2
diharapkan mampu memberikan kemudahan dan nilai ekonomis bagi masyarakat yang nantinya membutuhkan produk dari biomaterial untuk kesehatan. 1.2. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan biokomposit apatit-kitosan yang memiliki karakteristik sifat mekanik yang lebih baik dalam hal ini sifat getas dan mudah patah dari apatit dapat dihilangkan dengan penambahan biopolimer kitosan. Sifat getas yang hilang memperlihatkan nilai kristalinitasnya yang lebih rendah. Karakterisasi yang dilakukan pada sampel biokomposit apatit-kitosan yaitu X-Ray Diffraction (XRD), Fourier Transforn- Infra Red (FTIR), Scanning Electron Microscopy (SEM) dan Uji Mekanik (Vickers Test) Penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan nilai guna limbah cangkang telur dan limbah kulit udang/kepiting. Pemanfaatan limbah ini diharapkan pula dapat menekan biaya produksi dan nantinya memberikan kemudahan bagi masyarakat melalui penyediaan biomaterial dengan harga yang relatif terjangkau. 1.3. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Desember 2008 - Mei 2009 di Laboratorium Biofisika Departemen Fisika IPB. Karakterisasi sampel dilakukan di PTBIN BATAN Serpong, Litbang Kehutanan Bogor, Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB dan PPGL Bandung.
khusus yang terdapat pada tulang ayam, yang mengumpulkan cadangan kalsium dalam jumlah besar untuk pembentukan cangkang. [6] Telur berada di dalam uterus (kelenjar cangkang) dalam periode waktu yang paling lama. Cangkang telur dibentuk di sini. Ini merupakan suatu proses yang membutuhkan waktu sekitar 20 jam. Cangkang tersusun hampir seluruhnya oleh timbunan kalsium karbonat dalam suatu matriks protein dan mukopolisakarida. Lapisan terakhir atau penutup cangkang dikenal sebagai kutikel (cuticle), suatu material organik yang melindungi telur dari serangan bakteri yang berbahaya dan berperan sebagai pelindung telur untuk mengurangi penguapan air. Sumber utama kalsium karbonat pada pembentukan cangkang adalah ion karbonat dalam darah. Bikarbonat dibentuk dari percampuran karbon dioksida dan air dengan bantuan enzim karbonik-anhi-drase. Saat ayam betina terengah-engah karena udara yang panas, ayam itu sebenarnya meningkatkan penguapan air melalui saluran pernapasan. Hal ini menyebabkan berkurangnya karbon dioksida dan ion bikarbonat dalam darah. Keadaan inilah yang diduga menjadi alasan mengapa muncul telurtelur yang bercangkang tipis yang dihasilkan pada cuaca yang sangat panas.[7] Penelitian sebelumnya melakukan analisis cangkang telur dengan FTIR dan AAS. Hasil identifikasi dengan menggunakan FTIR menunjukkan kalsinasi cangkang telur pada 10000C dengan penahanan 5 jam memiliki transmitansi gugus CO3 yang lebih tinggi yang menandakan rendahnya kandungan CO3. Kadar Ca dari cangkang telur dari hasil kalsinasi diukur dengan menggunakan Atomic Absorption Spectrometer (AAS).
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cangkang Telur Kalsium (Ca) yang dibutuhkan dalam sintesa mineral apatit banyak terdapat pada kulit telur ayam berupa kalsium karbonat (CaCO3) sebesar 90.9%.[5] Komposisi utama cangkang telur adalah kalsit, yaitu bentuk kristalin dari kalsium karbonat (CaCO3). Bobot rata-rata sebuah cangkang telur sekitar 5 g dan 40 persennya adalah kalsium. Sebagian besar kalsium dalam cangkang telur mengendap dalam kurun waktu 16 jam. Tidak ada ayam yang dapat mengkonsumsi kalsium begitu cepat untuk memenuhi tuntutan ini. Sebagai gantinya, kalsium dipasok oleh massa-massa tulang
2.2. Mineral Tulang Tulang memiliki struktur yang terdiri dari substansi organik sebesar 30% anorganik (55%) dan air (15%) [8]. Kombinasi ini mendukung dua fungsi utama tulang yakni memberikan fungsi mekanik yang dibutuhkan oleh tulang sebagai penyangga tubuh dan pendukung gerakan serta merupakan tempat cadangan mineral dan berkaitan dengan metabolisme tubuh yang disimpan atau dikeluarkan setiap kali diperlukan tubuh.
3
Tabel 1
Kandungan unsur mineral dalam tulang [8]. Unsur Kadungan (%berat) Ca 34 P 15 Mg 0,5 Na 0,8 K 0,2 C 1,6 Unsur lain 47,9
2.3. Mineral Apatit Mineral apatit memiliki rumus kimia M10(ZO4)6X2. Unsur pada bagian M,Z,dan X dapat digantikan dengan unsur-unsur lain, yakni sebagai berikut : M = Ca, Se, Ba, Cd, Pb, dll; Z = P, V, As, S, Si, Ge, dll; X = F, Cl, OH, O, Br, CO3, dll Kristal apatit mengandung banyak karbon dalam bentuk karbonat Karbonat dalam tubuh dapat mensubtitusi formula hidroksiapatit dengan menempati dua posisi yakni menggantikan posisi OH- yang disebut sebagai apatit karbonat tipe A yang terbentuk pada suhu tinggi. Karbonat menggantikan posisi PO43- disebut apatit karbonat tipe B yang dapat dibentuk pada suhu rendah. 2.4. Hidroksiapatit Hidroksiapatit merupakan senyawa mineral dari anggota kelompok mineral apatit dengan rumus kimia Ca10(PO4)6(OH)2 dan mempunyai struktur heksagonal dengan o
2.5. Kitosan Kitosan merupakan salah satu polimer alami yang digunakan secara luas dalam penelitian rekayasa jaringan. Kitosan dapat diperoleh dengan deacetylating secara parsial dari kitin yang dapat diekstrak dari binatang berkulit keras. Kitosan merupakan polisakarida yang terdiri dari glucosamine dan N-acetyl glucosamine yang dihubungkan dengan sebuah ikatan 1-4 glucosidic. Kitosan bersifat biokompatibel dan dapat didegradasi oleh enzim dalam tubuh manusia dan hasil degradasinya tidak beracun [10]. Kitosan telah banyak dipelajari dalam berbagai bidang biomedis seperti rekayasa jaringan untuk tulang, pembuluh darah, dan syaraf. Akan tetapi kitosan bukan material ideal untuk rekayasa jaringan, sifat bioaktif kitosan perlu dimanfaatkan untuk teknik khusus seperti halnya polimer. Untuk meningkatkan sifat bioaktif dalam kitosan biasanya dikombinasikan dengan material bioaktif lainnya. Sebagai sebuah komponen inorganik utama dari tulang alami hidroksiapatit adalah material biomimetic yang memiliki sifat biokompatibel dan bioaktif yang baik dalam teknik jaringan. Namun kerapuhannya membuat sulit untuk dibentuk atau didesain[11]. Kombinasi kedua material ini yakni HAp dan kitosan diharapkan mampu menghasilkan material dengan sifat gabungan yang lebih baik.
o
parameter kisi a= 9.443 , dan c = 6.875 serta rasio Ca/P sekitar 1.67 [8].
Gambar 2 Formasi Kitosan dari Kitin [9]
Gambar
1 Skema hidroksiapatit
struktur
kristal
Gambar 3 Struktur Kitin dan Kitosan [9]
4
2.6. Biokomposit HAp -Kitosan Material komposit adalah kombinasi dua atau lebih fasa material, baik secara makro atau mikro yang berbeda bentuk atau komposisi kimianya untuk memperoleh kesetimbangan sifat yang digunakan dalam aplikasi yang luas. Secara umum pengembangan teknologi komposit adalah untuk meningkatkan efisiensi struktur dan karakteristik sifat material yang signifikan, seperti untuk aplikasi material yang ringan tetapi sangat kuat. [12]. Keramik, polimer, metal dan material komposit, dengan semua keuntungan dan kekurangan yang dimilikinya, dikembangkan untuk mengatasi permasalahan tulang. Polimer memiliki kekuatan mekanik yang rendah dibandingkan dengan tulang, logam memiliki kekuatan mekanik yang besar namun sangat korosif, keramik rapuh dan kekarasannya rendah jadi mudah patah. Pendekatan yang paling baik adalah ketika memproduksi kesemua sifat dari polimer, keramik dan logam membentuk material komposit.[9] Komposit alam yang dibentuk dari sebagian besar keramik (HAp) dan polimer (kolagen), dengan tingkat mikrostruktur yang kompleks memungkinkan untuk ditiru sehingga memberikan sifat mekanik pada tulang yang tinggi. Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mensubstitusi tulang dari material komposit yang dibentuk dari HAp dan polimer. HAp memiliki sifat yang sangat baik seperti bioaktif, biokompatibel, tidak beracun (nontoxic) dan osteokonduktif namun memiliki kekerasan rendah (rapuh). Kitosan yang merupakan bentuk deacetil dari kitin adalah polimer alam yang melimpah dan banyak ditemukan dalam crustacea. Kitosan memiliki sifat bikompatibel dan bioresorbabel, tidak beracun (nontoxic) dan sangat mudah larut dalam cairan asam. Beberapa studi pada komposit HAp-Kitosan yang secara parsial biodegradabel menjadi sebuah keuntungan. Ketika matrik polimer diserap kembali, tulang baru dapat tumbuh disekitar partikel HAp. [9] 2.7. X-Ray Diffraction (XRD) X-Ray diffraction (XRD) merupakan metode yang digunakan untuk mengetahui struktur kristal, perubahan fasa dan derajat kristalinitas. Difraksi sinar-X oleh atom-atom yang tersusun di dalam kristal akan menghasilkan pola yang berbeda tergantung pada konfigurasi yang di bentuk oleh atomatom dalam kristal.
Elektron yang dipancarkan dengan tegangan tinggi menumbuk target (Cu, Cr, Fe, Co, Mo, dan W). Energi kinetik elektron yang menumbuk target berubah menjadi panas dan sinar-X. Dalam peristiwa ini, sinar-X yang dipancarkan terdistribusi secara tidak kontinu dengan yang berbeda Tumbukan yang terjadi antara elektron yang dipercepat dengan atom target bersifat inelastik. Jika energi elektron yang datang memiliki energi yang cukup maka akan memantulkan elektron pada kulit K, sehingga atom dalam keadaan tereksitasi dan diisi oleh elektron dari kulit L atau M. Proses transisi ini diikuti pelepasan energi berupa radiasi sinar-X dengan panjang gelombang tertentu yang dikenal sebagai berkas sinar-X karakterisasi K dan K . Sinar-X ditumbukkan pada material sehingga terjadi interaksi dengan elektron dalam atom. Ketika foton sinar-X bertumbukan dengan elektron, beberapa foton hasil tumbukan akan mengalami pembelokkan dari arah datang awal. Jika panjang gelombang hamburan sinar-X tidak berubah dinamakan hamburan elastik (hamburan Thompson) dan terjadi transfer momentum dalam proses hamburan. Sinar-X ini yang digunakan untuk pengukuran sebagai hamburan sinar-X yang membawa informasi distribusi elektron dalam material. Gelombang yang terdifraksi dari atomatom berbeda dapat saling mengganggu dan distribusi intensitas resultannya termodalasi kuat oleh interaksi ini. Syarat terjadinya difraksi harus memenuhi hukum Bragg 2d sin n . Jika atom-atom tersusun periodik dalam kristal, gelombang terdifraksi akan terdiri dari interferensi maksimum tajam (peak) yang simetri, peak yang terjadi berhubungan dengan jarak antar atom. Metode XRD berdasarkan sifat difraksi sinar-X yakni hamburan cahaya dengan panjang gelombang saat melewati kisi kristal dengan sudut melewati kisi kristal dengan jarak antar bidang kristal sebesar d. Data yang diperleh dari metode karakterisasi XRD adalah sudut hamburan (sudut Bragg) versus intensitas. Berdasarkan teori difraksi, sudut difraksi tergantung pada lebar celah kisi sehingga mempengaruhi pola difraksi, sedangkan intensitas cahaya difraksi bergantung pada berapa banyak kisi kristal yang memiliki orientasi yang sama. Metode ini dapat digunakan untuk menentukan sistem kristal, parameter kisi, derajat kristalinitas dan fasa yang terdapat dalam suatu sampel [13].
5
Gambar 4 Skema kerja dari difraksi sinar x [www.micro.magnet.fsu.edu//prim er/java/interference/index.html(14 Maret 2009)]
Gambar
5
Skema Difraksi Sinar x berdasarkan hukum Bragg [http://www.eserc.stonybrook. edu/ProjectJava/Bragg/(14 Maret 2009)]
XRD dapat memberikan informasi secara umum baik secara kuantitatif maupun kualitatif tentang komposisi fasa-fasa dalam kristal. Ada tiga informasi yang perlu diperhatikan yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi fasa-fasa dalam suatu bahan yakni posisi sudut difraksi maksimum, intensitas puncak dan distribusi intensitas sebagai fungsi dari sudut difraksi. Setiap bahan memiliki pola difraksi yang khas seperti sidik jari manusia. 2.8. Fourier Transform Infra Red (FTIR) Fourier Transform Infra Red (FTIR) merupakan teknik spektroskopi inframerah yang dapat mengidentifikasi kandungan gugus kompleks dalam senyawa kalsium fosfat, namun tidak dapat mengidentifikasi unsurunsur penyusunnya. Spektroskopi inframerah memanfaatkan energi vibrasi dari gugus
penyusun senyawa hidroksiapatit yakni gugus PO43-, gugus CO32-, gugus OH-. Ada dua jenis energi vibrasi yaitu vibrasi bending dan vibrasi stretching. Vibrasi bending yaitu pergerakan atom yang menyebabkan perubahan sudut ikatan antara dua ikatan atom atau pergerakan dari seluruh atom terhadap atom lainnya.. Sedangkan vibrasi stretching adalah pergerakan atom yang teratur sepanjang sumbu ikatan antara dua atom sehingga jarak antara dua atom dapat bertambah atau berkurang. Gugus PO43memiliki 4 modus vibrasi yaitu : 1. Vibrasi stretching simetri (ν1) dengan bilangan gelombang sekitar 956cm-1 2. Vibrasi bending simetri (ν2) dengan bilangan gelombang sekitar 430-460cm-1 3. Vibrasi stretching asimetri (ν3) dengan bilangan gelombang sekitar 10401090cm-1 4. Vibrasi bending asimetri (ν4) dengan bilangan gelombang sekitar 575-610cm-1 Analisis FTIR memberikan informasi tentang struktur kimia pada komposit, kehadiran fase kitosan dan keramik memberikan informasi ikatan polimer pada struktur komposit serta kemungkinan ikatan yang disebabkan larutan. Spektra infra merah berada pada range 400-4000 cm-1 Puncak milik fosfat dapat dilihat pada bilangan gelombang 474, 572, 601, 972, 1040 dan 1100 cm-1 [14,15] Puncak fosfat pada 572 dan 601 berkaitan dengan fosfat bending, puncak pada 972,1040 dan 1100 cm-1 merupakan fosfat stretching[16]. Puncak pada 633 dan 3570 cm-1 menunjukkan vibrasi dari OH. Luas puncak pada 3500 cm-1 dan puncak pada 1660 cm-1 menunjukkan penyerapan air [15,17]. Ikatan karbonat teramati pada 870 dan 1430 cm-1[17] Kitosan murni ditunjukkan pada puncak 1255 dan 1040 cm-1 menunjukkan amino primer yang bebas (-NH2) pada posisi C2 dari glucoseamine, kelompok utama pada kitosan [18,16] Puncak pada 1380, 1420, 2870 dan 2920 cm_1 berkaitan dengan C-H [16,19]. Ikatan pada 280 dan 2920 adalah aliphatic C-H stretching [18]. Ada sebuah penyerapan ikatan amida pada 1565 cm-1 [20]. 1605 cm-1 berkaitan dengan C=O [16] Puncak pada 3420 cm-1menunjukkan –OH stretching [18]. Ada sebuah amino asetil pada puncak 1650 cm-1 yang diindikasikan sebagai kitosan tidak mengalami deacetylated secara penuh.[18] Spektra inframerah kitosan murni menginformasikan adanya pita serapan gugus fungsi OH pada bilangan gelombang 3433,45 cm-1. Pita serapan yang lebar dan kuat pada
6
Gambar 6. Skema kerja Fourier Transform Infrared Spectrometry (FTIR) [21] daerah 3450 – 3200 cm-1 tersebut tumpang tindih dengan gugus N-H amina. Pita serapan utama lainnya antara 1220 – 1020 cm-1 menunjukkan gugus amino bebas primer (NH2), suatu gugus utama dalam kitosan [18] serta mengindikasikan vibrasi regang C-O dari gugus alkohol. Serapan pada bilangan gelombang 2921,18 cm-1 mengindikasikan vibrasi regang -CH2- dari gugus –CH. Pita serapan antara 1640–1560 cm-1 menunjukkan vibrasi bending N-H dari gugus amina yang merupakan serapan khas kitosan. Selain itu, serapan dengan intensitas medium pada bilangan gelombang 1379,61 dan 1454,37cm-1 merupakan vibrasi bending -CH3 dari gugus C-H. 2.9. Scanning Electron Microscopy (SEM) SEM digunakan untuk mengamati morfologi suatu bahan. Prinsipnya adalah sifat gelombang dari elektron yakni difraksi pada sudut yang sangat kecil. Elektron dapat dihamburkan oleh sampel yang bermuatan (karena sifat listriknya). Prinsip kerja SEM mirip dengan mikroskop optik, namun memiliki perangkat yang berbeda. Pertama berkas elektron disejajarkan dan difokuskan oleh magnet yang didesain khusus berfungsi sebagai lensa. Energi elektron biasanya 100 keV yang menghasilkan panjang gelombang kira-kira 0.04 nm. Spesimen sasaran sangat tipis agar berkas yang dihantarkan tidak diperlambat atau dihamburkan terlalu banyak. Bayangan akhir diproyeksikan ke dalam layar pendar atau film. Berbagai distorsi yang terjadi akibat masalah pemfokusan dengan lensa magnetik membatasi resolusi hingga sepersepuluh nanometer.
Gambar 7 Skema kerja dari SEM (Scanning Electron Microscopy)
2.10. Uji Mekanik (Vickers Test) Kekerasan (Hardness) adalah salah satu sifat mekanik (Mechanical properties) dari suatu material. Kekerasan suatu material harus diketahui khususnya untuk material yang dalam penggunaanya akan mangalami pergesekan (frictional force) dan dinilai dari ukuran sifat mekanis material yang diperoleh dari deformasi plastis (deformasi yang diberikan dan setelah dilepaskan, tidak kembali ke bentuk semula akibat indentasi oleh suatu benda sebagai alat uji). Uji kekerasan (Vickers Test) telah dibangun di Inggris sejak tahun 1925 dan secara umum dikenal sebagai Diamond Pyramid Hardness (DPH). Uji Vickers memiliki dua range gaya beban yang berbeda yakni mikro (10g -1000g) dan makro (1kg 100kg) untuk menyelesaikan semua persyaratan uji. [http://
[email protected]//vickers test (18 Februari 2009)] Vickers test ini digunakan untuk uji kekerasan mikro yaitu daerah kecil dari spesimen dan uji bahan getas (keramik) Uji kekerasan (Vickers Test) menggunakan sebuah square-based pyramid diamond indenter (piramid intan) dengan sudut 1360 diantara permukaan yang berlawanan pada puncak, yang mendapatkan tekanan pada bagian permukaan dari bagian yang di uji menggunakan gaya (F) yang telah ditentukan. Waktu untuk penggunaan gaya awal adalah 28 detik dan gaya untuk pengujian dilakukan selama 10-15 detik. Setelah gaya dilepaskan, panjang diagonal dari lekukan diukur dan
7
Tahap kedua dilakukan sintesa biokomposit dengan melakukan presipitasi biokomposit apatit-kitosan dengan metode insitu dan eksitu. Untuk pembanding maka dibuat apatit tanpa kitosan (kontrol). Masing-masing sampel dibuat sebanyak dua kali ulangan. Masing-masing sampel diberi kode seperti terdapat pada Tabel 2. Gambar 8 Skema dari uji vickers [http://
[email protected]//vickers test (18 Februari 2009)] dihitung rata-ratanya secara aritmatik, luas daerah hasil jejak dari uji ini adalah d. Hasil tes berupa lekukan dapat diperiksa dengan mikroskop. Nomor kekerasan Vickers diberikan dengan persamaan :
VHN 1854, 4
P d2
Keterangan : VHN : Vckers Hardness Number (HV) P : Beban yang diterapkan (gf) d : Diagonal rata-rata bidang piramida hasil dari jejak indentor ( m )
III. BAHAN DAN METODE 3.1. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu cangkang telur ayam (CaO), (NH4)2HPO4, aquades, aquabides, gas nitrogen, kitosan dan CH3COOH 2%, sedangkan alat yang digunakan adalah crusible (cawan keramik), statip, buret, pipet, gelas piala, labu takar, corong, kertas saring, furnace, inkubator, magnetic stirer, hot plate, termometer, sudip dan neraca analitik. Karakterisasi menggunakan X-Ray Diffraction (XRD), Fourier Transform Infra Red (FTIR), Scanning Electron Microscopy (SEM) dan Uji Mekanik (Vickers) 3.2. Metode Penelitian Sintesis biokomposit apatit-kitosan dilakukan dengan dua tahapan yakni : Tahap pertama kalsinasi cangkang telur sebagai prekursor kalsium pada suhu 10000C selama 5 jam [22]. Sebelumnya cangkang telur dibersihkan dari kotoran makro, eliminasi membran cangkang dan pengeringan di udara terbuka.
3.2.1. Kontrol (A) Apatit diperoleh dengan melarutkan CaO dari cangkang telur yang telah dikalsinasi dalam 50 ml aquabides di dalam gelas piala dilanjutkan dengan penambahan (NH4)2HPO4 yang dilarutkan dalam 50 ml aquabides dilakukan dengan penetesan dari buret. Perhitungan jumlah cangkang telur dan (NH4)2HPO4 berdasarkan hasil dari rasio konsentrasi Ca/P sebesar 1.67. Kandungan Ca dari cangkang telur mengikuti hasil AAS penelitian sebelumnya sebesar 71.68%. Presipitasi dilakukan pada suasana fisiologis (atmosfer nitrogen dan suhu 370C). Aging sampel selama 24 jam pada inkubator dengan suhu 370C. Presipitat kemudian disaring menggunakan kertas saring. Pengeringan presipitat dilakukan dengan menggunakan inkubator pada suhu 500C selama 45 jam 3.2.2. Insitu (B) Seperti dalam pembuatan kontrol namun pada pembuatan sampel insitu CaO yang telah dilarutkan dalam 50 ml aquabides ditambahkan kitosan yang telah dilarutkan menggunakan CH3COOH 2%. Banyaknya kitosan yang digunakan melalui perbandingan dengan hasil kontrol yang telah diperoleh sebelumnya sebesar 55:35 (55 hasil apatit dari kontrol, 35 banyaknya kitosan yang digunakan). CH3COOH 2% yang di tambahkan sesuai dengan banyaknya kitosan yang akan dilarutkan (Lampiran 2). Selanjutnya dilakukan penambahan (NH4)2HPO4 yang dilarutkan dalam 50 ml aquabides dilakukan dengan penetesan dari buret. Presipitasi dilakukan pada suasana fisiologis (atmosfer nitrogen dan suhu 370C). Aging sampel selama 24 jam pada inkubator dengan suhu 370C. Presipitat kemudian disaring menggunakan sentrifuge karena jika menggunakan kertas saring membutuhkan waktu yang sangat lama. Pengeringan presipitat dilakukan dengan menggunakan inkubator pada suhu 500C selama 45 jam.