PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA PASCA OPERASI FRKTUR FEMUR 1/3 DISTAL DEXTRA DI RSUD. Dr. HARDJONO S. PONOROGO DENGAN MODALITAS TERAPI LATIHAN
PUBLIKASI ILMIAH Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Diploma III pada Jurusan Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan
Oleh: Wahyu Panji Saputro J100130038
PROGRAM STUDI DIPLOMA III FISIOTERAPI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2016
HALAMAN PERSETUJUAN
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA POST OPERTIF FRKTUR FEMUR 1/3 DISTAL DEXTRA DI RSUD. Dr. SOEDJONO S. PONOROGO DENGAN MODALITAS TERAPI LATIHAN
PUBLIKASI ILMIAH
Oleh: Wahyu Panji Saputro J100130038
Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:
Dosen Pembimbing
Wijianto, SST.FT.,M.Or.
i
HALAMAN PENGESAHAN PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA POST OPERTIF FRKTUR FEMUR 1/3 DISTAL DEXTRA DI RSUD. Dr. SOEDJONO S. PONOROGO DENGAN MODALITAS TERAPI LATIHAN OLEH Wahyu Panji Saputro J100130038
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta Pada hari Sabtu, 23 Juli 2016 dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Dewan Penguji: 1. Wijianto, SST.FT., M.Or. (……..……..) (Ketua Dewan Penguji) 2. Isnaini Herawati, S.Fis., M.Sc (……………) (Anggota I Dewan Penguji) 3. Dwi Kurniawati, SSt.Ft., M.Kes (…………….) (Anggota II Dewan Penguji) Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Dr.Suwadji.,M.Kes NIK.195311231983031002
ii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam karya tulis ilmiah ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas, maka akan saya pertanggungjawabkan sepenuhnya. .
Surakarta, 23 Juli 2016 Penulis
Wahyu Panji Saputro J100130038
iii
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA PASCA OPERASI FRKTUR FEMUR 1/3 DISTAL DEXTRA DI RSUD Dr. HARDJONO S. PONOROGO DENGAN MODALITAS TERAPI LATIHAN Abstrak Latar belakang: Fraktu femur 1/3 distal adalah hilangnya diskontiuitas di daerah metafisis sekitar 8 sampai 15 cm distal of femur. Permasalahnya berupa nyeri , bengkak, penurunan lingkup gerak sendi (LGS), penurunan kekuatan otot kemampuan fungsional. Modalitas yang digunakan adalah terapi latihan. Tujuan: Untuk rmenetahui pelaksanaan fisioterapi dalam mengurangi nyeri, bengkak, meningkatkan LGS, kekuaktan otot dan kemampuan fungsional pada kasus fraktur femur 1/3 distal dengan modalitas terapi latihan. Hasil: Setelah 6 kali terapi didapatkan penurunan nyeri diam T1: 1,5 cm menjadi T6: 0 cm; nyeri tekan T1: 4,9 cm menjadi T6: 2,7 cm; nyeri gerak T1: 5,9 cm menjadi T6: 3,9 cm. penurunan bengkak pada maleolus medial dari T1: 30 cm menjadi T6: 28 cm; pada tuberositas tibia dari T1: 56,5 cm menjadi T6: 54,5 cm. peningkatan LGS hip dari T1: S: 0 0-0-100 menjadi T6: S: 100-0-600, LGS knee dari T1: S: 00-0-100 menjadi T6: S: 00-0-450. Peningkatan otot abduktor hip dari T1: 3 menjadi T6: 4; adduktor hip T1: 3 menjadi T6: 4; kemampuan fungsional dari T1: tidak mampu duduk T6: berjalan dengan kruk. Kesimpulan: Terapi latihan dapat mengurangi nyeri, bengkak, meningkatkan kekuatan otot, LGS dan kemampuan fungsional. Kata kunci: fraktur femur 1/3 distal dextra, terapi latihan.
Abstract Background: Fractures femur 1/3 distal is the loss of metaphysical discontinuity in the distal femur covering 8 to 15 cm distal of femur. The problem is pain, edema, limitation of Range of Motion (ROM), decreased muscle strength and functional ability. The modalities used are exercise therapy Aim: To find out the physiotherapy in reducing pain and edema, increase ROM, muscle strength and functional ability in the case of fracture distal 1/3 femur using exercise therapy modalities. Result: After 6 treatment the results is silent pain reduction T1: 1,5 cm to T6: 0 cm; tenderness T1: 4,9 cm to T6: 2,7 cm and painful motion T1: 5,9 cm to T6: 3,9 cm. Maleolus decrease edema in the medial (at 6 cm) of T1: 30 cm into T6: 28 cm; on the tuberosiy of tibia from T1: 56,5 cm to T6: 54,5 cm. Increased LGS hip of T1: S: 0 0-0-100 be T6: S: 100-0-600, increased LGS knee of T1: S: 00-0-100 be T6: S: 00-0-450. Increased muscle strength muscle hip abductor muscle T1: 3 to T6: 4, hip adductor of T1: 3 to T6: 4. Increased functional abilities of T1: not able to sit into T6: walking with cruck. Conclusion: Therapeutic exercise can reduce pain, swelling, increasing range of motion, muscle strength and functional ability. Key word: Fractures femur 1/3 distal, Therapeutic exercise.
1
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Patah tulang atau fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan baik yang bersifat total maupun sebagian (Helmi, 2013). Patah tulang sering terjadi akibat kecelakaan lalu lintas namun dapat juga disebabkan oleh osteoporosis dan kegnasan pada tulang. Menurut data Korlantas POLRI tahun 2015, terjadi 1.855 jumlah kejadian. Dari jumlah kejadian tersebut sebanyak 365 meninggal dunia, 630 mengalami luka berat, 2.145 mengalami luka ringan. Jumlah tersebut turun jika dibandingkan pada kejadian di tahun 2014. Dari hasil penelitian yang dilakukan di RSUD Dr.Soedarso Pontianak, didapatkan data bahwa angka kejadian fraktur terbanyak pada kecelakaan lalu lintas di Kalimantan Barat adalah fraktur femur dengan angka kejadian 54 kasus dari 300 kasus dan presentase sebesar 18% (Ike, 2012 dalam Ariesanti, 2015). Fisioterapi dalam kasus femur 1/3 distal berperan dalam mengurangi problematik yang muncul dengan menggunakan terapi latihan berupa pumping action, static contraction, active excercise, stretching hold-relax dan latihan jalan 1.2 Rumusan Masalah 1.2.1
Apakah terapi latihan dapat mengurangi nyeri dan oedem?
1.2.2
Apakah terapi latihan dapat memelihara kekuatan otot dan menjaga tonus otot?
1.2.3
Apakah terapi latihan dapat meningkatkan Lingkup Gerak Sendi (LGS)?
1.2.4
Apakah terapi latihan dapat meningkatkan kemampuan fungsional?
1.3 Tujuan Penulisan Tujuan penulisan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini adalah sebagai berikut: 1.3.1
Untuk mengetahui manfaat terapi latihan dalam mengurangi oedem.
2
1.3.2
Untuk mengetahui manfaat terapi latihan dalam menjaga kekuatan dan tonus otot.
1.3.3
Untuk mengetahui manfaat terapi latihan dalam meningkatkan lingkup gerak sendi.
1.3.4
Untuk mengetahui manfaat terapi latihan dapat meningkatkan kemampuan fungsional.
1.3 Manfaat Penulisan 1.3.1
Bagi Penulis Menambah wawasan, pengetahuan dan mengidentifikasi tentang Fraktur Femur 1/3 Distal dengan modalitas Terapi Latihan.
1.3.2
Bagi Institui Menambah
wawasan
pendidikan
maupun
dan
pengetahuan
kesehatan
dalam
kepada
institusi
mempelajari
dan
menganalisa permasalahan Fraktur Femur 1/3 Distal dan intervensi fisioterapi dengan modalitas Terapi Latihan. 1.3.3
Bagi Pembaca Memberikan informasi dan pengetahuan kepada pembaca tentang Fraktur Femur 1/3 Distal serta peran fisioterapi dalam penanganan kasus tersebut.
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Fraktur adalah hancurnya struktur dari kontinuitas tulang (Sambrook, dkk, 2010). Fraktur femur 1/3 distal atau sering disebut fraktur suprakondiler femur adalah fraktur yang melibatkan aspek distal metafisis femur yang mencangkup 8 sampai 15 cm bagian distal femur (Thomas, 2011). 2.2 Etiologi Fraktur dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu : (1) Fraktur traumatik disebabkan oleh trauma yang tiba-tiba mengenai tulang dengan kekuatan yang besar. Tulang tidak mampu menahan trauma tersebut sehingga
3
terjadi fraktur, (2) Fraktur patologis disebabkan oleh kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis didalam tulang. Fraktur patologis terjadi pada daerah-daearah tulang yang telah menjadi lemah karena tumor atau proses patologis lainya. Pada fraktur ini tulang sering kali menunjukkan penurunan densitas, (3) Fraktur stress disebabkan oleh trauma yang terus menerus pada suatu tempat tertentu. 2.3 Patofisiologi Pada kondisi trauma, farktur ini membutuhkan gaya yang besar untuk mematahkan tulang femur. Kebanyakan terjadi pada orang yang mengalami kecelakaan kendaraan bermotor. Kondisi degenerasi tulang (osteoporosis) atau keganasan tulang femur dapat mematahkan tulang femur. Kerusakan neurovaskuler menimbulkan manifestasi peningkatan resiko syok, baik syok hipovolemik karena kehilangan darah banyak ke dalam jaringan maupun syok neurogenik karena nyeri yang sangat hebat. Respon terhadap pembengkakan yang hebat adalah sindrom kompartemen.. Kerusakan fragmen tulang femur diikuti dengan spasme otot paha yang menimbulkan deformitas khas dan menimbulkan resiko terjadinya mal union pada tulang femur. (Arif, 2008) 3. PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI 3.1 Problematik Fisioterapi Problematik fisioterapi dapat disimpulkan pada impairment didapatkan (1) adanya nyeri diam, nyeri tekan dan nyeri gerak pada knee sampai hip dextra, (2) adanya oedem pada knee dan hip dextra, (3) keterbatasan LGS sendi knee dan hip dextra (3) penurunan kekuatan otototot penggerak sendi knee dan sendi hip dextra. Funcional limitation gangguan transver mandiri, gangguan berjalan secara mandiri, gangguan berdiri secara mandiri, gangguan dressing dan toileting secara mandiri. Disability Pasien tidak bisa menjalankan aktivitasnya sebagai seorang ibu rumah tangga dan tidak bisa mengikuti kegiatan dimasyarakat
4
3.2 Pelaksanaaan Fisioterapi 3.2.1
Pumping action Posisi pasien supine lying dengan kedua kaki lurus dan diganjal guling, kemudian pasien diminta untuk menggerakkan kedua anklenya dorsi fleksi dan plantar fleksi secara bergantian.
3.2.2
Static contraction otot quadriceps Posisi pasien supine lying dengan kedua kaki lurus, tangan terapis berada dibawah kaki pasien, kemudian pasien diminta untuk menekan tangan terapis dengan menggunakan kakinya secara bersamaan.
3.2.3
Stretching hold-relax. Posisi pasien duduk ongkang-ongkang di tepi bed, kemudian pasien diminta untuk menekuk lututnya sampai sebatas nyeri, lalu terapis memberi dorongan ke arah fleksi knee dan pasien diminta untuk mempertahankan posisinya. Pasien diminta untuk rileks lalu pasien menambah langsung fleksi sendi knee.
3.2.4
Active excecise Posisi pasien supine lying, kemudian diminta untuk menggerakkan seluruh anggota gerak tubuhnya baik yang sakit maupun yang sehat secara aktif.
3.2.5
Latihan jalan. Posisi pasien tidur terlentang, pasien diminta untuk miring
ke kiri terlebih dahulu dan kaki kanan tidak boleh tertindih dengan kaki sedikit terjuntai diluar bed, jika pasien merasa pusing minta pasien untuk berdiri bersandar di tepi bed dengan menggunakan kruk sebagai penyangga, selanjutnya pasien ditanya apakah masih merasa pusing atau tidak, kalau tidak maka minta pasien untuk berlatih berjalan lagi. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pasien atas nama Ny. K umur 34 tahun dengan diagnosa medis fraktur femur 1/3 distal dextra saat ditemui pada tanggal 8 Januari 2016 dengan
5
permasalahan nyeri, bengkak, penurunan LGS dan penurunan kekuatan otot pada tungkai kanan serta penurunan kemmpuan fungsional. Setalah dilakukan intervensi fisioterapi selama 6 kali dengan pumping action, static contraction, active exercise, stretching hold relax dan latihan jalan dengan kruk sebanyak 3 kali, didapatkan hasil sebagai berikut 4.1.1
Pengurangan nyeri Grafik 4.1 Evaluasi nyeri dengan VAS 10
VAS
CM
8
Nyeri diam
6 4 2 0 T1
4.1.2
T2
T3
T4
T5
T6
Nyeri tekan di sisi lateral tungkai atas dexra Nyeri pada gerakan fleksi knee
Pengurangan oedem Grafik 4.2 Evaluasi oedem dengan meter line 10 cm diatas maleolus medial dan 20 cm diatas tuberositas tibia. 60 10 cm diatas maleolus medial dextra (di 6 cm)
50 40
10 cm diatas maleolus medial sinistra (di 6 cm)
30 20
20 cm diatas tuberositas tibia dextra ( di 12 cm)
10 0 T1
4.1.3
T2
T3
T4
T5
T6
Peningkatan kekuatan otot Grafik 4.3 Evaluasi kekuatan otot dengan MMT
6
5
MMT
4
Fleksor hip Ekstensor hip
3
Abduktor hip
2
Adduktor hip
1
Fleksor knee
0 T1
T3
T4
T5
Ekstensor knee
T6
Peningkatan LGS Grafik 4.4 Evluasi LGS dengan goniometer
Nilai LGS
LGS Gerak Aktif 120 100 80 60 40 20 0 fleksi hip
ekstensi hip
abduksi hip
adduksi hip
fleksi knee
ekstensi knee
T1
10
0
10
0
10
0
T2
10
0
10
0
10
0
T3
30
10
15
5
20
0
T4
40
15
15
5
30
0
T5
40
20
20
10
35
0
T6
60
30
30
20
45
0
Grafik 4.5 Evaluasi LGS dengan goniometer
LGS Gerak Pasif Nilai LGS
4.1.4
T2
120 100 80 60 40 20 0 adduksi hip
fleksi knee
ekstensi knee
15
5
15
0
15
10
15
0
15
20
10
25
0
45
20
20
15
35
0
T5
50
20
25
15
50
0
T6
65
25
40
25
60
0
fleksi hip
ekstensi hip
abduksi hip
T1
15
10
T2
15
10
T3
40
T4
7
4.1.5
Peningkatan Kemampuan Funsional Grafik 4.5 Evaluasi kemampuan fungsional dengan LEFS
Kemampuan Fungsional dengan LEFS 80 60 Kemampuan Fungsional dengan LEFS
40 20 0 T1
T2
T3
T4
T5
T6
4.2 Pembahasan 4.2.1
Penurunan nyeri Pemberian terapi latihan static contraction dimaksudkan agar
terjadi pumping action dari pembuluh darah balik sehingga terjadi peningkatan resitance blood of perifer blood dan metabolisme lancar (Kisner dan Colby’s, 2007). Selain itu, adanya kontraksi otot quadriceps dan hamstring menyebabkan mekanisme pumping action sehingga metabolisme dan sirkulasi lokal dapat berlangsung dengan baik karena vasodilatasi dan relaksasi otot tersebut (Marlina, 2015). Dengan pemberian latihan ini dimaksudkan zat-zt mediator nyeri dapat diabsorbsi oleh tubuh dan spasme berkurang. 4.2.2
Penurunan Oedema
Pemberian terapi latihan berupa pumping action dan static contraction dimaksudkan agar terjadi pumping action pembuluh darah balik sehingga terjadi peningkatan resitance blood of perifer blood sehingga aliran darah lancar dan oedem berkurang (Kisner dan Colby’s, 2007). Selain itu pemberian elevasi pada latihan ini bertujuan untuk membantu pengembalian darah ke jantung dan mencegah padanya akumulasi darah di daerah cidera (Naimer, 2010). Prinsip diberikan elevasi adalah dengan menggunakan memanfaatkan gaya gravitasi bumi,
8
sehingga darah yang bercampur cairan inflamator dapat di pompa balik ke jantung dan di arbsorbsi kembali oleh tubuh. 4.2.3
Peningkatan kekuatan otot
Pada
kondisi
imobilisasi
pemberian
active
movement
bermanfaat untuk mencegah terjadinya stiffnes joint dan kelemahan otot, saat terjadi penurunan kekuatan otot, latihan active excercise dapat mengurangi nyeri dengan adanya kontraksi-relaksasi pada otot dan adanya pumping action (Kisner dan Colby’s, 2007). Latihan active movment dengan melawan gravitasi tanpa penambahan beban tahanan dikombinasikan dengan kuantitas kontrksi otot dapat menjaga dan meningkatkan kekuatan otot (Nolte dan Resnburg, 2013). 4.2.4
Peningkatan LGS
Pemberian latihan berupa stretching hold-relax dimaksudkan untuk
menambah
LGS
dan
mengurangi
nyeri
dengan
cara
mengontraksikan secara isometrik pada otot antagonis (otot yaang mengalami pemendekan) sehingga nanti didapatkan relaksasi pada otot antagonis sehingga dapat terulur (Buck, Becker dan Adler, 2008) 4.2.5
Peningkatan Kemampuan Fungsional
Pada pasien post fraktur extremitas bawah 48 jam post operatif pasien harus memulai latihan ambulasi berupa ambulation-assisted (Dionyssiotis, et al, 2008). Latihan jalan dengan menggunakan kruk bertujuan untuk pengurangan pembebanan berat tubuh. Pola jalan dengan menggunakan kruk ada 2 yaitu pola swing gait dan pola point gait (Greene, 2006). Latihan dengan teknik swing trough 3 point gait non weight bearing. 5. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Setelah diberikan program fisioterapi selama enam kali pertemuan dengan modalits terapi latihan dapat disimpulkan bahawa modalitas tersebut berpengaruh dalam : (1) Pengurangan nyeri, (2) Peningkatan kekuatan otot,
9
(3) Peningkatan LGS, (4) Pengurangan bengkak (5) Peningkatan kemampuan fungsional. 5.2 Saran 5.2.1
Saran bagi fisioterapis Fisioterapi merupakan salah satu tim medis, yang ikut
bertanggung jawab terhadap pelayanan kesehatan. Hendaknya selalu melakukan pemeriksaan yang lebih teliti, cermat dan melakukan evaluasi pada sebelum dan setelah selesai tindakan. 5.2.1
Saran bagi pasien dan keluarga Keberhasilan fisioterapi terhadap pasien sangat dipengaruhi
adanya kerjasama antara fisioterapi, pasien dan keluarga. Karena itu hendaknya pasien mentaati dan melaksanakan perintah dokter, kerja sama dengan baik dengan fisioterapis dan pasien untuk berlatih sesuai dengan yang diprogramkan fisioterapis. Diharapkan pada saat berjalan dengan menggunakan kruk hendaknya tungkai yang sakit tetap menggantung 3 minggu NWB (non weight bearing) yang kemudian diteruskan dengan PWB (parsial weight bearing) pasien dapat menapak kaki tidak penuh, setelah dapat menapak penuh diteruskan FWB (full weight bearing). DAFTAR PUSTAKA Adler, S, S, Beckers, D dan Buck, M. 2008. PNF in Practice. 3th ed. Berlin: Springer Medizin Verlag Heidelberg. Ariesanti, M. 2015. Katakteristik Fraktur Shaft Femur di RSUP Wahidin Sudirohusodo Makasar Periode Januari 2014-September 2015. Skripsi. Makasar: Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Dionyssiotis Y., Dontas I.A., Economopoulos D., Lyritis G.P. 2008. Rehabilitation After Falls and Fractures. Journal Musculosceletal Neuronal Interact. 8(03): Pages 244-250. Greene, W, B. 2006. Netter’s Orthopaedics. Philadelphia:Elsevier.
10
Helmi, N, Z. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Banjarmasin: Salemba Medika. Kisner, C dan Colby’s, L.A. 2007. Therapeutic Exercise Foundation and Tehnique Foundation.5th ed. Philadelphia: Davis Company. Korlantas Polri. 2015. Data Analisa dan Evaluasi Tingkat Kecelakaan Selama Operasi Zebra 2015. Jakarta: NTMC Polri. Marlina, T, T. 2015. Efektifitas Latihan Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Pasien Osteoarthritis Lutut Di Yogyakarta. Jurnal Keperawatan Sriwijaya. Volume 2. Nomor 1: Januari 2015. Muttaqin, A. 2008. Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Naimer, S, A dan Shelma, F. 2000. Elastic Adhesive Dressing Treatment of Blending in trauma victims Nolte, K dan Resnburg, V, J. 2013. Excercise Prescription in The Management of Rheumatoid Arthritis. Journal musculosceletal. Volume 55. Nomor 4. Sambrook, P, Schrieber, L, Thomas, T dan Ellis, A. 2010. The Musculoskeletal System. 2nd ed. Livingstone: Elsevier. Thomas, A, M. 2011. Terapi dan Rehabilitasi Fraktur. Dialihbahasakan oleh Kuncara Y. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
11