Perbankan merupakan sektor industri yang tergolong ke dalam highly regulated industry dimana Pemerintah melalui Bank Indonesia mengawasi dan menentukan kebijakan / peraturan terhadap industri perbankan. Hal ini disebabkan karena sektor tersebut memberikan dampak yang besar bagi perekonomian dan kegagalan dalam pengelolaan sektor perbankan dapat mengakibatkan dampak yang besat bagi perekonomian suatu negara.
Dengan fungsinya sebagai lembaga intermediari yang menghubungkan unit surplus dan unit defisit, sektor perbankan juga harus memperhatikan ke 13 aspek dalam pengelolaannya.
1) Social Environment Bila ditinjau dari aspek social environment, sektor perbankan memiliki sejumlah stakeholders yang harus dipenuhi kepentingannya, misalnya pemegang saham, karyawan, pemerintah, supplier, konsumen / nasabah, serta lingkungan masyarakat. Dari para stakeholder tersebut, bank memiliki kesempatan untuk memanfaatkan keberadaan para stakeholder untuk memberikan manfaat bagi bank, misalnya dengan memberikan pelayanan yang baik kepada para nasabah dan melakukan kerjasama dengan masyarakat sekitar, memberikan peluang untuk meningkatkan brand awareness serta market share perusahaan. Terkait dengan lingkungan masyarakat sekitar, sektor industri perbankan diwajibkan untuk melakukan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) sebagai salah satu perwujudan Corporate Social Responsibility (CSR) melalui Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara No. PER-05/MBU/2007 tanggal 27 April 2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. Program Kemitraan adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN,
yang
terdiri
dari
pinjaman
dan
pembinaan
(pendidikan/pelatihan,
pendampingan dan promosi).
1
Program Bina Lingkungan adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN di wilayah usaha BUMN melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN, yang terdiri dari bencana alam, pendidikan/pelatihan, sarana kesehatan, sarana/prasarana umum, sarana ibadah dan pelestarian alam. Bila program tersebut dilakukan dengan baik maka bukan tidak mungkin dapat memberikan image positif bagi bank yang bersangkutan. Selain memperhatikan aspek lingkungan masyarakat sekitar maka sektor perbankan juga harus dapat meminimalkan kemungkinan terjadinya threat (ancaman) seperti komplain nasabah yang berpotensi memberikan dampak negatif terhadap reputasi perusahaan, keberadaab bank pesaing yang berpotensi menjadi threat karena dapat menggerus market share perusahaan, adanya Peraturan Bank Indonesia misalnya peraturan untuk menurunkan suku kredit, bila tidak dikelola dengan baik, maka berpotensi dapat menggerus pendapatan perusahaan, lingkungan masyarakat sekitar, misalnya ancaman dari masyarakat sekitar terhadap keberlangsungan kegiatan operasional perusahaan serta pemberitaan negatif mengenai perusahaan di media massa. Untuk mengatasi potensi-potensi ancaman tersebut maka diperlukan penanganan yang baik atas hal-hal sebagai berikut:
Service yang memuaskan dan penanganan komplain yang baik.
Memonitoring langkah-langkah strategis/perkembangan yang dilakukan oleh bank pesaing.
Mengantisipasi perubahan ketentuan BI.
Membangun relationship yang harmonis dengan masyarakat sekitar salah satunya dengan melakukan program PKBL.
Mengelola reputational risk agar dapat meminimalkan pemberitaan negatif mengenai perusahaan di media massa.
2) Information Technology Aspek lain yang harus dikelola sektor perbankan adalah teknologi informasi. Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa teknologi informasi merupakan aspek penting dalam perkembangan bisnis bank. Saat ini teknologi informasi sudah menjadi bagian dari kegiatan operasional bank sehari-hari misalnya penggunaan mesin ATM, internet
2
banking, phone-banking, sms-banking, sistem / jaringan kantor yang terkomputerisasi dan lain sebagainya. Untuk mendukung pertumbuhan bisnis dan memenangkan persaingan dengan kompetitor, maka implementasi sistem teknologi informasi yang sesuai adalah mutlak dilakukan. Aspek informasi teknologi merupakan salah satu aspek yang termasuk dalam penyebab timbulnya risiko operasional bagi bank. Oleh sebab itu, pengelolaan informasi teknologi menjadi sangat penting.Tekologi informasi juga memegang peranan penting dalam mempercepat proses bisnis bank serta untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada nasabah. Beberapa pemicu yang dapat menimbulkan kegagalan pengelolaan aspek teknologi informasi misalnya kegagalan teknologi untuk mendukung proses bisnis perusahaan, teknologi yang usang sehingga tidak mampu mendukung pertumbuhan bisnis perusahaan. Namun, bila dikelola dengan baik maka teknologi informasi membuka peluang bagi perusahaan untuk mendukung proses bisnis dan pertumbuhan bisnis perusahaan.
3) Demographical Environment
Pertimbangan aspek demografi, sosial dan budaya terhadap bisnis mencakup seluruh perkembangan karakteristik demografi penduduk, urbanisasi, migrasi musiman, perilaku etnis dan adat istiadat, struktur sosial, pola gaya hidup masyarakat kota, persepsi konsumen, pola pembelian konsumen Indonesia, konflik sosial, aspek pencemaran lingkungan alam, kelanjutan lingkungan hidup dan masih banyak faktor lainnya untuk disebutkan satu persatu. Pola gaya hidup konsumen mungkin akan bervariasi antar wilayah tergantung pada latar belakang kebudayaan etnis, demografi, agama, pendidikan dan lokasi geografi. Faktor sosial menitik beratkan pada tata nilai (Value) dan sikap (attitude) masyarakat yang membawa pengaruh terhadap gaya hidup (life style) dan mempengaruhi permintaan akan suatu produk jasa.
Dalam suatu kajian lingkungan bisnis, variabel demografi penting untuk dipahami dan dipertimbangkan. Salah satu alasannya adalah hampir seluruh sektor private dan publik
3
memiliki tujuan untuk menghasilkan dan memberikan barang atau jasa kepada masyarakat. Alasan lainnya adalah bahwa pengetahuan atas populasi / masyarakat memiliki potensi untuk menyediakan data dan informasi yang dapat digunakan untuk memperkuat aktivitas bisnis dan dalam menarik investor. Sebagai tambahan, karakteristik populasi / masyarakat dan perubahannya dari waktu ke waktu dapat memberikan gambaran besar atas pasar yang potensial. Sebagai contoh, sebuah negara yang memiliki populasi yang besar dengan status ekonomi yang tinggi, dan memiliki daya beli; dapat dikembangkan menjadi target perluasan pasar. Sementara itu, sebuah negara yang memiliki populasi yang besar tetapi proporsi yang besar adalah yang berpendapatan rendah, tingkat pendidikan rendah dan tingkat kesehatan yang rendah pula, tidak akan menarik investor sehingga membatasi perluasan pasar ke negara tersebut. Variabel demografi terdiri dari: 1. Jumlah populasi, distribusi populasi, dan kepadatan populasi 2. Pertumbuhan populasi 3. Struktur populasi a. Usia b. Pendidikan c. Pekerjaan Variable demografi diatas merupakan driver dalam kajian aspek demografi terhadap perbankan.
Dari driver tersebut, Bank dapat mendapatkan peluang untuk: 1. Meningkatkan jumlah nasabah 2. Meningkatkan jumlah produk perbankan yang dimiliki 3. Kesadaran untuk menabung dan menggunakan jasa perbankan lainnya
Sementara itu, dari aspek demografi ini pula, Bank dapat menghadapi kemungkinan masalah sebagai berikut: 1. Daerah dengan pendapatan per kapita yang rendah, menyebabkan bank sulit untuk berkembang
4
2. Tingkat pendidikan penduduk yang lebih tinggi mengharuskan bank untuk mengemas produknya dengan lebih menarik
Dengan demikian, hal-hal yang dilakukan oleh Bank untuk memanfaatkan peluang yang ada dan mengantisipasi masalah yang mungkin timbul, sebagai berikut: 1. Bank harus memilih target pasar yang potensial, berdasarkan data dan informasi demografi yang sesuai dengan pasar yang dituju 2. Bank harus mengemas produk yang lebih menarik dan sesuai dengan kebutuhan pasar 3. Bank harus dapat menumbuhkan kesadaran dan mendapatkan kepercayaan dari nasabah atas produk perbankan Data dan informasi demografi sangat penting bagi aktivitas bisnis karena dapat membantu untuk mengembangkan, memperluas, dan juga merancang usahanya. Hubungan antara variabel demografi dan bisnis tidak selalu sejalan. Dalam kondisi normal, hubungan antara demografi dan bisnis dapat sejalan, tetapi dalam kondisi krisis ekonomi hubungan tersebut sulit untuk diuji. Tanpa kehati-hatian, kesimpula yang dibuat dapat membawa ke arah yang salah (misleading).
4) Cultural Environment
Bank memiliki fungsi sebagai Financial Intermediary (lembaga perantara) antara pihak yang memiliki dana dengan pihak yang membutuhkan dana. Secara sederhana dapat dijelaskan kemudian bahwa Masyarakat (Nasabah) yang memiliki dana lebih akan menaruh dananya di Bank, dan dari sini kemudian Bank bekerja dengan dana yang dimilikinya tersebut dengan cara memberikan Dana kepada pihak lain yang membutuhkan dana. Satu hal yang kemudian tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan bisnis perbankan adalah kepercayaan. Masyarakat terlebih dahulu harus memiliki kepercayaan untuk kemudian dapat mempercayakan dananya kepada pihak Bank untuk mengelolanya. Hal ini kemudian yang mendorong beberapa pihak memperdebatkan perlunya Blanket Guarantee (penjaminan penuh) atas dana nasabah di perbankan
5
Indonesia sehingga memberikan rasa aman kepada para nasabahnya. Selain itu Bank dalam kegiatanya merupakan bisnis dalam hal pelayanan jasa khususnya pelayanan jasa keuangan kepada para nasabahnya. Mulai dari hanya sekedar memenuhi kebutuhan keamanan transaksi keuangan antara beberapa pihak, sampai kepada pengelolaan Aset pribadi nasabah Bank menyediakanya. Dengan kata lain Hubungan Interpersonal yang baik dibutuhkan sehingga kemudian dapat terjalin relasi saling menguntungkan antar bank dan nasabahnya. Maka dalam strategi bisnis perbankan terutama ketika ia berusaha melirik pangsa pasar baru, pertimbangan kebudayaan masyarkat sekitar perlu diperhatikan terlebih dahulu. Hal tersebut Nampak lebih jelas pada karakteristik pasar Indonesia dimana terdapat bermacam-macam kebudayaan didalamnya. Karena kebudayaan dapat mempengaruhi gaya hidup masyarakat sekitar, maka perbankan dirasa perlu memahaminya sehingga kemudian pendekatan kepada nasabah dapat dilakukan dan kepercayaanpun timbul sehingga kemudian Bank dapat melakukan fungsi utamanya sebagai lembaga perantara.
5) Domestic Political Environment Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Lalu apakah kondisi politik mempengaruhi kondisi perbankan kita. Secara langsung memang tidak, namun kondisi politik yang stabil akan mendukung terciptanya kondisi perekonomian yang baik pula. Tengoklah apa yang terjadi di tahun 1998 dimana Pada saat itu krisis melanda kawasan Asia dan mengakibatkan perekonomian negara di wilayahnya mengalami penurunan yang cukup drastic. Meskipun semua tidak dibarengi dengan pergolakan politik di Asia.Misalnya, Indonesia krisis ekonomi yang dialami pada waktu itu dibarengi juga dengan krisis gejolak politik yang memanas. Jatuhnya rezim yang berkuasa selama tiga puluh dua tahun menyebabkan krisis yang dialami Indonesia cukup kompleks. Melambungnya nilai tukar mata uang rupiah terhadap dollar Amerika, tingginya harga bahan pokok atau larinya dana para investor asing ke luar negeri.
6
Melambungnya nilai tukar rupiah di satu sisi memang menyebabkan produk dalam negeri Indonesia lebih kompetitif karena memiliki harga yang lebih rendah daripada produk dari Negara lain yang tidak mengalami perubahan nilai tukar. Namun di sisi lain perubahan nilai tukar yang cukup drastic juga membawa dampak buruk yang juga tidak sedikit kepada para pelaku ekonomi di bangsa ini dimana beberapa input produksinya masih sangat tergantung kepada luar negeri. Hal ini akan mendatangkan biaya yang tidak sedikit, sehingga banyak perusahaan yang tidak memiliki dana cukup akan berfikir untuk gulung tikar daripada menanggung biaya yang cukup besar tersebut. Selanjutnya Nilai tukar yang stabil tentu akan lebih memberi iklim kepastian bagi semua pelaku usaha, termasuk sektor perbankan, dunia usaha dan masyarakat. Nilai tukar rupiah yang rendah saat ini dapat dijadikan saat yang baik dunia usaha yang beorientasi ekspor, dan ini dapat memicu peningkatan permintaan kredit dari dunia usaha untuk melanjutkan dan meningkatkan produk ekspornya. Dengan kejadian ini tentu akan menguntungkan dunia perbankan. Penyesuaian nilai tukar yang terlalu cepat akan sangat merugikan karena hal ini dapat mendorong bergeraknya aliran dana masyarakat ke luar negeri. Dengan demikian antara nilai tukar dan indikator kebijakan moneter lainnya memiliki hubungan yang sangat erat, khususnya bagi kebijakan pemerintah yang sedang ditempuh untuk menstabilkan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Kemudian tingginya harga bahan pokok dikhawatirkan akan membawa harga barang-barang lain juga akan mengalami peningkatan, yang pada akhirnya juga dikhawatirkan akan menyebabkan terjadinya inflasi. Bagi dunia perbankan laju inflasi yang tinggi akan menimbukan kesulitan bagi Bank untuk mengerahkan dana masyarakat, karena dengan inflasi yang tinggi tersebut, tingkat bunga riil (bunga nominal-inflasi) akan menurun, sehingga mengurangi keinginan masyarakat untuk menyimpan kekayaannya dalam produk-produk perbankan. Dampak selanjutnya adalah, bunga riil yang menurun bila dibandingkan tingkat bunga riil di luar negeri akan memicu larinya dana masyarakat ke luar negeri, karena dirasakan masyarakat lebih menguntungkan menyimpan dananya di luar negeri. Kedua dampak inflasi diatas akan menyebabkan Perbankan kekurangan dana yang berasal dari masyarakat, dan ini berarti kemampuan
7
Bank dalam menyediakan dana untuk investasi juga turut berkurang, akibatnya laju pertumbuhan produksi dan ekonomi juga akan melambat. Selain itu, inflasi yang tinggi juga akan memicu ketidakpastian dalam banyak aktivitas ekonomi masyarakat, khususnya dalam hal perencanaan dan operasional perusahaan, termasuk dalam perbankan. 6) International Political Environment
Aspek politik internasional dalam bisnis terasa sangat berpengaruh terutama pada sektor bisnis yang bersifat atau dinilai strategis bagi masing – masing negara. Dari masa lalu hingga saat ini, yang menjadi merupakan sektor yang terpengaruh atau bahkan mempengaruhi politik internasional adalah sumber daya alam, terutama minyak bumi dan gas. Negara – negara besar, seperti Amerika Serikat, Rusia, China, Perancis, dan lainnya, berusaha untuk menguasai sumber daya minyak bumi dan gas di negara – negara lain, dan menggunakan politik internasional sebagai salah satu alat untuk menguasainya.
Dalam keterlibatan politik internasional, campur tangan pemerintah harus ada untuk memastikan bahwa sektor bisnis yang strategis bagi negara tersebut, dapat terlindungi dan tetap dapat dimanfaatkan sebesar – besarnya bagi kepentingan negara dan masyarakatnya.
Sedangkan dalam sektor industri perbankan, yang saat ini menjadi hal yang cukup merisaukan adalah kebanyakan bank nasional telah dimiliki oleh investor asing. Keberadaan bank asing kini mendapat sorotan tajam karena menjadi dilema. Di satu sisi ia memberikan suntikan modal, tapi di sisi lain kontribusinya terhadap perekonomian nasional masih minim. Tak dapat dimungkiri jika sejumlah bank swasta campuran dan bank asing mulai membidik sektor usaha kecil menengah (UKM).
Sebagai akibatnya, laju kredit bank-bank swasta campuran dan bank asing bergerak minus pada semester I-2009. Menurut data Bank Indonesia (BI), penyaluran kredit bankbank campuran susut Rp 7,4 triliun dan bank asing minus Rp 13,8 triliun. Lebih dari itu, untuk memenuhi kebutuhan valasnya dalam dolar AS, bank-bank yang merupakan 8
afiliasi dari investor asing yang saat ini berjumlah sekitar 28 bank tentu akan mengajukan pinjaman kepada induknya. Dalam proses pengajuan pinjaman ini ditengarai sarat terjadi transfer pricing atau memindahkan keuntungan margin dana. Dengan kata lain, transfer pricing merupakan upaya rekayasa alokasi keuntungan antarbeberapa perusahaan dalam satu grup perusahaan multinasional. Tujuannya untuk memperkecil keuntungan perusahaan di dalam negeri dan meningkatkan perusahaan induk. Semakin kecil keuntungan anak perusahaan, pajak yang dibayarkan pun semakin rendah. Bank-bank yang mayoritas dimiliki asing dinilai memiliki produk perbankan yang lebih variatif karena produk tersebut diadopsi dari bank afiliasinya. Keuntungan yang diperoleh dari penawaran produk tersebut akan langsung ditarik oleh perusahaan aviliasi, dan ketika ada kerugian yang menanggung adalah bank asing yang beroperasi di Indonesia.
Untuk melindungi industri perbankan nasional, pemerintah Indonesia seharusnya melakukan tekanan kepada negara yang lain, bahwa perbankan Indonesia juga dapat memiliki bank di negara mereka dengan aktivitas perbankan yang luas (seperti diterapkan di Indonesia), atau membatasi aktivitas bank yang dimiliki asing. Sebab secara politik internasional, dengan sebagian besar bank nasional dimiliki oleh asing, peranan asing dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi sangat besar dan menciptakan ketergantungan bagi pertumbuhan sektor riil, pada khususnya, yang memerlukan kredit untuk menumbuhkan usahanya.
Dari masuknya bank asing dan kepemilikan asing atas bank nasional, Bank dapat mendapatkan peluang untuk mengadopsi best practice yang diterapkan oleh bank asing Sementara itu, dari aspek internasional politik ini pula, Bank dapat menghadapi kemungkinan masalah sebagai berikut: a. Persaingan antar bank yang semakin ketat b. Ketergantungan perbankan nasional terhadap asing dan pengaruh perekonomian negara asal investor asing semakin besar terhadap perbankan nasional
Dengan demikian, hal-hal yang dilakukan oleh Bank untuk memanfaatkan peluang yang ada dan mengantisipasi masalah yang mungkin timbul, sebagai berikut:
9
1. Pemerintah Indonesia harus secara aktif berpartisipasi untuk melindungi perbankan nasional 2. Bank harus dapat memperbaiki internal baik manajemen dan operasionalnya untuk dapat bersaing pada level internasional 3. Bank harus memanfaatkan pendekatan yang lebih personal kepada nasabah, dimana bank asing, yang relatif baru, tidak terlalu memahami secara personal dan kebiasaannya
7) Governmental Environment
Pengalaman Krisis 1998 nampaknya memberikan banyak pelajaran bagi bangsa Indonesia dan juga khususnya bagi dunia perbankan. Lihat saja berapa banyak bank pada saat itu yang kemudian terkena imbasnya dan kemudian dilikuidasi. LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) dalam Websitenya mencatat bahwa kemudian terdapat sejumlah 16 Bank yang kemudian Dilikuidasi sebagai akibat dari Krisis Moneter 1998. BI merupakan lembaga yang berkepentingan dalam mengatur kebijakan yang berkaitan dengan Moneter, namun peran BI tidaklah lengkap tanpa adanya dukungan dari pemerintah selaku pihak yang mengatur jalannya roda pemerintahan. Karena pentingnya keberadaan perbankan dalam perekonomian, maka pemerintah merasa perlu untuk mengeluarkan berbagai peraturan yang kemudian juga dapat memberikan pengaruh terhadap industry perbankan. Sebagai contoh misalnya Dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan mengamanatkan pembentukan suatu Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai pelaksana penjaminan dana masyarakat. Maka kemudian pada tanggal 22 September 2004, Presiden Republik Indonesia mengesahkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Berdasarkan UndangUndang tersebut, LPS adalah
suatu lembaga independen yang berfungsi menjamin
simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya dibentuk. Undang-undang ini berlaku efektif
10
sejak tanggal 22 September 2005, dan sejak tanggal tersebut LPS resmi beroperasi. Bahkan di bulan Okotober 2008 pemerintah berinisiatif mengeluarkan Peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu) untuk mengamandemen UU No 25 tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS, yang kemudian diikuti dengan penetapan peraturan Pemerintah (PP) tentang besaran nilai simpanan yang dijamin LPS. Dalam Perpu pertama, pemerintah mengamandemen Pasal 11 Ayat (2) UU No 25/2005 tentang LPS, yakni menambah syarat yang memungkinkan bagi pemerintah mengubah jumlahpenjaminan simpanan. Sebelumnya hanya ada tiga syarat, yakni jika terjadi penarikan dana secara besar-besaran dari perbankan, terjadi inflasi yang sangat tinggi, dan jika jumlah nasabah yang dananya dijamin tidak mencapai 90 persen dari total nasabah.Sekarang, syaratnya ditambah dengan jika terjadi ancaman yang bisa mengganggu stabilitas sektor keuangan nasional. Dengan adanya syarat keempat, pemerintah bisa mengubah jumlah penjaminan simpanan dari Rp 100 juta jadi Rp 2 miliar per nasabah. Dengan dikeluarkannya peraturan ini maka diharapkan akan menebalkan keyakinan masyarakat akan perbankan di Indonesia, sehingga nasabah merasa aman untuk menyimpan uangnya di Bank. 8) Economic Development
Terdapat redefinisi makna ekonomi pembangunan, yaitu: •
Suatu proses yang berarti perubahan yang terjadi terus menerus,
•
Usaha untuk meningkatkan pendapatan per kapita dalam jangka panjang,
•
Pembangunan adalah proses yang multidimensi yang mencakup dimensi ekonomi maupun perubahan kelembagaan, struktur sosial, dan perilaku
Ekonomi pembangun bertujuan untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang disertai perubahan struktural (growth with change) dan untuk menjawab 3 masalah dasar, yaitu: 1. Kemiskinan 2. Pengangguran 3. Ketimpangan distribusi pendapatan
11
Saat ini terdapat berbagai jenis bank sebagai sarana untuk membantu kehidupan seharihari masyarakat. Menurut data dari Bank Indonesia, dari 33 propinsi di Indonesia, ternyata ada 4 (empat) bank yang besar kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi nasional yatu Bank Pembangunan Daerah, Bank Asing dan Campuran, Bank Swasta Nasional serta Bank Pemerintah. Bank Pembangunan Daerah menempati porsi terbesar mempengaruhi pertumbuhan ekonomi daerahnya sekaligus menstimulus pertumbuhan ekonomi nasional. (Shofia.dkk, 2007)
Bank-bank yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi tersebut menjalankan fungsi intermediasinya berdasarkan mekanisme transmisi bank sentral yang djelaskan melalui teori ‘Quantity Theory of Money (Fisher, 1911). Salah satu jalur terciptanya intermediasi tersebut adalah jalur pinjam kredit perbankan (bank lending channel) dan jalur neraca perusahaan (balance sheet channel) yang membutuhkan catatan dari perusahaan sehingga lebih transparan dan akuntabel. (Mishkin, 2003). Sampai saat ini, peran serta Bank mengarah kepada pemberian kucuran modal dan kredit untuk menyegarkan pembangunan usaha bisnis bagi masyarakat. Misalnya, pemerintah daerah kabupaten Sragen kini memfasilitasi masyarakatnya untuk bersemangat menciptakan bisnis baru dengan cara menyiapkan sana swadaya masyarakat yang meningkat setiap tahunnya. Biasanya pengucuran kredt dan modal ini lebih difokuskan untuk keperluan UMKM (Usaha Mikro Kecil Dan Menengah) dalam mengembangkan bisnisnya yatu sebesar 60%. Hasilnya adalah peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang tidak membebani masyarakat karena tidak berfokus pada penarikan pajak saja. (M.Isnadi, 2008)
Keberhasilan masyarakat dalam mengelola kepercayaan bank untuk meminjamkan modalnya akan meyakinkan masyarakat itu sendiri akan peran serta bank yang semakin besar bagi kehidupan mereka. Oleh karena itu, kecenderungan menyimpan dana masyarakat dalam produk bank menjadi lebih besar dalam bentuk dana pihak ketiga sehingga stabilitas makro ekonomi bank tersebut maupun ekonomi daerah menjadi lebih terjaga. Sistem perbankan yang mengkondisikan masyarakatnya agar mandiri secara ekonomi akan memberikan efek pengganda (multiplier effect) bagi terbentuknya
12
pertumbuhan ekonomi, pengurangan pengangguran serta kemajuan ekonomi yang berkualitas dan berdaya saing tinggi. Oleh karena itu diperlukan sebuah sistem yang modern serta melibatkan rakyat banyak untuk tetap membangun ekonominya secara efisien dan tidak terbentur lagi masalah modal.
Dari aspek ekonomi pembangunan diatas, Bank dapat mendapatkan peluang untuk: 1. Menyalurkan kredit untuk keperluan pembangunan infrastruktur dan ekonomi, yang biasanya melibatkan nilai yang besar 2. Ikut serta dan bekerja sama dengan pemerintah daerah yang sedang membangun untuk penyediaan modal kerja Sementara itu, dari aspek ekonomi pembangunan ini pula, Bank dapat menghadapi kemungkinan masalah sebagai berikut: 1. Jika perekonomian sedang lesu, maka bank akan terpengaruh dengan menurunnya permintaan kredit dan meningkatnya non performing loan (NPL) 2. Karena melibatkan nilai dana kredit yang besar untuk mendukung pembangunan, maka kemungkinan besar dana diambil dari sumber asing Dengan demikian, hal-hal yang dilakukan oleh Bank untuk memanfaatkan peluang yang ada dan mengantisipasi masalah yang mungkin timbul, sebagai berikut: 1. Bank harus dapat memprediksi atau memiliki warning/alert system, untuk melihat kondisi perekonomian di masa mendatang, sehingga dapat menyiapkan jika terjadi krisis ekonomi 2. Bank harus menggalakkan komunikasi kepada masyarakat bahwa dana yang ditabung, ikut berpartisipasi dalam pembangunan. Hal ini untuk meningkatkan dana pihak ketiga, yang relatif murah 3. Bank dapat membentuk sindikat/kolaborasi dengan bank lain untuk pendanaan pembangunan yang bernilai besar
13
9) Regional Economy
Menurut Undang-Undang No. 32 tahun 2004 Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan daerah otonom disebut juga daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai hak dan kewajiban. Dimana haknya adalah : 1. Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahnnya 2. Memilih pimpinan daerah 3. Mengelola kekayaan daerah 4. Memungut pajak daerah dan retribusi daerah. 5. Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah. 6. Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah 7. Mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundangundangan.
Kewajiban yang dilakukan daerah dalam menyelenggarakan otonomi adalah : 1. Melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2. Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. 3. Mengembangkan kehidupan demokrasi. 4. Mewujudkan keadilan dan pemerataan 5. Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan. 6. Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan. 7. Menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak. 8. Mengembangkan sistem jaminan sosial. 9. Menyusun perencanaan dan tata ruang daerah.
14
10. Mengembangkan sumber daya produktif di daerah. 11. Melestarikan lingkungan hidup.
Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Yang disebut dengan penerimaan daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah. Pedapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode yang bersangkutan.
Penerimaan Daerah bersumber dari : 1. Pendapatan Asli Daerah a. Pajak Daerah b. Retribusi Daerah c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah d. Lain PAD yang sah. 2. Dana Perimbangan a. Dana bagi hasil b. Dana alokasi umum c. Dana alokasi khusus. 3. Lain pendapatan yang sah
Pendapatan Asli daerah adalah pendapatan yang diperoleh (dipungut) daerah berdasarkan Peraturan daerah dan sesuai dengan perundang-undangan. Dan Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Desentralisasi adalah; penyerahan urusan pemerintah dari pemerintah atau daerah tingkat atasnya kepada daerah. Tumbuhnya perhatian terhadap desentralisasi dikaitkan dengan gagalnya perencanaan terpusat dan populernya strategi pertumbuhan dan pemerataan (growth with equity), tetapi juga adanya kesadaran bahwa pembangunan adalah proses yang kompleks dan penuh ketidakpastian yang tidak dapat dengan mudah dikendalikan dan direncanakan dari pusat. Karena itu para pelopor menyatakan pentingnya desentralisasi dalam perencanaan dan administrasi negara di dunia ketiga ( Allen, 1990).
15
Keunggulan sistem Desentralisasi adalah (a). Sistem desentralisasi mampu mengatasi permasalahan keberagaman kebutuhan, preferensi, dan keinginan antar penduduk yang dapat berbeda.(b). Keunggulannya adalah nilai positip dari persaingan antar daerah. Penduduk dapat memilih daerah yang mencerminkan preferensinya.(c). Keunggulan ketiga adalah adanya inovasi dan eksperiman kebijakan yang dilakukan di masing-masing daerah. Derajat Otonomi Fislkal daerah adalah menggambarkan kemampuan dari pemerintah daerah dalam meningkatkan pendapatan asli darah seperti pajak, retribusi dan lain-lain. Selain itu juga otonomi daerah dan desentralisasi fiskal menggambarkan : (a). Adalanya keleluasaan bagi daerah untuk mengmbangkan potensi daerah pada satu sisi, dan keleluasaan untuk menyusun daftar proritas pembangunan guna mendorong percepatan pembangunan daerah. (b). Kemamapuan daerah dalam meningkatkan daya saing daerah.
Dari aspek ekonomi regional diatas, Bank dapat mendapatkan peluang untuk: 1. Mendalami dan menganalisa potensi daerah, yang sesuai dengan target pasar Bank. Dimana saat ini, perputaran dana untuk pembangunan lebih banyak di tingkat daerah 2. Ikut serta dan bekerja sama dengan pemerintah daerah yang sedang membangun untuk penyediaan modal kerja Sementara itu, dari aspek ekonomi regional ini pula, Bank dapat menghadapi kemungkinan masalah sebagai berikut: 1. Peraturan daerah yang berbeda-beda tergantung pada pemerintah daerah masingmasing, hal ini dapat menyulitkan bank dalam beroperasi 2. Kemungkinan tambahan biaya, dikarenakan pemerintah daerah diperbolehkan untuk membuat punguntan daerah 3. Adanya kecenderungan oleh Pemerintah Daerah untuk mengarahkan kepada Bank Pembangunan Daerah masing-masing, yang dapat mengurangi peluang bagi bank lainnya
Dengan demikian, hal-hal yang dilakukan oleh Bank untuk memanfaatkan peluang yang ada dan mengantisipasi masalah yang mungkin timbul, sebagai berikut:
16
1. Bank harus memahami rencana dan strategi masing-masing daerah untuk dapat meraih peluang atas daerah tersebut.
10) Fiscal & Moneter Policy
Industri perbankan sangat dipengaruhi oleh kebijakan moneter yang ditetapkan Pemerintah melalui Bank Indonesia. Beberapa instrumen kebijakan moneter adalah sebagai berikut: 1. Kebijakan Open Market Operation 2. Reserve Rquirements 3. Penerbitan SBI 4. Moral Suassion Selain itu, adanya perubahan ketentuan dari BI seperti ketentuan untuk menurunkan suku bunga DPK, menurunkan suku bunga kredit, juga turut mempengaruhi sektor industri perbankan.
PERIODE STABILISASI & REHABILITASI EKONOMI Pada awal orde baru, untuk mengatasi kondisi perekonomian yang sangat memprihatinkan. Angka inflasi diperkirakan 650%
Kebijakan yang diambil:
Mengubah kebijakan anggaran defisit menjadi anggaran berimbang
Menjalankan kebijakan kredit yang sangat ketat & kualitatif, dengan cara:
Menetapkan tingkat bunga kredit bagi bank-bank pemerintah
Penyaluran kredit yang sangat efektif
Menerbitkan tata cara pemberian kredit perbankan
Memobilisasi dana masyarakat, dengan menerbitkan Inpres No. 28 Tahun 1968,
yaitu:
Menawarkan tingkat bunga deposito yang tinggi
Bebas pengusutan asal usul uang yang didepositokan
Jaminan pembayaran kembali oleh Bank Indonesia
17
Bebas pajak
Pengetataan rahasia bank terhadap pemilik deposan
Mengeluarkan UU No. 13 tahun 1968 tentang Bank Indonesia
PERIODE PEREKONOMIAN DITUNJANG SEKTOR MINYAK
Kebijakan pemerintah dalam upaya memobilisasi dana masyarakat sebagai sumber pembiayaan pembangunan disertai dengan Kredit Likuiditas bank Indonesia (KLBI)
Penyediaan KLBI sebagai akibat besarnya penerimaan Negara dari penerimaan ekspor minyak pada dekade 1970an.
Kebijakan moneter yang ditempuh:
Menetapkan pagu kredit (credit ceiling) & aktiva lainnya
Menaikkan bunga kredit
Menaikkan bunga deposito & tabungan
Menaikkan ketentuan cadangan likuiditas wajib
PERIODE DEREGULASI PERBANKAN
Memasuki dekade 1980an ekonomi Indonesia mengalami resesi sebagai dampak resesi dunia
PDB turun drastic dari 7,7% menjadi 2,2% & neraca pembayaran memburuk
Kebijakan yang ditempuh:
Penyesuaian nilai tukar Rp terhadap USD, pada bulan maret 1983 dari Rp 700,- menjadi Rp 970,-
Penjadwalan ualang proyek-proyek yang menggunakan devisa dalam jumlah besar
Melakukan deregulasi sektor moneter & perbankan dengan berbagai jenis paket kbijakan
Paket Deregulasi:
18
Paket Deregulasi 1 Juni 1983
Bank menentukan sendiri suku bunga deposito & suku bunga pinjaman
Pengendalian moneter tanpa menentukan pagu kredit
Pengendalian moneter tidak langsung
Paket Kebijaksanaan 27 Oktober 1988
Mendorong perluasan jaringan keuangan & perbankan ke seluruh wilayah Indonesia serta diversifikasi sarana dana
Kemudahan pendirian bank-bank swasta baru, pembukaan kantor cabang baru, pendirian lembaga keuangan bukan bank di luar Jakarta, pendirian BPR, pemberian ijin penerbitan sertifikat deposito bagi lembaga keu. bukan bank, perluasan tabungan.
Penurunan likuiditas wajib minimum dari 25% menjadi 2%
Penyempurnaan Open Market Operation
Paket Kebujaksanaan 25 Maret 1989
Memuat peleburan usaha (merger) & penggabungan usaha bank umum swasta nasional, bank pembangunan, BPR, penyempurnaan ketentuan pendirian & usaha BPR, pemilikan modal campuran, penggunaan tenaga kerja professional WNA.
Paket Kebijaksanaan 19 Januari 1990
Peningkatan efisiensi dalam alokasi dana masyarakat kearah kegiatan produktif & peningkatan pengerahan dana masyarakat.
Mengurangi ketergantungan kepada KLBI . Paket ini meliputi kredit kepada KOPERASI, kredit pengadaan pangan & gula, kredit investasi, kredit umum, KUK
Kewajiban bagi bank untuk menyalurkan 25% dananya ke bidang pengembangan usaha kecil & perorangan
Paket Kebijaksanaan 20 Pebruari 1991
19
Kelanjutan Pakto 27 1988
Berkaitan dengan ketentuan pengaturan perbankan dengan prinsip prudential
Pengawasan & pembinaan kredit dilakukan dalam rangka mewujudkan sistem perbankan yang sehat & efisien, maka diperlukan disentralisasi dalam pelaksanaannya.
Pemisahan antara pemilikan bank & manajemen bank secara professional
Paket Kebijaksanaan 29 Mei 1993
Memperlancar kredit perbankan bagi dunia usaha
Mendorong perluasan kredit dengan tetap berpedoman pada azasazas perkreditan yang sehat, mendorong perbankan untuk menangani masalah kredit macet, mengendalikan pertumbuhan jumlah uang beredar & kredit perbankan dalam batas-batas aman bagi stabilitas ekonomi
Pencanangan akan konsep kehati-hatian dalam pengelolaan bank yang lebih menekankan kepada kualitas dalam pemberian kredit melalui penilaian kembali terhadap aktiva produktif bank-bank
PERIODE PASCA DEREGULASI
ERA KRISIS MONETER
Diawali krisis nilai tukar pada pertegahan 1997
PDB pada tahun 1998 turun hingga -13,68%, pada tahun 1997 PDB sebesar 4,65%
Laju inflasi melonjak menjadi 77,63%, dibandingkan 11,05% pada tahun 1997
Beberapa faktor yang menyebabkan kondisi perbankan nasional rentan terhadap gejolak ekonomi, al:
20
Adanya jaminan terselubung dari BI atas kelangsungan hidup suatu bank untuk mencegah kegagalan sistematik, dalam industri perbankan telah menimbulkan moral hazard pemilik & pengelola bank
Sistem pengawasan BI yang kurang efektif
Besarnya pemberian kredit & jaminan secara langsung atau tidak lansung kepada individu atau kelompok menyebabkan kredit macet & pelanggaran BMPK
Lemahnya kemampuan manajerial bank telah mengakibatkan penurunan kualitas aktiva produktifnya & peningkatan risiko yang dihadapi bank
Kurang transparannya informasi mengenai kondisi perbankan
1 Nopember 1997 memulai langkah program penyehatan perbankan, dengan melikuidasi 16 bank yang insolvent
Memberikan BLBI
Rekapitalisasi di sektor perbankan & sektor riil dengan memperoleh dukungan teknis & keuangan dari IMF
Pemulihan Perbankan
Semakin meningkatnya penarikan dana masyarakat dari perbankan
Meningkatnya non performing assets terutama portfolio kredit
Jumlah bank yang mengalami kesulitan bertambah, yang berakhir dengan pengambilalihan atau bank take over (BTO), Pembekuan Kegiatan Operasional (BBO), Pembekuan Kegiatan Usaha (BBU).
Penandatangana LOI dengan IMF pada tanggal 15 Januari 1998
Upaya pemulihan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan:
Melaksanakan program penjaminan pemerintah
Membentuk BPPN pada 27 Januari 1998 dengan keppres no. 27 th 1998 dan dikukuhkan dalam UU no. 10 th 1998
Melaksanakan rekapitalisasi perbankan
21
Aspect (Environmental) Demographical Environment
Cultural Environment
Domestic Political
Driver
Opportunity
Kepadatan penduduk, pendapatan per kapita, tingkat pendidikan masyarakat, daya serap tenaga kerja
Potensi untuk meningkatkan jumlah nasabah, meningkatkan jumlah produk perbankan yang dimiliki, kesadaran untuk menabung dan menggunakan jasa perbankan lainnya
Budaya tiap-tiap daerah yang berbeda mempengaruhi perilaku nasabah di daerah tersebut, budaya mempengaruhi gaya hidup yang berdampak pola interaksi nasabah dengan bank Ketidakstabilan
Threat 1.
2.
Daerah dengan pendapatan per kapita yang rendah, menyebabkan bank sulit untuk berkembang Tingkat pendidikan penduduk yang lebih tinggi mengharuskan bank untuk mengemas produknya dengan lebih menarik
Dengan memahami budaya masyarakat, bank dapat menentukan pendekatan yang terbaik kepada nasabah
Adanya perilaku di daerah tertentu yang dapat merugikan bank
Dengan kondisi politik
Politik yang tidak stabil akan
Key Success Factor 1.
2.
3.
Bank harus memilih target pasar yang potensial Bank harus mengemas produk yang lebih menarik dan sesuai dengan kebutuhan pasar Bank harus dapat menumbuhkan kesadaran dan mendapatkan kepercayaan dari nasabah atas produk perbankan Memahami karakteristik dan budaya suatu daerah, dapat membantu dalam pendekatan nasabah dan mencapai hasil optimal
Bank harus memiliki
22
Environment
International Political Environment
Natural Environment Governmental Environment
Economic Development
Regional Economy
Industry & Sectoral Policies
politik dan keamanan dalam negeri, country risk, tingkat kepercayaan luar negeri terhadap Indonesia 1.Porsi Asing dalam perbankan nasional 2. Regulasi pemerintah
dan keamanan yang stabil, perekonomian bertumbuh dan memacu sektor riil yang menjadi peluang bagi bank untuk menyalurkan kredit Bank dapat mendapatkan peluang untuk mengadopsi best practice yang diterapkan oleh bank asing
memberikan dampak negatif bagi perekonomian, termasuk sektor perbankan
1.Persaingan antar bank yang semakin ketat 2.Ketergantungan perbankan nasional terhadap asing dan pengaruh perekonomian negara asal investor asing semakin besar terhadap perbankan nasional
contigency plan untuk mengantisipasi kemungkinan tidak stabilnya politik dan keamanan
1.Peran aktif Pemerintah Indonesia 2.Bank harus dapat memperbaiki internal baik manajemen dan operasionalnya 3.Bank harus memanfaatkan pendekatan yang lebih personal kepada nasabah
Kurang relevan, kecuali untuk perbankan yang ters-segmented pada sektor usaha yang berhubungan dengan natural resources Bank Kembali harus Adanya Praktek Politik yang Berbagai kebijakan Perpu & memiliki contingency kotor dapat menyebabkan Undang-Undang pemerintah merupakan Plan untuk mengantisipasi kebijakan yang dikeluarkan terkait perbankan respon terhadap berbagai kebijakan yang merupakan kebijakan yang berbagai masalah dikeluarkan pemerintah kontradiktif terhadap dunia perbankan perbankan 1.Bank harus dapat 1.Jika perekonomian sedang lesu, 1.Menyalurkan kredit 1.Pertumbuhan memprediksi atau maka bank akan terpengaruh untuk keperluan ekonomi memiliki 2.Karena melibatkan nilai dana pembangunan 2.Distribusi warning/alert kredit yang besar untuk infrastruktur dan pendapatan system, untuk mendukung pembangunan, maka ekonomi 3.Otonomi melihat kondisi kemungkinan besar dana diambil 2.Ikut serta dan daerah perekonomian dari sumber asing bekerja sama dengan 2. membentuk pemerintah daerah sindikat/kolaborasi untuk penyediaan dengan bank lain modal kerja untuk pendanaan pembangunan yang bernilai besar , Desentralisasi, otonomi daerah, pendapatan asli daerah, dana alokasi umum / subsidi pusat, pertumbuhan ekonomi per daerah Ketentuan dan kesepakatan
Kebijakan daerah untuk mengembang suatu sektor usaha, merupakan peluang bagi bank untuk menyalurkan kredit
Aliansi antar bank
Adanya kecenderungan oleh Pemerintah Daerah untuk mengarahkan kepada Bank Pembangunan Daerah masing-masing, yang dapat mengurangi peluang bagi bank lainnya
Bank tidak dapat memanfaatkan tingkat bunga
Bank harus memahami rencana dan strategi masingmasing daerah untuk dapat meraih peluang atas daerah tersebut
Bank harus meningkatkan
23
antar bank
Social Environment
Stakeholders (Pemegang Saham, Karyawan, Pemerintah, Supplier, Konsumen / Nasabah, Lingkungan Masyarakat)
untuk faktor kompetisi
Reputasi positif perusahaan, kerjasama dengan masyarakat sekitar, memberikan peluang untuk meningkatkan brand awareness serta market share perusahaan
b.
c.
d.
e.
f.
Technology Environment: Information and Processing Technology
Monetary & Fiscal Policies
Teknologi yang tidak sesuai dengan kebutuhan bisnis perusahaan. Kebijakan moneter dan fiscal yang diambil Pemerintah, yang terkait dengan industri perbankan.
Sistem informasi teknologi yang tepat dan dapat mendukung proses bisnis dan pertumbuhan bisnis perusahaan. Adanya perubahan kebijakan / ketentuan yang diambil Pemerintah yang berpotensi memberikan dampak positif bagi industri perbankan.
Komplain nasabah berpotensi memberikan dampak negatif terhadap reputasi perusahaan. Bank pesaing, menjadi threat karena dapat menggerus market share perusahaan. Peraturan Bank Indonesia misalnya peraturan untuk menurunkan suku kredit, bila tidak dikelola dengan baik, maka berpotensi dapat menggerus pendapatan perusahaan. Lingkungan masyarakat sekitar, misalnya ancaman dari masyarakat sekitar terhadap keberlangsungan kegiatan operasional perusahaan. Pemberitaan negatif mengenai perusahaan di media massa.
a. Kegagalan teknologi untuk mendukung proses bisnis perusahaan. b. Teknologi yang obsolete (usang) sehingga tidak mampu mendukung pertumbuhan bisnis perusahaan. Adanya perubahan kebijakan / ketentuan yang diambil Pemerintah yang berpotensi memberikan dampak negatif bagi industri perbankan.
kualitas pelayanan kepada nasabah a.
b.
c.
d.
e.
Service yang memuaskan dan penanganan komplain yang baik. Memonitoring langkah-langkah strategis / perkembangan yang dilakukan oleh bank pesaing. Mengantisipasi perubahan ketentuan BI. Membangun relationship yang harmonis dengan masyarakat sekitar. Mengelola reputational risk agar dapat meminimalkan pemberitaan negatif mengenai perusahaan di media massa.
Pengelolaan system informasi teknologi yang tepat, sesuai dengan kebutuhan bisnis dan pertumbuhan bisnis perusahaan. Mengantisipasi perubahan kebijakan /ketentuan yang diambil Pemerintah terkait industri perbankan.
24