MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 64/PUU-XI/2013
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN PEMERINTAH DAN DPR (III)
JAKARTA KAMIS, 22 AGUSTUS 2013
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 64/PUU-XI/2013 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah [Pasal 1 angka 19, Pasal 2 ayat (1) huruf e, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 31, Pasal 94 ayat (1) huruf c dan Pasal 181] terhadap UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
PEMOHON 1. 2. 3. 4. 5.
Mulyana Wirakusumah Hendardi Aizzudin Neta S. Pane Bambang Isti Nugroho
ACARA Mendengarkan Keterangan Pemerintah dan DPR (III)
Kamis, 22 Agustus 2013 2013, Pukul 14.12 – 14.55 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9)
M. Akil Mochtar Ahmad Fadlil Sumadi Anwar Usman Arief Hidayat Hamdan Zoelva Harjono Maria Farida Indrati Muhammad Alim Patrialis Akbar
Sunardi
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti i
Pihak yang Hadir: A. Kuasa Hukum Pemohon: 1. 2. 3. 4.
Robikin Emhas Syarif Hidayatullah Arif Effendi Samsul Huda Yudha
B. Pemerintah: 1. 2. 3. 4.
Marwanto Harjowiryono Indra Surya Rukijo Jamiat Aries
(Dirjen Penerimaan Keuangan) (Kepala Biro Bantuan Hukum dan Keuangan) (Direktur Pajak Daerah & Retribusi Daerah) (Kasubdit DPRD II)
C. DPR:
1. Syarifudin Suding 2. Agus
(Staf Biro Hukum)
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 14.12 WIB
1.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Sidang dalam Perkara Nomor 64/PUU-XI/2013, Pengujian Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945, saya nyatakan dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Pemohon, Pemerintah, dan DPR, silakan Pemohon perkenalkan diri dulu siapa yang hadir pada siang hari ini?
2.
KUASA HUKUM PEMOHON: ROBIKIN EMBAS Yang Mulia Majelis Pleno, dan Pemohon … dan Pemerintah, dan DPR, serta Yang Mulia. Perkenalkan kami Kuasa dari Pemohon, saya sendiri Robikin Embas, sebelah kanan saya adalah Samsul Huda Yudha, berikutnya adalah rekan Syarif Hidayatullah, dan sebelah kiri saya rekan Arif Effendi. Terima kasih.
3.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Baik. DPR, silakan yang hadir siapa?
4.
DPR: SYARIFUDIN SUDING Baik. Yang Mulia Ketua dan Anggota Hakim Mahkamah Konstitusi yang saya hormati. Pada kesempatan ini yang hadir dari DPR saya sendiri Syarifudin Suding dan turut hadir dari Staf Biro Hukum DPR Pak Agus. Terima kasih, Yang Mulia.
5.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Baik. Pemerintah, silakan.
6.
PEMERINTAH: INDRA SURYA Assalamualaikum wr. wb. Yang Mulia Ketua dan Anggota Majelis Mahkamah Konstitusi yang kami hormati. Pemerintah kali ini di … diwakili oleh Bapak Dirjen Penerimaan Keuangan, yaitu Bapak Marwanto Harjowiryono. Kemudian, saya sendiri Indra Surya selaku Kepala Biro 1
Bantuan Hukum dan Keuangan. Kemudian, Bapak Rukijo selaku Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Direktorat Jenderal Penerimaan Keuangan Kementerian Keuangan, dan Jamiat Aries Kepala Sub Direktorat PDRD II Direktorat Jenderal Penerimaan Keuangan Kementerian Keuangan, dan beberapa Anggota dari Kementerian Keuangan juga. Demikian, terima kasih. Assalamualaikum wr. wb. 7.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Baik. Hari ini agenda kita adalah dalam rangka mendengar keterangan Pemerintah dan DPR ya pada persidangan siang ini. Untuk itu, kita kasih kesempatan pertama kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk menyampaikan keterangannya. Silakan mempergunakan mimbar.
8.
DPR: SYARIFUDIN SUDING Keterangan Dewan Perwakilan Rakyat Republilk Indonesia atas permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Perkara Nomor 64/PUUXI/2013. Yang Mulia Ketua dan Anggota Majelis Mahkamah Konstitusi. Perkenankan saya yang mewakili DPR Syarifudin Suding menyampaikan keterangan DPR dalam Perkara Nomor 64/PUU-XI/2013. Sehubungan dengan Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut Undang-Undang PDRD yang diajukan oleh Saudara Mulyana Wirakusumah dan kawan-kawan dalam kedudukannya selaku orang perorangan warga negara Republik Indonesia, dalam hal ini diwakili oleh Robikin Emhas dan kawan-kawan selaku Pihak Pemohon. Dengan ini, DPR menyampaikan keterangan terhadap permohonan pengujian atas Undang-Undang PDRD terhadap UndangUndang Dasar Tahun 1945 dalam perkara a quo. A. Ketentuan Undang-Undang PDRD yang dimohonkan pengujian terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Pemohon dalam permohonannya mengajukan pengujian atas Pasal 1 angka 19, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 94 ayat (1) huruf c, dan Pasal 181 Undang-Undang PDRD. Para Pemohon berpendapat bahwa dengan berlakunya ketentuan pasal-pasal a quo, Undang-Undang PDRD telah mengakibatkan setiap warga negara, khususnya Para Pemohon selaku perokok mengalami perlakuan yang tidak sama dengan subjek pajak daerah lainnya di hadapan hukum. Karenanya ketentuan pasal-pasal a quo bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Republik Indonesia Dasar Tahun 1945. 2
B. Kami tidak akan bacakan. Lalu kemudian bagian, C. Tentang keterangan DPR. Terhadap dalil Para Pemohon sebagaimana diuraikan dalam permohonan a quo, DPR menyampaikan keterangan sebagai berikut. 1. Kedudukan hukum atau legal standing Para Pemohon. Terhadap kedudukan hukum Para pemohon, DPR menyerahkan sepenuhnya kepada Ketua atau Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Yang Mulia untuk mempertimbangkan dan menilai apakah Para Pemohon memiliki kedudukan hukum atau legal standing tidak atau tidak sebagaimana yang diatur dalam Pasal 51 ayat (1) undang-undang tentang Mahkamah Konstitusi dan berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 006/PUU-III/2005 dan Perkara Nomor 11/PUU-V/2007. 2. Pengajuan atas Pasal 1 angka 19, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 94 ayat (1) huruf c dan Pasal 181 Undang-Undang PDRD. Terhadap permohonan pengujian pasal a quo, Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, DPR menyampaikan keterangan sebagai berikut. A. Bahwa sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat. Melalui otonomi yang luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan, dan kekhususan, serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam Sistem Negara kesatuan Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan pengaturan hubungan keamanan, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antar pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah. Salah satu amanat UndangUndang Dasar 1945 untuk mengatur hubungan keuangan antar pemerintah pusat dan pemerintah daerah tersebut telah dilaksanakan dengan diterbitkannya Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi daerah guna mengatur hubungan keuangan antarpusat dan daerah, khususnya di bidang penerimaan atau perpajakan. B. Bahwa pajak daerah merupakan salah satu bentuk dari kebijakan desentralisasi fiskal. Dengan desentralisasi, maka diharapkan dapat menghadirkan satu sistem pemerintahan yang lebih mencerminkan nilai-nilai demokrasi. Mengingat bahwa level pemerintah yang 3
paling dekat dengan rakyat adalah pemerintahan yang ada di kabupaten dan kota sehingga eksistensi pemerintah di daerah sangat diperlukan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Selain itu, argumentasi yang menjadi landasan pelaksanaan desentralisasi fiskal adalah bahwa daerah lebih memahami dan mengerti akan kebutuhan yang diperlukan dalam menyediakan tingkat pelayanan publik yang sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya serta daerahlah yang paling menguasai segala potensi yang ada di wilayahnya, sehingga diharapkan daerah akan dapat mengoptimalkan kegiatan pemungutan pajak di daerahnya masing-masing. C. Bahwa kebijakan perpajakan dalam konteks desentralisasi fiskal yang menjadi pertanda penting bagi demokrasi adalah dengan adanya taxing power sharing pembagian wewenang perpajakan yang di dalamnya terdiri dari aspek expenditure assessment dan revenue assessment dengan tujuan utama adalah untuk tercapainya peningkatan kesejahteraan masyarakat secara luas. Pembagian wewenang perpajakan secara substantif mengandung makna dan tujuan sebagai bentuk fiskal power sharing untuk membangun kemandirian daerah dalam hal fiskal. Karena sisi paling penting dalam revenue assessment adalah kewenangan perpajakan, tax power sharing pembagian kewenangan perpajakan tersebut dimaksudkan untuk memberikan kewenangan yang lebih maksimal bagi daerah dengan tujuan untuk mengurangi ketergantungan kepada pusat. Oleh karenanya, desentralisasi fiskal dibarengi dengan adanya pergeseran tax power kekuasaan perpajakan dari pemerintah nasional ke daerah. Karena kebijakan desentralisasi fiskal hanya dapat terkait dengan masalah kewenangan penggunaan anggaran atau belanja daerah semata melainkan juga mencakup revenue assessment kewenangan penerimaan terutama tax power kewenangan perpajakan. D. Bahwa penerbitan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 yang merupakan pengganti dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah merupakan langkah yang strategis dan monumental dalam memantapkan kebijakan desentralisasi fiskal khususnya dalam rangka membangun hubungan keuangan antar pusat dan daerah yang lebih ideal. Salah satu bagian dari continuous invoicement Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 setidaknya telah memperbaiki tiga hal yang utama yaitu penyempurnaan sistem pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah, pembagian kewenangan yang lebih besar kepada daerah di bidang perpajakan, dan peningkatan efektivitas pengawasan.
4
E. Bahwa penyempurnaan sistem pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah dilakukan dengan mengubah sistem daftar terbuka (open list) menjadi daftar tertutup sehingga jenis pajak yang dapat dipungut oleh daerah adalah hanya jenis pajak yang telah ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009. Daerah tidak diberikan kewenangan dan tidak diperbolehkan untuk menetapkan jenis pajak baru di luar yang telah ditetapkan undangundang tersebut. Tentunya telah sejalan dengan Pasal 23 huruf a Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang menyebutkan pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang. F. Bahwa Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah juga mengatur tentang local tax power yang dilakukan dengan cara antara lain menambah jenis pajak daerah dan retribusi daerah, memperluas basis pajak daerah dan retribusi daerah yang sudah ada, mengalihkan beberapa jenis pajak pusat menjadi pajak daerah, serta memberikan deskresi kepada daerah untuk menetapkan tarif. Di samping itu di dalam Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah juga telah ditetapkan tarif maksimum pajak daerah dan tarif maksimum beberapa jenis pajak daerah tersebut telah dinaikan untuk memberikan ruang gerak yang lebih longgar bagi daerah dalam melakukan pemungutan pajak daerah sesuai dengan kebijakan dan kondisi daerahnya. G. Bahwa salah satu contoh pengaturan penguatan local tax power dalam Undang-Undang Pajak Daerah/Retribusi Daerah adalah ketentuan mengenai pajak rokok yang merupakan jenis pajak baru bagi provinsi sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1 angka 19, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 94 ayat (1) huruf c, dan Pasal 181 Undang-Undang Pajak Daerah/Retribusi Daerah. Bahwa ketentuan mengenai pajak rokok sebagaimana diatur dalam pasal-pasal a quo menurut pandangan DPR tidak terlalu membebani masyarakat karena rokok bukanlah merupakan barang kebutuhan pokok yang bahkan pada tingkat tertentu konsumsinya perlu dikendalikan. Di pihak lain pengenaan pajak ini tidak terlalu berdampak pada industri rokok karena beban pajak rokok akan disesuaikan dengan kebijakan strategis di bidang cukai nasional yang besarannya disesuaikan dengan daya pikul industri rokok mengikuti natural growth (pertumbuhan alamiah) dan industri dari indutri tersebut. Bahwa pajak rokok yang dipungut instansi pemerintah yang berwenang memungut cukai bersamaan pemungutan cukai rokok adalah untuk meningkatkan sumber pendapatan asli daerah. Pajak rokok ini baru berlaku 1 Januari 2014. Dasar pengenaan pajak rokok adalah cukai yang ditetapkan pemerintah terhadap rokok. Tarif pajak rokok disepakati 10% dari cukai rokok. Hasil penerimaan pajak rokok 70% dari 5
kabupaten/kota dan 30% untuk provinsi untuk itu baik bagian provinsi maupun kabupaten/kota wajib dialokasikan paling sedikit 50% untuk digunakan mendanai pelayanan kesehatan yang antara lain untuk pembangunan dan pengadaan pemeliharaan sarana dan prasarana unit pelayanan kesehatan, penyediaan sarana umum yang memadai bagi perokok, kegiatan memasyarakatkan tentang bahaya rokok dan iklan layanan masyarakat mengenai bahaya merokok. Penegakkan hukum sesuai dengan kewenangan pemerintah daerah yang dapat dikerjasamakan dengan pihak atau instansi lain antara lain pemberantasan peredaran rokok ilegal dan penegakkan aturan mengenai larangan merokok sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bahwa saat ini cukai rokok di Indonesia paling rendah dibandingkan negara-negara tetangga. Cukai rokok di Indonesia hanya 36%, Singapura 68%, Thailand 63%, Philipina 49%, Vietnam 45%. Untuk mencapai minimal sama dengan Vietnam, seharusnya tarif rokok ditetapkan dalam kisaran 15 sampai 30% dari cukai rokok. Dengan adanya pajak rokok, harga jual rokok akan meningkat, namun sisi positifnya akan mengurangi perokok pemula khususnya bagi remaja, dimana data tahun 2004 menunjukkan peningkatan dari 0,4% menjadi 2,8%. Walaupun penerimaan cukai rokok sekitar Rp50 triliyun per tahun, pemerintah harus juga mempertimbangkan dana yang dibelanjakan untuk mengatasi dampak negatif akibat rokok sekitar Rp127 triliyun per tahun. Ini merupakan data pusat studi kebijakan publik. Hal ini mengingat Indonesia satu-satunya negara di kawasan Asia Pasifik yang belum meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control. Bahwa terhadap pandangan Para Pemohon, yang pada pokoknya menyatakan ketentuan pajak rokok sebagaimana diatur dalam pasal-pasal a quo, Undang-Undang Pajak Daerah, dan Retribusi Daerah berakibat pada pembebanan pajak yang berbeda antara warga negara, khususnya yang perokok dan para pemikul pajak daerah lainnya. DPR berpandangan, ketentuan mengenai pembebanan pajak rokok pada konsumen perokok atau perokok, sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Pajak Daerah, Retribusi Daerah berlaku kepada seluruh warga negara yang mengkonsumsi rokok atau perokok. Menjadi perokok adalah merupakan pilihan masing-masing individu, oleh karenanya bagi warga negara yang mengkonsumsi rokok atau perokok dibebankan pajak rokok, sedangkan bagi warga negara yang tidak mengkonsumsi rokok tidak dibebankan … tidak dibebankan pajak rokok. Dengan demikian, ketentuan mengenai pajak rokok telah memenuhi asas keadilan, yaitu terhadap hal yang sama dikenakan ketentuan yang sama pula. Oleh karenanya, DPR berpandangan ketentuan mengenai pajak rokok tidaklah bertentangan dengan Undang6
Undang Dasar Tahun 1945. Ketua dan Anggota Majelis Mahkamah yang kami muliakan, demikian pertimbangan DPR kami sampaikan untuk dijadikan bahan pertimbangan bagi Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, untuk memeriksa, memutus, dan mengadili, perkara a quo untuk dapat memberikan putusan yang seadil-adilnya. Terima kasih wabillahitaufikwalhidayah wassalamualaikum wr. wb. 9.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Terima kasih Pak Suding. Selanjutnya keterangan Pemerintah saya persilakan.
10.
PEMERINTAH: MARWANTO HARJOWIRYONO Bismillahirrahmaanirrahiim. Keterangan Pemerintah atas permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, sehubungan dengan permohonan pengujian constitutional review. Pasal 1 angka 19, Pasal 2 ayat (1) huruf e, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 94 ayat (1) huruf c, dan Pasal 181 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut dengan Undang-Undang PDRD. Terhadap ketentuan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, selanjutnya disebut dengan UUD 1945, yang dimohonkan oleh Mulyana Wirakusumah dan kawan-kawan, yang berdasarkan Surat Kuasa Khusus, memberikan Kuasa kepada Robikin Emhas, S.H, M.H., dan kawan-kawan, dari Kantor Advokat ART Partner, sebagai Kuasa Hukum untuk selanjutnya disebut sebagai Para Pemohon, sesuai registrasi Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Nomor 64/PUUXI/2013, tanggal 19 Juni 2013, perkenankanlah Pemerintah menyampaikan keterangan Pemerintah Republik Indonesia baik lisan maupun tertulis yang merupakan satu kesatuan yang utuh, dan tidak terpisahkan dengan keterangan Pemerintah yang akan disampaikan pada persidangan berikutnya. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Menurut Para Pemohon ketentuan pasal a quo bertentangan dengan ketentuan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 33 ayat (4) UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 karena Pemohon … karena Para Pemohon menganggap bahwa dengan adanya ketentuan pasal a quo telah merugikan hak dan/atau kewenangan konstitusi Para Pemohon. Sebelum Pemerintah memberikan keterangan mengenai pokok materi pengujian undang-undang yang dimohonkan Para Pemohon, Pemerintah perlu menyampaikan pertanyaan mengenai kualifikasi dan 7
kedudukan hukum (legal standing) Para Pemohon dalam perkara ini. Pemerintah berpendapat bahwa tidak terdapat kerugian konstitusional Pemohon yang disebabkan oleh berlakunya norma yang terkandung dalam ketentuan Pasal 1 angka 19, Pasal 2 ayat (1) huruf e, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 94 ayat (1) huruf c, dan Pasal 181 Undang-Undang PDRD. Uraian selanjutnya tentang kedudukan hukum dan legal standing Para Pemohon akan dijelaskan lebih rinci dalam keterangan Pemerintah yang akan kami sampaikan kepada Mahkamah Konstitusi. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang kami hormati. Sebagai salah satu bagian dari usaha perbaikan kondisi secara berkesinambungan Undang-Undang PDRD paling tidak memperbaiki tiga hal pokok, yakni penyempurnaan penetapan kewenangan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah. Pemberian kewenangan yang lebih besar kepada daerah di bidang perpajakan dan peningkatan efektivitas pengawasan. Penguatan local taxing power dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan menambah jenis pajak daerah dan retribusi daerah, memperluas basis pajak daerah dan retribusi daerah yang sudah ada, mengalihkan beberapa jenis pajak pusat menjadi pajak daerah dan memberikan diskresi kepada daerah untuk menetapkan tarif. Selain itu, tarif maksimum beberapa jenis pajak daerah juga dinaikkan untuk memberikan ruang gerak yang lebih longgar bagi daerah, dalam melakukan pemungutan pajak daerah sesuai dengan kebijakan dan kondisi daerah. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, penambahan jenis pajak daerah dilakukan dengan menambah empat jenis pajak baru dalam Undang-Undang PDRD, yaitu pajak rokok, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBBP2), Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (PBHTB), dan pajak sarang burung walet. Di samping penambahan jenis pajak daerah, dalam Undang-Undang PDRD juga dilakukan penambahan tiga jenis retribusi daerah, yaitu retribusi pengendalian menara telekomunikasi, retribusi pelayanan pendidikan dan retribusi izin usaha perikanan. Penambahan jenis retribusi tersebut tidak akan menambah beban masyarakat karena jenis retribusi dimaksud layak dipungut dan selama ini telah dilaksanakan oleh daerah sesuai dengan kewenangannya. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang kami hormati. Penambahan pendapatan daerah harus diikuti dengan peningkatan dan perbaikan good governance dan clean governance. Sehingga penggunaan pajak daerah dan retribusi daerah yang dipungut benar-benar bermanfaat bagi pembayar pajak dan seluruh lapisan masyarakat. Untuk memastikan hal tersebut dalam Undang-Undang PDRD, penerimaan beberapa jenis pajak di irmark untuk mendanai pengeluaran yang berkaitan dengan pajak yang dipungut, antara lain dialokasikan untuk mendanai pembangunan dan pemeliharaan jalan 8
serta peningkatan sarana transportasi umum, pelayanan kesehatan, dan penerangan jalan. Melalui kebijakan irmarking ini, daerah dipacu untuk secara bertahap dan terus menerus melakukan perbaikan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat di daerah. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Terkait dengan pengujian Undang-Undang PDRD oleh Para Pemohon, Pemerintah perlu menyampaikan bahwa kebijakan penetapan pajak rokok sebagai pajak daerah dilakukan dalam upaya meningkatkan kemampuan perpajakan di daerah untuk mewujudkan keselarasan antara kewenangan fiskal daerah dengan beban, fungsi, dan tanggung jawab daerah. Penetapan pajak rokok sebagai pajak daerah, pada hakikatnya merupakan kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah dalam rangka perluasan kewenangan pemajakan pemerintah daerah (local taxing power) melalui basis pajak pusat atau yang sering disebut sebagai piggy back taxing system. Di mana pemerintah pusat dan daerah mengenakan pajak atas basis pajak yang sama, namun masing-masing memiliki kewenangan untuk menetapkan besarnya tarif yang akan dikenakan terhadap basis pajak tersebut. Berdasarkan definisi yang tercantum di dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang perubahan UndangUndang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai yang selanjutnya disebut sebagai Undang-Undang Cukai. Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karateristik yang ditetapkan dalam undang-undang. Selanjutnya, dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Cukai dijelaskan bahwa barang-barang tertentu yang ditetapkan sebagai barang kena cukai, yaitu barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karateristik. a. Konsumsinya perlu dikendalikan; b. Peredarannya perlu diawasi; c. Pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup, dan d. Pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan. Sesuai dengan atau karateristik tersebut atas hasil tembakau dikenakan cukai hasil tembakau. Berdasarkan Pasal 66A Undang-Undang Cukai, penerimaan negara dari cukai hasil tembakau dibuat di Indonesia dibagikan kepada provinsi penghasil cukai hasil tembakau sebesar 2% yang digunakan untuk mendanai peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan di bidang cukai dan/ atau pemberantasan barang kena cukai ilegal. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang kami hormati, Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Kebijakan pajak daerah dan retribusi daerah yang diatur dalam Undang9
Undang PDRD sebagai pelaksanaan amanat Pasal 23A Undang-Undang Dasar Tahun 1945 telah memberikan persamaan bagi semua warga negara di dalam hukum dan pemerintahan, dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya. Terhadap konsumsi semua barang yang menurut Undang-Undang Cukai dikenakan cukai hasil tembakau, maka dikenakan juga pajak rokok. Tidak dapat perlakuan yang berbeda antara wajib pajak rokok yang satu dengan wajib pajak rokok yang lain. Selain itu, kontribusi penerimaan pajak rokok kepada seluruh masyarakat di wilayah Indonesia telah memberikan persamaan kedudukan dalam hukum bagi setiap warga negara karena selama ini hanya provinsi dan kabupaten kota penghasil saja yang memperoleh kontribusi dari penghasilan cukai hasil tembakau. Pasal 28B ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Kebijakan pajak daerah dan retribusi daerah yang diatur dalam UndangUndang PDRD sebagaimana amanat Pasal 23A Undang-Undang Dasar Tahun 1945 telah memberikan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Undang-Undang PDRD membatasi pengenaan pajak rokok hanya atas konsumsi rokok. Ketentuan ini tidak berlaku bagi orang lain yang tidak merokok, dengan demikian ketentuan a quo telah memberikan jaminan dan perlindungan hukum secara adil berdasarkan undangundang kepada masyarakat. Dalam Undang-Undang PDRD telah diatur secara tegas dan jelas objek, dan pengecualian objek pajak rokok, subjek dan wajib pajak, dasar dan saat pengenaan pajak, tariff pajak, cara perhitungan pajak, dan tempat pajak terutang. Dengan demikian, ketentuan a quo sudah sepenuhnya memenuhi kriteria kepastian hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Dari sisi pengakuan jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum untuk memperoleh perlakuan yang sama dihadapan hukum juga telah diatur dalam Undang-Undang PDRD. Tidak ada perlakuan yang berbeda antara satu perokok dengan perokok lainnya dari sisi perpajakan. Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Kebijakan pajak daerah dan retribusi daerah yang diatur dalam UndangUndang PDRD telah memenuhi prinsip kebersamaan prinsip efisiensi, keberadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan. Prinsip kebersamaan karena tidak ada perlakuan yang berbeda antara seorang perokok dengan perokok lainnya dan dari sisi perpajakan, dan tidak ada 10
pelakuan yang berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya dari sisi penerimaan pajak rokok. Berdasarkan prinsip efisiensi berkeadilan karena pajak rokok dipungut bersamaan dengan pungutan cukai dan dialokasikan kepada pemerintah provinsi berdasarkan porsi jumlah penduduk berwawasan lingkungan paling sedikit 50% dari penerimaan pajak rokok digunakan untuk kegiatan pelayanan kesehatan masyarakat antara lain pembangunan dan pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana unit pelayanan kesehatan, penyediaan sarana umum yang memadai bagi perokok atau smoking area, kegiatan memasyarakatkan tentang dampak merokok, dan iklan layanan masyarakat mengenai dampak merokok. Kemandirian, memberikan kemampuan bagi daerah untuk meningkatkan local taxing power dan kemampuan daerah untuk mendanai kegiatan pelayanan kesehatan, menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional dengan menetapkan tarif pajak rokok secara definintif di dalam Undang-Undang PDRD dengan tujuan agar pemerintah dapat menjaga kesimbangan antara beban cukai yang harus dipikul oleh industri rokok dengan kebutuhan fiskal nasional dan daerah melalui penetapan tarif cukai nasional. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, pengenaan pajak rokok bukan dimaksudkan untuk melarang masyarakat untuk merokok. Konsumsi rokok dari tahun ke tahun cenderung meningkat, meningkatnya konsumsi rokok disebabkan oleh beberapa hal seperti meningkatnya pendapatan masyarakat maupun meningkatnya minat jumlah perokok. Harga rokok saat ini berkisar antara Rp4.000,00 sampai Rp14.000,00 per bungkus. Harga tersebut sudah termasuk cukai yang berkisar antara Rp80,00 sampai Rp380,00 perbatang. Jika ditambahkan dengan pajak rokok yang hanya akan menambah harga rokok sebesar Rp8,00 sampai Rp38,00 per batang menurut pemerintah tidak akan membebani konsumen rokok. Di sisi lain, penerimaan pajak rokok secara total akan sangat membantu peningkatan penerimaan asli daerah, pajak rokok yang baru akan diberlakukan pada 1 Januari 2014 dengan tarif 10% dari cukai yang berlaku dapat mengahasilkan penerimaan sekitar Rp10 triliun pada tahun 2014 dengan menggunakan asumsi berdasarkan penerimaan cukai sebesar Rp100 triliun pada tahun 2013. Penerimaan dari pajak rokok ini akan didistribusikan ke seluruh provinsi secara proporsional berdasarkan jumlah penduduk. Dari penerimaan pajak rokok tersebut, kemudian akan dibagihasilkan kepada kabupaten/kota dengan porsi 30% untuk provinsi dan 70% untuk kabupaten/kota. Dari bagian penerimaan provinsi dan kabupaten/kota tersebut, 50% digunakan untuk mendanai pelayanan kesehatan, hal ini tentu saja akan meningkatkan kualitas pembangunan terutama pembangunan di bidang kesehatan. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang kami hormati, berdasarkan seluruh penjelasan tersebut di atas, pemerintah 11
memohon kepada Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang memeriksa, memutuskan, dan mengadili permohonan pengajuan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dapat memberikan keputusan akhir yang sebaik-baiknya: 1. Menolak permohonan penegujian para Pemohon untuk seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan permohonan pengujian para Pemohon tidak dapat diterima. 2. Menerima keterangan pemerintah secara keseluruhan. 3. Ketentuan Pasal 1 angka (19), Pasal 2 ayat (1) huruf e, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 94 ayat (1) huruf c, dan Pasal 181 Undang-Undang PDRD tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Atas perhatian Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, kami mengucapkan terima kasih. Terima kasih, wassalammualaikum wr.wb. 11.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Terima kasih pada pemerintah, nanti keterangan pemerintah maupun DPR supaya diserahkan ke Kepaniteraan. Saudara Pemohon, apakah Saudara mengajukan ahli dalam perkara ini?
12.
KUASA HUKUM PEMOHON: ROBIKIN EMBAS Benar, Yang Mulia. Kami akan mengajukan saksi fakta dan ahli.
13.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Baik. Nanti dipersiapkan terlebih dahulu pada sidang yang berikutnya ya.
14.
KUASA HUKUM PEMOHON: ROBIKIN EMBAS Baik, Yang Mulia. Terima kasih.
15.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Ahlinya dan saksinya tentu diaturlah sesuai dengan waktu, mungkin sebanyak-banyaknya. Kalau ahli itu paling banyak pada saat satu persidangan ya tiga atau dua ya, kalau ditambah dengan saksi fakta
12
lainnya. Baiklah, demikian juga pemerintah nanti kalau ingin mengajukan ahli, DPR juga kalau memang ingin mengajukan ahli. Sidang ini kita tunda pada hari Selasa, tanggal 3 September 2013, jam 10.30 WIB untuk mendengarkan keterangan ahli atau saksi dari Pemohon. Dengan demikian, sidang dalam Perkara Nomor 64/PUU-XI/2013 saya nyatakan selesai dan sidang ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 14.55 WIB Jakarta, 22 Agustus 2013 Kepala Sub Bagian Risalah,
t.t.d Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
13