V.r KATA PENGANTAR
(.M
4(t7/ps,r,o
f3, Indonesia di masa depan, keberhasilan kebijakan pembangunan menengah dan jangka panjang akan ditentukan pula oleh kesiapan-sumber-daya manusia sebagai pelaku dari pembangunan itu sendiri. Dalam kaiian ini, kebijakan pengembangan sumber daya manusia menjadi unsur yang cukup berperan. pembangunan lalam rangka jangka
ekonomi
Selama ini para perencana yang tersedia masih belum berpartisipasi secara optimal dalam pengembangan sumber daya manusia sehingga tidak jarang timbul ketidakseimbangan anrara permintaan dan penawaran tenaga kerja; baik menurut sektor, jenis pekerjaan, daerah, serta mutu
tenagakerja.
Dalam kondisi seperti ini pengembangan sistem perencanaan sumber daya manusia diberbagai tingkatan memegang peranan penting. Sehubungan dengan itu, Badan Perencanaan pembangunln Nasional bekerja sama dengan Lembaga Demografi bakultas Ekonomi Universitas Indonesia menyelengarakan "Pelatihan Bagi Pelatih Pengembangan Sumber Daya Manusia'. Pelatihan ini diikuti oleh243 orang.peserta dari27 propinsi (masing-masing propinsimengirim 9 orang peserta)
dan 42 orang peserta dari pusat. Pelatihan iersebut diselenggarakan ialam dua angkatan. Angkatan I berlangsung dari tanggal 29 April sampai dengan 18 Mei risr au" angkatan II diri tanggaft0 Juni dengan tanggal 29 Juni 1991. Pelatihan ini akan dilanjutkan pada tingkat piopinsi dan
:rypui kabupaten.
Buku ini berisi kumpulan bahan-bahan pengajaran Pelatihan Bagi Pelatih Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bahan-bahan tersebut diharapkan menjadi refeiensi bagi para instruktur pelatihan di tingkat propinsi dan kabupaten. Agar program petalihan menjadi lebih-terarah, dalam buku ini juga diberikan silabi latihan yang telah .litutianukun pada tingkat pu.sat. Kumpulan materi tersebut dibagi menjadi tiga bagian (yaitu materi satu Keadaan dan Masalah; materi dua Masalah Kebijakan dan materi tiga Metode Pemecahan Masalah) dan dipecah dalam dua buku. Buku I berisi silabus
Dengan selesainya Buku Pedoman ini, Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia menyampaik{ penghargaan dan terimi kasih ying sebesar-besarnya kepada para Penceramah, Pengajar,,Instruktur, dan para Notulen yang telalibanyak membeiikan sumbarrgan pemikirannya dalam Buku Pedoman ini.
Besar harapan kami semoga buku ini dapat menjadi panduan bagi pelatihan instruktur
perencanaan pengembangan sumber daya manusia di masa yangakandatang.
Kepara, DCi.TUfu4LNTA.5i
&
ARSIP
Dr. M. Djuhari Wirakartakusumah
[3,it[?fci'"i7,ft.5
' ]{
Ac: Iro,. Ciiss :
T
NIP : 130 353 818
h.!.Y..
.....'..........
Cl:,:clrrd, ..qJ-:.'/:
f
Dh/*;
6
DAFTAR ISI HAL KATA PENGANTAR
i
DAFTARISI
ii
BAB
f:
PENDAHULUAN
BAB
II:
ORGANISASI MATA
BAB
III : KURIKULUM PELATIHAN
KULIAH
.... ...
2
INSTRUKTUR PENGEMBANGAN SUMBER
DAYA MANUSIA
PIDATO PEMBUKAAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAUKETUA BEPPENAS PADA PELATI HAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA NASIONAL SUMBER DAYA DAN PEMBANGUNAN
:
Pendekatan manajemen . . . .
29 34
MATERI KULIAH:
1 SDM
301
2. SDM 302
3. SDM 303
4. SDM 305
Model pemecahair masalah (Sayuti Hasibuan)
42
Lampiran: Studi kasus Analisa masalah pada penelitian Instruktur sumber daya manusia (Sayuti Hasibuan)
5tl
Keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja (Dr. Gunawan S.) . .
70
Produktivitas dan kesejahteraan tenaga kerja (Mathias A'roef)
78
Perencaan tenaga kerja pendekatan Rate of Return
(Dr. Yudo Swasono) (Dra. 5. SDM 306
EndangSulistyaningsih,MSc.)
......
87
Proyeksi angkatan kerja keluaran pendidikan
(AceSuryadi)....
99
6. SDM 307
Teknik dan model kcbutuhan tenaga kerja (Rusman Heriawan,
7. SDM 308
8. SDM 309
SE.)..
I12
Proyeksi angkatan kerja (Saudin
134
Katapenganta....
1,18
Sitorus)
Pengukuran partisipasi dan produktivitas pekerja dalam kegiatan produktif sektor lormal dan informal
.
L49
Suradji)
r79
Sistem informasi dan pemantauan (Prof. J. L.
184
Operasi dan pemeliharaan (Prof. J. L.
187
(Hananto Sigit) 9. SDM 310
Homes
(Dr. Budi 10.
11.
12.
SDM,m1
SDM,l02:
SDM,m3
Tamba) Tamba)
Diskusi panel : Kesesuaian persediaan dan kebutuhan tenaga kerja (Aris Pongtuluran)
(Drs.MamanSetiawanMA.).
13.
sDM lm5
SDM,m5
16. SDM 406
.
197
Gizi, kemampuan, kapasitas mental dan berpikir
(Dr. Suharjo M. 15. SDM 406
189
Masalah kesehatan dan gizi di Indonesia
(Ascobat Gani) 14.
.......
PhilD
217
Kemiskinan pedesaan di Indonesia dewasa ini
(Mubyarto)
224
Bahan diskusi panel kemiskinan di perkotaan
(SaadBasaib).....
232
lll
BAB
I
PENDAHULUAN
Proses pembangunan nasional beserta pengalaman-pengalaman yang dilaluinya, telah membawa pemikiran tentang semakin pentingnya unsur "manusia". Secara khusus, manusia tidak dibicarakan hanya dalam konteks "jumlah", tetapi juga "kualitas" manusia itu sendiri.
Untuk itu, usaha-usaha yang mengarah pada peningkatan mutu modal manusia menjadi titik perhatian utama' Usaha ini antara lain dilakukan melalui pelatihan-pelatihan dengan materi utama pcngembangan sumber daya manusia.
Dua hal yang sangat mcnentukan keberhasilan suatu pelatihan adalah ketepatan materi yang disampaikan dan kesiapan pengajar dalam menyampaikan materi. Bahkan, kadang-kadang mutu materi yang disampaikan sangat tergantung pada kesiapan calon pengajar.
Buku Pedoman Pengajar ini dimaksudkan untuk memberi gambaran kepada calon pengajar tentang materi apa yang akan disampaikan, isi materi kuliah itu, serta kedudukan materi kuliah itu terhadap materi lain. Buku ini terdiri dari tiga bab. Bab I merupakan pengantar yang menjelaskan latar belakang dan tujuan penulisan buku pedoman. Bab II berisi organisasi mata kuliah dan jadwal penyampaian materi,
III berisi rincian materi kuliah (sitabus). Pada bagian terakhir disajikan beberapa bahan kuliah yang dapat dipakai pada pelatihan. Bahan-bahan kuliah tersebut telah digunakan pada pelatihan sedangkan Bab
Instruktur Perencanaan Pengembangan Sumtier Daya Manusia pada tingkat nasional.
BAB.II ORGANISASI MATA KULIAH 2,1. Kerangka Berpikir Materi kuliah Pelatihan Pcngembangan Sumber daya Manusia ini disusun berdasarkan dua kerangka berpikir, yaitu kerangka materi dan kerangka penyampaian materi. Secara skematis, kerangka materi pelatihan dapat dilihat dalam Gambar
1.
-l *lfTr.xes ,.*uu.,,
I
Non Angkatan Kerja
I
I
l:bor
|
| lncome
II Income l----' I Nrln
I
Gambar l. Sistematika Matei Sumherdaya Manusia
r* I
I
Teknologi
I
f
saving I
Di satu sisi, Gambar 1 menunjukkan saling keterkaitan antara satu materi clengan materi lain, dan
di sisi lain dia juga menunjukkan gambaran urutan pembcrian materi yang ideal. Sebagai contoh, pembahasan tentang pasar tenaga kerja harus didahului dengan pemahaman tentang konsep-konsep ketenagakerjaan, seperti : pengertian angkatan kerja, pengertian penganggur, pengertian upah dsb. Secara umum, materi disampaikan dengan pokok bahasan utama tontang keadaan dan masalah, kcbijakan dan program-programnya serta monitoring pelaksanaan program tersebut. Rangkaian pokok bahasan ini diperluas konotasinya menjadikerangka penyampaian materi kuliah.
Materi-materi tersebut disampaikan berdasar kerangka penyampaian sebagai berikut
:
I : Keadaan dan Masalah Kelompok materi ini berusaha menguak diskripsi kondisidan permasalahan dalam suatu pokok bahasan tertentu.
1. Kelompok Materi
2. Kelompok Materi II : Kebijaksanaan, program dan Langkah Kebijakan Kelompok matcri ini merupakan uraian berbagai kebijaksanaan dan program yang dijalankan oleh pemerintah dalam mengatasi berbagai masalah yang diuraikan dalam Kelompok Materi I. Kelompok materi inijuga memberi tempat bagi alternatif kebijaksanaan yang dapat ditempuh oleh pemcrintah.
3. Kelompok Materi III:
Teknik dan Model Kelompok matgri ini merupakan rincian tcknis beberapa langkah kebijakan yang dijabarkan dalam Kelompok Materi III. Untuk itu, sebagian besar mata kuliah dalam kelompok ini akan
disertai dcngan praktikum.
4. Kelompok Materi IV : Diskusi dan paparan Kelompok Setelah memahami masalah, program dan cvaluasi program yang dijalankan pemerintah, pcserta Pelatihan diberi kesempatan untuk mcmpcrdalam pengetahuannya melalui berbagai diskusi dengan para pakar pada bidangnya.
_-
MATA KULIAH
No.
2ll : Kebijaksanaan
Pendidikan dan Pembangunan
301 :Teknik dan Model 302 :Keseimbangan Antara
PEN-G-ainn
Prof. Dr. HAR. Tilaar
Dr. Sayuti Hasibuan
(SH)
Dr. Gunawan
(cuN)
Pertumbuhan Ekonomi
dan Lapangan Kerja
S.
303 :Produktivitas
dan Kesejahteraan Tenaga Kerja Prof. Dr. Mathias A'roef
3& : Model-model
Terapan Perencanaan Tenaga
Kerja
305 :PerencanaanTenaga Kerja
:
-'
KoDE (HT)
NAM-A
(MA)
Prof. Dr. Suclarsono Ir. Didit Pamungkas
(suD)
Dr. Yudo Swasono
(YS)
Pendekatan
Rate of Return
Endang Sn., MSc.
306
:
Model dan Teknik Proyeksi Persediaan Tenaga Kerja Keluaran
Dr. Boediono
(B)
Dr. Ace Suryadi
(ACE)
Drs. Rusman Haeriawan Dr. Hananto Sigit
(RH) (HS)
Dr. Si Gde Made Mamas Saudin Sitorus, MSc.
(sGM)
Serta Model Setengah Penganggur
Dr. Hananto Sigit
(HS)
Proyeksi Rumah Tangga dan Implikasi Tenaga Kerja Wanita
Dr. Budi Suradji
(Bs)
Dr. Aris Pongtuluran
(AP) (MS)
307 :Teknik
dan Model-model Kebutuhan Tenaga Kerja
308 :Teknik
dan Model-model Persediaan Tenaga Kerja
3W 310
(SS)
:Penganggur dan Setengah Penganggur
:
q3 : Diskusi Panel : Kesesuaian
Persediaan dan Kebutuhan Tenaga Kerja
Drs. Maman Setiawan, MA
404 :Paparan Kelompok Diskusi 405 : Diskusi Pancl : Masalah-masalah
Tim Kesehatan
dan Gizi
Dr. Ascobat Gani
Dr. Ir. Hidayat Syarif
86 4{17
:Diskusi Panel: Kelompok-kekrmpok Miskin
:
di Pedesaan dan Perkotaan
Prof. Dr. Mubyarto Drs. Saad Basaib, MSc
Evaluasi dan Rangkuman Pelatihan
Dr. Sayuti Hasibuan
zl08 :Arahan Paparan Kelompok
Dr. M. Djuhari wirakartakusumah Drs. A.A. Machrany, MA.
ffi
(AG) (HDS)
:Pengarahan
501 :Praktikum (PK)
Drs. HM Parawansa
Tim
(MUB) (sB) (SH)
(MDw) (AAM)
BAB.
III
KURIKULUM PELATIHAN INSTRUKTUR PBNGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA SDM
TOI. PROSPEK
PERKEMBANGAN PENDUDUK JANGKA MENENGAH DAN PANJANG
Pengantar: Isi dari mata kuliah ini coba menerangkan arah perkembangan variabel-variabel kependudukan dalam jangka mcnengah dan panjang, berdasarkan keccnderungan yang terjadi di masa lalu. Pokok-pokok masalah yang dibahas tcrutama berhubungan dcngan perubahan tingkat kelahiran, kematian, pertumhuhan pcnduduk, pcrsebaran penduduk scrta struktur umur dan jenis kelamin penduduk serta bcrbagai
ciri-ciri kcpcndudukan
lainnya, yang akan
tcrjadi dalam jangka menengah dan panjang ke
depan.
Tujuan
:
Menjelaskan kepada para pescrta latihan mengenai arah kecenderungan jangka menengah dan panjang drtri variabel-variabcl kcpcndudukan scrta berbagai faktor yang mempengaruhi perubahan tcrscbut.
Out-line: L. Kecendcrungan kelahiran.
2. Kecenderungan kematian. 3. Jumlah dam pertumbuhan penduduk historis dan proycksi.
4. Masalah persebaran pcnduduk. 5. Masalah struktur umur dan jenis kelarnin penduduk. 6. Gambaran dari ciri-ciri kependudukan lainnya.
SDM TO2.
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA DAN KESEIMBANGAN STRUKTUR EKONOMI
Pengantar: Dalam konteks perekonomian yang sedang berkembang, maka terjadi perubahan pada struktur produksi, konsumsi, perdagangan dan kesempatan kerja. Pengambangan Sumber Daya Manusia akan sangat mempengaruhi arah serta pola perubahan struktur itu. Dalam kuliah ini akan dijelaskan bagaimana pola perubahan struktur perekonomian di Indonesia serta di negara-negara lainnya. Di samping itu juga akan dijelaskan bagaimana perkembangan sumber daya manusia akan berpengaruh pola perubahan struktur itu.
Tujuan
:
Tujuan dari mata kuliah ini adalah menjelaskan kepada peserta latihan mengenai pola perubahan struktur dalam perekonomian serta pengaruh pengembangan sumber daya manusia pada proses perubahan struktur itu.
Out-line 1.
:
Perubahan struktur produksi, konsumsi dan perdagangan.
2. Perubahan struktur kesempatan kerja dan distribusi pendapatan. 3.
Pengaruh perubahan penduduk dan pengembangan sumber daya manusia pada perubahan struktur
ekonomi.
SDM
IO3. PENDIDIKAN TENAGA KERIA
DAN PEMBAI\GUNAN EKONOMI
Pengantar: Salah satu indikator tingkat perkembangan mutu sumber daya manusia adalah tingkat pendidikan dan keterampilan yang dimiliki pekerja. Semakin tinggi tingkat pendidikan, mutu sumber daya manusia dianggap relatif semakinbaik.Sementara itu produksidalam perekonomian sangat dipengaruhioleh mutu sumber daya manusia di samping oleh jumlah penduduk dan modal yang tersedia. Sehingga,
pengembangan mutu sumber daya manusia akan mempengaruhi laju pembangunan ekonomi (produksi).
Tqiuan
:
Mata kuliah ini bertujuan menjelaskan pengaruh perbaikan pada tingkat pendidikan pada tingkat dan
laju pertumbuhan produksi dalam perekonomian.
Out-line
:
1. Keterkaitan antara tingkat pendidikan dengan tingkat
dan laju pertumbuhan produksi.
2' Perubahan persyaratan pendidikan dan keterampilan untuk dapat melakukan suatu pekerjaan tertentu. 3. Masalah rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan rata-ratayangdimiliki pekerja. 4. Missmatch antara pendidikan dan pekerjaan.
SDM 104. PENINGKATAN POTENSI SUMBER DAYA MANUSIA KELOMPOK EKONOMI LEMAH Pengantar: Peningkatan sumber daya manusia merupakan unsur penting dalam usaha meningkatkan potensi produksi dan usaha. Dalam konteks memperbaiki tingkat pendapatan dan penghasilan masyarakat,
terutama golongan ekonomi lemah, maka usaha pengcmbangan sumber daya manusia golongan itu merupakan unsur yang sangat penting.
Tujuan
;
Menjelaskan dampak pengembangan SDM pada masyarakat golongan ekonomi lemah, pada tingkat penghasilan dan pendapatan golongan masyarakat bersangkutan merupakan tujuan dari mata kuliah ini.Dalam kaitanitujugaakandijelaskandefinisioperasional darimasyarakatgolonganekonomilemah itu.
Out-line 1.
: Identifikasi dan profile kelompok ekonomi lemah.
2. Masalah-masalah yang dihadapi oleh Kelompok ekonomi lemah
- permodalan (alat procluksi, modal kerja, fasilitas dan tain_lain) - potensi dan perkembangan sumber daya manusia - rendahnya teknologi dan produktifitas.
3. Kemungkinan intervcnsi yang dapat dilakukan untuk mcmperbaiki tingkat pendapatan dan penghasilan secara langsung dan tidak langsung: - Penyediaan fasilitas permodalan; - lntroduksi teknologi baru; - Pemberian fasilitas-fasilitas lain misalnya kemudahan perizinan 6an lain-lain; - Pemberian subsidi sccara langsung maupun tidak langsung;
SDM
IO5. PET.{TIHAN
TENAGA KERJA DAN PEMBANGUNAN EKONOMI
Pengantar: Pendidikan dan latihan mcrupakan suatu usaha yang dilakukan untuk meningkatkan mutu sumber 6aya ntanusia. Proses berlatih akan meningkatkan mutu pckerja terutama clalam mclakukan pekerjaan tertentu' Dalam kuliah akan diielaskan pengaruh latihan kerja dalam usaha mcningkatkan mutu sumber daya manusia dan tingkat produksi. Dalam kaitan ini mutu sumbcr daya manusia merupakan variabel antara dalam melihat pengaruh adanya latihan kerja terhaclap pertumbuhan ckonomi.
Tqiuan
:
Memberikan gambaran mcngcnai pcngaruh pcndiclikan dan latihan tcrhadap laju pcrtumbuhan produksi melalui kenaikan produktifitas pekerja yang menclapat pcndidikan dan latihan lcrsebut.
Out-line: 1. Perlunya latihan kerja untuk memcnuhi spesifikasi pckerjaan tertcnru;
2. Pengisyaratan mengcnai jcnis-jenis latihan yang dibutuhkan dalam pcrck6ngmihn.
SDM 106. KESEHATAN, SUMBER PERTUMBUHAN BKONOMI
DAYA MANUSIA DAN
Pengantar: Kesehatan merupakan unsur-unsur pcnting yang mcncntukan pcrkcmbangan muLu sum6er
rJaya
manusia' Karena itu scc:ara tidak langsung perkcmbangan tingkat koschatan akan mempengaruhi laju perkembangan ekonomi. Dalam kuliah ini sckali lagi mutu sumber claya manusia
variabel antara dalam menganalisis pengaruh perkembangan kesehatan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Tujuan: Memberi gambaran teoritis/empiris pengaruh kesehatan terhadap produksi dan pertumbuhan ekonomi melalui pengaruhnya pada perkembangan mutu sumber daya rnanusia/pekerja.
Out-line: 1.
Teori Ekonomi Kesehatan;
2. Pengaruh tingkat kesehatan pada perkembangan mutu sumber daya manusia; 3. Pengaruh tingkat kesehatan pada tingkat produksi dan pertumbuhan ekonomi.
SDM TO7. MOBILITAS TENAGA KERIA
Pengantar: Mobilitas pekerja merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada perkembangan perekonomian. Dalam mata kuliah ini masalah mobilitas penduduk merupakan pokok bahasan utama. Pembahasan .akan mencakup masalah mobilitas secara teoritis empiris sertar faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya mobililas tersebut.
Tujuan Menjelaskan pengaruh mobilitas penduduk pada perkembangan ekonomi nasional dan regional serta
faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya mobilitas tersebut.
Out-line: 1. Kerangka teoritis faktor-faktor yang mempengaruhi mobilitas penduduk:
- Analisis model Todaro; - Model Cost-Benefit Analisvs:
10
2. Mobilitas penduduk, lokasi sumbel daya manusia dan pertumbuhan ekonomi; 3. Mobilitas penduduk dan masalah disparsitas antar daerah: - mekanisme transfer modal dan teknologi;
- masalah arus sumber daya manusia dan kesenjangan sumber daya manusia; - konsekwensi sosial politik mobilitas penduduk.
SDM 108. I,I{PINGAN KERIAWAI\ITA DAN SEKTOR INFORMAL Pengantar: Kenaikan partisipasi angkatan kerja wanita mcmbawa akibat pada penyediaan lapangan kerja bagi golongan wanita. Keterbatasan laju pertumbuhan lapangan kerja di sektor formal yang disertai pesatnya laju pertumbuhan partisipasi golongan wanita menyebabkan semakin membengkaknya kegiatan di sektor informal.
Tujuan: Memberi penjelasan tentang kesempatan kerja di scktor informal dan perkembangan kesempatan kerja bagi golongan wanita.
Out-Iine: 1. Konsep sektor informal
- Definisi menurut GBHN: - Definisi teknis; - Konsep-konsep lain yang berhubungan dengan sektor informal. 2. Perubahan peranan pada kaum wanita: - Perkembangan tingkat partisipasi angkatan kerja wanita. - Perkembangan kesempatan angkatan kerja bagi wanita. 3. Masalah-masalah yang berhubungan dengan sektor informal golongan wanita.
t1"
dan penciptaan lapangan kerja bagi
SDM
201. DAMPAK PERTUMBUHAN PENDUDUK TERHADAP PEMBANGUNAN SUMBER DAYA AI.-AM DAN LINGKUNGAN
Pengantar: Pertumbuhan penduduk meningkatkan pemakaian sumber daya alam dan lingkungan. Penduduk yang meningkat jumlah dan pertumbuhannya merupakan potensi bagi pencemaran sumber daya alam dan lingkungan. Kuliah ini akan membahas hubungan-hubungan yang terjadi seperti di atas serta usaha apa yang dapat dilakukan agar usaha pembangunan sumber daya alam dpn lingkungan dapat dilaksanakan secara seksama dengan mempertimbangkan perubahan-perubahan yang terjadi pada variabel kependudukan.
Tujuan: Memberi gambaran tentang pengaruh jumlah dan pertumbuhan penduduk terhadap pelestarian sumber daya alam dan lingkungan. Bahasan akan ditekankan pada berbagai usaha yang dapat dilakukan dalam menjaga kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Out-line: 1. Dampak pertumbuhan penduduk pada lingkungan hidup
dan sumber daya alam pada umumnya;
2. Kebijakan dan program dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup dan sumber daya alam; 3. Masalah-masalah yang dihadapai dalam pelaksanaan tindakan-tindakan tersebut.
SDM
202. PENDUDUK
DAN PEMBANGUNAN EKONOMI
Pengantar: Penduduk dan pembangunan merupakan dua hal yang saling berkaitan dan antara keduanya terdapat hubungan yang saling mempengaruhi. Pengintegrasian variabel kependudukan dalam perencanaan pembangunan sudah banyak dibicarakan orang dan dalam kuliah ini segi kebijakan yang berhubungan dengan kedua masalah tersebut akan dibahas secara bersamaan.
t2
Tujuan: Menjelaskan masalah kebijakan kependudukan yang berhubungan dengan usaha memacu laju pertumbuhan ekonomi serta hubunngan antara pembangunan ekonomi dengan perkembangan kependudukan.
Out-line: 1. Keterkaitan antara perturnbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi; 2.
Kebijakan di bidang kependudukan dalam rangka meningkatkan potensi penduduk untuk melakukan produksi;
3. Masalah-masalah yang clihadapi dalam menerapkan program dan kcbijakan tersebut.
SDM
203. DAMPAK PENDUDUK TERHADAP PEMBANGUNAN SOSIAL BUDAYA KHUSUSNYA PADA PEMBANGUNAN BIDANG KESEHATAN DAN GIZI
Pengantar: Pembangunan sumber daya manusia berkaitan dengan aspek pembangunan sosial ekonomi masyarakat,
misalnya bidang kesehatan dan gizi. Mata kuliah ini akan membahas keterkaitan itu baik yang berhubungan dengan masalah empiris dan kebijhkan clan program yang berhubungan dengan masalah
tersebul.
Tujuan Memberi gambaran mengcnai kebijakan dibidang kesehatan dan gizi, dan hubungannya dengan usaha meningkat status gizi dan kesehatan penduduk dalam rangka meningkatkan mutu sumber daya manusia.
Out-line: Pengaruh kesehatan dan gizi terhadap mutu modal manusia. 2. Kebijakan yang diambil dalam rangka meningkatkan status kesehatan dan gizi masyarakat; 3. Moniutoring pelaksanaan dan masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan kebijakan dan program tersebut. L.
13
SDM
204. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SDM DAN PEMBANGUNAN
DAEMH
KHUSUSNYA PROGRAM PENATAAN RUANG DAN KEMISKINAN Pengantar: Kebijakan pengembangan sumber daya manusia memiliki kaitan dcngan banyak aspek, diantaranya berhubungan dengan aspek pembangunan daerah (wilayah) yang tercermin dalam pengembangan tata ruang dan penanggulangan masalah kemiskinan. Tata ruang dan rencana pengembanngan
wilayatr/daerah yang
tepat meningkatkan akses mayarakat terhadap pembangunan yang
pada
akhirnya akan meningkatkan kesejahteraannya.
Tujuan: Mengintrodusir konsep tata ruang dan penanggulangan kemiskinan yang di dasarkan pada usaha meningkatkan mutu sumber daya manusia daerah.
Out-line: 1-.
Peran mutu modal manusia dalam pembangunan daerah/wilayah;
2. Kebijakan dan program dalam usaha pembangunan dacrah/wilayah;
3. Monitoring pelaksanaan serta masalah-masalah yang dapat timbul dalam melaksanakan program dan kebijakan yang bersangkutan.
SDM
205. DIMENSI KELEMBAGAAN PEMBANGUNAN SUMBER DAYA MANUSIA
Pengantar: Unsur kelembagaan merupakan aspek pentingdalam mencapai suatu tujuan. Dalam mengembangkan mutu sumber daya manusia juga dihadapi berbagai masalah yang berhubungan dengan kelembagaan terscbut.
t4
Tujuan: Menjelaskan berbagai masalah yang berhubungan dengan aspek kelembagaan yang dihadapi dalam rangka mengembang mutu sumber daya manusia
Out-line: L. Kelembagaan dalam pembangunan mutu sumber daya manusia.
2. Kebijakan dan program di bidang kelembagaaan.
3. Monitoring pelaksanaan dan masalah-masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan kebijakan dan program tersebut.
SDM 206. Keb[jakan Ekonomi Moneter dan Fiskal Dalam Rangka Perluasan Kesempatan Kerja
Pengantar:
Untuk mempengaruhi perkembangan perekonomian pemcrintah dapat melakukkan berbagai kebijakan diantaranya kobijakan moneter dan fiskal. Dua kebijakan ini disamping dapat diarahkan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan, menjaga stabilitas ekonomi dan tujuan-tujuan lainnya dapat pula diarahkan untuk meningkatkan kesempatan kerja (employment). Dalam kuliah ini akan dibahas berbagai aspek kebijakan makro-ekonomi tersebut serta instrumen yang digunakan untuk meningkatkan kesempatan kerja.
Tujuan: Memberi pengertian tentang berbagai aspek kebijakan makro ekonomi (moneter dan fiskal) serta instrumen yang digunakan dalam pelaksanaan kebijakan tersebut yang ditujukan untuk meningkatkan lapangan pckerjaan.
Out-line: 1. Kebijakan Makro Ekonomi: Moneter dan Fiskal serta instrumen yang digunakan dalam kebijakan
tersebut:
15
2. Pengaruh kebijakan makro ekonomi terhadap pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan dan kesempatan kerja; 3. Kebijakan-kebijakan makro ekonomi untuk meningkatkan kesempatan kerja;
4. Monitoring pelaksanaan serta berbagai masalah yang timbul dalam pelaksanaan kebijakan dan program tersebut.
SDM
207.
LAPANGAN KEru,q, DI SEKTOR PERTAh{IAN
Pengantar: Sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam menyediakan lapangan pekerjaan bagi para pekerja. Peranan yang dominan itu terus berlangsung hingga kini walaupun telah terjadi pergeseran struktur produksi yang cukup signifikan dari sektor pertanian ke sektor industri. Hal ini
menimbulkan masalah berupa penurunan produktivitas pekerja
di sektor pertanian relatif
dibandingkan dengan sektor lainnya.
Tujuan: Memberi gambaran tentang arah kebijakan di sektor pertanian serta program yang dilakukan untuk meningkatkan produktifitas pekerja di sektor pertanian.
Out-line: 1. Pertumbuhan dan sasaran pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian;
2. Sasaran pertumbuhan kesempatan kerja di sektor pertanian;
3. Berbagai kebijakan dan program yang diarahkan untuk meningkatkan pertumbuhan produksi dan kesempatan kerja di sektor pertanian;
4. Monitoring pelaksanaan kebijakan dan program serta masalah-masalah yang timbul dalam pelaksanaan kebijakan dan program tersebut.
16
SDM
208.
I-A.PANNGAN KERTA DI SEKTOR INDUSTRI
Pengantar: Pada perekonomian yang berkembang maka biasanya terjadi proses pergeseran struktur baik pada sisi produksi, konsumsi dan kesempatan kerja. Dalam proses itu perekonomian bergeser dari besarnya peran sektor pertanian mengarah kepada semakin penting peranan sektor industri. Proses itu juga terjadi di Indonesia, terutama pada sisi produksi. Sementara itu pada sisi kesempatan kerja pergeseran itu belum terjadi secara signifikan.
Tujuan: Mengarahkan peserta latihan untuk memahami berbagai kebijakan dan program di sektor industri yang ditujukan untuk msningkatkan pertumbuhan produksi dan kesempatan kerja.
Out-line: 1. Sasaran pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja di sektor industri;
2.
Kebijakan makro ekonomi yang diarahkan untuk meningkatkan pertumbuhan sektor industri;
3.
Kebijakan dan program khusus di sektor industri yang ditujukan untuk meningkatkan lapangan kerja; Pilihan teknologi dan proses produksi yang mendorong pertumbuhan lapangan kerja di ssktor
4.
industri; 5. Monitoring pelaksanaan dan masalah-masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan kebijakan dan program tersebut,
SDM
209.
I-APAI{GAN PEKERIAAN DI SEKTOR PERDAGANGAN DAN JASA
Pengantar: Kelanjutan dari proses pergeseran struktur ekonomi dari sektor pertanian ke sektor industri akan berlanjut terus. Pada tahap selanjutnya pergeseran akan mengarah pada semakin dominannya sektor jasa-jasa. Mendahului proses transformasi produksi pada sisi penyerapan tenaga kerja peranan sektor jasa terutamajasa perdagangan telahsangatpenting. Masalah yang dihadapiadalahbahwasebagian besar pekerja di sektor jasa-jasa itu masuk dalam katagori sektor informal.
1l
Tujuan: Memberi pemahaman menganai bcrbagai aspek kebijakan clan program cli sektor perdagangan dan jasa-jasa yang ditujukan untuk meningkatkan produksi dan kesempatan kerja.
OutJine: 1. Peran sektor perdagangan danjasa-jasa dalam produksi dan kesempatan kerja; 2. Sasaran pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja di sektor perdagangan dan jasa-jasa pada Pelita V; 3. Kebijakan dan program di sektor perdagangan dan jasa-jasa yang ditujukan untuk meningkatkan
produktifitas pekerja serta mendukung usaha meningkatkan lapangan pekerjaan serta peningkatan mutu sumber dayd manusia di sektor jasa-jasa; 4. Monitoring pelaksanaan dan program di sektor perdagangan dan jasa-jasa serta masalah-masalah yang ditemui dalam pelaksanaan program dan kebijakan tersebut.
SDM
210. INVESTASI DI DAERAH DAN IMPI,IKASINYA TERHADAP PENCIPTAAN LAPANGAN KERIA
Pengantar: Perbedaan potensi ekonomi antar daerah merupakan salah satu permasalahan yang dijumpai dalam usaha pemerataan pembangunan. Disparsitas antar daerah yang ada meliputi laju investasi, per
tumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja. Untuk mengurangi kebijakan itu maka harus ditakukan kebijakan di bidang investasi agar investasi dapat diarahkan kepada wilayah-wilayah yang masih terbelakang.
Tujuan: Menjelaskan kebijakan dan program pemerataan investasi antar daerah untuk mengurangi disparsitas pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja antar daerah.
18
Out-llne: 1. Sasaran di bidang investasi khususnya dalam rangka mengurangi kesenjangan antar daerah baik dalam laju pertumbuhan produksi dan kesempatan kerja; 2. Kebijakan dan program yang diarahkan untuk tujuan tersebut;
3. Monitoring pelaksanaan dan masalah-masalah yang terjadi sehubungan dengan pelaksanaan program dan kebijakan tersebut.
SDM
211.
KE'BI3611411 PENDIDIKAN DAN PEMBANGUNAN
Pengantar t Pembangunan dalam arti luas (pembangunan di berbagai bidang) maupun dalam arti sempit pembangunan (pertumbuhan) ekonomi, mempunyai hubungan timbal-balik dengan pendidikan. Kenaikan tingkat pendidikan meningkatkan mutu sumber daya manusia yangpada akhirnya dapat meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya pembangunan mendorong tersedianya berbagai fasilitas di antaranya fasilitas pendidikan sehingga akan terjadi perbaikan pada mutu pendidikan.
Tujuan: Memberi pemahaman kepada peserta latihan mengenai hubungan antara pendidikan dan pembangunan dalam arti pembangunan yang lebih luas dari sekedar pembangunan ekonomi. Penekanan dilakukan pada masalah kebijakan di bidang pendidikan yang diarahkan untuk menunjang usaha pembangunan.
Out-line: L. Sasaran di bidang pendidikan yang diarahkan untuk menyeimbangkan kebutuhan pendidikan dan keterampilan di pasar kerja dengan pendidikan dan keterampilan yang dimiliki pekerja; 2. Kebijakan dan program di bidang pendidikan;
3. Monitoring pelaksanaan dan masalah-masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan program dan kebijakan di bidang pendidikan.
l9
SDM 3OT. MODEL PEMECAHAN MASALAH
Pengantar: Dari setiap
masalah yang clihadapi biasanya ada cara atau metode dalam mengatasi masalah tersebut.
Suatu metode diperlukan agar antisipasi terhadap masalah-masalah yang dihadapi dapat dilakukan secara sistematis dan berkesinambunqan.
Tujuan: Mengarahkan peserta latihan untuk dapat memahami model pemecahan masalah disertai contoh-cohtoh yang berhubungan dengan masalah pengembangan sumber daya manusia.
Out-line: L. Memformulasikan permasalah yang timbul;
2. Memformulasikan model pemecahan masalah yang cocok dengan masalah yang dihadapi; 3. Menguji validitas modcl; 4. Mendefinisikan model pemecahan masalah.
SDM
302. KESEIMBANGAN ANTARA PERTUMBUHAN EKONOMI
DAN
LAPANGAN KERJA
Pengantar: Kebijakan ekonomi dapat diarahkan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan pekerjaan atau keduanya. Kebijakan yang dilakukan berkaitan dengan pemilihan teknologi yang digunakan. Bila pertumbuhan ekonomi menjadi tujuan yang utama maka dipilih teknologi yang padat modal atau menghasilkan nilai tambah terbesar. Bila yang menjadi tujuan adalah meningkatkan kesempatan kerja maka teknologi yang lebih padat karya menja
di pilihan pertama. Biasanya kebijakan
dilakukan untuk mencapai kcduanya maka perlu dipilih teknologi atau teknik poroduksi yang sesuai' dengan kedua tujuan tersebut.
20
Tujuan: Memberi pemahaman kepada peserta latihan mengenai kebijakan yang dapat diambil untuk mencapai keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja.
Out-line: Kebijakan yang mengacu pada pertumbuhan ekonomi; 2. Usaha meningkatkan kesempatan kerja; 3. Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan kesempatan kerja; 4. Kebijakan dan program menuju keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja; 5. Monitoring pelaksanaan dan masalah-masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan pirogram dan kebijakan tersebut. L.
SDM
303. PRODUKTIVITAS
DAN KESEJAHTERAAI\ PEKERJA.
Pengantar: Dalam teori ekonomi tingkat upah yang diterima pekerja adalah sama dengan nilai dari marginal produk yangdihasilkannya. Ini berlaku terutama dalam pekcrjaan-pekerjaan yang bersifat formal. Pada sektor informal, sektor pertanian misalnya, produktivitas menentukan secara langsung tingkat pendapatan para petani. Sehingga tingkat produktivitas pekerja mempengaruhi tingkat kesejahteraan pekerja melalui pendapatan atau upah yang diterimanya.
Tujuan: Memhcri pengertian mengenai berbagai ukuran produktivitas (segi teoritis) dan keadaan empiris produktivitas pekerja di Inctonesia scrta berbagai kebijakan dan program yang ditujukan untuk neningkatkan produktivitas pekerja di masing-masing sektor.
Out-line: 1. Ukuran-ukuran produktivitas pekerja;
2. Hubungan antara produktivitas pekerja dengan tingkat upah dan penghasilan;
2l
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas pekerja; 4. Disparsitas produktivitas pekerja sektoral dan regional;
5. Kebijakan dan program yang mengacu pada usaha meningkatkan produktivitas pekerja serta mengurangi kesenjangan sektoral dan regional.
SDM
3M. MODEL.MODEL TERAPAN PERE,NCANAAN
TENAGA KEIUA
Pengantar: Penyerapan tenaga kerja diarahkan untuk menjaga keseimbangan antara penawaran dan permintaan tenaga kerja di pasar kerja. Selain itu juga ditujukan untuk meningkatkan kesesuaian mengenai spesifikasi pekerjaan (berhubungan keterampilan dan pendidikan pekerja) antara yang diinginkan oleh perkembengan perekonomian dengan yang disediakan oleh sistem pendidikan. Hal yang terakhir
ini sangat penting mengingat seringkali terjadi mismatch antara permintaan dan penawaran, sehingga banyak pekerja yang mengerjakan pekerjaan di luar kemampuannya atau terjadi pengangguran terselubung.
Tujuan: Penerapan model perencanaan tenaga kerja yang dapat mendukung keseimbangan antara penawaran dan permintaan tenaga kerja di pasar kerja.
Out-line: A. Indikator-indikator ketenagakerj aan : 1. Produktivitas
2. Penyerapan tenaga kerja 2. Pengangguran yang setengah menganggur
- setengah menganggur karena rendahnya produktivitas; - setengah menganggur kerjajam kerja yang rendah; - ketidaksesuaian antara pendidikan dengan jenis pekerjaan.
B. Model-model perencanaan tenaga kerja 1. Pemilihan model a. kegunaan dan kelemahan model;
22
b. data yang dibutuhkan; c. kemungkinan penerapannya. 2. Spesifikasi model a. metodologi;
b. asumsi; b. aplikasi dan perhitungan; 3. Model terapan bagi Dati I dan Dati
II
C. PraWihtm
SDM
305. PERENCANAAN TENAGA KE&JA : PENDEKATAN RATE OF RETURN
Pengantar: Salah satu model perencanaan tenaga kerja adalah model rate of rctum. Model ini ditujukan untuk mendapat suatu hasil yang optimal dari investasi yang dilakukan dalam meningkatkan mutu sumber daya manusia. Bagaimanapun ini hanyalah salah satu dari sekian banyak model yang dikembangkan,
tetapi sangat berguna bagi kita untuk mengarahkan investasi terutama di bidang pendidikan.
Tujuan: Menuntun peserta latihan untuk memahami dan menggunakan metode perencanaan tenaga kerja yang didasarkan manfaat dan biaya dari investasi itu.
Out-line: 1. Pengertian dasar yang digunakan dalam model: a. Biaya pendidikan menurut jenjang;
b. Manfaat pendidikan menurut jenjang pendidikan; 2. Konsep-konsep dasar: a. Cost benefit analysis
b. Rate of Return dan Internal rate of return (IRR). b. Cara perhitungan IRR dengan cara konvensional dan short cut. d. Analisa regresi.
23
3. Data yang dibutuhkan
:
4. Praktikum
SDM
306. MODEL DAN TEKNIK
PROYEKSI PERSEDIAAN TENAGA KERIA KELUARAN PENDIDIKAN (METODE KOHORT)
Pengantar: Dalam perencanaan tenaga kerja terutama untuk mengetahui sisi penawaran maka harus diketahui keluaran dari sistem pendidikan. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui spesifikasi pendidikan dan keterampilan yang dimiliki oleh pelerja yang akan memasuki pasar kerja. Untuk menghitung keluaran pendidikan
ini
dapat digunakan metode kohort.
Tujuan: Memahami model dan teknis proyeksi pendidikan tenaga kerja menurut pendidikan dengan metode kohort.
OutJine: 1.
Logika dalam proyeksi persediaan tenaga kerja keluaran pendidikan.
2. Metodologi dan assumsi. 3. Implikasi kebijakan 4. Pengertian mengenai data pendidikan, antara lain: enrolmen, kelas, tingkat, mengulang kelas,putus
sekolah, naik tingkat, angka melanjutkan dan lain-lain. 5. Simula:'i penggunaan model proyeksi penyediaan tenaga kerja keluaran pendidikan.
6. Praktikum
SDM
307. TEKNIK
DAN MODEL-MODEL KEBUTUHAI\ TENAGA KERIA
Pengantar: Sebagai salah satu faktor produksi, tenaga kerja diperlukan dalam proses produksi seperti halnya modal
dan faktor produksi lainnya. Dengan demikian apabila terjadi kenaikan dalam produksi maka akan
24
terjadi kenaikan pada penggunaan tenaga kerja. Anggapan inilah yang mendasari model-model perencanaan tenaga kerja, yang mana kesempatan kerja dianggap sebagai fungsi dari pertumbuhan ekonomi. Pendekatan yang menggunakan asumsi seperti sudah banyak mendapat perhatian dan kritik dari berbagai pihak dan karena kelemahan-kelemahan dari metode tersebut seringkali para perenca na menghindari penggunaan metode tersebut. Namun demikian sebagai bahan pengetahuan dan karena kesederhanaannya model ini tetap perlu untuk dipelajari.
Tujuan: Mengetahui kelemahan dan keunggulan dari metode perencanaan tenaga kerja dengan model kebutuhan tenaga kerja (MRA).
Outline: 1. Komponen produksi dan pertumbuhan ekonomi
2. Hubungan pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja; 3. Teknik dan metodologi
i. ii.
pengertian dan interpretasi model; cara-cara perhitungan;
iii. data yang digunakan dan sumber data; iv. asumsi-asumsi yang digunakan dan keterbatasan. 4. Model-model yang akan digunakan: 1.
Model sederhana: a.Incremental Labour Output Ratio (ILOR) dan ICOR b. Labour productivity c. Investment-employment ratio
d. Model elastisitas (r L)/(r Y) 3. Model ekonometrik : fungsi produksi Cobb-Douglass
4. Model input-output 5. Praktikum
25
SDM
308. TEKNIK
DAN MODELMODEL PERSEDIMN TENAGA KERIA
Pengantar: Angkatan
kerja
adalah salah satu komponen
dari
penduduk. Dengan demikian bila penduduk
mengalami pertumbuhan maka akan terjadi pertumbuhan pada angkatan kerja melalui pertumbuhan pada penduduk usia kerja. Di samping itu ada kecenderungan tingkat partisipasi angkatan kerja yang meningkat, sehingga pertumbuhan angkatan kerja cenderung lebih besar dari pertumbuhan penduduk usia kerja.
Tujuan: Memahami cara-cara perhitungan persediaan angkatan kerja dengan menghitung laju pertumbuhan penduduk usia kerja dan laju pertumbuhan partisipasi angkatan kerja.
Out-line: 1. Beberapa konsep dan de{inisi ketenagakerjaan 1.
:
Angkatan kerja, bukan angkatan kerja
2. Bekerja, menganggur 3. Jenis pekerjaan, lapangan usaha, status bekerja 2. Metodologi proyeksi 1. Proyeksi penduduk
2. Proyeksi tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) 3. Contoh perhitungan proyeksi angkatan kerja
4. Praktikum
SDM
309.
PENGANGGUR DAN SETENGAH MENGANGGUR SERTA MODEL SETENGAH PENGANGGUR
Pengantar: Dibandingkan negara-negara maju sekalipun tingkat pengangguran terbuka di Indonesia relatif rendah. Namun bukan berarti tidak ada masalah ketenagakerjaan di lndonesia, karena masalah ketenagakerjaan bukan masalah pengangguran tetapi masalah produktivitas pekerja. Produktivitas
?6
pekerja rata-rata sangat rendah yang tercermin pada penghasilan atau upah, rata-rata jam kerja dan sering kali terjadi missmatch antara pendidikan dan pekerjaan. Masalah ketenagakerjaan juga
tercermin pada tingginya tingkat pengangguran terselubung.
Tujuan: Memahami berbagai konsep dan definisi pengangguran serta cara-cara perhitungannya.
Out-line: 1. Pendekatan dan pengukuran 1,.
Cara pendekatan dan definisi ekonomi mengenai pengangguran
2. Cara pengukuran dan pemilihan standar pengukuran. 2. Beberapa penyebab pengangguran: 1.
Penyebab (frictional, seasonal, clyclical, dsb)
2. Umur 3. Pendidikan
SDM 3TO. PROYEKSI RUMAH TANGGA DAN IMPLIKASI TENAGA KERIA WANTTA (HOMES)
Pengantar: Semakin tingginya tingkat pendidikan rata-rata kaum wanita serta perkembangan sosial-ekonomi dan budaya menyebabkan peranwanita mengalami pergeseran. Proporsi wanita yang memasuki pasar kerja semakin berkembang. Dengan kata lain tingkat partisipasi angkatan kerja wanita meningkat. Hal ini membawa implikasi pada jumlah keluarga yang diinginkan oleh setiap rumah tangga. Dengan demikian proyeksi besarnya rumah tangga di masa datang harus memperhatikan perubahan kesempatan kerja bagi kaum wanita.
Tujuan: Memahami penggunaan dan penerapan model Homes.
.,1
Out-line: 1. Pengertian analisis Homes;
2. Metodologi dan data ya:ng digunakan; 3. Penerapan model Homes dan implikasinya; 4. Praktikum.
SDM
401. DISKUSI PANEL: SISTBM
SDM
402. DIKSUSI PANEL: OPERASI DAN PEMELIHARAAN
SDM
403. DISKUSI PANEL:
INF'ORMASI DAN PEMANTAUAN
KESESUAIAN PERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN
TENAGA KERJA
SDM
404.
PAPARAN KELOMPOK DAN DISKUSI
23
PIDATO PEMBUKAAN TERI NEGARA PEREN CANAAI{ PEMBANGU NAN NASIONAI/ KETUA BAPPENAS PADA PEI.-{TIHAI\ PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA NASIONAL
M EN
Assalamu'alailatm Wr. Wb. Saudara-saudara para pejabat Eselon I, Saudara-saudara para penyelenggara dan peserta pelatihan pengembangan sumber daya manusia nasional,
Kita berada dalam perubahan-perubahan yang cepat dan kompleks, baik perubahan yang bersumber dari dalam negeri maupun perubahan yang berasal dari luar. Perubahan-perubahan yang berasal dari
dalam negeri berkaitan dengan perubahan struktural yang terjadi sebagai bagian dari proses pembangunan. Keberhasilan pencapaian sasaran pembangunan maupun kekurang-berhasilan merupakan sumber-sumber perubahan yang memiliki dinamika dan logika sendiri-sendiri. Keberhasilan kita memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok seperti pangan dan sandang membawa kepada peningkatan kebutuhan jenis lain. Di lain pihak adanya persepsi bahwa terdapat sasaran pembangunan tertentu yang belum tercapai sepenuhnya seperti yang menyangkut pemerataanjuga merupakan sumber
pemikiran dan pendapat mengenai perlunya perubahan-perubahan dan peningkatan dalam satu atau lain segi kebijaksanaan pembangunan.
Dan segala sesuatu peningkatan ini perlu dilaksanakan dengan jumlah penduduk yang terus bertambah paling sedikit dengan 3juta orang per tahun, yangjuga merupakan sumber perubahan yang amat penting. Pertumbuhan dan pertambahan penduduk membawa perubahan imbangan sumber-sumber baik manusia maupun non-manusia.
Saudara-saudara peserta latihan dan hadirin sekalian, Sumber perubahan dalam negeri
ini tentu diperkuat pula oleh gejala-gejala yang melanda dunia.
Globalisasi di bidang ekonomi dan demokratisasi di bidang politik yang melanda dunia jelas mempunyai dampak kepada kompleksitas permasalahan pembangunan. Globalisasi dan perubahan-perubahan ini
membutuhkan penyesuaian-penyesuaian
di dalam negeri
pembangunan.
29
dalam berbagai bidang kebijaksanaan
Hadirin yang saya hormati, Segala sesuatu perubahan yang cepat ini mengharuskan kita untuk meningkatkan upaya komunikasi satu sama lain sehingga tercipta kesamaan dan persamaan persepsi mengenai masalah-masalah pokok yang
dihadapi serta langkah-langkah yang perlu ditempuh. Persamaan dan kesamaan persepsi ini mencakup bukan saja hal-hal yang bersifat faktual tetapi juga hal-hal yang bersifat motivasi. Kesamaan dan persamaan persepsi yang menyangkut fakta penting peranannya dalam penciptaan koordinasi dan sinkronisasi tindakan karena hal-hal ini akan membentuk anggapan-anggapan pokok dalam pengambilan keputusan. Adalah satu truisme bahwa bilamana pemikiran terhadap fakta-fakta berbeda maka langkah-langkah yang ditempuh juga akan berbeda.
Hadirin sekalian dan para peserta pelatihan, Persamaan dan kesamaan persepsi ini bukan hanya mencakup fakta tetapi juga motivasi. Dalam kaitan
ini yang
saya maksud adalah komitmen pokok kita semua kepada pencapaian sasaran-sasaran pembangunan secara partisipatif, karena pencapaian sasaran-sasaran ini melalui proses yang tepat merupakan pengejawantahan dari amanat penderitaan rakyat dalam arti yang luas dan dalam. Pembaruan motivasi dan komitmen ini akan menghindarkan kita dari rutinisme dalam kegiatan pembangunan, mendorong kita menciptakan hal-hal yang inovatif dan baru dan perlu dalam rangka pelaksanaan Repelita.
Saudara-saudara sekalian. Bagran lain yang tidak kalah pentingnya yang ingin diupayakan melalui pelatihan ini adalah yang menyangkut keterampilan. f)engan keterampilan disini terutama dititikberatkan pada penyusunan alternatif-alternatif bagi pencapaian sasaran-sasaran program yang berkaitan langsung dengan penfapan, pemanfaatan serta pembinaan sumber daya manusia dalam pembangunan. Keterampilan ini mensyaratkan dibutuhkannya kemampuan minimal menginterpretasi data. Atas dasar interpretasi
ini maka dirumuskan berbagai alternatif yang relevan, hambatan-hambatan yang dihadapi serta biaya yang dibutuhkan bagi pencapaian sasaran-sasaran program pembangunan. Dengan keterampilan demikian diharapkan para pejabat akan mampu menginterpretasikan keadaan dan masalah yang berbeda-beda di berbagai daerah dan menerjemahkan interpretasi ini menjadi pemecahan masalah secara operasional. Saya merasa bahwa di bidang keterampilan ini para peserta sudah memiliki dasar yang kuat. Pada masa latihan ini dasar-dasar ini perlu diasah lebih lanjut serta diorientasikan kepada persepsi bersama
yang sedang ditingkatkan.
30
Sau dara-saudara sekalian.
Itulah sebabnya saya menganggap kegiatan latihan ini penting artinya. Kegiatan latihan ini merupakan komunikasi bagi penciptaan kesamaan persepsi ini. Selanjutnya dengan diikutinya latihan keterampilan, diharapkan para peserta akan memiliki kemampuan yang meningkat bagi perencanaan sumber daya manusia yang akan dapat dikembangkan sendiri selanjutnya oleh para peserta.
Saudara-saudara peserta pelatihan, Sekarang izinkan saya mengcmukakan sesuatu mengenai materi pokok yang menjadi ajang komunikasi dalam pelatihan ini. Materi pokok ini berkaitan dengan perencanaan sumber daya manusia nasional.
Sejarah kontemporer pembangunan bangsa-bangsa
di dunia memberi petunjuk yang meyakinkan mengenai peranan sumber daya manusia bukan saja dalam kelangsungan pembangunan suatu bangsa tetapi juga didalam pemerataan pembangunan antar bangsa. Ada dua jenis fakta yang dapat dan perlu diperhatikan. Pertama bangsa-bangsa yang mengutamakan sumber
sosial-politik masyarakatnya. Di lain pihak bangsa-bangsa yang tidak mengutamakan sumber daya manusia sebagai sumber pertumbuhan ternyata mengalami banyak masalah bukan saja memperta hankan momentum pertumbuhan ekonomi tetapi juga kestabilan sosial-politik masyarakatnya. Perubahan yang terjadi di Eropah Timur baik di bidang ekonomi maupun sosial-politik pada dasarnya
bersumber dari kebijaksanaan pokok sumber daya manusia yang kurang tepat sebagai sumber pertumbuhan dan dinamika.
Saudara-saudara peserta pelatihan, Sebagaimana yang dimintakan oleh trilogi pembangunan, maka yang dibutuhkan sesungguhnya bukan saja kelangsungan pertumbuhan tetapi sekaligus juga pemcrataan. Di bidang pemerataan inipun
kita
dapat belajar dari scjarah kontemporer ialah bahwa diantara hangsa-bangsa yang mengutamakan sumber daya manusia sebagai sumber pertumbuhan, tlinamika dan kreatifitas, terdapat kecenderungan konvergensiyangstabil dan dominan dalam tingkat kemajuan dan kemakmuran diantara bangsa-bangsa yang bersangkutan. Konvergensi ini terutama diamati di kalangan negara-negara yang relatif miskin dan relatif kaya yang semuanya tergolong kedalam OECD. Dan pemerataan dilingkungan OECD ini semakin meningkat bukan oleh karena pendalaman lapangan kerja yaitu perbedaan antara pertumbu-
hanjumlah lapangan kerja dengan pertumbuhan jumlah penduduk; bukan juga oleh pendalaman modal
yaitu perbandingan ratio investasi dengan pertumbuhan penduduk; tetapi oleh efisiensi dal produktifitas masyarakatyangbersumber padamanusia. Apayang dinamakan "produktifitas masyarakat
31
mengeiar ketinggalan" ("TFP-catch-up") untuk negara-negarayangrelatif miskin sepe rtiltalia,Portugal dan Spanyol di kelompok OECD lebih cepat meningkatnya daripada hal yang sama bagi negara-negara kaya seperti USA, Kanada, Luxemburg dan Jerman Barat, khususnya dalam pemtrangunan mereka se-
sudah 1950.
saudara-saudara peserta pelatihan dan hadirin sekalian yang saya hormati, Pelajaran apa yang dapat dipetik dari sejarah kontemporer yang saya kemukakan tadi
?
Baik kemampuan bangsa-bangsa dalam mempertahankan momentum pembangunan maupun dalam mengejar ketinggalan berkaitan erat dengan apa yang disebut "kemampuan sosial" seluruh bangsa. Kemampuan sosial ini berkaitan dengan seluruh proses kelembagaan dan kemasyarakatan yang bisa bersifat menunjang tetapi menghambat gerak maju pembangunan. Dengan demikian jelaslah kiranya bahwa persiapan, pemanfaatan dan pemeliharaan sumber daya manusia di tujukan bukan saja bagi peningkatan mutu manusia secara individual seperti peningkatan kesehatan, pendidikan dan lain-lain, tetapi kepada mutu proses-proses kelembagaan dalam masyarakat; segala sesuatu dimaksudkan bagi peningkatan efisiensi dan produktivitas dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Kiranya amat tepat bilamana dalam GBHN 1988 dikemukakan bahwa sasaran pembangunan fndonesia dalam tahap pembangunan jangka panjang ke II adalah meningkatkan mutu manusia dan mutu seluruh masyarakat Indonesia. Dalam kaitannya dengan pelatihan yang Saudara-saudara akan ikuti maka yang dituju bukan
saja peningkatan keterampilan perorangan tetapi juga meningkatkan mutu
interaksi antar orang, meningkatkan mutu bekerjanya lembaga-lembaga pelaksanaan pembangunan di daerah, khususnya yang berkaitan dengan persiapan, pemanfaatan dan pemeliharaan sumber daya manusia. Sesungguhnya dalam Repelita Vkita masih menghadapi berbagai jenis kekurang-se imbanganyang
berkaitan dengan persiapan, pemanfaatan dan pemeliharaan sumber daya manusia. Mutu persiapan stl-ber daya manusia perlu ditingkatkan terutama dalam kaitannya dengan daya serap teknologi yang lebih tinggi' Kita perlu semakin mengandalkan nilai tambah yang bersumber dari diri manusia, dan tidak bisa dan tidak boleh terus menerus bersandar pada tenaga kerja yang murah. Walaupun menurut sensus yang lalu pertumbuhan penduduk telah menurun, pertumbuhan angkatan kerja masih cukup besar. Selain itu separoh pengangguran masih relatif tinggi. Keseimbangan antara pertumbuhan nilai tambah
dan lapangan kerja masih perlu terus diupayakan. Segala sesuatu ini membawa masalah pada pemeliharaan sumber daya manusia khususnya yang menyangkut gizi, kesehatan, dan kesejahteraan sosial umumn y a y ang juga masih perlu terus ditingkatkan.
32
Saudara-saudara peserta pelatihan dan hadirin sekalian, Saya merasa yakin dengan peningkatan kemampuan perorangan, dengan peningkatan mutu interaksi
lembaga-lembaga pelaksanaan dan meningkatnya mutu pelaksanaan fungsi-fungsi berbagai lembaga, maka berbagai sasaran Repelita V yang berkaitan dengan sumber daya manusia akan lebih bisa
diupayakan.
I*bih dari
pada itu dengan pengembangan lebih lanjut kebijaksanaan "produktifitas
masyarakat pengejar ketinggalan" bukan saja pemerataan antar daerah di Indonesia dapat ditingkatkan
tetapi sekaligus juga akan mampu menempatkan Indonesia dalam posisi lebih baik dalam pergaulan dan percaturan bangsa-bangsa di dunia. Dalamjangka pendek diharapkan aparat perencanaan pada semua tingkatan dan jajaran khususnya di daerah akan lebih siap memasuki Repelita yang akan datang.
Demikian, terima kasih atas perhatian Saudara- saudara sekalian.
Wassalamu'alaikum wr. wb.
33
SUMBER DAYA DAN PEMBANGUNAN PENDEKATAN MANAIEMEN Oleh:
Sayuti Hasibuan
1. PENGANTAR Hasil-hasil sensus penduduk yang baru-baru ini dilaksanakan membuat kita orang Indonesia disatu pihak bergembira tetapi dilain pihak juga prihatin. Kita bergembira oleh karena pertumbuhan penduduk Indonesia telah melampaui puncak dan sudah dalam tahap menurun. Hal ini berarti bahwa upaya yang dilaksanakan sejak dua puluh tahun terakhir melalui berbagai usaha langsung maupun
tidak langFung untuk menurunkan tingkat kelahiran dan pertumbuhan penduduk telah berhasil menekan laju pertumbuhan penduduk. Di lain pihak kita juga merasa prihatin oleh karena walaupun
pertumbuhan penduduk telah menurun sampai pada l,97Vo rata-rata dalam dekade 19g0-1990, jumlah pertambahan penduduk cukup besar, yaitu sejumlah 3,2 juta rata-rata
per tahun. Setiap tahun selama 10 tahun terakhir ini tercipta lebih dari satu Singapura baru dari segi penduduk. Adalah tidak
terlalu sulit membayangkan extrapolasi jumlah penduduk di masa depan maupun berbagai segi masalah yang ditimbulkan, baik masalah-masalah yang langsung menyangkut sumber daya manusia maupun sumber daya alam dan lingkungan. Masalah-masalah ini berkaitan dengan pencapaian sasaran pembangunan jangka panjang yaitu meningkatkan mutu manusia dan masyarakat Indonesia. Walaupun mutu manusia Indonesia dan rnutu masyarakat Indonesia merupakan sasaran jangka panjang soal-soal yang berkaitan dengan upaya-upaya pencapaian sasaran ini telah dihadapi saat ini. Oleh karena itu perlu ditinjau implikasiimplikasi operasional masalah jangka panjang ini.
2. MASALAH'MASAT-{H PoKoK YANG DIHADAPI DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA MANUSIA DAN SUMBER DAYA ALAM
Tujuan jangka panjang pembangunan Indonesia sebagaimana yang dikemukakan dalam GBHN 19gg adalah meningkatkan mutu manusia Indonesia dan mutu masyarakat Indonesia. Dalam upaya mencapai sasaran jangka panjang ini salah satu masalah pokok yang dihadapi adalah di bidang kependudukan. Seperti sudah dikemukakan setiap tahun selama sepuluh tahun terakhir ini jumlah
penduduk Indonesia meningkat dengan 3,2 juta orang per tahun. Kalau secara sederhana pertambahan 3,2 iuta orang per tahun ini diproyeksikan ke depan maka pada tahun 2(X)0 tentu penduduk Indonesia akan bertambah dengan paling tidak 30 juta orang.
34
Pertambahan penduduk yang cukup besar ini terhadap penduduk yang sudah nomor 5 besarnya di dunia menimbulkan banyak masalah manajemen dalam rangka mengupayakan tercapainya sasaran
meningkatkan mutu manusia Indonesia dan mutu seluruh masyarakat Indonesia. Secara dasar tentu berbagai kebutuhan pokok manusia akan meningkat. Dengan berlalunya waktu dan dengan semakin meningkatnya standard hidup secara umum maka peningkatan kebutuhan ini akan lebih besar lagi diatas kebutuhan pokok. Di bidang ekonomi oleh karena itu salah satu masalah yang dihadapi adalah penyediaan barang dan jasa dalam jumlah yang meningkat dan ragam yang meningkat pula. Produksi barang dan jasa yang meningkat ini harus sekaligus berarti kemampuan daya beli yang meningkat di kalangan para keluarga sehingga dengan demikian mereka dapat menikmati pula melalui peningkatan konsumsi barang-barang dan jasa yang dihasilkan ini. Dengan lain perkataan pemerataan daya beti di kalangan para keluarga mestilah merupakan sasaran agar peningkatan mutu hidup dapat terlaksana secara lebih merata pula. Komponen-komponen yang membentuk baik mutu manusia maupun mutu masyarakat bukan hanya yang bersifat materi. Kebebasan menyuarakan pendapat, terutama yang
bersifat menunjang bagi tercapainya sasaran pembangunan merupakan satu contoh hal yang dikehendaki sebagai ciri dari proses pembangunan. Kebersamaan dan solidaritas diharapkan sekaligus dapat ditingkatkan untuk
mengimbangi kecenderungan keterasingan dan anomi yang biasanya menyertai proses transformasi masyarakat. Kemudian proses itu sendiri harus pula mempunyai ciri stabilitas yang dinamis, yang mendorong dan memupuk sifat-sifat sumber daya manusia yang diperkirakan dibutuhkan bagi pembangunan atas dasar Pancasila dan UUD-1945. Sifat-sifat ini antara lain adalah yang menyangkut kualitas mental spiritual (kejuangan) seperti taat menjalankan ajaran agama, serta toleransi yang linggi dalam kehidupan beragama, memiliki semangat yang tinggi clan kejuangan yang tangguh baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat, serta kualitas intelektual dan kualitas fisik dan kesehatan yang cukup memadai pula. Dengan peningkatan mutu manusia dan mutu masyarakat Indonesia maka jumlah penduduk nomor 5 besar di dunia akan semakin diterjemahkan menjadi kekuatan nyata baik secara moral, ekonomi, politik, maupun militer dan teknologi. Sementara itu segala sesuatu yang harus dicapai di atas tetap mempertahankan kelestarian sumber alam dan lingkungan hidup. Upaya pemenuhan kebutuhan fisik maupun non fisik hari ini tidak mengorbankan kepentingan untuk generasi yang akan datang. Pembangunan yang diupayakan adalah yang berkelanjutan secara ekonomi, sosial, poritik dan secara fisik.
Inilah secara garis besar konsekuensi-konsekuensi dari pertumbuhan penduduk. produksi barang dan jasa perlu meningkat. Berbagai dimensi mutu hidup baik individuat maupun kemasyarakatan perlu meningkat. Kelestarian sumber alam dan lingkungan hidup perlu terus
dipertahankan. Pertumbuhan penduduk merubah orde faktual secara amat berarti. perubahan orde faktual ini memerlukan response yang sesuai pada orde normatif. orde normatif ini akan tercermin antara lain pada kebijaksanaan-kebijaksanaan yang ditempuh.
35
3. BAGAIMANA MENGUSAHAKAN HAI-HAL INI
?
Di
sinilah kita perlu tinjau kembali konsep-konsep pokok pembangunan sebagaimana yang dikemukakan dalam UUD-1945 dan GBHN. Baik UUD-1945 maupun GBHN secara normatif menempatkan manusia sebagai pelaku utama pembangunan. Secara intuitif-faktual hal ini sudah lana diketahui. Ungkapan-ungkapan seperti "the man behind the gun", "tergantung manusianya", dan lain-lain ungkapan merupakan bukti intuitif mengenai keutamaan peran manusia dalam segala kegiatan. Sebagai umat beragama tentu kita meyakini kebenaran ungkapan bahwa manusia diciptakan dengan sebaik-baik penciptaan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Masalah pelaksanaan yang dihadapi
adalah operasionalisasi teknis dari ungkapan-ungkapan normatif ini. Tentu dibutuhkan penjabaran lebih lanjut mengenai keutamaan sumber daya manusia ini sehingga didapat petunjuk- petunjuk operasional penyusunan strategi manajemen pada berbagai tingkat keumuman.
Dalam kaitan ini dapat dikemukakan manfaat dari konsep fungsi produksi masyarakat sebagai awal pencarian dan artikulasi dari strategi manajemen sumber daya manusia dan sumber daya alam secara keseluruhan. Fungsi produksi masyarakat mengkaitkan hasil produksi dan barang dalam masyarakat dengan input-input yang dibutuhkan. Walaupun output maupun input biasanya berkaitan dengan hal-hal yang dapat diukur, namun sesungguhnya input-input yang masuk kedalam proses produksi masyarakat tersebut jelas mencakup berbagai jenis hal yang tidak dapat diukur, setidaktidaknya tidak dapat diukur langsung seperti umpamanya berbagai dimensi mutu sumber. Mutu sumber-sumber ini seperti kualitas mental, daya kejuangan dan lain-lain banyak ditentukan oleh sistem masyarakat dimana fungsi produksi beropeiasi. Itulah sebabnya pencapaian-pencapaian dalam
fungsi produksi banyak ditentukan oleh sistem masyarakat yang berlaku. Satu hal yang dapat kita katakan dengan rasa kepastian yang tinggi ialah bahwa kemampuan menghasilkan berbagai input untuk produksi amat berbeda di antara negara-negara dan masyarakat
di
dunia. Perbedaan-perbedaan seperti dikatakan tadi banyak ditentukan oleh
sistem proses produksi ekonomi-sosial-politik dimana itu berlangsung. Sebagai contoh dapat dikemukakan
karya dari Bergson yang membandingkan produktivitas faktor-faktor baik tenaga kerja secara sendiri maupun tenaga kerja dan alat-alat modal secara kombinasi bagi berbagai negara Barat dan Uni Soviet. Perkenbangan ini dapat dilihat pada Tabel 1.. Menurut Tabel ini kemampuan menghasilkan tenaga kerja per angkatan kerja yang bekerja pada tahun 1975 dalam bentuk Indeks adalah Amerika
Serikat 1(X), Perancis 94, Jerman 91, Inggris 69, Itali 71 dan USSR 58. Jadi kemampuan menghasilkan di Soviet Russia itu adalah yang terendah. Juga bilamana dibandingkan kemampuan menghasilkan seluruh faktor maka produktivitas rata-rata Soviet Russia juga adalah yang terendah. Untuk tahun 1975 indeks ini adalah 55 dan Amerika Serikat 100. Bahkan dengan menggunakan data-data CIA, produktivitas total Soviet Russia menurun dengan O,'lVo antara tahun 1975-1980 dan menurun 0,37o
dalam 1) tahun 1980-1985.
,x
Tabel I Koefi sien Produktivitas Faktor ( Amerika Serikat = 100 ) Negara
Produk (Materiil) per
Produk (Materiil) per
Pekerja yang bekerja
satuan faktor (tenaga
kerja dan modal)
Amerika Serikat
1960
r975
r960
t975
100
100
100
100
Perancis
51
M
63
96
Jerman (Barat)
51
9L
65
92
Inggris
49
69
64
73
Italia
34
7l
47
77
Soviet Rusia
31
58
45
55
Sumber: Rosefiede, S., Comparative Productivity dalam The Ameicon Economic Review,vol. 80 no. 4, Sept.
190, hal
9zE.
Coba kita lihat segi lain daripada kemampuan menghasilkan bangsa-bangsa
di dunia.
Kita
manfaatkan konsep "growth accounting" yaitu memperhitungkan sumber-sumber pertumbuhan yang dialami oleh bangsa-bangsa dalam sejarah pembangunannya. Pertanyaan pokok yang ingin
dikemukakan adalah sejauh mana pertumbuhan nilai tambah yang dialami oleh satu bangsa bersumber dari bertambahnya input di satu pihak dan meningkatnya produktivitas total faktor- faktor
produksi khususnya tenaga kerja dan modal di lain pihak. Beberapa data khususnya untuk negaranegara berkembang dan negara maju sudah pernah dikemukakan pada makalah lain. Kalau sekarang dimasukkan negara-negara sosialis khususnya Soviet Russia dan negara-negara Eropa Timur, maka perbandingan ini sudah mencakup sistem ekonomi sosial politik yang ada di dunia.
Seperti dapat dilihat pada Tabel 2 sumber pertumbuhan dapat dibagi menjadi dua: bertambahnya input khususnya modal dan tenaga kerja dan meningkatnya produktivitas atau kemampuan menghasilkan dari faktor-faktor yang ada. Untuk negara-negara maju dalam periode 1947-1973 dari pertumbuhan nilai tambah rata-rata 5,4Vo, 2,7Vo atau 5OVo bersumber dari pcrtumbuhan produktivitas total seluruh produksi. Selebihnya bersumber dari pertumbuhan jumlah faktor-faktor produksi. Untuk negara-negara sosialis yaitu Bulgaria, Rumania, USSR dan Yugoslavia, prosentase ini adalah 35Vo. Yang terendah adalah Bulgaria sebesar 26,4Vo. Selebihnya bersumber dari pertambahan faktor-faktor produksi untuk negara-negara berkembang. Prosentase ini rata-rata SlVo
37
Apa sebab ada perbedaan yang bcsar dan konsisten diantara sumber-sumber pertumbuhan dalam berbagai sistem
?
Yang jelas berbagai sistem ini memberikan ruang gerak yang amat berbecla kepada energi yang bersumber pada manusia untuk menyatakan diri dan menjadikan kekuatan yang bersumber pada diri manusia sebagai sumber pertumbuhan. Salah satu karakterisasi pokok untuk menyatakan perbedaan
ini
adalah bahwa negara-negara sosialis menganut sistem yang tersentralisasi sedangkan negara akhir-akhir ini dalam masa sepuluh tahun terakhir ini banyak negara berkembang termasuk Indonesia telah berupaya bergerak ke arah yang lebih bersifat desentralisasi. Yang dimaksud dengan sentralisasi dan desentralisasi adalah yang menyangkut pembentukan
program produksi masyarakat secara keseluruhan dan program pembentukan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Kiranya jelas bahwa produksi dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Persoalannya adalah bagaimana sistem kesejahteraan masyarakat ini terbentuk. Dalam sistem yang terpusat ini penentuan bentuk program dilaksanakan secara lebih terpusat. Dalam sistcm yang tersebar hal-hal ini dilaksanakan secara -lebih tersebar oleh banyak pusat-pusat pengambilan keputusan dan sistem pelaksanaan. Dalam sistem yang terpusat pengambilan keputusan dimonopoli oleh satu organisasi besar yang bernama Pemerintah. Praktis tidak terdapat persaingan bagi menghasilkan "kebaikan". Dalam sistem yang tersebar terdapat persaingan diantara banyak pihak untuk menghasilkan hal-hal yang baik dan dibutuhkan.
Sebagai satu generalisasi umum dapat dikatakan bahwa sistem yang tersebar ini telah meningkatkan terbentuknya bukan saja sistem produksi yang lebih efisien dan pro
jawab untuk melaksanakan program-program kesejahteraan ini. Secara singkat dapat dikemukakan bahwa informasi, energi dan materi yang berasal dari manusia dapat dimanfaatkan secara optimal dalam pembentukan program-program kegiatan oleh
lebih banyak kelompolVorganisasi manusia dalam masyarakat dalam sistem yang
tersebar
dibandingkan dengan sistem yang terpusat. Selanjutnya fungsi kesejahteraan masyarakat ditentukan bukan secara terpusat tetapi secara tersebar. Untuk suatu ekonomi keclua upaya ini yaitu penentuan
38
pelaku fungsi produksi dan fungsi kesejahteraan masyarakat terkait sebara organik melalui sistem
harga' Ambillah informasi sebagai contoh. Kita memaklumi peran vital informasi dalam mempengaruhi efisiensi dan produktivitas keputusan-keputusan yang dibuat. Baik di bidang militer maupun di bidang non-militer, upaya khusus dilaksanakan bagi pengadaan, penilaian serta
pengaturan informasi yang dibutuhkan bagi program-program kegiatan organisasi bersangkutan. Dalam sistem yang tersebar maka penyediaan informasi ini juga tersebar. penyediaan informasi ini tentu dilaksanakan oleh pihak-pihak yang langsung terlibat dalam pembentukan program-program
kegiatan' contoh yang paling mudah terlihat adalah program produksi yang disusun oleh masing-masing rumah tangga perusahaan untuk dilaksanakan oleh perusahaan tersebut. pemikiran
yang sama juga berlaku bagi rumah tangga,/organisasi produksi lainnya selain perusahaan-perusahaan. Maka penyesuaian antara penyediaan dan kebutuhan akan lebih efektif dapat dilaksanakan. Bilamana ada kesalahan atau kekurang sesuaian maka kesalahan ini dapat dilokalisir pada organisasi-organisasi ditempat hal ini terjadi dan tidak perlu mengganggu keseluruhan.
Penyediaan informasi yang sesuai ini penting peranannya oleh karena fungsi produksi perlu diarahkan untuk memenuhi fungsi kesejahteraan yang jelas tidak akan sama untuk semua kelompoVorganisasi. Apalagi bilamana kesejahteraan itu bukan hanya menyangkut kebutuhan pokok tetapi sudah di atasnya. Maka berbagai kelompok orang atau rumah iunggu kesejahteraan yang identik secara teknis satu sama lain.
tidak akan memiliki fungsi
Bilamana fungsi kesejahteraan ini ditentukan sendiri oleh organisasi,/badan usaha,/kelompok orang bersangkutan maka bukan saja arus informasi tetapi juga energS dan materi akan terfokus
secara voluntair, secara efektif dan efisien.
Sesungguhnya pengalaman upaya bersama secara tersebar untuk mencapai hal-hal besar yang
secara umum sudah disepakati banyak terdapat dalam sejarah Indonesia. pengalaman revolusi Indonesia 1945'1949 melawan penjajah adalah bukti nyata betapa informasi, energi dan materi
manusia-manusia Indonesia yang terhimpun dalam berbagai prog.um tindakan yang dibentuk secara sukarela yang tersebar di seluruh pelosok tanah air telah dapat berhasil mengusir penjajah.
Secara singkat dapatlah dikemukakan bahwa bilamana diinginkan pemanfaatan sumber daya manusia sebagai sumber pertumbuhan yang dominan maka tidak ada alternatif lain kecuali mengarahkan sistem manajemen sumber daya secara lebih ter<Jesentralisasi. upaya desentralisasi inilah yang telah terjadi di banyak negara. Di In
39
kebutuhan tetapi juga penting dalam rangka mencheck sejauh mana sistem produksi telah bergerak ke arah yang dikehendaki bersama.
Arah yang dikehendaki bersama ini mcncakup didalamnya input bagi kclestarian sumber alam dan lingkungan hidup. Walaupun manusia merupakan bagian dari alam dan tidak terpisah dari alam tetapi perlulah ditekankan otonomi manusia dalam keputusan-keputusannya vis a vis sumber alam dan lingkungan hidup. Dalam hubungan ini manusia bertindak sebagai pemimpin yang arif. Keputusan-keputusan yang arif ini perlu tercermin bukan saja dalam fungsi produksi masyarakat tetapi juga dalam fungsi kesejahteraan yang diinginkan oleh masyarakat bersangkutan. Dan sebagaimana sistem produksi dan kesejahteraan disusun secara terdesentralisasi maka kegiatan melestarikan sumber alam dan lingkungan hidup ini perlu tercermin secara tersebar pula.
Tentu desentralisasi kegiatan masyarakat sebagai upaya memaksimumkan sumbangan manusia yang berkelanjutan bagi sumber pertumbuhan bukanlah hal yang baru. Yang baru adalah pembuktian secara teknis bahwa rupanya sistem desentralisasi ini secara makro merupakan sistem yang unggul --
lebih unggul dari sistem terpusat sebagai pendekatan pokok manajemen sumber-sumber suatu masyarakat. Bukti-bukti yang saya maksud adalah yang menyangkut dilepaskannya sistem yang terpusat oleh negara-negara dan masyarakat yang dahulu memanfaatkannya, khususnya di negara-negara sosialis. Bagi negara-negara berkembang jelas kadar campuran dalam sistem ekonomi campuran jelas mengarah kepada desentralisasi. Sejalan dengan itu sistem-sistem pemikiran yang
didasarkan atas semangat dan anggapan pokok sentralisasi dalam pengelolaan sumber daya masyarakat perlu ditinjau kembali.
Dengan mengatakan bahwa desentralisasi merupakan arah yang dituju dalam manajemen sumber-sumber, tidaklah berarti bahwa sentralisasi kegiatan-kegiatan tertentu tidak dibutuhkan, bahwa segala sesuatu harus disebarkan manajemennya. Tidaklah demikian. Untuk mendapatkan pertumbuhan optimal daripada produktifitas faktor-faktor secara keseluruhan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara optimal maka diperlukan adanya "optimal mix" antara sentralisasi dan desentralisasi. Dapat dibayangkan bahwa fungsi-fungsi tertentu pemerintahan, umpamanya, tidak tepat untuk dilaksanakan secara tersebar. Seorang penulis dibidang ini mengemukakan sebagai
berikut: "Those functions that are essential to the survival of a natiort, services that benefit front
of scale ond standardization in producliott, lhut depend on large networks of facilities or a hierarchly of senices, that can only be distibuted equitably by a govemtnent economies
large and powerful enough to redistibute wealth in the face of oppositiort, lhat ueate spillover effects, or that depend on massive capital investments, may be better qdrninistrated by central
govemment lhan by decentralized wtil".
q
Fungsi-fungsi lain dalam Pemerintahan dapat dan perlu dipertimbangkan untuk dilaksanakan secara lebih tersebar. Dari titik pandang ini maka paradigma lama bahwa implementasi dapat dilaksanakan secara tersebar tetapi pengambilan keputusan perlu dilaksanakan secara terpusat memerlukan peninjauan kembali.
Kita bersyukur bahwa bangsa kita telah memiliki nilai-nilai pokok berupa Pancasila
dan
UUD-1945 berikut pengalaman pembangunan secara terus-menerus sebagai pegangan melaksanakan
perubahan dan peningkatan. Dengan pegangan-pegangan pokok ini maka berbagai upaya perlu diusahakan ke arah desentralisasi kegiatan di segala bidang dalam upaya meningkatkan partisipasi dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Inilah agenda pekerjaan rumah yang urgen yang perlu dilaksanakan sebagai salah satu persiapan memasuki era pembangunanjangka panjang kedua.
4l
MODEL PEMECAHAN MASALAH Oleh:
Sayuti Hasibuan
I. PENGAI\TAR KENAPA KITA HARUS MEMBICARAKAN MODEL PEMECAHAN MASALAH
?
Walaupun model pemecahan masalah disini dapat dimanfaatkan bagi penyelesaian masalah-masalah pribadi, tentu tujuan utama kita membicarakan model ini berkaitan dengan semakin rumitnya masalah-masalah yang akan dan sedang dihadapi oleh kita semua sebagai bangsa. Jumlah anggota keluarga besar yang disebut negara Indonesia bertambah terus dengan 3,2 juta orang per tahun. Bertambahnya jumlah penduduk ini tentu akan menambah persoalan-persoalan baru maupun
memperumit masalah-masalah yang ada. Selain itu, masyarakat Indonesia akan dihadapkan secara terus menerus kepada pcrubahan-perubahan baik yang datang dari proses pembangunan itu sendiri maupun yang bersumber dari luar negara Indonesia. Perubahan-perubahan di bidang ilmu dan teknologi, di bidang nilai, dan adanya harapan-harapan baru dan inovasi baru, reaksi alam lingkungan terhadap kegiatan pembangunan dan lain-lain, akan mempengaruhi sasaran-sasaran yang perlu diupayakan, alternatif-alternatif yang terbuka serta masalah-masalah dan pembatas-pembatas yang dihadapi dalam mengupayakan peningkatan kualitas manusia dan kualitas seluruh masyarakat Indonesia.
Itulah sebabnya saya anggap penting membicarakan soal modcl penyelesaian masalah ini. Di samping mempertajam hal-hal yang bersifat teknis, penyelesaian masalah besar yang sedang dan akan dihadapi sebagai bangsa membutuhkan pula sikap mental yang sesuai, yang tercermin dalam model penyelesaian yang akan dikemukakan. Selanjutnya dapat dikemukakan bahwa adanya perumusan yang tepat mengenai model penyelesaian masalah yang dimengerti bersama akan membantu bukan saja
momentum penyelesaian masalah tetapi juga koordinasi pelaksanaan penyelesaian masalah tersebut. Pada saat sekarang pun sudah dibutuhkan peningkatan upaya baik secara teknis maupun dari segi sikap bagi penyelesaian tranyak soal yang bclum terselcsaikan dalam pelaksanaan pembangunan dewasa ini.
Penguasaan dan pemanfaatan model penyelesaian masalah oleh para pelaku pembangunan dalam memecahkan soal-soal pembangunan secara tepat akan menjadikan para pelaku ini menjadi sumber efektif dinamika pembangunan. Peningkatan mutu berpikir jelas merupakan awal dari pada
42
peningkatan mutu tindakan. Para pelaku pembangunan baik di sektor swasta maupun Pemerintah diharapkan akan menjadi sumber utama kreativitas dan pertumbuhan dalam pembangunan. Itulah sebab lainnya perlu dibicarakan dan disebarluaskan model pemecahan masalah ini.
2. UNSUR-UNSUR PENYELESAIAN MASALAH Ada lima langkah dalam model penyelesaian masalah yang akan kita bicarakan. pertama adalah formulasi masalah. Hal ini penting untuk dibicarakan dalam rangka menyatukan pengertian khususnya yang menyangkut perkataan "masalah". Kamus Umum Bahasa Indonesia karangan Purwadarminta (P.N. Balai Pustaka, 1976) memberikan dua arti kepada perkataan masalah sebagai berikut:
: soal; sesuatu yang harus dipecahkan II : bp (bahasa percakapan) masya Allah.
Masalah I Masalah
Dan salah satu arti dari masya Allah dalam bahasa percakapan adalah "apa saja yang dikehendaki Allah".
Kedua arti perkataan masalah ini memerlukan penjabaran yang lebih teknis untuk dapat dijadikan sebagai pegangan bersama. Dan oleh karena dalam kebanyakan sistem tidak
dianggap masalah baik secara umum maupun dalam hubungan soal-so pelaksanaan pembangunan.
al
yang berkaitan dengan
oleh karena arti teknis yang diberikan
kepada masalah maka formulasi masalah tidaklah Di lain pihak tentu jerih payah dalam memformulasikan masalah dengan baik akan memperjelas duduk soal sebenarnya dan hal ini akan sangat membantu mengambil langkah-langkah bagi penyelesaian yang tuntas terhadap soal-soal pembangunan yang dihadapi. semudah seperti dikesankan oleh pengertian sehari-hari daripada perkataan masalah.
Bilamana masalah sudah diformulasikan secara tepat maka langkah kedua adalah mendapatkan gagasan alau menciptakan model bagi penyelesaian masalah. Untuk berbagai masalah yang dihadapi
dalam pembangunan sudah tersedia berbagai gagasan atau model bagi penyelesaian masalah sebagaimana yang tertuang dalam GBHN ataupun Repelita. Mengacu kepada GBHN dan Repelita dalam mendapatkan gagasan ini penting artinya oleh karena hal-hal yang sudah tertuang dalam GBHN dan Repelita merupakan kesepakatan bersama mengenai sasaran-sasaran pembangunan. Kesepakatan ini penting peranannya dalam model penyelesaian masalah yang akan dibicarakan disini. Bisa saja terjadi apa yang dikemukakan dalam dokumen-dokumen ini masih perlu penyempurnaan atau gagasannya belum tersedia. Kalau belum tersedia maka perlu diciptakan gagasan baru.
43
Langkah ketiga adalah mencoba gagasan penyelesaian masalah atas dasar percobaan dalam skala
yang relatif terbatas di lapangan ataupun melalui simulasi, diskusi dan bentuk-bentuk percobaan lainnya. Fase ini kiranya cukup penting untuk alasan yang jelas. Bagi masalah-masalah pembangunan rrmumnya tidaklah dapat dicobakan dalam laboratorium sebagaimana masalah-masalah fisika dan kimia umpamanya. Tentu yang ingin diusahakan sejauh mungkin adalah penyelesaian soal yang satu tidak menimbulkan persoalan baru yang lebih besar. Bilamana gagasan tersebut dalam skala terbatas sudah dicobakan, kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan sudah diketahui, maka diambil kesimpulan apakah diaplikasikan bagi penyelesaian masalah secara lebih luas atau diadakan revisi. Bilamana disimpulkan bahwa model penyelesaian masalah sudah cukup memuaskan maka keputusan diambil bagi aplikasi yang lebih luas. Keputuan ini adalah langkah keempat. Langkah kelima adalah pelaksanaan penyelesaian masalah. Dalam tahap ini kegiatan yang amat perlu dilakukan adalah
monitoring bagi penyempurnaan lanjutan model penyelesaian masalah. Kelima langkah atau unsur dalam penyelesaian masalah satu sama lain saling terkait. Seluruh prosesjuga terkait dengan kenyataan secara akrab. Keterkaitan ini dapat diperhatikan dari Gambar 1 di bawah.
Gambar l. Lima Langkah Penyelesaian Masalah
Monitoring
Gagasan/Model Penyelesaian Masalah
(2)
Percobaan
Aplikasi
Pelaksanaan
Gagasan
Gagasan
Penyelesaian
(3)
(4)
(s)
Atas dasar observasi kcadaan lapangan mengenai gejala yang menjadi pcrhatian maka masalah dibuat formulasinya. (iagasan penyelesaian diciptakan atas dasar formulasi masalah. (iagasan yang
44
telah diciptakan secara umum dicobakan secara terbatas. Bilamana hasil percobaan cukup memuaskan maka gagasan dilaksanakan secara lebih luas. Monitoring pelaksanaan penyelesaian di lakukan untuk lebih lanjut memperbaiki formulasi masalah, gagasan penyelesaian dan pelaksanaan.
Dapatlah kiranya dikemukakan bahwa gagasan penyelesaian masalah ini disemangati oleh upaya terus mengadakan perbaikan, baik dalam konsepsi maupun pelaksanaannya.
3. FORMUI-ASI MASALAH Dalam kehidupan sehari-hari dijumpai banyak ragam masalah. Berbagai ragam ini menyangkut bukan saja substansi tetapi juga sumber. Dalam pelaksanaan pembangunan substansi masalah yang dihadapi menyangkut semua sektor, program dan proyek. Langkalah suatu keadaan pelaksanaan yang tidak menghadapi suatu masalah, baik masalah besar maupun masalah kecil; baik masalah yang sederhana maupun masalah yang rumit dan kompleks. Beberapa contoh yang dikutip dari penerbitan media massa akan dapat memberi gambaran mengenai ragam yang saya maksud. 'HPH Aceh Selatan Banyak Merugikan", "Thousands of lrian Youths Unemployed, says Governor". "Pembangunan TPI Pangkalpinang Dikhawatirkan Terkatung-katung", "Mubazir bantuan IFAD senilai Rp 200 juta lebih", "Masih Banyak Anak Usia Sekolah Di Sulawesi Tengah Belum Tertampung", "Banyak Transmigran
Belum Menerima Sertifikat", "Makin Parah, Kondisi Kelistrikan
Di
Lampung", "250 Ton Rotan
Puskud Sulawesi Tenggara Tidak Dapat di Kapalkan kc Jawa", dan seterusnya.
Demikianlah dalam kehidupan sehari-hari, bilamana ditanyakan apa ciri utama dari masalah yang dihadapi maka tidaklah jauh dari kebenaran bilamana dikemukakan keragaman sebagai ciri utama permasalahan yang dihadapi. Dan oleh karena ragam permasalahan demikian banyak, bahkan mungkin sulit menghitungnya, makamodel pemecahan masalah tidaklah mungkin diciptakan bilamana masing-masing masalah langsung dihadapi. Oleh karena itu dalam upaya mencari model, mencari patroon, mencari pola berpikir yang bersilat umum bagi pemecahan semua masalah tugas pertama yang dihadapi adalah mereduksi masalah-masalah ini ke dalam esensi-esensinya yang pokok. Dalam kaitan ini pertanyaan yang pokok dan relevan ialah: apakah syarat-syarat yang perlu dan cukup bagi
adanya satu masalah ? Apa yang menjadi ciri-ciri pokok yang dimiliki oleh semua masalah ? Pertanyaan ini dapat juga dirubah menjadi: apa unsur-unsur pokok yang dijumpai pada semua masalah
?
3.1 Unsur-unsur utama masalah Ada lima unsur utama yang diperlukan bagi adanya masalah secara teknis. Bilamana salah satu dari lima unsur ini tidak ada maka tidak dapat dikatakan ada masalah secara teknis. Dan oleh karena tidak ada masalah tentu tidak ada pemecahan. Kelima unsur pokok ini adalah: pertama, adanya individu atau kelompok individu yang menginginkan sesuatu yang perlu dicapai; kedua, sesuatu yang
45
diinginkan
ini
adalah berupa hasil yang positif yang sekarang belunt dicapai. Jadi individu atau kelompok individu mengalami kekurangpuasan dengan satu atau lain scgi keadaaan mereka saat ini, dalam arti ada yang belum dicapai. Hasil negatif yang dijumpai amat besar dan hasil positifnya sedikit. 'sama Bisa juga terjadi hasil positif sekali tidak ada walaupun bisa dicapai. Jadi unsur kedua ini sesungguhnya terdiri dari dua sub unsur yaitu hasil positif dan hasil negatif. Kalau semua hasil bersifat positif, dan tidak ada yang negatif maka unsur kedua tidak terdapat. Juga kalau semua negatif tidak mungkin ada yang positif juga unsur kedua tidak terpenuhi.
Kiranya perlu diperhatikan mengenai kedua unsur pertama definisi masalah. Manusia merupakan subyek pembangunan dan oleh karena itu wajarlah bilamana manusia ditempatkan sebagai unsur utama definisi masalah. Selanjutnya apa yang disebut sebagai hasil positif yang perlu diupayakan maupun hasil negatif yang perlu dihindarkan sejauh mungkin adalah juga untuk manusia sebagai penerima hasil pembangunan. Selain itu fungsi manusia sebagai subyek pembangunan tercermin dari adanya keinginan untuk mencapai sesuatu. Kalaupun ada individu/kelompok indivirlu tetapi tidak ada kehendak untuk mcncapai sesuatu, maka tidak ada masalah.
Tetapi bagaimana mewujudkan keinginan atau sasaran yang telah ditetapkan tadi. Dalam kaitan ini kembali manusia diminta berperan untuk merumuskan alternatif tindakan. Oleh karena itu, unsur ketiga dari suatu masalah adalah alternatif. Dalam kaitan ini perlu ada lebih dari satu alternatif yang dapat diupayakan bagi pencapaian sasaran. Kalau hanya terdapat satu alternatif maka sesungguhnya tidak ada masalah oleh karena soalnya tinggal melaksanakan alternatif yang satu tadi. Tidak ada
masalah pilihan' Tetapi dalam keadaan sehari-hari selatu dihadapi beberapa alternatif bagi pencapaian hal-hal yang positif yang diinginkan atau hal-hal negatif yang ingin dihindarkan.
Dengan alternatif disini jangan diartikan secara mekanistis. Perlu dimiliki pengertian yang fleksibel oleh karena apa yang dianggap alternatif dari satu titik pandang mungkin sasaran dari titik
lain. Keperluan ini muncul oleh karena adanya apa yang disebut hierarki daripada sasaran. Ditinjau dari satu tingkat tertentu maka sasaran yang terletak lebih bawah dapat dianggap alternatif pandang
atau cara mcncapai sasaran yang lebih atas. Selanjutnya dapat pula dikemukakan bahwa sasaran yang lebih atas ini dapat dianggap cara untuk mencapai sasaran yang lebih atas lagi. Bagaimanapun adanya lebih dari satu alternalif mcrupakan salah satu unsur pokok bagtr adanya masalah. Tuhan Yang Maha Esa akan memberi ganjaran berupa pencapaian sasaran kepada individu atau kelompok individu yang telah membuat pilihan yang tepat.
Tetapi untuk apa ganjaran itu diberikan. Hal ini menyangkut unsur keempcf daripada satu masalah, yaitu adanya keraguan mengenai alternatif yang paling optimal untuk sampai kepada sasaran yang diinginkan. Ganjaran diberikan karena individu/kelompok individu telah berhasil mengatasi keraguan secara tepat. Keraguan biasanya diukur dengan satu atau lain cara probabilitas. probabilitas ini mengukur ketidak pastian antara alternatif dengan pencapaian hal-hal yang memiliki nilai positif tadi. Semakin besar probabilitas semakin besar kemungkinan bahwa cara atau alternatif yang dipilih
6
akan memberikan hasil yang diharapkan. Bagaimana probabilitas ini ditetapkan merupakan satu perkara yang pelik. Adakalanya probabilitas merupakan hasil intuisi pribadi-pribadi bersangkutan dan bersifat sangat subyektif. Satu sama lain hal ini menyangkut penilaian mengenai alam sekitar, yang merupakan unsur kelima daripada satu masalah.
Gambar 2. Siklus Penyelesaian Masalah
Masalah dalam Pengertian umum:
Berita-berita antara lain
di Media
massa,
Gagasan/Model Penyelesaian Masalah
(2)
Percobaan Gagasan
Aplikasi Gagasan
(3)
(4)
Pelaksanaan Penyelesaian (5)
Kiranya unsur alam sekeliling ini amat penting peranannya olch karena individu/kelompok individu terorganisir kedalam wadah-wadah organisasi yang bcsar maupun yang kecil, yang kesemuanya merupakan sistem yang terbuka. Sistem terbuka maksudnya organisasi tersebut
47
berinteraksi dengan alam sekitarnya, menerima masukan dari dan memberi kekuasaan kepada pihak-pihak di luar dirinya. Secara lebih konkrit, yang diartikan dengan alam sekitar adalah semua faktor yang dapat mempengaruhi hasil yang diharapkan dan berada di luar kekuasaan si pengambil keputusan. Faktorfaktor ini bisa bersumber dari pihak pengambil keputusan lain berupa tindakan atau tindak-balik atau reaksi. Juga bisa berupa tindakan alam yang kurang bersahabat atau bersahabat terhadap pencapaian sasaran. Segala sesuatu ini berada di luar kekuasaan si pengambil keputusan untuk mempengaruhinya.
Demikianlah lima unsur utama bagi adanya satu masalah. Kaitan antaralima kriteria ini dengan sebab proses penyelesaian masalah dapat dilihat dari Gambar 2. Adanya individu atau sekelompok orang yang berkeinginan untuk mencapai hasit yang dinilai positif; terbukanya lebih dari satu alternatif
bagi upaya pencapaian hasil yang positif tadi; adanya keraguan mengenai alternatif yang terbaik bagi pencapaian hal yang positif; dan adanya faktor-faktor yang bersumber dari alam sekeliling yang dapat mempengaruhi hasil yang diupayakan. Kelima hal ini merupakan syarat-syarat yang cukup dan perlu bagi terciptanya satu masalah. Dengan lain perkataan kalau salah satu dari kelima unsur ta4i tidak ada maka sesungguhnya secara teknis tidak ada masalah. Adanya individu atau kelompok orang tetapi mereka tidak merasa berkeinginan untuk mencapai hasil-hasil positif dan menghilangkan hal-hal negatif maka menurut definisi ini belum ada masatah walaupun banyak hal-hal positif yang dapat diupayakan atau hal-hal negatif yang dapat dihilangkan. Demikian pula semua pihak berkeinginan untuk mencapai hasil-hasil positif tertentu tetapi tidak ada alternatif tindakan yang dapat ditempuh, maka juga tidak ada masalah; atau ada alternatif tetapi tidak ada keraguan mengenai langkah yang paling tepat, juga tidak ada masalah. Bisa juga keraguan kelompok individu kuat, hal-hal positif yang ingin diupayakan jelas adanya, alternatif tindakan banyak, tetapi semua faktor alam sekeliling dapat dikuasai, maka dalam hal inipun tidak ada masalah. Jelaslah kiranya kelima unsur utama yang dikemukakan ini merupakan syarat minimum yang perlu ada bagi terciptanya satu masalah secara teknis. Dengan demikian jelas pula bahwa definisi masalah yang baik sekaligus berisi pemecahan bagi masalah tersebut, sebab semua unsur-unsur pokok bagi pemecahan masalah sudah tercakup didalam
definisi terscbut.
Kelima kriteria alau syarat yang perlu dan cukup bagi adanya satu masalah sekaligus juga merupakan pembatasan yang bersifat umum. Atas dasar pcmbatasan ini maka secara prinsipit tidaklah tepat untuk membagi-bagi masalah menjadi masalah ekonomi, politik, sosial, atau pembagian sektoral
lainnya. Y ang ada hanyalah masalah.
Kalau demikian apakah tidak relevan ucapan-ucapan yang sering dipergunakan seperti masalah ekonomi, masalah potitik dan lain-lain ?
terletak pada kenyataan bahwa ekonomi, politik, dan lain-lain merupakan spesialisasi ilmu pengetahuan, merupakan cabang-cabang ilmu pengetahuan yang terpaksa dia4akan oleh karena perkembangan ilmu pengetahuan. Perkembangan ilmu pengetahuan tidak memungkinkan Relevansinya
I
bag: seseorang untuk menguasai semua cabang ilmu. Oleh karena itu diperlukan spesialisasi. Memperkembangkan ilmu itu sendiri secara mcndalam membutuhkan spesialisasi. Ilmu yang ada yang jelas masih sedikit dibandingkan dengan yang mungkin ada dan yang dimiliki oleh Yang Maha Mengetahui tentu dapat dimanfaatkan untuk memperdalam wawasan mengenai unsur-unsur suatu masalah, termasuk alternatif-alternatif tindakan.
Tetapi sejauh yang menyangkut masalah, tidaklah ada masalah ekonomi, masalah sosialo masalah teknik, masalah engineering, dan lain-lain. Alasannya adalah sederhana ialah bahwa kenyataan merupakan satu kesatuan, seperti jaringan tanpa pemisah yang di dalamnya terdapat berbagai gejala sekaligus. Dalam hubungan ini maka jelas penyelesaian masalah secara tepat membutuhkan spesialisasi dari berbagai bidang untuk dapat mengerti kenyataan secara lebih tepat. Itulah salah satu alasan mengapa dalam latihan ini sekaligus diikutsertakan berbagai cabang spesialisasi dalam rangka memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan persiapan, pemanfaatan dan pemeliharaan sumber daya manusia.
3.2 Kompleksitas masalah Kelima ide diatas bersitat pokok atau dasar oleh karena atas dasar ide-ide ini dapat dipikirkan lebih
lanjut karakterisasi masalah dalam berbagai dimensi. Salah satu dimensi adalah yang menyangkut kompleksitas permasalahan.
Dalam kehidupan sehari-hari pengambil keputusan bisa saja bukan terdiri dari satu orang tetapi banyak orang. Orang-orang ini terorganisir kedalam lembagalembaga seperti MPR, DPR, organisasi Pemerintah, seperti.Bappeda, Departemen-departemen, perusahaan swasta, yayasan, dan seterusnya. Semakin banyak jumlah orang yang terlibat jelas masalah akan menjadi semakin kompleks oleh karena
semakin banyak jenis keinginan dan semakin banyak pendapat mengenai berbagai segi masalah. Seperti telah dikemukakan organisasi-organisasi ini merupakan sistem terbuka. Faktor-faktor yang dikuasai maupun yang tidak dikuasai berubah secara dinamis. Demikian pula kerumitan masalah bisa datang dari sasaran. Sasaran yang ingin diupayakan tidaklah satu tetapi beberapa sasaran. Bisa saja terjadi di antara berbagai sasaran ada saling ketidakcocokanyang satu sama lain dan hal ini akan menambah kepada kompleksitas masalah. Juga alternatif yang tersedia cukup banyak dan dihadapi masalah penilaian. Demikian pula reaksi dari pihak lain atau dari alam karena mereka terkena oleh keputusan yang diambil sebelumnya akan mempengaruhi efisiensi dan efektivitas langkah yang dipilih. Dalam kaitan ini dapat dikemukakan mengenai reaksi yang cukup keras yang datang dari sumber alam dan lingkungan hidup terhadap alternatif-alternatif yang sebelumnya telah dipilih oleh masyarakat
manusia di dalam meningkatkan kesejahteraan. Rupanya pilihan-pilihan yang dibuat berisi hal-hal yang kurang tepat sehingga timbul soal-soal baru seperti tercemarnya lingkungan, rusaknya hutan, munculnya tanah kritis, dan lain-lain sehingga mengancam kelangsungan upaya peningkatan kesejahteraan itu sendiri.
49
33 Aplikasi
kepada masalah-masalah pembangunan
Lima komponen utama dari masalah dapat clipergunakan dalam menganalisa masalah-masalah persiapan, pemanfaatan dan pemeliharaan sumber daya manusia. Umpamanya, kalau yang dimaksud dengan individu atau kelompok individu adalah pengusaha kecil, maka dalam rangka pemanfaatan sumber daya, tentu dapat ditanyakan bagaimana persepsi mereka mengenai sasaran-sasaran yang ingin mereka upayakan? Apa alternatif yang terbuka bagi mengupayakan apapun yang dianggap sebagai sasaran atau hal-hal positif yang ingin dicapai! Seberapa jauh alam lingkungan bagi usaha berskala kecil cukup bersahabat atau kurang bersahabat bagi pencapaian sasaran ? Alternatif apa yang terbuka untuk membuat alam sekitar pengusaha kecil menjadi lebih terkuasai, umpamanya faktor-faktor yang terkait dengan teknologi, pemasaran, dan kredit ? Demikianlah, katagori-katagori pokok yang menyangkut masalah dapat diaplikasikan kepada berbagai soal, termasuk soal-soal yang disebut pada permulaan kuliah ini, soal-soal yang dikutip dari media massa.
3.4 Dua jenis masalah Sesungguhnya terdapat dua jenis masalah, pertama masalah-masalah yang bersifat evaluatif dan kedua masalah-masalah yang trersifat pengembangan. Yang diartikan dengan masalah-masalah
evaluatif
ialah bahwa langkah-langkah yang akan clitempuh sudah tersedia. Masalah yang dihadapi adalah menilai mana di antara langkah-langkah yang ada sebaiknya ditempuh. Mungkin juga terjadi langkah-langkah yang akan ditempuh itu belum diketahui. Maka dalam hal pengembangan. Artinya langkah-langkah yang perlu ditempuh tersebut perlu dikembangkan lebih dahulu. Kita menghadapi masalah pengembangan.
ini perlu ada upaya
Dalam kehidupan sehari-hari masalah yang dihadapi sesungguhnya adalah kombinasi dari dua jenis masalah pokok ini yaitu evaluasi dan pengembangan sekaligus. Ambitlah sebagai contoh masalah pemanfaatan sumbcr daya manusia di daerah, khususnya mengatasi masalah pengangguran. Ide-ide pokok pemanfaatan ini sudah dikemukakan bukan saja dalam GBHN tetapi juga dalam Repelita. Masalah yang dihadapi ialah mempelajari pikiran-pikiran pokok yang terdapat dalam buku Repelita serta mengembangkan alternatif pemecahan masalah sesuai konclisi yang dihadapi di daerah. Dengan kondisi di daerah yang saya maksud tentu adalah berbagai komponen utama yang membentuk satu masalah.
Ambillah sebagai contoh masalah pemanfaatan sumber daya manusia. pertanyaan pertama yang
ingin dikemukakan tentu adalah siapa yang menghadapi persoalan pemantaatan sumber daya manusia? Dengan siapa disini diartikan individu atau kelompok individu yang akan membuat pilihan-pilihan dalam rangka mcngatasi masalah pengangguran. Tentu lain langkah-langkah yang
50
ditempuh bilamana individu atau kelompok individu ini adalah para penganggur itu sendiri, orang tua para penganggur, pejabat yayasan swasta, atau Pemerintah Daerah yang diwakili oleh Bappeda. Walaupun isi pemecahan secara konkrit akan berbeda, namun arah pemecahan masalah secara
indikatif telah diperlihatkan. Seperti dimaklumi langkah-langkah
ini dikatagorikan menjadi langkahJangkah yang bersifat umum, langkah-langkah yang bersifat sektoral, langkah-langkah yang bersifat khusus, dan langkah-langkah yang bersifat daerah. Untuk lebih jelas silakan baca naskah Repelita V Bab Lapangan Kerja. Atas dasar indikasi
langkah-langkah ini maka dapat ditanyakan lebih lanjut mengenai sasaran-sasaran yang kiranya wajar ditetapkan bagi satu daerah. Hal-hal positif apa yang perlu diusahakan dan hal-hal negatif apa yang perlu dihitangkan untuk mengupayakan peningkatan jumlah dan mutu lapangan kerja dalam waktu tertentu di daerah ? Alternatif-alternatif tindakan konkrit apa yang tersedia baik secara umum maupun sektoral, khusus dan daerah dalam rangka mengupayakan pencapaian sasaran
?
Apakah kebijaksanaan deregulasi yang ditempuh secara nasional sudah
terlaksana sepenuhnya di daerah ? Langkah-langkah apa yang dapat ditempuh memperbaiki mutu dan relevansi latihan, mutu pendidikan, jumlah investasi, penyediaan informasi tcnaga kerja, dan penye-
diaan teknologi di sektor pertanian. Apakah ada aturan-aturan Pusat yang dianggap terlalu mengekang ? Kenapa ? Dan lain-lain.
Demikianlah, langkah-langkah yang telah ditetapkan dalam Repelita sebagai penjabaran GBHN pedu terus menerus dipelajari kembali untuk aplikasi yang optimal dalam rangka mengatasi hal-hal
konkrit di suatu daerah dan sektor.
4. DUA JENIS SASARAN Dalam kegiatan pembangunan ada dua jenis sasaran yang kiranya perlu kita perhatikan. pertama ialah sasaran kualitatif dan kedua adalah sasaran kuantitatif. Sasaran kualitatif hanya dapat dicapai atau tidak dapat dicapai. Tidak ada separuh-separuh. Sebaliknya sasaran kuantitatif bisa dicapai sebagian umpamanya 2frVo atau 307o dan se(erusnya. Contoh sasaran kualitatif adalah hadir atau tidak hadir pada pertemuan ini. Contoh sasaran kuantitatif mcncapai 5fi) ton gabah kering produksi padi per tahun. Dapat atau tidak dapat kredit adalah sasaran kuatitatif.
Sasaran kualitatif sesungguhnya dapat juga dinyatakan secara kuantitatif; umpamanya mendapatkan pasangan usia subur baru setidak-tidaknya 10.000 setahun di daerah tertentu. pada akhir periode akan diketahui apakah pencapaian berada di bawah atau di atas 10.(X)0. Kalau yang dicapai berada kurang dari 10.000 pasangan usia subur maka, sasaran kualitatif tidak dicapai. Kalau yang dicapai adalah lebih dari 10.000 maka sasaran dicapai.
51
5. APA YANG DIARTIKAN DENGAN LANGKAH.LANGKAH YANG EFISIEN
?
Hal ini tentu berkaitan dengan input yang dimasukkan bagi pencapaian sasaran dan output atau sasaran itu sendiri. Elisiensi dari suatu langkah tindakan dapat dinyatakan baik dari segi input maupun dari segi output.
Terdapat beberapa kemungkinan dalam hal ini. Pertama, input clitetapkan output dibebaskan. Dalam hal ini langkah yang efisien adalah langkah yang memberi output yang terbesar dengan input yangada.
Kedua, input ditetapkan dan output ditetapkan. Langkah yang efisien adalah lang$ah yang menujtr secara berhasil mencapai sasaran yang telah ditetapkan tadi. Umpamanya, dengan sejumlah dana, personil, dan lainlain perlu diberantas sepenuhnya kasus penyakit tertentu di daerah tertentu dalam waktu tertentu.
Ketiga, input bebas, output ditetapkan. Dalam hal ini yang diartikan dengan efisien adalah langkah dapat mencapai sasaran dengan biaya serendah mungkin. Seperti orang bermain catur; sasaran yang ingin diusahakan adalah memenangkan permainan catur. Waktu dan daya pikiran yang dikeluarkan kurang menjadi pertimbangan. Namun akan lebih baik bilamana kemenangan main catur dapat diupayakan dalam waktu duajam daripada dua hari. Keempat, input bebas dan output juga bebas. Disini efisiensi langkah-langkah diukur dengan perbedaan antara output dan input. Bagi satu perusahaan, umpamanya, perbedaan antara output dan
input merupakan keuntungan usaha. Bagi suatu masyarakat, efisiensi masyarakat akan berarti perbedaan yang terbesar antara input yang dimasukkan masyarakat untuk mengupayakan sasaran-sasaran masyarakat tersebut.
APA ARTI LANGKAH YANG EFISIEN DI LINGKUNGAN PROYEK DAN PROGRAM YANG SAUDARAKETAHUI ?
6. KEPUTUSAN YANG "OPTIMAL' DAN KEPUTUSAN YANG'MEMUASKAN" Efisicnsi daripada langkah yang ditempuh tentu tergantung pada tahap pertama kepada tepat atau kurang tepatnya keputusan yang diambil. OptimaVtepat tidaknya keputusan itu tergantung pada tepat tidaknya penilaian keadaan pengambilan keputusan oleh individu/kelompok bersangkutan. Dalam hal ini dapat dikemukakan empat jenis situasi pengambilan keputusan. Pertama adalah pengambilan keputusan dalam keadaan yang pasti. Keadaan pasti artinya bahwa langkah yang ditempuh memiliki kemungkinan sama dengan satu akan menghasilkan output yang di-
52
inginkan. Melalui pengalaman dan pengetahuan maka diketahui oleh individu/kelompok individu bersangkutan bahwa langkah tertentu diketahui menghasilkan akibat tertentu dengan kepastian seratus persen. Artinya probabilitasnya satu. Dipandang dari segi ilmu pengetahuan sebagai alat bantu meningkatkan kesejahteraan manusia maka adanya pusat-pusat ilmu pengetahuan sesungguhnya merupakan upaya untuk terus memperluas bidang kehidupan dan problem,problem yang dihadapi agar dapat digolongftan ke dalam keadaan pengambilan keputusan dalam keadaan pasti. Usaha perluasan ini dilaksanakan melalui upaya menambah dan memperdalam pengetahuan mengenai hukum-hukum Tuhan Yang Maha Esa yang mengatur cara bekerja alam ciptaanNya. Dengan aplikasi pengetahuan bekerja alam ciptaanNya ini, maka banyak masalah di berbagai bidang kehidupan dapat diselesaikan dengan cara-cara yang lebih memuaskan. Walaupun demikian perlulah dikemukakan bahwa untuk sebagian besar masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, maka situasi pengambilan keputusan yang dihadapi adalah yang bersifat "dalam keadaan resiko". Ini adalah situasi kedua pengambilan keputusan.
Ini artinya satu langkah bisa menghasilkan beberapa akibat. Kemungkinan yang terkait dengan berbagai akibat ini diketahui. Keputusan yang tepat disini adalah memilih jalur dengan hasil yang diharapkan yang maksimal. Hasil yang maksimal tentu tergantung kepada besarnya kemungkinan bahwa alternatif yang dipilih akan memberi output yang diharapkan; dan tentu juga tergantung kepada besarnya nilai output itu sendiri.
Kemungkinan atau "probabilitas" disini dapat berupa kemungkinan obyektif, yaitu kemungkinan sebagai hasil pengukuran empiris. Kemungkinan munculnya wajah hutan dari uang logam Rp lfi),-
bilamana dilemparkan ke udara berkali-kali adalah 50%. Demikian pula ada kemungkinan 50% bahwa wajah rumah adat dari uang logam yang sama akan muncul. Ini adalah contoh kemungkinan yang obyektif.
Dalam banyak situasi kemungkinan yang menghubungkan alternatif dan akibat sulit diukur secara obyektif oleh karena satu dan lain hal. Namun secara subyektif masih bermakna mengemukakan angka kemungkinan ini. Tentu makna ini akan bertambah besar bilamana pengalaman dan pengetahuan yang membuat perkiraan mendukung kegiatan tersebut.
Beberapa contoh keadaan pengambilan keputusan dapat dikemukakan sebagai berikut. Saudara akan memilih Bank mana bila ingin melakukan deposito?
Tentu dipilih Bank dengan bunga tertinggi. Ada kemungkinan 100% Saudara menerima hasil maximum dari deposito bilamana dipilih Bank yang memberi bunga tertinggi. Situasi pengambilan keputusan demikian dapat dianggap pengambilan keputusan oleh keadaan pasti. Tentu disini ada anggapan bahwa tidak ada kegagalan Bank. Kalau ada kegagalan Bank sehingga bunga tidak bisa dibayarkan, maka situasi ini adalah pengambilan keputusan dalam keadaan resiko. Resiko kegagalan
53
bisa besar, bisa juga kecil. Kalau resiko kegagalan Bank besar tentu bunga yang tinggi tidak banyak artinya. Satu contoh lagi situasi pengambilan keputusan dalam keadaan resiko adalah sebagai berikut. Beberapa hari yang lalu Saudara-saudara peserta kursus pengembangan sumber daya manusia di
Ciloto diberitahu oleh petugas vulkanologi bahwa kcmungkinan meletusnya Gunung Gede dalam waktu singkat adalah kecil. Tentu kesimpulan ini didasarkan atas pengetahuan mengenai kelakuan gunung-gunung khususnya yang diperkirakan bisa meletus. Namun selalu ada resiko meletus. Kemungkinan meletus tetap ada. Prerogatif menentukan apakah kemungkinan yang kecil ini terlaksana atau tidak tentu ada pada Tuhan Yang Maha Esa. Situasi pengambilan keputusan ketiga adalah pengambilan keputusan dalam keadaan tidak pasti.
Dengan
ini dimaksudkan bahwa kemungkinan yang meng kaitkan antara alternatif dan hasil
yang
diharapkan tidak diketahui. Mungkin juga kurang berarti untuk berbicara mengenai kemungkinan ini oleh karena kurangnya pengetahuan mengenai gejala bersangkutan.
Oleh karena kemungkinan tidak diketahui maka perlu diciptakan ukuran-ukuran bagi pemilihan langkah-langkah yang tepat/optimal. Salah satu ukuran ini adalah maximin. Bilamana sipengambil keputusan bersifat pesimis maka ia akan menggunakan ukuran ini. Maximin adalah kependekan dari maksimumkan yang minimum. Artinya ukuran ini memberi petunjuk agar dari hasil-hasil berbagai strategi dipilih yang terbaik di antara yang terburuk.
Perlu dikemukakan bahwa hasil atau "pay off' yang akan diakibatkan oleh strategi yang dipilih tergantung bukan saja kepada strategi yang dipilih oleh si pengambil keputusan tetapi juga kepada bagaimana "keadaan alam", "states of nature". Jadi ada dua unsur utama: pilihan si pengambil keputusan dan pilihan alam. Untuk menggambarkan perkiraan sebagai berikut:
Tabel
ini perlu dipergunakan tabel-tabel
l.
Pilihan Yang Pesimis Keadaan Alam
Maximin A2
A1
A3
Pilihan Si Pengambil Keputusan s1
s2 S-
-t
t2
15
18
t2
9
t4
10
9
t3
4
'26
4
54
Tabel 2
:
Pilihan Yang Optimis Keadaan Alam
Maximax A1
A3
Pilihan Si Pengambil Keputusan
s1
s2 s3
15
12
18
18
9
t4
l0
L4
l3
4
2(,
'25
Pada Tabel 1 diperlihatkan 9 kemungkinan pilihan sebagai hasil kombinasi strategi yang dipilih si
pengambil keputusan dan keadaan alam. Kalau dipilih St dan alam berada 41 maka hasil atau "pay , 1,5; kalau alam berada pada 42 , maka hasilnya adalah 12 dan kalau alam berada pada ,q3,
off' adalah
maka hasilnya adalah 18. Yang terendah dari tiga kemunlkinan hasil ini adalah 12. Kalau si pengambil keputusan memilih 52 atau 53 maka yang terendah adalah 9 atau 4. Ukuran maximin bagi penetapan langkah adalah harus pilih langkah St karena S1 menghasilkan yang terbaik di antara yang terjelek.
Kalau si pengambil keputusan adalah seorang atau kelompok yang optimis maka pilihan akan jatuh pada Sg' Ukuran yang dipergunakan disini adalah maksimumkan yang maksimum atau maximax. Artiriya pilihlah yang terbaik di antara hasil yang terbaik. Kombinasi dari kedua posisi pesimis dan optimis secara ekstrem ini tentu dapat disusun. Umpamanya pilihlah langkah dengan meminimumkan tingkat penyesalan yang tertinggi. Hal ini digambarkan pada Tabel 3.
5.5
Tabel 3
:
Pilihan Yang Meminimumkan Penyesalan Yang Tertinggi Keadaan Alam
Penyesalan
Az
A1
A3
Yang Tertinggi
Pilihan Si Pengambil Keputusan s1
s2 s3
Penyesalan
0
2
8
8
6
0
76
t6
2
l0
0
l0
Pada Tabel 3 diperlihatkan tingkat penyesalan yang berkaitan dengan kombinasi pilihan berbagai
strategi dan keadaan alam. Umpamanya, pada kombinasi (S1,A1) terdapat tingkat penyesalan sama dengan 0. Angka nol disini didapat dari pengurangan dari h-3 (Sr,Ar) : 15 pada Tabel 2 dengan (Sr'Ar) : 15 pada Tabel 2. Jadi 15 - 15 1 : 0. Artinya kalau keadaan alam adalah Al dan pilihan adalah 51 , maka penyesalan adalah 0. Kalau keadaan alam adalah A1 tetapi yang dipilih adalah Sz atau 51 maka tingkat penyesalan adalah 6 atau 2. Selanjutnya kalau keadaan alam adalah Az tetapi yang dipilih adalah 51 maka tingkat penyesalan adalah 14 - 12: 2, dan seterusnya. Kolom terakhir pada Tabel 3 mengemukakan penyesalan yang tertinggi dari berbagai kemungkinan (S,A). Dari-
kemungkinan penyesalan yang tertinggi, dipilih yang terendah, yaitu 51 dengan tingkat penyesalan g. Kombinasi strategi lain dapat dikemukakan, umpamanya dengan membuat anggapan-anggapan tertentu mengenai keadaan alam yang dikombinasikan dengan pilihan-pilihan yang mungkin dilakukan. Tetapi diskusi hal ini akan dilanjutkan pada Bab-bab berikutnya. Sementara itu dapatlah dikemukakan bahwa apa yang diartikan sebagai keputusan yang',optimaln amat tergantung kepada pemilikan informasi mengenai unsur-unsur yang membentuk suatu masalah. Jelas bahwa manusia sesungguhnya tidak mungkin memiliki semua inlbrmasi ini lengkap dan sempurna. Kemampuan manusia untuk mengolah informasi juga terbatas walaupun dibantu dengan alat-alat komputer. Rasionalitas manusia juga terbatas. Oleh karena itu tidaklah tepat untuk berbicara mengenai keputusan yang "optimal". Yang lebih tepat adalah berbicara mengenai keputusan yang "memuaskann. Ramifikasi ide ini bagi pelaksanaan juga akan dibicarakan pada Bab-bab berikut.
56
Daftar Bacaan dan Referensi Pitihan
1. GBHN 1988 2. REPELITAV
3' 4.
5'
Undang-Undang Republik Indoncsia No. 5 Tahun 1974 tentangPokok-pokok pemerintahan di Daerah, Departemen Penerangan RI Khusus yang menyangkut kriteria masalah: Ackoff, R.L., Scientific Method, Optimizing Applied Research Decisions, John Wiley and Sons, 1967 Khusus yang menyangkut teori pengambilan keputusan lihat Siagian, P., Penelitian Operasional, UI Press, Jakarta 1987, hal. 3I7 - 3486. Clark, J.F, Susila, I: Matematika untuk pemrosesan Data"
7'
Edisi Kedua, Penerbit Erlangga, 19g5, hal g4 - 103 Wienir, P.L, Walizer M.H., Metode dan Analisis Penelitian (diterjemahkan dari Bahasa Inggris oleh Dr' Arief Suka di, MSc, dan Dr. Said Hutagaol), Penerbit Erlangga 1990, khususnya Bab
8.
Bab2, Bab 3, Bab 4, Bab 5, dan Bab 9. Loomba, PL: Management - A euantitative perspective, Macmillan publishing Co, Inc., New york 1978, Khusus Bab 4: System Models dan Bab 5: Decision Theory Basic: Concepts and Application.
57
L,
STUDI KASUS ANALISA MASALAH PADA PET,ATIHAN INSTRUKTUR SUMBER DAYA MANUSIA, clLoTO, zJUNI
1991
Swasta, Tanah dan Trilogi Pembangunan Oleh:
Sayuti Hasibuan
1. PENGAIYTAR Perubahan struktur lapangan kerja dan nilai tambah dari sektor agraria ke sektor industri dan jasa akan selalu diikuti oleh perubahan pemanfaatan dan pemilikan lahan. Lahan yang dahulu digunakan bagi kepentingan pertanian dalam arti luas, cenderung bergeser kepada kepentingan industri dan jasa.
di Jawa dilaporkan beribu-ribu ha lahan pertanian bergeser kepada keperluan non-pertanian. Sejalan dengan itu maka terjadi perubahan status lahan dan kepemilikan lahan. Lahan yang dahulu dimiliki oleh banyak pemilik perorangan sekarang dimiliki oleh badan usaha baik yang Setiap tahun
bersifat nasional maupun multinasional. Pergeseran status pemilikan ini berkaitan dengan sumber pembiayaan kegiatan.
Untuk membiayai pergeseran lapangan kerja produktif ini maka peran modal swasta semakin penting. Hal ini memang sesuai dengan pengarahan dalam Repelita V, bahwa investasi pemerintah akan terus merupakan bagian yang semakin kecil dari seluruh investasi. Di lain pihak peranan investasi masyarakat khususnya swasta akan semakin besar. Pembangunan pabrik-pabrik baru dan proyek-proyek lain yang bersifat komersial pada umumnya lebih tepat apabila ditangani oleh pihak swasta.
Meningkatnya peranan swasta ini kelihatannya bukanlah gejala sesaat tetapi merupakan gejala yang lebih kurang permanen. Kebijaksanaan pembangunan untuk mendukung peranan swasta (termasuk perusahaan yang berbentuk seperti swasta walaupun dimiliki Pemerintah) merupakan suatu kristalisasi pengalaman pembangunanyangtak tertrantahkan dalam masa empat puluh tahun terakhir. Beralihnya sistem ekonomi di Eropah Timur dan negara-negara komunis lainnya dari sistem ekonomi komando ke sistem ekonomi pasar pada hakekatnya merupakan upaya penciptakan produktivitas masyarakat yang lebih besar. Produktivitas masyarakat yang meningkat relatif lebih pesat di kalangan negara-negara relatif miskin OECD telah memungkinkan negara-negara ini mengejar ketinggalan dari negara-negara kaya di lingkungan OECD. Dan perbedaan datam peningkatan produktivitas masyarakat inilah yang membedakan sebagian negara-negara berkembang lebih maju dari yang lain.
58
Adalah dalam rangka meningkatkan peranan efisiensi masyarakat dalam peningkatan lapangan kerja produktif dan peningkatan nilai tambah, maka pengalaman selama empat puluh tahun mensyaratkan perlunya debirokratisasi dan deregulasi di semua bidang kehidupan. Di bidang ekonomi, hal ini berarti meningkatnya peran modal swasta baik asing maupun PMDN maupun non-PMDN dalam kegiatan pembangunan.
Namun sejalan dengan meningkatnya peran modal swasta bagi peningkatan pertumbuhan muncul masalah pemerataan dan masalah stabilitas. Masalah pemerataan muncul oleh karena keadaan awal para pelaku di pasar bebas amatlah berbeda sehingga kemampuan memanfaatkan kesempatan juga berbeda, baik kemampuan perorangan maupun kemampuan kelembagaan yang ada dalam masyarakat. Keadaan awal yang berbeda di antara para pelaku juga berakibat kepada perbedaan akses kepada kesempatan sehingga kemampuan yang adapun belum tentu termanfaatkan secara optimal. Keadaan awal para pelaku yang berbeda menyangkut perbedaan modal per orang
yang tersedia, perbedaan dalam mutu dan kemampuan tenaga kerja, perbedaan dalam tingkat pendidikan dan pengalaman, perbedaan dalam lokasi sektoral berbagai pelaku, dan perbedaan dalam kemampuan menambah pengetahuan. Segala sesuatu perbedaan ini membawa kepada perbedaan
kemampuan bersaing para pelaku di pasar yang pada akhirnya bermuara kepada perbedaan kemampuan meraih dan memanfaatkan berbagai kemajuan teknologi yang ada. Segala sesuatu ini akan memperberat masalah pemerataan, baik pemerataan di bidang ekonomi seperti pemerataan pemilikan harta maupun pemerataan di bidang sosial politik seperti kemampuan berbagai pelaku mempengaruhi kebijaksanaan umum.
Masalah pemerataan pemanfaatan sumber daya manusia sebagai sumber pertumbuhan nilai tambah dan dinamika memiliki urgensi ekonomi, sosial dan budaya yang semakin meningkat bilamana dikaitkan dengan proses globalisasi yang scdang terjadi dan akan terus meningkat di masa yang akan datang. Globalisasi ini berarti bukan hanya arus modal, produk, teknologi dan informasi yang akan bertambah besar masuk ke Indonesia; tetapi juga arus manusia. Arus manusia yang dimaksud bukan terutama sebagai turis, walaupun itu amat diharapkan, tetapi sebagai pendatang menetap, khususnya pendatang-pendatang menetap dari negara-negara lain di Asia Tenggara. Di masa-masa akan datang dapat diharapkan tuntutan akan kelonggaran yang lebih besar masuk dan menetap di Indonesia akan semakin besar. Walaupun data-data akurat sulit didapat tetapi pengamatan sepintas memperlihatkan perubahan yang nyata komposisi penduduk di kota-kota pantai yang berkembang di Indonesia bagian Barat seperti Medan, Pontianak dan Pekanbaru. Sejalan dengan meningkatnya jumtah penduduk golongan ekonomi kuat, maka akan semakin terkonsentrasi pula penguasaan dan pemilikan harta di kalangan segolongan kecil penduduk. Kesimpulan ini tentu merupakan proyeksi pengalaman masa lalu; kecuali diambil langkah-langkah perbaikan yang tepat.
Arus globalisasi penduduk dan tenaga kerja bukan saja yang datang menetap ke Indonesia tetapi juga yang keluar dari Indonesia. Bilamana kesempatan pemanfaatan tenaga pendidikan tinggi tidak dapat meluas secepat pertumbuhan tenaga terdidik, maka arus keluar diperkirakan akan cenderung
59
rendahnya perturnbuhan angkatan kerja di negara-negara maju dan kuatnya permintaan akan tenaga terdidik disana. Segala sesuatu ini juga akan memperberat masalah pemerataan di suatu negara berkembang dengan banyak tenaga kerja seperti
besar. Hal ini diperkirakan terjadi oleh karena
Indonesia.
Demikianlah masalah peningkatan efisiensi masyarakat melalui peningkatan deregulasi dan debirokratisasi pada semua bidang kehidupan perlu ditempatkan bukan saja dalam kerangka meningkatkan pertumbuhan nilai tambah dan lapangan kerja produktif tetapi sekaligus juga upaya pemerataan pemanfaatan sumber daya manusia dalam situasi arus globalisasi yang semakin meningkat. Dalam hubungan ini posisi lndonesia di Asia Tenggara unik bukan saja karena ia memiliki sumber alam dan tanah yang relatif luas tetapi juga oleh karena unsur-unsur sejarah hubungan ekonomi di antara berbagai golongan penduduk. Masalah pemerataan yang muncul dalam keadaan demikian berbarengan dan berhimpitan dengan masalah-masalah sosial budaya dan politik. Masalah tanah yang muncul dari pembangunan proyek-proyek komersial melalui investasi swasta perlulah diletakkan dalam perspektif yang lebih luas ini. Masalahnya ialah bahwa dalam banyak hal
pemilik tanah tidak turut serta dalam upaya penciptaan pertumbuhan nilai tambah yang baru khususnya dalam proyek-proyek komersial seperti proyek-proyek kondomonium, proyek-proyek perkantoran baru, pembangunan hotel-hotel dan lainlain. Pada proyek-proyek komesial ini, memang mereka mendapat ganti rugi. Ganti rugi ini mungkin wajar dan mungkin juga kurang wajar. Walaupun jumlah ganti rugi wajar jumlahnya kasus-kasus yang ada memperlihatkan setelah para pemilik tanah keluar dari lokasi tidaklah pasti bahwa mereka akan bertambah baik kehidupannya dengan menerima ganti rugi. Pada kenyataannya penerima ganti rugi ini tidaklah ahli dalam "fund management". Sebaliknya tidaklah jarang mereka terkejut dengan jumlah dana yang tiba-tiba diterima biasanya digunakan bag, yang relatif besar cukup besar. Jumlah ganti
ini
rugi
kepentingan-kepentingan konsumsi dan kepentingan-kepentingan lain kecuali investasi. Tidak mengherankan para pemilik tanah ini pada akhirnya menjadi "worse-off'setelah berlalu beberapa waktu. Maka timbullah masalah-masalah ikutan seperti munculnya rasa kecewa di kalangan mereka. Apalagi bilamana ditempat para penghuni tinggal sekarang berubah menjadi tempat-tempat relatif mewah seperti hotel, lokasi wisata, kompleks perumahan dan tempat tinggal relatif mewah seperti di
Lhok Sumawe, segala sesuatu ini menimbulkan persepsi dan perasaan kesenjangan sosial yang besar. Apakah tidak ada penyelesaian dalam kasus seperti ini? Apakah pcrpindahan status peruntukan dan pemilikan tanah akan selalu diikuti dengan meningkatnya persepsi kesenjangan, kegelisahan sosial dan rasa keterasingan dari proses penciptaan harta baru? Apakah tidak mungkin perpindahan status peruntukan dan pemilikan tanah ini diarahkan bagi peningkatan taraf hidup dan status sosial para pemitik tanah, yang pada umumnya adalah rakyat biasa yang jumlahnya banyak
2.
?
BEBERAPA SEGI MASALAH DAN SASARAN YAI{G PERLU DIUPAYAKAIY
60
Pemerintah jelas menghadapi masalah oleh karena ia ingin konsisten atau dapat dianggap demikian melaksanakan prinsip pemerataan pertumbuhan dan stabilitas dalam semua kegiatan pembangunan proyek-proyek. Konsistensi ini tidak mudah diwujudkan. Bilamana investasi bersumber dari APBN
dan ditujukan bagi
pelaksanaan fungsi-fungsi pemhangunan Pemerintah yang biasa seperti pembangunan infrastruktur sosial dan infrastruktur ekonomi maka pelaksanaan trilogi tidaklah begitu
sulit. Masalah yang dihadapi adalah masalah optimalisasi secara teknis, khususnya dalam penetapan sasaran dan dalam pelaksanaan. Walaupun segala sesuatu masih dapat ditingkatkan seperti umpamanya yang menyangkut pelaksanaan pembangunan waduk-waduk, sudah terdapat suatu pengakuan nasional maupun internasional, bahwa kebijaksanaan anggaran Pemerintah sudah lebih kurang sesuai dengan semangat dan isi trilogi pembangunan. Setidak-tidaknya dalam usaha mengurangi kesenjangan absolut. Melalui program-program lnpres dan program-program lain yang berisi watak pemerataan yang besar seperti transmigrasi, maka kcsenjangan absolut telah terkurangi. Tetapi apabila yang melaksanakan investasi adalah swasta dan tujuan investasi tersebut bersifat komersial, maka apa sasaran-sasaran pemerataan yang wajar diupayakan. Bagaimana mengupayakan sasaran-sasaran yang demikian ? Kesimpulan yang dapat dikemukakan terhadap jawaban pertanyaan-pertanyaan ini adalah bahwa perangkat kebijaksanaan yang ada tidak mencukupi dan perlu ditingkatkan. Salah satu kasus konkrit yang sekarang sedang dihadapi adalah rencana investasi proyek P. Bintan dalam rangka pelaksanaan
pembangunan "Segi Tiga Pertumbuhan" Singapura - Johor - Bintan di Kabupaten Riau Kepulauan, Propinsi Riau. Dilaporkan bahwa pada tahap pertama dibutuhkan + 19.000 ha tanah untuk proyek
perhotelan dan wisata dan rnelibatkan sejumlah penduduk setempat pemilik tanah. Pada tahap pertama telah dibayarkan dan sejumlah Rp 7 milyar bagi 542 KK untuk ganti rugi bagi 25t[ ha. Untuk pelaksanaan pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas secara seimbang, maka Pemerintah berkepentingan agar penduduk pemilik tanah yang tanahnya langsung dimanfaatkan agar terlibat didalam pengembangan "Bintan Resort Development" (BRD) ini. Bentuk keterlibatan ini berbagai cara. l'etapi yang ingin diusulkan disini adalah d,alam benntk pernilikan sebagian saham BRD. Kepemilikan ini hendaknya berupa saham pendiri pada perusahaan tersebut. Klaim terhadap saham pendiri ini adalah wajar oleh karena tanpa adanya persetujuan pemilik tanah maka tidak mungkin diciptakan harta baru berupa pertambahan nilai tambah melalui perusahaan uBRDu. Ini merupakan pengortranan tersendiri bagi pemilik tanah. Lagi pula partisipasi dalam pemilikan saham pendiri merupakan sebagian dari biaya "external economy" yang dinikmati olch banyak orang termasuk para pemilik modal lainnya berupa semakin terjaminnya stabilitas sosial. Selanjutnya keikutsertaan dalam saham pendiri merupakan wahana untuk membawa serta rakyat petani, nelayan dan buruh yang terlibat, seperti umpamanya yang 542 KK yang telah menerima ganti rugi, kedalam arus dan kultur modernisasi dan gaya hidup yang dibutuhkan secara bertahap agar mereka tidak tertinggal.
Besarnya saham pendiri dari seluruh saham amat tergantung kepada tiga variabel: pertama "refitm on investmenl", kedua "monql cost ol long term capital", dan ketiga "resentation pice" daripada para investor lainnya. Semakin tinggi "return on investment", semakin rendah "money cost of long term
6t
capital" dan semakin rendah "reservation pricc" daripada para investor, semakin tinggr % saham pendiri yang dapat cli klaim oleh penrilik tanah. "Reservation price" dapat diartikan sebagai harga terendah, dinyatakan dalam Vo ROI di bawah mana para pengusaha tidak bersedia melaksanakan investasi. "Reseryation price" dapat dianggap terdiri dari dua unsur yaitu biaya modal investasi jangka panjang dan "margin of safety'' yang dianggap memadai oleh pengusaha untuk menutupi aspek-aspek resiko, khususnya resiko politik. Umpamanya, ROI = 4OVo, cost of money lTVo,resiko politik SVo, maka sesungguhnya ada bonus sebesar (4OVo -
15%\
:
:
:
25Vo yang teoritis sebagian dapat
dituntut oleh para pemilik tanah. Mungkin para pemilik tanah tidak dapat meraih persentase yang besar. Namun yang penting besarnya saham pendiri ini amat tergantung bukan saja kepada perkiraan-perkiraan hasil, biaya, dan resiko tetapi juga kepada kemampuan tawar-menawar yang mewakili rakyat pemilik tanah dan kepada persepsi dan pengertian para pengusaha sendiri. Kekuatan tawar menawar ini biasanya rendah oleh karena sifat mereka yang "atomistiC'. Bagi para pengusaha Indonesia terdapat dua kelompok faktor yang membentuk persepsi dan pengertian ini. Pertama adalah kelompok faltor-faktor rasional sebagaimana yang dipraktekkan khususnya di dunia Barat. Pengembangan faktoh-faktor rasional ini didukung oleh pengembangan apliltasi berbagai cabang ilmu pengetahuan. Khusus dibidang ilmu ekonomi, yang amat berkembang dan dikembangkan oleh para ekonom selama 150 tahun terakhir ini terutama adalah aspek-aspek rasional ilmu ekonomi yang berkaitan dengan pengalokasian sumber yang terbatas. Dalam ekonomi mikro pengembangan
aplikasi rasional adalah dalam rangka meraih keuntungan yang sebesar-besarnya. Bahkan pengembangan jurus teori pengambilan keputusan alokasi sumber-sumber juga meng- utamakan aspek rasional ilmu ekonomi. Jelas ini merupakan perkembangan yang kurang seimbang bahkan bilamana dipandang dari segi
pengembangan ilmu ekonomi itu sendiri. Bapak-bapak ilmu ekonomi, seperti memberikan definisi ilmu ekonomi dengan cara yang amat seimbang.
Alfred Marshall
"Political Economy or Economics is a study of mankind in the ordinary business of life; it examines that part of irtdividual and social action which is most closely connected with the attainment and with the use of the material requisites of wellbeing. Thus it is on the one side a study of wealth; and on the other, and more important side a part of the study of man. For man's character has been moulded by his every-day work, and the material resources which he there by procures, more than by any other influence unless it
be that of his religious ideals".
Jadi ilmu ekonomi itu adalah "a part of the study of man". (Lihat Pidato Herbert A. Simon dalam menerima hadiah Nobel Ekonomi di Stockholm Swedia, Dec. 8, 1978: Rationsl Decisiott Making in. Business Or,.anizations, diterbitkan dalam The American Ecohomic Review, Sept. 1979).
62
Bahwa yang berkembang hanyalah aspek rasional yang merupakan sebagian saja dari manusia itu
adalah soal lain. Dalam praktek tentu perlu diperhitungkan aspek-aspek lain dari manusia ini. Dan aspek lain yang amat penting dan menentukan tentu adalah apa yang ia ingin wujudkan dalam hidup
ini, khususnya hidup bermasyarakat dan bernegara.
Bagi pengusaha Indonesia seperti juga bagi golongan profesional lainnya tidak bisa lain jawabannya kecuali menyumbang untuk mewujudkan cita-cita yang terkandung dalam falsafah hidup bangsa; falsafah dan aturan hidup yang mengatur hidup bersama sebagai manusia dalam wadah organisasi besar yang disebut Republik Indonesia. Secara operasional hal ini berarti turut serta dalam masa Repelita
V mewujudkan trilogi pembangunan.
Tetapi apa kaitannya ini dengan perhitungan-perhitungan yang sudah dikemukakan. Hal ini dapat dilihat dalam dua kasus di bawah ini.
Kasus
Kasus
I: Tanpa Saham Pendiri Untuk Pemilik Tanah -Keuntungankotor - Biaya modal - Resiko politik
...
-Keuntunganbersih
.......25%
II:
... ....
N% l|Vo 5%
Dengan Saham Pendiri Untuk Pemilik Tanah
Keuntungankotor modal
- Biaya - Saham pendiri pemilik tanah - Resiko
politik
- Keuntungan bersih yang
..,
l0%
.
aman
40Vo lOVo
tVo ...
. 19%
Sebagai pengusaha Pancasilais yang menginginkan keuntungan yang aman dan berkelanjutan jelas pilihannya adalah Kasus II. Dalam Kasus II ini, pemilik tanah turut serta memiliki saham pendiri, dengan sedikit menurunkan keuntungan bersih bagi pengusaha.
Perlu dikemukakan bahwa angka-angka ini adalah angka-angka contoh. Angka-angka ini contoh karena memang sewaktu makalah ini ditulis, bagi penulis belum tersedia angka-angka mengenai UBRDU itu. Tetapi jelas kiranya hal yang ingin disampaikan.
Tetapi apakah keikutsertaan dari penduduk pemilik tanah dalam saham pendiri merupakan satu-satunya sasaran pemerataan dalam proyek-proyek investasi komersial?
63
Jawabnya tidak oleh karena tersedianya sumber-sumber bagi upaya pemerataan lebih lanjut.
Pertama adalah pemerataan dalarn lapangan kerja, khususnya dalam lapangan kerja yang berketerampilan dalam upaya mengatasi masalah pengangguran setempat. Hal ini tentu memerlukan persiapan dan perhatian tersendiri dan disinipun Pemerintah turut berperan. Selain itu dengan beroperasinya perusahaan banyak kesempatan lain bagi peningkatan partisipasi penduduk setempat, khususnya agar mereka tidak merasa tersaing/disingkirkan. Tetapi ditinjau dari segi Pemerintah yang ingin melaksanakan Trilogi pembangunan secara konsisten ada sumber dana kedua yang amat penting yang dapat membantu upaya penciptaan kemakmuran melalui keadilan. Dana ini adalah dana yang diterima oleh rakyat dalam bentuk pembayaran ganti rugi tanah. Seperti sudah dikemukakan jumlah dana ini cukup besar yaitu Rp 7 milyar bagi 542 KK. Sebagian dari ganti rugi tanah ini, umpamanya I07o, sesungguhnya
dapat dimanfaatkan bagi
pengembangan usaha yang dimiliki rakyat. Jumlah Rp 700 juta dapat digunakan sebagai modal permu-
laan bagi pembentukan usaha baru milik ex-pemilik tanah. , Jenis bidang usaha yang dapat dikembangkan tentu banyak. Tetapi yang menjadi prioritas pengembangan bilamana mungkin tentulah bidang usaha yang terkait dengan usaha pokok untuk mana tanah tersebut dibebaskan. Dengan berkembangnya usaha pokok ini maka para pemilik tanah dan keturunan mereka akan ikut menikmati hasil langsung maupun tidak langsung. Pengembangan usaha para ex-pemilik tanah secara bersama-sama memiliki aspek sosial budaya
yang amat penting. Pengembangan usaha
ini
sekaligus dapat berfungsi sebagai wahana
mempertemukan secara berarti lingkungan sosial budaya yang lebih modern kepada para ex-pemilik tanah secara lebih terencana. Komunikasi sosial diantara mereka dapat terus dilaksanakan dan disintegrasi sosial dapat dikurangi. Penyakit jiwa dan stress oleh karena adanya pergeseran lokasi
tempat tinggal dan tempat kerja secara geografis maupun sektor dan jenis kegiatan dapat pula diupayakan agar berkurang. (Mengenai Stress lihat: Muetia Faida Hana Swasono: Proyek
Dan STRES Pada Masyarakat Marunda Besar fakafta (ltara, Disertasi Doktor Utiversitas Indonesio, Iakana 1991).Dengan singkat pengembangan usaha ekonomi Pembangunan, Pemindahan-l{ampung
di kalangan pemilik modal ex-pemilik
tanah dapat dan perlu dimanfaatkan bagi mengatasi ini akan menyumbang kepada
masalah-masalah adaptasi penduduk yang terkena penggusuran. Hal
stabilitas sosial politik baik secara micro maupun nasional. Terciptanya tabungan dan terkuranginya konsumsi berlebihan merupakan manfaat lain dari pengembangan usaha ini.
Tetapi apakah Pemerintah harus turut campur tangan dalam rangka pembinaan masyarakat ex-pemilik tanah? Jawabnya jelas ya. Sebabnya ialah pengalaman menunjukkan bahwa latar belakang tradisional para ex-pemilik tanah ini memerlukan bantuan dan uluran tangan pihak lain bilamana diinginkan peningkatan peran dan status sosial mereka. Dari catatan yang ada sebagian besar dari angkatan kerja yang ada adalah petani. Persentase petanilnelayan dari seluruh angkatan kerja di empat desa
64
yang terlibat adalah ffi% di desa Eleang Enkelai, gTvo didesa Lagoi, gzqo didesa Sri Bintan dan j4vo
di desa Pengundang (lihat lampiran). Bilamana mereka dibiarkan bertarung di pasar
bebas akan
terlalu banyak faktor-faktor yang mereka tidak kuasai untuk dapat berhasil. Kemungkinan besar yang akan terjadi adalah "pemiskinan". Terdapat beberapa alasan yang kuat kenapa "pemiskinan" harus
terjadi. Pertama adalah sulitnya para ex-pemilik tanah yang pada umumnya adalah petani untuk memanfaatkan kesempatan yang ada oleh karena keadaan mereka yang serba kekurangan baik
dari segi pengetahuan, pengalaman, hubungan, bahkan mungkin dari segi orientasi. Dalam keadaan demikian tentu tidak dapat diharapkan pasar berfungsi secara kreatif, oleh karena kekuatan-kekuatan pasar yang meningkatkan produktivitas dan inovasi khususnya yang berkaitan dengan para petani
kurang berfungsi. Sinyal-sinyal yang ada (harga-harga umpamanya) walaupun tidak mengalami distorsi oleh kekuatan-kekuatan monopoli gagal tertangkap oleh para petani, gagal menggerakkan mereka meraih kesempatan yang ada dan gagal menggerakkan mereka meraih teknologi yang lebih produktif yang akan menggeser fungsi produksi masyarakat ke arah yang lebih tinggi. Kegagalan pasar disini adalah kegagalan kreatif, kegagalan menciptakan efisiensi ekonomis secara dinamis. Mungkin saja terdapat alokasi sumber-sumber yang lebih optimum dalam arti produksi masyarakat berada pada titik lebih optimum pada kurva kemungkinan procluksi yang sama. Tetapi pada titik inipun petani sulit
turut serta oleh karena titik produksi yang lebih optimum ini membutuhkan tindakan-tindakan yang lebih erfisien dari petani, hal yang menurut kenyataannya sulit terpenuhi. (Mengenai ulasan kegagalan fungsi kreatif pasar yang dibedakan dari fungsi alokasi lihat: Heinz W. Arndt, "Market Failure and Underdevelopment", world Deveropment, vor. 16, No.2, 19gg).
Tidaklah mengherankan bahwa proses pemiskinan terjadi. Proses ini dimulai dengan penjualan harta milik petani yang terbatas khususnya tanah dan merupakan gejala di banyak negara dunia ketiga. studi-studi mengenai kemiskinan membcri konfirmasi mengenai gejala-gejala ini. Dalam satu studi di Bangladesh umpamanya, dilaporkan "an average of about 20 decimals of land per household have seen sold over the lest five years, at a price roughly about 12 per cent lower than actual market value'. . "Decumulation of assets initiates an inevitable and almost irreversible process of pauperisation. The process itself starts with the lack of opportunity to earn enough income for sustenance .....n. Di Indonesia pada satu studi
di Jawa Barat dilaporkan "More than one third of the low income households had no land, compared with 28 and 16 per cent of the households among medium and high income groups respectively''. (Mengenai Bangladesh lihat Atiq Rahman: Development perspectives for the Most Disadvantaged in Bangladesh Agriculture, dalam Getubig, I.P., dan Ladesma A.J.,Voices
Fron
The Culture of Silence, Asian and Pacific Development Centre, Kuala Lumpur, 1988. Mengenai Indonesia lihat tulisan: Yusuf Saefudin dan Faisal Kasryno: Structural Changes in Employment and
Income of Low Income Rural Households
in
West Java, Indonesia, dalam buku yang sama).
Sejarah memperlihatkan bahwa walaupun telah berlalu satu generasi, keadaan miskin dari kelompok ex-pemilik tanah ini akan terus berlangsung. Keadaan yang telah terdokumentasi dapat ditemukan umpamanya pada.stu
65
Kesimpulannya adalah bilamana diserahkan nasib ex-pemilik tanah hanya kepada proses pasar maka kemungkinan besar pemiskinan akan terjadi. Hal ini tentu tidak dikehendaki oleh karena tidak sesuai dengan trilogi pemtrangunan. Trilogi pembangunan menghendaki agar ada keseimbangan antara pertumbuhan nilai tambah dan pemerataan nilai tambah tersebut kepada lebih banyak orang. Secara teknis hal ini berarti perlunya diupayakan agar kegiatan produksi berlangsung bukan saja pada kurva yang lebih tinggi tetapi juga dengan melibatkan lebih banyak orang, khususnya para petani ex-pemilik tanah. Untuk inipun amat dibutuhkan intervensi Pemerintah secara tepat. Bilamana tidak ada intervensi maka bukan saja para ex-petani tidak akan turut serta dalam kegiatan baru yang lebih
efisien tetapi mereka akan menjalani proses pemiskinan. Kalau Pemerintah tidak turur campur tangan,jelas ia tidak menyumbang kepada perwujudan negara Pancasila sebagai negara yang penuh semangat kekeluargaan. Secara singkat dapatlah dikemukakan bahwa dalam manajemen perubahan yangterjadi sebagai akibat adanya proyek-proyek investasi komersial, pemerintah mempunyai sasaran agar para pemilik
tanah tangan pertama dapat turut serta memiliki saham pendiri. Biaya saham pendiri dianggap merupakan sebagian dari biaya investasi perusahaan. Besarnya saham pendiri tergantung kepada besarnya ROI, perkiraan lainnya dan kepada persepsi dan pengertian para pengusaha khususnya pengusaha Indonesia. Sasaran kedua yang perlu diupayakan ialah agar dana ganti rugi yang
diterima oleh para pemilik tanah dapat dimanfaatkan sebagai bagian dari dana investasi perusahaan milik para pemilik tanah yang perlu dikembangkan. Jelas bentuk usaha ini dapat bersifat koperasi walaupun tidak perlu dibatasi kepada bentuk usaha ini. Yang penting adalah para pel.ani/nelayan ex-pemilik tanah dapat terangkat status sosial dan kesejahteraan mereka dengan terjualnya modal pokok mereka sebagai petani/nelayan yaitu lahan dan tempat tinggal. Proses pemiskinan dapat dihindarkan. Sasaran ketiga yang perlu diupayakan adalah agar para petani/nelayan dan ex-pemilik tanah lainnya tidak mengalami disintegrasi sosial yang tidak perlu dan agar mereka dapat melampaui
perubahan sosial-psikologis secara berhasil tanpa mengalami stres yang berkelebihan. Singkatnya proses adaptasi mercka ke dalam suasana sosial-budaya dan alam linkungan baru dapat berjalan lebih lancar. Ini amat penting sebagai upaya membantu rakyat Indonesia yang sebagian besar adalah petani
agar dapat menyesuaikan diri dalam perubahan struktural dalam negeri dalam arus globalisasi kehidupan.
Tetapi bagaimana mengupayakan hal-hal
ini semua? Hal ini
par agr af-paragraf trerikut.
66
akan dikemukakan dalam
3.
BAGAIMANA MENGUPAYAKAN PENCAPAIAN SASARAN?
Pemerintah (diharapkan) sadar adanya masalah yang ia hadapi sehubungan pencapaian trilogi pembangunan dalam investasi-investasi komersial; dan berkemauan untuk mengatasi masalah ini. Kalau memang belum seluruh aparatur Pemerintah yang relevan menyadari dan berkemauan maka
perlu ada proses penyadaran dan proses pembentukan kemauan untuk mengatasi masalah-masalah ekonomi-sosial budaya-politik yang berkaitan dengan investasi komersial.
Demikian j'rga kesadaran para pengusaha, khususnya para pengusaha Indonesia perlu diciptakan dan dimantapkan. Belum adanya terdengar pemikiran untuk memberi saham pendiri kepada rakyat pemilik tanah sebagai hal yang hak mendukung pendapat bahwa kesadaran demikian kalau ada rupanya masih terpendam. Agar proses penyadaran dan motivasi ini efektif, maka perlu direkayasa secara tepat motivator yang sesuai, isi pesan yang mengena dan follow-up tindakan. Isi pesan antara lain menyangkut bahwa kemerdekaan dan negara Republik Indonesia adalah hasil karya bersama dan bahwa hasil-hasil yang dapat diupayakan setelah merdeka harus pula dinikmati bersama. Apa yang dikemukakan oleh Bapak Presiden sewaktu berhadapan dengan para konglomerat di Tapos beberapa bulan yang lalu perlu merupakan bahan rujukan motivasi yang utama. Terhadap ex-pemilik tanah jelas diperlukan penyadaran yang intensif. Pendekatan tentu bukan saja dari segi ekonomVcognitif tetapi juga dari segi kultural dan keagamaan. Bahan untuk ini sudah banyak lersedia. Proses penyadaran ini merupakan salah satu langkah penting yang sering diusulkan dalam rangka
mengatasi kemiskinan. Dari pengalaman kebangsaan Indonesia pun diketahui bahwa kebangkitan rakyat pada tahun 1945 itu terjadi oleh karena mereka sudah sadar bahwa merdeka itu perlu dan kemerdekaan bisa dicapai. Kesadaran ini membutuhkan waktu cukup lama untuk membinanya.
Bilamana para ex-pemilik tanah sudah sadar sepenuhnya dan memang sudah bermaksud mengupayakan sasaran-sasaran yang dikemukakan maka tugas Pemerintah selanjutnya adalah mengorganisir jasa-jasa profesional dalam rangka mengupayakan tercapainya sasaran-sasaran sebagaimana yang telah dikemukakan. Jasa profesional dapat diadakan melalui para konsultan. Masalah pengembangan ini adalah masalah teknis yang ilmu dan kiatnya sudah tersedia. Mungkin pembinaan ini dapat diserahkan atau ditugaskan kepada salah satu Bank yang bekerjasama dengan
pihak konsultan' Bilamana dapat bekerjasama dengan salah satu Bank tentu masalah kredit dan financing akan lebih mudah teratasi.
Dari mana sumber pembiayaan upaya pencspaian sasaran-sasaran yang ingin diusahakan? Seperti sudah dikemukakan pembiayaan saham pendiri bagi ex-pemilik tanah bersumber dari biaya investasi proyek. Pengeluaran untuk biaya-biaya pengembangan usaha para pemilik ex-tanah
67
dari ganti rugi tanah, pada prinsipnya harus ditanggung oleh Pemerintah oleh karena ia bersifat pelayanan dalam mengupayakan bcrbagai sasaran pembangunan. Demikian juga biaya konsultan/kelompok profesional yang bernegosiasi dengan pihak calon investor lainnya kiranya merupakan beban Pemerintah.
Kiranya perlu diperhatikan bahwa intervensi Pemerintah disini ditujukan agar para petani ex-pemilik tanah mampu mengikuti "permainan" di pasar menurut aturan-aturan pasar. Aturanaturan pasar itu sendiri seperti harga, barang-barang yang dibutuhkan, dan lain-lain tidak diintervensi. Instrument-instrument perdagangan sama sekali tidak digunakan untuk memberi proteksi kepada ex-petani. Maksudnya adalah agar efisiensi dapat terus dipelihara.
Segala sesuatu usaha-usaha ini memerlukan dukungan Pemerintah khususnya yang menyangkut tanah.
dari
kebijaksanaan-kebijaksanaan
Kebijaksanaan pembebasan tanah yang sekarang berlaku untuk berbagai kepentingan termasuk kepentingan pembangunan dilandasi oleh pemikiran bahwa para pemilik perlu mendapat ganti rugi yang adil. Kebijaksanaan ini perlu diteruskan. Selain itu kebijaksanaan juga dilandasi oleh pemikiran bahwa para pemilik tanah yang hak atas tanahnya telah dicabut agar ditampung dan penampungan ini
"harus diusahakan sedemikian rupa agar mereka yang dipindahkan itu tetap dapat menjalankan kegiatan usahanya/mencari nafkah kehidupan yang layak seperti semula" (Instruksi Presiden No. 9
Tahun 1973). Ketentuan terakhir ini kiranya memerlukan peninjauan kembali oleh karena para ex-pemilik tanah itu diupayakan tetap dalam keadaan status quo sedangkan alam sekitar mereka sudah akan berubah secara drasl.is dengan adanya kegiatan-kegiatan pembangunan. Para ex-pemilik tanah akan semakin terasing di daerahnya sendiri. Proses "pemiskinan" akan terjadi sebagaimana yang
telah dikemukakan terdahulu.
Dalam kaitan ini maka salah satu perbaikan kepada Inpres No. 9 Tahun 1973 adalah perubahan pada Pasal 6 ayat 2. Aslinya Pasal 6 ayat 2 berbunyi sebagai berikut: (2) Rencana penampungan orang-orang yang hak atas tanahnya dicabut sebagai dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c, Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961 (Irmbaran Negara Tahun 1961 Nomor 288), oleh yang berkepentingan harus diusahakan sedemikian rupa agar mereka yang dipindahkan itu tetap
dapat mcnjalankan kegiatan usahanya./mencari na{kah kehidupan yang layak seperti
semula.
Perubahan yang diusulkan adalah:
(2)...
..... harusdiusahakansedemikianrupasehingga mereka yang dipindahkan itu turut serta berpartisipasi dalam saham pendiri pada perusahaan yang memanfaatkan lahan yang dibebaskan. Selanjutnya diupayakan agar sebagian dari dana ganti rugi dapat dimanfaatkan bagi usaha kegiatan produktif secara bersama dan agar ex-pemilik tanah mengalami gangguan sosial yang sekecil mungkin.
68
Pemerintah Daerah setempat baik pada tingkat propinsi maupun kabupaten dapat berbuat sesuatu agar para petani ex-pemilik tanah dapat dibantu lebih lanjut. Organisasi
ISM
setempat dapat
didorong agar dapat berkiprah dibidang ini. ICMI setempat dapat berkarya dan membantu petani ex-pemilik tanah dengan berbagai pemikiran. Barangkali mereka juga dapat berfungsi selaku "catalyst".
4. PENUTUP LangkahJangkah yang diusulkan ini tentu adalah sebagian dari langkah-langkah yang lebih banyak yang dibutuhkan agar pasar dapat berfungsi bukan saja tebih produktif tetapi juga lebih adil. Tugas Pemerintah lebih berat. Membuat pasar menjadi lebih produktif dan lebih adil melalui kompetisi membutuhkan input informasi yang lebih profesional ketimbang pelaksanaan fungsi pengaturan. Kadar profesionalisme yang lebih tinggi ini dibutuhkan oleh karena keadaan spesifik pasar dan pelaku pasar amat berbeda dari tempat ke tempat dan waktu ke waktu. Jakarta. 24 Juni 1991.
69
KESEIMBANGAN ANTARA PERTUMBUHAN EKONOMI DAN LAPANGAN KERIA Oleh:
DR. Gunawan S.
I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN EKONOMI
l.l.
Pengertian Pertumbuhan Bkonomi dan pembangunan Ekonomi
Pembangunan, menurut Rostow
dan Todaro, merupakan proses yang berdimensi
banyak
(multidimensional) mencakup perubahan orientasi dan organisasi dari sistem sosial, ekonomi, politik, dan kebudayaan. Selain peningkatan produksi dan pendapatan, pembangunan akan membawa perubahan mendasar di dalam kependudukan, termasuk ketenagakerjaan. Sedangkan pembangunan ekonomi merupakan bagian dari proses pembangunan yang mencakup usaha-usaha suatu masyarakat untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan. Dengan adanya
pembatasan seperti
ini
maka pembangunan ekonomi diartikan sebagai suatu proses yang
riil per kapita suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Dari pengertian ini ada tiga sifat penting dari pembangunan ekonomi, (1) Suatu proseq yang berarti suatu perubahan yang terjadi secara terus menerus, (2) usaha untuk menoikkan tingkat pendapatan menyebatrkan pendapatan
iit
per.
kapita' dan (3) kenaikan pendapatan riil per kapita berlangsung dalam jangka panjang (Sadono Sukirno,1984: h. 13).
Pembangunan ekonorni sebagai proses menunjukkan adanya keterkaitan dan hubungan saling mempengaruhi antara berbagai faktor yang menghasilkan pembangunan ekonomi. Dari hubungan
tersebut dapat dikctahui tahapan atau urutan peristiwa yang muncul yang akan mewujudkan peningkatan dalam kegiatan ekonomi dan taraf kesejahteraan masyarakat. Selanjutnya pembangunan ekonomi perlu dipandang sebagai kenaikan dalam pendapatan riil per kapita, karena kenaikan ini mencerminkan perkembangan kegiatan ekonomi masyarakat. Perbandingan hasil akhir atau tingkat kegiatan ekonomi yang dicapai dari tahun ke tahun dengan menggunakan tolok ukur pendapatan riil per kapita menggambarkan laju pertumbuhan ekonomi.
12. Tolok Ukur Pembangunan Ekonomi Pada dasarnya' proses pembangunan ekonomi akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi atau meningkatkan pendapatan riil per kapita kemudian hasil pembangunan tersebut akan dinikmati oleh
10
masyarakat secara merata. Hal ini akan terjadi apabila tiga asumsi dasar terpenuhi, yakni (1) full employment atau partisipasi artinya semua faktor-faktor produksi dan pelaku ekonomi ikut serta dalam kegiatan ekonomi; (2) homogenitas artinya semua pelaku ekonomi memiliki faktor produksi dan mempunyai kesempatan berusaha atau kemampuan menghasilkan yang sama; (3) bekerjanya mekanisme pasar atau tenggang rasa, artinya interaksi antar pelaku ekonomi dalam kegiatan ekonomi
terjadi
dalam keseimbangan pasar. Apabila asumsi tidak terpenuhi artinya proses pembangunan hanya melibatkan sebagian (tidak semua) dari pelaku ekonomi dan peningkatan pendapatan sebagai hasil dari proses pembangunan tersebut hanya dinikmati oleh sebagian penduduk. Keadaaan ini disebut adanya masalah dalam pembangunan ekonomi. Tiga masalah utama pembangunan ekonomi adalah pengangguran, ketimpangan distribusi pendapatan dan kemiskinan.
II. PENDUDUK DAN TENAGA KERIA Pengkajian tentang peranan penduduk sebagai sumber daya manusia dalam pembangunan ekonomi, merupakan hal yang sangat mendasar untuk cliungkapkan, mengingat penduduk adalah subyek pembangunan ekonomi. Meningkatnya investasi dan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi, menjadi kurang berarti jika tidak mengikutsertakan penduduk dalam pembangunan ekonomi.
Untuk
mengamati perkembangan penduduk dan ketenagakerjaan ada dua pendekatan yang secara umum digunakan, yaitlu Labor Force Approach d.an Labor (Jtitization Approach. Labor Force
Approach memberikan ukuran ketenagakerjaan yang paling banyak dipakai yaitu pengangguran terbuka (open unemployment). Sedangkan Labor Utilization Approach menghasilkan ukuran rentang tingkat produktivitas. Labor Force Approach diperkenalkan oleh ILo, dan dewasa ini telah dipakai secara luas karena pendekatannya bersifat langsung dan operasional dan menghasilkan indikator ketenagakerjaan yang sangat penting, yaitu pengangguran terbuka.
Berdasarkin pendekatan Labor Force Approach penduduk dibedakan menjadi penduduk usia kerja dan penduduk di luar usia kerja. Penduduk usia kerja dibedakan menjadi angkatan kerja
dan bukan angkatan kerja, sedangkan angkatan kerja terdiri dari penduduk yang bekerja dan yang mencari
pekerjaan" Bukan angkatan kerja meliputi mereka yang mengurus rumah tangga, sekolah, dan
mempu- nyai kegiatan lainnya.
7L
Tabel
l.
Jumlah Penduduk Dan Laju Pertumbuhan Penduduk Di Indonesia 196l-1990 Tahun
Penduduk (ribu orang)
Laju pertumbuhan (%)
196l
97.086
t971,
119.208
2,05
1980
r47.490
2,34
1990
r19.194
1,98
Sumber: Biro Pusat Statistik Sensus Penduduk Tahun 1961,
197
1, 1 980,
dan l 990.
2.1. Penduduk Usia Kerja Penduduk usia kerja adalah meteka yang berdasarkan golongan umurnya sudah bisa diharapkan untuk mampu bekerja. Indonesia dan banyak negara lain menggunakan batas usia l0 tahun sebagai batas seseorang diangap mulai bisa bekerja. Jadi penduduk usia kerja adalah penduduk yang telah berusia 10 tahun atau lebih. Jumlah penduduk usia kerja untuk tahun 1977, 1976,1980, 1985, dan 1,9g9 masing-masing sebesar 6.782,4;88.224,1;104.352,6;120.380,0 dan 131.666,5 ribu orang (Tabel2.).
Angkatan kerja Sebagian penduduk usia kerja mempunyai kegiatan bekerja, sebagian lagi sedang mencari pekerjaan,
sekolah, mengurus rumah tangga atau kegiatan lainnya. Dua golongan penduduk yang disebutkan pertama disebut juga penduduk yang aktif secara ekonomi atau disebut juga angkatan kerja. Tiga golongan lain yang secara ekonomi tidak aktif, dan karenanya disebut bukan angkatan kerja. Jumlah angkatan kerja Indonesia pada tahun 1989 adalah 76.088,8 ribu orang. Jika dibandingkan dengan jumlah angkatan kerja pada tahun 1985 meningkat 19,21 persen (rihat tabel2).
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Ukuran ini menunjukkan proporsi atau perbandingan banyaknya angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja (10 tahun ke atas). TPAK = (Angkatan Kerja)/(penduduk Usia Kerja) xlffivo
72
Untuk tujuan proyeksi angkatan kerja seringkali diasumsikan bahawa TPAK penduduk umur TPAK tahun 1971",
10-11 akan menurun dengan adanya program wajib belajar. Berdasarkan tabel2.,
1976, L980,1985, dan L989 masing-masing adalah 41,29; 54,89; 50,23; 53,02; dan 57,79 persen.
Tingkat Pengangguran Terbuka Penganggur terbuka adalah mereka yang tidak mempunyai pekerjaan dan sedang mencari pekerjaan.
Tingkat pengangguran terbuka (open unemployment rate) adalah proporsi mereka yang mencari pekerjaan (sedang menganggur) terhadap angkatan kerja. (Penduduk yang mencari kerja)
Tingkat Pengangguran
Terbuka
xlffi%o (Angkatan Kerja)
Ukuran ini merupakan ukuran yang paling umum digunakan sebagai indikator ketenagakerjaan. Dari tabel 2 dapat dihitung tingkat pengangguran terbuka untuk tahun 197I,1976,1980, 1985, dan 1989 sebe sar : 7,47
Vo
; 2,32Vo
; I,66Vo ; 2,L5 Vo ; dan 2,87 Vo.
Tingkat Setengah Penganggur Konsep labor force approach memberi gambaran secara global tentang masalah ketenagakerjaan. Gambaran ini masih belum membedakan antara setengah penganggur kentara maupun tak kentara.
Untuk itu perlu dilengkapi dengan konsep labor utilization approach. Dari setengah pengganggur kentara memberi indikasi pendayagunaan yang belum optimal dari sumber daya manusia, sedangkan setengah penganggur tak kentara memberi indikasi rendahnya kualitas sumber daya manusia karena produktivitas dan pendapatan mereka rendah.
(Bekerja TingkatSetengah Penganggur
35
jam/minggu)
=
xl\}Vo (Penduduk yang bekerja)
Dengan menggunakan tabel
2
dapat dihitung tingkat setengah penganggur untuk tahun 1,971,
1976, 1980, 1985, dan 1989 masing-masing sebesar 3,297o;39,5Wo;36,52Vo;39,47Vo; dan39,257o.
Pengumpulan data ketenagakerjaan di Indonesia yang cukup lengkap dan terinci baru dimulai semenjak Sensus Penduduk 1961 oleh Biro Pusat Statistik. Sebelum itu pengumpulan data masih bersifat parsial dan konsep yang digunakan masih beragam.
73
Sensus Penduduk 1971, Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 1976, Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) 1976, 1977, 1978, 1979 dan Sensus Penduduk 1980 mencakup data kependudukan danjuga data ketenagakerjaan. Mulai tahun 1980 pengumpulan data ketenagakerjaan
dikaitkan dengan SUSENAS. Data ketenagakerjaan yang dicakup dalam Sensus Penduduk l97I dan 1980 sudah cukup terinci, mencakup infotmasi kegiatan utama seseorang, yaitu bekerja, sekolah, mengurus rumah tangga, atau lainnya. Di samping itu juga mencakup informasi tentang lapangan kerja utama, jenis pekerjaan, dan status pekerjaan utama.
III.
LAPANGAN KERJA DAN PERTUMBUHAN EKONOMI
Perkembangan perekonomian nasional selama kurun waktu Pelita I sampai dengan tahun 1987 menunjukkan laju pertumbuhan yang mengesankan. Dilihat dari sumbangan masing-masing sektor terhadap PDB nampak adanya pergeseran strukur ekonomi (lihat tabel3.).
Perubahan struktur ekonomi tersebut menunjukkan bahwa sumbangan sektor pertanian terhadap PDB semakin menurun dan meningkatnya sumbangan sektor-sektor di luar sektor pertanian. Perubahan sumbangan masing-masing sektor terhadap PDB diikuti oleh pergeseran struktur tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian.
Pada tahun 1971. tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian sebesar 67,22 persen dan turun menjadi 53,98 persen pada tahun 1988 (lihat tabel 4.). Sebagian dari mereka yang bekerja tersebut terdapat sejumlah tenaga kerja yang bekerja kurang dari 35 jam per minggu (tabel S.). Permasalahan dasar yang muncul ketidakseimbangan antara khususnya angkatan kerja dengan laju pertumbuhan ekonomi.
laju pertumbuhan penduduk,
IV. TENAGA KERJA SEBAGAI SUMBER PERTUMBUHAN 4.1. Tenaga Kerja Sebagai Faktor Produksi Pandangan optimis tentang peran pertumbuhan penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi, salah satunya, dikemukakan oleh Adam Smith. Dilihat dari sisi permintaan, pertambahan penduduk akan memperluas pasar. Apabila pasar berkembang maka akan terjadi pembagian kerja dan spesialisasi produksi. Hal ini akan mendorong kegiatan inovasi, pengembangan teknologi dan peningkatan produktivitas tenaga kerja. Sebagai hasilnya produksi akan naik dan terjadi surplus. Selanjutnya dari surplus tersebut digunakan untuk perluasan investasi baik untuk memperbarui atau menambah barang modal ataupun untuk pengembangan teknologi produksi.
74
ini
sccara ringkas menyatakan bahwa pertumbuhan penduduk akan mendorong inovasi, efisiensi dalam pendayagunaan faktor produksi, dan perluasan pasar. Ada dua alasan utama: Pandangan
(1) jumlah penduduk yang meningkat merupakan potensi bagi perluasan skala produksi
dan
permintaan konsumsi, (2) tekanan akibat jumlah penduduk yang besar akan mendorong perubahan kelembagaan, inovasi teknologi, terutama di sektor pertanian.
4.2. Tenaga Kerja dan Perubahan Teknologi Pembangunan ekonomi pada hakekatnya adalah kegiatan produksi, konsumsi dan distribusi. Dalam
kegiatan produksi, di samping kualitas tcnaga kerja dan jumlah input lain, faktor teknologi sangat menentukan. Efisiensi penggunaan input dalam proses produksi dan daya subtitutif faktor tenaga kerja terhadap modal juga ditentukan oleh teknologi yang dipergunakan. Kcadaan teknologi ini sangat mempengaruhi berapa jumlah tenaga kerja, dalam satuan jam per orang atau iumlah orang yang perlu dipekerjakan (Sudarsono, 1982: p. 267). Penggunaan teknologi yang tepat, sesuai dengan kondisi lingkungan, baik teknis sosial maupun ekonomi akan meningkatkan kegiatan pembangunan. Dalam kaitannya dengan proses produksi, penggunaan teknologi memiliki tiga sifat: (1) menghcmat sumber daya alam (natural resource saving), (2) menghemat modal (capital saving atau labor intensive), dan (3) menghemat tenaga kerja (labor saving atau capital intensive).
Penggunaan teknologi padat modal mempunyai tiga sasaran antara, pertama, meningkatkan produktivitas tenaga kerja, kedua, mengurangi beban fisik dari tenaga kerja, ketiga, meningkatkan kualitas output, dan keempat meningkatkan uniformitas produk (E. Roekasah Adiratma, 1986: h.66).
Tingkat substitusi antara teknologi tradisional 'padat karya' dengan teknologi maju 'padat modal', serta dampaknya bagi kcsempatan kerja, akan berbeda menurut bidang usaha atau kegiatan dan menurut daerah.
V. PERTUMBUHAN YANG BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE GROWTH) Penciptaan lapangan kerja bagi angkatan kcrja yang jumlahnya makin besar merupakan salah satu tantangan utama pembangunan. Oleh karena itu perlu diditingkatkan dan dimantapkan langkahlangkah pembangunan yang menyeluruh dan terpadu bagi penciptaan lapangan kcrja seluas mungkin, baik langkah-langkah yang bersifat umum, sektoral, regional maupun khusus. Langkah-langkah yang bersifat umum meliputi antara lain kebijaksanaan di bidang produksi, investasi, fiskal, moneter,
perdagangan, harga, upah, serta berbagai kegiatan pengetahuan dan teknologi.
75
di
bidang pcndidikan dan latihan, ilmu
LangkahJangkah yang bersifat sektoral meliputi antara lain ketrijaksanaan pembangunan di sektor pertanian, industri dan jasa yang bcrorientasi pada penciptaan lapangan kerja dan perluasan kesempatan kerja. Langkah-langkah yang bersifat regional meiputi upaya untuk mendorong pertumbuhan dan perluasan lapangan kerja di setiap daerah serta pengembangan jumlah dan kualitas angkatan kerja yang tersedia setempat.
Langkah-langkah yang bersifat khusus meliputi kegiatan dalam rangka bantuan pembangunan serta kegiatan padat karya dan lain-lain. Kebijaksanaan perluasan dan pemerataan kesempatan kerja diarahkan pada pengembangan sumber daya manusia dan terciptanya angkatan kerja yang tangguh, mampu dan siap bekerja sehingga dapat mengisi semua jenis dan tingkat lapangan kcrja yang tersedia.
VI. IMPLIKASI KBBIJAKSANAAN Strategi pembangunan yang berorientasi pada sumber daya manusia pada
hakekatnya
mengikutsertakan segala lapisan masyarakat dalam proscs pcmbangunan. Secara konseptual perencanaan sumber daya manusia terdiri dari enam komponen: 1.
Perencanaan ketenagakerjaan;
2. Proyeksi ketenagakerjaan; 3. Proyeksi ketenagakerjaan yang dikaitkan dengan perencanaan pendidikan;
4. Proyeksi dan struktur kesempatan kerja menurut klasifikasi iabatan; 5. Perhitungan produktivitas tenaga kerja menurut lapangan usaha; dan 6. Perencanaan kebutuhan pokok (Hidayat, '1982:hal.22).
Referensi: Biro Pusat Statistik,
Sensus Pendudrlk 1971, 1980, dan
190.
Survci Penduduk Antar Sensus 1976 dan 1985. Keadaan Angkatan Kerja Di Indonesia, berbagai tahun penerbitan.
Hendra Esmara, Rencana Peduasan Kesempatan Kerja dalam Repelita PRISMA, No. 4, April 1982. Hidayat, Strategi Ketenagakerjaan dan Sumber daya Manusia,
76
PRISMA,
IV:
No. 4,
Sebuah Gagasan,
April
1982.
E.
Roekasah Adiratma, Mekanisasi Pertanian dalam Hubungannya dengan Kesempatan Kerja,
PRISMA. No.3.
1e86.
Sadono Sukirno, Ekonorni Pembangunan: Proses, Masolah,
dan
Dssqr Kebijaksanaan, Jakarta:
LPFE-UI dan Bima Grafika.1"985. Sudarsono, Aspek Ekonomi Dalam Problema Ketenagakerjaan: Suatu Pandangan Non Kaleidokopik, EKI, Vol. XXX, No.3, September 19g2.
Catatan Diskusi Kelas: Tujuan akhir pertumbuhan dan pembangunan ekonomi adalah kesejahteraan masyarakat yang dicirikan oleh ; 1) kehidupan yang layak dari masyarakat dan 2) yang menghasilkan yang menikmati. Yang menghasilkan yang menikmati memberi artian bahwa mereka yang menghasilkanlah (yang produktif; yang harus menikmati, ini sesuai dengan prinsip ekonomi hahwa mereka yang berkorbanlah yang layak mendapatkan'reward'atau balas jasa.
Struktur penduduk tidak memungkinkan terjadi/berlakunya situasi yang menghasilkan yang menikmati sebab tidak semua penduduk dapat ikut serta menghasilkan karena beberapa sebab seperti usia yang masih muda atau kemampuan yang belum memadai. Dalam keadaan yang seperti ini maka akan terdapat dua golongan dalam masyarakat yaitu mereka yang bekerja dan mereka yang tidak bekerja. Sebagai contoh pada tahun 1989 dari sekitar 179 juta penduduk Indonesia hanya sekitar 41,2 persen penduduk Indonesia yang bekerja. Keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan angkatan kerja dicirikan oleh membesarnya lapangan kerja yang tersedia akibat pertumbuhan ekonomi. Jika hal ini tidak terjadi maka ada beberapa hal yang menjadi penyebabnya yaitu: sebab natural, sebab kultural dan sebab sosial.
Dalam membuat perencanaan ekonomi kesalahan yang sering dilakukan oleh perencana pembangunan adalah mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa memperhitungkan kondisi dan
situasi masyarakat. Para perencana misalnya tidak memperhatikan tingkat pendidikan dan keterampilan masyarakat.
77
PRODUKTNTTAS DAN KESEJAHTERAAN TENAGA KERIA Oleh:
Mathias A'roef POKOK-POKOK BAHASAN Produktivitas Total, Produktivitas Rata-rata Marjinal, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas (Organisasi dan Manajcmen, Kualitas Pekerja, Investasi dan Teknologi, Lingkungan dan Kondisi Tempat Kerja, Motivasi dan Etos Kerja), Hubungan Antara Produktivitas dan Upah, Ketimpangan Produktivitas Regional dan Sektoral Ketimpangan Produktivitas Regional dan Sektoral, Ketimpangan Antara Produktivitas dan Upah Nyata.
PRODUKTTVITAS TOTAL
A. PRODUKTIVIiAS TOTAL DAPAT DTLIHAT SECARA MAKRO MAUPUN
SECARA
MTKRO.
A.l. Dilihat secara makro Dengan menggunakan fungsi Cobb Douglas dapat diperoleh gambaran berapakah besarnya produksi nasional umpamanya dalam ukuran Produk Domestik Bruto (PDB).
p
:
C.K
a.b
-_____
dimana : P adalah PDB sebagai agregasi dari nitai tambah kegiatan domestik K adalah besarnya kapital yang tertanam secara agregat dan didepresiasikan L adalah jumlah tenaga kerja a dan b adalah eksponen dari variabel independen K dan L yang harus dicari besarnya berdasarkan data statistik makro C adalah suatu konstan
Arti dari jumlah bilaa + bilaa + bilaa +
2 (a
+ b)
b < l,arl.inya b : t,artinya b > l,artinya
78
Contoh hasil pengukuran produktivitas makro dengan menggunakan model Cobb Douglas (dalam foto copy hasil penelitian disebut model forrester) yang dilakukan oleh Depnaker, Biro Pusat Statistik, dan Universitas Terbuka bersama-sama dapat dilihat terlampir. Risalahnya adalah sebagai berikut:
a
Nilai b
Nilai a + b
Nilai Produksi Nilai Tambah Nilai Produksi
0,4€'4114
0,00L674
0,485788
0,427598
o,002299
0,425299
ekivalen Pekerja Penuh
0,€3703
0,(n2339
0,48,ffi42
0,425942
0,000342
0,427?34
Berdasarkan
Nilai
Nilai tambah ekivalen Pekerja Penuh
Catatan
:
Perbandingan harga a dan b memperlihatkan perbandingan besar kontribusi f.aktor2
produksi bersangkutan. dP -- memperlihatkan produksi marginal
dL tenaga kerja P/L mernperlihatkan produksi rata-rata tenaga kerja untuk tahun tertentu ia memperlihatkan produktivitas tenaga kerja (dibantu oleh kapital) Perlu diingat bahwa hitungan2 di atas dilakukan atas dasar data dari BPS. Di samping penelitian yang disebutkan di atas masih ada laporan penelitian yang lain yang pada saat ini belum dapat diberikan.
A2. Dilihat secara mikro Pengukur;rn produktivitas pada tingkat mikro, discbut juga pada tingkat perusahaan dilakukan dengan menpgunakan rurnus-rumus sebagai berikut. a. Produktivitas total
Jumlah semua keluaran
Ps Jumlah semua masukan Semua keluaran produk dan jasa yang dijual oleh perusahaan. Akan tetapi keluaran2 itu ada yang positif dan ada yang negatif. Keluaran yang positif menghasilkan penerimaan. Keluaran yang
79
negatif menyebabkan perusahaan harus membayar (denda atas pencemaran lingkungan, atau membiayai pengobatan masyarakat yang terganggu kesehatannya oleh pencemaran itu). b. Produktivitas parsial Produktivitas parsial itu ada bermacam-macam seperti
:
Produktivitas tenaga kerja Produktivitas modal
Produktivitas modal
Produktivitas pemasaran
dan manajemen
Produktivitas lahan
Produktivitas produk
Produktivitas valuta asing Produktivitas kantor
Produktivitas enersi
Produktivitas organisasi
Dll.
1). PRODUKTIVITAS TENGA KERIA Produktivitas tenaga kerja diukur dengan rasio
:
Jumlah nilai tambah keluaran Ptk Jumlah tenaga kerja
Lihat produktivitas tenaga Indonesia bila dibandingkan terhadap produktivitas tenaga kerja dari negara-negara Asia; lainnya dalam laporan APO tahun 1987 dan 1989. Tenaga kerja Indonesia berada di papan ke-4, kelompok dengan tingkat produktivitas terendah di Asia. Di samping itu, tenaga kerja [ndonesia memperlihatkan mengindap "Penyakit Burung Puyuh".
PRODUKTIVITAS RATA-RATA MARJ INAL Tadi telah dikemukakan sedikit tentang produktivitas mikro tenaga kerja dan produktivitas makro tenagakerja. Pengcrtian ukuran produktivitas yang dikemukakan disana adalah produktivitas rala-rata.
Bentuk dP/dl adalah bentuk yang memberikan ukuran produktivitas marjinal karena delta P : delta L :
bagian kecil dari P sebagai tambahan baglan kecil dari L sebagai tambahan
Karenanya maka
:
80
:
delta P
:
Limit (-------) delta
L
dP/dL
merupakan ukuran produktivitas marjinal,tenaga kerja
Dari bentuk matematis diatas dapat dimengerti bahwa besarnya dPidl tergantung kepada bentuk kurva P sebagai fungsi dari L karena dP/dL menggambarkan garis singgung pada titik dimana differensial yaitu diambil (yaitu pada harga L dan P tertentu). Bila penambahan tenaga kerja menyebabkan menurunnya produksi seperti yang diperlihatkan oleh tanda minus nilai b dalam rumus-rumus hasil penelitian diatas dP/dL akan bernilai negatif. Harga negatif dP/dL itu mengandung arti : 1)
Penambahan tenaga kerja mengakibatkan menurunnya produksi. Produktivitas marjinal
2)
disebut "negatif'. Tambahan tenaga kerja itu bukannya membcrikan kontribusi positif pada nilai P, akan tetapi menyedot produksi orang lainnya. Memberikan informasi bahwa tambahan tenaga kerja hendaknya diusahakan dalam bentuk tenaga kerja yang berpengetahuan dan ketrampilan serta mempunyai semangat dan sikap kerja yang positif.
F'AKTOR,FAKTOR YAN G M EMPE,NGARUHI PRODU KTIVITAS Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja itu banyak sckali Faktor-faktor itu dapat diperinci sebagai berikut : Kualitas kadar teknologinya Motivasi dan etos kerjanya
Lingkungan dan kondisi
Organisasi dan manajemen
tempat kerja Kepemimpinan yang diberikan
Investasi dan Teknologi
Metode kerjanya
Kesehatannya
Dan lain-lain
KUALTIAS DAN KADAR TEKNOLOGINYA Dalam persepsi LIPI/PAPIPTEK dan ESCAP/APCTT diketahui bahwa teknologi itu terdiri atas 4 komponen: Human embodied technolog5i Object embodied technology
Institution embodied technology Information embodied technology
8t
Maka yang disebut human embodied technology itu meliputi pengetahuan yang dimilikinya (knowledge), ketrampilan fisik dan mcntal dalam menerapkan pengetahuannya (skill), sikap kerjanya (attitude), dan perilakunya (action patterns). Ini semuanya (KSAA) haruslah mendukung kebutuhan sistem. Lihat susunan tingkat pendidikan tenaga kerja lndonesia.
KESEHATANNYA Tenaga kerja itu dituntut untuk dalam keadaan sehat bila bekerja. Orang yang tidak sehat akan lebih banyak memikirkan diri dan penderitaannya, dan kurang kepada pekerjaannya. Selain tenaganya
sebagai orang sakit itu berkurang, kewaspadaan:nya dalam bekerja juga turun, sehingga menjadi mudah celaka. Orang yang tidak sehat akan sering tidak masuk dan karenanya tidak bisa berprestasi. Orang yang sehatpun ada yang suka celaka (accident pronc).
MOTIVASI DAN ETOS KERIANYA Manusia merupakan mahluk yang mempunyai sistem motivasi yang kompleks. Dalam memperoleh
dorongan untuk berbuat seseorang dipengaruhi oleh motivator-motivator internal maupun eksternal. Manajemen perusahaan, atau orang yang memimpin, dapat mempengaruhi orang lain dengan jalan mengendalikan mengendalikan motivator-motivator yang dikenakan pada orang itu.
Mengendalikan motivator eksternal biasanya lebih sulit dan dilakukan, karena motivator itu bisa diadakan secara langsung, dan diprakarsai oleh orang yang mcmimpin tadi. Sebaliknya, mengendalikan motivator intcrnal lebih sulit dan memakan waktu. Ia ditimbulkan melalui proses pendidikan, pelatihan, pengkondisian, sampai kepada indoktrinasi. Prosesnya bisa memakan waktu cukup lama, bergantung pada situasi prosesnya. Namun motivator internal ini bisa lebih kuat dan lebih bertahan lama kehadirannya, karena lebih sulit untuk mcngubahnya.
PRODUKTIVITAS DAN UPAH Antara produktivitas dengan upah terdapat huhungan yang erat sekali. Perbuatan menghasilkan nilai tambah menjadi dasar untuk memperoleh upah. Tanpa kontribusi nilai tambah tetapi menerima upah berarti mengambil nilai tambah yang dihasilkan oleh orang lain. Dcngan demikian, maka menerima upah yang melebihi produksi nilai tambah oleh seseorang berarti menimbulkan inflasi dari mata uang. Contohnya adalah kasus pengalaman negara Singapura lima tahun yang lalu.
82
Produktivitas Upah
*
Upah
*+ 'r + Produktifitas +
0
Waktu
Gambar
1.
Grafik perbandingan pertumbuhan produktivitas tcnaga kerja dcngan upahnya.
Terlinggalnya tingkat produktivitas tenaga kcrja menyobabkan tenaga kcrja itu mengambil hasil kerja orang lain dalam bentuk nilai tambah.
Ia hanya mcmbuat 5 unit nilai tambah, akan tetapi mcncrima upah scnilai 7 unit nilai tambah. Kalau scmua orang mengalami hal seperti itu maka jumlah uang yang bcrcdar mclebihi nilai tambah yang tcrsedia dipasar, dalam hcntuk barang dan jasa.
Beberapa Catatan '1.
2. 3. 4.
:
Produktivitas lenaga kerja yang rondah mcnycbabkan tcriaclinya inflasi. Produktivitas tcnaga kerja yang lctrih tinggi dari upah yang diterimanya menycbatrkan terjadinya aprcsiasi nilai mala uang. Tindakan utama untuk mcmbcndung tcrjadinya inflasi adalah pcningkatan procluktivitas tcnaga kerjanya, melcbihi upah yang ditcrimanya.
Tindakan lainnya dalam usaha mcmhcndung inflasi hanya akan bcrsifat tindakan mcmpcrlambat terjadinya inflasi, namun inflasi itu tetap akan tcrjadi.
KETIMPANGAN PRODUKTIVITAS REGIONAI. DAN SEKTORAL
A. Produktivitas
Re.gional
Suatu penelitian telah selcsai dilakukan tcntang hal ini. Hanya sa.ia hasilnya bclum dapat diungkapkan
sebelum hasil studi itu ditcrbitkan oleh pcnclitinya. Hanya sccara lrryika saja dapat dikemukakan mengapa terjadi ketimpangan-ketimpangan produktivitas rcgional.
83
.1. Antara berbagai daerah terdapat perbcdaan-perbedaan jcnis kegiatan ekonomi, seperti pertanian,
pertambangan, industri manufaktur, perdagangan, jasa-jasa lainnya, kosntruksi dll. 2. Tingkat tenaga kerja yang tidak sama antara berbagai daerah itu, karenanya maka tingkat upah yang diterima oleh tenaga kerja itu juga akan berbeda. 3. Ada produktivitas rata-rata. Sebagian daerah berada di atas rata-rata itu, dan sebagian lagi berada
di bawah rata-rata itu. Wilayah dengan produktivitas
di atas produktivitas rata-rata
Produktivitas
-------------
rata-rata Wilayah-wilayah dengan produktivitas di bawah produktivitas rata-rata
KETIMPANGAN ANTARA PRODUKTIVITAS DENGAN UPAH NYATA Bila upah nyata adalah upah yang dihitung atas nilai rupiah konstan, maka produktivitas tenaga kerja itu juga harus dihitung atas dasar nilai rupiah konstan. Katau ia mempunyai hubungan linier dengan sudut elevasi 50, maka tidak terjadi ketimpangan antara procluktivitasnya dengan upah nyata yang diterimanya.
Akan tetapi, apabila sudut clevasi hubungan korelasinya mcnycbabkan garis korelasi itu lebih dekat ke sumbu upah, rnaka produktivitasnya adalah lebih rcndah dari upah nyata yangselanjutnya apabila sudut elevasi garis korelasi itu scdcmikian schingga garis korclasi itu lebih dekat ke sumbu produktivitas, maka produktivitasnya adalah lcbih tinggi daripada upah nyatanya.
B. Produktivitas Sektoral Produktivitas sektoral di Indonesia mcmpcrlihatkan perbedaan-pertredaan yang sangat mencolok, seperti yang dipcrlihatkan oleh hasil penelitian bcrsama DEPNAKER, BPS dan Universitas Terbuka.
Lihat gambar-gambar grafik tcrlampir Periode 1971-1987
1.
Sektor pertambangan dan galian produktivitas tcnaga kcrjanya menurun terus dari 90 sampai ke 30
2. 3. 4.
Lembaga sewa bangunan dan fasilitas mengalami kenaikan terus dari Pengangkutan dan komunikasi naik dari 1,10 sampai ke2,2(l
ll
sampai ke 29
Industri bangunan dan konstruksi naik dari 1,40 ke tingkat 2,6[l pada tahun 1981 untuk kemudian turun lagike tingkat 1,98
84
5. 6. 7. 8. 9. 10.
Sektor industri mengalami kenaikan terus dari 0,75 sampai ke tingkat 2,07 Sektor perdagangan, hotel dan restoran mula-mula mengalami kenaikan dari 1,10 sampai ke tingkat 1,,70 pada tahun 1981 untuk kemudian turun lagi ke tingkat 1,35 Jasa-jasa lainnya berada cukup sama tinggi terus antara 1,10 untuk kemudian turun lagi ke tingkat 1,35 Jasa-jasa lainnya berada cukup sama tinggi terus antara 1,10 dan 1,00
Pertanian memperlihatkan tingkat produktivitas tcnaga kerja yang paling rendah, yaitu mulai dari 0,40 terus naik ke 0,52 Produktivitas rata-rata tenaga kerja keseluruhannya mengalami kenaikan dari 0,80 sampai ke 1.22
KESIMPULAN
A.
Sektor pertanian dan jasa-jasa lainnya mempunyai produktivitas tenaga kerja rata-rata nasional
B'
Sektor-sektor lainnyaberada diatas rata-rata produktivitas tenaga kerja nasional.
PENGUKURAN PRODUKI'IVITAS MAKRO INDONESIA Hasil kerjasama Depnaker, BPS dan Universitas Terbuka Tahun 1987 Dasar modal yang digunakan adalah "Fungsi produksi Forrcster"
: C.KA"LB LnY: LnC + ALnK + BLnL Y
dimanaC: SuatuKonstan K : Kapital (akumulatif) L : Tenaga Kerja A dan B adalah eksponen faktor produksi K dan L Hasil perhitungan atas dasar data terlampir adalah sebagai berikut 1. Atas Dasar Nilai Produksi
Y : 6,I2{fiq + 0,4&t114Ln K + 0,(nI674Ln Y : Nilai Produksi, dalam Milyar Rupiah K : Kapital dalam Milyar Rupiah L : Kesempatan Kerja orang Ln
2. Atas Dasar Nilai Tambah
Ln Y
:
6,401288
+ O,421598Ln K - O.OO2299 LnL
85
Ldimana
:
di
bawah
3. Atas Dasar Jumlah Ekivalen Pekerja Penuh dan
LnY:
Nilai Produksi
6,q1288 + 0,483703LnK + O,U)2339LnL
4. Atas Dasar Jumlah Ekivalen Pekerja Pe nuh dan Nilai Tambah
LnY = 6,%1347 + 0,{}15942LnK 4 0,ffiO34.ZLnL Catatan : Pada hasil nomcr 2 dan 4 adalah Y dalam Milyar Rupiah Nilai Tambah Pada nomer 1 dan 3 harga Y adalah nilai produksi dalam Milyar Rupiah
86
PERENCANAAN TENAGA KERIA: Pendekatan Rate of Return Oleh:
Dr. Yudo Swasono Dra. Endang Sulistyaningsih, MSc.
Rate of Return merupakan bagian dari konsep Human Capital Investment yang digunakan pada pengembangan sumber daya manusia dan penyusunan perencanaan tenaga kerja. Investasi sumber
daya manusia merupakan konsep yang telah lama dikenal. Adam Smith berpendapat bahwa pendidikan dianggap sebagai investasi yang dapat membantu meningkatkan kapasitas produksi melalui peningkatan produktivitas tenaga kerja. Berarti investasi Sumber Daya Manusia ini menggunakan asumsi bahwa seseorang dapat menginvestasikan dirinya melalui sekolah, latihan kerja atau kegiatan lain, yang diharapkan akan mendatangkan hasil di masa depan. Hasil yang diharapkan
tersebut biasanya diukur dengan menggunakan tingkat pendapatan seumur hidup dari orang yang bersangkutan (life time eamings), yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan pendapatannya sebelum dia melaksanakan investasi. Biaya yang dikeluarkan untuk sekolah, latihan dan lainJain dianggap sebagai kapital. Jadi, investasi sumber daya manusia dapat dianggap sama dengan investasi
pada kapital fisik. Berikut ini disajikan metodologi Rate of Return dan hasil-hasil empiris dari penerapannya pada program percepatan pendidikan Insinyur (P2D di tujuh Perguruan Tinggi di Indonesia. Selain itu juga disajikan analisa biaya, analisa manfaat dan analisa hasil perhitungan Rate of Return.
A. METODOLOGI Perhitungan Rate of Return terhadap investasi sumber daya manusia dilaksanakan analog dengan perhitungan Rate of Return terhadap investasi fisik, yaitu mengukur tingkat keuntungan investasi sumber daya manusia dengan menggunakan teknik "Cost Benefit Analysis". Rate of Return (Tingkat Keuntungan Investasi) diukur dengan membandingkan hasil investasi yang diharapkan akan diterima di masa yang akan datang, yaitu arus pendapatan yang dihasilkan karena investasi tersebut dengan
biaya yang dikeluarkan. Arus pendapatan yang akan diterima dan biaya yang telah dikeluarkan dihitung berdasarkan nilai saat ini (Present Value) dengan menggunakan tingkat bunga (Discounted
Value) tertentu. Dengan metode perhitungan tersebut maka dapat dihitung pula Internal Rate of Return (IRR), yaitu tingkat bunga dimana nilai saat ini dari pendapatan yang akan datang sama dengan nilai saat ini seluruh pengeluaran yang telah dilakukan, yang didapat dengan jalan menyamakan arus pendapatan masa kini dengan biaya yang dikeluarkan. Dengan angka IRR dapat
87
dibandingkan prioritas investasi yang akan diambil, baik dibandingkan dengan investasi antar sumber daya manusia maupun dibandingkan dengan investasi fisik lainnya.
Analisis manfaat dan biaya yang dikenal pula dengan istilah "Rate of Return Analysis" mempunyai konsep yang sama dengan evaluasi analisa proyek yang biasa dikenal. Sebagai contoh mesin dengan harga pembelian Rp. 10 juta memberikan hasil secara tetap sebesar Rp. 1,2 juta per tahun. Bila umur teknis mesin adalah 10 tahun maka "Rate of Return" mesin tersebut adalah sekitar 3 persen. Hasil tersebut didapat berdasarkan perhitungan dengan menggunakan persamaan berikut:
c = br(l+r) + bz(l+r) + besarnya Rate
...
of Return diperoleh
+
bro(1+r;
(1)
dengan menghitung nilai "r" dari persamaan
(1) dimana
"c"
merupakan biaya mesin dan "b" adalah "benefit" atau "manfaat" yang diharapkan dari mesin tersebut.
'
Investasi di bidang pendidikan dilaksanakan menggunakan analogi yang sama. Untuk pendidikan insinyur (misalnya) yang memerlukan waktu kurang lebih 6 tahun, maka nc" merupakan biaya langsung (uang sekolah, uang buku, biaya transport dan lain-lain) yang dikeluarkan dalam rangka kuliah; ditambah dengan biaya tidak langsung yang merupakan Forgone Earnings, yaitu biaya yang seharusnya didapat apabila orangyang trersangkutan bekerja dengan menggunakan ijazah pendidikan
SLTA. Manfaat (benefit) disini adalah "net-benefit" yang merupakan perbedaan pendapatan (earnings) bekerja dengan ijazah insinyur dengan pendapatan bekerja dengan ijazah SLTA. Dalam hal ini manfaat diasumsikan sebagai manfaat selama bekerja (life time earnings) atau sampai orang tersebut pensiun pada usia kurang lebih 60 tahun.
Perhitungan "Rate of Return" menggunakan dua komponen, yaitu: (i) profile pendapatan insinyur menurut umur (age-earnings profile); dan (ii) biaya pendidikan per orang mahasiswa. Untuk menjelaskan metode perhitungan "Rate of Return" digunakan notasi berikut:
E - Pendapatan atau penghasilan h - Tingkat pendidikan terakhir
t - Umur atau waktu yang digunakan untuk sekolah c
- Biaya
Apabila diperhatikan persamaan (1) dan digunakan asumsi bahwa persamaan tersebut digunakan untuk menghitung Rate of Return seseorang yang melaksanakan pendidikan sampai pada tingkat (h), maka c(h) adalah biaya langsungyangdikeluarkan untuk mengikuti pendidikan hingga mencapai tingkat pendidikan "h". Dengan demikian, apabila tingkat pendidikan "h" adalah untuk pendidikan "insinyur", maka biaya total tahunan (full annual cost) per insinyur adalah: Biaya Total
:
c(h) + E(h-l)
(2)
88
dimana E(h-l) merupakan penghasilan lulusan dengan tingkat pendidikan di bawahnya (merupakan penghasilan dari lulusan SLTA). Pendapatan bersih tahunan (annual net-benefit) setelah lulus insinyur dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: Pendapatanbersih tahunan
:
E(h) - E(h-l)
(3)
dimana E(h) merupakan pendapatan perguruan tinggi/insinyur.
Biaya tahunan dan pendapatan tahunan harus dihitung dan disesuaikan menurut nilai sekarang. Untuk itu hasil persamaan (2) dan (3) perlu disesuaikan dengan tingkat bunga yang berlaku (di discounted), yang dalam hal ini digunakan angka index harga konsumen. Berarti, secara aljabar "Rate of Returnn dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:
{c(h) + E(h-l)} (1+
t:-s
r) :
{E(h) - E(h-l)} (r-r)
t=
(4)
1-
dimana "s" adalah lama sekolah untuk jenis pendidikan h dan n adalah perkiraan lama waktu kerja dari para insinyur (katakan ,t0 tahun). Secara grafis perhitungan Rate of Return dapat disajikan seperti pada gambar l. Dengan metode ini maka perhitungan benefit dilaksanakan dengan menggunaka n age eaming profile yaitu: E(h) untuk lulusan perguruan tinggi (insinyur) dan E(h-t) untuk ulusan SLTA. Age eamings profile mempunyai bentuk busur yaitu mengalami kenaikan sampai umur tertentu kemudian menurun sedikit. Penurunan ini disebabkan oleh pengaruh pendidikan h mulai menurun. Bentuk busur ini agak menyulitkan perhitungan karena memedukan data "earnings" menurut umur. Data ini biasanya didapatkan melalui analisa Cross-section dari hasil survey tenaga kerja. Tetapi karena data tersebut tidak ada di tndonesia (kecuali dilaksanakan Survey Khusus) maka metode dengan menggunakan bentuk pendapatan "busur" tidak dapat diimplementasikan. Persoalan ini diatasi dengan menerapkan metode short cut.
Gambar I Perhitungan nRate of Return" dari Lulusan Perguruan Tinggi BenefiU Pendapatan
(Rp.)
89
"Short cut method" dilaksanakan dengan menggunakan rata-rata hitung pendapatan (means average earnings). Dengan demikian perhitungan "Rate of Return" dapat dilaksanakan lebih sederhana dengan menggunakan rumus berikut:
E(h) - E(h-l) r(h)
=
------
(s)
s {c(h) + E(h-l)}
Dimana E adalah rata-rata pendapatan (dan bukannya age earnings profile) seperti yang telah disebutkan. Dengan demikian kesulitan data dengan menggunakan rumus (4) akan dapat diatasi, karena perhitungan dengan menggunakan rumus (5) hanya memerlukan, satu data yang mewakili untuk mendapatan para lulusan.
Metode short cut ini mempunyai kelemahan yang terutama disebabkan oleh age earnings profile berbentuk datar (lihat gambar 2). Pada gambar tersebut terlihat bahwa age earnings profile dianggap sama untuk sepanjang usia kerja. Dengan demikian hasil perhitungan dengan metode ini hanya merupakan indikasVpetunjuk umum dari suatu investasi di bidang pendidikan dan bukannya merupakan suatu hasil yang mutlak.
Gambar 2 Perhitungan Rate of Return dengan metode Short-cut BenefiV Pendapatan
(np.) E (h) E (h) -
E(h-l) E (h-1)
E h-1
c (h)
Biaya/Umur
Beberapa hasil studi empiris menyebutkan karakteristik dari age-earning-profil adalah sebagai
berikut:
90
a.
Rata-rata pendapatan pekerja, untuk semua jenis pendidikan, mengalami peningkatan sampai kepada pertengahan usia kariernya, kemudian mempunyai tendensi menurun atau mendatar.
b.
Semakin tinggi tingkat pendidikan pekerja, semakin tinggi tingkat permulaan pendapatan dan semakin tegak peningkatan pendapatan yang diterima.
c.
Pekerja dengan tingkat pendidikan yang tinggi, mencapai puncak penghasilan hampir pada akhir kariernya dan penghasilan pada usia pensiun relatif lebih tinggi dibandingkan dengan penghasilan pekerja lain dengan tingkat pendidikan lebih rendah.
Tiga sifat ini mempunyai implikasi bahwa age-earnings profile berbentuk melengkung ke atas.
Berarti pekerja yang mempunyai tingkat pendidikan lebih tinggi mempunyai
lengkung
ageearningprofile yang lebih tinggi pula. Bentuk khas dari ageearningprofile dimuat pada Tabel I untuk Indonesia Tahun 1988 untuk daerah Kota dan Desa. Dari contoh yang disajikan tampak bahwa ada hubungan yang erat antara umur, pendidikan dan rata-rata pendapatan.
Tabel 1 Desa dan Kota Profile Age Earning (Dalam Ribuan) 1988
Age
Rural
Urban
10-14
25,6
25,7
t5-19
36,8
37,2
-24 25 -29 n -34 35 -39 & -44 45-49 50-54 55-59
52,6
59,2
20
58,6
6',1,3
68,5
93,9
72,0
86,0
'18,2
87,4
75,2
r23,9
70,4
130,3
54,9
115,4
ffi-&
x,4
80,0
65+
35,L
69,4
Pendidikan/latihan selain meningkatkan pendapatan pribadi yang sekaligus juga meningkatkan produktivitas kerja, juga mempunyai manfaat lain. Beberapa manfaat tersebut tercakup dalam istilah yang disebut "consumption benefit". Consumption benefit dari pendidikan adalah : pengaruh konsumsi murni - bahwa memang ada kebutuhan untuk mengikuti pendidikan (dalam hal ini pendidikan
9l
dianggap sebagai barang konsumsi murni); kesenangan - bahwa pendidikan itu sendiri menyenangkan;
dari segi kesehatan
- dengan
pendidikan yang relatif tinggi, akan memberi kontribusi kepada
kemampuan perawatan kesehatan diri yang lebih baik; peningkatan kemampuan - dengan pendidikan dapat meningkatkan intelegensi (IQ) seseorang; mempunyai kebiasaan menabung untuk hari depan; merubah pola konsumsi sehari-hari; dan untuk wanita - dengan pendidikan dapat lebih baik mengatur rumah tengga.
Manfaat lain dari pendidikan adalah adanya "externalities" dari pendidikan, yang antara lain adalah lingkungan yang lebih baik, tingkat kriminalitas yang rendah, dan demokrasi dapat terlaksana. Masih ada lagp deretan panjang non-monetary benefit pendidikan dan latihan yang termasuk dalam
kategori "spill-over" effect dari pendidikan. Seluruh manfaat dari suatu investasi tersebut di atas, terutama yang berkaitan dengan manfaat dalam bentuk uang (penghasilan), dan yang diharapkan akan diterima di masa depan, harus disesuaikan dengan nilai saat ini (net present value of earnings-benefit). Pada makalah ini nilai manfaat atau benefit dari program P2I adalah pendapatan dari para insinyur (lulusan program P2I) yang diharapkan akan diterima di masa yang akan datang. Nilai pendapatan insinyur inilah yang harus disesuaikan dengan nilai saat ini dengan menggunakan tingkat bunga yang berlaku. Persamaan yang digunakan adalah:
(1+r) {E(h) E(h-l)} -
NPVr
t:s
:
(6)
(1+r)
t:0 dimana NPVr
{c(h) + E(h-l)}
:
Net present value of earning, dan r merupakan tingkat bunga yang berlaku. Pada evaluasi suatu investasi (fisik dalam bentuk proyek atau investasi dalam bidang pendidikan), apabila nilai NPV adalah positif maka proyek atau investasi tersebut adalah menguntungkan. Persamaan (6) pada hakekatnya adalah sama dengan persamaan (5). Hal ini dapat dijelaskan dengan menggunakan gambar 3.
92
Gambar 3 Hubungan antara NPV dan tingkat bunga (discount rate)
NPV
Dari gambar 3 dapat dilihat bahwa Net Present Value (NPV) akan mengalami penurunan apabila tingkat bunga (discount rate) semakin naik. Titik A merupakan perpotongan antara NPV dan tingkat bunga yang berlaku. Dapat pula disebutkan sebagai titik dimana nilai NPV adalah sama dengan nilai tingkat bunga (r) yang berlaku, atau merupakan suatu titik yang menunjukkan bahwa apabila nilai NPV dikurang dengan nilai tingkat bunga yang berlaku akan menghasilkan nilai yang sama dengan "nol". Berarti pula pada titik A terjadi suatu tingkat bunga pada saat NPV sama dengan nol. Pada titik A inilah terjadi "Internal Rate of Return". Dengan demikian maka perhitungan NPV, dijelaskan dengan rumus (4) adalah sama dengan perhitungan Rate of Return yang dijelaskan pada persamaan (6). Pada studi ini akan diimplementasikan metode yang sesuai dengan tersedianya data.
B. ANALISA BIAYA Sebagaimana telah disebutkan, bahwa untuk menghitung Rate of Return diperlukan perhitungan yang cermat mengenai biaya pendidikan. Biaya pendidikan tersebut terdiri dari biaya per mahasiswa untuk
melaksanakan pendidikan tersebut. Biaya ini harus ditambah dengan forgone'earnings untuk mendapatkan jumlah seluruh biaya yang dikeluarkan. Konsepsi forgone earning adalah sama dengan konsepsi opportunity cost. Berarti jumlah biaya yang dikeluarkan untuk investasi tersebut harus memperhitungkan jumlah kesempatan yang hilang (kesempatan untuk bekerja dan mendapat penghasilan) akibat mengikuti pendidikan tersebut.
93
Untuk individu, forgone earnings merupakan proporsi terbesar dari biaya perorangan untuk mengikuti pendidikan. Disamping itu pembayaran uang kuliah dan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk pembelian buku juga dimasukkan ke dalam biaya perorangan.
Biaya-biaya sosial merupakan dana masyarakat/pemerintah yang dikeluarkan untuk melaksanakan pendidikan termasuk biaya untuk guru dan staf pengajar lainnya, buku-buku untuk perpustakaan, barang-barang dan jasa lain yang digunakan untuk operasional pendidikan, terutama yang berkaitan dengan perawatan peralatan seperti pemanas, lampu dan lain-lain
Pada makalah ini, biaya tersebut meliputi: (i) biaya langsung: uang sekolah, uang buku, uang transport dan pengeluaran lain untuk keperluan pendidikan; (ii) forgone earnings merupakan pendapatan yang hilang dari pendidikan SLTA karena melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Forgone earnings merupakan konsep opportunity costs pada ilmu ekonomi yang dalam hal ini juga merupakan investasi kapital. Beberapa komponen yang perlu diketahui mengenai biaya pendidikan di
Indonesia adalah: (i) biaya guny'instruktur berupa gajrlhonorarium, biasanya merupakan bagian terbesar dari biaya pendidikan/latihan, dan merupakan biaya sosial; (ii) biaya yang perlu ditanggung siswa atau orang tua siswa: biaya transport, biaya buku, uang sekolah, iuran lainnya, yang merupakan biaya individu (private cost). Pada makalah ini yang termasuk biaya sosial adalah (i) Anggaran Rutin; (ii) Biaya Operasional dan Perawatan Fasilitas (OPF); (iii) Anggaran Pembangunan; (iv) Anggaran dari sumber lain. Anggaran rutin biasanya terdiri dari gaji pegawai, honorarium tenaga luar biasa, lembur pegawai, perkantoran, Biaya pemeliharaan dan biaya lain-lain yang
pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya rutin. Anggaran rutin ini biasanya merupakan dana pemerintah yang dialokasikan ke masing-masing Perguruan Tinggi untuk menunjang kegiatan pekerjaan yang sifatnya rutin.
Biaya Operasional dan Perawatan Fasilitas biasanya terdiri dari biaya untuk penyelenggaraan kuliah, responsi, ujian tengah dan akhir semester, penyelenggaraan praktikum, praktek lapangan/
kerja praktek, bimbingan skripsilthesis, pembinaan perpustakaan, kuliah kerja nyata, operasional bengkeVgudang/koperasilpoliklinilVasrama, operasional komputer, pemeliharaan prasarana lingkungan dan pemeliharaan laboratorium (peralatan dan mesin). Seperti halnya biaya rutin, biaya operasional dan perawatan fasilitas ini merupakan dana penunjang kegiatan yang sifatnya non-rutin. Anggaran pembangunan (proyek) biasanya berasal dari bantuan luar negeri, terutama dari Bank Dunia untuk mendukung programPZI. Anggaran yang berasal dari sumber lain, biasanya dimasukkan dalam biaya sosial sepanjang berkaitan dengan program pelaksanaan kegiatan perkuliahan. Biaya firorangan/ private cost biasanya terdiri biaya kuliah, biaya transport dan biaya buku.
94
Apabila biaya sosial dan biaya perorangan dijumlahkan maka diperoleh biaya total per mahasiswa untuk melaksanakan pendidikan. Berikut ini dimuat ringkasan biaya per unit mahasiswa per bulan untuk masing-masing perguruan tinggi pelaksana program P2I (lihat Table 2).
Biaya per unit mahasiswa per bulan untuk masing-masing perguruan tinggi dihitung dengan menggunakan asumsi bahwa biaya per unit mahasiswa per bulan untuk Universitas Indonesia digunakan sebagai "nilai standar" perhitungan biaya. Berarti untuk perguruan tinggi lainnya, nilai standar tersebut harus disesuaikan dengan menggunakan suatu angka indeks tertentu. Dalam hal ini digunakan angka Indeks Harga Konsumen QHK) yang berlaku di Propinsi bersangkutan.
Tabel2 Biaya Per Unit Mahasiswa Per Bulan Nama Perguruan Tinggi
Biaya pcr unit mahasiswa/bln
Rp. 108.381 Rp. 104.13r Rp. 107.860
1. Univ. Indonesia
2. Inst. Teknologi Bandung 3. Univ. Diponcgoro 4. Univ. Gadjah Mada
Rp..95.762 Rp. 10.160
5. Inst. Teknologi 10 Nopember
6. Univ. Brawijaya
Rp...98.956
7. Univ. Hasanuddin
Rp.
10tt.895
Biaya per unit mahasiswa per tahun untuk ke 7 universitas pelaksana program P2I tersebut bervariasi antara Rp.95.762,- sampai Rp. 108.895,-. Biaya per unit mahasiswa ini sudah memperhi-
tungkan biaya sosial dan biaya pcrorangan (private) yang dikoluarkan untuk melaksanakan ini mcrupakan salah satu variable yang digunakan untuk menghitung Rate of
pendidikan. Biaya Return.
C.
ANALISA MANFAAT PENDIDIKAN
Pendidikan memberikan manfaat langsung maupun tidak langsung kepada individu maupun lingkungan dimana individu tersebut berada. Manfaat yang paling langsung yang dapat dirasakan dari adanya pendidikan adalah bahwa pekerja yang berpendidikan mencrima penghasilan (income) relatif lebih tinggi apabila dibandingkan dengan pekerja yang tidak/kurang berpendidikan. Berarti manfaat langsung dari pendidikan untuk individu adalah memiliki "life time-earnings" yang lebih tinggi. Sedangkan manfaat untuk lingkungan (society) adalah peningkatan produktivitas tenaga kerja. Dengan sendirinya, peningkatan produktivitas akan mempengaruhi atau meningkatkan kontribusi pada pendapatan nasional sepanjang usia kcrja.
95
Dengan demikian pada studi ini berlaku pula asumsi bahwa orang yang bekerja dengan pendidikan universitas mempunyai pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan pekerja dengan pendidikan SLTA. Hubungan antara pendidikan dan pendapatan ini penting artinya untuk menganalisa social Rate of Return, alokasi sumber-sumber secara efisien dan pembagian pendapatan yang merata. Hubungan antara pendidikan dan pendapatan dikenal dengan nama profile umur dan pendapatan (ageearningsprofile).
Persyaratan pertama untuk dapat menganalisa pengaruh pendidikan pada pendapatan penghasilan adalah mendapatkan data pendapatan pekerja yang diklasifikasikan menurut umur dan
tingkat pendidikan.
Mengingat sulitnya mengidentifikasi tingkat pendapatan lulusan program P2I, maka dapat digunakan asumsi "average-earnings" dari sarjana teknik yang telah bekerja kurang dari 6 tahun. Hasil studi World Bank menghasilkan angka sebesar Rp. 3%.750,- per bulan per pekerja dengan kualifikasi sarjana teknik. Angka tersebut digunakan sebagai patokan besarnya penghasilan lulusan Perguruan
Tiogg, sehingga besarnya E(h)
:
Rp.396.750,-.
Demikian pula besarnya angka pendapatan pekerja dengan tingkat pendidikan SLTA diolah berdasarkan angka rata-rata pendapatan per bulan dari hasil SAKERNAS 1,988. Setelah dilaksanakan penyesuaian dengan menggunakan angka Indeks Harga Konsumen diperoleh angka rata-rata pendapatan pekerja dengan tingkat pendidikan SLTA sebesar Rp.121.893,- pada tahun 1990 atau besarnya E(h- 1) : Rp.121.893,Mengingat keterbatasan data yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi variable biaya dan manfaat pendidikan, maka pada studi ini digunakan short cut method dengan asumsi bahwa pendapatan seumur hidup dari pekerja dengan tingkat pendidikan Perguruan Tinggi dan SLTA adalah "flat"
atau relatif sama untuk sepanjang usia kerja. Dengan menggunakan asumsi ini dapat dicari "net benefit" dari investasi yang dilakukan.
Perlu diingat bahwa faktor-faktor lain yang mempengaruhi tinggi rendahnya penghasilan seseorang seperti: kemampuan (ability), pengalaman kerja (experiency), keberuntungan (luck) dan faktor-faktor lain, dianggap tetap.
D. HASIL PERHITUNGAN RATE OF RETURN Rate of Return dapat dihitung dengan mengikutsertakan seluruh variable yang terkait. Dengan memperhatikan data biaya per unit mahasiswa dan data manfaat pendidikan yang ada dihitung Rate of Return dari investasi yang ditanamkan pada bidang pendidikan (program P2I) dengan menggunakan metode "short-cut". Secara singkat metode tersebut dituliskan sebagai berikut:
96
r(h) :
E(h)-E(h-1)
s {c(h) + E(h-1)}
:
Rate of Return untuk tingkat pendidikan (h); E adatah tingkat pendapatan; c : biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan pendidikan; dan S : waktu yang digunakan untuk dimana
r(h)
menyelesaikan studi.
Apabila diasumsikan bahwa rata-rata untuk dapat menyelesaian studi di Perguruan Tinggi tersebut adalah 6 tahun (S : 6 tahun) E(h) = Rp. 3!b.750,- dan E(h-l) Rp 121.893,- maka dapat dihitung angka r untuk masing-masing perguruan tinggi yang melaksanakan program P2I. Hasil perhitungan secara singkat dimuat pada tabel berikut
:
Tabel3 Rate of Return pada 7 perguruan tinggi pelaksana program P2I
Nama Perguruan Tinggi
Rate of Return
1. Univ. Indonesia
0,1676
2. Inst. Teknologi Bandung
0,1@5
3. Univ. Diponegoro
0,1672
4. Univ. Gadjah Mada
0,1585
5. Inst. Teknologi 10 Nopember
0,1616
6. Univ. Brawijaya
0,L607
7. Univ. Hasanuddin
0,1679
Besarnya angka Rate of Return ini menunjukkan besarnya benefit yang diharapkan akan diperoleh setelah menyelesaikan program pendidikan. Apabila angka r menunjukkan 0,1676 (UI) berarti apabila dilaksanakan investasi pada program pendidikan tersebut (lebih tinggi dari SLTA), maka setiap Rp. 1.- investasi dalam bidang pendidikan (program P2I) akan menghasilkan manfaat sebesar Rp.0,1,676.-.
Untuk ke tujuh Perguruan Tinggi pelaksana program P2I, terlihat bahwa angka rata-rata Rate of Return yang diperoleh akibat adanya investasi program P2I adalah sebesar 0,2. Jelas bahwa Rate of Return ini merupakan angka yang menunjukkan hubungan antara biaya dan manfaat pendidikan, baik
untuk individu maupun lingkungan. Berarti apabila
97
r
adalah positif maka investasi dalam bidang
pendidikan tersebut menguntungkan. Hal yang sama berlaku pula untuk bidang kesehatan, migrasi maupun faktor keamanan (security), yang dikaitkan dengan pengembangan Sumber Daya Manusia.
Daftar Bacaan
McMahon WW,
1.987.
Consumption and other benellt of education,
in
Psacharopoulos, Economics
of education research studies, Pergamon Press, New York. Psacharopoulos, George, 1980, Higher Education in Developing Countries: Analysis, World Bank Staff Working Paper No.,140, Washinglon D.C.
A
cost - Beneflt
Smith, Adam, L976, The Wealth of Nations, dalam Woodhall, Economic of Education : A Review, yang dimuat kembali oleh George Psacharopoulos dalam bukunya: Economic of Education, Research and Studies, Pergamon Press, 1987.
Yudo dan Sulistyaningsih, Endang, 1990, [,abor Market AdJustment in Indonesla, Evldence from the National Labor Force Survey, paper submitted to the World Bank Under Assignment Contract SRA"/4INSR 069, unpublished.
Swasono,
World Bank, 1990, Employment and Tralning Studies Jakarta dan Surabaya, Depnaker.
98
in
Indonesia, Studi pada 150 perusahaan di
PROYEKSI ANGKATAN KERIA KELUARAN PENDIDIKAN Oleh:
Ace Suraadi
I. PENDAHULUAN ini telah dikembangkan metode-metode proyeksi persediaan (supply) dan kebutuhan (demand) tenaga kerja. Ada dua konsep pokok yang digunakan untuk menghitung proyeksi
Dewasa
persediaan tenaga kerja: metode tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) yang dilakukan oleh Biro
Pusat Statistik dan metode Kohort yang dikembangkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Ada beberapa model untuk memproyeksikan permintaan.tenaga kerja, antara lain model elastisitas tenaga kerja, model input-output, model fungsi produksi berikut teknik-teknik penyebaran kebutuhan tenaga kerja antara lain dengan menggunakan Matriks Kesempatan Kerja baik yang tetap (fixed Matrix Coefficient) maupun yang dinamis (dynamic Matrix Coefficient) dan pendekatan perbandingan internasional, atau yang terkenal dengan Model Zymelman.
Tulisan ini menguraikan model persediaan tenaga kerja dengan menggunakan analisa Kohort (Cohort Analysis). Analisa Kohort ini didasarkan pada suatu konsepsi Kohort (Cohort Conception) yang telah lama menjadi pusat perhatian para Sosiolog yang mereka gunakan sejak tahun 1!b0an. Setelah itu para ekonom pun mulai menggunakan analisa Kohort ini pada tahun 1970an. para ahli tersebut menggunakan analisa Kohort dalam bidang pendidikan dengan maksud untuk memantau perubahan yang terus terjadi di dalamnya. Analisa Kohort ini memandang pendidikan baik sebagai gejala sosial maupun gejala ekonomi yang terus berubah sesuai dengan perubahan masyarakatnya.
Analisa Kohort ini terus digunakan oleh Kelompok Studi SDM (Bappenas, Dikbud, Depnaker, BPS) dalam studi-studi perkiraan persediaan tenaga kerja sebagai keluaran dari sistem pendidikan. 3
Model Kohort untuk perkiraan persediaan tenaga kerja keluaran pendidikan ini dikembangkan oleh Kelompok Studi ini dengan mendasarkan pada konsep-konsep Kohort yang telah dikembangkan oleh para Sosiolog dan para Ekonom tersebut di atas.
II.
SEJARAH PERKEMBANGAN MODEL KOHORT DI INDONESIA
Model Kohort dalam penerapan analisa perkiraan tenaga kerja keluaran pendidikan mula-mula dikembangkan atas kerjasama antara Pusat Inlormatika dengan Research Triangle Institute (RTI) Uni versity of Noth Carolina, USA yang dimulai pada tahun 1984 (Boediono & Crouch, 1984).
99
Metoda yang sama telah pula dikembangkan oleh Pusat Informatika (Boediono, Salkin, Ace Suryadi, 1987) yang secara khusus digunakan untuk memperkirakan kebutuhan dan persediaan guru dan tenaga kependidikan lainnya selama kurun Repelita V. Kedua model tersebut merupakan landasan yang sangat berguna di dalam pe,ngembangan rnodel ini di kemudian hari, baik di lingkungan Pusat Informatika maupun di Bappenas (Kelompok Studi SDM). Berdasarkan kedua model tersebut di atas, Metoda Kohort yang secara khusus diterapkan untuk perkiraan tenaga kerja keluaran pendidikan mulai dikembangkan oleh Kelompok Studi SDM pada
tahun 1970 (Boediono, Ace Suryadi, Samekto; 1987). Model ini telah digunakan oleh KSDM pada tahun 1987 yang telah menghasilkan buku proyeksi tenaga kerja pertama (Bappenas) pada tahun 1987. Model yang baru pertama kali dikembangkan ini lebih lanjut dikembangkan menjadi perangkat lunak oleh Pusat Informatika dengan perbaikan-perbaikan dan penyesuaian seperlunya (Boediono, Ace Suryadi, Abas; 1988). Salah satu hasil penting dari penerapan perangkat lunak ini ialah buku laporan Proyeksi Kebutuhan dan Persediaan Tenaga Kerja Selama Repelita V, yang telah memberikan masukan kepada Panitia Penyusunan Repelita V Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang secara substantif diketuai oleh Dr. Boediono.
Model Kohort ini terus dikembangkan dan digunakan dalam kegiatan proyeksi persediaan tenaga kerja keluaran pendidikan yang dilaksanakan oleh KSDM (Bappenas, Depdikbud, Depnaker, BPS). Kegiatan tersebut telah menghasilkan laporan yang terkenal dengan nama Laporan Buku Biru.
ini telah dipergunakan sebagai relerensi yang cukup penting bagi departemen-departemen teknis di Indonesia dalam rangka penyusunan dan pelaksanaan kegiatan Repelita V. Atas dasar keberhasilan Laporan Buku Biru tersebut, maka Model Kohort telah Laporan Buku Biru
disebarluaskan melalui pelatihan Perencanaan SDM bagi para perencana tingkat propinsi, yang dilakukan pada tahun 1990.
Model Kohort yang diuraikan dalam bagian ini merupakan hasil perbaikan yang terus-menerus dikembangkan oleh Pusat Informatika Balitbang-Dikbud. Diharapkan bahwa model ini menjadi model yang baku untuk digunakan pada setiap analisa perencanaan tenaga kerja, khususnya dari sisi persediaan.
III.
LANDASAN TEORITIS MODEL KOHORT
Menurut Bowman (1985) Analisa Kohort merupakan metoda yang memiliki keampuhan tersendiri dalam menerangkan perubahan sosial sebagai akibat dari adanya pengaruh suatu kelompok angkatan kerja yang ada di dalam suatu pasar kerja. Selanjutnya Bowman mengemukakan bahwa Kohort ialah
suatu konsep yang berkaitan dengan teori perubahan sosial (social change). Ryder (1%5) mengartikan Kohort sebagai suatu kelompok orang, yang dapat dikenali berdasarkan kebersamaan
100
berdasarkan kelahiran (usia), prndidikan, dan variabel-variabel lainnya, yang memasuki suatu sistem pada suatu kurun waktu tertentu. Asumsi yang digunakan dalam analisa Kohort ialah bahwa sistem sosial apapun akan mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terhadap kelompok-kelompok orang yang berbeda berdasarkan usia (Bowman, 1985). Dalam kenyataannya, perbedaan yang terjadi bukan semata-mata disebabkan oleh faktor usia akan tetapi juga disebabkan oleh pengalaman yang bersifat khusus (unique) terhadap ma-
sing-masing kelompok Kohort. Pada negara-negara berkembang, misalnya, perbedaan sangat memungkinkan timbul di antara kelompok-kelompok Kohort yang muncul secara berturut-turut dalam memasuki pasar kerja. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh variabel-varabel pendidikan, pelatihan kerja, atau mungkin faktor senioritas yang hanya semata-mata menggambarkan lamanya bekerja.
Menurut Freeman, analisa Kohort ditekankan pada agregat dari suatu kelompok Kohort yang memiliki pengalaman yang relatif sama dalam kurun waktu tertentu. Selanjutnya Freeman membedakan pengaruh kelompok tersebut di dalam 3 konsep, yaitu:
(1) Kohort yang menekankan pada pengaruh dari suatu kelompok (misalnya kelompok angkatan kerja yang memasuki pasar kerja secara bersamaan); (2) Kelahiran yang menekankan pada pengaruh kelompok yang terdiri dari anggota-anggota
kelompok yang berusia relatif sama; dan (3) Kurun waktu yang memperhitungkan pcngaruh perubahan waktu terhadap suatu kelompok di luar pengaruh usia dan Kohort itu sendiri. Para ekonom sering menggunakan pengaruh kelompok (cohort influences) ini secara bergantian, tergantung kepada struktur masalah atau model analisa yang digunakan. Konsep Kohort sering nusian. Atau, Kohort sering pula diterapkan pada konotasi yang lebih digantikan oleh konsep disederhanakan yaitu tingkat sekolah dari suatu angkatan kerja. Oleh karena itu konsep Kohort kadang-kadang menggambarkan pengertian yang sederhana dari "kualitas angkatan kerja" dengan kesamaan tingkat pendidikan yang diperoleh suatu kelompok angkatan kerja, meskipun tingkat pendidikan tersebut sebenarnya dimiliki oleh kelompok kohort yang berbeda dalam periode waktu. Selain itu, pengalaman (umlah tahun) sering digantikan oleh'usia'dari suatu kelompok kohort yang dihitung sejak memasuki pasar kerja. Mungkin juga, konsep "Senioritas" yang digunakan oleh suatu lapangan kerja (perusahaan, lembaga pemerintah, dsb) digantikan dengan konsep "usia". Namun demikian, untuk mengetahui pengaruh kohort yang sebenarnya, analisa harus diperluas dari hanya sekedar pertimbangan pengaruh usia dan kurun waktu.
Langkah-langkah yang perlu ditempuh untuk mengetahui adanya perbedaan pengaruh Kohort, usia, dan waktu, ialah sebagai berikut:
101
(1) Menyajikan sebuah chart atau matriks mengenai suatu variabel (misalnya angka enrolmen pendidikan) menurut usia dan tingkat sekolah.
(2) Dalam matriks yang menyajikan tabulasi silang antara usia dan tingkat sekolah tersebut, lihatlah urutan Kohort yang ada di sepanjang diagonal dari matriks yang bersangkutan.
(3) Dari urutan diagonal ini maka pengaruh Kohort dapat ditemui dari tingkat perubahan dalam setiap titik waktu (atau tingkat sekolah) baik tingkat bertahan hidup (survive) maupun tingkat pengurangannya (attrition) di dari suatu kelompok kohort.
LangkahJangkah seperti ini dapat juga dikenali dari suatu metoda yang disebut Model Arus Murid (Student Flow Modcl) yarg dapat ditemukan dalam sebuah Tabel silang antara usia sekolah dengan tingkat kelas dalam suatu jenjang sekolah, atau antara kelompok usia dengan tingkat sekolah
(SD, SLTP, SLTA, dan PT). Metoda arus murid ini telah digunakan dalam menganalisa tingkat "survival" dan nattrition" dari masing-masing kelompok kohort yang memasuki sistem sekolah dari mulai tingkat pertama sampai dengan tingkat akhir, pada setiap jenjang sekolah. Sumber kelompok Kohort dari murid SD kelas I ialah penduduk usia sekolah (6 atau 7 tahun), sumber kelompok kohort SLTP ialah kelompok lulusan SD, dan seterusnya.
Dari mekanisme tersebut di atas, maka keluaran pendidikan dari setiap tingkat sekolah dapat diperhitungkan dengan pasti karena batas-batas kelompok kohort dalam sistem pendidikan mudah diketahui. Keluaran pendidikan itu mungkin berupa kelompok yang tidak bertahan dalam sistem (putus sekolah), atau mungkin berupa kelompok yang lulus, pada setiap jenjang pendidikan. Walaupun pada titik awalnya, kelompok kohort ini didasarkan pada kelompok usia, tetapi dalam perkembangan selanjutnya, masing-masing kohort tersebut tidak mengelompok atas dasar usia karena
kelompok yang gugur pada kelompok kohort terdahulu akan bergabung dengan kelompok kohort berikutnya.
102
Gambar I MODEL PROYEKSI TENAGA KERJA KELUARAN PENDIDIKAN
TTSD
TSD
TSMKTA
T SMP
T SMA
T DIPLOMA
TENAGA KERJA KELUARAN PENDIDIKAN
Keterangan:
TTSD
TSD TSM P T SMKTA SMA T Diploma T Strata
: : : : : :
Tidak tamat Sekolah Dasar Tamat Sekolah Dasar Tamat Sekolah Menengah Pertama
Tamat Sekolah Menengah Kejuruan Tingkat Atas Tamat Sekolah Menengah Atas Tamat Progam Diploma
= Tamat Program
: :
Strata
1
Arus lulusan sekolah ke pasar kerja Arus putus sekolah yang trergabung dengan kelompok Kohort berikutnya ke pasar kerja.
103
TSTRATA
IV. MODEL Angkatan kerja menurut keluaran pendidikan, bersumber dari penduduk yang memasuki sistem sekolah dan keluar lagi baik karena putus sekolah maupun karena lulus, tetapi tidak melanjutkan ke jenjang sekolah berikutnya, lalu memasuki angkatan kerja. Proses tersebut dapat diamati pada gambar L.
Dengan konsep wajib belajar, jumlah penduduk usia 6 - 12 tahun, menentukan jumlah murid Sekolah Dasar (SD). Murid SD yang terdiri dari tingkat I sampai dengan tingkat VI, sebagian naik tingkat (lulus bagi mereka yang di tingkat VI), sebagian mengulang tingkat dan sebagian lagi putus sekolah. Mereka yang putus sekolah dan mencapai umur 10 tahun atau lebih, akan menjadi angkatan kerja dengan kategori tenaga kerja tidak tamat SD. Lulusan SD yang tidak melanjutkan ke sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) akan menjadi tenaga kerja lulusan SD. Lulusan SD yang melanjutkan ke SLTP, akan menentukan jumlah murid SLTp tingkat I. Murid SLTP yang meliputi tingkat I sampai tingkat III, sebagian naik tingkat (lulus bagi mereka yang di kelas
III), sebagian mengulang tingkat darf sebagian lagi putus sekolah. Murid SLTp tingkat I yang naik tingkat dan melanjutkan bersama-sama dengan murid SLTP tingkat II yang mengulang tingkat akan menentukan jumlah murid tingkat II dan seterusnya. Mereka yang putus sekolah akan menjadi angkatan keria dengan kategori "tamat SD". Mereka yang lulus dan tidak melanjutkan ke sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA), akan memasuki angkatan kerja clengan kategori "tamatan SLTp-. Karena SLTP dapat diklasifikasikan mcnjadi SLTP umum atau sekolah menengah pertama (SMp) dan SLTP kejuruan yang terdiri dari sekolah teknik (ST) dan sekolah kesejahteraan keluarga tingkat pertama (SKKP), maka angkatan kerja dengan katagori "tamatan SLTP" inipun dapat diklasifikasikan kedalam angkatan kerja "tamat SMp" dan "tamat SLTp kejuruan".
Lulusan SLTP yang melanjutkan ke sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) akan menentukan jumlah murid SL'IA tingkat I. Ada dua jenis SLTA yaitu, sekolah menengah tingkat atas (SLTA) dan sekolah kejuruan tingkat atas (SMKTA). SMKTA ter
SMKTA, sesuai
dengan jurusannya seperti ST hanya dapat melanjutkan ke STM dan sebagainya. Murid SLTA yang mencakup tingkat I hingga tingkat III, sebagian naik tingkat (lulus bagi mereka yang di kelas III), sebagian mengulang tingkat dan sebagian lagi putus sekolah. Murid SLTA kelas I yang naik tingkat
dan melanjutkan bersama-sama dengan murid SLTA yang mcngulang tingkat, menjadi murid tingkat II dan seterusnya. Mereka yang putus sekolah akan menjadi murid tenaga kerja dengan kategori "tamat SLTP". Tenaga kerja "tamat SLTP" ini dapat digolongkan ke dalam dua kategori; pertama adalah tenaga kerja "tamat SMP" apabila mereka berasal dari SMP dan kedua adalah "tamat SLTp Kejuruan" bagi mercka yang berasal dari SLTP kejuruan. Mereka yang lulus dan tidak melanjutkan ke perguruan tinggi (PT), akan memasuki tenaga kerja dengan kategori "tamat SLTA". "Tamatan SLTA"
104
ini dapat digolongkan rpenjadi tenaga kerja "tamatan SMA" dan tenaga kerja "tamatan SMKTA' sesuai dengan jurusannya.
Lulusan SMA yang melanjutkan ke perguruan tinggi, bersama-sama dengan mahasiswa lama, akan menjadi enrolmen mahasiswa. Dengan sistem smester, perguruan tinggi berbeda dengan jenjang pendidikan di bawahnya, tidak mengenal tingkat (kelas). Selanjutnya mahasiswa ada yang masih
berstatus mahasiswa, putus kuliah akan memasuki angkatan kerja dengan katagori "lulusan SMA". Mahasiswa yang lulus akan memasuki angkatan kerja dengan katagori masing-masing "tamat S0" untuk mahasiswa program Diploma dan "tamat 51" untuk mahasiswa program sarjana. Angka tenaga kerja keluaran pendidikan ini, perlu dikoreksi sebab tidak semuanya menjadi angkatan kerja baru. Dari mereka adayangtergolong bukan angkatan kerja seperti ibu rumah tangga, golongan apatis dan mereka yang cacat dan tidak bisa bekeria. Mereka yang memasuki angkatan kerja, melalui angka penyerapan angkatan kerja (apak), akan bergabung dengan angkatan kerja yang sudah ada dan bertahan (setelah dikurangi dengan yang pensiun dan keluar karena tidak ingin bekerja) menjadi penawaran tenaga kerja (PTK) yang baru.
V. METODOLOGI PERHITUNGAN Seperti diuraikan di atas bahwa angkatan kerja menurut sistem pendidikan, pada dasarnya adakah murid-murid/mahasiswa-mahasiswa yang putus sekolah/kuliah dan lulusan yang tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya dari SD sampai PT. Oleh karena itu proyeksi angkatan kerja ini ditentukan oleh proses yang ada dalam sistem sekolah seperti penyerapan, enrolmen, pengulangan' kenaikan dan putus sekolah/kuliah dari SD sampai PT. Metoda perhitungan angkatan kerja ini' akan diurutkan dari SD sampai PT.
1. Tenaga kerja dari SD Penduduk usia SD (umur 6 - 12 tahun) melalui angka penyerapan SD (APSD) akan menjadi murid baru SD kelas I, dalam persamaan hal ini dapat ditulis menjadi; 12
MBSD
i,1
I u>
Pl,
t *
aPsd
t,
(1)
'
dimana;
MBSD.,
,
:
murid baru SD kelas I tahun t
: penduduk usiaSD tahun t, i : angkapenyerapanSD tahun t, apsd t = tahun. dan P
105
i :
usia dari 6 sampai 12 tahun
.
Murid baru SD tingkat I ini bersama-sama dengan murid lama SD tingkat I yang mengulang, akan menjadi enrolmen murid SD tingkat I. .
: MBSDI + (ESDI * asmdl )..... rtt-l
ESDI
(2)
Dimana;
ESD1
:
enrolmen SD tingkat 1 Cara menghitung enrolmen murid SD dari tingkat lI hingga tingkan VI, agak berbeda dengan cara menghitung enrolmen murid SD tingkat I. Enrolmen murid tingkat II sampai tingkat VI berasal dari murid SD tingkat yang sama tahun yang lalu yang sekarang mengulang dan murid SD tingkat di bawahnya pada tahun yang lalu yang sekarang naik tingkat. Dalam persamaan, hal ini diformulas ikan:
ESDk
: r
(ESDk
*
amsdk)
r-1
+ (ESIf-t * ansdk-l) r r-1
(3)
t-l
dimana; ESDK
:
enrolmen murid SD tingkat k tahun t,
ESDK
:
enrolmen murid SD tingkat k tahun
:
angka mengulang murid sd tingkat k tahun t,
:
enrolmen murid SD tingkat
:
angka naik tingkat murid SD tingkat
: :
tingkat di SD dari II sampai VI, dan
t-1 amsdk
t ESDK'1
t-1 ar,sdk-1
t k t-1
t-l
k-l tahun t-1, k-l pada tahun t
satu tahun sebelumnva.
Untuk menghitung tenaga kerja keluaran SD perlu diketahui murid-murid yang putus sekolah dan lulusaq tetapi tidak melanjutkan. Murid-murid yang putus Sekolah Dasar ini akan memasuki tenaga kerja dengan katagori "tidak tamat SD". Meskipun mereka yang putus sekolah dan berusia di bawah sepuluh tahun belum dapat digolongkan ke dalam angkatan kerja, namun pada waktunya mereka akan mencapai umur 10 tahun dan memasuki tenaga kerja. Dengan anggapan enrolmen SD tingkat satu sampai dengan tingkat tiga setiap tahunnya tidak berbeda, maka semua putus sekolah dasar dianggap menjadi angkatan kerja. Jumlah murid yang putus sekolah dapat dicari dengan
r06
mengalikan enrolmen SD dan angka putus sekolah SD di masing-masing kelas. Tenaga kerja "tidak tamat SD" merupakan penjumlahan murid-murid putus sekolah dari tingkat I sampai tingkat VI pada suatu tahun tertentu. 6
:)ESDK * apsdk )..... k=l t-l t
TKTISD t
Dimanal TKTTSD
t apsd
:
: : k
(41
tenaga kerja tidak tamat Sd pada tahun t, angka putus sekolah dasar tingkat k pada tahun t,
tingkat diSD dari I sampai VI
Murid-murid yang lulus SD tetapi tidak melanjutkan ke SLTP akan menjadi tenaga kerja dengan kategori "tamat SD". Lulusan SD dapat dihitung dengan mengalikan enrolmen SD tingkat VI dengan angka naik kelasnya. Lalu untuk mengetahui mereka yang memasuki angkatan kerja dilakukan dengan cara mengalikan lulusan tersebut dengan angka lulusan SD yang tidak melanjutkan ke SLTP.
TKTSD : ESD6 * tt-ttr
anksd
* akdrm
(5)
Dimana;
TKTSD
:
Tenaga kerja "tamat SD" pada tahun t,
t
ESD6 :
enrolmen SD tingkat 6 tahun t-1, dan
t-l anksd6 : angka naik tingkat SD tingkat 6 pa
b. SD hanya mempunyai satu kategori sedangkan SLTP dan SLTA mempunyai dua kategori yaitu SLTP (SLTA) umum atau SMP (SMA) dan SMTP (SMTA) kejuruan. Oleh karena itu tenaga kerja lulusan SLTP (SLTA) dapat dikategorikan dalam "tamatan SMTP (SMA)" dan "tamatan SMTP (SMTA) kejuruan".
r07
3. Tenaga kerja dari PT dengan Lulusan SLTA yang melanjutkan ke PT akan menjadi mahasiswa baru. mereka bersama-sama PT' enrolmen menjadi mahasiswa lana yang masih tinggal yaitu tidak putus dan yang belum lulus akan
EPT
:
(ISLTA * AISLTAM) + Er''f
(1-apk -alpt )
-
(7)
tttt-ltt Dimana;
EPfl = t LSLTA
enroknen perguruan tinggi tahun t
:
lulusan SLTA tahun t,
t AI-SLTAM : angka lulusan SLTA t kePTtahunt
EPT =
yang melanjutkan
enrolmen PT tahun t-1
t-1
apk
:
angkaputuskuliahtahunt
t
alpt =
angka lulus PT tahun t
t Mereka yang putus kuliah akan rnenjadi tenaga kerja dengan kategori "tamat SLTA" batau dapat dituliskan sebagai berikut.
TKSLTA
:
t
EPT {' t-l
APKI
(8)
Dimana; TKSLTAT : tenaga SLTA tahun t, ntamatan sarjana": mereka yang lulus akan menjadi tenaga keria dengan kategori TKSt Epft-l * ALpTt
=
(9)
Dimana;
TKSI
:
tenaga kerja sarjana tahun t
Tenaga kerja sarjana dapat dipisahkan menjadi tenaga keria "tamatan S0" dan "tamatan 51" atau
TKs0t danTKSlt'
4. Angl
lfuria l(eluaran Pen'didilcan
Tenaga kerja keluaran pendidikan di atas pada kenyataannya tidak semuanya menjadi angkatan kerja, (bak) seperti ada di antaranya yang tidak bersedia meniadi angkatan kerja atau bukan angkatan kerja
108
ibu rumah tangga, orang apatis dan sebagainya. Karena untuk menghitung angkatan kerja keluaran pendidikan, maka tenaga kerja keluaran semua jenjang pendidikan tersebut harus dikorelasikan dengan parameter bak.
Akkpt
t-
:
(tkttsdt + tktsdt + tktsmpt + tktsmtpkt + tktsmat+ tktsmakt + tksot
+ tkslt ) *
bak).
Dimana;
Akkp'
:
tkttsdt
= =
tktsmpt tktsmtpkt
:
angkatan kerja keluaran pendidikan tahun t tenaga kerja tidak tamat SD tahun
t
tenaga kerja tamatan SMP tahun t tenaga kerja tamat smtp kejuruan tahun t
=
tenaga kerja tamat SMA tahun t tenaga kerja tamat smta kejuruan tahun t
tksot
: :
tkslt
=
tenaga kerja tamat S1 tahun t
tktsmat tktsmakt
bakt
:
tenaga kerja tamat S0 tahun t
parameter bukan angkatan kerja tahun t
VI. APLIKASI MODEL SUPPLY TK UNTUK PSDM a. I<arakterktik Model TPAK dan Kohort
Model TPAK dan Kohort memiliki karakteristik yang berlainan walaupun pada akhirnya
sama
menghasilkan perluasan jumlah perselisihan tenaga kerja. Selama ini terdapat perbedaan hasil proyeksi antara kedua model tersebut. Sehingga perlu ada upaya untuk merekonsiliasi agar diperoleh angka
terakhir. Selama ini rekonsiliasi antara hasil proyeksi menggunakan kedua model tersebut belum didukung oleh data bak yang akurat dan rinci. Sehingga, hasilnya tidak dapat dibakukan dan dapat dilakukan kembali pada waktu-waktu berikutnya.
Model Kohort yang selama ini digunakan, ternyata tidak sensitif terhadap angkatan kerja baru yang berasal dari sumber tenaga kerja di luar sistem pendidikan. Hal tersebut menyebabkan bahwa hasil proyeksi kohort bersifat "underestimated" . Model TPAK selama ini pada dasarnya melakukan proyeksi dengan hasil yang "Overslundted". Hal tersebut disebabkan oleh telah memperlakukan semua penduduk usia kerja sebagai angkatan kerja apabila mereka melakukan kegiatan ekonomi : satu jam dalam seminggu lalu walaupun kegiatan utama mereka bukan sebagai angkatan kerja biasa, seperti bersekolah, mengurus rumah tangga dan sebagainya.
109
Berdasarkan kedua karakteristik tersebut di atas, maka dicoba dikembangkan suatu model aplikasi Supply untuk PSDM seperti daJrat digambarkan dalam bagan di bawah ini.
di
atas, berikut ini dikemukakan prinsip-prinsip mengcnai aplikasi supply tenaga kerja bagi peroncanaan SDM tingkat makro. Sesuai dengan gambaran tersebut
a.
Seluruh keluaran pendidikan diharapkan dapat memasuki pasar kerja, akan tetapi dalam kenyataannya pasar kerja tidak mampu menyerap seluruh tenaga kerja yang disediakan.
Dengan demikian tidak seluruh keluaran pendidikan dapat masuk ke pasar kerja, dan sebagian dari mereka harus masuk ke kelompok, mereka yangmengurus tumah tangga.
b.
Sementara mereka yang masuk menjadi angkatan kerja hanya terbatas pada daya serap pasar kerja ditambah dengan mereka yang mencari pekerjaan. Jumlah ini dapat dihitung (diasumsikan) sama dengan proyeksi angkatan kerja yang dihasilkan oleh proyeksi TPAK.
Akan tetapi tentu saja jumlah tersebut tidak sama persis, kerena proyeksi TPAK mengandung "angkatan kerja labil". Angkatan kerja "labil" ini adalah mereka yang bekerja bukan sebagai kegiatan pertamanya, mclainkan sebagai bukan angkatan kerja, yang sewaktu-waktu bekerja dan mungkin tidak bekerja pada waktu lainnya. Angkatan kerja labil
ini
kegiatan utamanya mungkin bersekolah, mungkin mengurus rumah tangga dan lain-lainnya; tetapi melaku'kan kcgiatan ekonomi tebih kecil atau sama clengan l jam dalam seminpgu. c.
Untuk mengetahui jumlah pertambahan angkatan kerja keluaran pendidikan yang masuk angkatan kerja labil terscbut di atas harus diperhitungkan jumlah angkatan kerja baru keluaran penditlikan yang terserap oleh pasar kerja pada kenyataannya akan lebih kecil dari proyeksi angkatan kerja menggunakan model TPAK. Dengan demikia hasil proyeksi TPAK perlu diproyeksi dengan data angkatan kerja "labil" tersebut di atas.
d.
Atas
dasar karakteristik yang dimiliki oleh model Kohort, maka perlu ditambah satu kategori "lainnya" dari proyeksi angkatan kerja menurut pendidikan. Pertumbuhan kategori ini penting untuk melengkapi dan memperbaiki kelunakan model Kohort yang tidak sensitif terhadap pcrtumbuhan angkatan kerja baru untuk berasal dari sumber tenaga kerja di luar sistem.
e.
Dalam model TPAk yang didefinisikan konsep "bekerja" termasuk mereka "sekolah sambil bekerja" perlu dilakukan koreksi, dengan jalan mengurangi pcrkiraan jumlah angkatan kerja dengan jumlah untuk sekolah sambil bekerja.
f.
Dipcrlukan penelitian lebih lanjut untuk mencari informasi yang akurat mengenai: a. Junlah dan persentase penduduk yang sekolah sambil bekerja.
110
b. Rincian mengenai penduduk un(uk mengurus rumah tangga dan bak lainnya
yang
menjadi angkatan kerja baru. c. Bak menurut umur, pendidikan dan jcnis kelamin.
Informasi-informasi tersebut di atas akan digunakan sebagai koreksi terhadap kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh model Kohort dan TPAK dalam mengeluarkan hasil yang lebih akurat.
V.
PENUTUP
Walaupun memiliki beberapa kelemahan Model Cohort dalam proyeksi persediaan tenaga keluaran pendidikan ini diperkirakan memiliki keampuhan tersendiri. Keampuhan yang cukup dominan dari
model ini ialah ketelitian yang cukup tinggi. Model ini secara terus menerus mampu memantau perubahan yang terjadi di dalam sistem pendidikan sebagai sumber tenagakerja keluaran pendidikan.
Bagi para perencana tingkat propinsi, penggunaan model ini sangat menguntungkan karena data pendidikan telah tersedia secara lengkap di setiap Kanwil Depdikbud. Di samping itu, perangkat lunak yang telah tersedia dapat membantu mempermudah para analis dan perencana di daerah untuk melaksanakan proyeksi persediaan tenaga kerja, pada saat-saat dibutuhkan.
Akhirnya, mudah-mudahan makalah ini bermanfaat dalam melaksanakan perencanaan sumber daya manusia di daerah. Setrelum melakukan latihan komputcr, diharapkan para peserta latihan dapat memahami isi makalah ini sehingga selanjutnya dapat dengan mudah memberikan tafsiran terhadap hasil-hasil perhitungan. Selamat bertatih dan beke4a.
tll
TEKNIK DAN MODEL KEBUTUHAN TENAGA KERJA
Oleh:
Rusman Heriawan. SE
PENDAHULUAN Salah satu bagian penting dalam perencanaan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) adalah perkiraan terhadap besarnya kebutuhan tenaga kerja pada sektor-sektor bkonomi, baik dalam jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Perkiraan kebutuhan tenaga kerja tersebut tidak
saja menyangkut jumlah yang dibutuhkan pada masing-masing sektor, tetapi juga kualitas (pendidikan/keahlian) dan jenis-jenis pekerjaannya. Perkiraan kebutuhan tenaga kerja ini sangat berguna sebagai masukan dan evaluasi bagi perencanaan pendidikan dan latihan, sehingga tenaga kerja keluaran pendidikan dan latihan yang diprogramkan pemerintah nantinya benar-benar dapat memenuhi
kebutuhan lapangan kerja yang tersedia. Seberapa jauh akurasi dari perkiraan kebutuhan tenaga kerja yang dibuat akan tergantung pada beberapa faktor. Faktor utama adalah ketersediaan data baik pada tingkat nasional maupun regional, serta tingkat kerinciannya. Rincian data tenaga kerja yang paling sering digunakan dalam proyeksi
adalah menurut sektor (lapangan usaha), pendidikan (bukan untuk pendidikan tinggi menurut fakultas/kejuruan) dan jenis pekerjaan (occupatioil. Kalau data menurut ketiga jenis rincian di atas dapat tersedia secara berkala (series) dan konsisten, maka memu
pilihan terhadap model dan teknik perkiraan kebutuhan tenaga kerja, dari yang paling sederhana sampai pada yang membutuhkan perhitungan-perhitungan komplikatif. Model mana akan digunakan pada akhirnya akan tergantung pada data yang tersedia.
Tulisan ini mencoba menguraikan berbagai hal yang berkaitan dengan perkiraan kebutuhan tenaga kerja, mencakup antara lain latar belakang dan permasalahan, pengertian tenaga kerja dan pertumbuhan ekon
tt2
PENGERTIAI{ DASAR. KONSEP DAN DEFINISI 1.
Kebutuhan Tenaga Kerja
Yang dimaksud dengan kebutuhan tenaga kerja adalah jumlah lapangan kerja dalam satuan orang yang
dapat disediakan oleh seluruh sektor ekonomi dalam kegiatan produksi. Dalam arti yang lebih luas, kebutuhan ini tidak saja menyangkutjumlahnya, tetapijuga kualitasnya (pendidikan atau keahliannya). Karena mereka yang bekerja tidak seluruhnya memiliki jumlah jam kerja normal (full-employment), maka kebutuhan tenaga kerja dalam analisis-analisis tertentu juga dinyatakan dalam satuan ekivalen pekerja penuh (full-time worker equipment). Normatif yangdigunakan untuk satu ekivalen pekerja penuh adalah 35 jam kerja per minggu; ada juga yang menggunakan 40 jam kerja per minggu. Karena tiap-tiap
sektor biasanya memiliki jumlah jam kerja yang berbeda, akan lebih baik lagi bila digunakan normatif yangjuga berbeda antar sektor.
2. Model dan Teknik Kebutuhan Tenaga Kerja .Iumlah tenaga kerja yang dibutuhkan tidak saja menyangkut keadaan pada saat sekarang tetapi lebih penting lagi bagaimana prospek dan perkembangannya pada masa yang akan datang serta implikasinya pada jumlah tenaga kerja yang ditawarkan. Model dan teknik kebutuhan tenaga kerja merupakan sejumlah alternatif yang ditawarkan untuk mempcrkirakan (proyeksi) kebutuhan tenaga kerja di masa yang akan datang, misalnya menjelang tinggal landas pada Repelita VI. Model dan teknik tersebut akan dijelaskan pada bagian tersendiri di bab berikutnya.
3. Konsep dan Definisi Dalam menggunakan model dan teknik untuk memperkirakan kebutuhan tenaga kerja, paling tidak ada tiga variabel pokok yang biasanya digunakan yaitu Produk Domestik Bruto (PDB) atau untuk tingkat propinsi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), jumlah tenaga kerja sektoral dan kapital (capital stocl5). Konsep dan definisi dari ketiga variabel ini umumnya mengikuti konsep dan definisi dari data yang dikumpulkan/tersedia di BPS.
a.
hoduk Domestik Bruto
Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan nilai produk neto barang dan jasa (nilai produksi - biaya antara) yang dihasilkan oleh seluruh sektor ekonomi yang melakukan kegiatan produksi dalam batas wilayah suatu negara. Dalam pengertian sektoral, PDB merupakan penjumlahan dari nilai tambah yang
diciptakan oleh seluruh sektor ekonomi, yang dalam penggolongan besarnya terdiri dari sektor pertanian, pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, listrik, gas dan air minum,
n3
bangunany'konstruksi, perdagangan, restoran dan perhotelan, pengangkutan dan komunikasi, lembaga keuangan dan persewaan bangunan, dan jasa (termasuk pemerintahan).
Dari segi penerima pendapatan, PDB didefinisikan pula sebagai nilai balas jasa yang diterima oleh seluruh faktor-faktor produksi (buruh/karyawan, modal, tanah dan kewiraswastaan) karena keikutsertaaannya dalam kegiatan produksi di suatu sektor. Oleh sebab itu komponen PDB terdiri dari upah dan gaji, surplus usaha (bunga, sewa dan keuntungan), penyusutan dan pajak tak langsung.
Dari segi barang dan jasa, PDB (nilai tambah) sebenarnya merupakan nilai yang ditambahkan kepada nilai barang dan jasa yang dihasilkan setelah memperhitungkan seluruh biaya produksi yang telah dikeluarkan. Dari segi penggunaannya, PDB dapat pula didefinisikan sebagai penjumlahan dari pengeluaran konsumsi rumah tangga (C6), pengeluaran konsumsi pemerintah (Cld, pembentukan modal tetap (I), perubahan stok ( S) dan ekspor neto fekspor (X) - Impor (M)]. Pengertian PDB yang terakhir ini sebenarnya merupakan "Keynesian Model", Y=C*S, S:I, Y:C+I. Seclangkan persamaan pDB di atas adalah
Y:
Cr + Cs+I +
S
+ (X-M).
Selanjutnya pengertian mengenai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) hampir sama dengan PDB, hanya perhitungannya mencakup wilayah propinsi/kabupaten. Penjelasan secara skematis untuk
PDB/PDRB ini dapat dilihat pada Bagan
b.
1.
Kapital (Capital Stock)
Konsep dan definisi kapital dapat berbeda-beda tergantung pada kepentingan dan tujuan penggunaannya. Dalam arti luas kapital merupakan ukuran kekayaan nasional sehingga mencakup tidak saja sumber daya alam (natural resources) tetapi juga sumber daya manusia (human resources).Bila
dikaitkan dengan masalah moneter, khususnya sumber dan penggunaan dana, maka kapital merupakan kekuasaan atas berbagai asset finansial seperti uang piutang, surat berharga, simpanary'tabungan dan sebagainya.
Kapital dalam kaitannya dengan PDB dan perencanaan kebutuhan tenaga kerja merupakan barang-barang modal (barang tahan lama) yang memilikVdigunakan dalam kegiatan produksi oleh suatu perusahaan (sektor). Sebagai capital stock, barang-barang modal yang dicakup tidak saja hasil pengadaan/pembelian pada tahun bcrjalan, tetapi juga hasil pengadaan/pembelian pada tahun-tahun sebelumnya, sepanjang masih digunakan. Barang modal itu sendiri didefinisikan sebagai balang-barang tahan lama (duroble- goods) yang tidak habis digunakan dalam satu kali pemakaian dan diharapkan mempunyai umur penggunaan lebih dari satu tahun sehinggasecarateoritis menimbulkan penyusutan.
Barang modal secara golongan besar dikelompokkan menjadi bangunan/konstruksi, mesin dan peralatan produksi, perlengkapan kantor, alat-alat angkutan dan barang modal lainnya.
714
Pembentukan modal tetap (frxed capitat fonnation) yang merupakan salah satu komponen penggunaan PDB/PDRB juga merupakan variabel penting, di samping kapital stok. Pembentukan
modal tetap adalah besarnya pembelian dan pengadaan barang-barang modal pada tahun berjalan. Secara teoritis pembentukan modal merupakan selisih antara kapital stok tahun berjalan dengan kapital
stok tahun sebelumnya, setelah diperhitungkan penyusutan yang terjadi pada tahun berjalan. Variabel pembentukan modal ini sangat penting terutama dalam kaitan perhitungan Increnrcntal Capital Output Ratio (ICOR) yangbanyak digunakan dalam perencanaan investasi.
c. Ketenagpkerjaan
Tenaga kerja sebagai salah satu faktor produksi merupakan sejumlah orang yang ikut serta dalam kegiatan produksi pada mas ing-masing scktor ekonomi yang meliputi: karyawan/ pegawai pada perusahaan-perusahaan, personil ABRI, pegawai pemerintah, pekerja pada lembaga/yayasan sosial, pekerja atau buruh di sektor pertanian, industri dan sebagainya.
Untuk memudahkan pemahaman data tenaga kerja yang dipakai di Indonesia, beberapa konsep dan definisi yangberkaitan dengan ketenagakerjaan perlu diperkenalkan. Konsep dan definisi ini seperti juga yang digunakan dalam pengumpulan data ketenagakerjaan oleh BpS: (1) Penduduk usia kerja, adalah mereka yang berdasarkan golongan umurnya sudah bisa diharapkan untuk mampu bekerja. Di Indonesia digunakan umur 10 tahun sebagai batas seseorang dianggap mulai bisa bekerja. Jadi penduduk usia kerja adalah penduduk yang telah berusia 10 tahun dan lebih.
(2) Angkatan kerja, adalah penduduk usia kerja (10 tahun ke atas) yang bekerja atau punya pekerjaan tetapi sementara tidak bekerja dan yang mcncari pekerjaan. Golongan penduduk ini disebut juga penduduk yang aktif secara ekonomi (economically active population). (3) Penduduk bukan angkatan kerja, adalah penduduk usia kerja (10 tahun ke atas) yang tidak bekerja
(4)
maupun mencari pekerjaan. Golongan penduduk ini secara ekonomi memang tidak aktif dan disebut non-economically active populotion. Kegiatan mereka biasanya adalah sekolah, mengurus rumah tangga dan lainnya seperti mereka yang pensiun, cacad jasmani dan sebagainya. Pekerja, adalah seseorang yang melakukan pekerjaan clengan maksud memperoleh atau membantu
(5)
memperoleh pendapatan atau keuntungan paling sedikit satu jam sehari dalam seminggu yang lalu. Bekerja satujam tersebut harus dilakukan berturut-turut dan tidak boleh terputus. Penduduk yang mempunyai pekerjaan tetapi sedang ti
(6) Kesempatan kerja, menunjukkan banyaknya lapangan kerja yang terisi dan dicerminkan oleh jumlah penduduk 10 tahun ke atas yang bekerja.
115
(7) Penduduk yang mencari pekerjaan, adalah penduduk yang: a. belum pernah bekerja dan sedang berusaha untuk mendapatkan pekerjaan; b. sudah pernah bekerja karena sesuatu hal berhenti atau diberhentikan dan sedang berusaha memperoleh pekerjaan;
c. dibebastugaskan baik akan dipanggil kembali atau tidak tetapi sedang berusaha untuk mendapatkan pekerjaan; dan d. bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan.
(8) Pendidikan tertinggi yang ditamatkan, adalah tingkat sekolah tertinggi yang perniih diikuti selama belajar sampai kelas terakhir dengan mendapatkan tan<Ja tamat belaja r (ijazah) baik dari sekolah negeri maupun swasta.
(9) Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), adalah perbandingan antara jumlah angftatan kerja dengan jumlah seluruh penduduk usia kerja. TPAK biasanya diperkirakan masing-masing untuk jenis kelamin (laki-laki dan perempuan) dan golongan umur.
Untuk lebih memperjelas hubungan antara penduduk, angkatan kerja dan pekerja,
secara
skematis dapat dilihat penjelasan pada Bagan 2. Berdasarkan bagan ini terlihat gambaran bugui1nana kegiatan penduduk L0 tahun ke atas, baik sebagai angkatan kerja seperti yang bekerja, sementara tidak bekerja dan yang mencari pekerjaan, maupun kegiatan-kegiatan lain yang tidak tergolong sebagai kegiatan angkatan kerja seperti sekolah, mengurus rumah tangga dan lainnya.
TEKNIK DAN MODEL KEBUTUHAN TENAGA KERJA Memperkirakan besarnya kebutuhan tenaga kerja di masa mendatang sebenarnya bukanlah pekerjaan yang terlalu sulit, kalau data yang diperlukan tersedia secara lengkap dan konsisten. Kenyataannya data
yang diperlukan, khususnya data ketenagakerjaan tidak selalu lengkap tersedia, bahkan untuk skala nasional, propinsi ataupun kabupaten dapat berbeda derajat keterinciannya. oleh karena itu berbagai
teknik dan model alternatif harus dipertimbangkan penggunaannya, dan tidak selalu model untuk nasional dapat berlaku untuk propinsi apalagi untuk kabupaten. Faktor utama yang harus dipertimbangkan dalam memproyeksikan kebutuhan tenaga kerja adalah penentuan target pertumbuhan ekonomi nasionaVregional serta penjabarannya menjadi pertumbuhan ekonomi sektoral. Pertumbuhan ekonomi umumnya dinyatakan sebagai kenaikan PDB/PDRB atas dasar harga konstan suatu tahun dasar (1983). Berdasarkan target pertumbuhan ekonomi ini kemudian dicari pola hubungan antara pertumbuhan kesempatan kerja
dengan pertumbuhan ekonomi menggunakan model dan teknik tertentu. Secara umum, pendekatan ini disebut Manpoweer Requirement Approach (MRA), yang menyatakan bahwa terciptanya suatu pertumbuhan ekono mi nasionaUsektoral ditentukan antaralain oleh adanya pertumbuhan tenaga kerja. Lebih lanjut pendekatan kebutuhan tenaga kerja (MRA) ini harus mampu pula menjabarkan kesempatan kerja sektoral menurut kebutuhan jabatan (occupation) dan pendidikannya. Masalahnya adalah apakah hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja tetap proporsional selama kurun waktu
116
tertentu, atau tidak adakah faktor-faktor lain yang dapat mengganggu atau bahkan merubah pola hubungan tersebut. Masalah inilah yang menjadi salah satu perhatian nantinya dalam mendiskusikan model dan teknik kebutuhan tenaga kerja. Model dan teknik kebutuhan tenaga kerja yang akan dibicarakan dalam bagian ini harus mampu menghasilkan gambaran kuantitatif tentang struktur kesempatan kerja di tingkat propinsi/kabupaten yang mencakup antara lain:
(a) Jumlah kesempatan kerja menurut sektor ekonomi untuk L digit Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (KLUD, bahkan kalau mungkin untuk ZdigrtKLUI. (b) Jumlah kesempatan kerja menurut kebutuhan jabatan untuk 1 digit Klasifikasi Jabatan Indonesia (KJI).
(c) Jumlah kesempatan kerja menurut kebutuhan pendidikan minimal menurut penggolongan besar pendidikan.
(d) Matriks yang menghubungkan struktur
kesempatan kerja sektoral dengan jabatan (lOM),
kesempatan kerja sektoral dengan pendidikan (IEM) dan struktur jabatan dan pendidikan (EOM). (e) Pendalaman struktur kesempatan kerja, misalnya masalah penganggur dan setengah penganggur, tenaga kerja informal, tenaga kerja wanita, tenaga kerja usia sekolah dan sebagainya. Bagian ini akan
dibicarakan secara terpisah sebagai studi kasus oleh instruktur-instruktur lain.
Model dan teknik kebutuhan tenaga kerja secara umum dapat dibagi menjadi tiga kelompok, model sederhana, model elastisitas dan model ekonometrik. Penjelasan secara skematis dapat dilihat pada Lampiran 3.
l. l}lodel Sederhana Model ini hanya mengandalkan suatu hubungan (rasio) tetap antara dua variabel pada periode sebelumnya. a. Produktivitas Rata-Rata
PA;: PPPSrt'' : p.o6uktivitas rata-rata sektor i: Li : Kesempatan kerja sektor i. PA;
Kalau PDRBi pada tahun t diketahui/telah ditentukan maka Li pada tahun t dapat dihitung (Lt PDRBiI/PA;). Model ini terlalu sederhana, statis dan mengandalkan banyak asumsi. Produktivitas tenaga kerja tidak berubah untuk kurun waktu penelitian, tidak ada pengaruh teknologi dan modal. Kemudahannya adalah data yang diperlukan cukup PDRB dan kesempatan kerja sektoral satu tahun tertentu saja.
:
b. Produktiv ilas
PMi PMi
M aryi n a I
:(PDRB;1-PDRBio)l(Ln-Lio)
:
6PDRB/6Ii,
=Produktivitas marginal sektor i;
1t7
Lin = Lio :
Kesempatan kerja sektor i tahun ke n; Kesempatan kerja sektor i tahun o.
Kalau kenaikan real PDRBi pada tahun t terhadap tahun dasar diketahui atau telah ditentukan, maka kenaikan kesempatan kerja tahun t dapat dihitung ( k Lit: k PDR&I/PMi).
Model ini juga sangat sederhana dan menggunakan asumsi- asumsi yang hampir sama, walaupun aspek marginal dari kedua variabel menjadi dasar perhitungan. Kemudahan model ini adalah data yang
diperlukan cukup PDRB dan kesempatan kerja sektoral pada dua tahun (dua titik) saja, misalnya tahun 1983 dan 1988. c. Lab or- Capital- Rati o ( LC R )
LCRi :LlCi, LCRi :Labor Capital Ratio sektor
Li Ci
i;
:Kesempatan kerja sektor i;
:Kapital sektor i.
Dalam kaitan ini kapital (Capilal Stock) adalah barang modal tetap yang digunakan dalam kegiatan produksi. Model ini mengasumsikan bahwa terdapat hubungan teknis antara kapital dan tenaga
kerja. Makin besar kapital yang digunakan, akan makin besar pula tenaga kerja yang dibutuhkan. LCR menunjukkan besarnya tenaga kerja yang dibutuhkan persatu satuan kapital. Apabila besarnya C; pada tahun t diketahui, maka besarnya L; dapat ditentukan (Lit : LCRi x Cit). Kelemahan model ini adalah statis serta pengaruh teknokrgi dan perubahan (substitusi) antara kapital dan tenaga kerja diabaikan. Di samping itu dari segi data, data kapital sangat sulit dipe roleh apalagi untuk level propinsi dan sektoral. d. Incremental Labor-Capital Ratio (I LCR)
: : : 6 Ij 0 Ci : ILCRi ILCRi
(Ln-Lio)/(Cin-Ci") =
6Li/6Ci
Increntental Labor-Capital Rqtio sektor i; Kenaikan (tambahan) tenaga kerja sektor i; Kenaikan kapital sektor i.
Dalam kaitan PDB/PDRB, kenaikan kapital disebut juga pembentukan modal tetap. Model ini mengasumsikan bahwa terdapat hubungan teknis antara kenaikan kapital dengan kenaikan tenaga kerja. Makin besar kenaikan kapital makin besar pula tambahan tenaga kerja yang dibutuhkan. ILCR menunjukkan besarnya tambahan kebutuhan tenaga kerja per satu satuan tambahan kapital. Apabila dapat dihitung besarnya Ci pada tahun t diketahui, maka besarnya
!
(Lit = ILCRixCit). Kelemahan model ini adalah asumsi bahwa hubungan antara tambahan kapital dan tenaga kerja bersifat tetap dan proporsional. Namun dari segi data, tambahankapitalyang dicerminkan olehbesarnya
118
pembentukan'modal tetap tersedia baik untuk skala nasional maupun regional. Sedangkan untuk rincian menurut sektor diperlukan pengembangan lebih lanjut. e.
Incremental Labor-Output Ratio (ILOR)
ILORi ILORi 6
ti
: : :
(Lin-Ijo)/(PDRBin-PDRB;o)
:
6
Li/6 PDRB,
Incremental Labor-Output Ratio sektor i;
Kenaikan (tambahan) tenagakerja sektor i; Kenaikan PDRB sektor i.
6 PDRBi:
Model ini mengasumsikan bahwa terdapat hubungan teknis antara kenaikan PDRB dengan kenaikan tenaga kerja. Makin besar kenaikan PDRB makin besar pula tambahan tenaga kerja yang dibu tuhkan' ILOR menunjukkan besarnya tambahan tenaga kerja persatu satuan kenaikan PDRB untuk sektor tertentu. Apabila besarnya 6 pDRBi pada tahun t diketahui, maka besarnya ! dapat dihitung atau 6 Lit : ILO& x6 PDRBit. Kelemahan model ini tentu saja pada anggapan bahwa kenaikan PDRB hanya semata-mata disebabkan oleh adanya kenaikan tenaga kerja. Tidak ada pengaruh teknologi dan penambahan kapital. Namun demikian dari segi data yang tersedia, model ini dapat digunakan. 2. Model Elastlsitas Tenaga Kerja
Elastisitas tenaga kerja (employment etasticity) merupakan rasio (perbandingan) antara perubahan atau
pertumbuhan kesempatan kerja (dalam persentase) dengan pertumbuhan PDRB (uga dalam persentase).
Ei
:RLi/Ryr,
Rr-i : Rvi
:
{(LnlLo)-1}x100
Ei : Ru : Ry i:
{(Yi"/Yio)-l}xlffi L; : Yi : n&0 :
Elastisitas tenaga kerja sektor i Laju pertumbuhan kesempatan kerja sektor i tahunan (dalam persentase).
Laju pertumbuhan ekonomi (PDRB) sektor i tahunan (dalam persentase) Jumlah kesempatan kerja sektor i. PDRB sektor i. Masing-masing menunjukkan tahun n dan 0
Apabila laju pertumbuhan ekonomi sektor i (Ryr) per tahun dapat ditentukan (ditargetkan) maka laju pertumbuhan kesempatan kerja (Rr_i) dapat dihitung atau RLit : Ei x Ry;1. Kemudian dengan menggunakan laju kesempatan kerja tersebut dapat ditentukan besarnya kesempatan kerja sektor i pada tahun t atau Lit I-io x Rut.
:
Model elastisitas dari segi perumusannya jauh lebih baik dibandingkan model-model sederhana yang telah dijelaskan sebelumnya. Model ini bersifat lebih dinamis (dynamic modet) walaupun variabel-variabel yang digunakan tidak terlalu banyak. Demikian juga dari segi data yang tersedia, dapat
119
mendukung implementasi dari model elastisitas ini. Kelemahan dari model ini adalah mendasarkan pada asumsi bahwa perubahan atau pertumbuhan jumlah kesempatan kerja semata-mata disebabkan oleh
perubahan PDRB. Kenyataannya kenaikan PDRB dapat saja berpengaruh hanya pada penambahan jumlah jam kerja pekerja tanpa harus menambah jumlah pekerjanya, juga atau dapat
berpengaruh pada
peningkatan kapasitas kapital terpasang, dan bukan pada jumlah pekerja. Dalam keadaan ini, akan terjadi perubahan elastisitas yang semakin kecil. Di lain pihak dapat saja terjadi produksi di suatu sektor menurun tetapi tetap terdapat kenaikan kesempatan kerja. Misal di sektor minyak karena menurunnya quota produksi' Dalam hal ini elastisitas yang dihasilkan tentunya negatif. Karena model elastisitas ini biasanya digunakan untuk proyeksijangka menengah dan panjang, maka elastisitas negatifini sebaiknya
dihindarkan penggunaannya. Elastisitas tenaga kerja juga dapat dikaitkan dengan produktivitas. Elastisitas yang lebih besar dari satu (Ei > 1) menunjukkan terjadi penurunan produktivitas, demikian pula sebaliknya. oleh karena itu sebagai .policy vaiablen, elastisitas untuk semua sektor dalam rangka meningkatkan produktivitas harus dibuat kurang dari satu, yang menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi masih lebih cepat dari pertumbuhan tenaga kerjanya.
Model elastisitas untuk tingkat propinsi dan kabupaten masih merupakan model yang populer untuk digunakan, karena cara perhitungannya relatif mudah dan data yang dibutuhkan tersedia secara memadai' Namun demikian, penyempurnaan dan perbaikan masih tetap diperlukan terutama untuk mengantisipasi masalah-masalah seperti diungkapkan di atas. Penggunaan model ini untuk perencanaan kebutuhan tenaga kerja akan lebih tepat lagi bila dapat dilakukan pendalaman terhadap sifat dan tingkah laku pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja untuk masing-masing sektor. Lebih lanjut Lampiran 4 menggambarkan secara skematis bekerjanya model elastisitas. 3. Model Ekonometrik
Untuk dapat mengimplementasikan suatu model ekonometrik, data untuk setiap variabel
yang
digunakan harus tersedia secara "time seies" dan konsisten. Secara umum karena model dibangun dari data time series maka parameter-parameter yang dihasilkan bersifat dinamis dan lebih peka perubahan-perubahan yang terjadi di masa depan. a. Fungsi ()utput Sederhana
Li
: f(Yi)
Lt
Jumlah kesempatan kerja sektor i pada tahun t.
Lt
:
Ytt
PDRB sektor i pada tahun t.
a
Konstanta.
b
Besarnya kenaikan kesempatan kerja
a+bYit
apabila PDRB naik satu unit. Disebut juga Marginal Labor Output Ratio.
r20
terhadap
Apabila Yit diketahui atau dapat ditentukan dan a & b dapat dihitung dari model yang dibangun maka Lit dapat ditentukan. Model ini terlalu mengandalkan pada asumsi bahwa kenaikan kesempatan kerja semata-mata dipengaruhi secara proporsional oleh adanya kenaikan PDRB. Oleh karena itu
parameter b kurang tanggap terhadap substitusi yang mungkin terjadi antara input tenaga kerja dengan
input-input yang lain. Di lain pihak kalau data PDRB dan kesempatan kerja sektoral dapat tersedia setiap tahun maka model Fungsi Output Sederhana ini masih lebih baik daripada model elastisitas. b. Fungsi Produksi
Fungsi produksi adalah suatu model persamaan ekonomi yang menekankan pada kombinasi penggunaan berbagai input untuk menentukan besarnya output.
Y = Y :
f(Xt, X2,.........., Xn),
PDRB, X1,Y'2,..., Xn : penggunaan berbagai input untuk menghasilkan
y.
Model ini sangat tepat digunakan untuk keperluan proyeksijangka menengah dan panjang, karena sangat memperhatikan substi tusi yang terjadi antar berbagai input. Salah satu fungsi produksi yang banyak digunakan dan sangat populer adalah fungsi produksi Cobb-Douglas, yang perumusan umumnya adalah:
y :
oxlolX2ot..."non
Model di atas dapat disederhanakan dcngan hanya mengkombinasikan input tenaga kerja dan kapital (Capital Stock):
Yi
: cK;pL;,
Yi K L cr F
: :
J
:
=
: :
PDRB sektor i. Kapital yang digunakan sektor i. Kesempatan kerja sektor i. Konstanta yang menunjukkan teknologi yang dipakai. Koefisien yang menunjukkan besarnya elastisitas
PDRB terhadap kapital. Koefisien yang menunjukkan besarnya elastisitas PDRB terhadap kesempatan kerja.
Dalam praktek penyusunannya, model Cobb-Douglas ini biasanya dilinearkan menjadi:
logY;
:
logcr
+ BtogK + llogL
Besarnya parameter B dan akan menentukan sifat dari fungsi produksinya sendiri. Bila p +1= 1, disebut con starrt refitm to scale, bilap * > 1 disebut incre retum asing to scale,bila B + 1 < 1 disebut 1
decre os ing re tum to sc al e.
121
Yang perlu dipahami di sini adalah bahwa hubungan antara Y d€ngan K dan L tidak selalu mengikuti fungsi produksi Cobb-Doug las. Mungkin saja fungsinya berbentuk regresi linear atau fung si-fungsi yang laih. Oleh karena itu suatu uji statistik diperlukan untuk mengevaluasi fungsi produksi yang paling tepat. Masalah kedua adalah data yang kurang memadai terutama data kapital. Pada tingkat
mikro data kapital ini dapat diperoletr/diturunkan dari laporan keuangan (neraca akhir tahun) perusahaan, tetapi untuk data makro sektoral, mengumpulkan data seperti ini sangat sulit dilakukan. Pada tingkat nasional, data kapital diperkirakan secara tidak langsung dengan menggunakan data pembentukan modal tahunan (modelnya disebut Prepetual Inventory Model). Untuk tingkat regional,
data kapital dapat diperoleh dengan pendekatan yang sama, sepanjang data pembentukan modal tahunan juga tersedia. Sedangkan data kapital sektoral, tidak ada cara lain kecuali melalui pendekatan langsung kepada perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam sektor bersangkutan. masalah lainnya adalah untuk memperoleh hasil penyusunan model yang baik dan akurat, diperlukan fasilitas seperti Penonal Computer (PC) dan mereka yang dapat mengoperasikannya.
Dari masalah-maaslah seperti diuraikan di atas, maka penggunaan model fungsi produksi harus didukung oleh beberapa fasilitas yang memadai (PC, data yang tersedia). C)leh karena itu untuk tingkat propinsi atau kabupaten penggunaan model ini baru bersifat "exercise", sedangkan perencanaan kebutuhan tenaga kerja yang sebenarnya, masih pada pilihan model yang lebih sederhana. c. Model Input-Output
Dasar pemikiran penggunaan model input-output dalam perencanaan kebutuhan tenaga kerja adalah bahwa permintaan akhir efektif (Effective Final Dernand) mempunyai pengaruh terhadap pencip-
taan kesempatan kerja di berbagai sektor produksi. Penciptaan kesempatan kerja tersebut bersifat langsung (direct impact) terhadap sektor yang menghasilkan barang dan jasa yang diminta dan tidak langsung (indirect intpact) terhadap sektor-sektor yang mendukung peningkatan produksi pada sektor
pertama. lnstrumen dasar yang digunakan dalam model input- output adalah suatu inverse matrix (Leontief matrix) yang diturunkan dari suatu Tabel Input-Output. dalam notasi matriks, Irontief matrix tersebut adalah (I-A)-1, dimana [ : matriks identitas (identity motrix) dan A : matriks koefisien inp'ut antara, dimana selnya a;; menunjukkan koefisien input antara sektor j dari input yang berasal dari produksi sektor i (ai;:xiy'{). Untuk mengukur pengaruh permintaan akhir terhadap produksi sektor-sektor dalam negeri secara lebih tepat, serta untuk memudahkan simulasi penggunaan model, maka matriks [-A)-t biasanya rlimoclifikasi menjadi (I-Ad)-l, dimana Ad : matriks koefisien input domestik dan selnya ailo = xijdNq. Dalam hal ini xijd adalah input antara sektor j yang berasal dari produksi dalam negeri sektor i dan 6 adalah output (produksi) sektorj. Dengan menggunakan instrumen matriks di atas, kemudian dapat dibuat model persamaan dasar:
X: (I-Ad)-lFd, dimana X : matriks vektor output, (f-Ad)-l : matriks Leontief, selanjutnya disebut matriks penggandana output (output multiplier matriks) dan d = matriks vektor permintaan akhir. Selanjutnya dalam bentuk persamaan matriks, persamaan di atas dapat ditulis:
122
Xt
brr
brz...
Xz
bzr
Xi
buir
hn
Ftc
bzz... brr...
bzn
Fz.r
biz...
bi; ...
bin
Fio
Xn bnl b"2...
bnj...
bnn
Fnd
x
:
blj
.
(r-40;-r
Fd
Permintaan akhir domestik (Fd) dalam struktur perekonomian makro terdiri dari permintaan konsumsi baik konsumsi rumah tangga maupun pemerintah, pembentukan modal dan ekspor. Oleh
karena
itu analisis terpisah dapat dilakukan untuk melihat
pengaruh masing-masing komponen permintaan di atas terhadap output dan kesempatan kerja sektoral. Selanjutnya apabila c; merupakan koefisien tenaga kerja sektor i, ci : LilXi dimana L; : jumlah kesempatan kerja sektor i dan Xj : output sektor j, maka dapat dibuat persamaan matriks untuk kesempatan kerja sebagai berikut:
L
= C(l-e5'rd,
L : matriks vektor kesempatan kerja dan C : matriks koefisien tenaga kerja dengan selnya ci : LtlX. Selanjutnya C(I- Atl)-l disebut matriks multiplier kesempatan kerja(emptoyment multiplier matrix)- Persamaan terakhir ini merupakan instrumen (model) input-output bagi kebutuhan tenaga kerja. Model ini baru bisa dikembangkan dan diimplementasikan kalau di tingkat propinsi telah dapat disusun Tabel Input-Output sebagai kerangka dasarnya. yang mana
Secara skematis, cara bekerja model input-output dapat dilihat pada Lampiran 6. Kemudian penjelasan lengkap dari model ini dapat dilihat/dipelajari paper khusus yang disiapkan secara terpisah. 4. Peqiabaran Angka Kesempatan Kerja Sektoral Pada bagian sebelumnya telah diuraikan bahwa proyeksi kebutuhan tenaga kerja tidak saja menyangkut jumlah kesempatan kerja yang dibutuhkan oleh masing-masing sektor ekonomi, tetapi juga menyangkut kebutuhan jabatan dan pendidikannya. Oleh sebab itu angka kesempatan kerja sektoral perlu dijabarkan lebih lanjut menurut rincian jabatan dan pendidikan.
123
Proses penjabaran angka kesempatan kerja sektoral, secara teknis disebut Juga dengan penyusunan:
Matriks kesempatan kerja menurut sektor dan jabatan atatlndustrial-Occupation Matrix (IOM). b. Matriks kesempatan kerja menurut sektor dan pendidikan atau Industial-Educational Matrix (rEM). c' Matriks kesempatan kerja menurut pendidikan dan jabatan atau Educational-Occupational Matrk (EOM). Matriks ini diturunkan secara tidak langsung dengan mengkombinasikan IOM a.
dan IEM.
Untuk menyusun ketiga matriks di atas, perlu disiapkan terlebih dahulu matriks koefisien kesempatan kerja sebagai dasarnya. Matriks koefisien dasar ini pada tingkat propinsi diturunkan dari hasil pengolahan Sensus Penduduk 1980, Survai Penduduk Antar Sensus (SUpAS) 1985 dan sensus
Penduduk 1990. Kemudian dengan melihat kecenderungan (Eend) perubahan struktur jabatan dan pendidikan dari ketiga titik di atas (1980, 1985 dan 1990) dapat diproyeksikan matriks koefisien kesempatan kerja ke depan (dytatnic coefficient). Langkah-langkah teknis selanjutnya dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Matriks Koefisien Kesempatan Kerjauntuk
IOM
Sektor Jabatan
:
Jumlah (DO)
2.... i.. ..
e
0 1
:
I
aij
Jumlah (DS)
DSi
Dq
L24
(1) Koefisient kesempatan kerja untuk jabatan i pada sektor j, (aii) pada tahun dasar : L;/DS;, dimana L;; = jumlah kesempatan kerja pada jabatan i sektor j dan DSj : jumlah seluruh kesempatan kerja pada sektor j. (2) Kesempatan kerja untuk jabatan i sektor j pada tahun t (Ltit)
.
-
al x DSlt.
(3) Jumlah kesempatan kerja untuk jabatan i di seluruh sektor pada tahun t: 9
(DO11;: f Li, j
b. Maniks Koefisien Kesempatan kerjauntuk
IEM
Sektor Jumlah (DE)
Pendidikan
0 1
k
bkj
Jumlah (DS)
DSi
DEr
1) Koefisien kesempatan kerja untuk pendidikan k pada sektor
j
(brg) pada tahun dasar
:
jumlah kesempatan kerja pada pendidikan k sektorj. Lry/DSj, dimana Lg (2) Kesempatan kerja untuk pendidikan k sektor j pada tahun t (Lg) bq x DSit.
:
(3) Jumlah kesempatan kerja untuk pendidikan k di seluruh sektor pada tahun t:
(DE1) :
9
)LH,
j
r25
-
Lkj =
c.
Matiks Koefisien Kesempatan Kerjaunfitk EOM
Pendidikan Jumlah (DO)
Jabatan
2...
k
...
8
0 1
t.....
Jumlah
.,........
Doi
cij
DEj
(DE)
Penyusunan matriks kesempatan kerja, EOM tidak dapat dilakukan dengan sekali langkah saja seperti halnya pada IOM dan IEM. Pada IOM dan IEM, jumlah kesempatan kerja menurut jabatan atau pendidikan masih bersifat terbuka dan ditentukan secara mutlak dengan menggunakan koefisien (ai; dan bry). Sedangkan pada EOM, jumlah kesempatan kerja menurut jabatan dan menurut pendidikan sudah ditentukan (given) berdasarkan hasil penyusunan IOM dan IEM. Oleh karena itu penggunaan
koefisien cit dalam menyusun matriks pendidikan-jabatan ini harus dilakukan secara berulang-ulang (dengan metode RAS), sedemikian rupa hingga diperoleh kesamaan jumlah menurut jabatan dan pendidikan.
MASALAH DAN KETERBATASAN Pertama, perlu direnungkan kembali konsep ketenagakerjaan yang berkaitan dengan data yang selama ini tersedia. Penduduk yang bekerja (disebutjuga dengan kesempatan kerja) adalah penduduk yang
berusia 10 tahun ke atas yang bekerja atau melakukan suatu kegiatan dengan maksud memperoleh penghasilan paling sedikit satu jam selama seminggu yang lalu secara tidak terputus. Penggunaan umur minimal 10 tahun didasarkan pada kenyataan bahwa masih terdapat anak-anak usia sekolah dasar yang melakukan pekerjaan/kegiatan untuk menambah penghasilan orang tuanya,
126
misalnya dengan menjual koran, menyemir sepatu, dagangasongan dan sebagainya. Ini menyebabkan jumlah angkatan kerja Indonesia cenderu ng ketinggian. Di banyak negara, konsep bekerja berlaku untuk penduduk usia
14
tahun ke atas, bahkan PBB membuat standar untuk 15 tahun ke atas. Kaitannya dengan
pendidikan dasar adalah apabila program wajib belajar untuk sekolah dasar (nantinya direncanakan juga untuk SMTP) sudah berjalan efektif, maka konsep bekerja 10 tahun ke atas ini menjadi bahan diskusi yang penting. Penggunaan konsep bekerja minimal satu jam seminggu juga didasarkan pada kenyataan bahwa
masih banyak orang yang melakukan pekerjaan seadanya asalkan dapat memperoleh penghasilan, walaupun bekerja dengan jumlah jam kerja yang sangat minimum. Ini terutama pada pekerja informal.
Akibat penggunaan konsep ini adalah jumlah orang yang bekerja (dalam satuan orang) menjadi cenderung ketinggian, karena menampung juga mereka yang bekerja di bawah jumlah jam kerja normal. Kalau diukur lebih lanjut, misalnya dengan menggunakan jumlah jam kerja normatif 35 jam seminggu (ada juga yang menggunakan 40 jam), akan terdapat sekitar 44 persen mereka yang bekerja di bawah jumlah jam kerja normal (SAKERNAS, 1988). Ini berarti hanya terdapat 56 persen mereka yang bekerja
(full employment),
sedangkan sisanya tergolong underemployment. Di lain pihah penggunaan konsep ini memang dapat meredam tingkat pengangguran terbuka (open-unemployment) yang sangat kecil, sekitar 3 persen, dan terbilang rendah dibandingkan dengan negara-negara maju
secara penuh
sekalipun. Dengan demikian masalah pokok ketenagakerjaan di Indonesia adalah bagaimani mengurangi kelompok under employment sekaligus meningkatkan produktivitas dan penghasilan mereka.
Data ketenagakerjaan untuk tingkat nasional dan propinsi selama ini diperoleh dari hasil sensus dan survai yang dilakukan oleh Biro Pusat Statistik. Data tersebut umumnya disajikan dalam 3 jenis
rincian, menurut sektor (lapangan usaha), jabatan dan pendidikan. Bahkan dikembangkan pula tabel-tabel silang (cross- table) yang menghubungkan rincian sektor danjabatan, sektor dan pendidikan, dan jabatan dan pendidikan. Datanya diperoleh dari survai Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) mempunyai rincian yang sangat aggregatif karena keterbatasan jumlah sampel yang digunakan. Tetapi untuk Sensus Penduduk dan Survai Penduduk Antar sensus (SUPAS), rinciannya lebih memadai,
misalnya untuk sektor dirinci menurut Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (KLUI) 2 digit, untuk jabatan menurut Klasifikasi Jabatan Indonesia (KJI) 3 digit dan untuk pendidikan dengan pembagian
yang juga rinci bahkan untuk perguruan tinggi dirinci menurut fakultas/jurusannya. Dengan menggunakan tabel-tabel ketenagakerjaan dan koefisien-koefisien yang dapat diturunkan dari sumber data di atas, selanjutnya dibuat perkiraan-perkiraan kebutuhan tenaga kerja ke depan. Perhitungan besarnya kebutuhan tenaga kerja apalagi untuk yang sangat rinci, bukanlah pekerjaan yang sederhana. Misalnya, perkembangan teknologi yangdigunakan akibat proses pembangunan yang
berkelanjutan dapat menyebabkan perubahan yang cepat dari struktur tenaga kerja di suatu sektor baik dari segi kebutuhan jabatan maupun pendidikannya. Dalam kasus ini tentunya penggunaan koefisien-koefisien yang statis tidak cocok lagi, sementara para perencana./analis mempunyai kemampuan yang terbatas untuk menentukan koefisien dinamis untuk periode ke depan. Masalah kedua
127
menyangkut berapa sebenarnya kebutuhan nyata dari tenaga kerja yang ada di masing-masing sektor. Sebab bisa saja berdasarkan data yang acla sekarang, suatu sektor sebenarnya sudah merasa jenuh
(kelebihan) tenaga kerja, dan sektor lainnya masih kekurangan karena kebutuhannya berdasarkan kualitas tertentu tidak dapat dipenuhi oleh tenagakerjayang tersedia. belum lagi kalau kebutuhan nyata tadi harus diterjemahkan sampai pada tingkat besarnya kebutuhan menurut jabatan dan pendidikannya-
Pendekatan melalui survai-survai sektoral pernah dilakukan untuk menanyai perusahaan tentang kebutuhan tenaga kerja cara yang akan datang. tetapi kenyataannya tidak banyak perusahaan yang memasukkan kebutuhan tenaga kerja ini dalam"coryorate planning" mereka. Berdasarkan masalah dan kondisi seperti diuraikan suatu grerkiraan terhadap kebutuhan tenaga
kerja akan dibangun. Pada tingkat makro, misalnya pendekatan
1
digit KLUI (9 sektor), mungkin masih
akan diperoleh perkiraan yang cukup baik, tetapi kalau diperlukan rincian sektor lebih lanjut, perkiraannya menjadi kurang akurat. Demikian juga yang akan terjadi dengan rincian menurut pendidikan dan jabatan. Perkiraan kebutuhan tenaga kerja khususnya dengan menggunakan model dan teknik seperti yang telah diuraikan sebelumnya, mungkin harus mampu mengantisipasi berbagai masalah dan kondisi yang
dicontohkan di atas. Dengan demikian diharapkan hasil perkiraan cukup baik dan dapat dipertanggungiawabkan untuk digunakan dalam perumusan kebijakan khususnya di bidang pengembangan sumber daya manusia.
r28
BAGAN 1. IKHTISAR PENGERTIAN PDB/PDRB
Sektor Pertanian
- Nilai Produksi (Produksi Utama, Produksi lkutan,
Imputasi). - Biaya Antara (Bibit, Pupuk, C)bat-obatan, Pemeli-
haraan Barang Modal, Jasa Pihak
Komponen Nilai Tambah
Nilai Tambah Bruto Pertanian Nilai Tambah Bruto Pertambangan
III)
Komponen Penggunaan
PDB/PDRB
Upah dan Gaji Nilai Tambah Bruto Jasa Surplus Usaha (Bunga, Sewa, Keun-
Pengeluaran Konsumsi
tungan)
Pemerintah
PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB/PDRB) Penvusutan
Y:
Cn+C€+t+kS+(X-M) Perubahan Stok (S)
Ekspor Neto (X-M)
tzg
BAGAN 2. IKHTISAR PENDUDUK DAN ANGKATAN KERJA
PENDUDUK INDONESIA
Penduduk Beruniur
Penduduk Berumur
Kurang dari 10 Tahun
10
Tahun ke Atas
Angkatan Kerja
Mencari Pekejaan (Penganggur Terbuka)
130
Lampiran
1.
PROSEDUR PER"ENCANAAN KEBUTUHAN TENAGA KERIA
Target Pertumbuhan Ekonomi Nasional/Regional
Parameter Hubungan Pertumbuhan Ekonomi Tenaga Kerja
Pertumbuhan Kesempatan Kerja Sektoral
Perkiraan Kesempatan Kerja Sektoral
Perkiraan Kesempata Kerja Menurut Sektor Pendd
(IEM)
Perencanaan Train-
Perencanaan Train-
ing dan Latihan Keterampilan
ing dan Latihan
Keterampilan
Masukan Untuk Departemen Teknis (Pelaksana)
131
Lampiran2. PERENCANAAN KEBUTUHAN TENAGA KERIA
(ALTERNATIF)
Proyeksi Variabel-
Variabel Ekonomi Penentu
Target Pertumbuhan Produksi & PDB NasionaVRegional
Parameter llubungan Pertumbuhan Ekonomi-Tenaga Kerja
Memenuhi Persyaratan Kebutuhan Sektor Formal
Latihan Kerja Kejuruan
r_ Perkiraan Kebutuhan Kesempatan Kerja di
Sektor Formal
_l Tertampung Pada Sektor Informal
Masukan Untuk
Departemen Teknis (Pelaksana)
132
Angkatan Kerja Tidak Tertampung di Sektor Formal
Parameter Hubungan Angkatan Kerja-Kesempatan Kerja Informal
Jumlah Pengangguran
Terbuka
RINGKASAN TEKNIK DAN MODEL KEBUTUHAN TENAGAKERJA
Target Pertumbuhan Ekonomi Nasio-
nal/Regional
fM*"---l lseaernana
I
|
|
(nixea
natio)
E*" I
ln,g"-_-l F.'*t"''.]
lEtasrisitas I lnertumuutran llnmt'
-T-
--1--
f'**il-l tl;,**;l r*"";l [;;'',*;l I;;;;--_]Il;;---l lRata-rata I
lrn.tn, I
lMarginal I
lt
lvnr.,r.r*r
1x"4"1'n;
|
lllrrt
llKesempatanl lPDnse*toral llMatrils
T
ll
ll
I
ll
|
I I
f;;"",1 ffi;-l l;;--l ffi;-lI lx"uututtrn [;;;;-_ll;;;_l lE"tir"t. I lBstimate I ln*,i,n.,. I I lK"butuhun | |--T--| | | llx*x.'i" llx*x*i" llr*x"'i" lxeuututran
-T
lJt t-;.r*t""] E'-*'-"1 |i*ilf l** ll-"* ll*.n" I
K"semput"n
|
|
butuhan
kes. I
I burutran
K"..
I
I
I
I
PROYEKSI ANGKATAN KERIA
Oleh:
Saudin Sitorus
I. PENDAHULUAN 1. Perencanaan pembangunan tenaga kerja merupakan salah satu bagian utama dari pembangunan nasional. Pembangunan ketenagakerjaan dalam Repelita V ditetapkan pada 3 masalah pokok yaitu perluasan lapangan pekerjaan, peningkatan mutu dan kemampuan tenaga kerja dan perlindungan tenaga kerja. 2. Masalah nasional tersebut di atas merupakan masalah sektoral dan regional yang berkaitan dengan
masalah pasar kerja dalam arti luas, yang meliputi masalah kebutuhan tenaga kerja dan penawaran tenaga kerja (angkatan tenaga kerja) beserta segala dinamika dan tingkah lakunya. 3. Untuk memahami pasar kerja dan dinamikanya tersebut diperlukan data yang berkaitan dengan keadaan ketenagakerjaan. Apalagi kalau ingin memecahkan persoalannya kita harus mampu membuat berbagai proyeksi untuk memikirkan masalah apa yang akan muncul dan bagaimana cara penyelesaiannya.
II.MASALAH 1.
Tingkat pertumbuhan penduduk di daerah bervariasi antata 0,5 - 4,5 Vo per tahun, atau rata-rata 1.98 1)
sccara nasional. 2. Sejalan dengan pertumbuhan penduduk, angkatan kerjajuga meningkat paling sedikit sebesar tingkat
pertumbuhan penduduk tersebut. 3. Berapa jumlah pertambahan angkatan kerja tersebut pada setiap daerah, dan bagaimana keadaan
karakteristik (umur, kelamin, pendidikan) angakatan kerja tersebut. 4. Berapa jumlah kebutuhan dan bagaimana kualifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menghasilkan produksi/nilai tambah yang telah ditargetkan pada masing-masing sektor/ lapangan usaha di setiap daerah.
5. Berapa kelebiharVkekurangan tenaga kerja antara penawaran dan kebutuhan, bagaimana produktivitas tenaga kerja, serta bagaimana keadaan tingkat hidup mereka.
t34
6. Usaha upaya yang harus dilakukan oleh semua pihak baik swasta maupun pemerintah daerah untuk
mengatasi kelebihan/kekurangan tenaga kerja tersebut, dan bagaimana meningkatkan kwalitas/kemampuan mereka agar produktivitasnya.
III. BEBERAPA KONSEP DAN DEFINISI t. Menurut konsep labor force approach, penduduk dibagi dalam beberapa kelompok, menurut skema di bawah ini.
USTA
USIA KERJA
> :l0TAHUN
ANGKATAN KERJA (2)
MENCARI PEKERJAAN
SEKOLAH
MENGURUS
RUMAH TANGGA
(s)
(7)
PUNYA PEKERJAAN SEDANG TIDAK BEKERJA (e)
135
LATNNYA
2. Untuk menghindari kesalahan pengertian atas suatu data/statistik; maka sebelum melakukan pengumpulan data harus lebih dahulu ditentukan batasan terhadap sesuatu keterangan yang akan dikumpulkan, dan batasan tersebut diusahakan baku dan berlaku umum untuk para pemakai data. Demikian halnya mengenai keterangan ketenagakerjaan perlu diberi batasan sebagai berikut : 1). Tenaga kerja ialah seluruh penduduk yang telah memcapai usia kerja (10 tahun ke atas) atau
mereka yang mempunyai potensi untuk memproduksikan barang dan atau jasa bila ada permintaan terhadap mereka dan jika mereka mau berpartisipasi dalam kegiatan tersebut. 2). Yang termasuk angkatan kerja adalah penduduk dalam usia kerja (10 tahun atau lebih) yang bekerja; punya pekerjaan tetapi sementara tidak bekerja, dan orang tidak bekerja mencari pekerjaan.
a.
Bekerja, adalah mereka yang melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh pendapatan
atau keuntungan, dan lamanya bekerja paling sedikit 1 jam dalam seminggu sebelum pencacahan. Termasuk dalam hal ini pekerja keluarga tanpa upah yang membantu suatu usaha.
b. Punya pekerjaan, sementara tidak bekerja, adalah mereka yang mempunyai pekerjaan tetapi seminggu yang lalu tidak bekerja karena berbagai sebab seperti : sakit, cuti, mogok, menunggu panenan dan sebagainya, selama seminggu sebelum pencacahan. c. Mencari pekerjaan, adalah mereka : - Yang belum pernah dan sedang mencari pekerjaan
-
Yang sudah pernah bekerja, tetapi karena sesuatu hal berhenti dan sedang mencari pekerjaan.
- Yang dibebastugaskan, baik akan dipanggil kembali maupun tidak, tetapi sedang mencari pekerjaan. Usaha mencari pekerjaan ini tidak terbatas pada seminggu sebelum pencacahan, tetapi termasuk mereka yang mencari pekerjaan sebelumnya dan belum meridapathan. 3). Penduduk bukan angkatan kerja, adalah penduduk dalam usaha kerja (10 tahun dan lebih) yang tidak
bekerja, tidak mencari pekerjaan, tetapi kegiatan golongan ini hanya bersekolah, mengurus rumah tangga dan lainnya (seperti tidak mampu bekerja, pensiun).
a. Bersekolah : adalah mereka yang melakukan kegiatan sekolah selama seminggu sebelum pencacahan. b. Mengurus rumah tangga : adalah mereka yang mengurus rumah tangga tanpa mendapat upuh, misalnya ibu rumah tangga atau anak-anaknya, saudaranya yang membantu mengurus rumah tangga. c. Kegiatan lainnya : termasuk mereka penerima pendapatan, cacat jasmani, pensiunan dan tidak
melakukan suatu pekerjaan.
136
4). Jenis pekerjaan; adalah macam pekerjaan yang dilakukan oleh seorang yang bekerja, atau dia bekerja sebagai apa pada suatu lapangan usaha.
Contoh :Mencangkul sawah, membuat batik, menangkap ikan, tukang tik, dokter, guru dan sebagainya pada sesuatu lapangan usaha. Kumpulan dari beberapa jenis pekerjaan yang erat hubungannya dan agak homogen merupakan suatujabatan. 5). Status pekerjaan; ialah kedudukan seseorang dalam melakukan pekerjaan itu sebagai apa Dalam sakernas, Indonesia membedakan :
?
a. berusaha sendiri, yakni mereka yang melakukan pekerjaannya atas resiko sendiri tanpa bantuan
kerja orang lain. b. Berusaha dengan dibantu anggota rumah tangga/buruh tidak tetap, yakni merek a yangdalam mengusahakan usahanya dibantu kerja oleh anggota rumah tangga atau buruh tidak tetap. c. Berusaha dengan buruh tetap, yakni mereka yang melakukan usahanya dengan memperkerjakan
satu orang atau lebih buruh tetap yang dibayar.
d. Buruh/karyawan, yakni seseorang yang bekerja pada orang lain atau instansi, baik pemerintah ataupun swasta dengan menerima upah/gaji, baik berupa uang maupun barang. Buruh tani walaupun tidak mempunyai majikan tertentu tetap digolongkan sebagai buruh. Pekerjaan ekeluarga, yakni anggota rumah tangga yang membantu usaha untuk memperoleh penghasilan/teuntungan yang dilakukan oleh salah seorang anggota rumah tangga ranpa mendapat upatr/gaji. 6). Lapangan Usaha: ialah bidang kegiatan dari pekerjaan/ tempat bekerja/perusahaan/lantor dimana seseorang bekerja. Lapangan usaha di Indonesia dibagi atas 10 sektor, yaitu : a. pertanian, kehutanan, perburuan, perikanan.
b. pertambangan dan penggalian. c. industri pengolahan. d. listrik, gas dan air. e. bangunan/tonstruksi.
f. perdagangan, rumah makan dan penginapan. g. angkutan, pergudangan dan komunikasi. h- keuangan, asuransi, usaha persewaan tanah & bangunan, jasa perusahaan^ i. jasa kemasyarakatan dan perseorangan.
j. lainnya selain a sampai dengan i
IV. PROYEKSI ANGKATAN KERJA 1. Ukuran yang lazim dipergunakan untuk menentukan besaran angkatan kerja dalam tenaga kerja adalah tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) yakni : ratio dari mereka yang bekerja ditambah dengan yang mencari kerja terhadap semua penduduk usia kerja, atau :
r37
TPAK
:
Bekerja
*
Menganggur
Penduduk 10 tahun ke atas 2.Pola perkembangan TPAK akan beragam, menurut susunan umur dan jenis kelamin. TPAK usia muda umumnya selalu rendah, karena banyak di antara mereka masih bersekolah. TPAK wanita di negara berkembangselalu jauh lebih rendah daripada TPAK laki-laki karena kebanyakan dari mereka hanya mengurus rumah tangga dan mangasuh anak, sedangkan laki-laki sering merupakan tulang pungglng 3.
ekonomi dalam rumah tangga. Dengan demikian proyeksi angkatan kerja perlu disajikan menurut kelompok umur dan jenis kelarnin, dan untuk ketajaman perencanaan penempatannya perlu dirinci menurut pendidikan.
4' Langkah-langkah penghitungan proyeksi angkatan kerja dilakukan sebagai berikut : a. Proyeksi dan perkiraan TPAK yang akan datang menurut jenis kelamin dan kelompok umur. b. Proyeksi tenaga kerja atau penduduk usia kerja (yang berumur 10 tahun ke atas) menurutjenis
kelamin dan kelompok umur.
V. PROYEKSI PENDUDUK 2) 1. Metoda yang digunakan 1) Perhitungan proyeksi penduduk Indonesia yang mencakup kurun waktu 10 atau 20 tahun, dapat diperoleh berdasarkan hasil Sensus penduduk atau SUpAS yang ada.
2) Komponen yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk terdiri atas tiga faktor yaitu tingkat kelahiran, kematian dan perpindahan penduduk. Ketiga faktor tesebut lebih dikenal dengan komponen pertumbuhan penduduk. Untuk perkiraan penduduk di masa yang akan datang, ketiga faktor tersebut ditentukan oleh komposisi penduduk menurut jenis kelamin dan kelompok umur. 3) Metoda proyeksi penduduk menggunakan perhitungan kecenderungan komponen pertumbuhan penduduk. Untuk keperluan itulah dibutuhkan data tentang susunan umur dan jenis kelamin pada tahun dasar, angka kelahiran menurut umur (Age Specific Fertility Rate/ASFR) dan tingkat
mortalitas.(Irvel of mortality).
Untuk perhitungan nasional faktor perpindahan penduduk tidak berpengaruh karena jumlahyang keluar dengan yang masuk bisa dianggap seimbang. Tetapi untuk perhitungan regional migrasi antar
propinsi memegang peranan. Untuk mendapatkan gambaran tentang tingkat perpindahan penduduk dalam 5 tahun, diperlukan informasi mengenai tempat tinggal penduduk 5 tahun sebelum survey. Di samping juga diperlukan data tempat tinggal sekarang dan tempat kelahiran dari hasil SUPAS 'g5 atau sP'90, untuk menentukan rata-rata besarnya perpindahan neto antara 1,9g5-19m.
138
2. Perpindahan Umur. 1) Sehubungan dengan adanya kelemahan data tentang susunan umur, maka data hasil SUPAS 1985 maupun Sensus Penduduk 1990 perlu dirapikan sebelum digunakan dalam proyeksi penduduk.
Setelah perapian susunan umur, kemudian indikator yang biasa dipergunakan untuk mengukur ketelitian pelaporan umur, yaitu UN indeks.
3) Makin kecil indeks ini, berarti pelaporan umur makin baik. Jadi UN indeks hendaknya turun dibandingkan dengan sebelum diadakan perapian umur.
2) Datak penduduk yang telah rapi ini digunakan sebagai dasar penghitungan peroyeksi penduduk Indonesia mulai tahun 1990 sampai 2000. Tahap awal sebelum proyeksi adalah menggeser jumlah penduduk pada waktu pencacahan (akhir Oktober 1990) menjadi keadaan akhir Desember 1990. Dengan demikian proyeksi yang dihasilkan menunjukkan data keadaan akhir tahun.
3.Asumsi 1) Tingkat kelahiran di setiap propinsi sejak 1991, sebagaimana pada dekade sebelumnya dianggap semakin menurut dengan persentase tertentu beragam antara propinsi dengan memperhatikan kecenderungannya pada masa lalu. Pada umumnya propinsi yang tingkat kelahirannya masih tinggi, diperkirakan akan mengalami penurunan lebih cepat dari yang tingkat kelahirannya sudah rendah.
2) Ukuran mortalitas yang digunakan dalam proyeksi, adalah level mortalitas, suatu fungsi dalam tabel kematian (life table). Dalam populasi yang keadaan kesehatan/kesejahteraan membaik, maka angka
harapan hidup akan naik, sebaliknya angka tingkat kematian menlalami penurunan. Tingkat penurunan ini juga berbeda antar propinsi. 3) Dengan adanya angka SP'80, SUPAS'85 dan SP'90, maka rata-rata dan perkembangan migrasi neto antara 1980-1990 dapat dilihat, dari mana dapat diperhitungkan kecenderungannya pada masa yang akan datang.
4. Proyeksi Perhitungan proyeksi penduduk Indonesia untuk nasional maupun regional biasanya selalu dilakukan oleh Biro Pusat Statistik. Biro Pusat Statistik akan menilai dan membandingkan ketiga komponen pertumbuhan penduduk antar waktu dan provinsi sebelum dipergunakan untuk proyeksi. Angka hasil proyeksi kemudian dibahas antar ahli kependudukan dan antar para pengambil keputusan yang ada pada instansi-instansi yang berkaitan sebelum dipublikasikan. Hal ini disebabkan angka proyeksi penduduk yang dihasilkan merupakan data dasar dalam berbagai macam perencanaan dan pengambilan keputusan dan sangat luas penggunaannya, sehingga diperlukan angka perkiraan yang cermat dan baku serta dapat dipertanggungjawabkan.
139
VI. PROYEKSI TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KNNJA OPAK)
l. Asumsi TPAK dibuat berdasarkan kecenderungan atau trend TPAK di masa lampau dengan asumsi bahwa perkembangan TPAK masa yang akan datang akan mengikuti perkembangan
1) Perhitungan proyeksi
trend tersebut. Secara umum dasar pertimbangan dipakai dalam perhitungan adalah pola dan perilakuTPAKmenurutjenis kelamin dankelompok umuryangberbeda. Untukitu diperlukanseries data dasar TPAK yang memadai yang dirinci menurut jenis kelamin dan kelompok umur. 2) Secara rinci sifat kecenderungan tersebut adalah sebagai berikut : I-aki-I ^ki a. TPAK pada kelompok umur muda (10-14) pada umumnya menunjukkan tendensi menurun. Hal ini disebabkan oleh partisipasi sekolah baik SD maupun SMTP semakin tinggi. b. TPAK pada kelompok umur (15-19) dan (20-24) tahun menunjukkan penurunan. Hal ini juga dapat diduga dengan meningkatkannya kesempatan belajar pada jenjang sekolah SMTA dan sekolah yang lebih tinggi. c. TPAK pada kelompok umur (25-54) tahun mengalami peningkatan yang relatif kecil mengingat bahwa pada kelompok ini nilai TPAK sudah mendekati 100 persen. d. TPAK pada kelompok umur tua (55 tahun ke atas) mengalami penurunan karena makin banyak mereka yang pensiun. Perempuan
a. Pada umur muda (10-14) tahun, pola penurunan TPAK perempuan sama dengan penurunan TPAK laki-laki.
b. Kalau TPAK laki-laki kelompok umur (15-19) dan (20-24) tahun menurun, sebaliknya TPAK perempuan menunjukkan peningkatan yang nyata, karena terbukanya kesempatan kerja bagi perempuan yang semakin besar bila dibandingkan dengan keadaan pada tahun 1970-an yang relatif masih sangat kecil. c.
Peningkatanyangrelatif besarjuga tampak terjadi padakelompokumur (25-5a0 dan (55-64) tahun sementara untuk umur tua (65 tahun ke ata.s) relatif konstan.
2.Sumber Data 1. Seri data ketenagakerjaan terutama
TPAK yang tersedia atau dapat disediakan menurut variabel di atas, baik oleh Kantor Statistik maupun Biro Pusat Statistik adalah hasil kelua ran: a. Sensus Penduduk 1980 (SP'SO) b. Survey Sosial Ekonomi Nasional 1982 (SUSENAS'g2) c. Survey Penduduk Antar Sensus 1985 (SUpAS,85) d. Survey Angkatan Kerja Nasional 1986-190
Iq
2. Untuk mendapat series yang lebih memadai, data SAKERNAS 1976, 1977 dan 1978 bisa dimanfaatkan, dengan bantuan pengolahan di Biro Pusat Statistik Jakarta. 3. Sebelum menggunakan data dasar dari berbagai hasil survey di atas dalam penghitungan proyeksi TPAK beberapa hal di bawah ini perlu dipertimbangkan. a. Tqluan Survey
Dari semuajenis sumber data di atas, Sakernas merupakan surveyyangkhusus dimaksudkan untuk mengumpulkan data ketenagakerjaan. Sedangkan Sensus Penduduk maupun SUPAS bertujuan untuk mengetahui sifat demografi secara umum, sehingga informasi yang dikumpulkan lebih banyak beragam.
Ini
antara lain meliputi data pendidikan, migrasi, keluarga berencana dan
ketenagakerjaan. Begitu pula informasi yang dikumpulkan melalui Susenas, lebih beragam sifatnya seperti data pengeluarany'konsumsi, ketenagakerjaan, kesehatan dan perumahan. Perbedaan
tujuan survey ini menyebabkan kualitas data ketenagakerjaan berbeda. b. Ukuran Sampel
Dibandingkan dengan Sensus Penduduk dan SUPAS, ukuran sampel dalam Sakernas relatif lebih kecil. Perbedaan ini menyebabkan sampling error yang dikandung oleh angka perkiraaan dari masing-masing sumber data juga berbeda. Besarnya nilai samping error ini antara lain dipengaruhi oleh ukuran sampel. Semakin kecil ukuran sampel akan semakin besar sampling errornya. c. Kualitas Petugas Lapangan
Petugas (pencacah) yang digunakan dalam Sakernas, Susenas dan SUPAS umurnnya adalah pegawai Biro Pusat Statistik yang ada di kecamatan (Mantri Statistik) dan Kantor Statistik setempat. Sebagian besar dari mereka umumnya telah mempunyai pengalaman berbagai survey maupun sensus serta lebih menguasai konsep dan medan/lapangan. Sedangkan dalam sensus, sebagianbesar pencacah bukan pegawai BiroPusatStatistik, tetapi tenagabantuan dariluar seperti guru SD, pegawai Pemerintah Daerah dan ada pula penganggur tamatan SMTA yang tinggal di daerah penelitian. d. Perencanaan Kuesloner
Cara menyusun pertanyaan mengenai ketenagakerjaan dalam kuesioner dirasakan dapat berpengaruh terhadap hasil survey maupun sensus. Ini meliputi bentuk kalimat/pert anyaan yang tertulis, urutan-urutan pertanyaan, maupun jenis keterangan yang ditanyakan.
3. Metode Yang Dipergunakan 1) Jumlah unit sampel yang terpilih di daerah dalam banyak survey yang dipakai sebagai sumber data
dasar adalah relatif kecil menyebabkan data TPAK propinsi pada masa yang lampau sangat berfluktuasi, karena kesalahan baku (standar error) nya besar. Kalau dalam beberapa sensus atau
I4l
survey unit sampelnya besar:, maka kesalahan di luar pengambilan sumpel akan besar, seperti telah dijelaskan pada penjelasan sebelumnya.
2) Walaupun demikian TPAK provinsi tersebut tetap dapat dipergunakan dalam proyeksi TPAK. dengan mengikuti langkah- langkah berikut : a) TPAK disusun menurut jenis kelamin, dan setiap jenis kelamin dibedakan atas kelompok umur 5 tahunan.
b) Apabila dilihat TPAK dari beberapa kelompok umur 5 tahunan yang berdekatan relatif sama, maka dapat digabungkan menjadi kelompok 10 tahunan.
c) Dari pengalaman penyusunan TPAK Nasional kelompok umur tersebut dapat dibagi atas
8
kelompok : (10-14), (15- 19), (n-24),(25-34), (35-44), (45-54), (55-64) dan 65 tahun ke atas. d) Setiap TPAK kelompok umur dari setiap jenis kelamin (ada 16 kelompok umur kelamin), dibuat series datanya dari hasil setiap Survey/Sensus yang sudah pernah ada, sejak SP'80 sampai dengan
SAKERNAS 1990, dan kalau memungkinkan diperpanjang dengan TPAK hasil SAKERNAS 1976,1977 dan 1978.
e) Series data TPAK tersebut diperhatikan apakah secara umum dapat menunjukkan suatu arah yang jelas. Pengamatan series data ini adalah suatu hal yang sulit, terutama bagi mereka yang tidak terbiasa membaca series data. Untuk memudahkan pengamatannya, data tersebut perlu digambarkan dalam grafik. Kalau telihat perpencaran yang tidak dapat menggambarkan arah atau banyak di antara data TPAK tersebut yang sangat nyata perbedaannya dari waktu ke waktu,
maka akan sulit diketahui kecenderungannya, berarti data tersebut mengandung akumulasi kesalahan yang sangat besar. Sebaliknya kalau series data tersebut dapat memberi arah yangjelas
maka penyusunan proyeksi akan lebih mudah,
f) Bila di antara data yang ada dalam series tersebut terdapat 1 atau 2 yang ekstrem, proyeksi TPAK masih dilakukan, dengan mengeluarkan data yang ekstrem (outlier) tersebut dari rang\aian series data. Proses penyisahan outlier tersebut akan dilakukan kemudian, setelah menghitung besarnya simpangan data yang ekstrem tersebut dari perkiraaan garis regressi. g) Hal lain yang mungkin terjadi pada suatu series data TPAII ialah apabila data-data yang ekstrem umurnnya terjadi pada survey/sensus tertentu, maka dapat disebutkan bahwa terdapat akumulasi kesalahan non sampling error yang sulit diperkirakan pada survey/sensus tersebut, maka data hasil
dari survey/sensus tersebut dikeluarkan dari rangkaian series data untuk semua kelompok umur-kelamin.
4. Pemilihan Model Penghitungan proyeksi TPAK propinsi yang telah dirinci menurut kelamin dan kelompok umur didasarkan pada 3 jenis model yaitu: l"). Regressi linear sederhana
Y:a*bx
142
2). Regressi transformasi logaritma ganda
Y:
axb-logy = a'+ blogx
3). Regressi transformasi semi logaritma
X: ad-Y:
a, + b, log
Pada ketiga model di atas, variabel "waktu" (tahun) merupakan variable bebas dan
TpAKvariable
tidak bebas. Jadi besarnya TpAK tergantung pada penentuan tahun. Dalam penggunaan setiap model di atas untuk proyeksi setiap kelompok umur-kelamin, perhatian harus selalu diberikan pada data dasar (observasi) yang ekstrem. Proses penyisian nilai ekstrem dilakukan sebagai berikut :
Bila selisih nilai observasi ekkstrem terhadap nilai perkiraan hasil dari regresi lebih besar dari dua standard eror atau
Y-Y >2 Se, maka nilai observasi yang ekstrem tersebut dikeluarkan dari data dasar dan regresi baru dihitung kembali tanpa outlier tersebut. Tahap berikutnya adalah pemilihan model nilai koefisien korelasi (r) atau koefisien determinasi (r2 dari ketiga model yang dicoba untuk setiap kelompok
umur-jenis kelamin. ad 1). Regresi linear sederhana.
Yi:a*bx Yi : adalah nilai estimasi TPAK (dari garis regressi) yang nilainya tergantung pada nilai ,,tahun'X; a : nilai konstanta, yang merupakan nilai perkiraan TPAK pada saat variable "tahun,,dibuat nol. b = adalah slope dari garis regressi Xi =
adalah variable "tahun" yang bebas ditentukan
)XIYi-
b> x.2
-
Xi Yi
" (>x)2
I
a:
Y-bx
Dengan mengetahui besarnya a dan b, maka nilai estimasi TPAK setiap tahun (Xi) yang kita ingin kan.
143
yi
akan dapat diketahui untuk
Kemudian hitung nilai standard error
>(Yi-Y)2
Se:
,
untuk kemudian dibandingkan
(n-2)
dengan selisih nilai estimasi dari regress
y - yi | > S", maka nilai Y tersebut
dianggap outlier yang harus disisihkan, untuk kemudian dihitung kembali persamaan regressi baru (tanpa outlier-outlier tersebut)'
Bila nilai I
dan semi Hal yang sama dilakukan dengan menggunakan regressi trans formasi logaritma ganda
logaritma.
5. Model
Alternatif
jelas karena besar Apabila data dasar TPAK suatu propinsi tidak dapat memberikan arah yang digunakan ialah akumulasi error dari setiap survey / sensus, maka alternatif lain yang dapat sama' Model menggunakan kecenderungan dari sesuatu provinsi lain yang struktur ketenagakerjaannya model ini mirip dengan model yang diajukan oleh International Labor Organization (ILO), dimana laki-laki di sektor proyeksi yang sama dapat dipcrgunakan apabila proporsi jumlah angkatan kerja kolerasi mempunyai ini pertanian terhadap total angkatan kerja (MLFA) adalah sama, karena faktor region' yang sangat kuat dengan indikator-indikator tingkat kemajuarVpembangunan suatu
juga mempergunakan data Propinsi yang tidak mempunyai data dasar TPAK yang baik dapat dari kelompok tersebut' dasar dari sekelompok propinsi, dimana propinsi itu juga merupakan bagian untuk wilayatVpulau dalam hal ini kita sebut wilayah atau pulau. Untuk itu perlu dulu dihitung TPAK dengan rumus: ( TPAK td
x PDDKlso
pfo!/.
)
Prort'
YPAKtd
pulau i
PDDK
1ry purau
I
144
Keterangan: - __td TPAK
__
pulau
i
:
__ . __td TPAK
.
pulau
1976, 1977,.
.. .....
19gg)
pada tahun dasar
___-,1980 PDDK prov. 1980
(td =
TPAK provinsi di dalam pulau i
prov.
PDDK
TPAK pulau i, pada tahun dasar
:
Penduduk yang sama
:
tahun 1980
Penduduk pulau i pada tahun 19g0
Rumus di atas diterapkan untuk setiap golongan umur dan jenis keramin.
Dari rumus di atas akan diperoleh TPAK per "pulau/wilayah" untuk tahun dasar L976 sampai dengan tahun 1990. dan pola kecenderungannya dapat digambarkan, yang merupakan pencerminan pola perkembangan TPAK dari setiap propinsi anggotanya.
Dengan melakukan beberapa simulasi, maka dapat ditentukan jumtah wilayah yang mewadahi provinsi-provinsi yang akan di proyeksikan. a). wilayah Suamatra : semua provinsi di pulau sumatera (g provinsi) b). Wilayah : Semua provinsi di pulau Jawa c). Wilayah Lainnya : Semua provinsi lainnya.
Jawa
VII. PERKIRAAN ANGKATAN KERJN MENURUT LOKASI DAI\ PENDIDIKAN 1. Untuk mempermudah perencanaan dan pengambilan kebijalsanaan dalam pasar kerja, maka perkiraan angkatan kerja di atas dapat dialokasikan menurut tempat daerah mereka berada, daerah kota atau pedesaan, dengan ketentuan bahwa status sesuatau daerah sebagai "kota" atau "pe.desaan,, dianggap tidak berubah, walaupun pada hakikatnya selalu berkembang mengikuti pertumbuhan lingkungan.
145
2. Proyeksi angkatan kerja yang diperoleh dapat dialokasikan dengan meriggunakan koefisien proporsi
jumlah angkatan kerja di daerah kota dan pedesaan yang diperoleh dari hasil survey terakhit (fixed coeficient). 3.
Perhitungalyanglebih cermat bisa diperoleh dengan menggrmakan dinamic coeficient dari proporsi angkatan kerja di kota dan pedesaan, dengan tahun dasar dari 1980 sampai tahun L990.
4. Pasar kerja akan lebih bermanfaat apabila dilengkapi data penawaran dan permintaan tenaga kerja yang dirinci menurut berbagai karakteristik. Salah satu karakteristik lainnya yang sangat perlu untuk
keperluan penempatan tenaga kerja adalah pendidikan dan keterampilan dari angkatan kerja yang tersedia. Sebagai salah satu minimum requirement untuk pengisian suatu lowongan pekerjaan pada suatu sektor ekonomi.
5. Proyeksi tenaga kerja menurut tingkat pendidikan dapat diperoleh dari proyeksi jumlah keluaran pendidikan, yang dihitung berdasarkan trend koefisien keluaran (putus sekolah, lulusan yang tidak melanjutkan) menurut tingkat pendidikan. Sebagian tenaga kerja keluaran pendidikan tersebut akan menjadi angkatan kerja dan sebagian lagi mengurus rumah tangga yang merupakan bahaian dari 'bukan angkatan keri a'). Proyeksi penduduk yang dibuat menurut kelamin dan kelompok umur juga diperoleh dengan menggunakan beberapa asumsi yang telah dijelaskan. Hasil proyeksi penduduk pada umumnya akan diberikan oleh Biro Pusat Statistik atau propinsi setempat. Usaha penghitungan proyeksi angkatan kerja dirasa perlu disempurnakan, sehingga perkiraan TPAK menurut lokasi, pendidikan dan daerah Kabupaten/Kotamadya dapat dilakukan. Hal ini hanya munglcin apabila setiap propinsi bisa melakukan Survey Angaktan Kerja Daerah dengan jumlah sampel unit yang memadai, sehingga nilai TPAK observasi yang dipakai sebagai dasar untuk proyeksi mendekati keadaan yang sebenarnya.
Sudah barang tentu hasil proyeksi akan lebih baik, apabila model proyeksi yang digunakan dilengkapi dengan variabel bebas lainya, yang dianggap cukup berpengaruh terhadap TPAK seperti variabel ekonomi.
Terakhir, usaha proyeksi angkatan kerja dapat juga dikaitkan dengan suatu pertimbangan atau judgement pada jenis kelamin atau kelompok umur tertentu. Misalnya, TPAK (10 -14) tahun dianggap nol pada tahun 2000. Suatu hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah penyesuaian nilai konstanta a (interoept garis
regressi) dengan nilai TPAK observasi yang terakhir, untuk setiap kelompok umur-kelamin, sehingga nilai proyeksi TPAK yang dihasilkan lebih mendekati trend TPAK terakhir.
1.6
Catatan Kaki: L) Penduduk Indonesia, hasil sensus penduduk 1990
Biro Pusat Statistik Jakarta 1991 2) Biro Pusat Statistik, Proyeksi Penduduk Indonesia 1985 - 2005 Jakarta, Oktober 1987. 3) United Nations, Manual
II : Methods
of Appraisal of Quatity of Basic Data for Population Estimates,
New York, 1956.
r47
KATA PENGANTAR Bahan pelatihan ini dikumpulkan dari cuplikan bukVmakalah yang pernah saya susun. Makalah
mengenai pengukuran produktivitas wanita pekerja secara keseluruhan disampaikan disini karena memuat sscara ringkas metodologi pengukuran produktivitas/ketenagakerjaan yang sangat orat kaitannya dengan pengukuran penganggur/setengah penganggur. Juga disini kaitannya dengan sektor
formal-informal ikut dibahas. Bagran kedua berisi cuplikan tabel-tabel hasil pengukuran penganggur/setengah penganggur dengan menggunakan data Supas 1985. Metodologi pengukuran yang digunakan sesuai yang dikembangkan penulis di Biro Pusat Statistik.
Bahan-bahan ini diharap cukup dapat memberi landasan untuk pengukuran dan analisa kuantitatif pengangguran dan setengah pengangguran.
Jakarta,
l
Mei
1991.
HANANTO SIGIT
1"€
PENGUKURAN PARTISIPASI DAN PRODUKTNTTAS PEKERIA DALAM KEGIATAN PRODUKTIF SEKTOR FORMAL DAN INFORMAL (DITINJAU KHUSUS APLIKASINYA UNTUK TELAAH PERANAN WANITA)
Oleh:
Hananto Sigit
1.I-A.TAR BET,{.KANG DAN TUJUAN Peranan wanita dalam kegiatan produktif akhir-akhir ini sering menjadi topik menarik untuk dibahas. Usaha untuk meningkatkan peranan wanita memerlukan kajian yang tepat tentang apa saja sebenartya
peranan wanita itu. Sudah jelas kita ketahui bahwa wanita mempunyai peranan yang luas, mulai dari lingkup keluarga, lingkungan sekitar, dalam masyarakat sampai pada peranannya dalam hubungan antar Sangsa. Bidang peranannya juga berbagai macam, bisa dalam bidang ekonomi, sosial, budaya, politik,
pertahanan dan keamanan. Makalah ini hendak membatasi peranan wanita dalam kegiatan produktip. Apa yang dinamakan kegiatan produktif banyak pihak masih berbeda pendapat. Seseorang yang bekerja dengan menerima upalVpenghasilan, atau seseorang yang bekerja memproduksi sesuatu untuk dijual, untuk memperoleh p€nghasilan,jelas dapat dikategorikan sebagai kegiatan produktif. Tetapi tidak semua setuju dikatakan kegiatan produktif jika seseorang memproduksi sesuatu untuk dipakai sendiri, seperti menjahit baju sendiri, membuat lukisan untuk dinikmati sendiri, menanam pohon buah dan hasilnya dimakan sendiri, dan kegiatan lain yang hasilnya tidak dipasarkan.
Masalah batasan kegiatan produktif ini menjadi lebih kompleks lagi untuk wanita. Jika yang dipakai pedoman kegiatan produktif adalah adanya balas jasa atas kegiatan yang dilakukan, maka sebagian besar kegiatan wanita masuk dalam kategori produktif. Pekerjaan mengurus rumah tangga, memelihara anak, melayani suami, dan sebagainya dilakukan tanpa balas jasa. Tetapi banyak pihak setuju bahwa kegiatan tersebut adalah produktif, karena jelas pekerjaan tersebut, bila dilakukan oleh srang lain, tentu harus dibayar. Dan disini ada masalah "oppoftunity co,rf" kalau, si ibu tidak melakukan
pekerjaan tersebut, tentu ibu tersebut dapat metakukan pekerjaan lain dan mendapatkan bayaran/penghasilan.
t49
Memang sampai berapa jauh kita harus membatasi apa yang dinamakan kegiatan produktif masih diperdebatkan. Umumnyabanyak yangbcrpendapatan bahwa kegiatan-kegiatan tersebut di atas adalah
produktif. Tetapi secara praktis kita terbentur pada masalah pengukurannya. Karena itu umumnya kita membatasi pada kegiatan-kegiatan produktif yang dapat diukur. Kegiatan produktif yang secara luas "diakui" dan dapat diukur secara jelas dinamakan"bekerja". Seseorang dinamakan bekerja bila orang tersebut melakukan sesuatu kegiatan atau membantu melakukan kegiatan dengan tujuan untuk memperoleh pendapatan atau penghasilan. Ukuran kegiatan produktif seperti didefinisikan di atas adalah besarnya pendapatan/penghasilan sebagai balas jasa. Sudah tentu berapa lamanya melakukan kegiatan tersebut juga perlu diukur. Jadi yang menjadi ciri dari kegiatan produktif yang dapat diukur ini adalah market value dari produk/jasa yang dihasilkan. Jika seseorang membuat meja untuk dipakai sendiri, meja tersebut'tidak punya nilai pasar, maka kegiatannya walau produktif tapi tidak dapat diukur. Hal ini sama halnya dengan kegiatan
ibu rumah tangga dalam kegiatan rumah tangga. Beberapa pihak berusaha mengukur kegiatan produktif yang luas tersebut dengan berbagai cara. Salah satu cara adalah dengan melihat curahan waktu yang digunakan. Ukuran ini memang praktis dan sangat sederhana, tetapi tidak dapat merefleksikan produktivitas kegiatan. Kegiatan yang dilakukan oleh
ibu yang berpendidikan tinggi dan berpengalaman luas dianggap sama saja dengan kegiatan ibu yang tidak terdidik asal curahan waktunya sama. Cara mengukur kegiatan tersebut dengan"oppoftuniQtco.rt" jugapunya banyak kelemahan. Banyak ibu melakukan kegiatan rumah tangga, karena memang tidak punya kesempatan untuk bekerj a yang menghasilkan pendapatan. Apa lalu nilai pekerjaan tersebut nol. Dalam banyak hal penilaian dengan opportunity cosr ini juga "under-eslimate" karena produktivitas ibu dalam pekerjaan rumah tangga tentu
tinggi daripada jika ibu tadi bekerja diluar rumah tangga, karena tentu ibu tadi lebih "ohli" dan berpengalaman mengurus rumah tangga, daripada bekerja di pabrik. Penghitungan dengan opportunity cost dalam praktekjuga sukar dilaksanakan. Pengukuran-pengukuran tersebut umumnya masih bersifat eksperimen atau dalam bentuk studi. Belum bisa dilakukan secara berkala dan terus-menerus. Dan juga dibandingkan dengan kebutuhan mengukur kegiatan produktifwanita, kelihatannya usaha pengukuran yang tidak "konvensionaln tersebut
belum sepadan dengan kesukaran-kesukarannya. Pengukuran yang sudah
"estab lislrcd",yang socara berkala, terus-menerus dan keterbandingan internasionalnya dapat dilakukan adalah pengukuran kegiatan produktip yang hasilnya mempunyai nilai pasar, yaitu kegiatan bekerja. Makalah ini hanya membatasi uraiannya pada pengukuran kegiatan "bekeria'ini. Cara-cara pengukuran yang dikemukakan disandarkan pada data yang dikumpulkan oleh
Biro Pusat Statistik. Tidak terkandung maksud untuk melakukan pengukuran dengan desigrr khusus suatu pengumpulan data.
150
Seperti dapat diduga pengukuran ini menghasilkan tingkat partisipasi angkatan kerja yang rendah dari wanita. Pada tahun L985, hanya 38 persen dari wanita umur l0 tahun melakukan kegiatan bekerja atau mencari pekerjaan. Untuk laki-laki jauh lebih tinggi, yaitu 69 persen. Sejumlah besar wanita (3l4 persen) dikategorikan sebagai mengurus rumah tangga yang dianggap bukan kegiatan produktif menurut konsep ini. Sebaliknya untuk laki-laki yang mengurus rumah tanggahanya 0.3 persen. Pengukuran dengan metoda labor force ini tidak memadai untuk melihat peranan wanita di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Cara pengukuran lain perlu dilakukan untuk melihat lebih jenis-jenis
dalam pekerjaan rumah tangga yang dilakukan oleh 34 persen wanita. Kategorisasi pekerjaan rumah tangga dalam kegiatan yang produktif dan tidak produktif dan bagaimana mengukurnya perlu
dikembangkan lebih j auh.
2. PENDEKA'IAN "[.ABOR FORCE' Dalam Sensus Penduduk dan Survai Rumah Tangga yang dilakukan oleh BpS peranan wanita dalam ekonomi dapat diperkirakan secara makro. Memang informasi yang dapat digunakan untuk keperluan ini sangat terbatas, karena survai-survai BPS tersebut dimaksudkan untuk memperoleh gambaran sosial-ekonomi kependudukan secara umum. Tidak dimaksudkan khusus untuk menelaah peranan wanita dalam ekonomi. Walaupun demikian secara makro dapat memberikan gambaran umum peranan wanita secara cukup jelas.
Informasi yang langsung berhubungan dengan ketenagakerjaan, secarajelas digambarkan dalam daftar pertanyaan Survai Penduduk Antar Sensus 1985. Sensus dan survai lain pada dasarnya memakai daftar pertanyaan yang sama. Peubah yang dikumpulkan tersebut disusun berdasarkan pendekatan "Labor Force" yang dianjurkan oleh ILO dan umumnya dipakai oleh negara-negara lain. Pengukuran Angkatan Kerja dilakukan dengan metoda seperti dalam diagram yang disertakan dalam l-ampiran 2. Definisi bekerja adalah "melalankanlmembanttt" melakukan kegiatan ekonomi
dengan maksud memperoleh penghasilarVpendapatan. Dalam pengukurannya dilakukan dengan urutan prioritas : 1. Bekerja 2. Mencari pekerjaan
3. Sekolah 4. Mengurus Rumah Tangga 5. Lainnya.
Disini berarti jika seseorang bekerja sambil melakukan kegiatan-kegiatan lainnya, orang tersebut dikategorikan sebagai pekerja. Dikategorikan sebagai mencari pekerjaan jika mereka tidak bekerja sama-sekali, tetapi mereka mencari pekerjaan, bisa sambil melakukan kegiatan lainnya. Mereka yang
151
dikategorikan sebagai bekerja atau mencari pekerjaan dinamakan angkatan kerja. Sisanya dikelompokkan dalam "buksn angkatan kerja", yaitu kegiatannya sekolah, mengurus rumah tangga, atau lainnya.
3. PENDEKATAN "IABOR UTILIZATION FRAMEWORK" Pendekatanini dikembangkan oleh PhilipHauser. Datayangdigunakan sama dengan yangdikumpulkan dalam survai ketenagakerjaan yang biasa. Pendekatan ini membagi angkatan kerja dalam : Angkatan
Kerja 1.
Employed: a. Underutilized by hours worked
b. Underutilized by income c. Underutilized by mismatch between
education and occupation d. Fully utilized 2. Looking for work (Unemployed). Untuk pengukuran produktivitas kegiatan wanita metoda ini tidak menambah informas iya11gyang berarti- Pengukuran ini hanya ingin melihat lebih jauh kelompok yang sudah dikategorikan dalam bekerja oleh metoda "laborforce". Untuk tahun 1985, sebanyak 37 persen wanita umur L0 tahun ke atas
melakukan kegiatan bekerja, sedang untuk laki-laki jauh lebih tinggi, yaitu 67 person. Perbedaan peranan laki-laki dan wanita ini akan lebih nyata kalau dilihat utilizationnya. Akan dapat diduga bahwa yang"underutilized'baik menurut kriteria jam kerja, pendapatan atau mismatch antara jenis pekerjaan dan pendidikan, akan lebih tinggi untuk wanita. Dalam metoda ini pertama-tama yang bekerja diuji apakah jam kerjanya sudah memenuhi syarat. Mereka yang bekerja kurang dari jam
kerja normal dinamakan "IInderutilized" menurut kriteria jam kerja. Selanjutnya yangjamkerjanya cukup diuji kembali apakah pendapatannya cukup. Dalam hal ini pengujiannya bisa dua tahap, yaitu apakah penghasilannya cukup untuk diri sendiri, dan kalau cukup untuk diri sendiri apakahjuga
cukup untuk
seluruh keluarganya. Mereka yang pendapatannya tidak cukup dinamakan "underutilized,,menurut kriteria penghasilan. Selanjutnya yang terakhir jika pendapatannya cukup, akan diuji kembali
dengan membandingkan jenis pekerjaan yang dilakukan dengan pendidikannya. Jika pendidikannya terlalu tingg dibandingkan dengan persyaratan pendidikan dari jenis pekerjaan yang dilakukan, mereka dinamakan nunderutilized"menurut kriteria "mismatchu antara jenis pekerjaan dan pendidikan.
Memang
mereka bisa dinamakan underutilized karena pendidikan mereka yang lebih tinggi tersebut tidak sepenuhnya dapat dimanfaatkan dalam pekerjaan yang sedang dikerjakan. Kemudian, mereka yang 1ulus
dari ujian mis match ini dinamakanWU utilized". Orang ini sudah bekerja dengan jam kerja cukup, penghnsilsilrta cukup baik untuk diri sendiri atau untuk keluarganya dan pendidikannya pun
sudah
sesuai dengan jenis pekerjaannya.
r52
Sudah banyak dilakukan kalkulasi labor utilization ini untuk beibagai negara. Juga untuk Indonesia dengan memakai data Survai Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) 1976. Umumnya hasilnya adalah wanita lebih banyak yangunderutilized menunrt ketiga kriteria underutilization tersebut. Jadi dalam partisipasi dalam kegiatan produktif yang measurable ini, tidak hanya peranan wanita lebih rendah dari laki-laki, tapi juga intensitas peranannya lebih rendah konsekuensinya produktivitasnya pun akan lebih rendah.
4. PENDEKATAN "UNDER. EMPLOYMENT" Pendekatan ini kita kembangkan untuk melengkapi/menutup kelemahan yang ada pada pendekatan labor force dan labor utilization. Tujuannya untuk mendapatkan pengukuran yang sensitif dan sahih. Sensitif dalam arti responsif terhadap perkembangan/gejolak ekonomi. Jika ekonomi membaik atau memburuk bisa direfleksikan dalam angka-angka ukurannya. Dalam pengukuran ini angkatan kerja dibagi 4 kategori
:
Penganggur penuh Penganggur tidak penuh
Bekerja tidak penuh Bekerja penuh Klasifikasi didasarkan pada diagram 3 seperti pada Lampiran 4. Penganggur penuh tidak reflektif terhadap perkembangan ekonomi, karena tidak dapat menunjukkan fluktuasi dalam perekonomian. Tujuan pengukuran "under-ernployment" adalah untuk mencari ukuran untuk dapat melihat apakah keadaan ketenagakerjaan m'embaik atau memburuk sebagai akibat dari pembangunan ekonomi dengan permasalahan-permasalahan yang dihadapi.
Klasifikasi lebih rinci dari rnereka'yang bekerja ini didasarkan pada beberapa peubah, yaitu jam kerja, status pekerjaan, apakah mencari pekerjaan, pekerjaan penuh atau pekerjaan sambilan, dan apakah mau menerima pekerjaan. Cara ini membagi angkatan kerja dalam 4 kategori, sedangcara,'labor
force' hanya dalam 2 kategori, bekerja dan cari pekerjaan. Keempat kategori pengukuran "under-employment" ini diharapkan tidak terlalu kompleks penyiapannya dan dapat mudah dimengerti
oleh masvarakat luas. Memang makin rinci pengukuran akan makin clapat menunjukkan keadaan ketenagakerjaan dengan lebih baik. Tetapi pengukuran yang rinci ini hanya bisa dipahami oleh mereka yang mendalami permasalahan ketenagakerjaan.
Keempat ukuran "under-employment" didasarkan pada hipotesa konkret tentang perubahan-perubahan yang mungkin terjadi sebagai akibat dari perubahan ekonomi secara struktural. Dalam ekonomi yang maju angkatan kerja secara jelas masuk dalam kategori penganggur penuh atau pekerja penuh. "Grq) areas" setengah pengangguran hampir tidak ada. Karena itu pengukuran ini akan menunjukkan bahwa makin maju ekonomi Indonesia, akan makin besar persentase penganggur penuh
153
dan pekerja penuh" Sebaliknya yang setengah pengangguran akan makin mengecil persentasinya. Yang lebih penting dalam pengukuran ini adalah pembedaan dalam pengangguran tidak penuh dan pekerja
tidak penuh. Mengecilnya setengah pengangguran akan terjadi dengan proses peralihan dari penganggur tidak penuh ke pekerja tidak penuh. Penganggur tidak penuh akan mengecil dan secara
relatip pekerja tidak penuh akan membesar. Sudah dapat diduga pengukuran ini untuk laki-laki dan wanita akan mendapatkan hasil yang berbeda. Peranan wanita dalam kegiatan produktif yang ditunjukkan dengan ukuran ini juga akan lebih
rendah dari peranan laki-laki. Pekerja penuh persentasenya akan lebih rendah untuk wanita dibandingkan dengan laki-laki. Sebaliknya yang setengah menganggur dan setengah bekerja wanita lebih tinggi dari laki-laki.
di antara
5. PENGUKURAN "FULL TIME EMPLOYMENT EQUIVALENT' Dalam pengukuran ini dipakai sebagai dasar adalah jumlah perkalian orang dengan hari atau jam kerja. Satu orang bekerja ,tO jam dalam satu minggu, misalnya bisa dianggap sebagai 'full time employment". Dengan asumsi inimakajika seorangbekerja hanya 20jam dalam satu minggu dianggap sebagai setengah
"fult time employment". Dengan metoda ini jumlah orang yang bekerja setelah ditimbang dengan jam kerjanya dapat diubah menjadi sejumlahfull time employment. Jumlah full time employment ini jika dikurangkan dengan jumlah angkatan kerja, menghasilkan jumlah penganggur. Jumlah penganggur ini merupakan jumlah yang "impeted" (hipotetikal) karena kenyataannyamemang tidaksebanyak angka impoted ini,yangmenunjukkan tingkat pengangguran lebih linggi dari 10 persen. Kenyataannya menurut hasil survai, yang menganggur kurang dari 2 persen. Jadi sisanya yang 8 persen sebenarnya bekerja, hanya saja jam kerjanya sangat minimal. Jika dibedakan menurut jenis kelamin, secara relatif akah lebih banyak wanita yang menganggur dibandingkan dengan laki-laki. Jadi di samping persentase wanita yang bekerja lebih rendah dari laki-laki, persentase "full time employment equivalent" juga lebih rendah untuk wanita.
6.
CIRI.SRI SEKTOR INFORMAL
Peranan wanita dalam kegiatan ekonomi, diperkirakan lebih besar di sektor informal dibandingkan dengan laki-laki. Karena itu untuk melihat peranan wanita sebaik-baiknya perlu diketahui sektor
informal dalam perekonomian. Sukar mendefinisikan secara tepat apa yang dimaksud dengan sektor informal, walaupun secara intuitife kita mempunyai gambarannya. Akibatnya data komprehensif mengenai sektor ini juga belum
t54
tersedia. Yang umumnya tersedia hanya data dari beberapa kegiatan seija dari sektor informal. Ini umumnya merupakan hasil studi kasus, atau catatan yang ada di kota-kota besar. Gambaran yang ada pada kita mengenai sektor informal ini secara cukup lengkap diberikan oleh
Hidayat. Sektor ini umumnya mempunyai ciri-ciri sebagai berikut
:
1. Kegiatannya tidak terorganisir baik, karena timbulnya tidak mempergunakan fasilitas kelembagaan
formal yang ada.
Tidak mempunyai ijin usaha. 3. Lokasi dan jam kerja tidak teratur. 2.
4. Tak terjangkau langsung kebijakan Pemerintah untuk membantu golongan ekonomi lemah.
5.
Unit usaha mudah beralih antar sub-sektor-
6. Berteknologi sederhana. 7. Skala operasinya kecil.
8. Tidak memerlukan pendidikan formal, hanya berdasarkan pengalaman. 9. Bekerja sendiri atau hanya dibantu pekerjaan keluarga tanpa bayar. L0. Berusaha dengan modal sendiri atau dari lembaga keuangan tak resmi. 11. Produknya hanya dikonsumir masyarakat berpenghasilan rendah dan sebagian kecil berpenghasilan
menengah.
Dengan gambaran ini sukar secara persis mendelinisikan apa sebenarnya sektor informal dan kemudian mencoba memperkirakan berapa besar sebenarnya pekerja sektor ini. Yang selama ini dilakukan adalah mencoba mendekatinya dengan mengambil beberapa ciri saja yang bisa dikuantifisir dan dicari datanya. Dalam studi khusus untuk memperkirakan besarnya sektor informal pada tahun 1982. Biro Pusat Statistik mendapatkan angka sebesar 75.9 persen. Studi ini dilakukan dengan meneliti ciri-ciri tempat usaha/bekerja dan sifat pekerjaannya. Yang memberi ciri informal adalah lokasi tidak tetap, tanpa bangunan, kegiatan tidak terus rnenerus, tenaga kerja kurang dari 5 orang dan sebagian besar pekerja keluarga. Ciri ini juga merupakan sub-set dari banyak variable yang dikemukakan Hidayat. Memang jika semua variable hendak dipakai, definisinya menjadi terlalu ruwet.
Untuk melihat gambaran umum, dengan pendekatan tidak langsung data survai rumah tangga di BPS dapat digunakan. Salahsatucara adalahdengan melihat ciri-ciri pekerjadalam berbagaisub-sektor ekonomi. Sub-sektor ekonomi yang sebagian besar pekerjanya mempunyai ciri informal, seperti tingkat pendidikan rendah, jam kerja tidak teratur, umur, dan sebagainya, dapat dianggap sebagai sektor
informal. Dengan cara ini dapat diperkirakan sekitar
70 persen pekerja di sektor
informal. Persentase
pekerja sektor informal ini kelihatannya sesuai dengan anggapan beberapa para ahli.
7. PENDEKATAI{ PEKERIA INFORMAL
155
Sebenarnya tidak diperlukan definisi yang persis. Tetapi yang perlu adalah definisi yang cukup dapct memberikan gambaran mengenai sektor ini. Dan definisi ini harus operasional artinya dapat dicarikan datanya lcwat survai atau registrasi. Kemudian secara konsisten definisi ini terus kita pakai dalam deret
waktu untuk memantau perkembangannya.
an upendekatan labor force" seprti yang dilakukan Biro Pusat Statistik memungkinkan perkiraan jqmla! pekerja sektor informal dilakukan secara cukup cermat. Cara yang dipakai adalah cara tidak langsung, yaitu dengan menelaah ciri-ciri pekerjaan dan ciri pribadi dari para pekerja. Di samping ciri umum yang bersamaan pekerja di sektor informal mempunyai ciri-ciri pekerjaan yang berlainan dengan ciri-ciri pekerjasektor formal. Demikian pula ciri pribadinya ada yang berbeda antara pekerja dua sektor tersebut.
Data sekunder
yang dihasilkan
oleh survai
deng
Ciri-ciri pekerjaan yang dapat membedakan sektor informal dan sektor formal, misalnya status, jenis pekerjaan, lapangan usaha dan jam kerja serta lokasinya apakah kota atau pedesaan. Tentu saja banyak ciri lain, tetapi biasanya tidak dikumpulkan dalam survai angkatan kerja. Keterangan pribadi yang diperkirakan dapat memberi ciri sebagai sektor informal misalnya umur, jenis kelamin dan pendidikan.
Untuk menentukan pekerja informal disini dipakai cara yang sederhana agar mudah mengerti, tetapi cukup cermat. Cara sederhana ini juga dipakai karena dibatasi oleh tabulasi hasil sensus/survai yangada,yang hanya menyajikan tabulasi silang paling banyak dari dua atau tiga peubah saja. Kombinasi peubah lain yang diperkirakan dapat lebih baik mendefinisikan pekerja informal masih perlu dicari dan
dimintakan datanya.
Peubah utama yang dipakai adalah status dan jenis pekerjaan. Kombinasi kedua peubah ini menghasilkan klasifikasi seperti dalam lampiran 1. Bekerja sendiri atau dibantu anggota rumah tangga/buruh tidak tetap sebagai tenaga profesional, teknisi, pimpinan dan manager, dapat dianggap sebagai pekerja formal. Walaupun aktivitasnya mandiri tetapi jenis pekerjaan yang dilakukan menunjukkan sifat modern dan formal. Begitu pula mereka yang berusaha dengan buruh tetap (sebagai employer) beserta burulVkaryawannya yang bukan petani, Memang a{a employer yang mempekerjakan hanya 1 atau 2 buruh tetap yang seharusnya masuk kategori informal. Kelompok ini tidak bisa dipisahkan
karena keterbatasan data. Walaupun demikian karena jumlah employer sendiri relatif sangat kecil,
angkanya tidak akan mompengaruhi jumlah pekerja formal secara berarti. BuruVkaryawan non-pertanian juga dianggap sebagai pekerja forr4al. Buruh sebagai tenaga pertanian atau buruh tani dikategorikan sebagai pekerja informal, karena umumnya sebagai tenaga tidak tetap dan bersifat sendiri. Masuk pula dalap kelompok pekerja informal adalah pekerja sendiri atau dibantu anggota rumah tangga./buruhtidak tetap, yangbukanbekerjasebagai tenaga profesional, teknisi, pimpinan dan manager. Demikian pula pekerja keluarga tanpa bayar. Untuk lebih mempertajam analisa, pekerja sektor informal dibedakan antara informal pertanian
dan non-pertanian. Keduanya mempunyai sifat yang berbeda, dan membawa masalah yang berbeda
L56
pula. Informal pertanian bersifat tradisional, sudah ada dalam ekonomi sejak mula, punya peranan khusus, punya problema khusus dan memcrlukan penanganan yang spesifik pula. Sedang sektor informal non-pertanian lebih merupakan produk dari pembangunan ekonomi yang tidak dapat menyerap pertambahan tenaga kerja yang ada.
8. PENGUKURAN PRODUKTIVITAS Yang paling lazim digunakan adalah pendapatan. Pengumpulan ini dilakukan lewat individu dan rumah tangga.
Pendapatan yang diperoleh individu, misalnya
:
a. Upah dan gaji
b. Bunga, sewa c. Transfer
Penghasilan yang dikumpulkan lewat rumah tangga misalnya keuntungan yang diperoleh dari usaha rumah tangga, baik di sekfor pertanian maupun non-pertanian. Usaha rumah tangga ini dilakukan bersama-sama oleh anggota rumah tangga.
Pengukuran penghasilan individu umumnya lebih mudah dilakukan, terutama jika langsung dikai&an dengan aktivitas pekerjaan yang dilakukan. Walaupun demikian ketepatannya sangar tergantung dari pengakuan respondcn, terutama untuk merekayangpenghasilannyatinggj.Juga untuk mereka yang menerima berbagai sumber penghasilan, seperti dari bunga, sewa dan transfer, cenderung tidak bisa/tidak mau melaporkan semua penghasilannya.
Lebih sukar lagi adalah mengukur penghasilan dari usaha rumah tangga secara bersama-sama. Karena merupakan suatu usaha ekonomi, maka pendapatan disini harus dicari dari semua pendapatan dikurangi dengan semua nilai pengeluaran untuk berproduksi. Karena umumnya mereka tidak mempunyai cacatan, pernyataan harus dirancang sangat rinci. Walau demikian toh mereka masih belum dapat memberikan jawaban yang dapat dipercaya.
Sering dikemukakan sebenarnya pengukuran data pendapatan ini hanya diperlukan untuk ukuran relatif, untuk dapat memperlihatkan pendapatan seseorang lebih besar atau lebih kecil dari seseorang lain. Dalam hal ini nilai mutlak pendapatan tidak diperlukan dengan akurasi yang tinggi.
Cukup
jika
dapat menunjukkan keterbandingan yang sebenarnya. Jadi jangan sampai tingkat kesalahannya demikian besar sehingga keterbandingan pendapatannya menjadi terbalik, yang sebenarnya lebih kaya menjadi lcbih miskin. Dalam banyak hal informasi mengenai pendapatan hanya diperlukan dalam kelas-kelas tertentu. Pendapatan disini ditanyakan kepada responden dengan "pre-design"
pendapatan
r57
kategorisasi. Responden hanya perlu menunjukkan pendapatan rumah tangganya masuk dalam kelomgnk pendapatan yang mana. Dengan tanpa menunjukkan jumlah, responden diharap mau menjawab dengan benar. Apalagi jika kategori yang disusun agak luas/lebar kesalahan bisa diminimize.
Data pendapatan ini bersama-sama dengan jam kerja diharapkan dapat mengukur produktivitas pekerjaan seseorang. Untuk ini memang data pendapatan paling tepat dan paling baik, karena langsung dapat menunjukkan hasil kerja yang dilakukan. Beberapa kenyataan dari penelitian Biro Pusat Statistik menunjukkan bahwa penghasilan wanita rata-rata lebih rendah dari laki-laki. Hal ini dapat diduga karena cara konvensional ini hanya dapat mengukur produktivitas dari kegiatan ekonomi yang hasilnya "marketable". Sedang aktivitas wanita umumnya tidak marketable.
Seperti sudah dikatakan cara lain perlu dikembangkan untuk dapat mengukur produktivitas wanita yang bekerja tidak untuk 'pasaf'. Curahan waktu sering dipakai untuk maksud ini. Memang terbukti curahan waktu untuk pekerjaan rumah tangga yang produktif lebih banyak untuk wanita dari pada untuk laki-laki. Tetapi untuk penelitian lebih mendalam hanya "curahan waktu" tidak cukup. Dengan ukuran ini tidak dapat dibedakan produktivitas per waktu dari wanita dengan kualitas yang berbeda-beda. Pekerjaan mengasuh anak dari wanita yang berpendidikan tinggi dianggap sama dengan wanita yang berpendidikan rendah. Dalam hal ini beberapa informasi tentang ciri-ciri seseorang akan sangat membantu. Peubah seperti pendidikan, latihan-latihan yang dijalani, pengalaman-pengalaman
kerja, umur dan keadaan kesehatan dapat menerangkan perbedaan produktivitas untuk satu satuan waktu kegiatan yang dilakukan.
Memang cara di atas tidak kuantitatif, dan cenderung sangat kompleks. Juga hubungan peubah-peubah tersebut dengan produktivitas bisa tidak stabil. Produktivitas seseorang secara tepat tidak dapat digambarkan dengan peubah-peubah tersebut. Tetapi cara tidak langsung ini diperkirakan merupakan satu-satunya carayangmungkin dilakukan. Juga diperkirakan cara ini secara umum dapat menggambarkan produktivitas dengan baik.
158
l.ampiran
1
UI.C. HANYA UNTUK UMUR 1.
10
TAHUN KE ATAS
Kegiatan apakah yang dilakukan selama sefti'lJjgu yang lalu 1.
Bekerja
?
2. Sekolah 3. Mengurus rumah tangga
s2
[-l
s3
l-l
s4
[-l
4. Tidak mamapu melakukan kegiatan 5. Lainnya
2. Apakah bekerja paling sedikit satu jam selama seminggu yang lalu ? 1. Ya
2.
Tidak
3. Apakah punya perusahaan/usaha tetepi sementara
tidak bekerja selama seminggu yang lalu 1. Ya 2. Tidak
?
4. Apakah pernah bekerja sebelumnya ? 1.
Ya
2.
Tidak
5. Apakah mencari pekerjaan selama seminggu yang lalu ? 2. Tidak
L.Ya Ke p.11 Blok
VIII
Ke p. 14 Blok
VIII
r59
s5n 56Tl
VIII ANGKATAN KERJA (HANYA UNTUK UMUR TO TAHUN KEATAS) 1.
Di isi selengkap-lengkapnya
Jumlah jam kerja seluruh pekerjaan setiap selama seminggu yang lalu
l12
l3l4ls t6l7 ..t.ltl.l.l
Jumtah
$
tttttl
lttttl
rrI
9. Selain kedua pekerjaan tersebut apakah mempunyai pekerjaan lainnya ?
57
hari ke
rnl
r.Ya
2
.
Tidak
10. Apakah mencari pekerjaan selama
Sebutkan jenis pekerjaan
utam yang dilak
di tempat Bekerja
Di isi
yang lalu ?
DiBPS
l
Y
p.
(fi
Di isi selengkap-lengkapnya
f--l n I ll.
L-l L-Jl
I rz.
Sebutkan pekerjaan utama 1. Berusaha sendiri
,I
II- z.'riaat 14
Sudah berapa bulan mencari pekerjaan ?
......bulan r"t".;uun
"[!
yung dicari
l. Pekerjaan penuh (full time)
63n
2Pekerjaan tambahan (part time)
2. Berusaha dengan dibantupekerja
13. Upaya apakah yang pernah dilakukan
kel ua rgalburu h tidak tetap
mencari pke$aan?
?8l-T_l
3. Berusaha dengan buruh tetap
4. Buruh/karyawan 5. Pekerja /keluarga
jumlah jam kerja scminggu yang lalu pekerajaan
",1:::::::i,,,"
Sebutkan
jenis
kegiatan/lapangan
Di isi Di BpS |
tempaT Bekcrja/perusahaan lkantor
14.
pekerjaan utama i-tr
isi selengkapJe ngkapnya
Ya
?
r--
I
Lt---l
lKe
p.l0
4. Mengurus rumah tangga 5.
Tidak mampu melakukan kegiatan
15.
Apakah mau menerima pekerjaan l. Ya 2. Tidak
16.
Apakab bekerja selama setahun yang lalu 1. Ya 2. Tidak
u8n
?
sl ?
fl
82fl
I
|
Jumlah jam kerja selama seminggu yang Pada Pckerjaan
ton
3. Seftolah
*fln Apakah mempunyai pekerjaan tambahan 1. 2. T'idak
Alasan tidak mencari pkerjaan l. Merasa tidak perlu 2. putus a
:i:::.iil .,.,
17. Sebutkan jenis kegiatan/lapangan usaha da
Di isi Di BPS
beke rjalperusahaan/kantor
Di isi
DiBPS
Sebutkanjenis kegiatan yang /lapangan tempa bekeda/perusah aan/kantor dari pekerjaan
Diisi selengkap-lengkapnya
160
83[n
o :J bov
F-
€/, 2
I
c!
o fr
g
a (l)
I li
o
tr fr €.\ G'
L
ltGI
tr
c!
u) tr
(l)
,l(
U)
E li
bo c!
?
z^
SE,
trJl
v! 'A l)
6F c B"g S.B g rt) fi
ggo
aY :
tr
il
co
a<
a.
IE 161
J'tr o B
(9
E crl
ti
12
E
o c!
N
'r
L
x!)
cl
J4 (q
t
q)
€
F{
j
Ee |a(q
E F
c!
E (D
J
J{H -g'O 'q('
{I
a
(.)
ai
'tr ()
Ei
L
,a{
6t
ct
CE
-E
.qs g-9 tr
o
o{
E
ED
o
trct TO
C) \2.
trtr ct ct 15J
^o0
.u<
ttr oRt
IE
q (\t
.ra -
'd
;66 's6
J(
c.)
Itr ((t
tro) ^o!
lr
G'
o
co
o
E
s 162
I
3fi E" ia AU
ih
I E^
\t!.)
" E@ .c: t5.
=E
t8
t5tr4
b
0
G
.F o !
I
a
G
(t
o
c
J
V:
I
$Eo
8g-bo
5
z ;")
(,
z z
Id tr q
& p
g
D
z
f
-.x EO
!!< .eE E
RI
X
:+.
Ja
I
rrl
rf
E a
& P
zta
h
bo
tr
Fi
v z F! F z
z
ed
N (! o
(J
'F
\o
N
o
L
(J
*
o\
u
.P
Y &
I
J
J
a
,T h0
z
'E
SF QV
a.)
Fc
ES *r
:J
r=9
Fx
l!)
R
&
z s lt)
q
z v
L
r&
Fc tl: Ja 'F .vo
x
(! a 5
t
cl
a
t
qt
z{
E
f J d
:
cn
{)
t
163
tr CI
tr G'
r3
{) o"
a7 EE
d .F
o
.la
c)
,Z
,Z
?s
r3
e7
?s e7
e7
Efr
EE
EH
".1
rZ ?s
0{ 0
e
{) EI
cl
rJ
.a
1
c
'r(t
a
xc){)
x
a ()
c,
g ((t
0{
o
,Z ,Z ?s ?s aal alv
CI
fit
o
A
ta
.E
CI
o
z
E
..o
rl
zf; Ef;
&
cct
TL
tr d
() O' EI
z
cc,
E
tlCI E (\,
k
c)
0r
'68 t
() b0
-()
F.S .+i g
r.l
o{
&
&
tL
ll.
'E C)
(\l
Or
".1
& Ir,
E
Ez7
Eufr
dz
tr J al
a
ho J
o
C,)
E (6 at
C'
J'
€o|l
E- -o
c)
P{
ir-r
6
lr
d|
1J
Foo a E ql
v)
p F F
6tF tA( ct .tt H€
()
(l'rr .-J
xc)
.r4;>
C)
@
tr bo
tr
c,
'o ct
o d .F
6n
CI
a lr
Q-o Pll 6
-q at
9eA ?C' ()o naF
ora
A&
I&
o. tl(d tr C'
,
C'
h Gl
M
a a
6
F. (\t
b0 (\t
a
()
!4 (t ct *t #h tDs' 0"lQ
BAGIAN
II
TABEL. TABEL PENGANGGURAN DAN SETENGAH PENGAI\GGURAN
165
qeaqqenQqaqeeg€aeEeeqQaQaae I a rntt 6mNOlNNOlc.lNd vvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvv
ro € o\
:r:!g
a lr qt
xs
tll
rs€
ggg
;
FrFd
s
gi$
E
HHtsH
H i
i $€ €$u,s
diOO
s#
$;
I N ! v
E
EI
dl
qAeqAqqqeAAAeSASqAeAAqqegfi e u0 3s0 guuEE 8303s $$O3 33 3 3 8.33 s
G' d,
E
ql
5 k
c
A
q)
,,
a
M
v
,L
8tf (\l
I
#; I $;s ; s $g gig$g$ss €;3
!'
$
g€
Fs
i
tr q) AI eEQEAqAqqCAAaqqaqaeqqaqeqeq \ saEe.g gESese $s8. g e. g E.e. gt Es g gg g t\
cl
L
(v)
iltr 4l
o0 q)
ei
G'i E a{a t,A ta! .EI
.abo
E ,c)
i s s S;FE ;s s s F$i # S$*; r;
'v
ss
*ia
E
a o
s
,!a
€6
(l
F
8.
qEaa4qsqq9easseE€aaqgsaagqn
c,
llg 9gsr
o
(u
v
sl c99srs,
g g9s.
9c g 9g gg g g g I 9 =
|()
oi
sc 8" tr CI
o
dt
J
+
F tr ct Jtr
a o J'
EO
E
t
0
E
,.
,t E
u
R'
6t u, ct
\
g
Fsfi s 3 3 ;
;$*3
il t s € $u, s s; gi
^-^^I n s'a aQ$q9q g a8 eqs ea eaq' s0sE888Egs88eee88855s558dSS qqsqq
EJ
}(
€
E
e
i:
qt .F o ! o
E.
t\
o)
It
c6
)
0 L
sc sE
Ai o0
xe xct
o
E OD
Ei
x
t-{
a
i g gssuusgs st E s *fu ; ;3 s s s Fgi
.j oi ri v r; 6 r
od
o o .i ci r; .f d \o F- dj o. o ."i c.i di + ri \o diNNNNNNdN
a
F-
s CI
o
ct 6
o o E
s
c
r66
q € ;c
+(f ' a
lo
Ji
N
SP 8
$E 8 :u
e
C'l
tal
gE 8
S
8n d.i
6l F-
a-9
€ 6
c.l
s
X
I
\o ro\
d 6 ct (r,
(l)
€(|) il
in
@
q
(.)
u)
^oc((' trr
A
p
(t
o G' Lr (t)
+o
(!a)U' .!.'o
€ li
J4
E
E
q Jl-a) *{ l+{ Ct
o)
(!
tr
tv I
_Clltr
s8 8 ; F{
!f,
Frln $Q ,/i c.i
N=t \n6 t-l Fl ^f
ES I I RN 8 5
\o ar :t t'-
Fi tO
Rg r') oi
ca Fq\
q^ 8"
t+ \o Cl r-
xx
M
M
rr Gl 6f '?
F{€
.fc.i N
v)
6l
5
rf
&a F.{ ci
()
'tt
c)
dF
v)
i-{
ri-ia]
CO
tlf
r*o\
15 :
Fl
E ri
c.l
x
@
-i
F8 I : H.f
Q
o
U)
FGl
tlt
x
a
Eq
q$^
r) d
cO c.l
d
M
tr
5S I $$ 8
3
Hd
S
o) 0 o)
tc
+ogtt) (!Q
C!
,t(
.\lrDd
a0
Fr E
6t
S? \O\O
EE 8 .,i,'i A
E C.r
SE r
@o\ o.t t \d rj
qq. FE iI
R
s3 8 AJ d6 oi
A
S tO
-
?
A
14 O{ ct
Fd
I
G'
() AI
iltr
v)
o
o
tr
EOE O{ 6d
ct
a0
M
FtS
qq \o
.-d
c.l
:
@Q
(l)
L
E
cl
,L F.(
@
F-
U1
a0
5 dt
\o
tt fi
3R N$
.t)
,5(
qi
.t)
g
-r<
EE
I
bg il€ i.
gg E$i Eg$ t67
3
a5 r\
E
3
ts
$n sB=
I
!gH QO= Fl 0i
r,o
€ g\ A
€ €\ \a r\ g\
Gl F-
c'f ..f
c.t
O.
K
F- o, o oi ri \C)
\n
€
p
o.* F.!'i
it t-{ O ols
iic id o0r O.
v)
SHRor --*^-o
^.NJAAA \o i{i
\cj
U |J F{
';{C{
U)
f
N@ c.l O\
J.i d{
6l
R
Fl :Y
E
q
sdySQco S.E s
+3
F{
dv
c! ql
v
+l .:-loq rI E
(A
6!()t
q)
-t L =r t€)
$Z N6t
EV FE
tr)o\
F $8 7
ss ci ,/i
H8 t-'
3$8= dsgE
EF89
&q
6 g k ^og frd
F'
C)
'Fl o: -6(D
\o FF-\f Fi cO
d' co
-
U) v1
q)
f-' \O Fic!
E!
c!
a tr
cO F{
q\o-
(t) (6
n\
*:l
?.1
s$8s s3g3
(!) att
q)
co o\ cl
'l';d
t^o)
"l( bo A Er
E c!
tt
E ct' lr
a
Fri
ibe
v)
k(g ()J
k o J
0r
ss\o
\n
-g 'nd
\r/
c.r !f,
\o
rov
N$ ..x
=
d
l/)
O.
a I
a0 oo
J.-
.td{ (!
tr
Fi
t-el
E88e d..i d J
F-O\O@ rit
FR8$g
€s
\O
=ni= *
dF * €
0r
)4 Q
g
v.
sl
rfi
.s<
d;
o
F-{ r-l
s€8R u6 \ctoi
F{
co
6t oo
ti €)
I
E st
$$ Ebrilo =tuEi$s -$E
EE EElfi =$'.fl.$f oE"o, 168
\11Pa --.5\9\9 ra F g\
€
$s=
6
f-
C'\
u L El
(D
ctt .F
,v€ .= (.) Ftr{
(u
J1
o
ca
E 'X a
.tt
G'
q)
(D
o<
gi
\9$
oOF
999:-,:-,9
\-/vv
Fi
=;<= AAA === F{ !-{ ri
a<== ;<;<= vvvvvvvvv-.v!/\_lq,t-, .i-iA -,-d vvvvvvvvvru\_r\_J\_rLJ === =><;<
o\
A=
O.f
S\OOO !+(n\O oo o\ Fi
lar.+O\ tl c! 09
Fl
i-l
r-{ F{ Fl
\noOO\ \ot--\n ;iOOd c{ ca {
\,/v\-/
\./\/\./
r-l
x== :4.: ==>< Fl r-{ Fl
O^^ O== OAi O)<>< -
r-i
99aq. \ €. €!3S9 O\O\O\
6F>O !O=1 c'l q -f,- \o^ o- c'.\ q S!n\g V3'q1 O\O\ct\ 66O\
rr)cr\N vi q =t: ecei.+ 6O\O\
*rntr) \ to^ ".I ,rj$,/,
oOSQ tQno \doi-i'
t.n+F*t--ca ri-id F(\61
\r(\Iia or.-o Gfodd
q\O\.+ oc{c! odd,.i
-FC-i
-N(rl
\O\OoO \n\6\oi-iS F(\GI
-F(\.l
oQ.+q S!-Caee \OC{\O Erq\\c) -1 tQ\O^ qO\O rri cri,/i f- ln 9o 90 Cr- c.f f- CC- 0O tr- \o f- F*
\c)C)oO '+F.-r c.i c.i ol r..- t',i \b
OdO,O\
ooor\r.-r6b \i\6 6i d N F
cll ro 'rr
N6
6X €r
.+ (\ Fi
E:Sct
o{
."1 .f,Q\O^ rOQH
.+O^..I inFiOO -l vI tr)\O* O\\Otn
q.t)" n!f,4.,
d)"
9f 0c'.).q.'.l
N-'Q \trlo.l
r<
o €) ig
oo bI)
G
r-l
,4 AD e
cf}
\or4n
F
R
E (D
c.)"
tr
jq*
bo
.Y
(D
o\o|r}
q)
Ffu
N\f,O\ -t: c.t c.i
Gi
\f, \O \n ooo.a c.i -i e.i
e^{lr)q c! ca^ o,
N -i
6f
rrFr\o o'F-cA
+ c.i ,ri c"t c.t
F-
tr
€6l
g
c!
(l)
e ti
e
ile CE
tr
a0
E (l)
!
F
c.i
clq\.< .+ -.i \o
-i 6i ci -i 6i
.+ON \n * N
c"i
F
F
-
t-{
Fi
t-{
Fi
F{
F<
$\n.+ -
\o$ca
t.lF-crj oi c.i c.i
-
O-.{61 \o cfj F
ci e.i ; -i -i
\oorn !?a!a r-oooo !oa!D \oo\n FooQP l-aooo t--oo(i qo\6 O\O\O\ O'cr'O' O\O\O\ F
\Olr)tn tr1..f ,ci
r,{
Fi
t;
\oorn F-ocj b\O\6 F{
F{
r-.(
E
i:k tr
i:I
6t
l.h0
ta
A
a
?,
F
l-,1
Fr
o
cl
a
q)
.\
F
K
B
M
V)
169
' a
F{g 40tr
aO c)
B o\
Fgr bbx Ecs iti E 0..II
t-O' C.r cA O\ @ f- :f, A$f\Wt\Oir)f*^ in FS \d ,ri .d d ,/i -i (\t Fl F{ F{ r-{
qa -\o
f E
,L
Fi
E
bOa h0=
a)
!
E
A-^ C)
--0< O
O+aOF{aOOOOF{ c\l t-{ $ \O C.i O\ F{ c.fofoioic.i-i.id C.l + r-.1
Ca
8_a O C.l
O.(
ID
E E GI
EE d=
FE L
s
ctt cl 'F a)
&Q)O. o-v o
c-l tr- c{) o \o t-- o\ caFl.r).
\d-i-ic.fFJr/idrrt F{ t-l t-'{ t-{ Gl
\o
F{
cl
f6 =
F.
E
5v.r r-)
00 q)
ql
tt
C'
c)
&
f; o
Gt -c 'Fe otr Ji o)
n?
o'{
O\OtAtnCAN.+t+ tf, € C-l O\ oO C.l sf O F.{ F. Gl @ t-i \O OO CO r{ (\t
>
OI
FS
crl c.) $
s ,Ee c{,
=rn.+
!' a .E
tt|
g Qt.
o,
tr)O\\f,.+t+$_L FFC{CAtln\OT
Vrrrrrrll 'inolrr\ntnrnv F.{ c{
170
in
Ee=
hs bod oO q) trOr Gt._
box rl((l
ra
€ o\
pp r{
qshr
qo \o
$H+vi
><
[-{
E c! E B 6l
,!li
q) A
-
ah
c!
(a
tf{
l-<
S-e
l-i ;J (€trl bO q)
F0r qJ
OooOIO Fi tq €
dF.-i
C-
-6
=\o >
o'{
It E q)
a *cl L
ttr
-EL 9q) EO
-v
61 tr F{O
cd Ei 'rr C) 6tr{ j1 .!d _()d :F
:ftnriO o c.l
\o
+ -f c't C.l \O
F{ od
8a' RE )i co
I
Lr
,
il
Ei
a0 q)
Fr E
c6
rt
c! .P
d-qi
't-r
otr J4() ^oF..
cA*Nri
\n\oooo c.t S oi oi t-{ f*'
-s iin $
(u
,la (D
ol a a2 L (tt
o
'53 E
.,11
iB Cg
6t
C€
(l)
g Es EEEE EgEd
J,^ 'J-
t7l
ra
€ 0\
cf,
ilE ct c!
l.it
bod
bo c)
FA bo,}{ ECg
(r)!
\nt\c-l$$o\Fr(\
v1
AO-lIt*FlrlO\+Fl$ cd c.i ci.rj ca ol .o
dd
-i
dd
=trt
5€
0..FI
E
&=l cl' cg
g cl
v tr
6l
a0 6)
tt
l.i
bo
hos
tr5 CvE
b0 c)
E
o.,,
* \n C>\ F{ O ca .+' O\+lnN.iOinO-i \O rl
e=€
H C-.1 C{ O c\l + C{ c.I n" Fj:,qqoo^q \o.c{cfi \ocacqHo6lcaoo co (\I
8a
F-
AO
\ONO\F{$F(€OFl
c.) x=\o
Or
GI
a0
tr
€tu
FI H
r*E (?)5
E5 sa Fr
C,tri q) '!-1 q) tsr
A4
-v ,',rO S
C-l
= X
L
c.) c.) t-{
€g
ng q)
C')
E
v!o ,
str
t!
bo
tr
C)=
J4 :i
8e:
e{$.+oOf--cA\OF['- Fr O:i- O\ OO !f,
OO
\i
q.i
ri
\n Fi Fi
c"t
dd
c'i
tf)
-i d
-s ii rr I
q)
a
E C!
(g
E cll
,'
bo bo
(D
trtr
I o F,
epH aF vtl
.,ta q)
L
(A
a
trJ
hI)
d
bbE 9PdL
tr:F g
rE
OI)
E
-E e xE AFt gEE.,
ss ccg
EF E s -! .. E 5 bo--.9 >
=o EV
SgrsSSEes
58"
E"3i H: H'E€ E
t72
s\
rr.q ro
€ o\ d 6l
!
botr q.)
oO
qO. do.la
ctt d T'
O'
lI
o.i
b cr)Nc\lCrl€C{F OIc.) O f-$tnt*-O\OO\GlO tnt--\OHC-lcQOOO cO c.l co (\l
-rn =€ =\o
CB
E CE
a
h0 Ei
6 tr
cq
rX
€ ttg
Fr
bo.cl
boc
trd
s-d q)
EJor
\f, F{ aO
(\IcA\OOt*-cAC{OcO f- C.l rf, \O N m CO t-. 6l et Or (\l N € O\ O.-. ?<
\O
OOO*(.t^iNO\ra)F{ v?qq1it qclolc.l tnsf,$F{_icqOOO cq (\l
Iti
oooocoo\,1c)\oo\F{ o or\ @CaO\lr)Fr@N|.r)\O O\ caaOtr)F{+tOOO t-{ Cq
50
q)
F{
Fi
F{
C\
t-.i
-oo
x=\Oc.)
tu
€)
il
3 L
-E
q)
?>
(l)L -a EcE -6q
'a
E e)
cdtr q) 'r-
6A J4 .V ^
frr
(t)
tr
o
cd
\t'-
c\|
€
R6 )i c.r
I
ir
V fr
str ='
ct
a0 E q,
I
E
Clt d
o=
t^p
Ol
c!
€
*s }in.+
6t
L' (l) .L (D
I
ah
u
bo
.A
>.i;
E L
o
Cle cd a: C\t .-l
ES EN c)
E; tr/'\tr 8-a E F q E E EEF+?t,g ri ?j .cs e*I SgDr EIE HH***T g H
.;T
(
EgEAdd;Htrr5 r73
pS
s-^ cgO tr
?v
HE 3) bod
b0 a)
FF< b0f, cl ctt
o'rt
ra
€ g\
.-.{ O\
t-- lal
OOt.f,O\()\
<:
caFc.loio Fi
o|\
iinOO
Fl
\o
\o !-{9
-. ><
oo
Ai F:
(r, Gl
L
DO
tr .A
F ctt
ct)
lr F (D
bOb0E -l)
fo^0
EFI
o
t'- \O -i OO t'- F{ \O O C-l O\ C.) t\ t-{ ooooOtrtsf t-i
9A xca
r-\oF-o$ .r) \o^oo^vldlq dI .+oONc.trO rr) F<
5n co ii=E
C.l
f*.
tu
u h
cg
E
J
\ra
.qtr !'(t)
4) -(I) 5El EO
n-
a,,,
-h-i
F.
lC rr
9ttu 1! .\{
ctl
-lc F
ao
t-{
ilE =t
.(ll
AD
E (9
Fi E
€
c\t _c 'F9 g(l)trc.)
(D
^ofu
GI
c! .?
x
\o oo ao O !+ tr) F-{ -{ Orl I-r O\ c.)
.d c"id\ic.ic.i C{ Fi F-
3Rl tsln 9l
I
(D
I
ah,
€zt
|r
ah
t-l U) GI
Fr
bo
€€€E VVVV
Errrl
u.o.o!!
=(A) c,
sq+ff
E .3P
1tA
E
V)
t74
ra
€ g\ CE
c!
I
,^,^^
I IOOO\S\nt--OO\@rn qp.:\f,\OO\oc)rnlf)\Ovrt \i II O$\OvOOO\C.iC.t o -rn c{ o\.< v@ IlCAvv!/vv
t z^. E= lv i:/ r^| I
r
E
c!
vuvv ========><;<;<, A/iAd-i,i.i.i.<,i.{
N o\ \o I
vvvvvvv =F<=;<=======
IFTFFHFFFHFts
cll .? (D
,L q)
0r
Ecg
aD
E
l-{
F
bol 30b CgH
9Prr
b€ Q'r ;)i
e_{!Ot,C-$rn\OoOO+fOOt.-FO\F-t--oOf-|..|Ob c.i crt cri
d
6.i e.i
.-i
d
6.i.rr of
\o ol r-.
F
GI
00
E
cc! G'
rJ
cli
.ol vd E> Gl
sl
F-( ! tr c)
cdE (u '!a C)H
&
_y,
cj
-tu Frr'1C
-9\n'+cacAOC{oOF{O q\ cfl'q o. -161 \O aaro^ooqQ F- oO + o\ r..) od Ci f!Q c-lF{N Jc{ao C{
\o
oo^ F{
c\
E
x6t
€ t!4 F L
t
s C6
AD
q)
t
^.6
nr tr 't-
(l)
Jd
L
q)
q)
"B= €?
A
L
aD
rt)
fJ
cg
trE !sod
c)rJ.e
Hp q
d
S"3 hotr
(rt
Eu
tn c-
(g '-i
G .F
xo,
oo cA
tr
cl
G'
nr
I-oQSq(r> -f, o\ oO \O c-tSOc\rnca $ oO F- -+ oO -i g, N jod6iodc.ioir.ic.i ro F* r* r- o\ oo t-- oo o\ F_ r_ ti
H bo € -E 5:j
-o crt
s trE .f,*Sl"* g€t.qF"$Fr#*g E
El€sHEsgeir H H f-t t+t tr
175
tr
lf;
€ c\
ca o\ c{ +r4(\lr-F-.+ oO C{ t--
-jA Htr
*
Fi
v
aa Ft
\/
v
ta F-
rn
C- C{ v OO a.) t-{ F{
\/
\/
F{
===,=== {,ii.{,{A vv|Uvv ===;<== Fi ti
F{
F{
an* :f, lal
t
r-{ $ \o\oln c'i .f
GI
o\ \o
vvvvv
6t
E
6l
r-{
t-{
ca
\o f..
tr
cl'
cl .?
botr boo
q)
,y €)
FA b0x
to
ctt
a
c,
r: cg o'<,
AiT
6f-i
r{
6
GI
(A
3
L.
tE
o)
T
CT\
Yt
E6
?l
FJ'6l €
.9tr ii'
l'1F.O
.'V..
+oi{F{
oorC)
eE
r-{
Fi
(rl
.f, F.l
0\oo\ q .'r
€^
!f, c\ r-{ \n CO ta
\o
ooF{
GI
F*
F.{
k;t
str 6l
00
E (D
A
tr c!
€
c! .:?
ct 'ni -Q
(')tr &c) A ^li
q)
cq o\ o, sc{-\oo\n c"t $' (-- oi t*€
oo
oo
od
rfl
S gH €8. g$ 5 .$E .3 Sfl !F9 Y 3 3-e E-e 7 d i=e = == gE fi fiE fr & fl
g
\n
c.I
t-
Ai
.l.q)
HH
(h
3
rv
*4./ VHH dv
!
L 0
o
t*- o\ -tr \O OO d
cg
l-i- c€ -5Y E
a)Q A;< I
(t)
:E Hb E E EEOFSbSF L.L.LiJlJL.y,
qo
ll
t76
s
tr .7
ooeGaaa p e$ $ F e F ea s\/vs a, cregN E = B8
ae8B555 ==== .-i-AA.iAAA
ro € o\
=======
ol o\ \o
==
G
cl
c 6l
p tr
\qcqr--oocb=6,r; =:lc\toorn*OO\c.r c.iddc.ie.ic{c.i-+
c!
GI .?
e 'l'q)
A(h
{&AAq$"K oi Fj .ri .ri rri ..i
E
r-c)
c-l
l=i a
J
Gt
i\i
;d ;
qg + .f
ol
(l)
t.ta raE XA =o) ?H -
=r
qQoo-f,lQg9ctO\oo cq oo oo F{ \O^ rci" "? hnAoiF
q
q,
,ll 6l tt
F L
d cntr 00
tb0
oo
ti
c0 I
e
E* ojib0
c!
tt)
o0
tr q)
,t)
-q
sE
{
€g H A5 S
d
li'
c) q) "l.
H .a
t
5 F-dE Fc.c:'ER dl/AFtv
&I tr
(n
E
RI
!'
gO q)
A(€
.9tr i-i (l)\
Gl
x
EF
E'+.8+rgd H ES&Sot a RF)Acsc\,:ig€ F F: E * E5 5E 5E &g E$ JH 'FA d tZ $ $ $ sE $ $ $s $ E !E E E Eg H F E flflflflflFeflp'sE r77
s GI
E)
r') a g\
g^ E-
(\lFtf\cOO\€f-QOOO-F t\.l fS vO\ QO F v(v) vH \/ cQ v6 C-.1 O\ .{ vf\-/ v\/\/ +
|/.)
rn
r-
x=)<====-5-6 u9vvvvv=,{=,i.-i,i,iA,iAA uvvvvvv=x=-===---6 i-t F{ r{ F{ r-{ r{ Ft -i =
6t
cl
!
r-a F.{
E
6l F.r
tr
6t
H€
(l)
$E
'flG ,l(
€) A H GI
€
$*
corc€F{r-'Qoo €\ooorf,l/no\r.-rJ'
ro
I oo I o\ ca Ca Al
o\
| [\ 6l
c.r
@
EF
69
(rt
CE
60
E Gl
e (!
$fr 9Fr
EE
El
x(D tt 6lZ
'!
d c.ictltc'id -it.ioi coNN c{cr)Nc.rcA cO
rCQ
F
Fl
-l ra5 qi
oi\OOt.- | OOC.)OC--r \OC{aO OO\OIOO\
'FS op J4tr (t)q)
Fs
O\ \f, lal \O \O cl^l C.l CO F Q c') +C)NInc.)FrOoF\O\OCt) \O \O @ OO \O tr- Fi \O \O q) \O \o tr- \o \o F* \o t-- \o \o c) \o
o\ ("). c\o
(|) H
r! r!
! F li
5
ilE 6l
EO
E o) Fr E
6l
rE
s! .F (D
c d
'!a q)
A( (l)
,L q) (A
.t)
k
d;i b0?
(t
a
B=
A
€
Fr
€a
SE
o.H c!.d
L
-r H.$E"u €
tE e$He't *g gl!gE,EEris5E F€
178
s GI
E
=
HOMES
(A Household Model for Economic and Social Studies)
Oleh:
Dr. Budi Suradji
1. KEGUNAAIT
RUMAH TANGGA SEBAGAI UNIT ANALISA
Dengan ketiadaan registrasi penduduk di Indonesia, maka sumber utama data untuk perencanaan dan
analisis adalah hasil sensus atau survai. Untuk bidang kependudukan sumber data tersebut adalah Sensus Penduduk atau Survai Kependudukan.
Dalam menggunakan hasil sensus dary'atau survai tersebut, model analisis dan perencanaan masih terikat pada penggunaan individu baik sebagai unit analisis maupun perhitungan. Misalnya, dalam penghiluagan proyeksi tenaga kerja masih terpaku pada bagaimana asumsi pola partisipasi dalam angkatan kerja dan partisipasi dalam pendidikan (terutama untuk kelompok umur muda) untuk masing-masing penduduk. Hal ini sudah cukup baik dan dapat diterima hingga saat ini. Namun, jika diinginkan proyeksi tenaga kerja wanita dapat ditimbulkan pertanyaan apakah asumsi kedua variabel
itu sudah memadai ? Bagaimana kalau di masyarakat timbul gejala rrreningkatnya jumlah wanita yang 'ditinggal suamin atau makin banyak wanita yang lebih senang hidup mandiri ?. Sementara itu, dalam realita kehidupan, rumah tangga merupakan faktor dominan dalam pembentukan perilaku manusia dan masyarakat baik perilaku sosial, ekonomi, budaya, dan seb4uinya.
Hal ini dirasakan mulai dari pertumbuhan perilaku seseorang di rumah sampai dengan keputusan ekonomis yang harus dia lakukan setelah dia sendiri menjadi pembuat keputusan. Contoh klasik yang lebih banyak berlaku pada kehidupan yadg masih tradisional adalah pembuatan keputusan mengenai
pendidikan anak-anak. Orang tua akan mempertimbangkan anaknya berapa orang, komposisinya bagaimana dan sebagainya. Salah satu contoh keputusan misalnya anak tertua tidak perlu pendidikan yang terlalu tinggi sehingga dapat segera bekerja dan membantu pembiayaan pendidikan adik-adiknya.
Di dalam masyarakat dengan tingkat status ekonomi yang rendah sering terdapat pertimbangan yang sangat sulit. Misalnya antara mengirimkan anak sekolah atau memaksa menghentikan sekolah untuk membantu menambah penghasilan. Keadaan ini akan sangat tergantung pada komposisi dari rumah
tangayangbersangkutan. Dengan demikian, secara umum dapat dikatakan bahwa rumah tangga adalah unit terkecil yang penting baik secara ekonomis, sosial, psikologis, dan sebagainya.
179
Dari kedua ulasan di atas, terasa bahwa analisis dan perencanadn akan lebih mengena jika memperhitungkan kondisi dan komposisi rumah tangga sementara model masih terpaku pada individu sebagai unit analisis.
2. PENGERTIAN RUMAH TANGGA Dalam analisis danperencanaanseringkali dicampuradukkan antara istilah rumah tangga dankeluarga. Yang paling sering adalah penggunaan rata-rata jumlah anggota rumah tangga perumah tangga (househotd size) hasil dari Sensus Penduduk yang sering diterjemahkan sebagai rata-rata anggota
keluarga (fatnity sin).
Definisi yang dipakai dalam pengumpulan data kependudukan mengenai rumah tangga adalah sekelompok orang yang tinggal bersama dan makan dari satu dapur. Sedangkan yang dimaksudkan anggota rumah bogga adalah semua orang yang tinggal dan makan di rumah tangga tersebut.
Dari kedua pengertian di atas terlihat perbedaan antara pengertian rumah tangga dengan pengertian keluarjn yang lebih mementingkan hubungan darah antara kepala keluarga dengan anggotanya. Sementara itu pengertian keluarga kurang mempunyai makna dalam artian ekonomi maupun sosial.
3. PENGERTIAN HOMES Dengan memperhatikan pentingnya rumah tangga dalam analisis dan perencanaan maka perlu dikembangkan model analisis yang menggunakan rumah tangga sebagai unit analisis. Dalam kaitan ini, dapat pula diketengahkan bahwa telah terdapat beberapa model namun model-model tersebut hanya menghasilkan proyeksi jumlah rumah tangga dan jumlah kepala rumah tangga. Dengan demikian, model-model proyeksi yang ada tidak mempersoalkan susunan serta komposisi dari rumah tangga yang sengat relevan dalam perencanaan dan analisis.
Berdasarkan keadaan tersebut dan untuk mengisi kesenjangan yang ada, telah dikembangkan model HOMES (a Household Model for Economic and Social Studies) yang merupakan model yang dikembangkan untuk menghitung proyeksi jumlah dan ciri-ciri rumah tangga.
Dalam perhitungan proyeksi jumlah dan ciri-ciri rumah tangga dengan menggunakan model HOMES digunakan metode headship yaitu metode yang memakai angka kekepalarumahtanggaan (headship rates) sebagai dasar perhitungannya. Angka kekepalarumahtanggaan ini menunjukkan peluang seseorang akan dinyatakan sebagai kepala rumah tangga.
180
Selain peluang sebagai kepala rumah tangga (lrcadship rates) juga dipakai peluang sebagai anak
darikepalarumahtangga (childofheadrstes),onngtuadarikepalarumahtanga(parentofheadrotes), cucu dari kepala rumah tangga (grandchild of head rates), dan anggota lain dari rumah tangga (other hous ehold memb er rate s ).
Dengan memakai beberapa jenis peluang tersebut, metodologi yang dipakai dalam model HOMES memungkinkan perhitungan proyeksi yang meliput susunan/komposisi rumah tangga, antara lain: kepala rumah tangga, isteri kepala rumah tangga, anak-anak, cucu, orang tua dan anggota rumah tangga lainnya termasuk umur dan jenis kelamin mereka.
4. HOMES INPUT HOMES membutuhkan beberapa data input yang digunakan dalam proses penghitungan proyeksi rrlmah tangga. Jenis data pertama yang dibutuhkan adalah data penduduk menurut hubungan dengan kepala rumah tangga. Jenis data ini pada umumnya dikumpulkan dalam setiap sensus penduduk atau survai kependudukan. Atas dasar data ini dapat ditabulasikan (yang disebut dengan HOMES Pre-Stage 1) jumlah penduduk menurut status masing-masing apakah sebagai kepala rumah tangga, anggota rumah tangga, atau anggota dari rumah tangga khusus.
Selanjutnya, berdasarkan hasil tabulasi tersebut, program HOMES (yang disebut dengan HOMES Stage 1) akan dapat dipakai untuk menghitung angka peluang yang disebutkan di atas serta jumlah anak menurut jenis rumah tangga. Pada tingkat pembahasan ini, dapat disampaikan bahwa perhitungan angka-angka peluang tersebut di atas (rates) masihharus dilakukan dengan komputer besar (Main Frame,) karena perhitungan nya membutuhkan matriks yang besar karena datanya juga besar. Program ini sudah tersedia di Biro Pusat Statistik Jakarta. Namun demikian, hasil penghitungan peluangnya dapat dibuat langsung dalam
diskette.
Di samping data penduduk menurut status hubungan dengan kepala rumah tangga, HOMES juga memerlukan data jumlah penduduk menurut jenis kelamin dan kelompok umur lima tahunan serta data angka fcrtilitas menurut kelompok umur lima tahun (Age Speciftc Feftitity Rates). Sementara itu, angka proyeksi dari data-data yang disebutkan akhir ini juga diperlukan untuk dapat melakukan proyeksi jumlah rumah tanqga dan ciri-cirinya. Jenis data lain yang diperlukan adalah Intergenerational weight yang menunjukkan pola distribusi anggota rumah tangga antar generasi. Pola ini sudah diberikan dalam program HOMES yang dihasilkan
dari studi yang dilakukan oleh East-West Population Institute dengan mengamati pola beberapa negara.
181
Data-data tersebut (peluang, jumlah penduduk dan angka fertilitas termasuk proyeksinya, "c;t,r intergenerational weights) merupakan data input bagi program HOMES (sering disebut sebagai HOMES Stage -2) untuk penghitungan proyeksi rumah tangga termasuk ciri-cirinya. Program HOMES ini sendiri sudah dibuat dalam bentuk diskette sehingga dapat dikerjakan dengan memakai PC (Personel Computer).
5. HOMES OUTPUT Tehnik proyeksi dengan menggunakan model HOMES ini pada dasarnya akan menghasilkan lima jenis data, yaitu: a. Jumlah rumah tangga.
b. Jumlah anggauta rumah tangga. c. Jumlah anggauta rumah tangga menurut umur dan jenis kelamin anggauta rumah tangga. d. Rata-rata jumlah anggauta rumah tangga per rumah tangga.
e. Rata-rata jumlah anggautarumah tanggaper rumah tanggamenurut umur anggauta rumah tangga.
Data proyeksi tersebut di atas selanjutnya dapat dikelompokkan menurut tiga macam kategori yaitu: a. Jenis rumah tangga; b. Jenis kelamin kepala rumah tangga; c. Umur dari suami/isteri atau kepala rumah tangga.
Sementara itu, jenis rumah tangga dapat dibedakan menurut empat jenis: 1. Rumah tangga lengkap (intact households).
2. Rumah tangga tidak lengkap (singlc headed households). 3. Rumah tangga perseorangan (primary individual households). 4. Rumah tangga tunggal (one person households).
Dalam perhitungan, rumah tangga juga dibedakan antara rumah tangga keluarga (family households) yaitu rumah tanggayanganggauta-anggauta rumah tangganyamempunyai hubungan darah (famili/keluarga) dan rumah tangga bukan keluarga (non family households) yaitu rumah tanega yang anggauta-anggauta rumah tangganya tidak mempunyai hubungan darah.
6. PERSYARATAN MENJAI--ANKAN HOMES Program HOMES dapat dijalankan dengan menggunakan komputer yang minimal mempunyai sistem dua floppy disk drives dengan paling sedikit mempunyai 640 K-RAM. Akan lebih baik dan sangat disarankan jika pengguna msnggunakan komputer yang mempunyai sistem hard disk dan mathematical co-processor.
r82
Dalam menjalankan program HOMES di samping hal-hal yarig telah disebutkan di atas, syarat-syarat berikut ini juga harus dipcnuhi, yaitu dibutuhkan minimal DOS Versi 3.0; HOMES Software dan data-data input HOMES lainnya.
7. PENERAPAN
MODEL HOMES
Beberapa model yang pernah diterapkan dengan menggunakan data Survei atau Sensus hanya dapat menghasilkan data jumlah rumah tangga dan jumlah kepala rumah tangga menurut umur dan jenis kelamin kepala rumah tangga. Hal ini berarti model-model tersebut belum mempertimbangkan komposisi dari rumah tangga. Sehubungan dengan hal tersebut, model HOMES berusaha untuk memperhitungkan pengaruh perubahan keadaan demografi terhadap jumlah dan komposisi rumah tangga ke dalam metode
perhitungannya. Dengan demikian HOMES mcrupakan tehnik proyeksi tepat guna bagi negara-negara yang susunan rumah tangganya masih merupakan keluarga besar (extended households) maupun rumah tangga yang terdiri dari keluarga beberapa generasi (multigenerational house holds). Selanjutnya HOMES juga dapat diterapkan sebagai masukan dalam perencanaan pembangunan dengan melakukan analisa interaksi antara perubahan keadaan ekonomi dan kependudukan. Perubahan
dalam jumlah dan ciri-ciri demografi rumah tangga selanjutnya akan mempunyai dampak terhadap kebutuhan akan rumah. Makin banyak jumlah rumah tangga tentu diperlukan lebih banyak rumah. Lebih lanjut lagi dapat diperhitungkan jenis rumah apakah rumah untuk rumah tangga besar atau rumah tangga kecil. Pola pengeluaran, misalnya berapa bagian pengeluaran rumah tangga yang digunakan untuk konsumsi makanan, pakaian, kesehatan dan lain-lain pasti akan dipengaruhi oleh komposisi rumah tangganya. Contoh lain berhubungan dengan pola ketenagakerjaan terutama partisipasi angkatan kerja wanita. Makin banyak rumah tangga dengan wanita sebagai kepala rumah tanga berarti makin besar kesempatan kerja yang diperlukan oleh wanita sehingga partisipasi wanita dalam angkatan kerja akan meningkat. Hal ini berkaitan dengan kenyataan bahwa kepala rumah tangga harus bertanggung jawab atas kehidupan anggauta rumah tangganya sehingga kepala rumah tangga harus berpenghasilan atau
harus berpartisipasi dalam angkatan kerja. Pada saat ini analisa dengan me nggunakan model HOMES sedang dicobakan di Indonesia dengan
menggunakan data-data hasil Scnsus Penduduk 1980 dan survei lainnya. Sementara ini, bidang yang
diliput dalam analisa tersebut adalah perumahan, tabungan, pola pengeluaran, kesempatan kerja dan upah, pendidikan, kesehatan dan keluarga berencana.
183
SISTEM INFORMASI DAN PEMANTAUAN Oleh:
Prof. J.L. Tamba
Sistem informasi adalah satu satuan kegiatan atau peralatan bagi suatu kelompok manusia untuk mempersiapkan satu tujuan tertentu. Sebelum sistem informasi yang akan digunakan itu disusun terlebih dahulu harus dijelaskan apa tujuannya. Setelah dapat dijelaskan apa tujuan yang akan dicapai, kemudian baru dikumpulkan berbagai informasi yang berhubungarVrelevan. Artinya, suatu informasi baru akan
memiliki arti hanya apabila memiliki kaitan dengan permasalahan yang akan dipecahkan. Dalam kaitan ini ada baiknyalebih dahulu dipahami mekanisme kerja suatu pengembangan sistem (system development). Pada tahap awal penyusunan suatu sistem informasi terlebih dahulu dilakukan
suatu penelitian pendahuluan (preliminary investigotionJ. Ini berguna untuk mengumpulkan informasi yang berhubungan serta untuk merumuskan permasalahan yang dihadapi.
Setelah tahapan pertama dapat cliselesaikan maka tahapan selanjutnya adalah mengidentifikasikan berbagai kebutuhan (detennination of requirentents) serta rncni/,cmbangkan suatu prototype dari sistem yang akan digunakan.
Tahap selanjutnya adalah membuat design dari sisten yang akan digunakan kemudian mengembangkan sistem yang bersangkutan denngan mengujinya pada kasus tertentu yang relevan, baru
kemudian sistem diimplementasikan dalam memecahkan berbagai permasalahan yang kita hadapi. Berhubungan denngan sistem informasi yang dikembangkan ada satu hal yang pokok yaitu adanya data dan informasi. Informasi yang digunakan harus relevan dengan permasalahan atau tujuan yang akan
dicapai. Informasi atau keterangan dapat berhubungan dengan masalah berjalannya sistem itu sendiri dan berguna bagi perencanaan yang akan dilakukan. Karena itu informasi dan pemantauan saling berkaitan.
DATA Seperti telah dikatakan di atas, dalam sustu informasi terdapat data-data dan informasi yang relevan. Ada dua sumber data dan informasi, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang belum diolah yang kita dapati dari sumber pertamanya melalui survey, 1,r'nelitian, pemantauan dan
184
lainlain. data sekunder adalah data yang telah diolah menjadi tabulasi, analisa deskriptif yang dapat diperoleh dari berbagai laporan, penerbitan dan lain-lain. Berkaitan dengan masalah data, dalam suatu sistem informasi biasanya terdapat suatu kumpulan data yang siap kita pakai yang biasa disebut dengan Bank Data. Bank data dapat berupa manual atau
elektronik. Bank data yang bersifat manual terdiri dari tabel-tabel, kartokik, gambar atau grafik, teks, microphase dan lain'lain. Yang berupa elektronik terdiri dariperalatan kontputer, dish hard distc, floppy
tape dan lain-lain.
Dalam
suatu sistem, informasi terdapat jalur informasi dari sumber data atau informasi ke pengolah data kemudian ke pemakai data atau informasi tersebut. Jalur dari sumber data ke pengolah data serta dari pengolah data ke pemakai bersifat timbal balik atau dua arah. Di samping terdapat jalur yang bersifat langsung dari pengolah data ke pemakai juga terdapat perantara yaitu Bank Data. Sebaliknya dari pemakai data memberikan input berupa informasi kepada pengolah data yang kemudian keluar dalam bentuk laporan dan masuk ke Bank data.
SISTEM INFORMASI DAN PERENCANAAN Sistem informasi dibuat biasanya untuk tujuan perencanaan atau pdngambilan keputusan. Setiap orang sesuai dengan kedudukannya adalah para pengambil keputusan. Baik itu seorang menteri,
kepala biro
atau personel operator adalah para pengambil keputusan walaupun cakupan dari keputusan itu berbeda
jangkauannya. Karena itu setiap orang atau setiap tingkatan (level) manajemen memerlukan sistem informasi dan pemantauan. Sistem informasi dan pemantauan diperlukan agar rencana dan kerja yang dilakukan dapat diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Informasi dan pemantauan ada pada setiap tahap perencanaan dan kegiatan. Baik itu pada level yang tinggi maupun pada level yang rendah. Perbedaannya adalah pada luasnya cakupan informasi
dan
pemantauan itu. Semakin tinggi level perencanaan informasi yang dibutuhkan lebih banyak dan kompleks. Sistem yang dibutuhkan juga lebih kompleks. Informasi yang diperlukan biasanya clalam garis-garis besar (tidak terlalu mendetail). Sebaliknya dalam level yang lebih rendah cakupan informasi lebih sempit, informasi
diperlukanlebih mendetail. Sisteminformasi dan pemantauanyang digunakanbiasanya lebih sederhana.
Data yang diketahui oleh seorang Dirjen mengenai permasalahan tertentu di daerah misalnya hanya bersifat keterangan-keterangan aggregate yang bersifat garis-garis besar sebaliknya informasi yang lebih mendetail harus dimiliki oleh mereka yang secra langsung berhubungan dengan masalah tersebut misalnya, para kepala bagian di daerah. Sehingga tcrdapat jenjang informasi yang diperlukan yang cakupannya berbeda-beda dari satu level pimpinan tertentu ke level yang lebih bawah atau lebih
tinggi.
185
Berikut ini adalah suatu pembagian peran dalam suatu sistem infoimasi yang biasa diterapkan misalnya dalam suatu departemen. Pada tingkatan yang paling atas (top management) yang biasa dijabat oleh seorang menteri type kegiatan yang dilaksanakan adalah memformulasikan kebijakan, berupa rencana-rencana strategis yang akan dicapai atau untuk memecahkan masalah-masalah tertentu. Perencanaanpada tingkat inidifokuskan pada formulasi tujuan-tujuan dalam garisbesar serta kebijakan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Fada tingkat sedikit lebih bawah (deputy) kegiatan yang dilaksanakan adalah memformulasikan program kegiatan dan monitoring. Fokus perencanaannya
adalah pada tingkat ini adalah menterjemahkan kebijakan dari level di atas ke dalam program-program kegiatan serta menerapkan sistem tertentu agar program yang akan dilaksanakan berjalan secara efektif dan efisien.
Pada tingkat selanjutnya (tingkat Kepala Biro), type kegiatannya adalah memformulasikan proyek-proyek yang akan dilaksanakan serta monitoring pelaksanaan proyek tersebut. Fokus perenca naannya adalah menterjemahkan program-program yang telah dirumuskan pada level manajemen yang
lebih atas tadi ke dalam proyek-proyek serta mengembangkan suatu sistem bagi pelaksanaan proyek tersebut agar berjalan efektif dan efesien. Pada level yangpalingbawah adalah para pelaksana-pelaksana kegiatan, fokus perencanaannya
adalah mengontrol operasi dari hari ke hari serta memberikan masukan-masukan kepada tingkat manajemen yang lebih tinggi mengenai pelaksanaan kegiatan yang dilakukan untuk perbaikan pada perencanaan selanjutnya.
Dalam setiap tingkat perencanaan itu kegiatan monitoring tetap dilaksanakan. Pada tingkat yang paling bawah monitoring dilakukan untuk mengamati pelaksanaan kegiatan sehari. Masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan merupakan bahan masukan bagi tingkat manajemen yang lebih tinggi bagi perencanaan di masa datang. Sedang pada tahap managemen yang lebih tinggi kegiatan monitoring dimaksudkan untuk mengetahui apakah kebijakan, program atau proyek-proyek yang dilakukan sudah berjalan sesuai dengan yang telah direncanakan. Selain itu monitoring juga untuk diutjukan untuk mendapatkan masukan dari tingkatan manajemen yang lebih rendah.
186
OPERASI DAN PEMELIHARAAN Oleh:
Prof. J.L. Tamba
Dalam sistem anggaran yang berlaku, biaya Operasi dan Pemeliharaan (O&P) termasuk dalam biaya
rutin. Namun demikian alokasi biaya O&P dalam biaya rutin terlalu kecil serta pengajuan biaya rutin relatif lebih sulit maka Bappenas mengambil kebijakan mengalokasikan biaya itu dalam pos tersendiri. Besar/tecilnya biaya OP sangat tergantung pada banyak sedikitnya yang mau di OP. Biaya operasi-- biaya yang memungkinkan sesuatu fungsi dapat dilakukan dengan baik. Misalnya dalam suatu kantor agar kantor itu dapat melakukan fungsinya maka perlu biaya kertas, serta berbagai stationaries. Sedangkan biaya pemeliharaan adalah biaya untuk merawat berbagai peralatan yang tahan lama misalnya gedung, mobil, mesin tik dan lainJain.
Dengan pembangunan yang hampir berjalan lima pelita makin banyak investasi yang dilakukan sehi"gga untuk menjamin melalui investasi itu diperlukan biaya pengoperasiannya serta pemeliha raannya. karena suatu alat bila dipakai terus menerus mutunya terus menurun sehingga harus diadakan perbaikan. Biaya perbaikan itu disebut biaya pemeliharaan. hal itu dimaksudkan agar pe ralatan itu dapat
berfungsi dengan baik. Contohnya, misalnya komputer, biaya operasionalnya adalah pembelian disket, listrik kertas. Sedangkan pemeliharaannya misalnya kebersihannya, kerusakannya dan lainlain. Bila kerusakannya sudah sedemikian rupa maka dilakukan rehabilitasi. Rehabilitasi bukan hanya sekedar perbaikan atas peralatan dan barang- barang tetapijuga mengandung peningkatan fungsi.
Agar investasi yang telah dilakukan misalnya membangun irigasi, waduk dan lain-lain dapat berfungsi dengan baik maka harus diadakan pengoperasian dan pemeliharaan. Dari situ maka timbul biaya pengoperasian dan pemeliharaan.
Makin banyak yang dibangun maka makin banyak biaya pengoperasian dan pemeliharaan. Sehingga makin lama membangun biaya O&P makin besar serta sistem informasi yang diperlukan semakin besar. Besarnya biaya operasional alokasinya berbeda dari daerah yang satu dengan daerah lainnya. Bila satu daerah mengonsetrasikan diri pada masalah perbaikan misalnya maka alokasi untuk biaya itu lebih
187
besar. Bila daerah yang lainnya misalnya mengonsentrasikan pada masalah kesehatan maka pengalokasiannya lebih besar ke masalah kesehatan.
188
DISKUSI PANEL: KESESUAIAN PERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN TENAGA KERIA
Oleh:
DR. Aris Pongtuluran dan Drs Maman Setiawan MA.
PENDAHULUAI\ Dalam pelatihan ini kami diminta untuk memimpin diskusi mengenai nKesesuaian Persediaan dan kebutuhan Tenaga KerJa'. Untuk pengantar diskusi, di sini disajikan suatu tulisan sebagai pancingan kepadapesertaguna menggairahkansuasana diskusi. Bahan-bahan yang disajikandiambil daribeberapa studi yang dikerjakan oleh Kelompok Kerja Pengembangan Sumber Daya Manusia. Kelompok kerja ini merupakan wadah kerjasama lintas departemen terkait (yaitu Bappenas, Depdikbud, Depnaker, dan BPS) dan dikoordinasikan oleh Deputi Ketua Bappenas Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Sumber Daya Alam. Sejak empat tahun yang lalu Kelompok Kerja Pengembangan Sumber Daya Manusia telah melakukan bebelapa studi yang berkaitan dengan masalah-masalah pengembangan dan perencanaan sumber daya manusia secara makro, baik tingkat pusat maupun tingkat propinsi. Beberapa studi yang dihasilkan oleh kelompok ini berupa studi-studi proyeksi penyediaan dan kebutuhan tenaga kerja terdidik yang drjabarkan menurut keahliaan. Proyeksi-proyeksi tenaga kerja kerja terdidik tersebut masing-masing memiliki metoda, asumsi, dan teknik analisis yang berlainan. Dengan demikian studi-studi tersebut terkadang dilaksanakan secara terpisah dan disesuaikan menurut kebutuhan. Oleh karena masing-masing studi dianalisis secara terpisah, maka masing-masing studi memiliki keunikan, sementara itu hasil analisisnya hanya berkaitan dengan sisi yang bersangkutan.
Berdasarkan pertimbangan di atas, diperlukan suatu teknik analisis yang menggabungkan hasil proyeksi persediaan dan kebutuhan. Secara umum teknik analisis dimaksudkan untuk memperoleh informasi yang lebih berguna mengenai kesesuaian antara program-program pendidikan dengan tuntutan lapangan kerja berdasarkan jenis keahlian. Dengan demikian, pada ulasan lebih lanjut, dicoba ditelaah lebih mendalam, khususnya mengenai permasalahan keadaan selama Pelita V, dan berikutnya dicari berbagai upaya pemecahannya.
189
PERMASAI-AHAN Bebarapa gejala yang menarik telah ditemukan daiam studi-st udi yang dilakukan oleh kelompok ini sejak studi pertama yang dilakukannya pada tahun 1987/1988. Salah satu gejala yang secara konsisten
diperlihatkan oleh hasil-hasil studi tersebut ialah trahwa kesempatan kerja yang diperkirakan akan tersedia pada berbagai jenis lapangan usaha sebagian besar akan terbuka bagi mereka yang berpendidikan rendah. Jika tenaga kerja berpendidikan rendah yang lebih banyak dibutuhkan, maka jenis lapangan kerja yang ada masih menggunakan proses produksi tradisional. Proses produksi seperti ini ditandai dengan beberapa karakteristik sebagai berikut: (1) umumnya berada pada kegiatan-kegiatan ekonomi informal; (2) masih menggunakan teknologi yang sangat sederhana; (3) bersifat
n on-nenurnerarfl yaitu proses produksi yang masih berorientasi pada kegiatan produksi untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau disebut kegiatan ekonomi yang bersifat subsistence; (4) memiliki produktivitas yang sangat rendah; dan (5) pola pengolahan yang belum efisien, karena belum didukung oleh pendayagunaan teknologi maju.
Kelima karakteristik dari proses produksi yang tradisional tersebut menyebabkan rendahnya produktivitas sektoral yangpadagilirannya mengakibatkan rendahnya produktivitas nasional. Terlalu besarnya proporsi kebutuhan tenaga kerja berpendidikan rendah (SD ke bawah) sekaligus merupakan petunjuk bahwa proporsi kesempatan kerja untuk tenaga kerja lulusan pendidikan tinggi masih relatif rendah dalam berbagai sektor ekonomi. Rendahnya pendayagunaan tenaga lulusan pendidikan tinggi ini merupakan petunjuk dari rendahnya pemanfaatan teknologi maju dalam dunia produksi, yang pada gilirannya akan mempengaruhi rendahnya produktivitas sektoral. Studi-studi perkiraan tenaga kerja ini merupakan suatu langkah penting dalam rangka melakukan pcnelaahan terhadapjumlah persediaan tenaga kerja terdidik dan relevansinya terhadap kebutuhan tenaga kerja.
TUJUAIY Tulisan ini ingin melakukan analisis mengenai kemampuan prqgram pendidikan dalam menghasilkan lulusan menurut jenis-jcnis keahlian. Selanjutnya akan dilakukan kajian terhadap kesesuaian antara jenis-jenis keahlian dengan kesempatan kerja yang sesuai. Sumber utama dari analisis ini diambil dari beberapa studi, dan khususnya dari studi: (a) Perencanaan Pendidikan dan Kesempatan Kerja Dalam Pengembangan Simber Daya manusia (1938/89); (b) Proyeksi Kebutuhan dan Persedian Tenaga Kerja
Menurut Jenis Jabatan dan Pendidikan Tahun 1994 sld 2003 (1989/90); dan (c) Proyeksi penyediaan dan Kebutuhan Tenaga Kerja Tamatan Pendidikan Tinggi 19%-2m3 (1990/91).
Analisis keseimbangan antara penyediaan dan kebutuhan ini memperlihatkan pola pendayagunaan tenaga kerja lulusan pendidikan di dunia kerja sebagai gambaran dari tingkat efisiensi
190
eksternal program pendidikan. Dunia pendidikan dapat dikatakan efisien secara eksternaljika sebagian besar lulusannya memperoleh pekerjaan. Analisis ini akan memberikan gambaran mengenai jenis-jenis
keahlian mana yang perlu dikembangkan dan keahlian mana yang perlu dikendalikan pertumbuhannya di kemudian hari sehingga pola pendayagunaan lulusannya di dunia kerja menjadi semakin efisien. Hasil analisis ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi para perencana dalam pengembangan sumber daya manusia yang dilakukan secara lintas sektoral baik departemen yang menghasilkan tenaga kerja
lulusan pendidikan tinggi, departemen yang mengelola penempatan kerja, maupun departemen-departemen teknis yang mengelola upaya penciptaan kesempatan kerja.
PERENCANAAN TENAGA KER"IA Dalam rangka menghasilan kesesuaian antara persediaan dan kebutuhan tenaga kerja diperlukan suatu perencanaan ketenagakerjaan. Perencanaan tenaga kerja pada umumnya mencakup dua unsur kegiatan utama. Unsur pertama adalah perencanaan kebutuhan tenaga kerja di berbagai bidang kegiatan
pembangunan sesuai dengan perkiraan perkembangan dan pertumbuhan di berbagai sektor, dari kegiatan ini didapat gambaran mengenai tenaga kerja yang dibutuhkan khususnya menurut kualifikasi pendidikan. Dalam perkiraan-perkiraan kebutuhan ini diperhitungkan kecenderungan-kecenderungan yang ada, khususnya perkembangan kegiatan ekonomi, dalam penyerapan tenaga kerja menurut pendidikan.
IJnsur kedua dalam kegiatan perencanaan tenaga kerja adalah perkiraan mengenai keluaran pendidikan, baik yang lulus maupun yang putus sekolah dari setiap tingkatan pendidikan sebagai hasil suatu sistem pendidikan. Pada perkiraan lulusan dan putus sekolah yang masuk dalam kelompok angkatan kerja tersebut diperhitungkan bukan saja kemampuan pembiayaan tetapijuga kecenderungan
demografs dan pilihan masyarakat berdasarkan pengalaman yang ada. Baik perkiraan-perkiraan mengenai kebutuhan tenaga kerja maupun penyediaan tenaga kerja menurut tingkat pendidikan dilaksanakan secara terkoordinasi. Demikian juga dalam penentuan jumlah keluaran pendidikan yang memasuki angkatan kerja serta langkah-langkah di bidang penyediaan lapangan kerja dilaksanakan secara terkoordinasi. Dengan demikian kebijakan-kebijakan yang dirumuskan di bidang perencanaan tenaga kerja merupakan hasil pengkajian di antara berbagai pihak. Masalah ketenagakerjaan adalah masalah lintas sektoral yang harus ditangani oleh semuq pihak, baik pemerintah maupun masyarakat. Perencanaan ketenagakerjaan seyogyanya merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dalam pembangunan sektor masing-masing guna mencapai sasaran yang diinginkan, baik peningkatan nilai tambah maupun penciptaan lapangan kerja baru. Dengan demikian, keterpaduan perencanaan harus dimulai dari kebijaksanaan makro antar sektor dan antar daerah, serta kebijaksanaan mikro di setiap sektor dan daerah.
191
BEBERAPA TEMUAIY HASIL STUDI Berdasarkan pengkajian yang ada maka selama kurun waktu Repelita V diperkirakan terdapat pertambahan angkatan kerja sebesar 11,9 juta orang. Mereka terdiri dari lulusan SD dan SD ke bawah sebanyak 4.347 ribu, lulusan SLTP 2.257 ribu, lulusan SLTA 4.233 ribu dan lulusan perguruan tinggi program D-3 dan S-l sebanyak 1.024 ribu (Tabel 1).
Di lain pihak jumlah lapangan kerja baru yang tercipta selama Repelita V diperkirakan sebanyak 11,5 juta. l-apangan kerja tersebut diperuntukkan bagi tenaga kerja lulusan SD dan SD ke bawah sebanyak 5.484 ribu, lulusan SLTP sebanyak2.547 ribu, lulusan SMTA sebanyak 2.J}63 ribu dan lulusan perguruan linggi program D-3 dan S-1 sebanyak 517 ribu (Tabel 1).
Tabel 1. Keseimbangan Pertambahan Kebutuhan dan Penyedlaan Tenaga KerJa menurut Pendidikan selama Repelita V
(dalam ribuan orang)
Kebutuhan
Penyedian
Tingkat Pendidikan
Keseimbangan Keseimbangan'
J^W l^w SD ke bawah
SLTP Umum SLTP Kejuruan
SLTA Umum
SLTA Kejuruan PT Program D-3 PT Program S-1
TotaI
3,3 t.4ll,g r2,3 1.551,0 13,5 343,7 3,0 173,2 1,5
4.y7,4 K,7 2.104,0 I7,7 153,4 1,3 2.lgl,0 19,5 2.041,9 77,2 393,3 3,3 (rn,6 5,3
tt..slo,1 100
t1.ft6t,5 100
5.484,1 4,6 2.164,1 1g,g
'382,7
(1.136,7) ( 60,1)
(229,3) 779,1 490,9 49,6 457,4
350.8
Penjelasan: Dari tabel di atas terlihat bahwa kebutuhan tenaga kerja Perguruan Tinggi sebanyak 516,9 ribu, sedangkan penyediaannya sejumlah 1.023,9 ribu. Dengan demikian terdapat kelebihan
'
tenaga kerja lulusan Perguruan Tinggi sebanyak 507 ribu. Penyediaan - Kebutuhan
Keseimbangan
:
t92
Dilihat secara sektoral, maka dari 11,5 juta lapangan kerja yang tercipta tersebut, tampaknya didominasi oleh 3 sektor terbesar, yaitu sektor pertanian, perdagangan dan industri. Sektor pertanian sebanyak 4.059 ribu, sektor perdagangan menyediakan 2.668 ribu, dan sektor industri 2.312 ribu. Sisanya sebanyak 2.472 ribu disediakan oleh sektor-sektor pertambangan, listrik, bangunan, angkutan, bank dan jasa-jasa. (Tabel 2).
Tabel 2.
Tambahan Kesempatan Kerja Menurut Iapangan PekerJaan Utama dan Tingkat pendidikan Selama Repelita V Lapangan Pekerjaan
Pertanian
Industri Listrik Bangun- perda- Angkut- Rank
Tambang
an gangan
(1)
(2)
SD ke bawah 2982179
SLTP
Umum
SLTP
Kej.
75M6
(3) (37930)
(5)
131ss46
3130f3 3fl,3476
1e6s 74srt
t2/.54l
SLTA Umum 1(R513
SLTAKej. 8976/ PTProg. D 33370 PTProg. S-1 376
Total
(4)
(7)
(8)
472
336850 138990
y'32
2sw3
rw9T2 Ury6
r2r43r
(2886)
15317 273/]09
(6)
6296
8s52 223759 1058s 2811 U732 99 3141 1('8;Oz 2t2S
'26132
74920 52857
107273 339779
1827&
16719 9123
78r''5
(481)
Jasa
an
(e)
(10) (rl)
(4!n1) (76116s)
(m7,
2r4s3 (34)
s484105
$2M4 2rsr3r 29763 x2723
4?844 tt37t 539410 1411891 3l?96 4670 946258 1551002 w7 6417 272n2 yffi2 3019
3t4t
4059207 6958 23t2z4t 20095 6r7s73 2rr;7s62 4g4:rl3 18510
135973
173219
r3r4z1s 11510734
Penje|asan:Apabi|apcrtumbuhanekonomiselamaRepe|itaVbisadicapai57,p" adalah scbagaimana JEng telah ditetapkan serta apabila teknologi dan investasi serta kebijakan-kebijakan lain yang digunakan adalah sesuai untuk mendukung perluasan lapangan kerja produktif, maka lapangan kerja yang tercipta selama Repelita V menurut pcndidikan di berbagai sektor adalah sebagaimana yang diperlihatkan dalam Tabel. Pertumbuhan sektoral:
Peftanian:3,64o Pertambangan:
O,4 Vo
Industri:8,5 % Listrik, Gas dan Ah
:.
l0,O Vo
Bangunan : 6,0 7o Perdagangan: &,OVo
Pcngangkutan &,2Vo Bc.nk:6967o Pemeintah:7,0 Vo Jasa-jasa:. 6,0 Vo
L93
Tabel 3.
Struktur Pertumbuhan dan Persedian Tenaga Kerja Menurut Pendidikan, Periode 19E8 - 3003 (dalam persen)
Periode Waktu
Tingkat Pendidikan
1988-1993
1993-ry)8
Kebutuhan Persediaan
1998-2003
Kebutuhan Persediaan
Kebutuha
Persediaan
SD Ke bawah
47.&
u.92
n.$
15.95
19.65
SLTP
22.t3
m.95
25.r2
21..n
n.x
15.16
SLTA KT SLTA Umum PT Prog. D-3
13.47
19.85
17.25
17.70
1.9.1
m.70
12.27
m.75
23.7
29.98
24.n
39.30
2.99
3.78
4.40
5.33
6.27
7.&
PT Prog. S-1
1.50
5.75
2.37
9.9
3.32
14.77
100
100
100
100
rr5to734
11862276
1257W63
12964946
Total
(")
100 13292792
2.6r
100
13709100
Perkembangan ketenagakerjaan yang terjadi dalam periode Repelita V tampaknya hanya mengalami sedikit perubahan bila dibandingkan dengan perkembangan ketenagakerjaan sampai pada Repelita VII. Struktur kebutuhan dan persediaan tenaga kerja menururt pendidikan periode 19gg-2003 dapat dilihat pada Tabel 3,yangsecara garis besarnya sama dengan keadaan sebelumnya.
Kesimpulan umum yang dapat ditarik dari perkiraan kebutuhan dan penyediaan tenaga kerja berdasarkan pendidikan adalah terlihat bahwa proporsi kelebihan penyediaan tenaga kerja terdapat pada tingkat-tingkat pendidikan yang lebih tinggi (SLTA dan Perguruan Tinggi). Sebaliknya bagi angkatan kerja yang berpendidikan rendah (SLTP dan SD ke bawah) justru mengalami kekurangan penyediaan. Dengan demikian tampaklah bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan angkatan kerja maka akan semakin besar tingkat penganggurannya.
194
KESENJANGAIY HORISONTAL DAN VERTIKAL Selama ini ada keyakinan yang hampir menjadi suatu mitos yaitu mengenai peranan pendidikan dalam menyediakan tenaga kerja produktif sehingga selanjutnya dapat memberikan kontribusi terhadap
pertumbuhan ekonomi. Namun karena perubahan penciptaan lapangan kerjaL/pertumbuhan ekonomi tidak memadai, maka pengalaman selama ini menunjukkanbahwa kesempatan pendidikanyangsemakin meluas cenderung menghasilkan penganggur terdidik. Jika hal ini terus berlanjut maka tidak mustahil kesenjangan akan semakin besar antara penciptaan lapangan kerja dengan penyediaan tenaga terdidik.
Jumlah angkatan kerja yang dihasilkan oleh sistem pendidikan dapat dianggap "fixed", tidak tergantung dari tingkat pertumbuhan ekonomi. Kesenjangan antara kebutuhan dan penyediaan tenaga kerjadiperkirakantetap terjadi, dimanabiasanyajumlahkebutuhan lebihkecil dari penyediaan. Dengan demikian kesenjangan ini menggambarkan kekurangan lapangan kerja secara umum.
Di lain pihak terdapat pula kesenjangan di antara distribusi tenaga kerja terdidik dengan tersedianya lapangan pekerjaan dalam masyarakat. Kesenjangan ini bersifat vertikal dan horisontal. Kesenjangan vertikal ialah bahwa meningkatnya tenaga kerja terdidik ternyata lebih pesat dari meningkatnya jumlah lapangan kerja yang dianggap sesuai dengan tenaga kerja berpendidikan demikian. Dilihat dari segi jumlah, maka kesenjangan vertikal ini terutama menyangkut angkatan kerja yang berpendidikan SLTA. Sebagian besar lapangan kerja yang tersedia adalah bersifat bekerja sendiri atau pekerja keluarga di sektor pertanian dan hanya sebagian kecil yang bersifat buruh/karyawan di sektor di luar sektor pertanian sebagaimana yang biasanya dikehendaki. Gambaran serupa terjadi pula di lingkungan lulusan perguruan tinggi. Terlihat bahwa jumlah
angkatan kerja dengan pendidikan perguruan tinggi lebih pesat pertumbuhannya daripada
pertumbuhan lapangan kerja yang biasanya dilakukan oleh angftatan kerja dengan pendidikan tinggi. Selarns llgtelita v diperkirakanjumlah angkatan kerja dengan pendidikan perguruan tinggi bertambah dengan cukup pesat. Di lain pihak jumlah lapangan kerja bagi tenaga kerja yang berpendidikan perguruan tinggi bertambah dengan lebih lambat. Kesenjangan lainnya adalah kesenjangan horisontal. Artinya adalah perbedaan antara jumlah lulusan menurut cabang ilmu pengetahuan dan profesi di satu pihak dibandingkan dengan perkiraan jenis kebutuhan secara profesi oleh pasar kerja di lain pihak. Menurut hasil studi, terdapat kelebihan tenaga kerja yang berpendidikan tinggi dibandingkan dengan tersedianya lapangan kerja yang biasanya dilakukan oleh para lulusan perguruan tinggi. Kelebihan ini terutama menyangkut bidang ilmu yang
kurang diminati oleh kegiatan pembangunan. Tingkat kelebihan tidak sama pacla semua cabang ilmu.
Adanya kelebihan jumlah tenaga sarjana berbagai bidang dibandingkan dengan jumlah pekerjaan yang biasanya dilaksanakan tidaklah berarti bahwa tenaga sarjana tidak termanfaatkan. Bila
pertumbuhan ekonomi selama Repelita
sasaran
V
yaitu sebesar 57o per tahun dapat tercapai dan bila
pertumbuhan berbagai sektor sebagaimana yang direncanakan maka tenaga kerja sarjana tersebut akan
195
dibutuhkan untuk mcngisi lapangan kerja yang terbuka. Lapangan kerja ini adalah lapangan kerja yang biasanya dilaksanakan tidak oleh tenaga kerja sarjana. Dengan demikian sebenarnya terbuka suatu kesempatan untuk memanfaatkan tenaga terdidik ini guna meningkatkan produktivitas lapangan kerja yang tersedia dan sekaligus meningkatkan daya saing ekonomi Indonesia. Bilamana pertumbuhan
ekonomi dapat diusahakan lebih dari SVo per tahun maka penyerapan tenaga sarjana juga akan meningkat.
Masalah kesenjangan baik horisontat maupun vertikal bukanlah hanya masalah jumlah. Kesenjangan ini berkaitan pula di satu pihak, dengan meningkatnya permintaan akan pendidikan dari masyarakat yang begitu pesat dan di lain pihak, kemampuan sistem pendidikan untuk memberikan keluaran yang bermutu. Di samping itu kecepatan pertumbuhan teknologi produksi di luar lebih cepat daripada yang dapat dijangkau oleh sistem pendidikan yang harus berpegang pada suatu kurikulum pendidikan yang tidak dapat diubah setiap saat. Kiranya untuk memperkecil kesenjangan ini perlu ditingkatkan efisiensi mekanisme yang mengaitkan dunia kerja dengan dunia pendidikan. Dibutuhkan suatu "jembatan emas" di antara keduanya yaitu pemagangan serta pelatihan.
PENUTUP Salah satu ciri dari pasar kerja dalam negara berkembang yang sedang membangun seperti Indonesia ialah pesatnya perubahan-perubahan yang terjadi sebagai akibat perubahan teknologi dan perubahan ekonomi pada umumnya. Oleh karena itu, diperlukan adanya pendekatan timbal balik antara dunia kerja dengan dunia pendidikan.
Dalam rangka pemanfaatan tenaga lulusan suatu pendidikan sebaiknya disarankan agar mereka mau melakukan pekerjaan pada lapangan kerja yang biasanya tidak dilakukan oleh lulusan tingkat pendidikan tersebut. Bilamana para lulusan tersebut bekerja maka hal ini berarti akan meningkatkan produktivitas dan efisiensi lapangan kerja yang ada. Untuk itu kiranya pelatihan-pelatihan jangka
pendek bagi mereka sangat dibutuhkan. Lebih jauh harus diciptakan suatu mekanisme yang memungkinkan "shift" ke pekerjaan yang lebih sesuai.
lJnsur penting lainnya dalam mempersiapkan kcluaran pendidikan yang memasuki pasar kerja adalah sikap yang berkaitan dengan kewiraswastaan. Sikap kewiraswastaan adalah sikap yang ditandai
oleh kesediaan bekerja di luar sektor pemerintah serta sikap-sikap lain yang dinutuhkan bagi keberhasilan di sektor luar pemerintah terscbut. Sikap kewiraswastaan penting untuk dipupuk dan dikembangkan selama masa pendidikan karena sebagian besar lapangan kerja yang tersedia diperkiraka.n bersumber dari sektor non-pemerintah. Sikap ini pulalah yang akan mendorong ke arah konsepsi pendidikan "siap kerja'f'siap latih" dan bukan pendidikan unluk "siap pakai". Jakarta, 20 Juni 191.
19()
MASALAH KESEHATAN DAN DI INDONESIA
GIZ,T
Oleh:
Ascobat Gani
I. PENDAHULUAI\ Dalam makalah ini disampaikan beberapa pokok bahasan yang berkaitan dengan masalah kesehatan dao
gri
Indonesia. Ada empat pokok bahasan yang disampaikan yaitu:
1. Kesehatan, Sumber Daya Manusia dan Pembangunan
2. Masalah Kesehatan dan Gizi 3. Masalah Sumber Daya Pembangunan Kesehatan
Uraian secara terperinci disampaikan untuk butir 2 (Masalah Kesehatan dan Gizi). Sedangkan untuk topik-topik lainnya akan disampaikan secara lisan atau disampaikan secara sangat ringkas dalam makalah ini.
II. KESEHATAN, SUMBER DAYA MANUSIA, PEMBANGUNAN a. SDM, elemen esensial pembangunan Para pakar pembangunan menyebutkan bahwa stabililas, kesehatan ekonomi (economic unity) dan kualitas sumber daya manusia merupakan elemen esensial untuk menjamin keberhasilan pembangunan suatu bangsa, khususnya pembangunan ekonomi. Sumber Daya Alam, modal uang dan teknologi, walaupun besar pengaruhnya, tidak dalam urutan pertama seperti halnya ketiga elemen tersebut di atas.
b. Masalah SDM: kuantitas dan kualitas
t97
Pertanyaan yang sedng dilontarkan sehubungan dengan SDM di Indonesia adalah: apakah penduduk yang jumlahnya 180 juta sekarang ini merupakan modal pembangunan atau justru merupakan beban pembangunan. Pertanyaan ini mengusik pikiran oleh karena kenyataan menunjukan bahwa dari segi
kuantitas memang Indonesia memiliki jumlah penduduk yang sangat besar, akan tetapi dari segi kualitasnya masih memprihatinkan. Salah satu indikatornya adalah keadaan kualitas fisik penduduk tersebut seperti terlihat dari berbagai indikator derajat kesehatan. Betulkah kesehatan memberi kontribusi pada pembangunan, khususnya pembangunan ekonomi? Berbagai bukti empiris dapat dikemukakan di sini. Peningkatan derajat kesehatan (penurunan kematiaan) terbukti berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Amerika Serikat, yaitu pada awal abad 20 ini. Pengaruh tersebut memang menurun menurut data tahun 1960-1980, oleh karena setelah derajat kesehatan mencapai keadaan optimal, peranan faktor lain menjadi menonjol r). Fenomena yang terjadi di Amerika Serikat pada awal abad 20 tersebut masih valid untuk banyak negara berkembang. Khususnya bagi kelompok penduduk yang "employed". Pemberantasan anemia,
tubercolosis, malaria pada kelompok pekerja atau petani, seperti ditunjukkan dalam beberapa studi milao terbukti dapat meningkatkan produktivitas secara bermakna.
III. MASAI-AH KESEHATAN 1.
Morbiditas
a. Prevalens
penpkit
Menurut hasil SKRT yang dilakukan oleh Depkes RI, prevalens penyakit pada tahun 1980 adalah 11,5
per 100 penduduk, yang kemudian menurun sampai 8,3 pada tahun 1986. Dengan demikian ada perbaikan sebesar
3o/o atau penurunan sekitar 28 7o. Menurunnya angka prevalens ini bisa menunjukkan perbaikan derajat kesehatan, atau mungkin juga disebabkan oleh hal lain, misalnya faktor perbedaan
metoda survey.
Kalau diperinci menurut umur, maka diperoleh angka 'Age specific prevalence rateu, seperti disajikan dalam tabel berikut:
penyakit menurut kelompok umur, SKRT 19t0 dan SKRT 19E6 Kelompok Umur
SKRT 1980
SKRT
1986
<1
15,8
l-4
16,3
19,4
18,1
5-14 15-54
7,2
5r7
9,9
6rl
198
55+
25,2
15,1
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa prevalens penyakit sangat tinggi pada kelompok dan anak-anak.
Tabel di atas juga menunjukkan bahwa walaupun telah terjadi penurunan prevalens penyakit antara 1980 sampai 1986, penurunan tersebut tampaknya tidak terjadi di kalangan anak balita. perbaikan status kesehatan tampaknya lebih terjadi pada kelompok usia yang labih tua. b. Jenls
Penpkit.
Penyakit-penyakit utama yang menyerang penduduk adalah infeksi saluran pernafasan akut (ISpA, penyakit kulit, penyakit gigi dan mulut dan saluran pernafasan lainnya, malaria, penyakit susunan syaraf, penyakitjantung dan pembuluh darah, penyaftit diare, dan penyakit tubercolosa. pada tahun 1980, ke senrbilan jenis penyakit tersebut merupakan 82,4Vo dari seluruh penyakit dan pada tahun 1980 merupakan 89,2Vo keseluruhan penyakit. Seperti dapat dilihat dalam Tabel-2, sekitar 25 penyakit Vo
yang diderita penduduk Indonesia adalah infeksi akut saluran pernafasan.
Kalau dibandingkan pola penyakit antara 1980 dengan 1986, tampaknya tidak banyak berbeda. Penyakit-penyakit yang dominan masih tetap penyakit infeksi.
Tabel 2. 1980 dan
I
Penyakit
1. ISPA
?.6,1
25,6
2. Infeksi kulit/jaringan bawah kulit 3. Gigi, mulut, saluran pencernaan
7,9
9,1
8,0
813
4. Infeksi lain
6,7
'l,g
5. Bronchitis. asma
8.0
716
6. Malaria
1,6
7,3
7. Penyakit susunan syaraf 8. Penyakit Jantung & pembuluh darah
6,8
6,8
512
6,3
9. Diare
6,8
5,3
Total:
l99
Dari data SKRt
1986 dapat dilihat distribusi jenis penyakit menurut kelompok umur. Untuk anak
di bawah satu tahun dan
1-4
tahun, penyakit-penyakit utama adalah ISPA, diare dan infeksi kulit, Dalam
ke{ua kelompok umur ini, ISPA merupakan
4OVo
dari semua penyakit.
ISPA sebetulnya terdiri dariberbagai macam infeksi seperti influensa, bronchitis, pharyngitis, dan bronchopeumonia. Sebetulnya hanya bronchopneumonia yang bisa berakibat fatal (dengan Case Fatality Rate tinggi). penyakit ini sangat ditentukan oleh keadaan gizi tubuh dan sanitasi lingkungan perumahan.
Diare lebih banyak menyerang anak di bawah satu tahun dibandingkan dengan anak 1 - 4 tahun, masing-masing tSVo dian IlVo. penyakit ini biasanya disebabkan oleh kontaminasi makanan dan minumanolehkuman petryakit.Jadiyangmenentukan adalah kebersihan makandan minum, yangsangar ditentukan oleh keadaan sosial ekonomi rumah tangga. Dengan keadaan gsziyangburuk,akibat yang ditimbulkan diare menjadi lebih berat. Demikian pula halnya dengan infeksi kulit yang merupakan lYLo penyakit anak di bawah 1 tahun dan l4Vo penyakit anak 1 - 4 tahun, juga disebabkan oleh kebersihan lingkungan. Jadi jelas bahwa ketiga jenis penyakit tersebut, yang merupakan hampir 70Vo penyakit yang menyerang anak-anak, semuanya berkaitan dengan kondisi lingkungan yang buruk. Dalam kelompokusia dewasa, khususnya di atas 54tahun, penyakit utama adalah penyakit jantung dan pembuluh darah, yakni mencapai hampir L67o disusul gangguan muskuloskeletal dan tuberculosis.
c.
Ilanslsl Epldemtologis
Sehubungan dengan masalah penyakit yang telah dikemukakan di atas, dapat disampaikan di sini suatu
gejala yang mulai nampak akhi-akhir ini, yaitu berubahnya pola penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit-penyakit kardiovaskuler dan degeneratif. ini terjadi akibat mulai bergesernya struktur umur penduduk, dimana porsi penduduk berusia tua makin besar. Akibatnya insiden penyakit-penyakit yang khas untuk kelompok usia tua makin besar.
Di samping itu, modernisasi kehidupan juga menyebabkan meningkatnya gangguan kesehatan khas untuk kehidupan modern: kecelakaan, keracunan dan gangguan mental.
Keadaan ini disebut sebagai transisi epidemiologis. Sementara penyakit "rakyat" seperti infeksi kuman dan parasit dan kurangg1zimasih banyak mengenai penduduk, penyakit-penyakit "canggih" yang disebutkan di atas mulai meminta perhatian letrih.
2m
d. Kesehatan dan produktivitas Beberapa besar kontribusi kesehatan untuk pembangunan? Malenbaum melakukan analisis terhadap
22 negara berkembang, dengan menggunakan data makro ekonomi selama tahun l!b0-an hasilnya
adalah sebagai berikut:
Xl :
133
+ O.t44X2 + 0.38X3 - 0.13X4 _ 0.00095X5 -0.o24C6
12.21 [0.731
12.71
[33.81
[0.251
dalam halini: 11 : produksi pertanian X2 : tenaga kerja sektor pertanian X3 = pupuk
X4 : ang*a kematian bayi X5 : ratio dokter/penduduk
zf
:
ang*abuta huruf
Rumus tersebut menerangkan sektor 62 Vo darivariasi output pertanian (R2 0.62). Tampak bahwahanya seperlima dari variasi output pertanian tersebut ditentukan oleh variable pertanian, hampir 4/5 ditentukan oleh variabel kesehatan dan hanya sekitar z Vo olehvariabel derajat buta huruf.
:
Berbagai analisa mikro juga mendukung hasil analisa makro tersebut. Misalnya adalah hasil Dr' Darwin Karyadi di kalangan pemetik teh dan penyadap karet di Jawa Barat, yang menunjukkan bahwa pengobatan anemia pada pekerja dapat meningkatkan output sampai sekitar 15
penelitian Vo.
2. MASAL.AH
GIZI
a. Masalah gizi Di Indonesia ada 4 masalah gizi utama yang dihadapi, yaitu Kurang Enerji dan protein (KEp), Anemia, Kurang Iodium dan Kurang Vitamin A. Penelitian mengenai masalah gzi dilndonesia tebih banyak dilakukan pada anak-anak dan ibu hamil. oleh sebab itu masalah gizi padagolongan procluktif tidak
banyak diketahui.
Dalam Susenas 1985 misalnya diklakukan survey anthropometri terhadap balita di Indonesia menderita gizi kurang dari berbagai tingkat;yaitu 40 vokuranggszi ringan, rrrokuranggzi sedangdan
n1
l,TVokurangginberat.Kuranggld balita ini lebih banyak ditemukan di daerah pedesaan dibandingkan dengan daerah perkotaan (Tabel- )
Tabel 4. Keadaan Gizi Balita (Standar Berat/Umur)
Gizi Kurang
Ringan 40,0
Sedang
Berat
11,1
t,7
Dalam tabel tersebut tampak bahwa persentase balita dengan status kurang berat relatif kecil, yaitul,'lVo. Tetapi kalau dihitung jumlah absolutnya, akan tampak bobot masalah gizi yang dihadapi. Misalnya, dengan menggunakan data penduduk 1985, jumlah balita dengan kurang giziberat adalah 372.m. Untuk kurang gizi sedang jumlahnya adalah 2,4 juta. Dengan demikian, jumlah balita kurang
gzi sedang dan berat di Indonesia diperkirakan sebesar 3 juta. Masalah g:zi dapatjuga dinilai dari jumlah bal yang lahir dengan berat badan di bawah normal (kurang dari 2500 gram, yang disebut Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Pada tahun 1985, atas dasar laporanPuskesmasdiperkirakanangkaBBLRsebesar T4To.Padatahunlg8T,puslitbangGizimeneliti
BBLR di propinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatra Barat dan Nusa Tenggara Timur atas data pada KMS ibu hamil. Hasilnya menunjukkan bahwa angka BBLR untuk keempat propinsi tersebut adalah 8,2Vo.
BBLR sangat erat kaitannya dengan status gizi ibu hamit. Gambaran status gizi ibu hamil dapat dilihat misalnya dari prevalensi anemia. Dalam SKRT 1986 ditemukan bahwa HB rata-rata ibu hamil adalah 8,7 grVo,cukup jauh di bawah normal (l2gVo).Secara keseluruhan, prevalens anemia di antara ibu hamil cukup tinggi, yaitu 67,7Vo. Keadaan ini tidak banyak berubah dibandingkan dengan keadaan
tahun 1980 (sekitar
7O Vo).
Keadaan anemia pada ibu hamil menunjukkan seriusnya masalah-masalah perinatal di Indonesia. Diketahui bahwa anemia ibu hamil mempunyai kontribusi terhadap komplikasi kehamilan seperti perdarahan, vitium cordius (sakit jantung), lahir prematur, BBLR, clan lain-lain. Data SKRT 19g6 menunjukkan bahwa anemia ibu hamil cenderung meninggi pada ibu berusia lebih tua, pada paritas yang lebih banyak dan pada usia kehamilan yang lebih lanjut (Tabel-5). Misalnya, resiko menderita anemia
berat pada paritas ke lima adalah dua kali lipat pada trimester II dibandingkan dengan trimester I usia kehamilan.
202
Tabet 5. Prevalensi Anemia Pada lbu Hamil Menurut Usia. Paritas dan Usia Kehamilan.
Usia lbu
20
(
m-29
30
Normal
22,6
27,7
24,5
Anemia- R Anemia-B
72,9
69,0
70,'1.
4,6
3,3
5,4
R:
ringan
B:
Paritas
Trimester
1-4
II
III
31,3
'26,0
19,5
3I,6
27,5 g,g
65,9
70,5
72,9
(t6,1
2,9
3,5
7S
2,3
ffi,5 4,0
7l,g 4,4
berat )
Masalah gizi lainnya adalah defisiensi Jodium. Pada tahun 1980-19g2 dilakukan survey di 25 propinsi untuk mengukur masalah ini (di luar DKI clan Irian Jaya). Hasilnya menunjukkan bahwa 6,6 persen penduduk menderita kekurangan jodium endemik ( endemic goiter) dan 0,5 persen sudah
menderita cretinisme (gangguan pertumbuhan). Kekurangan jodium ini terutama ditemukan di Sumatra Barat ( 40 persen endemic goiter dan 5 persen cretinisme), D.I. yogyakarta (30 persen endemic goiter dan3 7o cretinisme). Masalah gizi utama yang keempat adalah defisiensi vitamin A. perhitungan yang dilakukan pada tahun 1984 menghasilkan perkiraan jumlah balita yang kekurangan vitamin A sebanyak 375.mo orang. Dari ;;;;rl-h tcrsebut, sepertiganya diperkirakan akan menjadi buta.
b. Gizi dan Kualitas SDM - Gizi dan pertumbuhan fisik - Gizi dan pertumbuhan mentaUinteligensia - Gizi dan produktivitas
3. MORTALITAS Berikut ini disampaikan gambaran beberapa jenis angka kematian di Indonesia seperti cDR, ASDR (IMR' Kematian Balita dan MMR). Sejauh data memungkinkan, juga dicoba menerangkan faktor-
faktor yang berkaitan dengan kematian tersebut.
m3
a. Angka Kematlan Kasar
Gambaran mengenai kematian kasar di lndonesia menunjukkan penurunan dari tahun ke tahun. CDR
pada tahun 1988 diperkirakan 7,90/1000 pcnduduk untuk kurun waktu 1980-1985, CDR adalah 10,52 dan sebelumnya untuk kurun waktu 1971-1980, angka CDR tersebut adalah 13,20.
Tabel 6.
Distribusl Angka Kematian Kasar Antar Prdpinsl (1985 - f90)
No.
Propinsi
No.
CDR
Propinsi
2. Sumatera lJtara
8.2
T5.NTB 16.NTT
3. Sumatera Barat
r0.5
17. Timor
1.
DI. Aceh
7.9
CDR
lz.2 9.8
Timur
lt.4
4.Riau
8.3
5. Jambi
8.2
19. Kalimantan Tengah
7.6
6. Sumatera Selatan
8.1
20. Kalimantan Selatan
9.5
7. Bengkulu
7.3
21. Kalimantan timur
6.7
8. Lampung
6.7
22. Sulawesi Utara
8.6
9. DKI. Jakarta
4.9
23. Sulawesi Tengah
10. Jawa Barat
9.2
24. Sulawesi Selatan9.0
11. Jawa Tengah
8.7
25. Sulawesi Tenggara
8.6
12.Dl. Yogyakarta 13. Jawa Timur
7.6
26.Maluku
9.5
9.0
2iT.Irianlaya
8.5
14.Bali
8.2
Indonesia
7.9
18. Kalimantan Barat
9.1
10.4
Sumber : BPS, Proyeksi Penduduk Indonesia Per propinsi 1985 - 1995
CDR bervariasi antar propinsi, seperti dapat dilihat pdaTabel6. Variasi antara propinsi ini sacara teoritis tidakmenggambarkan variasistatuskesehatan, karena diketahui bahwaCDR sangat dipengaruhi oleh struktur umur penduduk. Misalnya CDR di DI Yogyakarra (7,6) lebih tinggi daripada Lampung (6,7), kemungkinan disebabkan lebih besarnya jumlah kelompok usia lanjut di DIY. Apakah yang menjadi sebab kematian tersebut ? Dalam SKRT tahun 1971, 1980 dan 1986 juga diteliti pola penyakit penyebab kematian. Dalam SKRT 1986, dipertimbangkan bahwa sebab kematian
m4
bisa lebih dari satu macam penyakit. Oleh sebab itu hasil SKRT 1986 menunjukkan penyakit sebagai penyebab utama kematian dan penyakit sebagai keadaan yang berhubungan dengan kematian tersebut.
Hasilnya disampaikan dalam Tabel 7. Tampak bahwa diare dan radang saluran pernafasan bagian bawah merupakan penyebab utama kematian di Indonesia. Secara keseluruhan, penyebab kematian adalah berbagai macam penyakit infeksi. Kalau dibandingkan dengan keadaan 1971, memang terjadi kenaikan penyakit kardiovaskular sebagai penyebab kematian, yaitu dari 5 persen naik menjadi 9 persen.
Tabel 7. Pola Penyakit Penyebab Kematian Berdasarlsn SKRT r97r,l9E0 dan
l9t6
Per 100 kematian Kelompok penyakit
r97r.o
1980.0
rgf]/6
utama
1.
Radang pernafasan bagian bawah
2.Diare
t2.0
17.8
6.2
L6.8
16.9
18.8
12.0
14.8
3. Tubrkolusa
6.0
8.4
8.6
4. Tetanus
4.6
6.5
6.0
3.3
3.1
5.2
9.9
9.7
7. Kelainan hati
4.2
3.3
B.llcoplasiira
3.4
4.3
5. Tipus perut
6. Kardiovasculair
9. Penya, susunan syaraf
5.;
5.0
3.1
10. Cedera 7 kecelakaan
2.2
3.5
4.7
Bronchtis, asma dan emfisema 12. Komplikasi kehamilan/persalinan
2.2
3.8
2.2
0.8
1.7
3.1
5.3
0.7
0.4
1.1.
13. Kelainan dan gangguan perinatal 14.
berhub
Difteri
15. Pertusis
6.7
3.; 6.0
5.;
0.4
L6. Campak
0.3
6.7
6.7
Malaria 18. Lain-lain
0.6
3.4
6.7
8.8
r7.z
100.0
100.0
17.
43.4
Jumlah
100.0
m5
Diare, yang merupakan 18,8 persen penyebab kematian pada tahun 1980, turun menjadi 12 persen pada tahun 1986. Secara keseluruhan sampai dengan 1986. Sebagian besar penyebab tersebut, seperti
telah disebutkan di atas, adalah penyakit-penyakit infeksi yang sebetulnya dapat dicegah, misalnya dengan imunisasi dan perbaikan kualitas lingkungan hidup.
b. Kematlan menurut umur Sama halnya dengan morbiditas, distribusi mortalitas juga mengikuti pola yang tinggi pada usia muda,
rendah pada usia produktif dan kemudian tinggi lagi pada usia tua. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 8. Baik tahun 1980 maupun 1985 kelompok umur yang paling tinggi angka kematiannya adalah anak usia
di bawah satu tahun, masing-masing 99,8 dan 71,,8. Kemudian yang juga tinggi angka kematiannya adalah
kelompok usia 1-4 tahun dan di atas 45 tahun. Selama lima tahun antara 1980 dan L986, telah terjadi penurunan angka kematian pada semua kelompok umur. Penurunan terbesar terjadi pada kelompok 1-4 tahun(45,9Vo\,usia 35-44 tahun(45,6Vo\ dan usia di atas 45 tahun (46,5%).
Tabel 8.
Angka Kematian Bayi Menurut Golongan Umur Dari SKRT 19t0 dan 1986
Golongan Umur
Di bawah
tahun 1 - 4 tahun L
Penurunan (7o)
198
1986
919
7r,6
grl 45,9
19,9
10,6
4 - 14 tahun 15 - 24 tahun
2,4
116
33,3
216
1,8
28,0
25 - 34 tahun
2r7
213
L4,8
35 - 44 tahun
6,8
3,7
45,6
?3,8
15,4
46,5
ttZ,t
7,0
42,1
45 tahun ke atas
Semua Umur
Sumber: Dep. Kes L980, L986.
2M
c. Kematian bayl
indikator kesejahteraan Angka kematian bayi atau Infant Mortality Rate oMR) yang dikenal sebagai secara luas, telah menurun dengan kesehatan dan sekaligus juga sebagai indikator kesejahteraan so$ial cepat di Indonesia. bahwa pada tahun 197L Data hasil Sensus penduduk 1971, 1980 serta Supas 1985 memperlihatkan hidup; kemudian menurun menjadi 107 angka kematian bayi di Indonesia adalah 143 per 10fi) kelahiran menjadi 70 per 1000 per 10fi) kelahiran hidup pada tahun 1980 serta pada 1985 turun lagi menjadi
adalahsekitar kelahiranhidup. Dengan demikian,rata-f atapenuunan angkakematianbayidilndonesia per tahun dalam persen 8,5 1970, lalu meningkat tajam menjadi sekitar 3,2 persen per tahun selama tahun 5 tahun terakhir
ini.
Demikian juga ada Aogka kematian bayi ini bervariasi antar propinsi dan antar desa-kota' desa-kota' Tingkat penu' perbedaan tingkat penurunan angka kematian bayi antar propinsi dan antar desa' Tabe! 1 berikut ini iunan angka iematian bayi di kota hampir selalu lebih besar daripada
serta rata-rata penurunan memperlihatkan variasi antar propinsi daripada tahun 1971, 1980 dan 1985 per tahunnya.
propinsi sejak tahun Terlihat pada Tabel 9 (tertampir) bahwa urutan angka kematian bayi antar
yang terendah selalu terdapat di DI 19?1 tidak mengalami banyak perubahan. Angka kematian bayi terjadinya penurunan Yogyakarta sedangkan yang tertinggi ada di NTB. Hal ini antara lain disebabkan
IMR di semua propinsi, terutama dalam kurun waktu 5 tahun terakhir' 1971 -1980 adalah 3'2 untuk seluruh Indonesia, rata-rata Annual Reduction Rate (ARR) selama yaitu menjadi 8,5 persen' persen. Kemudian ARR naik lebih dari dua kali lipat selama 1980-1985, Indonesia selama Repelita IV' Dengan perkataan lain, telah terjadi percepatan penurunan IMR di ARR tersebut mencapai di Percepatan ini terjadi di tiap-tiap propinsi. Bahkan di beberapa propinsi atas 15 persen.
pola penyakit yang merupakan kematian bayi di Indonesia tidak banyak mengalami perubahan pada tahun 1971, 1980 dan 1985 sampai saat ini. Data yang diperoleh Survai Kesehatan Rumah Tangga : menunjukkan tiga penyetrab utama kematian bal di Indonesia, yaitu sebagai berikut 1.
Diare
2. Infeksi saluran Pernafasan 3. Tetanus neonatorum
Ketiga penyakit tersebut memegang peranan sampai sekitar 60 persen kematian bayi' Penyakit-penyakit inipun secara medis bukanlah penyakit yang sulit untuk mencegahnya'
m7
Tabel 10. Poln Penvnkit Sehnanl Seheh Kpmnfinn Bnvi Berdasarkan SKRT 71. E0 dan 86
Penyakit
SKRT
l. Diare
7I
15,2
2. Difteri, Pertusis, Campak 3. Tetanus
SKRT
80
SKRT 86
22,9
15.6
18,7
112
8,6
8'8
1q8
lg,4
20,0
4. Inf'eksi lain
410
3,0
4rl
5. AvitaminosiVkurang gizi
0,4
l'1
1,4
8,9
'f1
5,6
10,9
llr'l
22,6
t4,4
1,7
4,2
4,2
lg,g
18,4
33,(t
10. Cedera
1r5
4rO
4rl
11. Gejala tak jelas
5,0
6,0
6,0
4,8
4,0
4,1
14,2
6. Peny. Susunan Syaraf 7. Peny. Saluran Pernafasan 8. Kelainan Bawaan 9. Gangguan Parinata
12.
LainJain
Total
100
100
r00
27r7
100
Sumber : Dep. Kes SKRT 1971, 1980, 1985.
Kalau dibandingkan angka-angka untuk ketiga penyakit tersebut antara SKRT 1980 dengan SKRT 1986, tampak bahwa diare dan infeksi saluran pernafasan mengalami penurunan, masing-masing dengan
reduksi sebesar 7,3 persen dan 8,2 persen. Tidak demikian halnya dengan tetanus, yang hampir tidak pernah berubah. Hal ini memang naneh" karena sebetulnya tetanus mudah untuk dicegah dengan imunisasi TT pada.ibu hamil. Ternyata memang cakupan imunisasi TT (yaitu TTZ) inimasih rendah, yaitu hanya Q7 persenseperti yang dihasilkan oleh SKRT 1985. Demikian pula cakupan DPT3 pada
tahun 1986 baru mencapai34,9 persen.
208
kit tersebut menurut umur. Dari data SKRT
1980 dapat dihitung rate masing-masing
100.000 kematian. Hasilnya adalah sebagai berikut
Usia
Tetanus Pneumonia
:
Usial-11 Bulan
1119/100.000
178/100.m0
27yKn.W
1119/100.000
Angka tersebut menunjukkan bahwa tetanus lebih banyak membunuh bayi berumur kurang dari satu bulan, sedangkan diare dan pneumonia lebih berperan pada usia di atas satu bulan. Dengan demikian, imunisasi DPT yang diberikan pada anak usia 3 bulan ke atas, sebetulnya tidak efektif mengurangi neonatal tetanus. Dengan perkataaan lain, harapan sebetulnya tertumpu pada keberhasilan imunisasi TTT yang cakupannya tidak menggembirakan serama Repelita v.
d. Kematian anak
Aogku kematian anak-anak adalah jumlah kematian anak usia 1- 4 tahun dalam 1 tahun per t0(X) anak usia 1-4 tahun pada pertengahan tahun tersebut. Seperti halnya angka kematian bayi, maka angka kematian balita sangat mempengaruhi tingkat kematian di Indonesia pada saat ini. Seperti tampak pada Tabel 8, angka kematian pada anak 1-4 tahun adalah 19,6 per 1000 pada tahun L980 dan turun menjadi 10,6 per 10fi) pada tahun 1986. Ini berarti penurunan sebesar 45,9 persen dalam kurun waktu 5 tahun. Sebab-sebab kematian anak 1-4 tahun agak berbeda dari sebab kematian bayi. penyebab utama adalah diare, dipteri, pertusis dan campak. Tiga penyakit yang disebutkan terakhir adalah penya kit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Sedangkan penyakit diare sangat erat kaitannya dengan sanitasi makanan dan minuman.
Tabel 11.
2W
Penyebab Kematian Anak Usia
I
- 4 Tahun
Per 100.000 anak usia 1 - 4 tahun
1.
2. TBC
13,r
16,4
291,5
294,8
4. Tetanus
16,4
32,9
5. Malaria
55,7
62,3
6. Infeksi lain
85,2
nr'1
7. Neoplasma
6,6
3.
Difteri, Pertusis, campak
g. Qangguan gizi
'26,2
49,1
9. Susunan syaraf
49,1
95,0
lO.ISPA
s14
366,9
ll.Bronkhitis, asma
%12
39,3
l2.P eny. Saluran Pencernaan
e.
6,6
?5,3
13.Ginjal
16,4
29,5
l4.Infeksi Kulit
13,L
l5.Kelainan Bawaan L6.Gangguan Perinatal lT.Gangguan tidak jelas
19,7
18.Kecelakaan/pembunuhan
55,4
6,6
Kematian ibu
Kematian ibuyangditeliti dalambeberapa surveyterpisah di Indonesia adalah kematian ibusehubungan dengan persalinan. Hasil-hasil beberapa studi tersebut cukup bervariasi, yang disebabkan oleh metode pengukuran yang berbeda dan dilakukan di daerahyangberbeda pula.
2r0
Tabel 12.
Kematian lbu per lfiX) kelahiran Hidup
Pencatatan 12 RS
1977180
Ujung Berung
1978/80
SKRT
1980
Kabupaten Sukabumi
1982
SKRT
1986
10ffi ibu hamiVbersalin l}U) kelahiran ibu 1,5/1000 kelahiran ibu 4,3/10fi) kelahiran ibu 4.3/10m kelahiran ibu 3,7 /
1'7 I
Studi di kabupaten Sukabumi dilakukan secara prospektif dan SKRT 1986 mencakup sample yang cukup besar sehingga tampaknya hasil kedua survai tersebut cukup valid. Dengan perkataan lain, angka
kematian ibu (MMR) untuk Indonesia diperkirakan mencapai 4,5 per 1000 kelahiran hidup atau 450 per 100.000 kelahiran hidup. Penelitian di 12 rumah sakit di Indonesia menunjukkan bahwa 94,4 persen penyebab penyakit ibu tersebut adalah hal-hal yang berkaitan dengan kehamilan dan persalinan . Pendarahan (Hemorhagic antepartum atau post partum), infeksi dan toxameia adalah tiga penyebab utama kematian ibu. Usia ibu dan paritas merupakan faktor tidak langsung yang mempengaruhi kematian tersebut. Misalnya, pada paritas
I
angka kematian tersebut adalah 21,8 per 10.000, pada paritas 2 naik menjadi 37,1dan pada paritas 4 menjadi 64,6per 10.000. Kemudian angka kematian tersebut pada ibu berusia 20 tahun adalah 4O
per 10.000 , yang naik menjadi 24,6 pada kelompok usia20-29,44,7 persen pada usia 30-34 dan 81,5
persen pada usia 35 tahun ke atas. Keadaan lain yang mempengaruhi kematian ibu adalah adanya anemia. Angka kematian pada ibu dengan anemia adalah 70 per 10.000 sedangkan pada non-anemia hanya 19 per 10.000. Karena ibu hamil
yang anemia banyak ditemukan
di pedesaan, maka angka kematian ibu di pedesaan lebih tinggi dibandingkan dengan ibu di perkotaan, yaitu masing-masi ng76 per 10.ffn dan25 per 10.ff)0.
Semua penyebab yang disebutkan di atas dapat ditekan atau dihilangkan dengan perawaran antenatal dan pertolongan persalinan yang baik. Menurut SKRT 1986, hanya 62,9 persen ibu hamil yang melakukan pemeriksaan antenatal, dengan perincian sebagai berikut: 6,8 persen frekuensi pemeriksaan 1 kali 10,9 persen frekuensi pemeriksaan 2 kali 11,0 persen frekuensi pemeriksaan 3 kali
3,2
persen frekuensi pemeriksaan 3 kali
f. Perbandingnn mortalitas antara beberapa negara
2rl
Kalau dibandingkan dengan negara-negara lain, memang derajat kesehatan di Indonesia jauh lebih rendah.Ini tampak misalnya dari angka-angka kematian seperti IMR dan MMR.
Tabel 13. Perbandingan angka kematian beberapa negara
Philipina
$
142
Thailand Malaysia
43
100
28
69
India
89
545 Kota
874Desa 13 Kota 22Desa
RRC Sri Langka
x
IV. PEMBAIVGUNAAI SEKTOR KESEHATAIV DAN GIZI
l. Konsep Dasar Dari pengalaman empiris, secara konseptual dapat diterangkan bahwa ada empat faktor utama yang mempengaruhi derajat kesehatan penduduk, yaitu : genetika, pelayanan kesehatan, perilaku kesehatan dan lingkungan kesehatan
Hal tersebut dikemukakan oleh Henrik L. Blum dan dapat digambarkan sebagai berikut
212
:
r
KESEHATAN
MORTALITAS KESEHATAN
GI?J.
I
+
Yang paling besar pengaruhnya adalah faktor lingkungan kesehatan, disusul oleh perilaku kesehatan. Penjelasan di atas sangat menarik, oleh karena menunjukkan bahwa pelayanan kesehatan bukanlah intervensi yang paling strategis dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan penduduk.
2. Kebijaksanaan Secara garis besar, strategi pokok upaya meningkatkan derajat kesehatan adalah melakukan intervensi
pada lima aspek yang terdapat dalam skema Blum tersebut di atas, yaitu dengan pemikiran bahwa aspek genetik secara agregat dapat digantikan dengan aspek kuantitatif pertumbuhan penduduk.
Dalam sistem kesehatan nasional, strategi tersebut disebut sebagai Panca Karya Husada, yang pada dasarnya sejalan dengan elemen-elemen dalam skema tersebut. Kelima strategi tersebut adalah sebagai berikut
:
1. Meningkatkan peran serta masyarakat
2. Melakukan program pemberantasan pcnyakit dan gizi 3. Memperbaiki lingkungm kesehatan 4. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan 5. Mewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera.
2t3
Dapat dijelaskan bahwa peningkatan peran serta adalah intervensi urituk meningkatkan perilaku sehat penduduk, sehingga penduduk lebih mampu memelihara kesehatannya. rrogram-program pemberantasan penyakit ditujukan untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas serta perbaikan gizi. Intervensi lingkungan kesehatan, jelas merupakan intervensi paling strategis, sesuai dengan skema
di
atas. Selanjutnyapelayanan kesehatan disediakan melalui Puskesmas Pemtrantu, puskesmas dan Rumah
Sakit. Akhirnya, program KB pada gllirannyaiuga akan mewujudkan derajat kesehatan yang letrih tinggi.
3. Program-program Pokok Masing-masing strategi di atas dapat pula diuraikan lebih tanjut menjadi program-program khusus. Ada 14 program yang selama ini sudah dijalankan, yaitu sebagai berikut : 1. Pelayanan kesehatan
8.
2. Pelayanan rumah sakit
Air bersih
9. Kesehatan lingkungan
3. Pemberantasan penyakit menular 4. Penyuluhan kesehatan
10. Litbang 11. Peningkatan efisiensi
5. DiklaVketenagaan
12. Peningkatan sarana
6. POM/bahan berbahaya 7. Gizi 14. Peranan wanita
13. Generasi muda
4. Masalah Dan Kendala - Pemerataan - Keterbatas inflasi biaya - Dampak transisi epidemiologis
V.III{SAL{H PEMBIAYAAN SEKTOR KESEHATAN DAN GIZI r. SITUASI DAN SISTBM PEMBIAYAAN 2. ISSU KEBIJAKSANMN PEMBIAYAAI\ - Cost control - Biaya operasional dan pembiayaan - Cost recovery
-
Swasta/masyarakat
- Swadana - DUKM/JPKM
214
l;. D"oiror, E.F.
dalam sorkin, Alan L: Health Economic in Developing Countries. Lrxington Books, DC, Heats and Co. I-exongton, 1976.
Lampiran
2r5
Tabel 9.
Angkalftmatian Bayl dl Indoneslo menurut proplnsi berdasarkan SP 71, SP E0 dan Supas 85.
RO
P
PINSI
SP'7
r4r rm
01. DL Acch 02. Sumatera Utara 03. Sumatcra
151 l4t 155 151 t6 147
Bafat
04.Riau 05. Jambi
06. Sumatera Selatan 07. Bengkulu 08. tampung
SP'80 Supas'85
9t 89
t2l r13 lt8 I l8 106 97
47 s5
rate
Zt€O
4,8 3,2
80a5
r3,2 s,6 9,3
76 55 60 7t 62 59
2,4 2,4 2,s 4,8 5,0 4,5
13.5
14,4 1012
ro.7 9.9
JAWA 09.
DKI Jakarta
10. Jawa 11.
Barat Jawa Tengah
12.
DlYogakatta
13. Jawa
Timur
NUSATENCGARA 14,8 ali 15. Nusa Tenggara Barat 16. Nusa Tcnggara Timur 17.
TimorTimur
126 80 165 129 143 96 m6229 lr9 99 t27 219
t5t
8{r 187 r24
36
4,9
16,0
89
)1
7A
65
4,4
7,8
5,1
15,2
2,O
5,8
4,A 1,7 2,2
5,1
74
58 145 74
8,3 10,3
69
KALIMANTAN L8. Kalimantan Barat
143
19. Kalimantan Tengah
t
20, Kalimantan Selatan 21. IGlimantan Timur
165
105
116 10o tzt 99
57 58 83 40
2,3 2,7 3,3 o,7
18,1
14,2 10,9
75
SUI-AWESt 22. Sulawesi 23. Sulawesi Z. Sulawesi 25. Sulawesi
Utara Tengah Selatan
Tenggara
26. Maluku
114 146 159 191
94
50
na
2,r
12,6
94
1,4
108
714
69 73
4,2 5,6
6,2 9,0 8,9
2T.lrianlaya
ll3
tu
68
1,7
106
38
0,8
12,0 20,s
INDO NESIA
143
107
70
3,2
85
:S.
145
1986.
216
GIZI, KEMAMPUAN, KAPASITAS MENTAL DAN BERPIKIR
Oleh:
Dr. Suharjo M. Philt.
I.GIZI
DAIY KEMAMPUAN FISIK
Berbagai laporan mengemukakan bahwa gizi kurang maupun gizi lebih pada taraf yang berat akan berpengaruh pada penampilan kerja dan fungsi sosial. Untuk identifikasi gizi kurang dapat dipakai beberapaindikator antaralain angkamortalitas bayidan anak pra sekolah, pertumbuhanyangterhambat bagi golongan anak-anak, prevalensi diare, kemiskinan dan tingkat konsumsi pangan. Baru-baru ini dikemukakan indikator penampilan fungsional (functional performance dianggap cukup peka untuk mengidentifikasikan gizi kurang terutama pada golongan dewasa.
Taraf konsumsi energi dan protein yang diukur dengan cara membandingkan hasil survey makanan terhadap jumlah kecukupan gizi atau tidak. Selanjutnya penelitian ini mengemukakan bahwa penduduk dengan pola konsumsi umbi-umbian atau padi-padian, dengan kualitas yang rendah maka akan mempunyai resiko kurang gizi lebih besar dibandingkan dengan penduduk yang pola konsumsinya
bervariasi dan jumlahnya cukup.
Dalam hal kerja fisik yang sama memerlukan pengeluaran energi, maka konsumsi energi yang cukup menjadi faktor yang sangat penting. Suatu hasil penelitian mengemukakan bahwa pada golongan
laki-laki dewasa yang bekerja sebagai petani, tampaknya terdapat suatu proses adaptasi dimana energi untuk melakukan kegiatan fisik disesuaikan terhadap konsumsi energi serta energi untuk
mempertahankan berat badannya. Dalam hubungan ini bila dibandingkan terhadap kecukupan, maka
ada kelompok yang kekurangan dan kelebihan. Akibat dari keadaan
ini menurut teori,
tentunya
kelompok yang konsumsinya dibawah kecukupan akan mengalami penurunan berat badannya. Namun kenyataan memperlihatkan bahwa berat badan kelompok yang diamati tersebut keadaannya relatif konstan selama beberapa tahun, tidak menunjukkan kurang berat (under-weight) maupun obesitas (over-weight). Hal ini menimbulkan dugaan bahwa tumbuh kelompok contoh tersebut telah beradaptasi dengan konsumsi energi baik yang di bawah kecukupan maupun yang di atas kecukupan. Gejala adanya hubungan antara menurunnya berat badan dengan kapasitas kerja digambarkan oleh Keys, dkk. (1950), seperti tercantum dalam tabel 1. Penurunan berat badan sebanyak lima persen
2r7
mengakibatkan kemampuan kerja menurun lima persen dan hasil kerjariya turun sepuluh persen, demikian selanjutnya sampai apabila berat badan turun50Vo maka tubuh tidak mampu lagi meneruskan pekerjaannya. Jacobs tahun 1!bB melakukan penelitian di Guatemala terhadap pekerja pertanian, di mana satu kelompok di antaranya diberikan suplementasi makanan sedangkan kelompok lainnya tidak diberikan
sesuatu intervensi makanan, memperoleh petunjuk bahwa kelompok yang disebut pertama intensitas bekerjanya lebih tinggi dan lebih tahan lama dibandingkan dengan kelompok yang disebut belakangan
pada suatu beban kerja yang sama. Lrbih dari itu ternyata kelompok yang memperoleh makanan tambahan mampu menyelesaikan pekerjaan yang lebih banyak dan memperoleh pendapatan yang lebih
tinggt bila dihitung per satuan waktu bila dibandingkan dengan kelompok yang tanpa makanan tambahan. Di sarnping itu kelompok pertama tetap aktif setelah bekerja, sementara itu kelompok kedua menjadi sangat lelah setelah bekerja dan tidak aktif sama sekali, bahkan lama tidurnya pun lebih panjang dibandingkan dengan kelompok pertama. Dari keadaan tersebut ternyata kemampuan kerja di atas kelompok yang diberikan makanan tambahan berada l3%o di atas kelompok tanpa makanan tambahan dan efesiensi waktu kerja kelompok pertama hampir dua kali kelompok kedua yaitu 1,9 kalinya.
Pengaruh Ketaparan Dengan nfiiH'rtr"runan Berat Badan terhadap Kapasltas KerJa Pada Orang l)ewasa
Pengaruhnya
Penurunan
Penurunan Kemampuan
Penurunan
BentBadan(Vo)
Meneruskan Pekerjaan
Hasil Kerja
5
5
10
10
10
20
15
30
50
2n
50
80
30
80
x)
95
95
100
100
q 50
Sumber: Keys, dkk. (1950)
2r8
Suatu hal yang penting dipertanyakan, apakah yang dimaksud dengan gizi kurang, ringan atau sedang apabila dilihat dari segi konsumsi energi dan evaluasinya. Untuk ini lebih dahulu perlu dipahami
dua pengertian yang berbeda yaitu "kecukupan energi fisiologis' (KEF) dan "kecukupan energi yang dianjurkan" (KED). Yang dimaksud dengan KEF adalah jumlah energi yang dianggap cukup untuk
memenuhi kebutuhan energi minimal sesuai dengan umur, jenis kelamin, agar individu yang bersangkutan dapat melakukan kegiatan ringan. Kebutuhan ini tergantung dari umur, ukuran dan komposisi tubuh dan iklim serta faktor ekologi lainnya. Taraf konsumsi di bawah KEF berarti bahwa beban tidak dapat dipertahankan dan penurunan fungsionalnya akan tampak. Golongan ini dapat diidentifikasikan sebagai gizi buruk. Di lain pihak KED berarti banyaknya KEF ditambah dengan energi ekstra yang perlu untuk melakukan kegiatan di atas aktivitas ringan serta untuk menutup defisit yang mungkin terjadi karena sesuatu gangguan. Penelitian terhadap buruh tani di Guatemala yang diberikan makanan tambahan 250 kalori/hari dan 5,5 gr protein/hari selama tiga tahun memberikan gambaran bahwa komposisi badannya berbeda dengan yang tidak diberi makanan tambahan (vateri, 1971). Kelompok yang disebut pertama mempunyai massa otot yang lebih tinggi (7-18 persen) dari pada kelompok yang kedua, yang mana angka ini lebih
rendah daripada normal (12,4 - 12,9 persen). Selanjutnya kelompok yang diberi perlakuan suplemen makanan mengkonsumsi energi sebanyak 2550 kalori per hari, di mana rata-rata sebanyak 1956 kalori diperlukan untu aktivitas sehari-hari, sedangkan kelompok tanpa makanan tambahan mengeluarkan energi rata-rata 1L67 kalori untuk melakukan kegiatan fisik dan tetap dapat mempertahan keseimbangan energi dengan konsumsi r ata-rata'2690 kalori per hari. Keadaan ini menunjukkan bahwa pada kelompok buruh tani tanpa makanan, tambahan , eriergi yang tersedia untuk bekerja hanya sebanyak 60 persen
dari kelompok yang memperoleh makanan tambahan. Hal ini memberikan asumsi bahwa efesiensi konversi dari energi kerja tampak tidak berbeda antara kedua kelompok tersebut.
Immink (1978) yang melakukan penelitian terhadap buruh perkebunan tebu dengan memebrikan dua macam perlakukanyaitu memberikan minuman tinggi energi (560 kalori/hari) dan minuman rendah energi (24 kalorr/hari), dari pengamatannya selama 13 bulan memberikan kesimpulan pengaruh suplementasi antara lain:
a) Berat badan buruh relatif stabil selama penelitia4. b) Konsumsi energi total pada kelompok dengan minuman tinggi
energi terdapat rata-rata 281 kalori/hari lebih tinggi dibanding dengan kelompok rendah energi, sebab pada kelompok pertama konsumsi energi di rumahnya lebih rendah.
c)
Produktivitas buruh, kemampuan aerobik maksimal dan konsumsi energi menurun cepat setelah 62 tahun produktivitas menurun sampai sekitar 83 persen diband ing
35 tahun, sehingga pada umur
dengan
d)
luunnrur
?n-27 tahun yang merupakan titik puncaknya.
Tampak ada perbedaan pola pengeluaran energi karena perbedaan umur. Dalam hubungan ini pada buruh yang lebih muda tidak terdapat hubungan yang nyata antara peningkatan produktivitas dengan peningkatan konsumsi energi, tetapi pada buruh yang lebih tua suplementasi energi mengakibatkan peningkatan penampilan dan hasil kerja.
2t9
e)
Pada buruh yang diberi suplementasi energi, golongan muda mempunyai efisiensi kerja (dinyatakan
dalam penambahan hasil kerja per hari dibagi dengan penambahan konsumsi energi per hari) yang lebih tinggi dibandingkan dengan golongan tua. Hasil penelitian Karyadi (1974) mengatakan bahwa pada pekerja pembanguhan dan perkebunan kadar Hb berkorelasi positif dengan ketahanan fisik yang diukur dengan uji naik turun bangku Harvard. Selain itu dalam hubungan dengan ketahanan tubuh dan infeksi penyakit ditemukan bahwa pekerja yang
anemi lebih banyat menderita penyakit infeksi daripada yang tidak anemi. Selanjutnya penelitian tersebut mengemukakan bahwa kelompok pekerja yang diberi suplemerrtasi besi 100 mg per hari selama delapan minggu kasus infeksi menurun secara sangat nyata, sedangkan pada kelompok plasebo perubahannya tidak berarti. Pada anemi kurang besi kemarlrpuan suplai oksigen rendah sehingga menimbulkan kelelahan, kelemahan, apatis, yang pada gilirannya dapat menurunkan produktifitas kerja. Penelitian Basta, dkk. (1979) menemukanbahwa pemberiansuplementasibesi kepada pemetik teh yanganemi selama delapan
minggu dengan dosis 100 mg per hari mampu menigkatkan hasil petikan saebanyak sepuluh persen. Penelitian Andayani (1991) mengemukakan pula adanya hubungan antara status gizi dengan produktifitas kerja penebang tebu di Perkebunan Jatiroto, Jawa Timur dimana rata-rata banyaknya tebu yang berhasil ditebang per hari lebih tinggi pada penebang yang beryzi baik dibandingkan dengan penebang yang bergizi kurang. Gambaran yang diberikan di atas memberi petunjuk betapa pentingnya memperhatikan konsumsi makanan dan glzi apabilaingin memperoleh produk kerja yang lebih baik. Hal ini seharusnya mendapat perhatian yang serius dari para pemegang kebijakan, perencana dan pengelola program pembangunan sumber daya manusia.
z.GIZI, KAPASITAS MENTAL DAN BERFIKIR Sarrpai saat ini banyak para peneliti yang menaruh perhatian terhadap pengaruh gizi kurang terhadap perkembangan otak di mana sangat erat hubungannya dengan perkembangan mental dan kemampuan berpikir. Jaringan otak anak yang tumbuh normal akan mencapai S persen berat otak orang dewasa sebelum umur 3 tahun, sehingga dengan demikian apabila masa ini menderita gangguan gizi kurang dapat menimbulkan kelainan-kelainan fisik maupun mental. Sementara ahli mengemukakan bahwa gizi kurang pada masa bayi dan anak- anak mengakibatkan kelainan yang sulit atau tidak dapat disembuhkan dan menghambat dalam perkernbangan selanjutnya Suatu hasil penelitian terhadap kecerdasan (IQ) anak-anak trerumur 5 - 12 tahun yang mengalami
gizi kurang dini, menemukan bahwa perkembangan intelektual serta perkembangan fisiknya banyak dipengaruhi oleh status gsnnya selama masa pra sekolah. Nilai yang paling rendah dijumpai pada golongan anak-anak yang menderita g1zi kurang pada umur 2-4 tahun dengan tanda-tanda klinis
2n
kekurangan vitamin A. Sebaliknya nilai paling tinggi ditemukan pada anak-anak yang tidak pernah mengalami gizi kurang. Di sini tidak dinyatakan apakah kelainan yang dijumpai pada anak-anak itu dapat sembuh atau tidak (Pek Hien Liang, dkk,
1967).
.
Winick dan Rosso (1969) melaporkan penemuannya bahwa jumlah sel-sel otak lebih sedikit terdapat pada anak-anak di Chili yang menderita marasmus dibanding dengan yang tidak menderita. Sementara itu Chase, dkk (1974) menemukan perbedaan ukuran sel otak di antara anak-anak di Guatemala dimana pada anak yang mengalami marasmus lebih kecil daripada yang normal. Masa kritis dalam perkembangan otak manusia dijumpai pada masa dimana otak berkembang cepat. Masa ini berada sejak tiga bulan sejak dalam kandungan sampai umur dua tahun dan merupakan masa yang sangat rawan terhadap gizi kurang. Penelitian di Gunung Kidul tahun lg58llg5g yang dilakukan oleh Bailey (1g62),mengungkapkan rata-rata berat dan tinggi badan lakilaki dewasa di desa yang mengalami Hunger Oedema secara endemik lebih rendah dari pada 20 tahun sebelumnya. Hal ini berkaitan dengan konsumsi yang rendah baik kualitas maupun kuantitasnya. Betapa pentingnya kecukupan gr bag anak-anak banyak dikemukakan di berbagai pertemuan ilmiah menyangkut gizi dan kesehatan serta fungsi inkognitif dan perseptualnya. Hal ini timbul mengingat dampak yang diakibatkannya baik dari segi penderita sendiri maupun dari pembangunan bangsa.
Gupta dkk. (1975) melaporkan bahwa kemampuan berpikir anak dipengaruhi oleh keadaan gizi kurang yang khronis serta latar belakang ekonomi keluarga. Bila keadaan gizi kurang berada pada taraf sedang (70-m persen berat badan standar) maka rata-rata IQ anak cenderung menurun, dengan menurunnya tingkat sosial ekonomi keluarga (atas dasar pendapatan, pendidikan dan pekerjaan) dari 105,3 untuk golongan status sosial fI, ke 95,3 untuk golongan III dan 85,1 untuk golongan status sosial
IV. Sementara itu pada golongan keluarga status
sosial
IV dijumpai IQ rata-rata menurun
dengan
bertambah beratnya tingkat gizi kurangyang dinyatakan dengan persentase berat badan menurut umur
terhadap standar.
Pengaruh gizi kurang pada waktu
bal
yang
diteliti dikalangan anak-anak di
Jamaika, menunjukkan bahwa setelah umur 6-10 tahun,anak mencapai IQ yang berbeda tergantung pada latar belakang status sosial keluarga dan ukuran tinggi badan (Broz.ek, 1982). Hasil penelitian tersebut dapat digambarkan seperti pada Tabel2.
221
Tabel 2. Pengaruh Gizl Kurang pada Masa Bayl, Tinggi Badan Masa Sela4iutnya dan l-otar Belakang Sosial Keluarga Terhadap IQ anak Lal
Rata rata IQ Status Sosial
Tak
Pernah
Pernah
Tak
Pernah
pernah
Tinggj
72
69
65
62
Rendah
62
55
58
49
GK
:
Gizi Kurang
Sumber : Schrimshaw and Wallerstein (1982), Nutrition policy
Implementation : Issue and Experiment.
Dari Tabel 2. tersebut terlihat bahwa pada golongan anak yang pernah mengalami gizi kurang rewaktu masih baf i, ternyata mempunyai Ie yang lebih rendah, dibanding dengan yang tidak pernah, baik pada anak yang digolongkan memiliki ukuran badan tinggi maupun pendek. Sementara itu anak dari golongan keluarga status sosial tinggi mempunyai Ie yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak dari keluarga status sosial rendah. Hal ini ditemukan pada golongan anak-anak yang ukuran badannya tinggi maupun pendek, yang pernah menderita gizi kurang maupun tidak mende rita gszi kurang. Fereira (1987) juga mengemukakan bahwa gizi kurang yang diderita anak pada umur satu tahun
dari golongan keluarga miskin, perkembangan mental selanjutnya lebih lambat dibandingkan dengan anak dari golongan keluarga kaya yang juga menderita kurang gizi pada umur satu tahun. Keadaan ini memberikan petunjuk bahwa faktor ekonomi-sosial berpengaruh terhadap perkembangan mental anak yang mengalami gizi kurang pada waktu dini.
Hasil penelitian Soesmailiah Soewondo (191) menunjukkan bahwa pada anak-anak yang mengalami defisiensi zat besi memiliki kemampuan belajar konsep yang lebih rendah dibandingkan dengan anak-anak yang tidak mengalami defisiensi zat besi.
222
DAFTAR PUSTAKA Andayani, Sri, L991. Statirs Gizi dan Produktivitas Penebang Tebu Pabrik Gula Jatiroto, Jawa Timur. .Tesis Fakultas Pasca sarjana IPB. Bogor. Basta,SS.,Soekirman, D Karyadi and N S Scrimshaw. l979.kon Deficiency Anemia and Productivity of
Adult Males in Indonesia. Amer. J. Clin. Nutr. 32:
1989.
Chase, H.P.,C.A. Canosa, C.S. Dabiere, N.N.Welch and D. Obrien. 1974. Postnatal Undernutrition and
Human Brain Development. J. Men. Defic. Res. 18:355 Gupta, S., D.C.Dringra, M.V.Singh and K. Anand. 1975 Impact of Nutrition on Intelegence. Indian
Padriatric t2.1079 Immink, M.D.C. L978 Human Energrsuplementation and Worker Productivity: A Case Study of Sugar Cane Cutters in Guatemala. Disertation. Univ. of Hawaii.
Karyadi, D. 1974 Hubungan Ketahanan Fisik dengan Keadaan Gizi dan Anemia Besi. Disertasi UI Jakarta. Keys, A., J, Broz-ek, A. Henschel, D.Meckelsen and H.L.Taylor. 1950The Biolog5l of Human Starvation.
Univ. of Minnesota Press, Mineapolis. Soewondo, Soesmaliah. L991. PengaruhZat Besi terhadap Kognisi. Disertasi UI Jakarta.
Suharjo. 1986. Pengaruh Intervensi Besi Terhadap Produktivitas Kerja Pemetik Teh. Disertasi Fakultas Pasca sarjana IPB Bogor.
223
KEMISKINAN PADESAAN DI INDONESIA DEWASA INI
Oleh:
Mubyarto*')
PENDAHULUAN Laporan Pembangunan Bank Dunia yang direrbitkan setiap tahun, pada tahun 190 yang lalu diberi judul Kemiskinan (Poverty), dan paling menarik bagi kita adalah Indonesia diambil sebagai contoh,/kasus negara yang diamggap sangat berhasil dalam mengurangi kemiskinan, baik
di perkotaan maupun
terutama di pedesaan. Dalam periode 11 tahun tahun (1976-1987), jumlah penduduk yang pendapatannya di bawah garis kemiskinan ditaksir telah turun dari 40,17o (54,2 juta orang) menjadi l7,4Vo (30 juta orang). Adapun keberhasilan kita menangani kemiskinan ini terutama disebabkan pemerintah Indonesia
telah konsisten memberikan perhatian besar pada pembangunan pertanian dan pembangunan pedesaan. Karena Indonesia masih merupakan negara agraris, sehingga sebagian besar penduduk hidup terutama dari pertanian, maka pembangunan yang diarahkan bisa secara langsung meningkatkan kesejahteraan penduduk miskin di pedesaan.
Dalam makalah ini akan dibahas kondisi kemiskinan pedesaan kita dewasa ini terutama di Luar Jawa, yang dalam proses pembangunan ekonomi selama dua dekade telah mengalami kemajuan pesat, meskipun ternyata masihjauhtertinggal dibandingpembangunanyangterjadi diJawa danBali. Ternyata
pembangunan ekonomi memang mengandung berbagai kontradiki yang kadang-kadang bersifat dilematis. Dan dengan hasil yang sangat mengesankan inipun Indonesia pada tahap-tahap awal tinggal landas ini masih saja tcrmasuk negara miskin di dunia dengan pendapatan per kapita US$ 440, jauh di bawah negara-negara tetangga di ASEAN yaitu Malaysia (US$ 19,10), Thailand (US$ 1000), dan Filipina
(us$ 630).
PEMBAIY GUNAAI PERTANIAN Salah satu tantangan sangat menonjol yang dihadapi Indonesia pada awal Pelita I (1969-74') adalah kekurangan pangan. Beras yang merupakan makanan pokok penduduk, produksinya sangat rendah sehingga negara harus mengimpor dalam jumlah amat besar.
224
Maka pemerintah dalam periode revolusi hijau yang kebetulan 'melanda' Asia, bisa mendobrak kemacetan produksi beras yang telah terjadi selama lebih dua dekade. Jawa yang merupakan pusat produksi beras nasional dengan tanah-tanah yang amat subur dan beririgasi baik, telah mampu menjadi 'pemimpin' dalam program peningkatan produksi beras ini, baik melalui penggunaan bibit unggul yang terusmenerus ditemukan maupun melalui penggunaansarana produksi yangsemakin meningkat. Dalam waktu 13 tahun (L970-1983) produksi padi di Jawa naik hampir dua kali lipat (94Vo), sedangkan hasil per ha (yield) naikff.Zor). Dengan demikian kelak diketahui bahwa kenaikan produksi beras luar biasa ini tidak terlalu mcnggembirakan petani karena dasar tukar bcras kemudian anjlog, namum secara keseluruhan ia memberikan sumbangan amat berarti dalam pengurangan kemiskinan pedesaan di Jawa. Kemiskinan pedesaan telah turun dari 44,2juta menjadi kurang dari separuhnya (20,3 kemiskinan di kota hampir tidak berkurang yaitu dari 10 juta menjadi
9,7
juta orang), sedangkan
juta orang dalam periode yang
sama (1976-1987).
Juga perlu dicatat bahwa dengan 'revolusi' produksi beras di Jawa ini masyarakat pedesaan merasakan manfaat yang amat besar dari pembangunan jalan-jalan dan sarana transportasi antara desa dan kota yang memang sangat melancarkan komunikasi, yang pada gilirannya juga amat membantu mempercepat peningkatan kemakmuran penduduk pedesaan.
KEMI SKINAI\ PEDESAAN LUAR JAWA nKabar gembira" tentang sangat menurunnya kemiskinan di pedesaan Jawa ini jelas sangat besar artinya,
karena sejak awal abad2O pada saat masih dalam periode penjajahan, penurunan kemakmuran atau peningkatan kemiskinan penduduk pedesaan Jawa ini terus menerus "memusingkan" para pejabat pemerintah, dan berbagai upaya yang dilakukan untuk mengatasinya rupanya selalu gagal. Maka
transmigrasi adalah satu contoh program pcmerintah yang secara langsung memang ingin "memindahkan" orang-orang miskin di Jawa ke luar Jawa. Program ini sebagaimana diketahui masih berjalan terus sampai sekarang bahkan sampai dibentuknya departemen khusus untuk menanganinya pada tahun 1983.
Dalam pada itu pembangunan pertanian dan pedesaan yang difokuskan pada peningkatan produksi beras di Jawa dan selanjutnya juga industrialisasi yang "tnenyeflainya", menimbulkan masalah baru yang tidak terduga yaitu "ntembalikkan " kecenderungan perkembangan ekonomi di Indonesia. Di satu penduduk Jawa maju pesat kemakmurannya, tapi di pihak lain kcmakmuran penduduk luar Jawa meskipun meningkat tetapi ketinggalan jauh dari Jawa. Perbedaan dalam peningkatan kemakmuran ini bisa dilihat dalam tabel
225
1.
Tabel
l.
I-qiu Pertumbuhan Per Kapita Per Daerah l98l-87
Daerah
Pengeluaran
PDRB
Konsumsi
Non-migas
r981-87
1983-87
Tingkat Eksploitasi Ekonomi
Sumatera
2,f16
3,39
Jawa
3,86
4,65
r6 r7
Kalimantan
1,27
4,08
69
Sulawesi
0,86
2,%
7r
Lainlain
2,59
3,70
3{)
Sumber: Bank Dunia 1990, Indonesia, Strategic for a Sustained Reduction of Poverty, hal 30.
Dari tabel
I jelas bahwa memang kemakmuran
penduduk Jawa secara keseluruhan telah meningkat paling cepat, baik diukur dengan tingkat pengeluaran konsumsi per kapita, maupun PDRB non- migas. Sumatera yang pada periode pra-pelita lebih makmur dari Jawa, pada tahun 1987 ternyata
kemakmurannya "jatuh" menjadi di bawah tingkat kemakmuran penduduk Jawd. Adapun distribusi tingkat kemiskinan per wilayah selama 1984 bisa dilihat pada tabel 2.
Tabel 2.
Distribusi Tlngkat Kemlskinan Per Wilayah 19M dan l9t7 Wialayah
1984
1987
persen
(v")
(vo)
perubahan
Jawa dan Bali
24,0
14,8
-21,7
Luar Jawa dan Bali - Bagian Barat
16,9
14,8
-12,0
10,5
9,5
- 9,5
29,8
24,9
-16,4
21,6
17,4
-79,4
- Bagian Timur
Total
Surnber : Bank Dunia 1990, idem hal30.
2',26
Di bawah ini akan dibahas Kondisi kemiskinan pedesaan di beberapa wilyah di luar Jawa, yang rupanya penanggulangannya lebih tepat ditempuh melalui pendekatan pengembangan wilayah yang "disesuaikan" dengan situasi dan kondisi masyarakat setempat. Kasus-kasus ini mencakup wilayah 4 propinsi yaitu Jambi" Kaltim, NTT dan NTB, yang,dalam dua tahun terakhir diteliti oleh P3PK- UGM.
Jambi Adalah menarik menyimak data SUSENAS 1987 yang menunjukkan bahwa pengeluaran penduduk Jambi pada urutan ketiga di Indonesia, sedangkan propinsi tetangganya yang kaya akan minyak bumi, justru berada pada uruta nke-Z4,hanya di atas lrian Jaya. Apakah ini berarti sudah tidak ada kemiskinan
di Propinsi Jambi? Penelitian P3PK-UGM selama enam bulan (Mei-Oktober 190) menunjukkan kondisi ekonomi desa yang lesu atau tidak bergairah karena beberapa sebab. Pertama, perekonomian desa bersifat monct kultur karet telah lama mundur karena trend penurunan harga karet di pasar dunia. Untuk sementara ekonomi desa bergairah kembali karena boom kayu dan industrialisasi kehutanan. Namun sejak awal delapan puluhan, setelah sepuluh tahun, kelesuan kembali merasuk pedesaan Jambi karena boom kayu telah menyurut. Kedua, pengaturan kembali kelembagaan ekonomi dan sosial desa melalui UU No.5/79 melemahkan dinamika lembaga adat (marga), lebih-lebih sejak tiga tahun sebelumnya (1" April 1976) pajak-pajak daerah atas karet dan komoditi-komoditi lain dihapuskan, sehingga kegairahan pengusa haan perkebunan karet rakyat benar-benar hilang.
'
Kemiskinan yang kemudian sangat dirasakan merupakan akibat langsung dari sifat ketergantungan masyarakat desa baik dari 'anggaran' pemerintah pusat maupun fluktuasi dan kecenderungan penurunan harga karet di pasar dunia. Ini berarti, biarpun dalam data-data SUSENAS terkesan kemakmuran penduduk padesaan yang relatif tinggi, namun kondisi prasarana ekonomi yang masih buruk serta tingkat kemandirian yang rendah tidak urung memberikan kesan adanya kelesuan
ekonomi. Jalan keluar dari kelesuan ekonomi tidak bisa lain dari pada upaya yang sungguh-sungguh dari
pemerintah daerah untuk 'memaksa' perusahaan-perusahaan yang beroperasi di pedesaan (kehutananperkebunan), benar-benar 'meluberkan' keuntungan materiilnya kepada warga desa. Pemerintah kabupaten perlu diberi wcwenang lebih besar untuk menjadi pengayom ekonomi rakyat desa tanpa menghambat investasi dari luar desa.
KallmantarTlmur Meskipun propinsi Kalimantan Timur merupakan propinsi terkaya dengan pendapatan per kapita tertinggi di Indonesia, namun kehidupan warga pedesaannya lebih-lebih yang di pedalaman, dan di perbatasandengan negeri jiranSabahdan serawak (Malaysia), masih sangat memprihatinkan. lniberarti
hasil-hasil pengolahan sumber alamnya belum 'mehtber'ke pada seluruh warganya. Dan, dibanding propinsi Jambi, berarti ada ketimpangan ekonomi dan sosial yang lebih serius.
227
Yang amat merisaukan adalah bahwa masuknya pengusaha-pengusaha hutan pemegang HpH dan
kontraktor-kontraktornya, yang menurut logika ekonomi seharusnya bisa membantu mengurangi kemiskinan ini, malahan lebih menyulitkan kehidupan penduduk. Rupanya keterbukaan suatu wilayah terhadap eksploitasi HPH telah mengurangi sumber-sumber pokok kemakmuran penduduk khususnya dalam hal pemenuhan kebutuhan pangan. Misalnya di desa-desa wilayah Sebuku kecamatan Nunukan yang sudah 'diserbu'pengusaha HPH, konsumsi kalori penduduknya hanya 1908 cal dan protein hanya 13,4 gram per hari dibanding wilayah Kayan Hutu (2887 cal dan 50,5 gram) dan Krayan (2l151cal dan 42,6 gram) 2;. M"ku tidak mengherankan bahwa status kesehatan penduduk Sebuku juga amat menyedihkan dibanding dua wilayah lainnya.
Tabel 3.
Status Kesehatan Penduduk Desa Kallmantan Timur,
Status Kesehatan
Nunukan
Krayan
l9t9
Kayan
Penyakit,1989 Balita denga n g4n kur ang
(Vo)
:
Sebuku Rata-rata Nunukan
69,0 17,6
Aogka kematian bayi per 1000 kelahiran hidup: Sebuku
2n
Rata-rata Nunukan
I29
: Mubyarto dkk, 1991.
Pemecahan terhadap masalah kemiskinan pedesaan di sini memang amat tidak mudah dan membutuhkan biaya amat besar' Program PKT (Pengembangan Kawasan Terpadu) adalah salah satu jalan keluar yang harus dikelola secara sungguh-sungguh oleh pemerintah Daerah Tingkat II dan kecamatan. Nusa Tenggara
Tinur
228
Propinsi Nusa Tenggara Timur telah lama dikenal sebagai propinsi amat misltin, termiskin di Indonesia, dan kini hanya dilampaui oleh kemiskinan Timor Timur, propinsi baru yang menjadi tetangganya. Tidak diragukan lagi bahwa kemiskinan wilayah Nusa Tenggara Timur bersumber terutama pada sangat keringnya daerah, tanahnya bergunung-gunung dan curah hujan sangat rendah, sehingga hanya
rumput saja yang bisa hidup di musim hujan. Namun kekeliruan fatal telah dibuat oleh pemerintah kolonial Belanda yang mendatangkan ternak secara besar-besaran ke NTT (sapi), dan lebih fatal lagi, ternak-ternak ini hanya dibagikan kepada para raja bangsawan. Rakyat kecil selanjutnya menjadi sekedar penggembala ternak tanpa hak apapun. Maka terjadilah akumulasi pemilikan pada sejumlah kecil para raja dan bangsawan yang menguasai puluhan ribu ternak. Ternak sapi ini selanjutnya menjadi
s€macam 'hama' yang mengkonsumsi rumput yang terbatas, air, dan akhirnya menjadi 'perusak lingkungan' karena mengakibatkan erosi berat dan memunculkan gulma. Dalam kenyataan kehidupan sehari-hari, terjadi konflik keras antara petani kecil yang berusaha tani (lahan kering) dengan para bangsawan tuan-tuan ternak yang memiliki banyak ternak dan membutuhkan pakan. Karena kekuasaan yang lebih besar dari para raja pemilik ternak maka justru rakyat kecil harus 'memagari'sawah ladangrya
dari ternak yang diumbar secara bebas. Dalam pada itu konflik kepentingan ini lebih diperkeras oleh kehadiran banyak suku dan sub suku yang saling bersaing memperebutkan sumber alam yang terbatas. Dewasa ini masalah kemiskinan di NTT tetap berkisar di sekitar dua sebab pokok tersebut yaitu overgrazing dan ketimpangan dalam pemilikan ternak, serta konflik antar suku yang menyulitkan pelaksanaan program-program pembangunan pedesaan.
Nusa Tenggara Barat
Propinsi Nusa Tenggara Barat, sama halnya dengan propinsi NTT, adalah propinsi miskin, meskipun akar-akar masalahnya jauh berbeda dengan masalah kemiskinan di Nusa Tenggara Timur. Kemiskinan dan keterbelakangan masyarakat NTB khususnya pulau Lomtrok yang sebagian besar terdiri dari suku Sasak berlatar belakang sejarah yaitu penguasaan kerajaadraja-raja Bali yang beragama Hindu terhadapmasyarakat Sasakyangberagama Islam. Dan inibersumberpadakedatangan penjajahBelanda yang ingin mengeksploitasi sumber alam Lombok.
Bahwa latar belakang sejarah dan budaya amat mewarnai sifat permasalahan kemiskinan di lombok terbukti dari perbaikan-perbaikan dan kemajuan yang lambat meskipun produksi pangan sudah mulai membaik sebagai akibat program gogorancah.
Kemiskinan yang terkait erat dengan budaya ditunjukkan oleh masih rendahnya status gizi penduduk, tingkat pendidikan yang rendah, dan status wanita yang sangat terbelakang. Misalhya AKB (angka kematian bayi) adalah 208 di Lombok Timur dan Lombok Tengah, dan 175 di Lombok Barat (1980), yang diperkirakan menjadi masing-masing 165 dan 95 pada tahun 1991. Dinas Kesehatan
229
!€tempat sudah merasa bekerja ekstra keras dan memberikan sarana/prasafana kesehatan'ldHrhtm dibandingkan beberapa wilayah lain di luar NTB, tapi perbaikan masalah belum berarti' Keterbelakangan suatu masyarakat akan sulit diatasi apabila masyarakat yang perasangkutan sama sekali tidali menganggapnya sebagai satu problematik untuk dipecahkan. Pemerintah daerah khususnya Dinas Kesehatannya, benar-benar menghadap|beban mental' karena rupanya keterbelakangan di daerah ini tidak dianggap hal yang urgen untuk diatasi. Di sinilah letak salah satu 'seni' penetitian tentang pembangunan pedesaan di Nusa tenggara Barat, yaitu bagaimana merubah masalah biasa menjadi masalah-masalah yang problematik yang menantang masyarakat untuk ntelahir kan pemecahannya.
Keslmpulan: Geraknn Program Aksi Penanggulangan Kemisklnan Secara Nasional
Dari empat kasus permasalahan yang digambarkan di atas kiranya jelas bahwa masalah kemiskinan di Indonesia memang amat beraneka ragam sifatnya, dari mulai kondisi keterasingan dan adat yang terlanjur'mapan' sampai munculnya ketergantungan gaya baru sebagai akibat terjadinya pembangunan ekonomi yang mengandung investor besar dari luar wilayah. Dalam menghadapi aneka permasalahan kemiskinan ini tidak nampak adanya jalan pintas dalam pemecahannya melalui kebijakan dan progtart-program nasional yang mudah dan murah. Jalan yang paling aman dan meyakinkan adalah dengan melalui penelitian-penelitian yang serius dan mendalam di setiap wilayah/masyarakat yang bersangkutan.
Namun demikian gerakan program aksi yang sifatnya nasional memang sangat diperlukan yaitu berupa keterpaduan semua instansi yang terkait. Inilah yang sebenarnya ingin dicapai melalui Pro
gram-program Pengembangan Wilayah (PPW) yang sudah sejak 1977 dilaksanakan oleh Bappeda-Bappeda melalui koordinasi Ditjen Bangda Depdagri, dan rupanya sekarang akan diperluas melalui koordinasi langsung oleh Bappenas dalam bentuk program-program PKT ( Pengembangan Kawasan Terpadu). Adalah mutlak perlu agar PKT
ini benar-benar merupakan program
yang
dikembangkan dari bawah oleh instansi kecamatan, dengan bimbingan langsung Bappeda tingkat I dan tingkat II dan harus dibantu tim peneliti kaliber tinggi. Menunjuk pada pengalaman penanggulangan
kemiskinan di Jawa yang telah ditempuh melalui program peningkatan produksi pertanian, perbaikan prasarana dan sekaligus industrialisasi oleh sektor swasta yang'agresiP, maka sulit membayangkan keberhasilan penanggulangan kemiskinan di luar Jawa dan Indonesia bagian timur, tanpa penanganan secara simultan berbagai program regional dan sektoral seperti yang telah berlaku di Jawa. Inilah
program pemerataan dalam arti kata yang sebenarnya, di mana wilayah yang ketinggalan pembangunannya harus memperoleh prioritas amat tinggi untuk bisa 'mengejar'wilayah-wilayah lain yang sudah maju lebih dahulu.
230
*) Bahan Kuliah Pelatihan Instruktur Perencanaan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Lembaga Demografi FEUI, 16 Mei 1991.
"; l)
Prof. DR. Mubyarto adalah Guru Besar FE UGM dan Kepala p3pK- UGM. Kenaikan produksi dan hasil per ha ini termasuk 'luar biasa' bila dibandingkan dengan Jepang dan Taiwan yang telah mencapai kenaikan yang sama dengan waktu yang relatif lebih lama (Jepan! 68 tahun dan taiwan 33 tahun, sedangkan Jawa hanya 13 tahun), Anne Booth (r98s).
2)
Mubyarto dkk,. 1981, Desa-desa Perbatasan di kalimantan Timur, Aditya Media, Bab V, hal.73-104.
3;
fAni" Djatmiko dan Mubyarto (ed), 1991, Nusa Tenggara Timur (suatu studi pustaka, P3pK-UGM.
23r
BAHAN DISKUSI PANEL KEMISKINAN DI PERKOTAAN
Oleh:
Saad Basaib
Istilah'miskin' memiliki pengertian yang relatif, pada hakekatnya tiap negara di dunia ini memiliki apa yang dinamakan 'kelompok miskin'. Orang-orang miskin ini tinggal di desa-desa maupun di kota.
Berhubungan dengan masalah kemiskinan terdapat beberapa masalah yang perlu dipertegas pengertiannya antara lain: a. Masalah definisi. Kriteria apa yang digunakan untuk menentukan bahwa seseorang atau rumah tengga digolongkan ke dalam kelompok miskin? Kemudian apakah kriteria yang dipakai dalam menentukan garis kemiskinan sama dari satu negara ke negara lain? Kriteria apa yang digunakan Untuk menentukan seseorang atau rumah tangga termasuk miskin atau kaya?
Ukuran kemiskinan dapat ditentukan oleh berbagai indikator. Ada yang menggunakan ukuran konsumsi kalori, tingkat penghasilan, pendidikan, tingkat kesehatan, akses pada prasarana dasar dan lain-lain. Indeks dari masing-masing indikator itu dapat digunakan secara sendiri-sendiri dan dapat pula digunakan secara gabungan atau komposit dari semua indikator itu. b. Tingkat kerniskinan tidak dapat diukur dengan cukup baik jika hanya didasarkan pada pengukuran
jumlahpendapatan, pengeluaran, ataupolakonsumsi. Masalah kemiskinanbersifat sangatkompleks baik dalam pengertiannya, tekstur, karakteristik, dampak dan implikasinya. Yang perlu mendapat perhatian adalah jangan sampai kemiskinan yang terjadi dapat merendahkan martabat manusia. Untuk menanggulanginya diperlukan konsep yang bersifat multi-dimensional yang di dalamnya termasuk semua aspek positif kehidupan manusia yang perlu dilestarikan dan dikembangkan.
c. Apakah ada perbedaan yang hakiki antara kemiskinan di
desa dengan kemiskinan di kota? Masalah
kemiskinan bersifat saling terkait antara di desa dengan di kota walaupun tidak selalu berarti bahwa kemiskinan di perkotaan merupakan pelimpahan (spillover) dari kemiskinan di perkotaan.
n2
d. Kemiskinan di perkotaan dan pedesaan harus dilihat dan ditanggulangi secara simultan sebagai dua aspek dari masalah yang sama. Masalah kemiskinan merupakan gejala umum yang kompleks yang
terlalu penting untuk diserahkan penanggulangannya hanya kepada ahli-ahli ekonomi saja.
KEMISKINAN PERKOTAAN DI INDONESIA 1. Dalam
25 tahun terakhir, urbanisasi cukup tinggi peningkatannya, yaitu kura nglebih 4,7Voper tahun,
atau lebih dari dua kali tingkat pertumbuhan penduduk secara keseluruhan.,sebagai akibatnya, pada waktu ini kurang lebih25Vo penduduk Indonesia (a5juta) adalah penduduk kota. Lrbih 50Vo dari padanya tinggal di 12 kota besar, di mana kurang lebih 2fiVo tingal di Metropolitan Jakarta.
Kenyataan
di
atas merupakan permasalahan yang harus mendapat perhatian. Selain itu
permasalahanyangditimbulkannya mengharuskan pemecahan yang spesifikserta mengundangbeda pendapat penafsiran.
2.
Tergantung pada besaran (size) kota, antara{OVo sampai 80% penduduk kota tinggal di'kampung', suatu kawasan pemukiman informal yang sedikit banyak mempunyai ciri-ciri pedesaan dan sebagian besar masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Implikasi apa yang timbul karena kondisi seperti itu serta apakah kondisi seperti itu masih relevan untuk dipertahankan, atau harus diubah?
3.
Pada umumnya kampung-kampung seperti tersebut di atas mengalami kekurangan basic service (drainase, sanitasi, air bersih, listrik dsb.) serta peka terhadap banjir dan wabah penyakit. Untuk menanggulangi keadaan ini pemerintah (pusat ataupun daerah) sudah lama melaksanakan program
perbaikan kampung, atau lebih populer
di luar negeri sebagai KIP (Kampung
Improvement
Program). Olehbanyakkalangandiluar negeriprogramini dianggap suksesbesar dan perludicontoh oleh negara-negara lain yang menghadapi masalah yang sama. Pemerintah Indonesia pun berpendapat demikian. Hal ini dapat dilihat dari semakin besarnya anggaran tiap tahun yang dialokasikan untuk keperluan ini. Diskusi dapat diarahkan pada pemecahan masalah tersebut, terutama yang berhubungan dengan kebijakan tepat serta evaluasi terhadap program KIP tersebut. Berhubungan dengan kebijakan yang diarahkan untuk mengurangi kemiskinan atau meningkatkan kesejahteraan masyarakat perkotaan terdapat berbagai aspek yang harus mendapat perhatian di antaranya cakupan program yang dilaksanakan, efektivitas program tersebut secara fisik serta dampak
yang dirasakan oleh masyarakat. Dampaknya dapat bermacam-macam misalnya perbaikan kesejahteraan, kesehatan, dislokasi penduduk, kenaikan harga tanah dan lain-lain. Selain itu ada kemungkinan alternatif program lain yang sesuai serta kebijakan complenrcnt yang dapat membantu efektivitas program.
233
Catatan Tambahan Prof. MurbYarto: Kemlskinan berbeda dengan apa yang disebut kesenjangan baik ekonomi, sosial maupun distribusi kekayaan maupun pendapatan. Karena kemiskinan meliputi dua aspek, aspek absolut orang miskin yaitu
hidup di bawah garis kemiskinan tertentu dan pada saat yang sama ada aspek kemiskinan relatif yaitu adanya perbedaan rfte have and the haven't. Pada tahun 1981 ada diskusi'nasional mengenai konsep ekonomi Pancasila di media masa, yang antara lain mempersoalkan pemerataan dan keadilan ekonomi yang merupakan satu hal yang tidak pernah dibahas dalam ilmu ekonomi dari Barat. Berdasarkan rankingpengeluaran per kapita per daerah per tahun pada kelompok rural dengan menggunakan data SUS'ENAS 1987, DIY (Yogya) menempati urutan pertama dengan jumlah Rp 35558.200,-. Sedangkan pada tahun L985 masih menempati urutan nomor Liga dari bawah.
Masalah kemiskinan di kalangan resmi pemerintah dan IGGI pada saat sekarang ini sering dibahas, bahkan pada World Development 1990 Report, PopertyA(emiskinan malah menjadi judul utana. Di Indonesia masalah kemiskinan merupakan masalah baru, bahkan pada tahun awal 70-an kata kemiskinan disarankan lebih baik tidak dipakai, karena tidak mengenakkan hati. Pada tahun 1973 Masri Singarimbun dan David Penny mengadakan penelitian di dusun Kemiri, desa Srihardjo, Imogiri,
Yogyakarta yang laporannya diberi judul Population and Poperty in Rural Java, an Economic Arithmatic from Srihardjo. Tapi hasil penelitian tersebut banyak disarankan oleh para ahli untuk tidak diterbitkan karena akan menyinggung pemerintah Indonesia (you are going to be CEKAL), tapi terbit di Cornell Monograph Series 1973. Pada tahun 1975, pidato Bank Dunia Robert McNamara di Nairobi yang memberi pengaruh luas pada para ahli dan pejabat di seluruh dunia, termasuk lndonesia. Penggunaan kata kemiskinan di Indonesia baru secara resmi dapat digunakan setelah digunakan oleh Presiden Suharto pada pidato
kenegaraan di bulan Agustus 1975 dan hasil penelitian Masri Singarimbun dan David Penny diterbitkan
di Indonesia. Mengapa istilah kemiskinan begitu trendy saat ini? Sebab dengan kemiskinan itu, sebagai salah
satu alasan bagi bangsa Indonesia untuk mendapatkan grant, soft loan, atau bahkan hard loan. Sebetulnya jika kita mengkaji kembali kejadian ratusan tahun yang lalu, di mana bangsa Belanda mengeksploitir bangsa Indonesia khususnya orang-orangjawa, merupakan bagian sejarah yang sudah menjadi tak terpisahkan dari proses kemiskinan itu sendiri. Pada akhir abad ke 19 Multatuli mengamati berfakunya tanam paksa (1830-1870). Sebetulnyacultuurstelsel itu adalah sistem budi daya tanaman, di mana petani dipaksa untuk menanam kopi dan indigo (tebu), sehingga dinamakan tanam paksa.
Akibatnya dalam lima tahun pemerintah hindia belanda mengalami surplus anggaran belanja. Kemudian pada tahun 1870, sistem tanam paksa (yang sebetulnya diberlakukan karena kas pemerintah hindia belanda kosong akibat perang Diponegoro, dan perang lainnya) dihapus diganti dengan sistem kapitalis
234
liberal dimana modal swasta boleh masuk, inti dari sistem ini petani tidak boleh lagi dipaksa-paksa. Tetapi sesungguhnya petani semakin mendcrita (baca buku karangan Selo Sumardjan). Kesimpulannya penjajahan menyebabkan kemiskinan. Politik etik pada tahun 1905 mengakui adanya kemiskinan karena rakyat Belanda begitu kaya dan rakyat Indonesia miskin. Ironisnya pada abad keduapuluh ini kejadian yang hampir mirip telah terjadi, ada sekelompok bangsa kita yang kaya dan masih ada 30 juta rakyat Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan (Rp a50/day/capita). Yang menjadi pertanyaan adalah apakah ini disengaja atau memang karena sistem
yang ada. Dan ketika oil boom terjadi, dana yang tersedia itu tidak benar-benar difokuskan untuk menghapus kemiskinan.
Berdasarkan sila-sila dari Pancasila, ada kehendak yang sangat kuat untuk melakukan pemerataan oleh siapapun juga. Di pihak lain ilmu ekonomi, khususnya aliran ekonomi neo klasik lebih menekankan pada pertumbuhan ekonomi, dan dianggap trickle down effect terjadi dengan sendirinya. Pada tabel satu, pengeluaran konsumsi dibagi PDRB non-migas, menunjukkan PDRB yang dapat
dinikmati oleh setiap daerah. Dan satu dikurang nilai di atas merupakan degree of exploitation yang terjadi (rumus Pak Mubyarto). Dan terlihat Kalimantan merupkan salah satu daerah yang tereksploitir, karena sesungguhnya dana yang mengalir itu dimiliki oleh pemiliknya yang berarti berada di luar daerah itu.
235
RANGKING PENGELUARAN PER KAPITA MENURUT PROPINSI
Ranking RURAL
Rp/tahun
URBAN & RURAL
DIY
358 200
2
Sumbar
319 300
3
Jambi
2982(n
DKI Kaltim DIY
4
Bengkulu
2944{n
Sumbar
I
R1i/tahun
Ranking
552456
I
345 060
2
335760
3
4 6
5
Sulteng
259 800
Sumut
323664 292320
6
NTB
263 800
Jambi
287 r84
7
Sumut
'x0 q0
Kalsel
2802ffi
7
8
Jabar
253300
Jabar
n3r20
8
9
Sumsel
272676
9
Bengkulu
7f,9 376
r0
Sulteng
26',1060
11
266892
12
2.61096
l3 t4
Jatim
253200
L0
Kaltim
245
4m
5
11
Sumsel
t2
Sulut
2MffiO 244W0
1.3
Kalsel
2(m 300
Aceh Bali
t4
DI Aceh
239 740
Sulut
259 776
15
Kalteng
2320U)
Jatim Kalteng
2564[,4 242484
16
Jateng
234696
t7
L5
16
Bali
230 300.
t7
Jateng
2L7
18
Sultra Lampung
2046(n
NTB
229 404
18
199 900
Riau
228 156
19
19
n
]M
NTT
178 400
20
Sulsel
1766U)
Lampung Kalbar
213 576
2L
20564l
2l
22
Maluku
rc39(n
Sulsel
202956
22
2j
Kalbar
163 700
Sultra
193224
23
24
Riau
I47 7M
Maluku
1919,10
24
25
Irja
83 100
NTT
187 608
25
155 316
25
26
2K
Catatan tambahan SDM 204 Sumber daya manusia megyangkut masalah-masalah demografi yang kedua menyangkut kebijaksanaan pembangunan sumber daya manusia dan yang menyangkut indikator pengembangan sumber daya manssis itu sendiri. (semua slide ini berasal dari repelita lima nasional kita).
Selain daya manusia
di atas, pembangunan
daerah merupakan kata kunci yang penting.
Pembangunan daerah sangat berkaitan dengan arah pembangunan daerah itu sendiri, pengembangan sumber daya manusianya itu sendiri baik di pedesaan maupun di perkotaan, dan strategi pembangunan daerahnya.
Aspek demografi dari sumber daya manusia termasuk masalah angkatan kerja terdidik yang dapat dilihat dari fasilitas pendidikan yang setnakin merata sehingga diharapkan kualitasnya dan kuantitasnya meningkat, perpindahan angkatan kerja wanita yang berdasarkan angka-angka terlihat sudah meningkat baik kuantitas maupun kualitasnya. Semuanya ini harus diamati sehingga jika ada permasalahan dapat dikaji pemecahannya.
Hal lain yang dapat dilihat dari repelita dalam aspek sumber daya manusia adalah langkah kebijaksanaan pembangunan sumber daya manusia itu sendiri.Yangdapat dibagi dalam empat langkah
yang bersifat makro, sektoral, regional, dan spesifik (khusus). Yang makro contohnya adalah kebijaksanaan fiskal, moneter dan neraca pembayaran. Contohnya sektoral adalah pertanian, industri, jasa. Langkah regional bertujuan meningkatkan potensi dari sumber daya manusia pada masing-masing daerah. Langkah khusus seperti pengembangan program-program padat karya.
Indikator yang dapat digunakan untuk melihat perkembangan sumber daya manusia adalah berdasarkan ketidakseimbangan suply dan demand baik dari segi jumlah maupun kualitas, struktur dari lapangan kerja khususnya pertanian dan industri yang tidak seimbang karena kontribusi industri yang semakin cepat sedangkan turunnya tenaga kerja di sektor pertanian masih lambat, peranan angkatan kerja wanita dapat dilihat angkatan kerja wanita telah meningkat kuantitas dan kualitasnya dimana peningkatan itu akan semakin cepat, pengangguran yang terselubung di desa dan di kota. Kata kedua kunci adalah pembangunan daerah dengan tujuan memberikan makna pada salah satu trilogi yang ada yaitu pemerataan, dengan prioritas pada daerah miskin, kepulauan terpencil,
perbatasan, dan daerah
padat penduduk. Strategi pembangunan daerah berdasarkan trilogi
pembangunan dan Prof. Sayogio memasukkan solidaritas. Strategi yang kedua adalah pembangunan
yang berkelanjutan, dan yang terakhir adalah peningkatan efisiensi dan efektivitas dengan melalui deregulasi serta debiroktratisasi. Pengembangan sdm dalam rangka pembangunan daerah didasarkan kemampuan kita menciptakan iklim yang sebaik-baiknya bagi masyarakat. Sebab jika peluang tidak dapat dimanfaatkan maka dapat digunakan oleh masyarakat yang lain tetapi intinya adalah bagaimana meningkatkan kemampuannya dengan menggunakan peluang-peluang yang ada.
237
l
I
Catatan tambahan SDM 302 Tujuan akhir pertumbuhan dan pembangunan ekonomi adalah kesejahteraan masyarakat yangdicirikan oleh: 1) kehidupan yang layak dari masyarakat dan 2) yang menghasilkan yang menikmati. Yang menghasilkan yang menikmati memberi artian bahwa mereka yang menghasilkanlah (yang produktif) yang harus menikmati, ini sesuai dengan prinsip ekonomi bahwa mereka yang berkorbanlah yang layak
mendapatkan'reward' atau balas jasa.
Struktur penduduk tidak memungkinkan terjadi/berlakunya situasi yang menghasilkan yang menikmati sebab tidak semua penduduk dapat ikut serta menghasilkan karena beberapa sebab seperti usia yang masih muda atau kemampuan yang belum memadai. Dalam masyarakat yaitu mereka yang bekerja dan mereka yang tidak bekerja. Sebagai contoh pada tahun 1989 dari sekitar 179 juta penduduk Indonesia hanya sekitar 47,2persen penduduk Indonesia yang bekerja. Keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan angkatan kerja dicirikan oleh membesarnya lapangan kerja yang tersedia akibat pertumbuhan ekonomi. Jika hal ini tidak terjadi maka ada beberapa hal yang menjadi penyebabnya yaitu: sebab natural, sebab sosial dan sebab cultural.
Dalam membuat perencanaan ekonomi kesalahan yang sering dilakukan oleh perencana pembangunan adalah mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa mcmperhitungkan kondisi dan situasi masyarakat. Para perencana misalnya tidak memperhatikan tingkat pendidikan dan keterampilan
masyarakat.
238
I