RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 4/PUU-XV/2017 “Pemilihan Pimpinan DPR oleh Anggota DPR Dalam Satu Paket Bersifat Tetap”
I. PEMOHON Julkifli, SH. Kuasa Hukum Ahmad Irawan, SH., Dading Kalbuadi, SH., M.Kn., dkk advokat pada Firma Hukum Ahmad Irawan & Associates, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 5 Desember 2016. II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Pasal 84 ayat (2) dan Pasal 87 ayat (2) huruf d UndangUndang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU 17/2014). III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Penjelasan Pemohon mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah: 1. Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945): “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.” 2. Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa salah satu kewenangan Mahkamah
Konstitusi
adalah
melakukan
pengujian
Undang-Undang
terhadap UUD 1945; 3. Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) menyatakan bahwa: “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”;
1
4. Pasal 29 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang pada pokoknya menyebutkan bahwa salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah melakukan pengujian undangundang terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945; 5. Bahwa objek permohonan adalah pengujian materiil Pasal 84 ayat (2) dan Pasal 87 ayat (2) huruf d UU 17/2014, oleh karena itu Mahkamah berwenang untuk melakukan pengujian Undang-Undang a quo.
IV. KEDUDUKAN HUKUM PEMOHON (LEGAL STANDING) 1. Berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU MK jo. Pasal 3 Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 06/PMK/2005: “Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu: (a) perorangan WNI, (b) kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan RI yang diatur dalam undang-undang, (c) badan hukum publik dan privat, atau (d) lembaga negara”. 2. Berdasarkan Penjelasan Pasal 51 ayat (1) UU MK, menyatakan: “Yang dimaksud dengan ‘hak kosntitusional’ adalah hak-hak yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. 3. Berdasarkan Putusan MK Nomor 006/PUU-III/2005 dan Nomor 010/PUU/III/2005 menyatakan bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional harus memenuhi 5 (lima) syarat yaitu: a. adanya hak konstitusional para Pemohon yang diberikan oleh UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. b. hak konstitusional para Pemohon tersebut dianggap oleh para Pemohon telah dirugikan oleh suatu Undang-Undang yang diuji. c. kerugian konstitusional para Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik atau khusus dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi. d. adanya hubungan sebab akibat antara kerugian dan berlakunya UndangUndang yang dimohonkan untuk diuji. e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi.
2
4. Pemohon adalah perorangan warga negara Indonesia yang juga sebagai pembayar pajak memiliki hak pilih terhadap pemilihan Anggota DPR-RI 2014-2019 dan merasa hak konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya Pasal 84 ayat (2) dan Pasal 87 ayat (2) huruf d UU 17/2014 karena ketentuan a quo menimbulkan ketidakpastian hukum bagi Pemohon, karena setiap perubahan konfigurasi kekuasaan di internal partai politik akan berdampak pada iklim demokrasi, efektifitas, dan akuntabilitas DPR sebagai lembaga negara. V. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN DAN NORMA UUD 1945 A. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN Pengujian Materiil UU 17/2014: 1. Pasal 84 ayat (2): “Pimpinan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari dan oleh anggota DPR dalam satu paket yang bersifat tetap.” 2. Pasal 87 ayat (2) huruf d: “Pimpinan DPR diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c apabila: d. diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan peraturan perundangundangan.” B. NORMA UNDANG-UNDANG DASAR 1945 1. Pasal 28C ayat (2): “Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.” 2. Pasal 28D ayat (1): “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.” VI. ALASAN PERMOHONAN 1. Bahwa pimpinan DPR RI merupakan anggota DPR RI yang dipilih melalui sebuah proses Pemilu. Menurut Pemohon, hak-hak konstitusional Pemohon 3
yang bersifat tekstual di dalam UUD 1945 mewujud di dalam diri Pimpinan DPR, sehingga menurut penalaran yang wajar dilakukan oleh Pemohon, berbagai hak seperti: pertama, hak atas kekuasaan, fungsi, hak dan kewenangan lembaga Dewan Perwakilan Rakyat untuk memperjuangkan pengakuan, jaminan dan perlindungan hukum terhadap Pemohon; kedua, hak untuk mendapatkan kinerja lembaga perwakilan yang bersih dan berwibawa; ketiga, hak atas pelaksanaan fungsi representasi lembaga perwakilan yang berwibawa dan terpercaya untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat; dan keempat, hak untuk mendapatkan lembaga perwakilan rakyat yang demokratis, efektif dan akuntabel hanya dapat direalisasikan apabila terdapat kepastian terhadap masa jabatan yang bersifat tetap, penjabat pimpinan DPR RI yang bersifat tetap selama 1 (satu) periode dan tidak berganti-ganti tanpa alasan yang dapat diterima oleh hukum; 2. Bahwa menurut Pemohon, tugas pimpinan DPR akan dapat dilakukan dengan fokus, berwibawa dan terpercaya apabila tidak terdapat “ancaman” ditarik sewaktu-waktu oleh partai politik yang mengusulkannya. Ancaman recall pimpinan DPR dari partai politik searah dengan ancaman terhadap penciptaan parlemen yang bersih, berwibawa, terpercaya, demokratis, efektif dan akuntabel; 3. Bahwa adanya fakta peristiwa pada Tanggal 16 Desember 2015, Setya Novanto yang mengundurkan diri sebagai Ketua DPR dengan tulus karena menyadari pentingnya untuk menjaga harkat dan martabat, serta kehormatan lembaga DPR RI serta demi menciptakan ketenangan masyarakat karena adanya kasus “papa minta saham” pada saat itu senafas dengan hak konstitusional Pemohon untuk terciptanya parlemen yang bersih, berwibawa, terpercaya, demokratis, efektif dan akuntabel. Akan tetapi, hal tersebut terciderai dengan pengembalian Setya Novanto sebagai Ketua DPR dengan menggantikan Ade Komaruddin tanpa alasan yang dapat diterima oleh hukum; 4. Bahwa Pemohon mendalilkan, seharusnya paket yang bersifat tetap selain ditafsirkan bahwa jatah pimpinan tersebut merupakan hak fraksi yang 4
memenangkan proses pemilihan pada saat paripurna, demi kepastian hukum yang adil dan konsekuensi logis dari sifat pemilihan pimpinan, maka frasa bersifat tetap tersebut harus ditafsirkan juga sebagai masa jabatan pimpinan DPR RI yang dipilih yang bersifat tetap, penjabat pimpinan DPR RI yang bersifat tetap selama 1 (satu) periode dan tidak berganti-ganti tanpa alasan yang dapat diterima oleh hukum; 5. Bahwa menurut Pemohon, Pasal 84 ayat (2) dan Pasal 87 ayat (2) huruf d UU 17/2014 telah menciderai hak konstitusional Pemohon yang terdapat dalam Pasal 28C ayat (2) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
VII. PETITUM 1. Menerima dan mengabulkan seluruh permohonan Para Pemohon; 2. Menyatakan ketentuan Pasal 84 ayat (2) UU No. 17/2014 yang berbunyi: “Pimpinan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari dan oleh anggota DPR dalam satu paket yang bersifat tetap” Bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat bila tidak dimaknai: “paket yang bersifat tetap tersebut termasuk di dalamnya adalah masa jabatan dan penjabat yang bersifat tetap selama 1 (satu) periode masa jabatan”; 3. Menyatakan ketentuan Pasal 87 ayat (2) huruf d UU No. 17/2014 yang berbunyi: “Pimpinan DPR diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabilah diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat bila tidak dimaknai “pengusulan pemberhentian oleh partai politik harus berdasarkan alasan yang dapat diterima oleh hukum”; 4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia. 5
Atau, apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).
6