2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Hidroakustik Akustik adalah teori tentang gelombang suara dan perambatannya di dalam
suatu medium (dalam hal ini air). Untuk memperoleh informasi tentang obyek bawah air digunakan suatu instrumen sistem sonar yang terdiri dari dua system yakni active sonar system yang digunakan untuk mendeteksi dan menerima echo target bawah air dan passive sonar system yang hanya digunakan untuk menerima suara-suara yang dihasilkan oleh obyek-obyek bawah air (ikan dan binatang air lainnya). Akustik aktif memiliki arti yaitu dapat mengukur jarak dari objek yang dideteksi dan ukuran relatifnya dengan menghasilkan pulsa suara dan mengukur waktu tempuh dari pulsa dan merupakan salah satu metode yang sejak awal digunakan di bidang perikanan oleh nelayan untuk menemukan kelompok ikan. Sedangkan akustik pasif hanya menerima pulsa suara dan lebih sederhana dari akustik aktif. Teknik pengembangan seperti pemrosesan data sudah dipakai sejak tahun 1970-an (Johanesson and Mitson,1983). Metode ini dapat dinyatakan untuk menduga keberadaan ikan, baik untuk ikan pelagis maupun demersal (Mitson, 1983). Dalam mekanisme kerja survei akustik untuk menentukan densitas sumberdaya ikan, penentuan nilai target strength memaparkan suatu hal yang sangat penting. Menurut MacLennan and Simmonds (1992), target strength merupakan backscattering tersebut sejak dipancarkan sampai diterima kembali oleh alat serta dihitung berapa amplitudo yang kembali. Dari pengertian tersebut kita dapat mengatakan bahwa metode hidroakustik dapat kita gunakan untuk
4
5
mendapatkan informasi mengenai tipe dasar perairan dengan menggunakan echosounder. Hidroakustik merupakan ilmu yang mempelajari gelombang suara dan perambatannya dalam suatu medium, dalam hal ini mediumnya air. Data hidroakustik merupakan data hasil estimasi echo counting dan echo integration melalui proses pendeteksian bawah air. Proses tersebut terlihat dalam Gambar 1 halaman 7 antara lain seperti berikut: 1.
Transmitter menghasilkan listrik dengan frekuensi tertentu, kemudian disalurkan ke transduser.
2.
Transduser akan mengubah energi listrik menjadi suara, kemudian suara tersebut dalam berbentuk pulsa suara dipancarkan dengan satuan ping.
3.
Suara yang dipancarkan tersebut akan mengenai objek, kemudian suara itu akan dipantulkan kembali oleh obyek dalam bentuk echo dan kemudian diterima kembali oleh tranduser.
4.
Echo yang diperoleh tersebut diubah kembali menjadi energi listrik di transduser kemudian diteruskan ke receiver.
5.
Pemrosesan sinyal echo dengan menggunakan metode echo integration. Echo yang diperoleh dapat mengestimasi beberapa data antara lain Target Strength, Scattering Volume, densitas ikan, batimetri, panjang ikan, lapisan dasar perairan dan dapat diaplikasikan untuk kegiatan lainya. Hasil dari pendeteksian dengan metode akustik disuatu perairan dapat
diperoleh beberapa faktor antara lain Target Strength, Volume Backscattering Strength, densitas ikan, panjang ikan, kekasaran dan kekerasan substrat dasar serta dapat mengukur kedalaman suatu perairan. Pengolahan data hidroakustik ini
6
menggunakan beberapa program antara lain Echoview 3.5, Microsoft excel, Surfer 8 dan Matlab R2008b. MacLennan and Simmond (2005) memaparkan beberapa prosedur dalam mendesain rencana suatu survei akustik, yaitu : 1) Definisikan area geografis yang akan dicakup, tentukan prinsip-prinsip yang akan digunakan dalam upaya mencapai tujuan survei; 2) Perhitungan sumberdaya yang dibutuhkan untuk mencakup seluruh area survei dengan memperhatikan luasan daerah yang akan disurvei; 3) Perhitungan waktu yang tersedia untuk survei itu sendiri, buat keleluasaan untuk aktifitas lain seperti menangkap ikan (sampling biologi); 4) Tentukan strategi sampling dan tipe cruise track yang akan dipakai selama survei berlangsung; 5) Rencana panjang dari cruise track pada peta, pastikan bahwa sample yang refresentatif akan dikumpulkan dari semua bagian area sepanjang dapat dilakukan; 2.1.1
Kelebihan Metode Hidroakustik Bila dibandingkan dengan metode lainnya dalam hal estimasi atau
pendugaan, teknologi metode hidroakustik memiliki kelebihan, antara lain : 1. Informasi pada areal yang dideteksi dapat diperoleh secara cepat (real time). 2. Secara langsung di wilayah deteksi (in situ). 3. Tidak perlu bergantung pada data statistik.
7
4. Tidak berbahaya atau merusak objek yang diteliti (friendly), karena pendeteksian dilakukan dari jarak jauh dengan menggunakan suara (underwater sound). Gangguan yang biasa terjadi dalam menjalankan metode akustik disebut noise. Noise merupakan sinyal yang tidak diinginkan yang dapat terjadi karena beberapa faktor seperti : 1. Faktor fisik – angin, pecahan ombak, turbulensi. 2. Faktor biologi – suara dan pergerakan binatang di bawah air. 3. Faktor artificial – deruman mesin kapal, baling-baling kapal, dan aliran air disekitar badan kapal. Display Transmission line Timer
School
Transmitter
Sea-bed
Transducer Receiver amplifier
School
Pulse
Sea-bed
Gambar 1. Prinsip kerja metode hidroakustik menggunakan echosounder Sumber: Maclennan and Simmond (2005)
8
2.1.2
Single-Beam Echosounder Single-beam echosounder merupakan instrumen akustik yang paling
sederhana dengan memancarakan bim tunggal (single beam) sehingga kita dapat informasi tentang kedalaman dan target yang dilaluinya. Dengan menggunakan berbagai frekuensi yang berbeda pada echosounder dan beam-width yang berbeda akan didapatkan hasil yang berbeda pula. Frekuensi yang digunakan pada umumnya untuk aplikasi deteksi ikan adalah 38 kHz, 120 kHz, 200 kHz atau 420 kHz sedangkan beam –width yang digunakan berkisar antara 5o-15o (MacLennan dan Simmonds, 2005). Pada penelitian ini digunakan frekuensi 200 Hz dan beamwidth 6o. Hasil dari deteksi yang dilakukan echosounder ini selanjutnya akan ditampilkan dalam bentuk echogram. Tampilan pada Gambar 2 echogram berupa warna-warna yang memiliki karakteristik sendiri, biasanya sinyal yang kuat ditandai dengan warna merah/hitam lalu berurut secara mundur biru/abu-abu menunjukan sinyal lemah (MacLennan and Simmonds, 2005).
Gambar 2. Echogram Sumber : MacLennan and Simmonds (2005)
9
Fish finder menggunakan sonar aktif untuk mendeteksi ikan dan 'bawah' dan menampilkannya pada perangkat tampilan grafis, umumnya sebuah LCD atau CRT layar. Sebaliknya, fathometer modern (dari depan plus meter, seperti dalam 'untuk mengukur') ini didesain khusus untuk menunjukkan kedalaman, sehingga hanya dapat menggunakan tampilan digital (berguna untuk mencari ikan) dan bukan tampilan grafis, dan seringkali akan ada beberapa cara membuat rekaman permanen soundings (yang hanya ditampilkan dan kemudian dibuang secara elektronik dalam teknologi fish finder olahraga umum) dan selalu terutama alat-alat navigasi dan keselamatan. Perbedaan adalah tujuan utama mereka dan dengan demikian dalam fitur-fitur yang diberikan sistem. Keduanya bekerja dengan cara yang sama, dan menggunakan frekuensi yang sama, dan tipe layar memungkinkan, keduanya dapat menunjukkan ikan dan bagian bawah. Jadi sekarang, keduanya telah bergabung, terutama dengan munculnya Fish finder serbaguna terintegrasi dengan sistem komputer yang menggabungkan GPS teknologi, baganmerencanakan digital, mungkin radar dan kompas elektronik yang sama akan ditampilkan dalam unit olahraga terjangkau. 2.1.3
Near Field dan Far Field Menurut Lurton (2002) pada saat transducer memancarkan suara maka akan
terjadi perpindahan energi pada lingkungan. Energi yang dipancarkan oleh transducer ke suatu medium dapat menghilang seiring perambatan suara pada medium tersebut. Proses hilangnya energi tersebut bergantung pada jarak antara titik observasi terhadap transducer. Terdapat dua zona dimana terjadi perpindahan energi saat suara dipancarkan, zona tersebut terlihat pada Gambar 3 adalah Near field dan Far field.
10
Near Field (zona Fresnel) merupakan zona adanya pengaruh dari titik-titik yang berbeda fase satu dengan lainnya pada saat transducer mentransmisikan suara (Lurton, 2002). Sedangkan menurut MacLennan and Simmonds (2005), Near Filed merupakan jarak dari permukaan transducer sampai kejarak dimana terjadi fluktuasi yang tinggi dari intensitas atau tekanan. Far field (zona Fraunhofer) adalah zona terjadinya perbedaan sinyal karena pengaruh interferensi yang hilang pada wilayah tersebut. Intensitas berkurang seiring bertambahnya kedalaman. Menurut MacLennan dan Simmonds (2005), Far field merupakan jarak dimana terjadinya fluktuasi intensitas suara ketika ditransmisikan transducer.
Gambar 3. Daerah zona Fresnel (Near Field) dan zona Fraunhofer (Far Field) Sumber : (MacLennan and Simmonds, 2005) 2.1.4
Kecepatan Suara Nilai kecepatan suara di laut tidak konstan melainkan bervariasi antara 1450
m/s hingga 1550 m/s. variasi ini dipengaruhi oleh suhu, salinitas, dan kedalaman. Selain terhadap suhu dan salinitas, kecepatan juga berubah dengan adanya perubahan frekuensi atau panjang gelombang suara yang dipancarkan menurut
11
persamaan
dimana c adalah kecepatan suara,
adalah panjang
gelombang dan f adalah frekuensi. Menurut MacKanzie (1981) dan Munk et al. (1995) in Stewart (2007), hubungan kecepatan suara dengan suhu, salinitas dan tekanan dapat digambarkan melalui persamaan berikut
…………………………………………………………………………….……….(1) Keterangan : C = kecepatan suara (m/s) T = suhu (oC) S = Salinitas (permil) Z = Kedalaman (m) Pengukuran kecepatan suara di perairan dilaksanakan dengan tujuan untuk menentukan dan memastikan ada atau tidaknya perubahan sifat fisik tersebut di media, dimana gelombang bunyi dipancarkan sehingga ada kemungkinan terjadi perubahan kecepatan gelombang bunyi selama penjalarannya.
2.2
Ikan
2.2.1
Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.) Ikan lele Dumbo pada Gambar 4 merupakan hibrida dari jenis Clarias
fuscus untuk induk betina yang merupakan lele asal Taiwan dengan induk jantan yang berasal dari Afrika yaitu jenis Clarias mosambicus (Suyanto, 1992) sehingga lele dumbo bukanlah merupakan lele yang berasal dari Indonesia.
12
Ikan lele merupakan ikan yang hidup di air tawar. Secara alami ikan ini bersifat nocturnal, yang artinya aktif pada malam hari atau lebih menyukai tempat yang gelap (Blaxer, 1969). Ikan ini bersifat karnivor, mempunyai bentuk tubuh yang memanjang dan berkulit licin (Chen, 1976). Bentuk kepala pipih (depress) dan disekitar mulutnya terdapat empat pasang sungut. Pada sirip dadanya terdapat patil atau duri keras yang digunakan untuk mempertahankan diri dan kadangkadang dipakai untuk berjalan di permukaan tanah (Huet, 1972). Ikan lele mempunyai organ arboresent yang merupakan alat pernapasan tambahan dan memungkinkan ikan ini untuk mengambil oksigen dari udara di luar air (Viveen et al., 1987). Klasifikasi ikan lele berdasarkan taksonomi yang dikemukan oleh Weber de Beaufort (1965) dalam Suyanto (1991), digolongkan sebagai berikut : Filum
: Chordata
Kelas
: Pisces
Subkelas
: Teleostei
Ordo
: Ostariophysi
Subordo
: Siluroide
Famili
: Clariidae
Genus
: Clarias (Suyanto, 2006)
Spesies
: Clarias sp.
13
Gambar 4. Ikan Lele (Clarias sp) Sumber: (www.wikipedia.com) Ikan lele mempunyai ciri-ciri morfologi, antara lain: jumlah sirip punggung D.68-79, sirip dada P.9-10, sirip perut V.5-6, sirip anal A.50-0 dan jumlah sungut sebanyak 4 pasang, 1 pasang diantaranya lebih panjang dan besar. Panjang baku 5-6 kali tinggi badan dan perbandingan antara panjang baku terhadap panjang kepala adalah 1: 3-4 (Anonimous, 2000). Kepala pipih, simetris dan dari kepala sampai punggung berwarna coklat kehitaman, mulut lebar dan tidak bergerigi, bagian badan bulat dan memipih ke arah ekor, memiliki patil (Suyanto, 1999) serta memiliki alat pernapasan tambahan (arborescent organ) berupa kulit tipis menyerupai spons, yang dengan alat pernapasan tambahan ini ikan lele dapat hidup pada air dengan kadar oksigen rendah (Aninomous, 2000). Ikan ini memiliki kulit berlendir dan tidak bersisik (mempunyai pigmen hitam yang berubah menjadi pucat bila terkena cahaya matahari, dua buah lubang penciuman yang terletak dibelakang bibir atas, sirip punggung dan dubur memanjang sampai ke pangkal ekor namun tidak menyatu dengan sirip ekor, mempunyai senjata berupa patil atau taji untuk melindungi dirinya terhadap serangan atau ancaman dari luar yang membahayakan, panjang maksimum mencapai 400 mm. Tubuh ikan lele dumbo cenderung lebih panjang dan lebih besar dari pada lele lokal pada usia yang sama Pada tubuhnya ada titik-titik putih membentuk garis
14
memotong. Indra penglihatan lele dumbo kurang baik karena ukuran mata yang kecil namun terdapat alat peraba berupa empat pasang sungut yaitu satu pasang sungut hidung, satu pasang sungut maksilar dan dua pasang sungut mandibula (Najiyati, 1992). 2.2.2
Ikan Mas (Cyprinus carpio) Ikan mas pada Gambar 5 atau Ikan karper (Cyprinus carpio) adalah ikan air
tawar yang bernilai ekonomis penting dan sudah tersebar luas di Indonesia. Di Indonesia ikan mas memiliki beberapa nama sebutan yakni kancra, tikeu, tombro, raja, rayo, amehatau nama lain sesuai dengan daerah penyebarannya. Ikan mas memiliki tubuh memanjang dan sedikit pipih kesamping. Mulut terletak di ujung tengah dan dapat disembulkan. Ikan ini mempunyai dua pasang sungut. Sungut inilah yang merupakan salah satu pembeda antara ikan mas dengan mas koki. Ikan mas termasuk omnivora. Suhu dan pH air untuk pertumbuhan optimal adalah 20-25 oC dan 7-8 (Susanto, 2007). Klasifikasi ikan mas menurut Saanin (1968) dan Tim Lentera (2002) adalah sebagai berikut: Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Subfilum
: Vertebrata
Superkelas
: Pisces
Kelas
: Osteichthyes
Subkelas
: Actinopterygii
Ordo
: Cypriniformes
Subordo
: Cyprinoidea
15
Famili
: Cyprinidae
Genus
: Cyprinus
Spesies
: Cyprinus carpio
Gambar 5. Gambar Ikan Mas (Cyprinus carpio) Sumber: (www.wikipedia.com) Berdasarkan keanekaragaman genetik, ikan mas memiliki keistimewaan karena banyaknya jumlah strain. Kondisi pembudidayaannya saat ini makin masih “terpuruk” karena serangan wabah koi herpes virus (KHV) beberapa tahun lalu. Beberapa cara yang dapat ditempuh untuk memperbaiki kondisi ini antara lain: (1) Penanganan berupa pengobatan terhadap induk-induk yang masih mampu bertahan/hidup, (2) Pengadaan kembali induk dari sentra usaha budidaya yang belum pernah terserang, (3) Mengaplikasikan teknik pengelolaan induk yang sesuai dengan kaidah genetik dan budidaya. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengelolaan induk ikan mas antara lain: 1. Sistem perolehan/produksi induk dan cara pendistribusiannya kepetani/pembudiaya.
16
2. Aplikasi yang konsisten dari teknik pengelolaan induk yang disesuaikan dengan wadah budidaya yang digunakan, cara pemeliharaan induk dan memperhatikan aspek genetik dalam pengelolaannya.
2.3
Target Strength Dalam pendugaan stok ikan dengan mengunakan metode akustik, maka
fakor yang paling penting untuk diketahui adalah target strength. Target strength adalah kemampuan atau kekuatan pantulan dari suatu target untuk memantulkan kembali gelombang suara yang datang dan membentur target tersebut (Ehrenberg, 1984). Johanesson and Mitson (1983) menyatakan bahwa target strength dapat diartikan sebagai sepuluh kali nilai logaritma dari intensitas suara yang dipantulkan (Ir) pada jarak satu meter dari target, dibagi dengan intensitas suara yang membentur target tersebut (Ii). Berdasarkan hal tersebut, maka target strength dapat di formulasikan sebagai berikut:
TS = 10
ℓog
dimana :
Ir , r = 1meter…………………………….……………………...(2) Ii TS = Target Strength
Ir = Intensitas suara yang dipantulkan pada jarak 1 meter dari target Ii = Intensitas suara yang mengenai target Maclennan dan Simmods (2005) menjelaskan target strength dapat dipahami dengan membayangkan besarnya acoustic cross section (σ) yakni jumlah
17
energi suara yang dipantulkan ketika suatu objek dikenai sinyal akustik. Acoustic cross section benda yang berbentuk bola adalah luas penampang, yakni a² dimana a adalah jari-jari lingkaran bola.
…………………………….……………………...(3) Maka nilai target strength teoritis benda bentuk bola adalah
…………………………….……………………...(4) Target strength ikan memiliki hubungan yang setara dengan backscattering cross section (σbs) yang dinyatakan dengan persamaan :
bs
…………………………….……………………...(5)
Salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap nilai target strength adalah ukuran ikan. Pada ikan dengan spesies yang sama, semakin besar ukuran ikan maka nilai target strength ikanpun akan semakin besar. Ukuran panjang ikan (L) berhubungan linear dengan scattering cross section (σ). Menurut persamaan
= aL², sehingga hubungan antara target strength dan
panjang ikan dapat diformulasikan sebagai berikut : …………………………………………………..………….(6) Nilai A adalah nilai target strength untuk 1 cm panjang ikan (normalized target strength) yang besarnya bergantung pada spesies ikan. Ikan-ikan yang mempunyai gelembung renang (bladder fish) pada umumnya tidak mempunyai target strength maksimum tepat pada dorsal aspect, karena gelembung renang tersebut membentuk sudut terhadap garis sumbu memanjang ikan (garis horizontal) sebesar 2.2˚ - 10 ˚. Sedangkan untuk ikan-ikan yang tidak memiliki gelembung
18
renang (bladderless fish), nilai maksimum target strength pada umumnya terdapat tepat pada dorsal aspect kecuali untuk ikan yang bentuk tubuhnya tidak streamline. Bedasarkan nilai A yang diketahui dan melihat formulasi hubungan antara target strength dan panjang ikan, maka secara kasar spesies ikan dapat diketahui berdasarkan nilai target strength. Pada pengukuran langsung nilai target strength dengan survei akustik, nilai rata-rata target strength mempunyai hubungan linear dengan nilai rata-rata panjang ikan (cm). Ikan dengan gelembung renang tertutup (physoclist):
…(7)
Ikan dengan gelembung renang terbuka (physostome):
…(8)
Sedangkan untuk ikan yang tidak memiliki gelembung renang (bladderless fish) menurut MacLennan and Simmonds (2005) didapat nilai TS = 20 Log L – 80. Selain ukuran ikan, nilai target strength juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, yaitu sudut datang pulsa, orientasi ikan terhadap transducer, keberadaan gelembung renang, acoustic impedance (ρc) dan elemen ikan seperti daging dan tulang, kekenyalan kulit serta distribusi dari sirip dan ekor (MacLennan and Simmonds,2005). Nilai TS juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, yaitu: sudut datang pulsa, orientasi ikan terhadap transducer, keberadaan gelembung renang, acoustic impedance, dan elemen ikan seperti daging dan tulang, ukuran ikan, kekenyalan kulit serta distribusi dari sirip dan ekor ikan. Nilai target strength sangat bervariasi dan tidak merupakan suatu nilai yang konstan, sehingga hampir bisa ditentukan untuk setiap pelaksanaan survei akustik. Menurut Naken dan Olsen (1977), nilai target strength sangat ditentukan oleh orientasi ikan terutama kemiringan badan antara garis hubung kepala dan ekor. Faktor-faktor yang mempengaruhi target strength diantaranya spesies, ukuran dan bentuk tubuh,
19
tingkah laku, gelembung renang, acoustic impedance, panjang gelombang suara yang digunakan dalam pengukuran, beam pattern, kecepatan renang ikan dan multiple scattering. Selain itu, nilai target strength tergantung pada frekwensi dari echo sounder yang digunakan (MacLennan and Simmonds, 1992).
2.4
Volume Backscattering Strength (Sv) Volume backscattering strength (Sv) merupakan rasio antara intensitas yang
direfleksikan oleh suatu group single target, dimana target berada pada suatu volume air (Lurton, 2002). MacLennan dan Simmonds (2005) menyatakan bahwa Sv dari kelompok ikan dapat ditentukan dari volume reverberasi. Teori volume reverberasi menggunakan pendekatan liniear untuk directional transducer dengan asumsi : 1. Ikan bersifat homogen atau terdistribusi merata dalam volume perairan. 2. Perambatan gelombang suara pada garis lurus dimana tidak ada refleksi oleh medium hanya spreading loss saja. 3. Densitas yang cukup dalam satuan volume. 4. Tidak ada Multiple Scattering. 5. Panjang pulsa yang pendek untuk propagasi diabaikan Total intensitas suara yang dipantulkan oleh multiple target adalah jumlah dari intensitas suara yang dipantulkan oleh masing-masing target tunggal ………………………………(9) dimana n = jumlah target Suatu grup terdiri dari n target dengan sifat-sifat akustik serupa maka diperoleh persamaan sebagai berikut:
20
…………………………………………………….(10) dimana
= intensitas rata-rata yang direfleksikan oleh target tunggal
Equivalent cross section rata-rata tiap target …………………………………………………………….(11) Menurut definisi
akan menjadi
………………………………………………………………(12) Dengan mengganti
maka akan diperoleh ………………………………………………….…(13)
Jadi total intensitas dari gelombang suara yang dipantulkan oleh multiple target adalah proposional terhadap jumlah individu target (n), scattering cross section rata-rata tiap target
dan intensitas suara yang mengenai target (Ii).
Persamaan ini merupakan dasar untuk pendugaan secara kuantitatif dari biomassa atau stok ikan dengan metode akustik. Metode echo integration yang digunakan untuk mengukur Sv yaitu berdasarkan pada pengukuran total power backscattered pada transduser.
2.5
Wavelet Analisis Transformasi Fourier adalah sebuah perangkat matematik untuk
menstransformasikan sudut pandang kita terhadap sinyal dari domain waktu ke domain frekuensi, tetapi transformasi Fourier mempunyai kekurangan, yaitu apabila kita melakukan transformasi ke domain frekuensi maka informasi waktu akan hilang. Keuntungannya adalah dapat melihat transformasi Fourier dari suatu sinyal maka adalah tidak mungkin untuk mengetahui kapan fenomena itu terjadi.
21
Wavelet adalah gelombang kecil yang mempunyai energy terkonsentrasi dalam waktu yang dapat dipakai sebagai alat analisis fenomena transien, nonstastioner, atau time varying. Transformasi wavelet menguraikan sinyal dilatasi dan translasi wavelet (Habibie, 2007). 2.5.1 Analisis wavelet Sebuah gelombang (wave) biasanya didefinisikan sebagai sebuah fungsi osilasi dari waktu, misalnya sebuah gelombang sinusoidal. Sebuah wavelet merupakan gelombang singkat (small wave) yang energinya terkonsentrasi pada suatu selang waktu untuk memberikan analisis transien, ketidakstasioneran, atau fenomena berubah terhadap waktu (time-varying) (Petit, 1996). Karakteristik dari wavelet antara lain adalah berosilasi singkat, translasi (pergeseran) dan dilatasi (skala). Dengan menggunakan wavelet pada skala resolusi yang berbeda, akan diperoleh gambaran keduanya, yaitu gambaran mendetail dan menyeluruh. Selain itu, terdapat keterkaitan antara skala pada wavelet dengan frekuensi yang dianalisa oleh wavelet. Nilai skala yang kecil berkaitan dengan frekuensi tinggi sedangkan nilai skala yang besar berkaitan dengan frekuensi rendah. Tahap pertama analisis wavelet adalah menentukan tipe wavelet, yang disebut dengan mother wavelet atau analyzing wavelet, yang akan digunakan. Hal ini perlu dilakukan karena fungsi wavelet sangat bervariasi dan dikelompokkan berdasarkan fungsi dasar masing-masing.
22
Gambar 6. Perbedaan sinyal biasa dengan sinyal wavelet (Mathworks, 2010) Pada dasarnya, transformasi wavelet dapat dibedakan menjadi dua tipe berdasarkan nilai parameter translasi dan dilatasinya, yaitu transformasi wavelet kontinu (continue wavelet transform) dan diskrit (discrete wavelet transform). 2.5.2
Continous Wavelet Transfrom (CWT) CWT menganalisa sinyal dengan perubahan skala pada window yang
dianalisis, pergeseran window dalam waktu dan perkalian sinyal serta mengintegralkan semuanya sepanjang waktu (Petit, 1996). Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut: …………………………………………………..(14) dimana
seperti pada persamaan (8), sedangkan transformasi wavelet diskrit
menganalisa suatu sinyal dengan skala yang berbeda dan mempresentasikannya kedalam skala waktu dengan menggunakan teknik filtering, yakni menggunakan filter yang berbeda frekuensi cut off-nya. 2.5.3
Discrete Wavelet Transfrom (DWT) Berdasarkan fungsi mother waveletnya, bahwa fungsi wavelet penganalisa
untuk transformasi wavelet diskrit dapat didefinisikan dalam persamaan (9). Berdasarkan persamaan tersebut, representasi fungsi sinyal domain wavelet diskrit didefinisikan sebagai (Gonzales et al., 1993);
dalam
23
……………………………………………………….(15) ini merupakan DWT dari fungsi f(t) yang dibentuk oleh inner product antara fungsi wavelet induk dengan f(t): …………………………………………………………… (16) sehingga f(t) disebut sebagai inverse discrete wavelet transform dapat dinyatakan dengan : …………………………………………………..(17)