangat rendah presentase frekuensi pelaksanaan fungsinya adalah PUSKOPPAS (2.15%), PUSKUD MINA (1.51%), dan PUSKOPPONTREN (1.40%). Dengan persentase yang rendah seperti ini berarti koperasi-koperasi tersebut relatif kurang dapat melaksanakan fungsi-fungsi keterkaitannya. Ini berarti mereka mengabaikan tanggung jawabnya kepada koperasi anggotanya.
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
89
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
Nama Fungsi
Gambar 30. Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Masing-masing Fungsi oleh Koperasi Sekunder dengan Anggotanya
0.86 0.86
4.31 4.09 3.55 3.55 3.44 3.34 3.34 3.01 2.91 2.91 2.69 2.26 2.05 1.94 1.83
6.03 6.03 5.71 5.49 5.27
Persen
7.00
8.93 8.61
FA12 FA14 FA2 FC1 FA11 FA1 FA13 FA4 FA6 FA3 FA9 FA7 FA5 FA10 FA8 FC2 FB4 FB1 FC3 FC4 FC5 FB2 FB6 FB5 FB3
Gambar 30. menunjukkan bahwa fungsi FA12 yaitu Koperasi Primer anggota menghadiri RAT Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi secara frekuensi paling banyak dilaksanakan oleh semua koperasi, yaitu sebanyak 8.93%. Fungsi FA14 (Koperasi Primer anggota memenuhi kewajibannya kepada Koperasi Sekunder) dilaksanakan sebanyak 8.61%, dan FA2 (Koperasi Sekunder memberikan masukan yaitu menghadiri dan mengarahkan RAT Koperasi Primer anggotanya) dilaksanakan sebanyak 7.00%. Empat fungsi paling rendah frekuensi pelaksanaannya adalah masing-masing FB2 (KS membangun jaringan pemasaran bagi anggota) sebesar 1.94%, FB6 (KS mengadakan temu usaha dengan koperasi anggotanya) sebesar 1.82%, FB3 (KS membantu pengolahan/proses produksi dari Koperasi Primer anggota) dan FB5 (KS membantu promosi produksi kepada Koperasi Primer anggota) masing-masing dilaksanakan hanya sebanyak 0.86%. Ini berarti keempat fungsi ini sangat jarang dilaksanakan oleh Koperasi Sekunder, padahal fungsi-fungsi tersebut adalah penting untuk menunjang kemandirian koperasi anggotanya.
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
90
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"& Dari Tabel 23. di atas dapat dihitung berapa jumlah fungsi yang dominan dilaksanakan oleh masing-masing Koperasi Sekunder sampai pada 50% frekuensi kumulatif pelaksanaan fungsi keterkaitan (Tabel 25). Tabel 25. Fungsi-fungsi yang Paling Dominan Dilaksanakan Koperasi Sekunder No
Uraian Fungsi
(%)
Kumulatif
PUSKUD 1
FA12 = menghadiri RAT Koperasi Sekunder
12.22
12.22
2
FA14 = memenuhi kewajiban
12.22
24.44
3
FA2
9.44
33.89
4
FA11 = mengadakan pertemuan secara periodik
8.33
42.22
5
FA1
7.22
49.44
6
FA13 = membagikan SHU kepada anggota
5.56
55.00
= memberikan masukan mengenai RAT (menghadiri, mengarahkan)
= memberikan bimbingan dan advokasi keanggotaan
GKSI 1
FA2
8.70
8.70
2
FA11 = mengadakan pertemuan secara periodik
= memberikan masukan mengenai RAT (menghadiri, mengarahkan)
8.70
17.39
3
FA12 = menghadiri RAT Koperasi Sekunder
8.70
26.09
4
FA13 = membagikan SHU kepada anggota
8.70
34.78
5
FA14 = memenuhi kewajiban
8.70
43.48
6
FA1
6.52
50.00
1
FA12 = menghadiri RAT Koperasi Sekunder
6.40
8.70
2
FA14 = memenuhi kewajiban
6.40
15.10
3
FA2
= memberikan masukan mengenai RAT (menghadiri, mengarahkan)
5.60
20.70
4
FA4
= memberikan pelatihan manajerial koperasi
5.60
26.30
5
FA6
= memberikan pelatihan organisasi koperasi
4.80
31.10
6
FA7
= memberikan pelatihan keanggotaan koperasi
4.80
35.90
7
FA8
= mengadakan pertemuan khusus, ilmiah (seminar, lokakarya)
4.80
40.70
8
FA11 = mengadakan pertemuan secara periodik
4.80
45.50
9
FA13 = membagikan SHU kepada anggota
4.80
50.30
1
FA1
= memberikan bimbingan dan advokasi keanggotaan
14.29
14.29
2
FA2
= memberikan masukan mengenai RAT (menghadiri, mengarahkan)
14.29
28.57
3
FA12 = menghadiri RAT Koperasi Sekunder
14.29
42.86
4
FA14 = memenuhi kewajiban
14.29
57.14
= memberikan bimbingan dan advokasi keanggotaan PUSKOPDIT
PUSKUD MINA
PKP - RI 1
FA12 = menghadiri RAT Koperasi Sekunder
8.67
8.67
2
FA2
8.16
16.84
3
FA14 = memenuhi kewajiban
8.16
25.00
4
FA1
7.14
32.14
5
FA13 = membagikan SHU kepada anggota
6.63
38.78
6
FA4
= memberikan pelatihan manajerial koperasi
6.12
44.90
7
FA6
= memberikan pelatihan organisasi koperasi
5.61
50.51
1
FA12 = menghadiri RAT Koperasi Sekunder
30
30
= memberikan masukan mengenai RAT (menghadiri, mengarahkan)
= memberikan bimbingan dan advokasi keanggotaan
PUSKOPPAS
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
91
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"& Lanjutan Tabel 25...... No.
Uraian Fungsi
(%)
Kumulatif
PUSKOPPONTREN 1
FA1
= memberikan bimbingan dan advokasi keanggotaan
7.69
7.69
2
FA2
= memberikan masukan mengenai RAT (menghadiri, mengarahkan)
7.69
15.38
3
FA4
= memberikan pelatihan manajerial koperasi
7.69
23.08
4
FA5
= menegakkan implementasi nilai-nilai koperasi
7.69
30.77
5
FA6
= memberikan pelatihan organisasi koperasi
7.69
38.46
6
FA7
= memberikan pelatihan keanggotaan koperasi
7.69
46.15
7
FA8
= mengadakan pertemuan khusus, ilmiah (seminar, lokakarya)
7.69
53.85
1
FA12 = menghadiri RAT Koperasi Sekunder
10.00
10.00
2
FA14 = memenuhi kewajiban
10.00
20.00
3
FA10 = mengupayakan kemitraan dengan pihak ketiga
7.50
27.50
4
FA11 = mengadakan pertemuan secara periodik
7.50
35.00
5
FA2
= memberikan masukan mengenai RAT (menghadiri, mengarahkan)
5.00
40.00
6
FA3
= ikut menyusun rencana kerja dan RAPB Koperasi Sekunder
5.00
45.00
7
FA4
= memberikan pelatihan manajerial koperasi
5.00
50.00
PUSKSP
PUSKOPWAN 1
FA2
= memberikan masukan mengenai RAT (menghadiri, mengarahkan)
5.80
5.80
2
FA4
= memberikan pelatihan manajerial koperasi
5.80
11.59
3
FA5
= menegakkan implementasi nilai-nilai koperasi
5.80
17.39
4
FA11 = mengadakan pertemuan secara periodik
5.80
23.19
5
FA12 = menghadiri RAT Koperasi Sekunder
5.80
28.99
6
FA14 = memenuhi kewajiban
5.80
34.78
7
FC5
= membantu image (citra) koperasi
5.80
40.58
8
FA6
= memberikan pelatihan organisasi koperasi
4.35
44.93
9
FA7
= memberikan pelatihan keanggotaan koperasi
4.35
49.28
4.35
53.62
10
FA13 = membagikan SHU kepada anggota PUSKOPPOLDA
1
FC1
= membantu administrasi bisnis (pembukuan, akuntansi, dll)
29.70
29.70
2
FA12 = menghadiri RAT Koperasi Sekunder
8.91
38.61
3
FA14 = memenuhi kewajiban
8.91
47.52
4
FA2
6.93
54.46
7.20
7.20
= memberikan masukan mengenai RAT (menghadiri, mengarahkan) PKSU
1
FA1
= memberikan bimbingan dan advokasi keanggotaan
2
FA11 = mengadakan pertemuan secara periodik
6.40
13.60
3
FA13 = membagikan SHU kepada anggota
6.40
20.00
4
FA3
= ikut menyusun rencana kerja dan RAPB Koperasi Sekunder
4.80
24.80
5
FA4
= memberikan pelatihan manajerial koperasi
4.80
29.60
6
FA10 = mengupayakan kemitraan dengan pihak ketiga
4.80
34.40
7
FA12 = menghadiri RAT Koperasi Sekunder
4.80
39.20
8
FA5
= menegakkan implementasi nilai-nilai koperasi
4.00
43.20
9
FA6
= memberikan pelatihan organisasi koperasi
4.00
47.20
10
FA7
= memberikan pelatihan keanggotaan koperasi
4.00
51.20
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
92
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
Tabel 25 di atas memperlihatkan bahwa jika dihitung frekuensi kumulatif pelaksanaan fungsi keterkaitan oleh masing-masing Koperasi Sekunder sampai sebesar 50%, maka jumlah fungsi yang dapat dilaksanakan paling banyak 10 fungsi (oleh PUSKOPWAN dan PKSU). Koperasi-koperasi Sekunder lainnya hanya melaksanakan kurang dari 10 fungsi. Dari jumlah fungsi yang dilaksanakan masing-masing Koperasi Sekunder di atas, 4 fungsi yang dominan dan umum dilaksanakan semua koperasi adalah : FA1
= Koperasi Sekunder memberikan bimbingan dan advokasi keanggotaan kepada Koperasi Primer anggota.
FA2
= Koperasi Sekunder memberikan masukan mengenai RAT yaitu menghadiri dan mengarahkan RAT Koperasi Primer anggota.
FA12
= Koperasi Primer menghadiri RAT Koperasi Sekunder.
FA14
= Koperasi Primer memenuhi kewajiban kepada Koperasi Sekunder yakni membayar simpanan pokok, simpanan wajib dan kewajibankewajiban lainnya.
Pelaksanaan fungsi-fungsi yang hanya berjumlah 10 di atas menunjukkan kurangnya dukungan dari Gerakan Koperasi dalam memperkuat keterkaitan Koperasi Sekunder dengan Koperasi Primer anggotanya. Lemahnya dukungan tersebut berkaitan dengan struktur dan organisasinya yang belum mencerminkan representasi Gerakan Koperasi secara konprehensif. Keterkaitan antara Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi dengan Koperasi Primer anggota dapat juga dilihat melalui trend data-data fisik diantara keduanya. Dalam beberapa segi dianggap bahwa perkembangan yang makin maju dari Koperasi Sekunder dapat juga mendorong kemajuan pada Koperasi Primer anggotanya jika keduanya erat terkait sebagaimana fungsi yang diamanatkan Undang-undang 25 tahun 1992. Keterkaitan perkembangan Koperasi Sekunder dengan Koperasi Primer dapat dilihat pada Gambar 31 berikut. Keterkaitan Anggota Puskud dengan KUD
Keterkaitan Modal PUSKUD dengan KUD
1800
40000
Unit/orang
1400 1200
1531
1543 1337
1000
1369
1383
800 600
401
404
405
405
409
400
Jt Rupiah
1600
20000 10000 0
200 0 2001
2002
2003
2004
17731 19559 18828 1119211368 11579 12855 13195 2001 2002 2003 2004 2005 Tahun
Tahun PUSKUD
2005
33444 25895
30000
KUD
PUSKUD
KUD
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
93
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"& Ke t e rk a it a n S H U P US KUD de nga n KUD
4000 3000 2000 1000 0
3049 2880 2590 2455 2423 352 436 579 476 474
1000 800 600 400 200 0
Jt Rupiah
Jt. Rupiah
Keterkaitan Volume Usaha PUSKUD dengan KUD
618 903 303
P USKUD
KUD
Keterkaitan Modal GKSI dengan KSI 30000
10000
25619
25000
8136
6000
8028
7986
7378
7312
4000 2000
24
24
24
24
24
2001
2002
2003 Tahun
2004
2005
Jt Rupiah
8000
26420
25657
20000 15000 5734
5633
10000 5000
0
4965
5862
5952
5965
2003 Tahun
2004
2005
5104
0
GKSI
2001
GKSI
KSI
Keterkaitan SHU GKSI dengan KSI 160
10000
143
140
9328 9136
8390 8338
6000 4000 2000
457
1177
1909
3043
9362 4261
120 Jt. Rupiah
8000
2002
KSI
Keterkaitan Volume Usaha GKSI dengan KSI
Jt. Rupiah
218 269
247
2001 2002 2003 2004 2005 Tahun
Keterkaitan Anggota GKSI dengan KSI
100
98
80
86
60
79 84
68 49
20 2001
Tahun
KSI
19
0
2001 2002 2003 2004 2005 GKSI
83
77
40
0
GKSI
Keterkaitan Anggota PUSKOPDIT dengan KOPDIT
2002
2003
2004 2005 Tahun
KSI
Keterkaitan Modal PUSKOPDIT dengan KOPDIT
2000 1756
1000
1269 1049 59
885 61
2001
2002
1020 60
61
60
2003 Tahun
2004
2005
Jt. Rupiah
4000
1500 Unit/orang
269
124
33
2001 2002 2003 2004 2005 Tahun PUSKUD KUD
500
391
2000 1000 0
0
PUSKOPDIT
KOPDIT
3755
3000
2281
2005
1237
1783 741 422 1074 338 676 2001 2002 2003 2004 2005 PUSKOPDIT KOPDIT
Tahun
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
94
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"& Keterkaitan SHU PUSKOPDIT dengan KOPDIT
Keterkaitan Volume Usaha PUSKOPDIT dengan KOPDIT
1000 500
163
876 602
780
363
933 970
528
421
200
1402
1405
Jt. Rupiah
Jt. Rupiah
1500
150 120
100 62
50
Keterkaitan Modal PUSKUD MINA dengan KUD MINA
3000
3348 3334 3365 3420 2643
2000 86
86
86
86
86
Jt Rupiah
Unit/orang
4000
0
3000 2500 2000 1500 1000 500 0
2001 2002 2003 2004 2005
Tahun KUD MINA
Keterkaitan SHU PUSKUD MINA dengan KUD MINA
800
100
600
529
595
400 145 31
170 24
168 14
20
32
2001 2002 2003 2004 2005 Tahun PUS.MINA KUD MINA
Jt Rupiah
Jt Rupiah
1223 1342 497 456 411 390 188 171 168
PUS.MINA
Keterkaitan Volume Usaha PUSKUD MINA dengan KUD MINA
32 64 23 38
64
50
12
0
-4 2001 2002-372003 2004 2005
-50
-93
-93
-100 -150
Tahun KUD MINA
PUS.MINA
Keterkaitan Anggota PKP - RI dengan KPRI
Keterkaitan Modal PKP - RI dengan KPRI 1500
424 158
439 150
481 125
478 141
415 142
Jt Rupiah
Unit/orang
2608
2001 2002 2003 2004 2005
Tahun KUD MINA
PUS.MINA
600 500 400 300 200 100 0
50
2001 2002 2003 2004 2005 Tahun PUSKOPDIT KOPDIT
Keterkaitan Anggota PUSKUD MINA dengan KUD MINA
0
99
0
2001 2002 2003 2004 2005 Tahun PUSKOPDIT KOPDIT
200
109 96
67
40
0
1000
58
1000
940
1146 1056 1095 1041 987 1070 819
500 527
643
0
2001 2002 2003 2004 2005 PKP - RI
Gambar 31.
KPRI
Tahun
2001 2002 2003 2004 2005 PKP - RI
KPRI
Tahun
Trend Keterkaitan Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi dengan Koperasi Primer Anggota
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
95
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"& Keterkaitan SHU PKP - RI dengan KPRI
3000 2500 2000 1500 1000 500 0
250 2668
Jt Rupiah
Jt Rupiah
Keterkaitan Volume Usaha PKP - RI dengan KPRI
2250
1791
1173 838 645
1133
898
736
1243
200 110
150
114
100
KPRI
8
2001 2002 2003 2004 2005 Tahun
Tahun
PKP - RI
Keterkaitan Modal PUSKOPPAS dengan KOPPAS
48 8
8
60
61
8
8
Jt Rupiah
Unit/orang
42 8
51
2000
2002
1000 500
2004 2005 Tahun KOPPAS
KOPPAS
Tahun
Keterkaitan SHU PUSKOPPAS dengan KOPPAS 1000
3000
3628 1543
1000
75
1975
1825
2533 86
82
110
800 Jt Rupiah
Jt Rupiah
217 358 251 198 255 82 202
PUSKOPPAS
4000
95
818
600 400 200
458 26
512 24
700
656
33
34
18
0
0
2001 2002 2003 2004 2005
2001 2002 2003 2004 2005 KOPPASTahun
PUSKOPPAS
PUSKOPPAS
80 46
43 29
20 15
15
17
2001
2002
2003
P.PONTREN K.PONTREN
800
74 64
Jt Rupiah
60
17
Tahun KOPPAS
Keterkaitan Modal PUSKOPPONTREN dengan KOPPONTREN
Keterkaitan Anggota P. PONTREN dengan KOPPONTREN
Unit/orang
184 83
2001 2002 2003 2004 2005
2003
Keterkaitan Volume Usaha PUSKOPPAS dengan KOPPAS
2000
1909
1500
0
PUSKOPPAS
0
KPRI
2500
2001
40
93
77
0
Keterkaitan Anggota PUSKOPPAS dengan KOPPAS 70 60 50 40 30 20 10 0
102
95
50
2001 2002 2003 2004 2005 PKP - RI
194
171
145
17
2004 2005 Tahun
672
600 400 200 0
65
72 0
2001 2002
136 70
156
120 72
2003 2004 2005
P.PONTREN K.PONTREN
Tahun
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
96
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"& Keterkaitan SHU PUSKOPPONTREN dengan KOPPONTREN
Keterkaitan Volume Usaha PUSKOPPONTREN dengan KOPPONTREN
600
584
400 200 0
10
10
0
0
11
560 14
545 12
Jt Rupiah
Jt Rupiah
800
2001 2002 2003 2004 2005
30 25 20 15 10 5 0
25
Tahun P.PONTREN
K.PONTREN
2003 2004 Tahun
2005
K.PONTREN
1425 1252
300
378
200
244 0
100
319
302
323
7
22
22
22
Unit/orang
Unit/orang
2002
1500 1000 435 116 0
2001 2002 2003 2004 2005 Tahun PUSKSP
146
146
146
0
2001 2002 2003 2004 2005 Tahun PUSKSP KSP
KSP
Keterkaitan SHU PUSKSP dengan KSP
Keterkaitan Volume Usaha PUSKSP dengan KSP 400
1288 1000
840 219 0
0
305
383 83
68
99
148
Jt Rupiah
1500
500
732
638
500
0
Jt Rupiah
2001
6
21 8
18
Keterkaitan Modal PUSKSP dengan KSP
400
300 200
282 72
100
146 1
13
2001 2002
2003
0
0
2001 2002 2003 2004 2005 Tahun PUSKSP KSP
PUSKSP
Keterkaitan Anggota PUSKOPWAN dengan KOPWAN
328 242 27
26
2004 2005 Tahun
KSP
Keterkaitan Modal PUSKOPWAN dengan KOPWAN 20000
521 30
549 30
600 31
680 32
791 32
Jt Rupiah
1000 800
Unit/orang
5 0
P.PONTREN
Keterkaitan Anggota PUSKSP dengan KSP
600 400 200
5 0
8
10000 5000
0 2001 2002 2003 2004 2005 Tahun P.KOPWAN
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
KOPWAN
16802
15000
0
6445 3319 1774 1117 865 1051 1221 1463 692 2001 2002 2003 2004 2005 KOPWANTahun
P.KOPWAN
97
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"& Keterkaitan SHU PUSKOPWAN dengan KOPWAN
10000 8000 6000 4000
100
7652 1822
2000 0
2418 3146 3613
3452
Jt Rupiah
Jt Rupiah
Keterkaitan Volume Usaha PUSKOPWAN dengan KOPWAN
2948 1880 2810
1609
80 60
89 62 7
40 20
P.KOPWAN
1500
651
592 25
27
25
672 28
691 29
Jt Rupiah
Unit/orang
742
400
2001
2002
P. POLDA
2003 2004 Tahun K.POLDA
1017
1014 965
345
644
561
448
359
Keterkaitan SHU PUSKOPPOLDA dengan KOPPOLDA 400
1348 705 256
824 326
1029 1106 401
411
Jt Rupiah
1000
513
P. POLDA
200
69
K.POLDA
216
209
51
53
2001 2002 2003 2004 2005 Tahun PKSU
KSU
71
80
146
88
120
94
Keterkaitan Modal PKSU dengan KSU
250 47
130 123
2001 2002 2003 2004 2005 Tahun P. POLDA K.POLDA
1000 800 600 400 200 0
Jt Rupiah
231
133
100 0
Keterkaitan Anggota PKSU dengan KSU
185 64
348
300
2001 2002 2003 2004 2005 Tahun
Unit/orang
631
2001 2002 2003 2004 2005 Tahun P. POLDA K.POLDA
1500
300 250 200 150 100 50 0
508
500
2005
Keterkaitan Volume Usaha PUSKOPPOLDA dengan KOPPOLDA
Jt Rupiah
1000
0
0
0
KOPWAN
Keterkaitan Modal PUSKOPPOLDA dengan KOPPOLDA
800
500
18
2001 2002 2003 2004 2005 Tahun
Keterkaitan Anggota PUSKOPPOLDA dengan KOPPOLDA
200
11
6
82
72 12
0
2001 2002 2003 2004 2005 Tahun P.KOPWAN KOPWAN
600
77
943
120 0 2001
62
193
123
0 2002
297 166
2003 2004 Tahun
PKSU
277
2005
KSU
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
98
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
1200 1000 800 600 400 200 0
Keterkaitan SHU PKSU dengan KSU 50
326
91
74 0
299
130 0
122
30
30 20
12
16
16
0
0
0
2001
KSU
25
19
10
177
2001 2002 2003 2004 2005 Tahun PKSU
39
40
961
Jt Rupiah
Jt Rupiah
Keterkaitan Volume Usaha PKSU dengan KSU
2002
11 2003 2004 Tahun
PKSU
2005
KSU
Gambar 31. Trend Keterkaitan Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi dengan Koperasi Primer Anggota Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa trend rata-rata modal, volume usaha dan SHU dari Koperasi Sekunder dengan Koperasi Primer anggotanya umumnya tidak bergerak dalam arah yang sama satu dengan lainnya. Koperasi-koperasi tersebut antara : (1) PUSKUD dengan KUD, (2) GKSI Jateng dengan KUD Susu, (3) PUSKUD MINA dengan KUD MINA, (3) PKP-RI dengan KPRI, (4) PUSKOPPAS dengan KOPPAS, (5) PUSKOPPONTREN dengan KOPPONTREN, (6) PUSKOPWAN dengan KOPWAN, dan (7) PKSU dengan KSU. Tiga koperasi yang memiliki arah trend yang mirip adalah PUSKOPDIT dengan KOPDIT, PUSKSP dengan KSP, dan PUSKOPPOLDA dengan KOPPOLDA. Meskipun ada kemiripan, namun tidak tepat sama. Trend tidak searah ini menunjukkan bahwa perkembangan (modal, volume usaha dan SHU) yang terjadi pada Koperasi-koperasi Sekunder dimana ada kemungkinan meningkat, tidak sama terjadi pada Koperasi-koperasi Primer anggotanya pada periode waktu yang sama. Indikasi ini mungkin dapat dijadikan ukuran bahwa keterkaitan yang tercipta antara Koperasi Sekunder dengan Koperasi Primer anggotanya tidak nyata terlihat.
4.3.2.2. Analisis menurut Masing-masing Fungsi Analisis keterkaitan antara Koperasi Sekunder dengan Koperasi Primer anggota menurut masing-masing fungsi dimaksudkan melihat dengan sangat akurat apakah masing-masing koperasi secara individu dengan nyata melaksanakan masing-masing fungsinya ataukah tidak. Pada Tabel 26 disajikan hasil analisis Chi Square keterkaitan Koperasi Sekunder dengan Koperasi Primer anggotanya dianalisis menurut masing-masing fungsi yang dijalankan.
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
99
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
Tabel 26.
Nilai Chi Square, Uji Signifikansi dan Koefisien Kontingensi Koperasi Sekunder Dianalisis menurut Masing-masing Fungsi. Nilai Kritis χ (d.b = 10, α = 0.01 = 23.209 & keputusan Terima H0 Terima H0 Terima H0 Terima H0 Terima H0 Terima H0 Terima H0 Terima H0 Terima H0 Terima H0 Terima H0 Terima H1 Terima H0 Terima H1 Terima H0 Terima H0 Terima H0 Terima H0 Terima H0 Terima H0 Terima H0 Terima H0 Terima H0 Terima H0 Terima H1 2
No.
Fungsi Integrasi
Nilai χ (Chi Square)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
FA1 FA2 FA3 FA4 FA5 FA6 FA7 FA8 FA9 FA10 FA11 FA12 FA13 FA14 FB1 FB2 FB3 FB4 FB5 FB6 FC1 FC2 FC3 FC4 FC5
19.21 22.91 6.04 16.10 15.76 14.41 19.91 16.41 8.49 19.43 14.01 46.58 19.79 31.34 20.12 18.84 12.62 20.45 15.55 13.45 18.78 19.84 20.18 9.08 26.08
2
Koefisien Kontingensi 0.442 0.474 0.267 0.411 0.408 0.393 0.449 0.415 0.312 0.444 0.388 0.609 0.448 0.533 0.451 0.439 0.371 0.453 0.406 0.381 0.438 0.448 0.451 0.321 0.498
Persentase Keterkaitan
12 %
Hasil perhitungan chi square pada tabel di atas menunjukkan bahwa dari 25 jenis fungsi integrasi yang dihipotesiskan akan dijalankan Koperasi Sekunder dan diterima secara baik oleh Koperasi Primer Anggotanya, ternyata hanya tiga fungsi yang signifikan. Ketiga fungsi tersebut adalah FA12, FA14 dan FC5 yakni masing-masing (1) Koperasi Primer menghadiri RAT Koperasi Sekunder, (2) Koperasi Primer memenuhi kewajibannya, dan (3) Koperasi Sekunder menjaga image (citra) koperasi. Dengan tiga fungsi yang terkait berarti hanya sebesar 12 % dari 25 buah fungsi yang rata-rata dijalankan oleh Koperasi Sekunder kepada Koperasi Primer Anggotanya. Sedangkan sebanyak 88 % fungsi tersebut, tidak dijalankan. Ini berarti tidak ada keterkaitan secara fungsional antara Koperasi Sekunder dengan Koperasi Primer Anggotanya. Indikasi lain adalah 88 % dari koefisien kontingensi seluruh fungsi adalah lebih kecil dari 0.50, yang berarti keterkaitan Koperasi Sekunder dengan Koperasi Primer anggotanya tidak kuat (lemah). Bahkan fungsi FC5 juga keterkaitannya lemah. Hanya fungsi FA12 dan FA14 yang kuat keterkaitannya. !-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
100
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
8"9&&:;&&&&!(,$6.15"%&2"%&<(+-6(%2",$&& (+-6(%2",$&& 5.1. Kesimpulan Berdasarkan data dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya mengenai keragaan koperasi dan keterkaitan Koperasi Sekunder dengan Koperasi anggotanya pada sembilan daerah survei (Propinsi DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Barat dan Kalimantan Barat), berikut ini dirumuskan beberapa kesimpulan sesuai tujuan penelitian.
5.1.1. A.
Keragaan Koperasi
Koperasi Sekunder Tingkat Nasional (Induk Koperasi)
A.1. Keragaan Kelembagaan 1.
Kondisi kelembagaan Koperasi Sekunder Nasional berbeda-beda. Berdasarkan data pada Kementerian Koperasi dan UKM dan DEKOPIN, terdapat 53 Koperasi Sekunder Tingkat Nasional masih beroperasi secara hukum. Sesuai hasil penelitian, dari jumlah tersebut terdapat 52.83% (28 koperasi) tidak aktif lagi dan juga tidak memiliki asset khususnya kantor, tanah dan bangunan. Sebaliknya, 47.17% (25 koperasi) masih aktif. Nama-nama koperasi yang masih aktif dapat dilihat pada Tabel 3.
2.
Dari 25 Koperasi Sekunder Tingkat Nasional yang masih aktif, diambil sampel sebanyak 36.00% atau 9 koperasi. Dari jumlah sampel ini, sebanyak 55.55% atau 5 koperasi (GKSI, IKPI, INKUD, IKSP dan INKOPTI) menyelenggarakan Rapat Anggota Tahunan (RAT) setiap tahun dari tahun 2001 – 2005. Sedangkan 4 koperasi
lainnya
(INKOWAN,
INKOPPAS,
KJAN,
dan
INKOPANG)
hanya
menyelenggarakan RAT sebanyak 2 kali selama tahun 2001 – 2005.
A.2. Keragaan Usaha 1.
Rata-rata volume usaha 9 koperasi sampel sebesar Rp. 5.25 milyar,- dengan kisaran antara Rp. 39 juta sampai Rp. 21.98 milyar. Sebanyak 22.22% (2 koperasi masingmasing INKUD dan IKSP) mencapai volume usaha tertinggi yaitu sebesar Rp. 21.98 milyar dan Rp. 20.53 milyar. Sebanyak
22.22% (2 koperasi masing-masing IKPI
dan GKSI) mencapai nilai volume usaha hanya sebesar Rp. 2.35 milyar dan Rp. 1.26 milyar. Sisanya 55.56% (5 koperasi : INKOPANG, INKOPTI, KJAN, INKOWAN, dan INKOPPAS) mencapai volume usaha terendah berkisar Rp. 39 juta hingga Rp. 298 juta. 2.
Rata-rata modal 9 koperasi sampel sebesar Rp. 36.07 milyar, dengan kisaran antara Rp. 170 juta hingga Rp. 239.59 milyar. Sebanyak 44.44% (4 koperasi antara lain :
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
101
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"& INKUD, GKSI, IKSP, dan INKOPPAS) mencapai jumlah modal tertinggi masingmasing sebesar Rp. 239.59 milyar, Rp. 81.57 milyar, Rp. 16.63 milyar, dan Rp. 1.64 milyar. Sisanya 55.56% (5 koperasi masing-masing INKOPTI, KJAN, INKOPANG, INKOWAN, dan IKPI) mencapai modal hanya sebesar Rp. 170 juta hingga Rp. 747 juta. 3.
Rata-rata SHU 9 koperasi sampel sesuai data yang ada sebesar minus Rp. 64.60 milyar, dengan kisaran antara minus 64.55 milyar hingga Rp. 352 juta. Sebanyak 22.22% (2 koperasi masing-masing IKSP dan IKPI) mencapai SHU sebesar Rp. 352 juta dan Rp. 112 juta. Tiga koperasi (atau 33.33%)
masing-masing KJAN,
INKOPANG, dan INKOWAN mencapai SHU antara Rp. 4 juta hingga Rp. 25 juta. Sisanya 44.44% (4 koperasi masing-masing GKSI, INKOPPAS, INKOPTI, dan INKUD) mencapai SHU negatif antara minus Rp. 64.55 milyar hingga minus Rp. 12 juta.
B.
Keragaan Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi
B.1. Keragaan Kelembagaan 1.
Sesuai data BPS, populasi Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi pada 8 propinsi sampel kecuali DKI Jakarta, masing-masing Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Barat, NTT, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, NTB, dan Kalimantan Barat, sebanyak 351 koperasi. Dari populasi ini, 82.86% (261 koperasi) masih aktif, dan 17.14% tidak aktif.
Dari koperasi aktif, terpilih 33 koperasi (12.64%) sampel.
Sebanyak 69.70% (23 koperasi) sampel sudah memiliki gedung kantor berstatus milik sendiri, sisanya 30.30% (10 koperasi) menempati gedung kantor berstatus pinjaman dan sewa. 2.
Dari ke-33 koperasi sampel, 69.70% (23 koperasi) telah menyelenggarakan Rapat Anggota Tahunan (RAT) setiap tahun dari tahun 2001 – 2005. Sebanyak 24.24% (8 koperasi) menyelenggarakan RAT hanya 1 - 3 kali dari tahun 2001 – 2005. Sisanya 6.06% (2 koperasi) tidak menyelenggarakan RAT sama sekali dari tahun 2001 – 2005.
A.2. Keragaan Usaha 1.
Rata-rata volume usaha 33 koperasi sampel sebesar Rp. 1.08 milyar,- dengan kisaran antara Rp. 36 juta sampai Rp. 3.51 milyar. Ketiga puluh tiga koperasi sampel kemudian dibagi dalam 12 kelompok. Lima kelompok koperasi masing-masing PUSKOPWAN, PUSKUD, GKSI, PKP-RI, dan PUSKOPDIT atau 60.61% dari sample (20 koperasi) mencapai volume usaha tertinggi berkisar Rp. 926 juta hingga Rp. 3.51 milyar. Sedangkan sisanya 7 kelompok koperasi masing-masing PUSKOPONTREN,
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
PKSU,
PUSKOPPOLDA,
PUSKUD
MINA,
PUSKSP,
102
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"& PUSKOPPAS, dan PUSKOP VETERAN atau 39.39% (13 koperasi) mencapai volume usaha berkisar Rp. 36 juta hingga Rp. 553 juta. 2.
Rata-rata modal 33 koperasi sampel sebesar Rp. 5.24 milyar, dengan kisaran antara Rp. 138 juta hingga Rp. 23.63 milyar. Lima kelompok koperasi masing-masing PUSKUD, GKSI, PUSKOPWAN, PUSKOPDIT, dan PUSKUD MINA atau 45.46% dari sampel (15 koperasi) mencapai modal tertinggi berkisar Rp. 1.23 milyar hingga Rp. 23.63 milyar. Lima kelompok koperasi lainnya masing-masing PKP-RI, PUSKOPPOLDA, PKSU, PUSKOP VETERAN, dan PUSKSP atau 39.39% dari sampel (13 koperasi) mencapai modal usaha berkisar Rp. 138 juta hingga Rp. 974 juta. Dua kelompok koperasi lainnya, PUSKOPONTREN dan PUSKOPPAS atau 6.06% dari sampel (2 koperasi) tidak menyediakan data.
3.
Rata-rata SHU 33 koperasi sampel sebesar Rp. 55.04 juta, dengan kisaran antara minus Rp. 27.02 juta hingga Rp. 169.63 juta. Lima kelompok koperasi masingmasing PUSKOPPAS, PUSKOPPOLDA, PUSKUD, PUSKOPDIT, dan GKSI atau 51.52% dari sampel (17 koperasi) mencapai SHU tertinggi berkisar
Rp. 54.33 juta
hingga Rp. 169.63 juta. Lima kelompok koperasi lainnya masing-masing PKP-RI, PUSKOPONTREN, PUSKSP, PKSU, dan PUSKOPWAN atau 42.42% dari sampel (14 koperasi) mencapai SHU hanya berkisar Rp. 8.34 juta hingga Rp. 21.33 juta. PUSKOP VETERAN tidak menyediakan data sedangkan PUSKUD MINA atau 3.03% koperasi mencapai SHU minus Rp. 27.02 juta.
Keragaan Koperasi Primer Anggota C.1. Keragaan Kelembagaan 1.
Jumlah sampel Koperasi Primer anggota Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi sebanyak 107 koperasi, dan semuanya (100%) masih aktif. Sebanyak
69.16% (74
koperasi) sampel memiliki gedung kantor berstatus milik sendiri, dan sisanya 30.84% (33 koperasi) menempati gedung kantor berstatus pinjaman dan sewa. 2.
Dari 107 koperasi sampel tersebut, 67.29% (72 koperasi) telah menyelenggarakan Rapat Anggota Tahunan (RAT) setiap tahun dari tahun 2001 – 2005. Sebanyak 29.91% (32 koperasi) menyelenggarakan RAT 3 kali dalam 5 tahun (tahun 2001 – 2005). Sisanya 2.80% (3 koperasi) hanya menyelenggarakan RAT satu kali selama tahun 2001 – 2005.
C.2. Keragaan Usaha 1.
Rata-rata volume usaha 107 koperasi sampel sebesar Rp. 168.01 juta,- dengan kisaran antara Rp. 11 juta sampai Rp. 8.91 milyar. Ke-107 koperasi sampel kemudian dikelompokkan dalam 12 kelompok. Lima kelompok koperasi masingmasing KUD SUSU, KOPWAN, KOPPAS, KP-RI, dan
KOP. POLDA atau 46.73 %
dari sample (50 koperasi) mencapai volume usaha tertinggi berkisar Rp. 1.0 milyar !-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
103
hingga Rp. 8.91 milyar. Sedangkan
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"& 4 kelompok koperasi masing-masing KOPDIT,
KSP, KUD, dan KSU atau 50.47% (54 koperasi) mencapai volume usaha berkisar Rp. 153 juta hingga Rp. 730 juta. Sisanya 2 kelompok koperasi masing-masing KUD MINA, dan KOPONTREN atau 2.80% (3 koperasi) hanya mencapai volume usaha berkisar Rp. 11 juta hingga Rp. 24 juta. 2.
Rata-rata modal 107 koperasi sampel sebesar Rp. 232.84 juta, dengan kisaran antara Rp. 273 juta hingga Rp. 11.40 milyar. Lima kelompok koperasi masingmasing KUD, KUD SUSU, KOPDIT, KOPWAN, dan KOPPAS atau 48.60% dari sampel (52 koperasi) mencapai modal tertinggi berkisar Rp. 1.03 milyar hingga Rp. 11.40 milyar. Enam kelompok koperasi lainnya masing-masing KP-RI, KSP, KOP. POLDA, KOPONTREN, KSU, dan KUD MINA atau 51.40% dari sampel (55 koperasi) mencapai modal usaha berkisar Rp. 270 juta hingga Rp. 913 juta.
3.
Rata-rata SHU 107 koperasi sampel sebesar Rp. 20.09 juta, dengan kisaran antara Rp. 28 juta hingga Rp. 1.11 milyar. Kelompok KOPPAS atau sebanyak 5.61% dari sampel (6 koperasi) yang mencapai SHU tertinggi, rata Rp. 1.11 milyar. Lima kelompok koperasi masing-masing KUD, KSP, KOPWAN, KP-RI, dan KOP. POLDA atau 68.22% dari sampel (73 koperasi) mencapai SHU berkisar Rp. 116 juta hingga Rp. 481 juta. Empat kelompok koperasi lainnya masing-masing KSU, KUD SUSU, KOPDIT, dan KUD MINA atau 24.30% dari sampel (26 koperasi) mencapai SHU hanya berkisar Rp. 28 juta hingga Rp. 83 juta. Kelompok KOPONTREN atau 0.93% dari sampel (1 koperasi) tidak menyediakan data.
5.1.2. Kondisi Keterkaitan Koperasi Sekunder dengan Anggotanya Berdasarkan data, hasil analisis dan pembahasan, maka keragaan keterkaitan Koperasi Sekunder dengan Koperasi anggotanya dikelompokkan sebagai berikut : 1.
Koperasi Sekunder Tingkat Nasional yang tidak aktif dan juga anggotanya tidak aktif berjumlah 28 koperasi atau 52.83% dari total populasi (53 koperasi). Nama-nama koperasi tidak aktif pada Lampiran 2.
2.
Dari analisis 9 Koperasi Sekunder Nasional sampel, diperoleh : a.
Koperasi Sekunder Tingkat Nasional aktif dan anggotanya juga aktif, dan ada keterkaitan diantara mereka dan keterkaitan tersebut kuat, sebanyak 55.56% atau 5 koperasi masing-masing IKSP, INKOWAN, INKUD, IKPI, dan GKSI.
b.
Koperasi Sekunder Tingkat Nasional aktif dan anggotanya juga aktif dan ada keterkaitan diantara mereka namun keterkaitannya lemah sebanyak 11.11% atau satu koperasi sampel yaitu INKOPPAS.
c.
Koperasi Sekunder Tingkat Nasional aktif dan anggotanya juga aktif tetapi tidak ada keterkaitan diantara mereka sebanyak 33.33% atau 3 koperasi masingmasing INKOPANG, KJAN, dan INKOPTI.
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
104
d.
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"& Koperasi Sekunder Tingkat Nasional aktif dan anggotanya tidak aktif berjumlah 0 (nol) % dari sampel, artinya Koperasi Sekunder Tingkat Nasional aktif dan semua anggotanya juga aktif.
3.
Dari analisis Koperasi Sekunder Propinsi diperoleh : a.
Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi aktif dan anggotanya juga aktif, dan ada keterkaitan diantara mereka dan keterkaitan tersebut kuat, sebanyak 0 (nol) %.
b.
Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi aktif dan anggotanya juga aktif dan ada keterkaitan diantara mereka namun keterkaitannya lemah sebanyak 100 % atau seluruh koperasi sampel (33 koperasi).
5.2. Rekomendasi 5.2.1. Umum 1.
Perlu ditinjau kembali keberadaan Koperasi Sekunder dalam hubungannya dengan pengembangan Koperasi Primer anggota, karena keterkaitan lemah dan hanya sedikit melaksanakan fungs-fungsi keterkaitan secara vertikal.
2.
Perlu
ditinjau
kembali
peraturan
perundangan
yang
menyebutkan
bahwa
pengembangan Koperasi Primer sejalan dengan penguatan Koperasi Sekunder. 3.
Untuk memperkuat hubungan antara Koperasi Sekunder dengan Koperasi Primer anggotanya perlu dipertimbangkan kedekatan pelayanan dan keterkaitan usaha, sedangkan cakupan wilayah dapat meliputi tingkat Kabupaten/Kota, atau didirikan berdasarkan wilayah (region).
4.
Dalam pembinaan kepada Koperasi Primer, Koperasi Sekunder-nya perlu dilibatkan.
5.
Koperasi Sekunder yang masih eksis sebaiknya melakukan aliansi strategis dengan membentuk konsorsium dalam rangka menghimpun dana pembiayaan untuk pemberdayaan Koperasi anggota.
6.
Dalam hal pendanaan, koperasi yang memiliki ekses keuangan agar dapat memberi pinjaman kepada koperasi setingkat yang idle di wilayah kerjanya atau di daerah lain melalui Koperasi Sekunder.
7.
Koperasi Primer anggota harus memiliki kesadaran dalam memenuhi kewajibannya kepada Koperasi Sekunder.
8.
Keuangan Koperasi Sekunder (modal, volume usaha dan SHU) perlu ditingkatkan dalam rangka mendukung operasional (melayani) koperasi anggotanya yang banyak.
9.
Selama ini pola pembinaan yang dilakukan pemerintah kepada koperasi hanya bertumpu kepada Koperasi Primer, sementara pembinaan kepada Koperasi Sekunder Tingkat Nasional dan Tingkat Propinsi hampir tidak ada (Gambar 1. terlampir). Untuk mendorong pertumbuhan koperasi secara lebih baik dan untuk menjaga citra positif koperasi, pola pembinaan pemerintah perlu juga mencakup Koperasi Sekunder Tingkat Nasional dan Tingkat Propinsi.
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
105
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
5.2.2. Khusus Secara khusus dengan memperhatikan pengelompokkan keterkaitan Koperasi Sekunder dengan Koperasi anggotanya, maka direkomendasikan : 1.
Koperasi Sekunder Tingkat Nasional (Induk Koperasi) dan koperasi anggotanya yang tidak aktif perlu ditinjau kembali keberadaannya dengan membatalkan legalitasnya (pembubaran) sesuai ketentuan yang berlaku atau beberapa koperasi dapat bergabung (amalgamasi).
2.
Koperasi Sekunder Tingkat Nasional aktif dan anggotanya juga aktif tetapi tidak ada keterkaitan diantara mereka perlu dilakukan : (1) pelatihan berkesinambungan tentang perkoperasian, dan (2) restrukturisasi.
3.
Koperasi Sekunder Tingkat Nasional maupun Tingkat Propinsi yang masing aktif dan anggotanya juga aktif, dan ada keterkaitan diantara mereka namun keterkaitan tersebut lemah,
perlu ditingkatkan capacity building-nya melalui pelatihan,
penyuluhan, pemasyarakatan, pemberdayaan, dan teknis perkoperasian. 4.
Koperasi Sekunder Tingkat Nasional aktif dan anggotanya juga aktif, dan ada keterkaitan diantara mereka dan keterkaitan tersebut kuat, perlu dilakukan aliansi strategis antar Koperasi Sekunder dalam bentuk joint venture, pasar bersama, dan pengelolaan informasi bersama, dan peningkatan wawasan para pengelola melalui magang pada koperasi yang telah maju atau berhasil.
Rekomendasi Penelitian Lanjutan Perlu dilakukan lanjutan penelitian yang lebih detail tentang mekanisme perkuatan Koperasi Sekunder dan anggotanya, dan penyusunan pola keterkaitan lintas koperasi antar daerah bersamaan dengan semangat otonomi daerah.
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
106
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
8"9'"/&&71,'"+"& 1,'"+"& Agresti. A. and Barbara. F. Statisical Methods for the Social Sciences. Prentice Hall, New Jersey. Anonymous, 1992. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Anonymous, 2004. Pedoman Pengembangan Koperasi Khusus Koperasi Sekunder di DKI Jakarta Tahun 2004. Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah Propinsi DKI Jakarta, Jakarta. Anonymous 2006. Warta Koperasi. Solusi Koperasi & Usaha Kecil. No. 164, Jakarta. Bayu Krisnamurthi, 1988. Perkembangan Kelembagaan dan Perilaku Usaha Koperasi Unit Desa di Jawa Barat. Suatu Kajian Cross-Section. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Djarwanto, 1999. Statistik Nonparametrik. BPFE Yogyakarta. Donald Ary, L. Ch. Yacobs and Razavich. 1979. Introduction in Research Education 2 Editon. Hott Rinehart and Winston, Sydney.
nd
Earl R. Babie. Survey Research Methods. 1973. Belmont, Wadsworth Publication Co., California. Hadi. S, 1987. Statistik II. Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta. ICA. 1995. Farmer Organizations and Rural Cooperatives. International Cooperative Aliance (ICA) Communication, May 1995. (//gopher.adp.wisc.edu:70) Partomo. S.T. dan Abdul Rahman S, 2002. Ekonomi Skala Kecil/Menengah & Koperasi. Penerbit, Ghalia Indonesia, Anggota IKAPI, Jakarta. Suwandi, 1987. Koperasi Organisasi Ekonomi yang Berwatak Sosial. Bharata, Jakarta. Suwandi, 2005. Revitalisasi Koperasi Sekunder Nasional. Media Pengkajian Koperasi Usaha Kecil dan Menengah, No : 26 Tahun XX 2005, Jakarta.
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
107
Lampiran 1. Nama-nama Seluruh Koperasi Sampel 1. INDUK KOPERASI / KOPERASI SEKUNDER NASIONAL
3. KOPERASI PRIMER ANGGOTA
1. Induk Koperasi Simpan Pinjam (IKSP)
1
PUSKUD
2. Induk Koperasi Angkutan (INKOPANG)
1.1.
PUSKUD JATIM
3. Koperasi Jasa Audit Nasional (KJAN)
1
KUD SUMBER PANGAN
4. Induk Koperasi Pedagang Pasar (INKOPPAS)
2
KUD SRI MULYO (KEC. WONOASRI)
5. Induk Koperasi Wanita (INKOPWAN)
3
KUD GOTONG ROYONG
6. Induk Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (INKOPTI)
1.2.
PUSKUD JATENG
7. Induk Koperasi Unit Desa (INKUD)
4
KUD SAMBI
8. Induk Koperasi Perikanan Indonesia (IKPI)
5
KUD KARANGANOM. I, KLATEN
9. Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI)
6
KUD GEMI TANI MAKMUR
(Jumlah Induk = 9 koperasi)
1.3.
PUSKUD SUMBAR
7
KUD MATUR SAIYO
8
KUD BALAI SABUAH
1. Puskud Jawa Timur
9
KUD AMPANG GADANG
2. Puskud Jawa Tengah
10
KUD KAMPUNG PINANG
3. Puskud Sumatera Barat
1.4.
PUSKUD NTT
4. Puskud Nusa Tenggara Timur
11
KUD TERATE
5. Puskud Sulawesi Selatan
12
KUD TUNBESI
6. Puskud Sumatera Utara
13
KUD MEO ENO
7. Puskud Kalimantan Barat
14
KUD HIDUP BARU
15
KUD MINA KAROTA
1.5.
PUSKUD SULSEL
16
KUD HARAPAN
1. Puskopdit Jawa Tengah
17
KUD REMAJA
2. Puskopdit NTT
18
KUD RATA
3. Puskopdit Sumatera Utara
19
KUD BULUKUNYI
20
KUD MATTIROWALIE
21
KUD ALLEPOLEA
22
KUD ALATENGAE
1. PKP - RI Sumatera Barat
1.6.
PUSKUD SUMUT
2. PKP - RI NTT
23
KUD KARYA SARI
3. PKP - RI Sulawesi Selatan
24
KUD HARTA
4. PKP - RI Sumatera Utara
25
KUD SETIA TANI
2. KOPERASI SEKUNDER TINGKAT PROPINSI 1. PUSDKUD :
2. Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) : 1. Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) Jawa Tengah 3. Pusat Koperasi Kredit (PUSKOPDIT) :
4. Pusat Koperasi Mina (PUSKUD MINA) : 1. Puskud Mina Jawa Timur 5. Pusat Koperasi Pegawai Repiblik Indonesia (PKP - RI) :
5. PKP - RI Lombok Timur (NTB)
1.7.
6. PKP - RI Lombok Barat (NTB)
26
PUSKUD KALBAR KPRI WIYATA KARYA
6. Pusat Koperasi Pedagang Pasar (PUSKOPPAS) : 1. Puskoppas Sulawesi Selatan 7. Pusat Koperasi Pondok Pesantren (PUSKOPPONTREN) :
2 GKSI 2.1.
GKSI JATENG
1. Puskoppontrens Sulawesi Selatan
1
KUD MUSUK
8. Pusat Koperasi Simpan Pinjam (PUSKSP) :
2
KUD MOJOSONGO
1. Puskospin Jawa Timur
3
KUD JUJUR
2. Puskospin NTB
4
KUD JATINOM
9. Pusat Koperasi Wanita (PUSKOPWAN) : 1. Puskopwan Jawa Timur 2. Puskopwan Sumatera Barat 3. Puskopwan Sulawesi Selatan 10. Pusat Koperasi POLDA (PUSKOPPOLDA) & PUSKOPAD :
3 PUSKOPDIT 3.1. 1 3.2.
PUSAT KOPERASI KREDIT JATENG BHAKTI KITA KOPERASI SARANA BHAKTI PUSKOPDIT NTT
1. Puskoppolda Sumatera Barat
2
KOPERASI KREDIT (KOPDIT) SAMI JAYA
2. Puskoppolda NTT
3
KOPERASI KREDIT ADIGUNA
3. Puskoppolda Sulawesi Selatan
4
KOPERASI KREDIT (KOPDIT) SOLIDARITAS
4. Puskoppolda Sumatera Utara
5
KOPERASI KREDIT (KOPDIT) SWASTI SARI
5. Puskopad Sulawesi Selatan
6
KOPERASI KREDIT SEHATI BAA
7
KOPERASI KREDIT FAMILIA
8
KOPERASI KREDIT SAMAMORA
11. Pusat Koperasi Veteran 1. Pusat Koperasi Veteran NTT 12. Pusat Koperasi Serba Usaha (PKSU) : 1. PKSU NTB 2. PKSU Kalimantan Barat. (Jumlah Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi = 33 koperasi)
108
Lanjutan Lampiran 1…..
3.3.
PUSKOPDIT SUMUT
8
PUSKSP
9
KOPDIT / CU. CINTA MULIA
8.1.
10
KOPDIT / CU. KARYA BAKTI
1
KOPERASI SIMPAN PINJAM MESRA
11
KOPDIT / CU. BINA MITRA SEJATI
2
KOPERASI KREDIT MAPAN SEJAHTERA
3
KOPERASI SIMPAN PINJAM DELTA SURYA PRATAMA
4
KOPERASI SIMPAN PINJAM BANGUN JAYA MAKMUR
4 4.1.
PUSKUD MINA PUSKUD MINA JATIM
8.2.
PUSKOPIN JATIM
PUSAT KOPERASI SIMPAN PINJAM (PUSKOSPIN) NTB
1
KUD GARTAMINA MANYAR
5
KSP SWASTIKA
2
KUD MINO BLAMBANGAN MUNCAR
6
KSP MODEL NTB
7
KSP MITRA LESTARI
9
PUSKOPWAN
5 5.1.
PKP - RI PKP - RI SUMBAR
1
KPRI DINAS KESEHATAN
9.1.
2
KPDK TANAH DATAR
1
KOPERASI SERBA USAHA SETIA KARTINI MANDIRI
3
KPRI DEPAG
2
KOPERASI WANITA SERBA USAHA SETIA BUDI WANITA
4
KPN KARPEND BATIPUH
3
KOPERASI SERBA USAHA MAWAR PUTIH
5
KPN KARPEND IV KOTO BUO
6
KPN KOPERKIT
7
KPRI SMK NEGERI 2 BATUSANGKAR
8
KPN TUAH SEPAKAT
9
KPN KANDEP KOP & PPK KAB. AGAM
9.2. 4
PUSAT KOPERASI WANITA JAWA TIMUR
PUSKOWAN SUMBAR KOPERASI WANITA BHAKTI IBU DHARMA WANITA
9.3.
PUSKOPWAN SULSEL
5
KSP WANITA TERATAI
10
PUSKOPPOLDAN DAN PUSKOPAD
10
KPN KANTOR BUPATI AGAM
5.2.
PKP - RI NTT
11
KOPERASI PEGAWAI NEGERI MARIETA (Dispenda)
1
PRIMKOPPOL SPN KUPANG
12
KOPERASI PEGAWAI NEGERI TUNAS BARU
2
PRIMKOPPOLDA NTT
13
KOPERASI PEGAWAI NEGERI PRAJA MUKTI
3
PRIMKOPOL BRIMOBDA NTT
14
KOPERASI PEGAWAI NEGERI DIAN (DEPPEN TTS)
10.2.
15
KOPERASI PEGAWAI NEGERI MEDICA (RSU SOE)
4
KOPERASI PRIMKOPOL - RES TAKALAR
16
KOPERASI PEGAWAI NEGERI KARYA (KTR. BUPATI TTS)
5
PRIMKOPOL MAROS
5.3.
PKP - RI SULSEL
6
KOPERASI PRIMKOPPOL GOWA
17
PUSAT KOPERASI PEGAWAI R.I. (PKP - RI)
5.4.
PKP - RI SUMUT
7
PRIMER KOPERASI AD VII KODIM
18
KPRI DHARMA HUSADA
8
PRIMKOPAD-DIM 1426 TAKALAR
19
KPRI KESRA
5.5.
PKP - RI LOMBOK TIMUR
9
PRIMKOPPOL MAPOLDA SUMUT
20
KPRI KANDA
10
PRIMKOPPOL TABES MS
21
KPRI PERKASA
11
PRIMKOPPOL DITLANTAS POLDA SUMUT
5.6.
PKP - RI LOMBOK BARAT
22
KPRI SEPAHAM
12
PKSU
23
KPRI KARYA BUDI
24
KPRI WIYATA KARYA
6 6.1.
10.1.
10.3.
10.4.
12.1.
PUSKOPPOLDA NTT
PUSKOPPOLDA SULSEL
PUSKOPAD A'DAM VII / WRB SULSEL
PUSKOPPOLDA SUMUT
PKSU NTB
1
KSU POH JENGGIK
2
KSU KARYA TERPADU
PUSKOPPAS
3
KSU TERATAI TERARA
PUSKOPPAS SULSEL
4
KSU PRIMA
1
KOPERASI PASAR TERONG
2
KOPERASI RAKHMAT
5
KSU KARYA AMPUH
3
KOPERASI TUNAS DAHLIA
6
KSU MITRA UTAMA
4
KSU MANDIRI
7
KSU SUBUR
5
KSU LOROSAE
8
KSU SURYA ABADI
6
KSU KERUKUNAN BERSAMA
9
KSU JASA PERKASA
7
PUSKOPPONTREN
7.1. 1
12.2.
PKSU KALBAR
PUSKOPPONTREN SULSEL KOPONTREN SEJAHTERA
(Jumlah Koperasi Primer Anggota = 107 koperasi)
109
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"& Lampiran 2. Nama-nama Koperasi Sekunder Tingkat Nasional (Induk Koperasi) yang Tidak Aktif
$%&'(#)"*+,-./#0#)"*1# 5#4#-#6#-#7# 2+(1#3(1#!-./"%-4# 9# #$!):;<=$# #>41#?- -!#"-&-#!"19##$71#0%&'(#>-(-,7-# -# #$))$# #>41#%'%/',#%+.-,#!"1#*,(#>-(-,7-#8'.-7# ## #822):8<$=5# #>41#?'%'%/#2-!-,/#=-3-#!"1#.,%#>-(-,7-# #>41#8-,'%/#%'%9/7#=-3-#9.&-1(#>-(-,7-# ,# #5>$!7:# 2+4-7-%# *# #$!):835"5# #>41#8/%-%/#!"1#.6#8"%&"(#$-:'# #)"6*1#)-4/:-7-#$%&-!(#>41"-%///.0%4"(#'# 5# #):841#=-3-#%"/",#!"1#9#>-(-,7-# .# #$!):3<=8$# #>41#8,";17,12"+*"6"#!"1#9+.#>-(-,7-# 6# #$!)2)$!7:# #>41#218-,6-%#)-<#.11#24/*/(#>-(-,7-#%-,-7# 91# #$!):>5"# #>41#=-3-#'/:/%"%/#)6##6#'/:/%"%/#%"/",1# 99# #$!):835"$# #>41#3-6-%#8/ -3-#)'.'6-#)6#6,(#>-(-,7-## 9-# #$!):822"5# #>41#2-0"#!"1#9#'/*+7+(#>-(-,7-#2+4-7-%# #84-=-#7"#$716(#>41>+%&12'&/,6-%#)-<1-*# 9## #$!):82$"# >-(-,7-#
!"#
)"%7-(# 8+,."%# #)1#2"+7 /*7"# #!/. 0-%#56/%# #"1#4-!3-#
#"1#"-,& /7"# #2"+0-,&/#2"+*-,&/# #%14-!3-# 2',3-%-/-,-# #2'*-%&/# #4"3"(#2'%-,3"# #$'(6-%.3-!#)1# #) 1)-,7-7/#2'(-,7"# #"'9!,/6#)-,/6# #)'.%-+&/(#2<# #)1512/&/(# 8,-0/,-%+/-,-# #?/7"#4"!-%%+.0$:'# 9,# #$!):82$## #>41#$.(-%&-,.3-!#=-3-#!"1+#>-(-,7-#2+4-7-%# 3/%-# 9*# #$!):8<3=$# #>41#%'(/7#7/+%/#%4"(#8#!"1##"-4-%/#5*9,5# #)1)+,%"0"(2<("%5# #)"6*1#3!$#5$#>4181)-,3-#!"1#,#)"&-6-,# 95# #)7$# >-('7# #)"414181)'.."3# 9+# #$))2#7"$# #>41#3-6-%#8/ -3-#)'.'6-#)6#.1(#>-(-,7-## #"-!3'&/%#!-0-0/# #>41#)1@+%#2-,6/4/#)-<1##!"1.#(#'/,-9-.# 9.# #)%$# >-(-,7-#3/6',# #) 1$&-#5/'.#2'&"%"# 96# #):8<=52$#$!25!$# #>41#=8#2"+,"."#!"1#-9(#>-(-,7-#8'.-7# #"-6/+7#"-,3"%"# -1# #$)2$# #>41#2,/#7+0/#"-.9!'%(#>-6:/# #)1217 "%"# -9# #$)>)$# #>41#"-. /!"19-+#7',/#)+4-*-(#>-(-,7-# #7,154/#"-!.'%# #?+&18+,'6#8+(-(-#$71*(#>415%/(-.-#%4"(#6# --# #$!):%5=5# >-(-,7-# #)"#)'.%/# #$!):"52# -## %2"$823=5# #>41#%-(7/#$0$#%4"(#2#)+:1%-,'#>-(-,7-#2+4-7-%# #2'*-,0-%7"# #?+&1#?"4&+%#'+%7,'6(#>41"- -*-!/7#!"1-5# -,# #$!):8$## %4"(#2;#>(7# #$,1='&/#>18+./(# -*# #):8!52# #>41#"-4-0-/#A$$#A$$$09#>-(-,7-# #$,15& /#?'7"6"0$8#$# -5# #$!)2)$$$!7:# #>41#8"%&"(#?+&+#!"1-95(#>-(-,7-# #>"!-%+.#2/6-%/('7# -+# #82253#):"41#7+0/#2-,7/(-#!"1#9*#7&<#5#>-(-,7-# #2':-//"#5%-6# #)12/,- '&&/%# -.# #$)8$#>8+,&-/-%/-%?## #>41#7,1#2-!-,& "#!"1#9-#(#>-(-,7-#2+4-7-%# 2+0-%/#
3+4+*"%# *+#9,-.# ,-.+1+**# ,-,195-0-*96# +696+,1# +5696..# .-6-+**# .1651.,# .#1*.,6# .9.6+.,6,# .+*-1,6# *-19*+## *+5-+,5# *-1,516# +#65.#5# >1#,?*5*##.# .959615+1*# #,.#-6#-# .,1-11+0*# *-66-.69# *+5-+,5# *56555+1# 5*,1#5## +---519# #*199#*0#5# +-+.+-+5# .9#951+,559# .1165*1# .#*15*50*+#
Sumber : Hasil survei lapangan, 2006.
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&
110
!"#$"%&'(%'"%)&*+,$,'(%,$&!-.(/",$&0(+1%2(/&2"%&& !('(/+"$'"%%3"&2(%)"%&4%))-'"&
Lampiran 3. Hierarkhi Pembinaan Koperasi
STRUKTUR STRUKTUR PEMERINTAHAN PEMERINTAHAN
KEMENTERIAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM KOPERASI DAN UKM
DINAS KOPERASI TKTK I/I DINAS KOPERASI PROPINSI / KOTA KABUPATEN
DINAS KOPERASI TK II KABUPATEN / KOTA KABUPATEN / KOTA
!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$& &
STRUKTUR GERAKAN KOPERASI
?Gambar
1.
INDUK
? IKPI
PUSAT
KOPERASI PRIMER
111